faktor yang mempengaruhi subsidi bahan bakar minyak

advertisement
TESIS
KAJIAN TERHADAP FAKTOR – FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK
(BBM) INDONESIA
PUTU ARI MULYANI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
TESIS
KAJIAN TERHADAP FAKTOR – FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK
(BBM) INDONESIA
PUTU ARI MULYANI
NIM 1291461014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
i
KAJIAN TERHADAP FAKTOR – FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK
(BBM) INDONESIA
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Ekonomi,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
PUTU ARI MULYANI
NIM 1291461014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 12 JANUARI 2015
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. I Wayan Sudirman, SE.,SU
NIP. 195005101978031002
Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE.,M.P
NIP. 196007061986012001
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Magister Ilmu Ekonomi
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE.,M.S
NIP. 195307301983031001
Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K)
NIP.19590215 198510 2 001
iii
Tesis Ini Telah Diuji Pada
Tanggal 12 Januari 2015
Panitia Pengujian Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
No.: 4526/UN14.4/HK/2014 , Tanggal 31 Desember 2014
Ketua
: Prof. Dr. I Wayan Sudirman, SE.,SU
Anggota
:
1.
Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE.,M.P
2.
Dr. A.A.I.N Marhaeni, SE, MS
3.
Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE, MS
4.
Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE.,M.S
iv
Surat Pernyataan Bebas Plagiat
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Putu Ari Mulyani
NIM
: 1291461014
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Tesis
: Kajian Terhadap Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Subsidi
Bahan Bakar Minyak (BBM) Indonesia
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan
Perundang – Undangan yang berlaku.
Denpasar, 12 Januari 2015
Yang membuat pernyataan
(Putu Ari Mulyani)
v
UCAPAN TERIMAKASIH
Pertama – tama perkenankan penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, karena atas segala rahmat dan petunjukNya tesis ini dapat penulis
selesaikan. Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr.dr. Ketut Suastika, Sp.
PD-KEMD atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Ekonomi pada Program Pascasarjana
Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Direktur Program
Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K) atas
kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa program Magister
Ilmu Ekonomi pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa penulis
ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, SE.,MS Dekan Fakultas
Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana atas ijin yang diberikan.
Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada Prof. Dr. I Wayan Sudirman,
SE.,SU sebagai pembimbing I dan Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE.,M.P sebagai
pembimbing II, Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE, MS, Prof. Dr. Nyoman Djinar
Setiawina, SE.,M.S, dan Dr. A.A.I.N Marhaeni, SE, MS sebagai penguji pada tesis ini
yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan
saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Kepada seluruh pengelola dan staff Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana
penulis juga ucapkan terimakasih atas bantuan dan dukungannya selama penulis
mengikuti perkuliahan. Kepada teman – teman MIE angkatan XXII penulis ucapkan
terimakasih atas dukungan selama penulis mengikuti seluruh proses belajar mengajar di
Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana serta semua pihak yang telah memberikan
dukungan dan semangat dalam proses pembuatan penelitian ini.
Denpasar, 12 Januari 2015
(Putu Ari Mulyani)
vi
KAJIAN TERHADAP FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUBSIDI
BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) INDONESIA
ABSTRAK
Subsidi BBM merupakan salah satu bantuan yang diberikan oleh pemerintah
Indonesia yang jumlahnnya paling tinggi dibandingkan dengan subsidi lainnya. Sampai
saat ini Indonesia belum bisa terlepas dari permasalahan subsidi BBM. Besaran jumlah
realisasi subsidi BBM setiap tahunnya selalu melebihi dari anggaran yang ditetapkan
dalam APBN sehingga subsidi ini merupakan salah satu beban bagi APBN dan sering
menimbulkan defisit anggaran. Peningkatan konsumsi BBM bersubsidi oleh masyarakat
mengakibatkan impor minyak semakin meningkat dan kuota subsidi setiap tahun selalu
mengalami defisit. Harga minyak dunia yang semakin melambung tinggi serta fluktuasi
kurs dolar terhadap rupiah menambah serta tekanan APBN akibat subsidi BBM.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor –
faktor yang mempengaruhi subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang terdapat dalam
Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari pencatatan dan laporan dari
berbagai instansi seperti BPS, Kemenkeu, Bank Indonesia, U.S Energy Information
Administration (EIA), Kementerian ESDM, Ditjen Migas, jurnal serta hasil penelitian
sebelumnya.
Variabel di analisis menggunakan analisis jalur untuk mengetahui pengaruh langsung
dan tidak langsung serta Uji sobel untuk mengetahui tingkat signifikansi variabel
intervening sebagai variabel mediasi. Berdasarkan hasil regresi di dapat hasil bahwa
koefisien determinasi total sebesar 0,998 yang memiliki arti 99,8 persen dijelaskan oleh
model sedangkan sisanya 0,2 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Variabel
konsumsi minyak subsidi, harga minyak dunia, kurs dollar dan impor memiliki pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap subsidi BBM. Variabel kurs dollar merupakan
variabel dominan secara langsung mempengaruhi subsidi BBM sedangkan variabel
konsumsi BBM subsidi merupakan variabel dominan berpengaruh secara tidak langsung
terhadap subsidi BBM melalui impor minyak.
Untuk mengurangi beban subsidi BBM dalam APBN di masa yang akan datang
pemerintah lebih mengembangkan energy terbarukan pengganti minyak sebagai bahan
bakar dikarenakan suatu saat nanti minyak sebagai bahan bakar pasti akan menipis
jumlahnya sedangkan manusia dan segala kebutuhannya akan mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun, pemerintah perlu menyediakan trasportasi umum yang memadai
sehingga mengurangi mobilitas kendaraan pribadi serta yang terpenting adalah
pemerintah lebih serius dalam pelaksanaan program konversi BBM ke BBG untuk
kendaraan baik dari segi teknologi konversi dan jaminan keamanan bagi setiap penguna
BBG tersebut.
Kata kunci : Subsidi BBM, Anggaran Pemerintah, Harga Minyak Internasional, Konsumsi BBM
vii
STUDY ON FACTOR OF AFFECTING THE FUEL OIL SUBSIDY (BBM)
INDONESIA
ABSTRACT
Fuel subsidies is one of the aid given by the governmen of indonesia that its
amount is highest than other subsidies. Until now Indonesia can not be separated from the
issue of fuel subsidy. The amount of fuel subsidy spending every year always excess of
the state budget which it has been determined in the state budget so that this subsidy is
one of a burden for the state budget and it often cause the budget deficit. Increased of
consumption the fuel subsidy by the public cause increased import of fuel and subsidy
quota every year is always in deficit. World fuel prices was soared and fluctuation of
dollar rate on the rupiah give contribution on pressure of the state budget as a result of the
fuel subsidy. This study aims to find out and to analyze the factors that affecting the fuel
subsidy (BBM) which written in the state budget. The data has been used in this study as
follows secondary data obtained from the records and reports from various agencies such
as statistic bureau (BPS), Ministry of Finance, Indonesia bank, the US. Energy
Information Administration (EIA), the Ministry of Energy and Mineral Resources,
Directorate General of oil and Gas, previous journals and the results of studies.
Variables has been analyzed by using path analysis to find out direct and indirect
effect as well as Sobel test to find out the level of significance of intervening variable as
moderator variable. Test of model validity by using the coefficient of total determination
and trimming theory to find out the variation of fuel subsidy (BBM) in Indonesia that it
can be explained by the exogen variable. Based on the regression results found the
coefficient of total determination 0.998 its means 99.8 percent explained by the model
while the remaining 0.2 percent explained by other variables outside of the model.
Variable of dollar rate is the dominant variable which directly affects on the fuel subsidy.
While the fuel subsidized consumption variable is the dominant variable which indirect
effect on fuel subsidies through fuel import.
To reduce the burden of fuel subsidy in the future state budget hence the government
needs to increase oil lifting to reduce fuel imports by way of exploring new wells to
replace the old wells which its lifting is declining and increasing investment in the
construction of oil refineries in Indonesia to maintain national energy security as well as
trying to develop renewable energy instead of oil as fuel because someday oil as a source
of un-renewable energy surely be depleted in number while the man and all their needs
would increase from year to year. The government should provide adequate public
transportation, thereby reducing private vehicle mobility and most importantly is the
government more serious in the implementation of the program of conversion fule to
liquid gas for vehicles both in terms of conversion technology and security guarantees for
each user of liquid gas
Keyword : Fuel Subsidy, State Budget, International Oil Price, Fuel Consumption
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL .............................................................................................................
PRASYARAT GELAR....................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................
SURAT PERNYATAAN.................................................................................
UCAPAN TERIMAKASIH.............................................................................
ABSTRAK .......................................................................................................
ABSTRACK ....................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
DAFTAR TABEL............................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
xii
xiii
BAB I
PENDAHULUAN ..........................................................................
1.1 Latar Belakang .........................................................................
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................
1.3 Tujuan Penelitian .....................................................................
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................
1
1
14
15
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA ......................................................................
2.1 Struktur APBN ........................................................................
2.2 Kebijakan Fiskal Dalam Pengeluaran Subsidi BBM ...............
2.3 Permintaan Terhadap Barang Yang Disubsidi .........................
2.4 Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) ......................................
2.5 Landasan Kebijakan Subsidi BBM ..........................................
2.6 Defisit Anggaran Akibat Subsidi BBM....................................
2.7 Kurs Valuta Asing ....................................................................
2.8 Pertumbuhan Penduduk............................................................
2.9 Minyak Bumi............................................................................
2.10Konsumsi..................................................................................
2.11Impor ........................................................................................
2.12Keaslian Penelitian ...................................................................
17
17
21
23
24
29
29
30
35
36
38
40
44
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN .................................................................................
3.1 Kerangka Berpikir ....................................................................
3.2 Konsep Penelitian ....................................................................
3.3 Hipotesis Penelitian .................................................................
49
49
53
60
BAB IV METODE PENELITIAN ...............................................................
4.1 Rancangan Penelitian .............................................................
62
62
ix
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
BAB V
Lokasi Penelitian .....................................................................
Identifikasi Variabel ................................................................
Definisi Operasional Variabel .................................................
Jenis dan Sumber Data ............................................................
Metode Pengumpulan Data .....................................................
Teknik Analisis Data ...............................................................
4.7.1 Analisis Deskriptif .......................................................
4.7.2 Analisis Jalur................................................................
4.7.3 Uji Sobel ......................................................................
64
64
64
66
67
68
68
68
74
HASIL PENELITIAN .....................................................................
5.1 Penerapan Kebijakan BBM Di Indonesia.................................
5.1.1 Subsidi BBM Di Indonesia dan Dunia .........................
5.1.2 Ketergantungan Indonesia sebagai Negara Impor ........
5.1.3 Kebijakan Harga BBM bersubsidi dari Pemerintah
Orde Baru sampai Era Reformasi .................................
5.1.4 Belanja Subsidi BBM dibandingkan dengan Belanja
Pemerintah Pusat Lainnya ............................................
5.1.5 Konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia ......................
5.2 Deskripsi Data Hasil Penelitian................................................
5.2.1 Subsidi BBM di Indonesia............................................
5.2.2 Perkembangan Konsumsi BBM Subsidi ......................
5.2.3 Jumlah Penduduk..........................................................
5.2.4 Harga Minyak Dunia ....................................................
5.2.5 Kurs Dolar ....................................................................
5.2.6 Impor Minyak ...............................................................
5.3 Validitas Model ........................................................................
5.4 Analisis Diagram Jalur Penelitian ............................................
5.4.1 Uji Linieritas.................................................................
5.4.2 Hubungan Antar Variabel Penelitian............................
5.4.3 Koefisien Jalur dan Signifikansi Hubungan
Antar Variabel ..............................................................
5.4.4 Pengaruh Tidak Langsung Masing-masing Variabel
Intervening Melalui Uji Sobel ......................................
5.4.5 Koefisien Pengaruh Langung, Pengaruh Tidak
Langsung, dan Pengaruh Total Antar Variabel ............
5.5 Pembahasan ..............................................................................
5.5.1 Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap
Subsidi BBM melalui Konsumsi BBM Subsidi ...........
5.5.2 Analisis Pengaruh Konsumsi BBM subsidi, Harga
Minyak Dunia, dan Kurs Dolar terhadap subsidi BBM
Melalui Impor Minyak..................................................
5.5.3 Analisis Pengaruh Konsumsi BBM subsidi, Harga
Minyak Dunia, Kurs Dolar dan Impor Minyak
Terhadap Subsidi BBM ...............................................
76
76
76
78
x
80
83
84
87
87
88
90
91
93
94
95
97
97
98
99
103
106
106
106
113
117
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN.............................................................
6.1 Simpulan...................................................................................
6.2 Saran ........................................................................................
123
123
125
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 128
LAMPIRAN .................................................................................................. 135
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.1 Realisasi Penjualan BBM Bersubsidi Menurut Sektor 2001-2012 ..........
6
3.1 Kerangka Berpikir Penelitian .................................................................
52
3.2 Kerangka Konsep Penelitian ...................................................................
60
4.1 Rancangan Penelitian ..............................................................................
63
4.2 Hubungan Antar Variabel.........................................................................
69
5.1 Grafik Negara Di Dunia Yang Menerapkan Sistem Subsidi BBM
Tahun 2012 (dalam miliar dolar AS)........................................................
77
5.2 Grafik Produksi dan Konsumsi Minyak Indonesia Tahun 1964-2012
(dalam juta barel per hari) ........................................................................
79
5.3 Realisasi Belanja Pemerintah PusatTahun 2005-2013 (dalam triliun
Rupiah) .....................................................................................................
83
5.4 Diagram Jalur Variabel Hasil Penelitian Kajian Terhadap Faktor
Faktor Yang Mempengaruhi Subsidi BBM Indonesia .............................
97
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
1.1 Realisasi Berbagai Jenis Subsidi Di Dalam APBN dari
Tahun 2008 – 2012 (dalam triliun rupiah) ..............................................
2
1.2 Realisasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam
Negeri dan Impor BBM (dalam Juta Barrel Per Tahun) ..........................
8
1.3 Peningkatan Konsumsi BBM, Produksi BBM dalam Negeri
Dan Impor BBM (dalam Juta Barrel Per Tahun) .....................................
10
1.4 Rata – rata Perkembangan Harga Minyak Dunia, Kurs Dollar
Dan Subsidi BBM Tahun 2006 – 2012 ....................................................
12
5.1 Perkembangan Harga BBM Bersubsidi Indonesia Tahun 1991-2013
(dalam ribu rupiah) ...................................................................................
80
5.2 Jenis Konsumsi BBM Yang disubsidi Pemerintah Indonesia
Tahun 2006 – 2012 (dalam juta kilometer) ..............................................
85
5.3 Transportasi Darat Pengguna BBM bersubsidi Tahun 2005-2012
(dalam unit)...............................................................................................
86
5.4 Perkembangan Realisasi Subsidi BBM di Indonesia Tahun 1983-2012
(dalam triliun) ...........................................................................................
87
5.5 Perkembangan Konsumsi BBM di Indonesia Tahun 1983-2012
(dalam juta barel per tahun)......................................................................
89
5.6 Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 1983-2012
(dalam juta jiwa) .......................................................................................
90
5.7 Perkembangan Harga Minyak Dunia Tahun 1983-2012
(dalam USD/Barel) ...................................................................................
92
5.8 Perkembangan Kurs Dolar Periode Tahun 1983-2012
(dalam ribu rupiah) ...................................................................................
93
5.9 Perkembangan Impor Minyak Indonesia Tahun 1983-2012
(dalam miliar USD) ..................................................................................
95
5.10 Rangkuman Hasil Analisis Uji Linieritas ...............................................
98
xiii
5.11 Rangkuman Hasil Analisis Korelasi .......................................................
99
5.12 Ringkasan Koefisien Jalur dan Signifikansi Hubungan Antar
Variabel Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Subsidi BBM Indonesia.
100
5.13 Ringkasan Pengujian Pengaruh Tidak Langsung Faktor – Faktor
Yang Mempengaruhi Subsidi BBM .......................................................
104
5.14 Indonesia Ringkasan Koefisien Hubungan Langsung, Tidak Langsung
Dan Total Antar Variabel Faktor – Faktor Yang Menpengaruhi
Subsidi BBM Indonesia a .......................................................................
106
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang sampai saat ini masih
mengimpor minyak untuk mencukupi kebutuhan minyak di dalam negeri. Minyak
yang biasa disebut dengan bahan bakar minyak atau yang lebih dikenal dengan
nama BBM merupakan suatu komoditas yang sangat berperan penting dalam
kegiatan perekonomian Indonesia. Booming minyak yang terjadi pada masa
pemerintahan orde baru dan keinginan pemimpin bangsa ini agar semakin banyak
rakyat dapat menikmati keberlimpahan minyak maka ditetapkanlah kebijakan
subsidi bahan bakar minyak (BBM). Minyak yang disubsidi mengakibatkan harga
BBM lebih murah dari harga keekonomiannya walaupun biaya produksi yang
dikeluarkan sangat tinggi tetapi pada waktu itu pemerintah Indonesia masih
mampu secara finansial. Fenomena ini terus berlanjut sampai defisit minyak
menghampiri.
Kebijakan subsidi BBM yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia membuat
anggaran subsidi energi di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) setiap tahun cenderung mengalami kenaikan. Besaran subsidi BBM
dinilai menjadi alasan pokok tidak sehatnya keseimbangan primer APBN dari sisi
pengeluaran sehingga dapat menimbulkan defisit anggaran pemerintah. Konsumsi
yang berlebihan membuat Indonesia kini menjadi negara pengimpor minyak yang
1
sangat tergantung dari fluktuasi harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika Serikat.
Dalam APBN suatu negara, subsidi bertujuan untuk mengendalikan harga
komoditas yang disubsidi. Subsidi merupakan instrumen kebijakan fiskal
pemerintah Indonesia untuk pemerataan terhadap ekonomi dan pembangunan.
Tujuan utama adanya subsidi di Indonesia adalah menjaga kelompok masyarakat
miskin agar tetap dapat menikmati pelayanan publik, pembangunan ekonomi dan
sosial. Kebijakan subsidi merupakan bagian utama dari kebijakan fiskal. Setiap
tahun pemerintah mengalokasikan anggaran negara untuk program – program
subsidi. Tabel 1.1 berikut menyajikan realisasi berbagai jenis subsidi di dalam
APBN.
Tabel 1.1
Realisasi Berbagai Jenis Subsidi Di Dalam APBN
Tahun 2008 – 2012 (dalam triliun rupiah)
Jenis Subsidi
A. Energi
1.Subsidi BBM
2. Subsidi Listrik
B. Non Energi
1. Subsidi Pangan
2. Subsidi Pupuk
3. Subsidi Benih
4. PSO
5. Kredit Program
6. Subsidi Minyak Goreng
7. Subsidi Pajak
8. Subsidi Kedelai
9. Subsidi Lainnya
2008
223,013
139,107
83,906
52,278
12,095
15,181
985
1,729
939
103
21,018
225
-
2009
94,585
45,039
49,546
43,496
12,987
18,329
1,597
1,339
1,070
8,173
-
Tahun
2010
139,952
82,351
57,601
52,754
15,153
18,410
2,177
1,373
823
14,815
-
Sumber : Kementerian Keuangan RI (Data Pokok APBN), 2012
2
2011
2012
255,608 202,353
165,161 137,380
90,447 64,973
39,749 42,723
16,539 20,926
16,344 13,958
96
129
1,833
2,151
1,522
1,293
3,411
4,263
-
Pada Tabel di 1.1 menunjukkan subsidi energi merupakan subsidi yang
paling tinggi jumlahnya daripada subsidi non energi. Di dalam subsidi energi
tersebut terdiri dari subsidi BBM dan subsidi listrik. Subsidi BBM merupakan
subsidi yang paling tinggi bagi beban pemerintah dalam APBN setiap tahunnya.
Kesalahan dalam pengelolaan kebijakan subsidi BBM dapat menimbulkan
kerawanan fiskal. Ketika harga minyak dunia terus mengalami kenaikan dan
pertumbuhan kendaraan yang cukup tinggi setiap tahun, maka anggaran subsidi
BBM terus meningkat jumlahnya dalam APBN.
Peningkatan harga minyak dunia memaksa pemerintah Indonesia untuk
menjalankan anggaran yang lebih besar untuk membiayai subsidi. Indonesia
bukan lagi negara pengekspor dan telah memiliki penurunan minyak dan
meningkatkan konsumsi sejak tahun 2003. Indonesia adalah negara yang
mengalami tekanan fiskal akibat penurunan pendapatan minyak dan peningkatan
pesat dalam jumlah subsidi BBM. Subsidi BBM yang terlalu besar akan
mengurangi ruang fiskal untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebagai
prasyarat pengentasan kemiskinan (Dartanto, 2012).
Defisit neraca perdagangan Indonesia disebabkan oleh besarnya defisit dari
sisi
neraca
perdagangan
minyak.
Defisit
neraca
perdagangan
cukup
mengkhawatirkan karena nilainya akan selalu meningkat. Salah satu upaya untuk
memangkas defisit adalah dengan pengendalian subsidi BBM karena defisit
banyak disumbang oleh transaksi perdagangan minyak. Pengendalian BBM
bersubsidi merupakan salah satu cara dalam menjembatani kesehatan fiskal tanpa
membahayakan perekonomian nasional secara keseluruhan, serta proteksi kepada
3
penduduk miskin. Pengendalian BBM bersubsidi juga ditujukan untuk
mengurangi risiko terlampauinya kuota BBM bersubsidi yang disepakati antara
Pemerintah dan DPR (Paramita, 2013).
Menurut Said Didu (2013) subsidi BBM dapat dikatakan membebani APBN
setiap tahunnya. Apabila subsidi BBM dihapuskan dari anggaran APBN maka
yang terjadi adalah naiknya harga BBM yang akan berdampak pada naiknya
harga-harga kebutuhan pokok pada umumnya. Kebijakan subsidi BBM selalu
dihadapkan pada pilihan yang dipersulit oleh pengambil kebijakan (Pemerintah
dan DPR). Sebagaimana di berbagai Negara, ada tiga prinsip utama subsidi.
Pertama, ditujukan untuk mengurangi dampak nyata bagi kehidupan masyarakat
tidak mampu. Kedua, subsidi ditujukan hanya kepada yang berhak menerima,
bukan kepada barang atau produk dan ketiga, secara ideal, penerima subsidi
disampaikan ke orang secara langsung (by name by address). Jika tidak memenuhi
karakteristik tersebut tidak dikategorikan sebagai subsidi, tetapi diwujudkan
sebagai Public Service Obligation, yang dapat dinikmati siapapun.
Kebijakan pemerintah Indonesia menaikkan subsidi BBM pada bulan Juni
tahun 2013 yang di berlakukan oleh pemerintah Indonesia sendiri menimbulkan
pro dan kontra. Berapapun besarnya subsidi akan membebani APBN, karena
peningkatan subsidi BBM akan membuat peningkatan defisit anggaran. Semakin
banyak subsidi yang dianggarkan oleh pemerintah maka akan memberikan
tekanan pada kondisi fiskal Indonesia yang dapat mempengaruhi kestabilan dan
keberlanjutan keuangan negara. Di lain pihak subsidi BBM masih diperlukan
untuk kesejahteraan masyarakat karena dengan adanya subsidi BBM akan dapat
4
meringankan beban masyarakat dalam memperoleh sumber energi yaitu berupa
BBM yang akan dapat menunjang aktivitas masyarakat.
Pemerintah menetapkan kebijakan subsidi BBM tersebut untuk melindungi
masyarakat yang tergolong masyarakat menengah ke bawah dan penyaluran jenis
BBM yang disubsidi harus dilaksanakan dengan tepat sasaran, tepat volume dan
tepat waktu kepada konsumen pengguna yang berhak untuk mendapatkannya
(Peraturan BPH Minyak, 2013). Namun dalam pelaksanaannya subsidi BBM lebih
banyak dinikmati oleh masyarakat golongan menengah ke atas yang
pendapatannya seharusnya mampu untuk membeli BBM non subsidi. Artinya
masih banyak pihak-pihak yang tidak berhak akan subsidi BBM tersebut, namun
dalam penggunaannya jika dilihat secara riil, memang tidak dipungkiri bahwa
penikmat subsidi BBM masih didominasi oleh kalangan yang tergolong mampu
yaitu dari sektor transportasi yang memiliki motor dan mobil pribadi. Besarnya
disparitas harga antara BBM bersubsidi dan BBM nonsubsidi memberikan andil
dalam peningkatan penggunaan BBM bersubsidi dimana masyarakat yang
dianggap mampu pada akhirnya akan mengkonsumsi BBM bersubsidi.
Menurut Darmaputera dan Kurnaedy (1999), BBM jenis premium pada
periode tahun 1980 sampai sekarang telah menjadi barang kebutuhan pokok. Hal
ini menunjukkan bahwa dalam beberapa dasawarsa telah terjadi pergeseran makna
BBM bagi penduduk Indonesia. Dahulu, premium merupakan bahan mewah yang
hanya akan dikonsumsi bila pendapatan relatif tinggi, sekarang penduduk yang
pendapatannya rendahpun mengkonsumsi premium untuk kelangsungan hidupnya
sebagai transportasi (baik perorangan maupun umum) dan telah menjadi barang
5
kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia yang semakin modern dan
bermobilitas tinggi.
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi,
maka akan berdampak terhadap pertumbuhan kepemilikan kendaraan, sistem
transportasi, dan konsumsi BBM. Pertumbuhan ekonomi yang melesat cukup
tinggi ditandai dengan membaiknya ekonomi Indonesia telah membuat konsumsi
BBM juga semakin meningkat karena setiap pertumbuhan ekonomi akan
membutuhkan energi sebagai penggerak roda perekonomian. Pertumbuhan
ekonomi yang mengalami peningkatan membuat penggunaan BBM di berbagai
sektor semakin meningkat. Realisasi penjualan BBM bersubsidi Indonesia dapat
dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1
Realisasi Penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi
Menurut Sektor Tahun 2001 – 2012 (dalam Juta Kilo Liter)
Sumber: Ditjen Migas, 2012
6
Dari Gambar 1.1 dapat dilihat bahwa setiap tahunnya dari tahun 2001 sampai
tahun 2012 jumlah realisasi penjualan BBM bersubsidi menunjukkan jumlah yang
semakin meningkat dan konsumsinya di dominasi oleh konsumen dari sektor
transportasi yaitu sebesar 54,90 persen jauh lebih tinggi dibandingkan sektor
lainnya. Peningkatan kebutuhan BBM yang tinggi pada sektor transportasi
disebabkan karena peningkatan jumlah kendaraan yang cukup tinggi, peningkatan
mobilitas perjalanan karena jarak tempat tinggal yang semakin menjauh dari
tempat beraktivitas, kemacetan yang semakin padat serta ditambah harga BBM
yang cenderung masih murah. Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya
Mineral Republik Indonesia (ESDM) Nomor 18 Tahun 2013 tentang harga jual
eceran jenis bahan bakar minyak tertentu untuk konsumen pengguna tertentu
dalam negeri menyebutkan terdapat tiga jenis BBM yang disubsidi yaitu jenis
bensin premium, kerosene atau minyak tanah dan minyak solar, namun seiring
dengan program pemerintah yang melakukan konversi minyak tanah ke LPG yang
dimulai tahun 2007 sehingga membuat pengguna minyak tanah terus mengalami
penurunan. Konversi tersebut dilakukan karena biaya produksi pengadaan LPG
lebih murah dari pada minyak tanah.
Alokasi belanja subsidi untuk BBM yang selalu meningkat setiap tahunnya
telah menjadi beban bagi APBN. Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi dapat
dipastikan di saat itu pula muncul polemik. Kebijakan kenaikan harga BBM
bersubsidi sering kali dipolitisasi para elit politik demi mendapatkan simpati
publik. Menaikkan harga BBM bersubsidi sesungguhnya merupakan kebijakan
yang memiliki dampak positif bagi keseimbangan APBN. Jika pemerintah tidak
7
menempuh langkah itu, beban subsidi di dalam APBN akan terus membengkak
(Kumoro, 2013). Anggaran dan realisasi subsidi BBM dalam APBN dapat dilihat
pada Tabel 1.2 berikut ini.
Tabel 1.2
Realisasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam APBN
Tahun 2000 – 2012 (dalam Triliun rupiah)
No
Tahun
Aggaran Subsidi
BBM dalam APBN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
51,135
53,781
30,462
24,512
63,083
89,194
62,732
55,604
126,816
52,392
68,727
129,724
123,600
Realisasi
Subsidi
BBM
53,810
68,381
31,162
30,038
69,025
95,599
64,212
83,792
139,107
45,039
82,351
165,161
137,380
Defisit/Surplus
Anggaran
Subsidi
-2,675
-14,600
-700
-5,526
-5,942
-6,405
-1,480
-28,188
-12,291
7,353
-13,624
-35,437
-13,680
Sumber : Bank Indonesia (Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia), 2012
Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa dari tahun anggaran 2000 sampai
dengan tahun anggaran 2012 menunjukkan jumlah realisasi subsidi BBM selalu
melebihi dari subsidi yang dianggarkan pemerintah dalam anggaran APBN. Pada
tahun 2007 tercatat realisasi subsidi BBM sebesar 83,7 triliun atau 16,6 persen
dari total APBN hingga mencapai 2,5 kali lipat subsidi listrik dan non-energi.
Pada tahun 2007 anggaran subsidi BBM juga mengalami defisit hingga mencapai
28,188 triliun rupiah padahal konsumsi BBM bersubsidi mengalami penurunan
seiring dengan program pemerintah yang melakukan konversi minyak tanah ke
gas, hal ini disebabkan oleh kenaikan harga minyak mentah (crude oil) dunia.
8
Realisasi besarnya subsidi BBM pada tahun 2008 meningkat lagi hingga
mencapai 139,107 triliun, kondisi ini disebabkan harga minyak mentah dunia
yang mencapai hampir 100 US$ per barel dan terjadinya depresiasi rupiah
terhadap dollar Amerika mencapai Rp. 10,950 per dolar Amerika. Tetapi pada
tahun 2009 realisasi subsidi BBM mengalami penurunan tajam disebabkan oleh
kemerosotan harga minyak dunia yang mencapai di bawah 70 US$ per barrel dan
tahun 2011 subsidi BBM kembali mengalami defisit yang tajam disebabkan oleh
meningkatnya harga minyak dunia mencapai 19,50 persen dari tahun sebelumnya.
Beban subsidi yang ditanggung APBN jumlahnya berfluktuasi dan cenderung
mengalami peningkatan. Disamping itu impor minyak yang akan mempengaruhi
subsidi BBM yang sangat rentan dengan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat (US$) serta harga minyak mentah di pasar internasional.
Beban subsidi yang ditanggung APBN jumlahnya berfluktuasi dan cenderung
mengalami peningkatan. Di samping itu subsidi BBM sangat rentan dengan
fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (US$) serta harga
minyak mentah di pasar dunia.
Besarnya pengaruh subsidi BBM terhadap keseimbangan primer disebabkan
oleh lifting minyak di dalam negeri semakin turun. Padahal harga minyak dan
konsumsi energi masyarakat semakin lama semakin tinggi. Konsumsi atau
penjualan BBM domestik dipengaruhi oleh aktivitas atau kebutuhan konsumen
BBM yaitu sektor transportasi, sektor industri, sektor rumah tangga dan sektor
listrik. Peningkatan konsumsi BBM di Indonesia tumbuh pesat dan tidak diikuti
dengan produksi minyak mentah dalam negeri. Konsumsi BBM bersubsidi yang
9
berlebihan mengakibatkan impor minyak (minyak mentah dan hasil minyak)
meningkat dan pada akhirnya akan berdampak negatif bagi neraca perdagangan.
Selain faktor konsumsi BBM di dalam negeri yang semakin meningkat sehingga
sebagian minyak harus di impor, tetapi juga dilihat dari faktor biaya untuk
memproduksi BBM lewat kilang minyak di Indonesia lebih mahal dan kilang
untuk memproduksi BBM dari segi umur dan teknologinya sudah tua yang
mengakibatkan tidak ekonomisnya lagi dalam memproduksi BBM
sehingga
sebagian minyak mentah harus diimpor. Adapun konsumsi minyak baik minyak
yang bersubsidi maupun minyak non subsidi, Produksi minyak di dalam Negara
dan Impor minyak ditunjukkan seperti pada Tabel 1.3
Tabel 1.3
Konsumsi Minyak, Produksi Minyak Dalam Negeri Dan Impor Minyak
Tahun 2005-2012 (dalam Juta Barel per Tahun)
Tahun
Konsumsi Minyak
Produksi Minyak
dalam Negeri
Impor Minyak
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
297,802
374,691
383,453
388,107
379,142
388,241
394,052
479,245
268,529
257,821
244,396
251,531
246,289
241,156
238,957
208,453
164,842
131,765
149,479
153,105
137,817
146,997
157,155
199,792
Sumber data: Ditjen Migas 2012, (data diolah)
Berdasarkan Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa Produksi minyak dalam Negeri
dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan rata – rata 3 persen per
tahun yaitu pada tahun 2005 yang berjumlah 268,529 juta barel dan terus
mengalami penurunan pada tahun berikutnya dan pada tahun 2012 produksi
minyak mencapai 208,453 juta barel per tahun. Jumlah konsumsi minyak
10
masyarakat di Indonesia baik minyak subsidi maupun non subsidi lebih tinggi
jumlahnya daripada jumlah produksi minyak dalam negeri. Hal ini membuat
pemerintah memutuskan mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan akan
BBM di dalam negeri. Impor minyak yang semakin tinggi dengan ketidakpastian
harga minyak dunia yang berfluktuasi membuat ketidakpastian dalam jumlah
subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah.
Kenaikan harga minyak di dalam negeri menggarisbawahi kerentanan
kebijakan subsidi di Indonesia terhadap harga minyak. Kecenderungan subsidi
yang meningkat tajam mencerminkan depresiasi tajam rupiah dan kenaikan
minyak dunia. Mengkonsumsi minyak yang bersubsidi mengarahkan pada
peningkatan permintaan impor dan pengurangan jumlah minyak yang tersedia
untuk di ekspor sehingga subsidi dapat mengakibatkan memburuknya neraca
pembayaran dan dapat meningkatkan negara pada ketergantungan impor minyak.
Meskipun terjadi pengurangan subsidi BBM berturut-turut, namun subsidi terus
membebani anggaran (Mourougane, 2010).
Selain meningkatnya volume konsumsi BBM di dalam negeri, tekanan fiskal
terkait beban subsidi BBM juga bersumber dari faktor eksternal yang berada di
luar kendali Negara Indonesia, khususnya adanya kecenderungan masih relatif
tingginya harga minyak dunia dalam beberapa tahun terakhir. Sementara itu
kecenderungan terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap US dollar juga turut
memberikan kontribusi terhadap meningkatnya beban subsidi BBM. Pelemahan
nilai tukar rupiah tersebut terutama akibat turunnya harga komoditas dunia dan
11
tingginya beban impor telah memberikan tekanan terhadap neraca perdagangan
sehingga memicu pelemahan nilai tukar rupiah.
Kuncoro Toro (2013) mengatakan bahwa meningkatnya harga minyak dunia
merupakan faktor eksternal yang perpengaruh terhadap subsidi BBM. Masalah
yang muncul akibat naiknya harga minyak dunia terhadap APBN adalah
membengkaknya subsidi energi, membesarkan defisit Anggaran, melambatnya
pertumbuhan ekonomi yang berdampak terhadap kemiskinan dan pengangguran.
Perkembangan harga minyak dunia yang dapat mempengaruhi anggaran subsidi
BBM dalam anggaran APBN dapat dilihat pada Tabel 1.4 berikut ini.
Tabel 1.4
Rata – Rata Perkembangan Harga Minyak Dunia, Kurs Dollar
Dan Subsidi BBM (Tahun 2006 – 2012)
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Rata – rata Harga
Minyak Dunia
(USD/barel)
66.25
72.41
99.75
62.09
79.61
95.11
94.15
Kurs
Dollar
(USD)
9,020
9,419
10,950
9,400
8,991
9,068
9,380
Subsidi BBM
(triliun)
64,212
83,792
139,107
45,039
82,351
165,161
137,379
Sumber data: U.S Energy Information Administration (EIA) dan Bank Indonesia
(data diolah), 2012
Berdasarkan Tabel 1.4 dapat dilihat bahwa harga minyak dunia dari tahun
2006 sampai 2012 mengalami peningkatan. Semakin tinggi harga minyak dunia
dan kurs dollar maka kecenderungan anggaran untuk subsidi BBM semakin tinggi
pula. Alokasi subsidi BBM dapat meningkat akibat meningkatnya kurs dollar
setiap tahunnya. Pada tahun 2008 terjadi peningkatan harga minyak dunia yang
sangat tinggi dari tahun sebelumnya, hal ini disebabkan oleh krisis ekonomi dan
12
keuangan global yang mempengaruhi harga minyak dunia dan terdepresiasinya
nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika.
Berdasarkan uraian tersebut dapat terlihat bahwa ada beberapa faktor yang
menyebabkan realisasi subsidi BBM di Indonesia selalu melebihi jumlah yang
dianggarkan sehingga subsidi BBM di dalam APBN seringkali disebut sebagai
salah satu beban APBN dan penyebab defisit APBN seperti yang diungkapkan
oleh menteri ESDM yaitu Bapak Jero Wacik dalam berita Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral pada tanggal 30 April 2013 dan pidato kuliah bersama
yang diselenggarakan di Gedung Widya Sabha Kampus Bukit - Jimbaran pada
saat Dies Natalis ke-51 Universitas Udayana Tahun 2013 serta penelitian yang
dilakukan oleh Yusman dan Nurul (2013) tentang konsumsi BBM di Negara
Malaysia yang menyatakan bahwa konsumsi minyak di Malaysia meningkat tajam
sejak bulan Juni tahun 2005, kanaikan harga minyak dunia pada tahun 2007 dan
2008 telah secara substansial meningkatkan anggaran subsidi pemerintah dan
subsidi BBM ini telah membuat beban anggaran di negara ini bertambah serta
memberikan kontribusi defisit yang mencapai 4 persen dari PDB pada tahun 2008
dan meningkat 4,7 persen pada tahun 2009 sehingga menempatkan tekanan pada
anggaran dan mendorong pemerintah Malaysia untuk meninjau kembali kebijakan
subsidi yang diberlakukan.
Faktor yang mempengaruhi subsidi BBM (Susilo (2013) berasal dari internal
yaitu meningkatnya konsumsi BBM sebagai akibat dari semakin meningkatnya
jumlah penduduk, impor minyak sedangkan faktor eksternal seperti kurs dolar dan
fluktuasi harga minyak dunia. Kebijakan pemerintah dalam subsidi BBM yang
13
terlalu besar mengakibatkan anggaran untuk sektor lain akan terabaikan seperti
anggaran untuk sektor pendidikan, ekonomi dan kesehatan.
Melalui uraian
tersebut dikaji masalah subsidi BBM di Indonesia dan faktor – faktor yang
mempengaruhi peningkatan anggaran subsidi yang dianggarkan dalam APBN
setiap tahunnya. Faktor – faktor tersebut mencakup faktor yang bersifat
mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka ada beberapa rumusan masalah
yang dapat diambil sebagai kajian dalam penelitian sebagai berikut.
1) Bagaimana penerapan kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) di
Indonesia ?
2) Apakah jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi
BBM melalui konsumsi BBM subsidi ?
3) Apakah konsumsi BBM subsidi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
subsidi BBM melalui impor minyak ?
4) Apakah harga minyak dunia dan kurs dolar berpengaruh terhadap subsidi
BBM melalui impor minyak ?
5) Apakah jumlah penduduk, konsumsi BBM subsidi, harga minyak dunia, kurs
dolar dan impor minyak berpengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi
BBM ?
14
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1)
Untuk mengetahui penerapan dari kebijakan subsidi bahan bakar minyak
(BBM) Indonesia.
2)
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh jumlah penduduk terhadap
subsidi BBM melalui konsumsi BBM subsidi
3)
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh konsumsi BBM subsidi
terhadap subsidi BBM melalui impor minyak
4)
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh harga minyak dunia dan kurs
dolar terhadap subsidi BBM melalui impor minyak
5)
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh jumlah penduduk, konsumsi
BBM subsidi, harga minyak dunia, kurs dolar dan impor minyak terhadap
subsidi BBM
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1)
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan teori – teori tentang subsidi
BBM. Menghasilkan penemuan baru mengenai kebijakan perekonomian dan
mendukung hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan subsisi BBM
di Indonesia serta berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang akan
diaplikasikan ke masyarakat.
15
2)
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pemerintah dalam pelaksanaan
kebijakan fiskal dalam mempengaruhi perekonomian melalui pilihan –
pilihan pemerintah dalam menentukan besarnya jumlah pengeluaran negara
khususnya pengeluaran dalam hal subsidi BBM
APBN.
16
yang tertuang dalam
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Anggaran negara adalah urat nadi bagi suatu negara dalam menjalankan
pemerintahan. Di Indonesia anggaran negara setiap tahun disusun dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN merupakan suatu
daftar yang membuat rincian pendapatan dan pengeluaran Negara untuk suatu
masa tertentu biasanya satu tahun yang di dalamnya terdapat pengeluaran dan
pendapatan Negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan
dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan
nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas
pembangunan secara umum.
Kementerian Keuangan (2011), mengatakan ketidakpastian dihadapi oleh
pemegang kebijakan yakni pemerintah dan DPR dalam menyusun Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPBN) pada setiap tahun anggaran. Sumber
ketidakpastian yang berpengaruh besar dalam penentuan perencanaan dan
realisasi APBN adalah :
1) Harga BBM di pasar Dunia
2) Kuota produksi minyak mentah yang ditentukan OPEC
3) Pertumbuhan ekonomi
4) Inflasi
5) Suku Bunga
17
6) Nilai tukar rupiah terhadap US dolar (USD)
Penetapan angka-angka keenam unsur di atas memegang peranan yang sangat
penting dalam penyusunan APBN. Hasil penetapannya disebut sebagai asumsiasumsi dasar penyusunan RAPBN. Penerimaan dan pengeluaran untuk anggaran
negara lazim disebut pendapatan dan belanja. Dalam proses penyusunan RAPBN,
angka-angka asumsi tersebut ditempatkan sebagai faktor luar yang menentukan
kondisi anggaran, baik sisi pendapatan maupun belanja. Penetapan angka asumsi
dilaksanakan oleh suatu tim yang terdiri dari wakil-wakil dari Bank lndonesia,
Departemen Keuangan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas),
Kantor Menteri Koordinator Perekonomian, dan Badan Pusat Statistik, yang
bersidang secara rutin untuk membahas dan menentukan angka asumsi.
Angka-angka asumsi yang dihasilkan oleh tim tersebut selanjutnya dipakai
sebagai dasar untuk menyusun RAPBN. Angka-angka yang tertera masih berupa
usulan dari pihak eksekutif (pemerintah) kepada pihak legislatif (DPR). RAPBN
ini disampaikan oleh Presiden kepada DPR dalam suatu sidang paripuma yang
merupakan awal dari proses pembahasan RAPBN antara pemerintah dan DPR.
Perubahan terhadap angka asumsi RAPBN sangat mungkin terjadi selama
berlangsungnya proses pembahasan antara Pemerintah dan DPR. Perubahan ini
mencerminkan banyak hal diantaranya (i) Pemerintah dan DPR bertanggungjawab
terhadap keputusan penetapan angka-angka asumsi dalam APBN; (ii) angka
asumsi ditetapkan berdasarkan pertimbangan ekonomi dan politik; dan (iii) terjadi
pergeseran secara riil status APBN, dari milik pemerintah menjadi milik publik.
18
Secara garis besar APBN terdiri dari 5 (lima) komponen sebagai berikut :
1) Penerimaan Pemerintah dan Hibah
Penerimaan pemerintah diperoleh dari berbagai sumber yang meliputi Pajak
dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pajak meliputi Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), cukai dan
pajak lainnya yang merupakan sumber utama penerimaan APBN. Selanjutnya
PNBP meliputi diantaranya penerimaan dari sumber daya alam, laba BUMN.
2) Pengeluaran Pemerintah
Secara umum, pengeluaran yang dilakukan pada suatu tahun anggaran harus
ditutup dengan penerimaan pada tahun anggaran yang sama. Berbeda dengan
anggaran penerimaan negara yang diperlakukan sebagai target penerimaan
pemerintah dan diharapkan dapat dilampauinya, anggaran pengeluaran
merupakan batas pengeluaran yang tidak boleh dilampaui. Secara umum
pengeluaran pemerintah dibedakan menjadi pengeluaran pemerintah pusat dan
pengeluaran pemerintah daerah. Ke dua pengeluaran tersebut dibedakan
menjadi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Pengeluaran rutin terdiri dari :
(1) Belanja pegawai
(2) Belanja barang
(3) Pembayaran cicilan utang yang meliputi : utang luar negeri dan utang
dalam negeri.
19
(4) Subsidi kepada masyarakat yang meliputi : subsidi bahan bakar minyak
(BBM) dan Non BBM, Pajak ditanggung pemerintah,
Pengeluaran pembangunan terdiri dari :
(1) Pembiayaan rupiah yang pendanaannya bersumber dari dalam negeri dan
dari luar negeri dalam bentuk tabungan pemerintah dan pinjaman program
(2) Pembiayaan Proyek.
3) Keseimbangan Primer dan Keseimbangan Umum
Dalam tampilan APBN, dikenal dua istilah defisit anggaran, yaitu
keseimbangan primer dan keseimbangan umum.
(1) Keseimbangan primer (Primary Balance) adalah total penerimaan
dikurangi belanja, tidak termasuk pembayaran bunga
(2) Keseimbangan umum (Overall Balance) adalah total penerimaan
dikurangi total pengeluaran termasuk pembayaran bunga.
4) Surplus / Defisit Anggaran
Defisit atau surplus merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran.
Pengeluaran yang melebihi penerimaan disebut defisit, sebaliknya jika
penerimaan yang melebihi pengeluaran disebut surplus.
5) Pembiayaan
Pembiayaan diperlukan untuk menutup defisit anggaran. Beberapa sumber
pembiayaan yang penting saat ini adalah pembiayaan dalam negeri meliputi
penerbitan obligasi, penjualan asset dan privatisasi, dan pembiayaan luar
negeri meliputi pinjaman proyek, pembayaran kembali utang, pinjaman
program dan penjadwalan kembali utang.
20
2.2 Kebijakan Fiskal Dalam Pengeluaran Subsidi BBM
Kebijakan fiskal merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendapatan
dan
pengeluaran
negara
dengan
tujuan
untuk
mempengaruhi
jalannya
perekonomian. Instrumen kebijakan fiskal dapat berupa pemungutan pajak,
pemberian subsidi, mempengaruhi kondisi perekonomian, tingkat pengangguran,
inflasi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, serta pemerataan pendidikan
dan kesehatan. Kebijakan fiskal sebagai pengalokasian anggaran untuk
terlaksananya
kegiatan
dan program-program
pemerintah dalam
rangka
mensejahterakan masyarakat (Sudirman, 2011).
Tujuan dari kebijakan fiskal yaitu :
1) Memantapkan stabilitas ekonomi makro
2) Mengurangi ketergantungan pada bantuan luar negeri
3) Meningkatkan pendapatan perkapita
4) Meningkatkan produksi nasional (PDB) dan pertumbuhan ekonomi
5) Memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran
6) Menstabilkan harga – harga barang, khususnya mengatasi inflasi
Jenis – jenis kebijakan fiskal yaitu :
1) Kebijakan fiskal ekspansif (expansionary fiscal policy) yaitu menaikkan
belanja negara dan menurunkan tingkat pajak netto. Kebijakan ini untuk
meningkatkan daya beli masyarakat. Kebijakan ini dilakukan pada saat
perekonomian mengalami resesi/depresi dan pengangguran yang tinggi.
Kebijakan ekspansi fiskal yang diambil oleh berbagai negara di dunia dalam
21
mengatasi dampak krisis keuangan global antara lain melalui pemberian
stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
2) Kebijakan fiskal kontraktif yaitu menurunkan belanja negara dan menaikkan
tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli
masyarakat dan mengatasi inflasi.
Pengeluaran terbesar fiskal salah satunya adalah berupa subsidi energi,
khususnya BBM. Subsidi merupakan salah satu instrument kebijakan fiskal yang
ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka menjaga pemerataan kehidupan
masyarakat
terhadap perekonomian dan pembangunan. Di Indonesia subsidi
merupakan komponen yang sangat penting dalam mengelola pembangunan
Negara. Tujuan utama kebijakan subsidi adalah menjaga kelompok masyarakat
agar tetap mendapatkan pelayanan publik, pembangunan ekonomi dan sosial. Ada
dua model pembiayaan subsidi dalam konteks kebijakan fiskal yaitu :
1) Model subsidi langsung merupakan program subsidi langsung yang diterima
oleh sekelompok target (sasaran) dari program subsidi seperti subsidi beras
untuk masyarakat miskin yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
2) Model subsidi tidak langsung merupakan program subsidi yang dilaksanakan
untuk intervensi terhadap pasar (market intervension), biasanya berupa subsidi
terhadap harga seperti kebijakan subsidi BBM dan subsidi pupuk.
Hal menarik yang perlu dicermati dalam kebijakan fiskal dengan melihat skema
subsidi di Indonesia adalah perlu apresiasi terhadap kebijakan fiskal yang
dilakukan oleh pemerintah dalam memberi ruang yang besar untuk subsidi.
Artinya pemerintah sangat konsen terhadap pemerataan aspek pembangunan
22
karena tujuan utama dari subsidi itu sendiri adalah pemerataan. Bila kebijakan
subsidi tidak hati – hati dilakukan, dimana fungsi dan peran subsidi bagi
pemerataan pembangunan tidak tercapai sedangkan alokasinya semakin membesar
maka ini akan menjadi dilema dalam kebijakan fiskal sehingga subsidi akan
menjadi beban bagi kebijakan fiskal.
Anand dkk (2013) mengemukakan bahwa kenaikan anggaran subsidi BBM
telah memberikan kontribusi terhadap tekanan fiskal di Negara India. Reformasi
kebijakan mengenai subsidi menimbulkan dampak negatif terhadap kesejahteraan
rumah tangga khususnya rumah tangga miskin. Meskipun reformasi (perubahan)
akan menghasilkan penghematan fiskal yang cukup besar namun akibat yang
ditimbulkan dari penghematan tersebut akan menurunkan pendapatan riil rumah
tangga dari semua kelompok masyarakat yang berpendapatan. Pemerintah India
berencana akan berkomitmen untuk mengendalikan subsidi BBM dan
mengeluarkan langkah – langkah baru untuk menurunkan subsidi demi
menyelamatkan ruang fiskal dengan cara : menggunakan harga BBM sesuai
dengan harga minyak dunia, penghapusan subsidi diesel dalam jangka pendek,
penghapusan minyak tanah dan subsidi LPG, dan pemberian subsidi dalam bentuk
tunai yang ditargetkan kepada kaum miskin.
2.3 Permintaan Terhadap Barang Yang Disubsidi
Teori Permintaan merupakan teori yang menjelaskan tentang hubungan antara
permintaan dan harga. Teori ini memiliki hukum yang disebut hukum permintaan
yang menyatakan bahwa semakin rendah harga suatu barang maka semakin
banyak permintaan terhadap barang tersebut sebaliknya semakin tinggi harga
23
barang maka semakin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. Teori
penawaran menunjukkan jumlah barang atau produk yang ditawarkan atau dijual
pada tingkat harga tertentu. Hukum permintaan berlawanan dengan hukum
penawaran, pada hukum penawaran mengemukakan bahwa jumlah barang yang
dijual berbanding lurus dengan harga barang tersebut.
Dalam penetapan kebijakan subsidi pada sebuah barang atau produk akan
berlaku teori permintaan terhadap barang tersebut. Dari sisi permintaan barang
dalam teori ekonomi adanya subsidi akan membuat harga menjadi lebih rendah
daripada harga keekonomiannya sehingga semakin banyak barang yang terjual.
Dengan harga subsidi akan semakin banyak jumlah permintaan konsumen
terhadap barang atau produk tersebut (Spencer dan Amor, 1993).
2.4 Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM)
Subsidi pertama kali dipakai di Inggris pada abad 10 di bawah kekuasaan Raja
Charles II. Namun subsidi baru berkembang pada abad 20, sejak saat itu programprogram subsidi menjadi sebuah cara yang lazim digunakan pemerintah dalam
anggaran keuangannya. Adapun beberapa landasan pokok dalam penerapan
subsidi antara lain :
1) Suatu bantuan yang bermanfaat yang diberikan oleh pemerintah kepada
kelompok-kelompok atau individu – individu yang biasanya dalam bentuk
cash payment atau potongan pajak
2) Diberikan dengan maksud untuk mengurangi beberapa beban dan fokus pada
keuntungan atau manfaat bagi masyarakat
24
3) Subsidi didapat dari pajak yang merupakan salah satu pendapatan negara yang
dipungut oleh pemerintah dan akan kembali lagi ke tangan masyarakat melalui
pemberian subsidi.
Salah satu komoditas yang disubsidi pemerintah adalah bahan bakar minyak.
BBM merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia,
pengolahan dan penyalurannya dikuasai oleh negara. hal ini sesuai dengan pasal
33 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa cabang – cabang produksi yang
penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara. Subsidi merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada produsen
atau konsumen agar barang atau jasa yang dihasilkan harganya lebih rendah
dengan jumlah yang dapat dibeli masyarakat lebih banyak. Besarnya subsidi yang
diberikan biasanya tetap untuk setiap unit barang. Dengan adanya subsidi
diharapkan oleh pemerintah harga barang menjadi lebih rendah. Pemerintah disini
menanggung sebagian dari biaya produksi dan pemasaran. Pada hakekatnya
subsidi diberikan untuk membantu golongan masyarakat yang mempunyai
kemampuan lemah, bukan untuk golongan masyarakat yang mempunyai
kemampuan ekonomi lebih tinggi (Susilo, 2013).
Subsidi adalah suatu bentuk keuangan (financial assistance), yang biasanya
dibayar oleh pemerintah, dengan tujuan untuk menjaga stabilitas harga – harga,
atau untuk mempertahankan eksistensi kegiatan bisnis, atau untuk mendorong
berbagai kegiatan ekonomi pada umumnya. Subsidi yang tidak transparan akan
mengakibatkan subsidi besar yang digunakan untuk program cenderung
menciptakan distorsi baru dalam perekonomian (Basri, 2002).
25
Nugroho (2005) mendefinisikan subsidi yang berkaitan dengan subsidi bahan
bakar minyak (BBM) yaitu pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia kepada pertamina, sebagai pemegang monopoli pendistribusian bahan
bakar minyak (BBM) di Indonesia, dalam situasi dimana pendapatan yang
diperoleh PT. Pertamina (persero) dari tugas menyediakan BBM di pasar
domestik lebih rendah dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan
dan mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM).
Menurut Bappenas (2007), subsidi pada dasarnya mempunyai fungsi sebagai:
(1) alat
pemerataan
output
melalui
mekanisme
peningkatan
elastisitas
permintaan, (2) alat stabilitas harga melalui mekanisme intervensi harga, dan (3)
alat optimalisasi output melalui mekanisme elastisitas penawaran. Bahan bakar
minyak (BBM) adalah jenis bahan bakar yang dihasilkan dari pengilangan minyak
mentah. Minyak metah dari perut bumi diolah dalam pengilangan terlebih dahulu
untuk menghasilkan produk – produk minyak yang termasuk didalamnya adalah
bahan bakar minyak.
Subsidi bahan bakar minyak (BBM) menjadi salah satu instrument untuk
memeratakan
penggunaan
energi
di
masyarakat,
terutama
masyarakat
berpenghasilan rendah. Kebijakan subsidi diberlakukan pada saat harga suatu
produk energi dinilai tidak sebanding dengan daya beli masyarakat khususnya
masyarakat yang berpenghasilan rendah (Yusgiantoro, 2000).
Susilo (2013) mengungkapkan bahwa semula komoditas BBM yang disubsidi
mencakup premium, minyak bakar, solar dan minyak tanah. Untuk jenis BBM
yang lain yaitu avgas dan avtur tidak disubsidi oleh pemerintah. Dalam
26
perkembangannya BBM yang disubsidi tinggal premium, solar dan minyak tanah.
Sejalan dengan program konversi minyak tanah dengan elpiji, maka pada saat ini
terjadi pengurangan penggunaan minyak tanah yang di gantikan dengan gas.
Subsidi BBM merupakan selisih negatif antara hasil penjualan BBM dengan
seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan dan distribusi BBM di dalam
negeri. Seperti yang diketahui bahwa penjualan BBM di dalam negeri sangat
tergantung dengan volume dan harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Faktor –
faktor yang mempengaruhi subsidi BBM adalah :
1)
Harga minyak mentah di pasar dunia
2)
Kemampuan kilang – kilang minyak untuk mengolah minyak mentah
menjadi BBM
3)
Impor produk BBM
4)
Kurs rupiah terhadap US$
5)
Besarnya volume konsumsi BBM dalam negeri
Subsidi BBM berdampak pada harga jual bahan bakar minyak didalam Negeri
menjadi lebih murah dari harga awal sebelum disubsidi, sehingga meringankan
masyarakat dalam memperoleh BBM dan hal itu membuat konsumsi masyarakat
terhadap subsidi BBM semakin meningkat. Dampak negatif yang dapat
ditimbulkan dari subsidi BBM adalah (Susilo, 2013) :
1)
Tidak berkeadilan
2)
Memberatkan APBN
3)
Pemakaian boros, mempercepat Indonesia menjadi net importer
27
4)
Energi alternatif sulit berkembang karena tidak dapat bersaing dengan BBM
yang di subsidi
5)
Maraknya penyalahgunaan BBM (Penyelundupan dan Pengoplosan)
Tambunan (2006) menyatakan bahwa rendahnya harga BBM membawa dampak
negatif sebagai berikut :
1)
Tingginya ketergantungan pada sumber energi minyak bumi yang
ditunjukkan oleh dominasi minyak bumi dalam kombinasi pasokan sumber
energi domestic (energy Mix)
2)
Subsidi BBM di APBN mengancam keberlangsungan fiskal (fiscal
sustainability) pemerintah
3)
Tidak optimalnya pemanfaatan sumber energi lain, baik fosil energi seperti
gas alam dan batubara yang cadangannya jauh lebih besar dari minyak bumi
maupun energi baru dan terbarukan
4)
Maraknya penyelundupan BBM ke luar negeri sehingga tingkat permintaan
lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan nyata di sektor transportasi,
industri dan rumah tangga
5)
Maraknya kegiatan pengoplosan BBM yang merugikan negara dan
konsumen umum
6)
Sinyal harga mendistorsi kelayakan investasi di hilir Minyak.
Di Indonesia harga bahan bakar minyak ditentukan oleh pemerintah dan
berlaku sama di seluruh Indonesia. Sebuah perusahaan yang di tugaskan untuk
mengelola penambangan minyak bumi di Indonesia adalah PT. Pertamina
(Persero) dahulu bernama perusahaan pertambangan minyak bumi negara.
28
Pertamina adalah hasil gabungan dari perusahaan pertamin dan permina yang
didirikan pada tanggal 10 Desember 1957. Penggabungan ini terjadi pada 1968.
Kegiatan pertamina dalam menyelenggarakan usaha di bidang energi dan
petrokimia, terbagi ke dalam sektor hulu dan hilir, serta ditunjang oleh kegiatan
anak – anak perusahaan dan perusahaan patungan.
2.5 Landasan Kebijakan Subsidi BBM
1)
Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan (3)
2)
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
3)
Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
(ESDM) Nomor 18 Tahun 2013, tentang harga jual eceran minyak bakar
tertentu untuk konsumen pengguna tertentu
4)
Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi pada Pasal 7 ayat 2
yang menyatakan pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan dana
subsidi untuk kelompok masyarakat tidak mampu
5)
Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pengendalian
Penggunaan Bahan Bakar Minyak.
2.6 Defisit Anggaran Akibat Subsidi BBM
Anggaran ialah suatu daftar atau pernyataan terperinci tentang penerimaan
dan pengeluaran Negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu, yang
biasanya dalam satu tahun. Dalam anggaran ada dua sisi yaitu sisi penerimaan dan
pengeluaran. Pada sisi penerimaan terdapat sumber penerimaan rutin atau dalam
negeri dan sumber penerimaan pembangunan. Penerimaan rutin terdiri dari
penerimaan pajak langsung, pajak tak langsung dan penerimaan bukan pajak.
29
Pada sisi pengeluaran, pos pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Pengeluaran rutin terdiri dari belanja pegawai,belanja barang,subsidi, pembayaran
bunga dan cicilan utang. Pengeluaran pembangunan diperinci menjadi
pengeluaran program pembangunan dan bantuan proyek (Suparmoko, 2000).
Defisit anggaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kondisi APBN di saat angka belanjanya melebihi jumlah pendapatan. Dalam
Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2003, Pasal 12 ayat 3 dan PP Nomor 23
Tahun 2003 dijelaskan bahwa defisit anggaran pemerintah hanya boleh
menyentuh angka maksimal 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jika
pemerintah tidak melakukan pengendalian terhadap konsumsi BBM bersubsidi,
maka diperkirakan defisit akan meningkat dan apabila melewati angka 3 persen
dari PDB artinya pemerintah telah melanggar Undang – Undang tersebut,
sehingga akan menimbulkan konsekuensi hukum.
2.7 Kurs Valuta Asing
Kurs valuta asing (foreign exchange rate) dapat didefinisikan sebagai jumlah
uang domestik yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing.
Sedangkan valuta asing (foreign exchange) adalah semua mata uang negara
(foreign currency) yang dapat digunakan untuk kegiatan perekonomian suatu
negara dengan negara lain. Kurs mata uang menunjukkan harga mata uang
apabila ditukarkan dengan mata uang lain. Penentuan nilai kurs mata uang suatu
negara dengan mata uang negara lain ditentukan sebagai mana halnya barang
yaitu oleh permintaan dan penawaran mata uang yang bersangkutan. Hukum ini
juga berlaku untuk kurs rupiah, jika demand akan rupiah lebih banyak daripada
30
suplainya maka kurs rupiah ini akan terapresiasi, demikian pula sebaliknya.
Apresiasi atau depresiasi akan terjadi apabila negara menganut kebijakan nilai
tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) sehingga nilai tukar akan
ditentukan oleh mekanisme pasar (Kuncoro, 2001).
Bedasarkan perkembangan sistem moneter dunia sejak berlakunya Bretton
Woods System pada tahun 1947, pada umumnya dikenal tiga macam sistem
penetapan kurs valas atau forex rate sebagai berikut ( Hamdy, 2001) :
1) Sistem kurs tetap atau stabil (Fixed Exchange Rate System). Kurs tetap
merupakan sistem nilai tukar dimana pemegang otoritas moneter tertinggi
suatu negara (Central Bank) menetapkan nilai tukar dalam negeri terhadap
negara lain yang ditetapkan pada tingkat tertentu tanpa melihat aktivitas
penawaran dan permintaan di pasar uang. Jika dalam perjalanannya penetapan
kurs tetap mengalami masalah, misalnya terjadi fluktuasi penawaran maupun
permintaan yang cukup tinggi maka pemerintah bisa mengendalikannya
dengan membeli atau menjual kurs mata uang yang berada dalam devisa
negara untuk menjaga agar nilai tukar stabil dan kembali ke kurs tetap nya.
Dalam kurs tetap ini, bank sentral melakukan intervensi aktif di pasar valas
dalam penetapan nilai tukar.
2)
Sistem kurs mengambang atau berubah (Floating Exchange Rate System).
Setelah runtuhnya Fixed Exchange Rate System maka timbul konsep baru
yaitu Floating Exchange Rate System. Dalam konsep ini nilai tukar dibiarkan
bergerak bebas. Nilai tukar valuta ditentukan oleh kekuatan permintaan dan
31
penawaran valuta tersebut di pasar. Dalam prakteknya terdapat dua jenis
floating exchange rate system yaitu :
(1)
Free Floating Exchange Rate System. Dalam sistem ini nilai tukar
dibiarkan bergerak bebas. Pergerakan sepenuhnya tergantung dari
kekuatan penawaran dan permintaan di pasar, Bank sentral tidak
melakukan intervensi ke pasar guna mempengaruhi nilai tukar mata
uangnya. Pada sistem ini perubahan nilai tukar tidak akan
mempengaruhi cadangan devisa negara, itu karena begitu ada
perubahan penawaran atau permintaan akan berdampak langsung pada
naik – turunnya nilai tukar valuta.
(2)
Kurs Mengambang Terkendali (Managed Floating Exchange Rate)
Penetapan kurs ini tidak sepenuhnya terjadi dari aktivitas pasar valuta.
Dalam pasar ini masih ada campur tangan pemerintah melalui alat
ekonomi moneter dan fiskal yang ada. Bank sentral melakukan
intervensi ini biasanya disebabkan karena ada pergerakan kurs valas
yang dipandang tidak menguntungkan bagi perekonomian negara
tersebut sehingga perlu dilakukan intervensi untuk mencegah akibat
yang lebih buruk lagi. Pada sistem ini naik turunnya cadangan devisa
ditentukan oleh ada tidaknya intervensi bank sentral ke pasar.
3)
Sistem kurs terikat (Pegged Exchange Rate System). Sistem nilai tukar ini
diterapkan dengan cara mengaitkan nilai tukar mata uang suatu negara
dengan nilai tukar mata uang negara lain atau sejumlah mata uang tertentu.
32
Menurut Triyono (2008) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kurs
diantaranya :
1)
Perubahan dalam cita rasa masyarakat yang mempengaruhi konsumsi
masyarakat atas barang – barang yang di inginkan dan dapat mempengaruhi
penawaran dan permintaan kurs valuta asing
2)
Perubahan harga barang ekspor dan impor akan menyebabkan perubahan
dalam permintaan dan penawaran ke atas mata uang negara tersebut.
3)
Kenaikan harga umum (inflasi) pada dasarnya akan cenderung untuk
menurunkan nilai suatu valuta asing. Kecenderungan ini disebabkan oleh
efek inflasi yang menyebabkan harga-harga di dalam negeri menjadi mahal
dari harga-harga di luar negeri, sehingga inflasi cenderung menambah impor
dan inflasi menyebabkan harga-harga di dalam negeri menjadi mahal dari
harga di luar negeri, sehingga inflasi cenderung menambah impor dan ini
menyebabkan barang-barang ekspor menjadi lebih mahal.
4)
Perubahan
suku
bunga
dan
tingkat
pengembalian
investasi
yang
mempengaruhi aliran modal. Semakin banyak modal yang mengalir ke suatu
negara, permintaan atas mata uangnya bertambah, sehingga nilai mata uang
tersebut meningkat. Nilai mata uang suatu negara akan merosot apabila lebih
banyak modal negara dialirkan ke luar negeri karena suku bunga dan tingkat
pengembalian investasi akan lebih tinggi di negara-negara lain.
5)
Pertumbuhan ekonomi. Kemajuan ekonomi akibat dari pertumbuhan
ekonomi inilah yang menentukan merosot atau tidaknya nilai mata uang
tersebut.
33
Menurut Khalwaty (2000) terdapat beberapa jenis kurs atau nilai tukar, yaitu :
1) Kurs Beli (Bid Price) adalah besar satuan mata uang negara lain yang harus
diserahkan untuk membeli tiap unit uang asing kepada Bank atau money
changer.
2) Kurs Jual (selling price) adalah besaran satuan mata uang negara lain yang
akan diterima dari bank atau money changer jika kita membeli mata uang
asing.
3) Kurs Spot adalah nilai valuta asing yang digunakan untuk transaksi spot
dipasar valuta asing.
4) Kurs Forward, adalah nilai tukar yang berlaku dan digunakan untuk transaksi
forwad dipasar valas.
5) Kurs Silang adalah nilai antara dua valas yang diperoleh dari nilai tukar
masing-masing valuta terhadap valuta lain.
6) Kurs Opsi adalah kurs yang ditetapkan dimuka sesuai dengan pendapat
Shapiro (1996) Yaitu, “ Call option give the customer the right to purchase ,
but option give the right to sell the contracted currencies at the expected date”
Suatu kenaikan kurs akan menaikkan harga barang-barang dalam negeri bagi
importir luar negeri. Ini berarti bahwa ekspor menjadi lebih mahal bagi orangorang asing karena mereka harus mengorbankan lebih banyak mata uang
negaranya untuk membeli barang-barang dalam negeri dan impor naik karena
barang-barang luar negeri menjadi lebih menarik bagi warga negera dalam negeri.
Jadi jika terjadi penurunan kurs, maka ini berarti bahwa lebih sedikit mata uang
asing yang harus dibayar untuk membeli sejumlah tertentu barang-barang dalam
34
negeri, maka ekspor akan meningkat sedangkan impor menurun karena importir
harus mengorbankan lebih banyak mata uang dalam negaranya untuk membeli
sejumlah tertentu barang-barang luar negeri. Turunnya harga dari barang impor
akan mengakibatkan permintaan menjadi meningkat. Meningkatnya permintaan
mengakibatkan jumlah impor meningkat, sehingga dapat dikatakan bahwa antara
kurs dengan volume impor memiliki hubungan yang negatif (Nopirin, 2009)
2.8 Pertumbuhan Penduduk
Penduduk adalah sekumpulan manusia yang bertempat tinggal pada suatu
wilayah geografi serta ruang tertentu yang hidupnya harus patuh terhadap aturan
atau norma yang berlaku, mereka saling berinteraksi secara berkala dan terus
menerus. Masalah penduduk bukan hanya masalah tingkat pertumbuhan yang
akhirnya bermuara pada jumlah penduduk keseluruhan, melainkan lebih dari itu
yaitu menyangkut kepentingan pembangunan, kesehatan, tingkat pendapatan,
pendidikan dan , kesejahteraannya (Nehen, 2012).
Beberapa teori tentang kependudukan adalah sebagai berikut :
1)
Teori Malthus (Thomas Robert Malthus) yang menyatakan bahwa
pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan makanan. Akibatnya pada
suatu saat akan terjadi perbedaan yang besar antara penduduk dan kebutuhan
hidup.
2)
Aliran Marxist (Karl Marx dan Fried Engels) yang menyatakan tekanan
penduduk di suatu negara bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan
makanan, tetapi tekanan terhadap kesempatan kerja (misalnya di negara
kapitalis). Marxist juga berpendapat bahwa semakin banyak jumlah manusia
35
semakin tinggi produk yang dihasilkan, jadi dengan demikian tidak perlu
diadakan pembatasan penduduk.
3)
Aliran Neo-Malthusian (Garreth Hardin & Paul Ehrlich) yang menyatakan
sangat
menganjurkan
untuk
mengurangi
jumlah
penduduk
dengan
menggunakan cara-cara “Preventif Check” yaitu menggunakan alat
kontrasepsi.
2.9 Minyak Bumi
Teori puncak minyak atau juga disebut sebagai Teori Puncak Hubbert
(Hubbert Peak Oil) yang dikemukakan oleh Marion King Hubbert pada tahun
1956. Teori ini mengasumsikan tentang pengaruh pengambilan dan penghabisan
jangka panjang dari minyak bumi konvensional (bahan bakar fosil lainnya). Teori
ini mengemukakan pandangan bahwa pada satu masa pengeluaran hasil bahan
bakar minyak berkembang tinggi hingga ke satu puncak. Sesudah sampai ke
puncak maka pengeluaran bahan bakar ini akan terus menurun. Berdasarkan teori
ini, M. Hubbert meramalkan bahwa Indonesia pada tahun 1991 mengalami
konsumsi minyak secara besar –besaran dan pada saat ini pula Indonesia
mencapai puncak (Peak) minyak. Kelangkaan minyak bahkan diramalkan akan
terjadi pada tahun 2020 ke tahun 2030.
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Bumi
menyatakan bahwa minyak bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak
terbarukan yang dikuasai oleh Negara serta merupakan komoditas vital yang
menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam
perekonomian nasional sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal
36
memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Petroleum atau minyak bumi
merupakan campuran kompleks dari hidrokarbon cair, suatu senyawa kimia yang
mengandung hidrogen dan karbon, yang terbentuk secara alamiah di cadangan
bawah tanah dalam batuan sedimen. Berasal dari bahasa latin petra, yang berarti
batu, dan oleum, yang berarti minyak, kata “petroleum” sering diartikan dengan
kata “minyak”. Didefinisikan secara luas, minyak mencakup produk primer
(mentah) dan produk sekunder (terolah/produk kilang).
Minyak mentah (crude oil) merupakan satu jenis minyak terpenting yang
diolah menjadi berbagai produk kilang, akan tetapi beberapa bahan baku minyak
lainnya juga dipakai untuk menghasilkan berbagai produk kilang minyak.
Terdapat berbagai macam produk kilang yang dihasilkan dari minyak mentah,
banyak diantaranya untuk keperluan khusus, misalnya bensin kendaraan bermotor
atau pelumas; yang lainnya dipakai untuk menghasilkan panas, seperti
solar/minyak diesel (gas oil) atau minyak bakar (fuel oil).
Kilang minyak (Refinery Oil) adalah pabrik/fasilitas industri yang mengolah
minyak mentah menjadi produk petroleum yang bisa langsung digunakan maupun
produk-produk lain yang menjadi bahan baku bagi industri petrokimia. Produk –
produk utama yang dihasilkan dari kilang minyak antara lain : minyak bensin
(gasoline), minyak disel, minyak tanah (kerosene). Kilang merupakan fasilitas
industri yang sangat kompleks dengan berbagai jenis peralatan proses dan fasilitas
pendukungnya. Minyak mentah yang baru dipompakan ke luar dari tanah dan
belum diproses umumnya tidak begitu bermanfaat. Agar dapat dimanfaatkan
secara optimal, minyak mentah tersebut harus diproses terlebih dahulu di dalam
37
kilang minyak. Departemen Keuangan (2009) menyampaikan bahwa harga dunia
minyak mentah merupakan faktor utama besaran subsidi BBM. Perubahan harga
minyak mentah akan berpengaruh terhadap penerimaan negara, baik penerimaan
sumber daya alam minyak dan Pajak Penghasilan Minyak, maupun penerimaan
negara bukan pajak lainnya.
2.10 Konsumsi
Konsumsi menurut Mankiw (2006) adalah barang atau jasa yang dibeli oleh
rumah tangga konsumsi terdiri dari barang tidak
tahan lama (Non Durable
Goods) adalah barang yang habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan
dan pakaian. Kedua adalah barang tahan lama (Durable Goods) adalah barang
yang dimiliki usia panjang seperti mobil, televisi, alat –alat elektronik, Ketiga,
jasa (Services) meliputi pekerjaan yang dilakukan untuk konsumen oleh individu
dan perusahaan seperti potong rambut dan berobat kedokter.
Menurut James Dusenberry (2000)
mengemukakan bahwa pengeluaran
konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya pendapatan
tertinggi yang pernah dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen tidak akan
banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat
konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi saving (tabungan). Apabila
pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan bertambah, tetapi
bertambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan saving (tabungan) akan bertambah
besar dengan pesatnya.
Mankiw (2003), ada banyak faktor atau variabel yang dapat mempengaruhi
permintaan suatu barang yaitu :
38
1) Harga
Konsumen akan membatasi pembelian jumlah barang yang diinginkan bila
harga barang terlalu tinggi, bahkan ada kemungkinan konsumen memindahkan
konsumsi dan pembeliannya kepada barang pengganti (barang substitusi) yang
lebih murah harganya.
2) Pendapatan Konsumen
Konsumen tidak akan dapat melakukan pembelian barang kebutuhan bila
pendapatan tidak ada atau tidak memadai. Dengan demikian, maka perubahan
pendapatan akan mendorong konsumen untuk mengubah permintaan akan
barang kebutuhannya
3) Jumlah Konsumen
Pertambahan penduduk akan diikuti oleh perkembangan kesempatan kerja.
Dengan demikian akan lebih banyak orang yang menerima pendapatan dan hal
ini juga akan menambah daya beli masyarakat. Pertambahan daya beli
masyarakat akan menambah permintaan
4) Selera Konsumen
Perubahan selera dapat dinyatakan ke dalam perilaku pasar. Perubahan selera
konsumen bisa ditujukan oleh perubahan bentuk atau posisi dari indifference
map, tanpa ada perubahan harga barang maupun pendapatan, permintaan akan
sesuatu barang bisa berubah karena perubahan selera.
5) Ramalan mengenai keadaan dimasa yang akan datang
Perubahan – perubahan yang diramalkan mengenai keadaan pada masa yang
akan datang dapat mempengaruhi permintaan. Ramalan para konsumen bahwa
39
harga-harga akan naik pada masa depan akan mendorong konsumen membeli
lebih banyak untuk menghemat pengeluaran pada masa yang akan datang.
Konsumsi bahan bakar merupakan banyaknya bahan bakar yang dipakai
selama proses pembakaran berlangsung. Konsumsi bahan bakar secara umum di
pengaruhi oleh kecepatan pengguna. Pada kecepatan yang semakin meningkat
maka konsumsi atau pemakaian minyak akan semakin banyak. Secara umum
terjadinya peningkatan kebutuhan BBM mempunyai keterkaitan erat dengan
berkembangnya kegiatan ekonomi suatu Negara dan bertambahnya jumlah
penduduk. Di Indonesia peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun dan
pertumbuhan ekonomi terus berlangsung yang ditunjukkan oleh semakin
bertambahnya output baik barang dan jasa serta beragam aktivitas ekonomi yang
dilakukan oleh masyarakat, maka peningkatan kebutuhan akan energi adalah suatu
hal yang tak bisa dihindari.
2.11 Impor
Perdagangan diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas
kehendak suka rela dari masing-masing pihak. Masing-masing pihak harus
mempunyai kebebasan untuk menentukan untung rugi pertukaran tersebut dari
sudut pandang masing-masing dan kemudian menentukan apakah akan dilakukan
pertukaran atau tidak. Pada dasarnya pertukaran atau perdagangan timbul karena
kedua belah pihak melihat adanya manfaat atau keuntungan tambahan yang bisa
diperoleh dari pertukaran tersebut (Boediono (1993).
Menurut Nopirin (1996) menyatakan perdagangan dunia antar dua negara
akan timbul karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran. Perbedaan
40
permintaan bisa disebabkan oleh jumlah dan jenis kebutuhan, jumlah pendapatan,
kebudayaan, selera, dan sebagainya. Dari segi penawaran disebabkan oleh
perbedaan faktor produksi baik kualitas, kuantitas, maupun dalam hal komposisi
faktor produksi tersebut. Perbedaan faktor produksi tersebut akan membedakan
tingkat produktivitas tiap negara. jadi perdagangan dunia secara umum dapat
didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang mencakup ekspor dan impor, baik
berupa barang maupun jasa yang dilakukan antar negara atas pertimbangan
tertentu (keuntungan) dan dilakukan tanpa adanya tekanan dari pihak manapun
juga. Pada dasarnya terdapat dua teori yang menerangkan tentang timbulnya
perdagangan dunia :
1) Teori Klasik
(1) Pandangan Kaum Merkantilisme
Para penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu satunya cara bagi
suatu Negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan
sebanyak mungkin ekspor dan sedikit mungkin melakukan impor. Surplus
ekspor yang dihasilkan selanjutnya akan dibentuk dalam aliran emas
lantakan, atau logam – logam mulia, khususnya emas dan perak. Semakin
banyak emas dan perak yang dimiliki oleh suatu Negara, maka semakin
kaya dan kuatlah Negara tersebut. Tetapi tidak setiap Negara dapat
menghasilkan surplus ekspor maka dari itu sebuah Negara hanya dapat
memperoleh keuntungan dengan mengorbankan Negara lain.
41
(2) Teori Keunggulan Mutlak (Absolut Advantage) oleh Adam Smith
Teori ini berpendapat bahwa sumber tunggal pendapatan adalah produksi
hasil tenaga kerja serta sumber daya ekonomi. Menurut Smith suatu
Negara akan mengekspor barang tertentu karena Negara tersebut bisa
menghasilkan barang dengan biaya yang secara mutlak lebih murah
daripada Negara lain, yaitu karena memiliki keunggulan mutlakdalam
produksi barang. Adapun keunggulan mutlak menurut Adam Smith
adalah pertama adanya Division of Labour (Pembagian Kerja Dunia)
dalam menghasilkan sejenis barang dengan adanya pembagian kerja
maka suatu Negara dapat memproduksi barang dengan biaya yang lebih
murah dibandingkan Negara lain. Kedua adanya Spesialisasi Dunia dan
Efisiensi
Produksi.
Dengan
spesialisasi,
suatu
Negara
akan
mengkhususkan pada produksi barang yang memiliki keuntungan
sehingga keuntungan mutlak diperoleh bila suatu Negara mengadakan
spesialisasi dalam memproduksi barang. Keuntungan mutlak diartikan
sebagai keuntungan yang dinyatakan dengan banyaknya jam/hari kerja
yang dibutuhkan untuk membuat barang-barang produksi.
2) Teori Moderen
(1) Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage) oleh David
Ricardo. Menurut teori ini menyatakan bahwa keuntungan komparatif
terjadi bila suatu negara lebih unggul terhadap kedua macam produk yang
dihasilkan, dengan biaya tenaga kerja yang lebih murah jika
dibandingkan dengan biaya tenaga kerja di negara lain.
42
(2) Teori Permintaan Timbal Balik (Reciprocal Demand) oleh John Stuart
Mill. Teori yang dikemukakan oleh J.S. Mill sebenarnya melanjutkan
Teori Keunggulan Komparatif dari David Ricardo, yaitu mencari titik
keseimbangan pertukaran antara dua barang oleh dua negara dengan
perbandingan pertukarannya atau dengan menentukan Dasar Tukar
Dalam
Negeri
(DTD).
Maksud
Teori
Timbal
Balik
adalah
menyeimbangkan antara permintaan dengan penawarannya, karena baik
permintaan dan penawaran menentukan besarnya barang yang diekspor
dan barang yang diimpor.
Suatu negara akan menghasilkan dan
kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative
advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative
disadvantage (suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah
dan mengimpor barang yang jika dihasilkan sendiri mengabiskan ongkos
yang besar.
(3) Teori Heckscher-Ohlin (H-O). Teori ini menjelaskan beberapa pola
perdagangan dengan baik. Negara – negara cenderung untuk mengekspor
barang – barang yang menggunakan faktor produksi yang relative
melimpah secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin suatu negara akan
melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut
memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan
keunggulan faktor produksi.
Rahmah (2011) mengatakan bahwa ketergantungan manusia terhadap
ketersediaan energi dewasa ini, memahami bahwa tanpa energi, standar hidup
43
manusia tidak dapat ditingkatkan lagi. Sedemikian vitalnya ketersediaan energi
bagi pertumbuhan ekonomi di suatu negara, menyebabkan hampir semua negara
berlomba-lomba untuk menguasai sumber energi yang disediakan alam dalam
bentuk energi fosil. Seiring pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk yang
mengiringi pertumbuhan ekonomi, menyebabkan eksploitasi sumber energi fosil
yang dilakukan selama ratusan tahun ini telah memberikan lampu kuning.
Indonesia yang semula merupakan anggota negara pengekspor minyak bumi,
diprediksi akan menjadi negara pengimpor energi pada tahun 2030. Pada saat itu,
negeri ini akan mengalami defisit hingga 650 juta barel setara dengan minyak
yang harus ditutupi dengan impor.
Menurut Mankiw (2006) menyebutkan bahwa berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi impor suatu negara salah satunya adalah nilai tukar (kurs) yang
menentukan jumlah mata uang domestik yang dibutuhkan untuk membeli mata
uang asing. Kurs valuta asing akan berubah – ubah sesuai dengan perubahan
permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna
melakukan pembayaran ke luar negeri (impor), diturunkan dari transaksi debit
dalam neraca pembayaran dunia.
2.12 Keaslian Penelitian
Ada beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian yang terkait dengan
subsidi dan minyak. Penelitian sebelumnya dapat menjadi acuan pada penelitian
ini, baik sebagai pembanding dan perbedaan penelitian sebelumnya dengan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
44
Hartono dan Resosudarmo (2006) mengatakan bahwa defisit anggaran
nasional Indonesia menjadi perhatian serius dalam anggaran APBN untuk
kebijakan subsidi bahan bakar. Subsidi bahan bakar menyebabkan tekanan yang
signifikan terhadap APBN, oleh karena itu kewajiban Pemerintah Indonesia untuk
merevisi
anggaran
subsidi
bahan
bakar
minyak
dan
listrik.
Sebagai
konsekuensinya pemerintah Indonesia harus menaikkan harga bahan bakar
minyak untuk menyelamatkan APBN. Meskipun dengan adanya subsidi bahan
bakar minyak tersebut akan dapat membantu rakyat miskin tetapi pada saat yang
sama orang kaya menikmati subsidi tersebut bahkan jumlahnya lebih besar. Oleh
karena itu penting untuk menemukan strategi untuk membantu rakyat miskin.
Aprilta (2011) dengan penelitian yang berjudul “Analisis Dampak Fluktuasi
Minyak Dunia Terhadap Variabel Makroekonomi Dan Kebijakan Subsidi Di
Indonesia (Periode 1980-2010)” yang menggunakan metode analisis VAR (Vector
Autoregression) dari hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan
positif antara fluktuasi atau guncangan harga minyak terhadap subsidi BBM.
Dalam jangka pendek fluktuasi harga minyak tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap subsidi BBM, tetapi dalam jangka panjang berpengaruh positif secara
signifikan.
Layli (2012) dengan penelitiannya yang berjudul “Dampak Kebijakan
Pembatasan Konsumsi BBM Premium di Sektor Angkutan Darat terhadap
Perekonomian Indonesia”. Pada penelitian ini menceritakan rencana kebijakan
pemerintah dalam membatasi konsumsi BBM premium di Sektor Angkutan Darat
dan dampak yang ditimbulkan terhadap output, faktor produksi, sektor produksi,
45
dan distribusi pendapatan rumah tangga. Analisis yang digunakan adalah
multiplier analysis, Koefisien Gini, dan structural path analysis (SPA). Hasil
penelitian ini menunjukkan pembatasan konsumsi BBM premium di Sektor
Angkutan Darat akan memberikan dampak pada penurunan peningkatan output,
penurunan peningkatan pendapatan faktor produksi dan penurunan peningkatan
pendapatan rumah tangga. Tetapi kebijakan ini memberikan dampak pada
membaiknya ketimpangan distribusi pendapatan.
Rivani (2014) dengan penelitiannya yang berjudul “Kebijakan Subsidi BBM
dan Efisiensi Perekonomian” penelitian ini menceritakan bahwa subsidi BBM
merupakan agenda terbesar yang dianggap membebani fiskal, terlebih lagi
produksi minyak Indonesia semakin merosot dan masuk menjadi negara
pengimpor minyak. Resiko yang ditimbulkan berupa pembengkakan subsidi BBM
akan
mendorong
pelebaran
defisit
fiskal
sehingaa
dapat
menggangu
perekonomian nasional. Besarnya porsi subsidi BBM dalam APBN juga
mempersempit porsi belanja produktif seperti infrasturktur. Oleh sebab itu
pemerintah pun mulai melakukan sejumlah program yang bisa menghemat
penggunaan BBM bersubsidi salah satunya dengan mengalihkan konsumsi BBM
bersubsidi ke BBM nonsubsidi seperti pertamax tetapi gerakan ini kurang begitu
berjalan dengan sukses mengingat disparitas yang harga antara BBM bersubsidi
dan nonsubsidi. Penelitian ini terdapat dua pilihan agar subsidi BBM dapat
dikendalikan. Opsi pertama yaitu memberikan subsidi tetap (fix subsidy) dalam
tiap liter BBM bersubsidi. Jadi harga BBM bersubsidi akan bergerak mengikuti
pergerakan harga keekonomiannya sehingga akan membuat APBN terbebas dari
46
fluktuasi harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah sehingga cukup memastikan
konsumsi BBM dikendalikan sesuai kuota. Opsi kedua adalah menaikkan harga
BBM bersubsidi secara berkala setiap enam bulan sekali sehingga pada akhirnya
harga BBM bersubsidi mencapai harga keekonomiannya sehingga kenaikan harga
BBM bersubsidi dapat bisa diantisipasi.
Handajani (2009) dengan penelitiannya yang berjudul “ Analisis Gradien
Kepadatan Penduduk Dan Konsumsi BBM” penelitian ini menggunakan analisis
gradien yang membandingkan pola trend (kecenderungan) dari beberapa lokasi
dengan mengamati tingkat kemiringan garis yang menghubungkan antara dua
buah variabel. Dalam hubungan ini analisis gradien digunakan untuk mengamati
hubungan linear antara variabel kepadatan penduduk dan konsumsi premium.
Hasil analisis menunjukkan bahwa hubungan linear antara kepadatan penduduk
dan konsumsi BBM memiliki pola yang relative sama. Pada penduduk di
perdesaan dengan jumlah penduduk yang rendah dan kepadatan rendah maka
konsumsi BBM akan rendah. Sebaliknya penduduk perkotaan dengan jumlah
penduduk tinggi dan kepadatan tinggi pula akan meningkatkan konsumsi BBM
pertahunnya.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa
peneliti sebelumnya adalah bahwa pada dasarnya penelitian ini menganalisis
tentang permasalahan penyebab meningkatnya
jumlah realisasi subsidi BBM
yang melebihi dari anggaran subsidi BBM yang ditetapkan pada APBN. Berbeda
dengan penelitian sebelumnya bahwa umumnya peneliti sebelumnya menganalisis
tentang dampak yang ditimbulkan setelah subsidi BBM tersebut baik dampak
47
terhadap kebijakan peningkatan harga BBM bersubsidi maupun kebijakan
penurunan harga BBM yang dapat mempengaruhi perekonomian serta
kesejahteraan rakyat dan menganalisis tentang dampak akibat besaran subsidi
BBM
yang
selalu
melebihi
dari
anggaran
yang
ditetapkan
sehingga
mengakibatkan defisit APBN.
Pada penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Aprilta (2011) yang hanya
menggunakan variabel fluktuasi harga minyak sebagai faktor yang mempengaruhi
kebijakan subsidi BBM di Indonesia sedangkan dalam penelitian ini
menggunakan beberapa variabel karena tidak hanya fluktuasi harga minyak saja
yang mempengaruhi kebijakan subsidi BBM di Indonesia tetapi ada variabel
lainnya yaitu jumlah penduduk Indonesia yang merupakan subyek yang
mengkonsumsi BBM, sesuai pasal 33 ayat (2) dan (3) yang pada dasarnya
menyatakan bahwa kekayaan alam yang berupa minyak bumi di kuasai oleh
negara dan akan digunakan sebesar besarnya untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Selain itu juga terdapat variabel fluktuasi kurs dolar yang
mempengaruhi besaran subsidi, variabel impor minyak yang dikarenakan sampai
saat ini Indonesia lebih dominan mengimpor minyak daripada memperoduksi
minyak di dalam negeri. Pada penelitian ini digunakan analisis jalur untuk
mengetahui pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung antar variabel –
variabel yang digunakan.
48
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Penelitian ini memaparkan kajian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
besaran subsidi BBM dalam anggaran APBN setiap tahun mengalami peningkatan
sehingga dapat membebani APBN dan menimbulkan defisit anggaran. Subsidi
BBM merupakan bayaran yang dilakukan oleh pemerintah pada Pertamina dalam
simulasi di mana pendapatan yang diperoleh Pertamina dari tugas menyediakan
BBM di tanah air adalah lebih rendah dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan. Subsidi merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada
masyarakat yang kurang mampu pada umumnya. Tetapi dalam pelaksanaanya
pemakai BBM bersubsidi cenderung lebih dinikmati oleh kalangan masyarakat
menengah ke atas sehingga membuat anggaran dalam APBN yang di keluarkan
pemerintah setiap tahunnya untuk membiayai subsidi terus mengalami
peningkatan.
Pengeluaran subsidi di dalam APBN terdiri dari subsidi energi dan Non
energi. Subsidi Non energi terdiri dari subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi
benih, Public Service Obligation (PSO), kredit program, subsidi minyak goreng,
subsidi pajak, kedelai dan subsidi lainnya. Sedangkan subsidi energi terdiri dari
dua yaitu subsidi listrik dan subsidi BBM. Diantara semua subsidi yang
disebutkan, subsidi yang paling besar jumlahnya di dalam APBN adalah subsidi
BBM. Subsidi BBM ini merupakan beban bagi APBN karena jumlahnya yang
49
selalu meningkat dari yang di anggarkan setiap tahun anggaran. Sehingga subsidi
BBM merupakan beban fiskal yang merupakan salah satu penyumbang defisit
bagi APBN.
Subsidi BBM selama ini dianggap sebagai akar penyebab dari berbagai
permasalahan keuangan dan energi Indonesia. Pada tahun ini subsidi BBM yang
besar dinilai telah sangat membebani anggaran negara. Beban makin membesar
ketika harga minyak mentah dunia melonjak. Seperti diketahui sejak tahun 2008
Indonesia harus mengimpor minyak mentah sebanyak 247 ribu bph dan BBM
sebesar 424 ribu bph. Impor BBM tersebut saat ini sudah meliputi 30 persen dari
kebutuhan BBM dalam negeri (Santosa, 2011)
Faktor Internal yaitu konsumsi BBM dapat mempengaruhi besaran subsidi
BBM dalam anggaran APBN. Meningkatnya konsumsi BBM akibat dari
peningkatan pertumbuhan ekonomi dimana dengan adanya pertumbuhan yang
tinggi pendapatan masyarakat meningkat dan mobilitas masyarakat yang tinggi
sehingga kebutuhan akan energi minyak bertambah dan berpengaruh terhadap
konsumsi BBM sehingga akan berdampak pada kenaikan anggaran subsidi BBM.
Pertumbuhan ekonomi suatu Negara sangat erat kaitannya dengan pasokan
energi, terutama bahan bakar minyak (BBM) Pertumbuhan ekonomi nasional
yang semakin meningkat, membuat daya beli masyarakat dipastikan akan dapat
meningkatkan volume kendaraan, kondisi tersebut pada akhirnya menyebabkan
peningkatan konsumsi BBM, terutama Premium dan Solar (Mundakir, 2012).
Kurs merupakan satu indikator ekonomi makro yang terkait dengan besaran
APBN. Asumsi kurs berhubungan dengan banyaknya transaksi dalam APBN yang
50
terkait dengan mata uang asing seperti penerimaan pinjaman dan pembayaran
utang luar negeri, penerimaan minyak dunia dan pemberian subsidi BBM
(Wibowo dan Amir, 2005).
Kurs mata uang asing, yakni nilai tukarnya terhadap mata uang lain,
tergantung pada permintaan. Jika permintaan akan sebuah mata uang asing
tinggi, maka harganya akan naik terhadap mata uang lainnya. Akan tetapi,
perubahan dalam kondisi politik suatu negara atau menurunnya perekonomian
akibat laju inflasi. Kenaikan laju inflasi di Indonesia mengakibatkan melemahnya
nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika (Handayani, 2002).
Nizar (2013) menyimpulkan bahwa Defisit dalam neraca pembayaran
Indonesia salah satunya dapat disebabkan oleh peningkatan impor minyak
(minyak) akibat bertambahnya konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di dalam
negeri. Peningkatan konsumsi BBM ini menyebabkan membengkaknya subsidi
dalam APBN dan pada akhirnya menambah defisit anggaran.
Faktor eksternal berupa fluktuasi harga minyak dunia yang mempengaruhi
besaran subsidi BBM setiap tahunnya. Kenaikan harga minyak dunia memberikan
masalah tersendiri bagi negara – negara pengimpor minyak. Kenaikan harga
minyak dunia ini menjadi petaka tersendiri bagi pemerintah Indonesia. Pada
kenyataannya Indonesia yang saat ini dikenal sebagai salah satu penghasil minyak
dunia sekarang merupakan salah satu negara pengimpor minyak. Kenaikan ini
akan meningkatkan beban anggaran pos subsidi BBM dan akhirnya akan
meningkatkan defisit APBN (Dartanto, 2005).
51
APBN
Pengeluaran Subsidi
Subsidi Energi
Subsidi Non Energi
Subsidi pupuk, subsidi
benih, subsidi pangan,
PSO,kredit program,sub.
Minyak goreng, subsidi
pajak,subsidi kedelai,dll
Subsidi Listrik
Paling tinggi jumlahnya
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
1.
2.
3.
4.
5.
Pertumbuhan penduduk
Komsumsi BBM rakyat
Harga Minyak Dunia
Kurs Dolar
Impor Minyak
Dampak Kebijakan Subsidi
BBM
Subsidi BBM
1. Naik/turunnya harga
BBM
2. Inflasi
3. Pengangguran
4. Kesejahteraan rakyat
5. Kemiskinan
6. Ketahanan APBN
7. Dunia usaha (industri
dan perdagangan)
8. Penyelundupan BBM
9. Pemakaian Boros
10. Energi alternative sulit
berkembang
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian kajian terhadap faktor – faktor
yang mempengaruhi subsidi BBM Indonesia.
52
3.2 Kerangka Konsep Penelitian
Suryopratomo (2013) mengatakan Kejanggalan dalam cara berpikir
pemerintah berkaitan dengan pengelolaan BBM. Pemerintah selalu mengatakan
akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Bahkan tahun 2014 ditargetkan 7 persen
konsekuensi dari meningkatnya pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya
konsumsi BBM. Jika pemerintah mentargetkan pertumbuhan ekonomi 7 persen,
maka konsumsi BBM akan tumbuh diatas 10 persen. Tidak mungkin pertumbuhan
ekonomi tidak meningkatkan konsumsi BBM karena pembangunan ekonomi
membutuhkan energi. Peningkatan konsumsi BBM ini pasti menjadi beban bagi
pemerintah, karena berkaitan dengan besaran subsidi
Kenaikan harga minyak mentah dunia tidak serta merta memberi berkah bagi
Indonesia. Kondisi ini ibarat dua mata pisau. di satu sisi menguntungkan, karena
meningkatnya penerimaan negara dari minyak, namun keuntungan yang diraih
pun tidak terlalu signifikan mengingat produksi minyak dalam negeri cenderung
menurun. Di sisi lain, kenaikan harga minyak juga membawa masalah, sebab
pemberian subsidi dari pemerintah meningkat karena indonesia sendiri merupakan
salah satu negara pengimpor minyak (Hartono,2011).
Berdasarkan karangka berfikir diatas kemudian disusun konsep yang
menjelaskan hubungan antarvariabel dalam penelitian ini bahwa subsidi BBM
yang ada dalam anggaran APBN memang sangat diperlukan untuk kesejahteraan
rakyat dimana harga minyak yang disubsidi akan berada dibawah harga
keekonomiannya. Faktor – faktor yang menyebabkan subsidi BBM di Indonesia
semakin hari semakin meningkat sehingga merupakan salah satu penyebab
53
masalah defisit anggaran APBN adalah konsumsi masyarakat Indonesia yang
mengkonsumsi minyak secara berlebihan. Pada dasarnya subsidi diperuntukkan
untuk masyarakat yang kurang mampu tetapi dalam kenyataannya bahwa subsidi
tidak hanya di konsumsi oleh masyarakat yang kurang mampu melainkan
masyarakat yang berpenghasilan menengah ke atas yang seharusnya mampu
membeli BBM yang non subsidi.
Konsumsi BBM yang berlebihan ini akan berdampak pada impor Minyak
yang terus menerus seiring dengan produksi minyak dalam negeri yang semakin
menurun sedangkan kebutuhan minyak dalam negeri semakin hari semakin
meningkat sehingga menuntut pemerintah harus mengimpor minyak untuk
memenuhi kebutuhan akan minyak di dalam negeri dan akhirnya akan berdampak
pada meningkatnya anggaran subsidi BBM pada APBN. Impor minyak yang
dipengaruhi oleh kurs dolar yang menentukan jumlah mata uang yang dibutuhkan
untuk memperoleh mata uang asing karena untuk melakukan pembayaran
terhadap impor minyak menggunakan kurs dolar sebagai alat pembayaran.
Meningkatnya harga minyak dunia disatu sisi dapat menjadi tambahan
penerimaan Indonesia yang
diekspor,
berasal dari sektor Minyak untuk minyak yang
tetapi disisi lain tingginya
harga minyak dunia juga memberikan
kontribusi terhadap naiknya subsidi BBM setiap tahunnya. Hubungan antar
variabel dalam penelitian yang diperkuat oleh penelitian sebelumnya sebagai
berikut :
Hubungan antara konsumsi BBM subsidi dan subsidi BBM adalah menurut
penelitian Iwaro dan Abraham (2010) menyatakan tingkat konsumsi bahan bakar
54
tumbuh setiap tahun dan sekitar 50 tahun cadangan bahan bakar dunia akan habis,
sehingga perlu mencari alternatif sumber energi lainnya. Pada negara - negara
berkembang menunjukkan bahwa konsumsi minyak terus meningkat dengan cepat
karena pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Saat ini tingkat konsumsi bahan
bakar minyak akan terus meningkat di kebanyakan negara berkembang, sementara
pemerintah menghabiskan dana untuk subsidi bahan bakar yang tinggi untuk
menjamin keberlanjutan pembangunan. Sehingga untuk mengatasi masalah ini
diperlukan investasi pada program konservasi energi dan sumber energi
terbarukan.
Pada negara Venezuela, Barrios dan Jose Ramon Morales (2012) negara
Venezuela memiliki cadangan minyak terbesar di dunia. Harga bensin yang
bersubsidi di negara Venezuela adalah yang termurah di dunia. Banyak
masyarakat Venezuela menilai harga minyak yang murah adalah hak mereka sejak
lahir. Harga bensin di Venezuela hanya US$ 0,06 per liter atau 600 per liter.
Murahnya harga minyak subsidi membuat realisasi subsidi di negara ini mencapai
12,5 miliar dollar AS per tahun atau sekitar 146 triliun. Diperkirakan besarnya
konsumsi minyak bersubsidi menjadi 3.16 persen dari PDB, besaran ini lebih
besar dari semua program sosial (2,30 persen dari PDB). Selain itu 52 persen
konsumsi kendaraan pribadi berbahan bakar minyak yang disubsidi sementara itu
transportasi umum hanya menyarap 30 persen minyak subsidi.
Hubungan antara konsumsi BBM subsidi dan impor minyak adalah menurut
penelitian Mardiana dkk (2013) menyatakan konsumsi minyak Indonesia tumbuh
cepat sementara produksi dalam negeri menurun. Impor minyak pada tahun 2012
55
mencapai sekitar US$ 42 miliar yang setara dengan 22 persen total ekspor. Hal
ini berdampak terhadap ketergantungan terhadap minyak impor dan membuat
neraca pembayaran menjadi defisit. Impor minyak di Indonesia akan lebih
dipengaruhi oleh konsumsi sektor transportasi dan diperkirakan bahwa Indonesia
akan menjadi net importir pada tahun 2030. Cadangan minyak terbatas dan tingkat
produksi yang menurun sehingga tidak cukup untuk mendukung pemenuhan
permintaan minyak dalam negeri akibatnya Indonesia menjadi negara importir dan
meninggalkan keanggotaan OPEC tahun 2008 setelah bergabung tahun 1962.
Prambudia dan Masaru Nakano (2012) meneliti bahwa Negara Malaysia
merupakan negara pengekspor minyak utama sama hal nya seperti Indonesia.
Status Malaysia sebagai eksportir minyak berada di ambang krisis hal ini
disebabkan sumur minyak yang jatuh tempo dan produksi kilang minyak mulai
berkurang. Namun dalam waktu dekat di khawatirkan Malaysia akan menjadi net
oil importer sehingga akan mengganggu keamanan energi Malaysia khususnya
pada aspek ketergantungan impor minyak. Hal ini karena sektor transportasi dan
industri yang masih sangat tergantung pada produk minyak mengingat bahwa
saling mempengaruhi antara perkembangan sektor minyak Malaysia dan sektor
ekonomi. Total impor minyak akan diprediksi diatas 97 persen pada tahun 2030.
Pelaksanaan penghapusan subsidi minyak di negara ini dinilai tidak konsisten.
Negara Malaysia memiliki beberapa pilihan yang dapat menunda ketergantungan
impor minyak dengan cara bekerjasama dengan perusahaan minyak di dalam
negeri untuk mengatur sistem dan mengantisipasi risiko menjadi net oil importer.
56
Hubungan antara impor minyak dengan subsidi BBM adalah menurut
penelitian Ovaga dan Okey. H (2012) menyimpulkan impor minyak merupakan
salah satu tantangan yang dihadapi sektor minyak hilir di Negara Nigeria. Hal
tersebut ditemukan pada penelitian ini bahwa total biaya untuk mengimpor
minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri menggambarkan realisasi
jumlah subsidi BBM yang di keluarkan pemerintah. Sehingga penyelesaian
masalah subsidi BBM di Nigeria dapat diselesaikan dengan cara pembangunan
kilang baru dan pembenahan kilang yang sudah ada,jika hal ini ditangani dengan
benar maka impor minyak dapat ditekan, subsidi tidak akan membebani anggaran
dan meminimalkan devisa yang dihabiskan untuk impor minyak.
Hubungan harga minyak dunia dan impor minyak adalah menurut penelitian
Sharma, dkk (2012) mengatakan pertumbuhan ekonomi suatu negara harus di
dukung oleh ketersediaan minyak. Ketergantungan impor terhadap minyak di
Negara India mencapai 80 persen dan kemungkinan akan tumbuh terus. Efek
langsung dari guncangan harga minyak adalah peningkatan biaya produksi akibat
kenaikan biaya bahan bakar. Impor minyak yang tinggi seperti impor produk
minyak bumi akan memiliki dampak besar pada ekonomi India terutama ketika
harga minyak mentah di pasar dunia melonjak naik dan akan menghabiskan
sejumlah devisa. Meskipun harga minyak di masa depan sulit diprediksi, pada
umumnya diperkirakan akan meningkat. Dampak dari kenaikan harga minyak
mentah bagi perekonomian India yaitu dapat meningkatkan inflasi, pemerintah
harus membiayai subsidi yang lebih besar, ekspor menjadi lemah dan penurunan
investasi sehingga berpengaruh terhadap GDP.
57
Hubungan antara harga minyak dunia dengan subsidi BBM adalah menurut
penelitian Shikha Jha, et al (2009) melakukan penelitian terhadap subsidi energi di
32 negara Asia dan kaitannya dengan ketidakpastian kondisi makroekonomi dan
keberlanjutan fiskal Volatilitas dan tingginya harga minyak dunia berpengaruh
terhadap anggaran belanja baik di negara yang menerapkan subsidi atau negara
yang menerapkan pajak terhadap konsumsi BBM dalam negeri. Laporan
Pengembangan Sektor Perdagangan (2011) menyatakan harga BBM di Indonesia
merupakan salah satu
yang termurah di
Asia Pasifik karena masih
diberlakukannya kebijakan subsidi. Biaya subsidi pada tahun 2008 diproyeksi
mencapai U$ 25 milyar. Kanaikan harga minyak mentah dunia menyebabkan
kenaikan biaya subsidi pemerintah untuk produk – produk energi sebesar 81
persen, atau lebih dari U$ 4,4 milyar. Kenaikan harga minyak dunia pada sekitar
tahun 2007 – 2008 menyebabkan kenaikan defisit pemerintah pusat sedikitnya
sebesar dua pertiga dari 1,5 persen menjadi 2,15 persen dari PDB dan pada tahun
2008 pemerintah Indonesia terpaksa meninjau kembali program subsidi BBM.
Penelitian serupa juga diungkapkan oleh Shahidul Islam (2008) yang meneliti
subsidi di negara Bangladesh yang mampu memproduksi minyak hanya 10 persen
dari kebutuhan minyak sedangkan sisanya di peroleh dari pasar internasional.
Negara ini mengimpor 3,8 juta ton minyak per tahun termasuk 2,1 juta ton solar.
Bangladesh menerapkan sistem subsidi untuk minyak sehingga anggaran
keuangan negara ini sangat ditentukan oleh kenaikan minyak di pasar
internasional. Untuk membiayai subsidi minyak, pemerintah Bangladesh
meminjam dana dari bank-bank BUMN dan bank pembangunan untuk membiayai
58
Bangladesh Petroleum Corporation (BPC), biaya tersebut terdiri dari biaya impor
minyak dari pasar internasional dan mendistribusikannya di pasar domestik
dengan harga yang disubsidi. Ketika terjadi peningkatan tajam kenaikan harga
minyak maka akan membuat subsidi minyak meningkat dan dapat mengakibatkan
defisit fiskal negara hingga mencapai 4,8 persen dari PDB pada tahun 2008.
Hubungan antara kurs dollar dengan impor adalah sebagai berikut : Schryder
dan Gert Peersman (2012) menyatakan bahwa Apresiasi nilai tukar dolar AS
menyebabkan penurunan yang signifikan dalam permintaan minyak pada 65
negara – negara pengimpor minyak dalam artian bahwa apresiasi nilai tukar dolar
AS menyebabkan penurunan permintaan minyak di negara – negara yang tidak
menggunakan dolar AS sebagai alat untuk bertransaksi di negaranya.
Hubungan antara kurs dollar dengan subsidi BBM adalah : Zuhroh dan David
Kaluge (2007) menyatakan pengaruh kejutan nilai tukar terhadap perekonomian
Indonesia menjadi topik menarik sejak terjadi krisis nilai tukar rupiah pada tahun
1997
yang telah
menyebabkan
keseimbangan
internal
semakin
parah.
Melemahnya nilai tukar telah menyebabkan kenaikan yang tinggi pada harga
barang – barang yang mengandung komponen impor. Pada sisi fiskal, depresiasi
rupiah yang tajam telah mengakibatkan pengeluaran pemerintah meningkat. Hal
ini terkait dengan membengkaknya pengeluaran operasional yang terkait dengan
valuta asing, seperti pembayaran utang luar negeri serta subsidi untuk BBM.
Berdasarkan konsep yang telah diuraikan dapat dibuat kerangka konsep penelitian
seperti Gambar 3.2
59
Jumlah
Penduduk
(X1)
b1
Konsumsi
BBM Subsidi
(Y1)
e1
e3
Harga Minyak
Dunia (X2)
Subsidi Bahan
Bakar Minyak
BBM (Y3)
Impor Minyak
(Y2)
e2
Kurs Dolar
(X3)
Keterangan :
Hubungan satu arah
Hubungan dua arah (korelasi)
Gambar 3.2 Karangka Konsep Kajian terhadap faktor – faktor yang
mempengaruhi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Indonesia
3.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka dikemukakan
hipotesis sebagai berikut :
1)
Jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi BBM
melalui konsumsi BBM subsidi
2)
Konsumsi BBM subsidi berpengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi
BBM melalui impor minyak
60
3)
Harga minyak dunia dan kurs dolar berpengaruh terhadap subsidi BBM
melalui impor minyak
4)
Jumlah penduduk, konsumsi BBM subsidi, harga minyak dunia, kurs dolar
dan impor minyak berpengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi BBM
61
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
penelitian. Rancangan juga dapat digunakan peneliti sebagai petunjuk dalam
perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau
menjawab suatu pertanyaan penelitian. Suatu desain penelitian menyatakan baik
struktur masalah maupun rencana penyelidikan yang akan dipakai untuk
memperoleh bukti empiris mengenai hubungan – hubungan dalam masalah.
Dalam penelitian ini di pergunakan desain penelitian kuantitatif untuk
menganalisis variabel – variabel dalam penelitian.
Hipotesis dalam rancangan penelitian ini ditentukan variabel – variabel yang
dipergunakan dalam penelitian. Ada enam variabel yaitu jumlah penduduk,
konsumsi bahan bakar minyak (BBM), kurs dolar, impor minyak, harga minyak
dunia dan subsidi BBM. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan
pencatatan dari berbagai sumber data yang tersedia di Badan Pusat Statistik
(BPS), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia, U.S Energy
Information Administration (EIA), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM), Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Direktorat
Jenderal (Ditjen Migas), jurnal serta hasil penelitian sebelumnya yang terkait
dengan penelitian ini. Data subsidi bahan bakar minyak (BBM) diambil dari data
Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) maupun data pokok APBN
62
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, data konsumsi BBM di ambil dari
BPS dan Ditjen Migas, data harga minyak dunia diambil dari U.S Energy
Information Administration (EIA) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM), data kurs dolar di dapat dari laporan keuangan pemerintah pusat
(LKPP) dan Bank Indonesia yang merupakan realisasi dari APBN serta data
impor minyak dan jumlah penduduk diambil dari publikasi BPS setiap tahunnya.
Penelitian ini menggunakan analisis jalur untuk menghitung pengaruh
langsung dan tidak langsung antar variabel dengan menggunakan software SPSS
versi 21, hasilnya kemudian diinterpretasikan. Langkah terakhir dari penelitian ini
adalah dengan menyimpulkan hasil penelitian sesuai rumusan masalah dan
hipotesis yang diajukan serta memberikan saran yang relevan dengan penelitian
yang dilakukan. Rancangan penelitian dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Kajian Terhadap Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Indonesia
Rumusan Masalah
Hipotesis
Variabel penelitian :
Subsidi bahan bakar minyak (BBM), Jumlah penduduk, konsumsi BBM
subsidi, kurs dolar, harga minyak dunia, impor minyak
Pengumpulan Data :
- Bank Indonesia
- Kementerian Keuangan
- BPS
- ESDM, BPH Migas, Ditjen Migas
- U.S Energy Information Administration
- Jurnal, Buku
- Penelitian Sebelumnya
- Internet
Simpulan dan
saran
63 hasil
Interpretasi
dan pembahasan
Analisis Jalur dan Sobel
Test dengan SPSS 21
4.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini memakai ruang lingkup wilayah Indonesia. Dipilihnya
Indonesia sebagai ruang lingkup penelitian dengan alasan Indonesia masih belum
dapat terlepas dari subsidi BBM. BBM dipilih karena sejak dahulu subsidi bahan
bakar minyak menjadi permasalahan yang tiada hentinya dari tahun ke tahun dan
setiap tahun jumlah subsidi BBM yang dianggarkan dalam APBN selalu
mengalami peningkatan sehingga hal tersebut dapat membebani APBN.
4.3 Identifikasi Variabel
Seperti yang dipaparkan pada kerangka konseptual, studi ini memiliki 3
variabel yaitu variabel eksogen, variabel endogen, dan intervening variable atau
variabel antara, dengan klasifikasi sebagai berikut :
1)
Variabel eksogen :
1)
Pertumbuhan penduduk (X1)
2)
Harga minyak dunia (X2)
3)
Kurs dolar (X3)
2)
Variabel endogen yaitu subsidi bahan bakar minyak (BBM) (Y3)
3)
Variabel antara (Intervening variable)
1) Konsumsi BBM (Y1)
2) Impor minyak (Y2)
4.4 Definisi Operasional Variabel
1) Subsidi bahan bakar minyak (BBM) adalah besaran jumlah subsidi dalam hal
ini adalah realisasi subsidi BBM di dalam APBN setiap tahunnya, data
diambil dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) maupun data
64
pokok APBN Kementerian Keuangan Republik Indonesia setiap tahun pada
periode 1983-2012 dalam triliun rupiah.
2) Jumlah
penduduk
adalah
perubahan
jumlah
manusia
setiap
tahun
dibandingkan dengan waktu sebelumnya yang bertempat tinggal di Indonesia
serta tercatat secara sah berdasarkan peraturan yang berlaku. Data jumlah
penduduk diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) periode 1983-2012 dalam
juta jiwa.
3) Kurs dolar adalah perbandingan nilai atau nilai tukar mata uang Amerika
Serikat (US dolar) terhadap mata uang Indonesia (rupiah). Angka kurs dolar
diambil dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) setiap tahun
periode 1983 – 2012 dalam 1 USD / Rupiah.
4) Harga minyak dunia adalah harga komoditas minyak bahan bakar di pasar
internasional, data diambil dari U.S Energy Information Administration (EIA)
setiap tahun pada periode 1983 – 2012 dalam USD/barel.
5) Konsumsi BBM bersubsidi adalah jumlah konsumsi minyak subsidi dari setiap
kegiatan memanfaatkan dan menghabiskan bahan bakar minyak (BBM) yang
disubsidi oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan. Angka konsumsi BBM
di ambil dari data Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tahun pada periode tahun
1983 – 2012 dalam Juta Barel per Tahun.
6) Impor Minyak adalah banyaknya jumlah minyak yang di impor dari luar
negeri ke Indonesia untuk memenuhi kebutuhan konsumsi akan minyak di
dalam negeri, data diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tahunnya
pada periode tahun 1983 - 2012 dalam miliar US $ per tahun.
65
4.5 Jenis dan Sumber Data
1)
Jenis Data
Menurut Sugiyono (2003) jenis data di kelompokkan menjadi data
kuantitatif dan data kualitatif. Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data
kuantitatif dan kualitatif.
(1) Data Kuantitatif adalah data yang berbentuk angka, yaitu meliputi jumlah
subsidi bahan bakar minyak (BBM) Indonesia, Konsumsi BBM subsidi,
Kurs dolar, Impor minyak dan harga minyak dunia periode 1983 – 2012.
(2) Data Kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat,
skema, dan gambar contohnya tabel – tabel, diagram analisis jalur, skema
rancangan penelitian, penjelasan dari peneliti sebelumnya maupun
laporan serta publikasi.
2)
Sumber data
Riduan (2008) mengatakan jenis data yang dikumpulkan menurut sumber,
umumnya terdiri dari :
(1) Data primer adalah data yang dihimpun langsung oleh peneliti dan
diamati dari sumbernya serta memerlukan pengolahan lebih lanjut
terhadap data tersebut. Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari
wawancara mendalam kepada konsumen pengguna BBM bersubsidi
subsidi baik dari kalangan menengah ke atas maupun ke bawah.
(2) Data sekunder adalah data yang pengumpulan dan pengolahannya bukan
dari usaha sendiri, tetapi dilakukan oleh pihak perusahaan atau organisasi.
66
Dalam penyusunan tesis ini dilakukan serangkaian pencatatan guna
mendapatkan data yang diperlukan. Adapun data skunder yang digunakan berupa
subsidi bahan bakar minyak (BBM), jumlah penduduk, konsumsi BBM subsidi,
kurs dolar, impor minyak dan harga minyak dunia periode 1983 – 2012 yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Keuangan (Kemenkeu),
Bank Indonesia, U.S Energy Information Administration (EIA), Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas
Bumi (BPH Migas), Direktorat Jenderal (Ditjen Migas), jurnal serta hasil
penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini.
4.6 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1) Metode observasi non partisipan adalah dimana observer tidak ikut di
dalam kehidupan orang yang akan diobservasi, dan secara terpisah
berkedudukan selaku pengamat dan dalam hal ini observer hanya bertindak
sebagai penonton saja tanpa harus ikut terjun langsung ke lapangan.
2) Wawancara mendalam merupakan proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai, dengan
atau tanpa menggunakan pedoman (guide).
67
4.7 Teknik Analisis Data
4.7.1 Analisis Deskriptif
Penerapan statistik deskriptif dalam penelitian ini meliputi perhitungan, tabel,
gambar, rata – rata, rasio dan persentase yang dihitung menggunakan program
exel dan SPSS.
4.7.2 Analisis Jalur (Path Analysis)
Analisis jalur atau analisis lintasan merupakan perluasan dari analisis linier
berganda untuk menaksirkan hubungan kausalitas antar variabel. Pemilihan
analisis jalur dengan pertimbangan bahwa bentuk hubungan sebab akibat yang
muncul dalam studi ini merupakan model yang komplek, yaitu adanya variabel
yang berperan ganda, sebagai variabel independent pada suatu hubungan, namun
menjadi variabel dependen pada hubungan lain mengingat adanya hubungan
kausalitas yang berjenjang. Bentuk hubungan seperti ini membutuhkan alat
analisis yang mampu menjelaskan sistem secara simultan.
Menurut Solimun (2008) Langkah – langkah analisis jalur dapat dilihat pada
uraian berikut :
1)
Langkah pertama di dalam analisis jalur adalah merancang model
berdasarkan konsep dan teori sebagai berikut :
(1) Jumlah penduduk berpengaruh signifikan terhadap subsidi BBM melalui
konsumsi BBM subsidi
(2) Konsumsi BBM subsidi berpengaruh signifikan terhadap subsidi BBM
melalui impor minyak
68
(3) Harga minyak dunia dan kurs dolar berpengaruh signifikan terhadap
subsidi BBM melalui impor minyak
(4) Konsumsi BBM subsidi, harga minyak dunia, kurs dolar dan impor
minyak berpengaruh signifikan terhadap subsidi BBM
Hubungan antar variabel berdasarkan uraian tersebut dapat diilustrasikan seperti
Gambar 4.2
Jumlah
Penduduk
(X1)
b1
b1
Konsumsi
BBM subsidi
(Y1)
e1
Harga Minyak
Dunia (X2)
b5
e3
b4
b6
b2
b7
Impor Minyak
(Y2)
b8
b9
Subsidi Bahan
Bakar Minyak
BBM (Y3)
b3
e2
Kurs Dolar
(X3)
Keterangan :
Hubungan satu arah
Gambar 4.2 Diagram Jalur Variabel Penelitian Kajian Terhadap Faktor –
Faktor Yang Mempengaruhi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) di
Indonesia
69
Model tersebut juga dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sehingga
membentuk sistem persamaan. Sistem persamaan ini ada yang menamakan sistem
persamaan simultan atau juga ada yang menyebut model struktural. Persamaan
strukturalnya dapat disajikan seperti dibawah ini :
(1) Hubungan antara X1 terhadap Y1
Y1 = b1 X1 + e1……………………………………………………………………………………...…… (4.1)
Keterangan :
b1 adalah koefisien jalur X1 dengan Y1
X1 adalah jumlah penduduk
Y1 adalah konsumsi BBM subsidi
e1 adalah error 1
(2) Hubungan antara X2, X3, dan Y1 terhadap Y2
Y2 = b2 X2 + b3 X3 + b4 Y1 + e2………………………….………………………………………. (4.2)
Keterangan :
b2 adalah koefisien jalur X2 dengan Y2
b3 adalah koefisien jalur X3 dengan Y2
b4 adalah koefisien jalur Y1 dengan Y2
X2 adalah harga minyak dunia
X3 adalah kurs dolar
Y1 adalah konsumsi BBM subsidi
Y2 adalah Impor Minyak
e2 adalah error 2
(3) Hubungan antara X2, X3, Y1 dan Y2 terhadap Y3
Y3 = b5Y1 + b6 X1 + b7 X2 + b8Y2 +b9X3+ e3…………………………………………. (4.3)
Keterangan :
b5 adalah koefisien jalur Y1 dengan Y3
b6 adalah koefisien jalur X1 dengan Y3
b7 adalah koefisien jalur X2 dengan Y3
b8 adalah koefisien jalur Y2 dengan Y3
b9 adalah koefisien jalur X3 dengan Y3
Y1 adalah Konsumsi BBM subsidi
X1 adalah Jumlah penduduk
X2 adalah Harga minyak dunia
X3 adalah Kurs dolar
70
Y2 adalah Impor minyak
Y3 adalah subsidi BBM
e3 adalah error 3
2)
Kedua
Langkah kedua dari analisis jalur adalah pemeriksaan terhadap asumsi yang
melandasi. Prinsip – prinsip dasar yang sebaiknya dipenuhi dalam analisis
jalur sebagai berikut :
(1) Di dalam model analisis jalur, hubungan antar variabel adalah linier dan
aditif.
(2) Hanya model rekursif dapat dipertimbangkan, yaitu hanya sistem aliran
kausal ke satu arah, sedangkan pada model yang mengandung kausal
resiprokal tidak dapat dilakukan analisis jalur.
(3) Variabel endogen minimal dalam skala ukur interval
(4) Pengamatan diukur tanpa kesalahan (instrument pengukuran valid dan
reliabel ) artinya variabel yang diteliti dapat diobservasi secara langsung.
(5) Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar
berdasarkan teori – teori dan konsep – konsep yang relevan. Artinya
model teori yang dikaji atau diuji dibangun berdasarkan kerangka teoritis
tertentu yang mampu menjelaskan hubungan kausalitas antar variabel
yang diteliti.
3)
Ketiga
Langkah ke tiga di dalam analisis jalur adalah pendugaan parameter atau
koefisien path. Perhitungan koefisien pada gambar diagram jalur pada uraian
sebelumnya dijelaskan.
71
(1) Untuk anak panah bolak – balik
koefisiennya merupakan
koefisien korelasi
(2) Untuk anak panah satu arah digunakan perhitungan regresi variabel yang
distandarkan secara parsial pada tiap – tiap persamaan. Metode yang
digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS), yaitu metode kuadrat
terkecil biasa. Hal ini dapat dilakukan mengingat modelnya rekursif
(satu arah). Dari perhitungan ini diperoleh koefisien jalur pengaruh
langsung.
Di dalam analisis jalur di samping ada pengaruh langsung juga terdapat
pengaruh tidak langsung dan pengaruh total. Koefisien beta dinamakan koefisien
jalur merupakan pengaruh langsung, sedangkan pengaruh tidak langsung
dilakukan dengan mengalikan koefisien beta dari variabel yang dilalui. Pengaruh
total dihitung dengan menjumlahkan pengaruh langsung dan pengaruh tak
langsung. Berdasarkan Gambar 4.2 dapat dilakukan perhitungan pengaruh tidak
langsung, pengaruh langsung dan pengaruh total sebagai berikut :
(1)
Pengaruh langsung jumlah penduduk terhadap konsumsi BBM subsidi sama
dengan b1
(2)
Pengaruh langsung konsumsi BBM terhadap impor minyak sama dengan b4
(3)
Pengaruh langsung harga minyak dunia terhadap impor minyak sama
dengan b2
(4)
Pengaruh langsung kurs dolar terhadap impor minyak sama dengan b3
(5)
Pengaruh langsung konsumsi BBM subsidi terhadap subsidi BBM sama
dengan b5
72
(6)
Pengaruh langsung harga minyak dunia terhadap subsudi BBM sama dengan
b6
(7)
Pengaruh langsung kurs dolar terhadap subsidi BBM sama dengan b8
(8)
Pengaruh langsung impor minyak terhadap subsidi BBM sama dengan b7
(9)
Pengaruh tidak langsung jumlah penduduk terhadap subsidi BBM melalui
konsumsi BBM sama dengan b1 x b5
(10) Pengaruh tidak langsung konsumsi BBM subsidi terhadap subsidi BBM
melalui impor minyak sama dengan b4 x b7
(11) Pengaruh tidak langsung harga minyak dunia terhadap subsidi BBM melalui
impor minyak sama dengan b2 x b7
(12) Pengaruh tidak langsung kurs dolar terhadap subsidi BBM melalui impor
minyak sama dengan b3x b7
(13) Pengaruh Total variabel eksogen terhadap variabel endogen didapatkan
dengan menjumlahkan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung.
(14) Pendugaan parameter b1, b2, b3, b4, b5, b6, b7 dan b8 dilakukan dengan metode
Ordinary Least Square (OLS),
4)
Keempat
Langkah keempat di dalam analisis jalur adalah pemeriksaan validitas model.
Terdapat dua indikator validitas model di dalam analisis jalur yang menentukan
valid tidaknya suatu model, yaitu koefisien determinasi total dan theory triming.
(1) Koefisien Determinasi Total
Total keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model diukur dengan :
………………………………………………………………………..(4.4)
73
Dalam hal ini, interpretasi terhadap
sama dengan interpretasi
koefisien determinasi ( R2 ) pada analisis regresi
P yang merupakan standard error of estimate dari model regresi dihitung
dengan rumus :
P=
……………………………………………………….(4.5)
(2) Theory Triming
Berdasarkan Theory Triming, maka jalur – jalur yang nonsignifikan
dihilangkan sehingga diperoleh model yang didukung oleh data empiris,
kecuali untuk model tertentu yang didukung oleh konsep atau teori.
5)
Kelima
Langkah terakhir didalam analisis jalur adalah melakukan interpretasi hasil
analisis, yaitu menentukan jalur – jalur pengaruh yang signifikan dan
mengidentifikasi
jalur
yang
pengaruhnya
lebih
kuat,
yaitu
dengan
membandingkan besarnya koefisien jalur terstandar.
4.7.3 Uji Sobel (Sobel Test)
Di dalam penelitian ini terdapat variabel intervening yaitu konsumsi BBM dan
impor minyak. Ghozali (2009) suatu variabel disebut variabel intervening jika
variabel tersebut ikut mempengaruhi hubungan antara variabel independent
dengan variabel dependen. Pengujian hipotesis mediasi dapat dilakukan dengan
prosedur uji Sobel (Sobel Test). Uji sobel dilakukan dengan cara menguji
kekuatan pengaruh tidak langsung variabel independen (X) ke variabel dependen
(Y) melalui variabel intervening (M). Pengaruh tidak langsung X ke Y melalui M
dihitung dengan cara mengalikan jalur X– M (a) dengan jalur M – Y (b) atau ab.
74
Jadi koefisien ab = (c-c’) dimana c adalah pengaruh X terhadap Y tanpa
mengontrol M, sedangkan c’ adalah koefisien pengaruh X terhadap Y setelah
mengontrol M. Standard error koefisien a dan b ditulis dengan Sa dan Sb,
besarnya standard error pengaruh tidak langsung (indirect effect) Sab dihitung
dengan rumus dibawah ini:
Keterangan :
……………………………….………...(4.6)
Sab
= Standard error pengaruh tidak langsung
a
= Koefisien regresi dari variabel independent (X) terhadap variabel
moderator (M)
b
= Koefisien regresi dari variabel moderator (M) terhadap variabel
dependen (Y)
Sa
= Standard error dari a
Sb
= Standard error dari b
Untuk menguji signifikansi pengaruh tidak langsung, maka perlu dihitung nilai t
dari koefisien dengan rumus sebagai berikut:
……………………………………………………………………......(4.7)
Hasil nilai z hitung tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai z tabel, jika
nilai z hitung > nilai z tabel maka dapat disimpulkan terjadi pengaruh mediasi.
75
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Penerapan Kebijakan Subsidi Bahan Bakar Minyak di Indonesia
5.1.1 Subsidi BBM di Indonesia dan Beberapa Negara di Dunia
Bahan bakar minyak (BBM) adalah salah satu energi yang terbentuk dari
fosil di bawah perut bumi dan di abad moderen ini BBM dijadikan salah satu
kebutuhan primer yang sangat penting bagi penduduk dunia dan hampir seluruh
kebutuhan dunia tergantung pada sumber daya alam yang tidak terbarukan ini.
Arus teknologi yang semakin pesat dan mengalami kemajuan ternyata membuat
minyak untuk bahan bakar semakin dibutuhkan sebagai penggeraknya. Sebagian
pasokan bahan bakar digunakan untuk konsumsi industri, kebutuhan transportasi
dan rumah tangga. Mengingat diberbagai negara belum tentu ditemukan sumber
minyak sehingga eksplorasi dan eksploitasi dilakukan diseluruh belahan dunia
termasuk melakukan ekspansi ke negara – negara berkembang untuk mendapatkan
sumber minyak. Pesatnya pertumbuhan ekonomi, bertambahnya jumlah penduduk
dan pengembangan wilayah dari tahun ke tahun menjadikan kebutuhan dan
pemenuhan energi terutama bahan bakar minyak disemua sektor pengguna energi
secara dunia juga semakin besar.
Potensi kekayaan alam yang dimiliki oleh negara – negara penghasil minyak
membuat negara tersebut menerapkan kebijakan subsidi harga untuk energi
terutamanya adalah bahan bakar minyak. Subsidi BBM menjadi jalan keluar bagi
suatu negara untuk membantu masyarakatnya dalam menghadapi tekanan biaya
hidup sehari – hari. Kebanyakan negara yang menerapkan sistem subsidi untuk
76
minyak bumi adalah negara – negara berkembang yang memiliki jumlah
penduduk banyak dengan berbagai permasalahan hidup.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang cukup kaya akan
cadangan minyak bumi dan masih menerapkan subsidi BBM untuk rakyatnya.
Sesuai dengan rumusan konstitusi negara yang tertuang dalam UUD 1945 pasal
33 ayat 2 dan 3 bahwa kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia harus
dikelola dengan sebaiknya agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.
Dahulu Indonesia memang kaya akan sumber minyak bumi. Booming minyak
terjadi pada saat kepemerintahan presiden Soeharto yaitu sekitar tahun 1976,
sehingga pemerintahan orde baru menerapkan kebijakan subsidi untuk BBM
dengan tujuan agar masyarakat bawah dapat menikmati rejeki atas melimpahnya
minyak bumi. Adapun negara-negara yang menerapkan sistem subsidi untuk
bahan bakar minyak dapat dilihat pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1
Grafik Negara Di Dunia Yang Menerapkan Sistem Subsidi BBM
Tahun 2012 (dalam miliar Dolar AS)
Sumber data: U.S Energy Information Administration (EIA) (data diolah), 2012
77
Dari Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa selain Indonesia masih terdapat
beberapa negara yang memberikan subsidi minyak kepada rakyatnya.
Dari
beberapa negara tersebut, Indonesia berada di ranking ke sembilan dalam besaran
pemberian subsidi minyak pada tahun 2012 yaitu sebesar 15.9 miliar USD setelah
negara Uni Emirat Arab. Dari grafik tersebut menggambarkan kebanyakan negara
– negara berkembang dan kaya sumber minyak masih menerapkan sistem subsidi
BBM. Berbeda hal nya dengan negara maju seperti Amerika, Eropa, dan Jepang
tidak memberikan subsidi, bahkan mereka menerapkan pajak yang sangat tinggi
untuk bahan bakar, dimana pajak BBM di negara maju bisa mencapai lebih dari
100 persen dari harga keekonomian minyak tersebut sehingga di negara maju
pendapatan yang sangat besar diperoleh dari pajak bahan bakar minyak.
5.1.2 Ketergantungan Indonesia sebagai Negara impor minyak
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, namun
hingga kini Indonesia masih saja melakukan impor sumber daya alam dari negara
lain. Sebagai negara berkembang, Indonesia belum mampu mengolah minyak
mentah secara mandiri. Hingga akhirnya impor minyak adalah salah satu langkah
yang dinilai tepat oleh negara untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri.
Impor minyak merupakan salah satu impor yang membuat neraca perdagangan
Indonesia mengalami tekanan dan defisit. Hal tersebut disebabkan oleh
kemudahan dalam mendapatkan alat transportasi dan kemajuan ekonomi membuat
pertumbuhan kebutuhan konsumsi BBM nasional terus meningkat melampaui
produksi BBM, hal itu menyebabkan volume impor minyak mentah maupun
BBM terus membesar sehingga dapat menimbulkan ancaman fiskal yang terkait
78
dengan pemberian subsidi minyak. Produksi dan konsumsi minyak Indonesia
tahun 1965 – 2012 (dalam juta barel per hari) ditunjukkan seperti Gambar 5.2.
Gambar 5.2
Grafik Produksi dan Konsumsi Minyak Indonesia
Tahun 1965-2012 (dalam juta barel per hari)
bph
Konsumsi
Produksi
Sumber data: Statistik Indonesia (BPS) (data diolah), 2012
Pada Gambar 5.2 terlihat bahwa produksi minyak bumi di Indonesia pada
awal era booming minyak mengalami peningkatan dan pada saat itu Indonesia
masih mampu untuk memenuhi kebutuhan minyak di dalam negeri bahkan
penerimaan negara yang terbesar berasal dari sektor migas karena adanya ekspor
minyak yang lebih banyak ke luar negeri. Tetapi kondisi sekitar tahun 2000
menggambarkan tingkat produksi minyak mulai mengalami trend penurunan
dimana tingkat produksi mencapai 1,4 juta barel per hari (bph), disaat bersamaan
tingkat konsumsi BBM nasional meningkat terus hingga produksi minyak dalam
negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi domestik dan pada tahun
2003 indonesia telah menjadi importir minyak.
79
5.1.3 Kebijakan Harga BBM Bersubsidi dari Pemerintahan Orde Baru
sampai Era Reformasi
Persoalan ekonomi Indonesia dimulai dari pemerintahan orde baru dengan
diberikannya subsidi. Kebijakan subsidi BBM merupakan warisan dari
pemerintahan orde baru dan bahkan pada masa itu perekonomian orde baru
memang menonjolkan subsidi BBM. Pada masa orde baru subsidi diberikan
secara besar-besaran dan salah satu sumber dana yang dijadikan untuk membiayai
subsidi tersebut berasal dari utang. Adanya subsidi tersebut membuat harga
minyak di Indonesia lebih murah dari harga keekonomiannya. Perkembangan
harga BBM bersubsidi Indonesia tahun 1991 – 2013 ditunjukkan Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Perkembangan Harga BBM Bersubsidi Indonesia
Tahun 1991-2015 (Dalam Ribu Rupiah)
Bensin Premium
Bulan / Tahun
Harga
(Rp/
liter)
Kenaikan
(%)
Minyak Tanah
Harga
(Rp/
liter)
Kenaikan
(%)
200
Minyak Solar
Harga
(Rp/
liter)
Kenaikan
(%)
300
Pemerintahan dibawah
Kepemimpinan
Presiden
Tahun 1991
550
8 Januari 1993
5 Mei 1998
15 Mei 1998
700
1,200
1,000
27.28%
71.43%
-16.67%
280
350
280
40%
25%
-20.00%
380
600
550
26.67%
57.90%
-8.33%
Soeharto
Soeharto
Soeharto
1 Oktober 2000
1,150
15.00%
350
25.00%
600
9.10%
Abdurrahman Wahid
16 Juni 2001
17 Januari 2001
1,450
1,550
26.09%
6.90%
400
600
14.28%
50.00%
900
1,150
50.00%
27.78%
Abdurrahman Wahid
Megawati Soekarno. P
2 Januari 2003
1 Maret 2005
1 Oktober 2005
24 Mei 2008
1 Desember 2008
15 Desember 2008
15 Januari 2009
22 Juni 2013
18 Nov. 2014
1 Januari 2015
1,810
2,400
4,500
6,000
5,500
5,000
4,500
6,500
8,500
7,600
16.77%
32.60%
87.50%
33.30%
-8.33%
-9.10%
-10%
44.45%
30.76%
-10,58 %
700
2,200
2,000
2,500
2,500
2,500
2,500
2,500
2,500
2,500
16.67%
214.30%
-9.10%
25%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
1,890
2,100
4,300
5,500
5,500
4,800
4,500
5,500
7,500
7,250
64.35%
11.11%
104.80%
27.90%
0%
-12.70%
-6.25%
22.23%
36.36 %
-3,33 %
Megawati Soekarno. P
Susilo Bambang. Y
Susilo Bambang. Y
Susilo Bambang. Y
Susilo Bambang. Y
Susilo Bambang. Y
Susilo Bambang. Y
Susilo Bambang. Y
Joko Widodo
Joko Widodo
Sumber data: Kementerian ESDM (data diolah), 2015
80
Soeharto
Pada Tabel 5.1 dapat dilihat Tahun 1998 pada masa pemerintahan Presiden
Soeharto terjadi peningkatan harga minyak dalam negeri akibat krisis moneter
yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan memuncak pada tahun 1998,
Pemerintah pada tanggal 5 Mei 1998 memutuskan untuk menaikkan harga BBM
sehingga harga bensin premium menjadi Rp 1.200/liter, harga minyak tanah Rp
350/liter dan harga minyak solar Rp 600/liter. Tetapi pada pertengahan tahun 1998
terjadi penurunan harga premium, minyak tanah dan minyak solar masing –
masing 16.67 persen, 20 persen dan 8.33 persen penurunan disebabkan oleh aksi
demo oleh mahasiswa yang menuntut Presiden Soeharto mencabut Keppres 69
Tahun 1998 tentang kenaikan BBM, dan lalu menerbitkan Keppres 78 Tahun
1998 untuk menurunkan kembali harga minyak tersebut. (Kementerian Sekretariat
Negara Republik Indonesia, 2012).
Pada masa pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid tercatat dua kali
kenaikan harga BBM bersubsidi yaitu pada tanggal 1 Oktober 2000 dan 16 Juni
2001 hal ini disebabkan oleh harga minyak mentah mengalami kenaikan mencapai
USD 20,26 /barrel dibanding harga minyak tahun 1998 sebesar USD 10,40/
barrel, sementara itu nilai tukar rupiah tahun 2000 mencapai Rp. 9.585/USD Pada
pertengahan tahun 2001 harga minyak mentah naik menjadi USD 25,95/barrel dan
nilai tukar rupiah mencapai Rp. 9.400/USD sehingga pemerintah memutuskan
untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Masa pemerintahan Presiden Megawati
Soekarnoputri tercatat kembali dua kali kenaikan harga BBM yaitu pada tanggal
17 Januari 2002 dan tanggal 2 Januari 2003. Harga rata – rata minyak mentah
tahun 2002 mencapai USD 26.15 / barrel dibanding harga minyak tahun 2001 dan
81
nilai tukar rupiah sebesar Rp. 9.655/USD sedangkan Harga rata – rata minyak
mentah tahun 2003 mencapai USD 30.99 / barrel dibanding harga minyak tahun
2002 dan nilai tukar rupiah sebesar Rp. 8.465/USD.
Kebijakan serupa dilakukan oleh Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono,
harga bensin kembali diturunkan Rp 500 di awal Desember 2008 setelah kenaikan
Rp 1.500 di bulan Mei 2008 dan menurunkannya kembali sebanyak 2 kali,
masing-masing Rp 500 pada tahun 2008. Sebelumnya, pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono telah menaikkan harga BBM pada 1 Oktober 2005 yaitu
dari Rp 2.400 menjadi Rp 4.500 serta solar dari Rp 2.100 menjadi Rp 4.300,
kenaikan kembali terjadi pada 24 Mei 2008 saat krisis global melanda Indonesia.
Naiknya harga minyak dunia dan terdepresiasinya rupiah membuat pemerintah
tidak dapat menjual BBM kepada masayarakat dengan harga yang sama dengan
harga sebelumnya, karena hal itu dapat menyebabkan pengeluaran APBN untuk
subsidi minyak menjadi lebih tinggi dan menimbulkan defisit APBN. Sesuai
dengan Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 12 Ayat ayat 3 dan PP
Nomor 23 Tahun 2003 Pemerintah melakukan penyesuaian anggaran untuk
mencegah defisit melebihi 3 persen dari PDB, maka pemerintah mengambil
langkah untuk menaikkan harga BBM pada tanggal 22 Juni tahun 2013 sesuai
pengumuman nomor : 07 Pm/12/MEM/2013 tahun 2013.
Pada pemerintahan baru dengan terpilihnya presiden Bapak Joko Widodo
kenaikan harga minyak subsidi kembali mengalami peningkatan. Padahal pada
bulan november tersebut harga minyak dunia mengalami trend penurunan tetapi
dengan alasan efisiensi untuk mengalihkan subsidi minyak menjadi subsidi yang
82
lebih produktif seperti perbaikan dalam infrastruktur dan meningkatkan subsidi
bagi petani menjadikan harga minyak yang disubsidi dinaikkan masing – masing
sebesar Rp. 2000 untuk premium dan solar pada 18 November Tahun 2014.
5.1.4 Belanja Subsidi BBM Dibandingkan Dengan Belanja Pemerintah
Pusat Lainnya.
Belanja pemerintah pusat merupakan belanja yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pembangunan antara lain : belanja pegawai, belanja barang,
belanja modal, pembiayaan bunga utang, subsidi energi dan non energi, belanja
hibah, belanja sosial dan belanja lainnya. Belanja subsidi dialokasikan dalam
rangka meringankan beban masyarakat untuk memperoleh kebutuhan dasar dan
menjaga
agar
produsen
mampu
menghasilkan
produk.
Subsidi
energi
menunjukkan beban fiskal yang signifikan bagi pemerintah Indonesia dan terus
membentuk komponen tunggal terbesar dari pengeluaran negara. Realisasi belanja
pemerintah tahun 2005 – 2013 ditunjukkan seperti Gambar 5.3.
Gambar 5.3 Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Tahun 2005-2013
(dalam Triliun Rupiah)
Sumber data: Kementerian Keuangan (data diolah), 2013
83
Dari Gambar 5.3 pengeluaran pemerintah pusat berdasarkan klasifikasi
belanja, porsi terbesar pengeluaran pemerintah dari tahun ke tahun di dominasi
oleh belanja subsidi energi dimana lonjakan terjadi pada tahun 2008 sejumlah
Rp.223.013 dengan proporsi belanja subsidi BBM sebesar Rp. 139.106 Triliun
rupiah dan subsidi listrik sebesar Rp. 83.906 Triliun lonjakan terjadi disebabkan
oleh krisis global yang berdampak bagi perekonomian Indonesia, kemudian
subsidi energi mengalami menurun sangat tajam di tahun 2009 sebesar Rp.
94.585,9 Triliun dimana besaran subsidi BBM mencapai Rp. 45.039 Triliun dan
subsidi listrik sebesar Rp. 49.546,5 Triliun, untuk tahun tahun berikutnya realisasi
subsidi selalu mengalami kenaikan karena meningkatnya konsumsi masyarakat.
Proporsi belanja terbesar kedua adalah belanja pegawai sedangkan belanja yang
paling rendah adalah belanja bantuan sosial (Laporan Bank Indonesia, 2013)
5.1.5 Konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia
Menurut Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik
Indonesia (ESDM) Nomor 18 Tahun 2013 tentang harga jual eceran jenis bahan
bakar minyak tertentu untuk konsumen pengguna tertentu dalam negeri
menyebutkan terdapat tiga jenis BBM yang disubsidi yaitu jenis bensin premium,
kerosene atau minyak tanah dan minyak solar. PT. Pertamina sebagai perusahaan
pemerintah yang di percaya untuk pendistribusian minyak yang bersubsidi ke
masyarakat mempunyai kewajiban yang harus ditaati demi kesejahteraan rakyat,
dalam artian Pertamina memberikan kesediaan dan kelancaran BBM jenis minyak
tanah, bensin premium, dan minyak solar untuk keperluan rumah tangga, usaha
kecil, perikanan dan transportasi. Pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa masyarakat
84
Indonesia dari tahun 2006 sampai 2012 cenderung lebih banyak mengkonsumsi
BBM bersubsidi jenis premium yaitu sebesar 54,50 persen. Premium merupakan
bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan bermotor bermesin bensin seperti
mobil dan sepeda motor.
Semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan
mobilitas penduduk maka semakin meningkat pula penggunaan premium sebagai
bahan bakar penggerak transportasi sedangkan jenis BBM berupa minyak tanah
dari tahun ke tahun mulai mengalami penurunan seiring dengan konversi minyak
tanah ke LPG tahun 2007. Jenis bahan bakar minyak (BBM) yang disubsidi
pemerintah Indonesia tahun 2006-2012 seperti Tabel 5.2.
Tabel 5.2
Jenis Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) Yang Di Subsidi
Pemerintah Indonesia Tahun 2006 - 2012 (dalam Juta Kiloliter)
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Total
Persentase
Jenis BBM
Premium
Solar
Minyak Tanah
16.867.876
17.945.765
19.579.870
21.278.908
22.913.986
25.586.876
28.278.781
152.452.062
54.50
10.727.455
10.923.452
11.824.345
12.130.892
13.240.567
14.534.560
15.623.435
89.004.706
31.82
10.350.567
9.934.560
7.923.564
4.734.560
2.334.568
1.745.678
1.234.593
38.258.090
13.67
Sumber: Ditjen Migas, 2012
Pesatnya pertumbuhan ekonomi selalu didukung oleh ketersediaan energi
terutama bahan bakar minyak. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menandakan
cerminan masyarakat suatu negara menjadi lebih maju dan tingkat pendapatan
masyarakatnya yang meningkat. Hal tersebut akan membuat masyarakat menjadi
85
lebih konsumtif terhadap benda-benda yang mewah salah satunya adalah
meningkatnya penjualan kendaraan. Mobilitas masyarakat yang tinggi dari tempat
tinggal ke tempat beraktivitas dapat berakibat pada meningkatnya kendaraan yang
akan berlalu lalang di jalanan sehingga penggunaan BBM bersubsidi juga akan
mengalami peningkatan. Jenis kendaraan transportasi darat pengguna BBM
bersubsidi tahun 2005 sampai tahun 2012 ditunjukkan seperti Tabel 5.3
Tabel 5.3
Transportasi Darat Pengguna BBM Bersubsidi
Tahun 2005 – 2012 (dalam Unit)
Tahun
Jenis Kendaraan (unit)
Mobil
Bis
Truk
2005
5.076.230 1.110.255 2.875.116
2006
6.035.291 1.350.047 3.398.956
2007
6.877.229 1.736.087 4.234.236
2008
7.489.852 2.059.187 4.452.343
2009
7.910.407 2.160.973 4.552.343
2010
8.891.041 2.250.109 4.687.789
2011
9.548.866 2.254.406 4.958.738
2012
10.432.259 2.273.821 5.286.061
Total
62.261.175 15.194.885 34.445.582
Persentase
11.94
2.92
6.61
Sumber : Badan Pusat Statistik (data diolah), 2012
Sepeda Motor
28.531.831
32.528.758
41.955.128
47.683.681
52.767.093
61.078.188
68.839.341
76.381.183
409.765.203
78.55
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa transportasi darat yang menggunakan BBM
bersubsidi paling banyak pada tahun 2005 sampai 2012 adalah pada kendaraan
sepeda motor sebanyak 78,55 persen, mobil sebesar 11,94 persen, truk sebanyak
6,61 persen, dan bis sebanyak 2,92. Kebanyakan pada jenis kendaraan yang
disebutkan diatas menggunakan jenis bahan bakar baik premium maupun solar
yang merupakan salah satu minyak yang disubsidi oleh pemerintah.
86
5.2 Deskripsi Data Hasil Penelitian
5.2.1 Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Di Indonesia
Pada hakikatnya subsidi merupakan instrument fiskal yang bertujuan untuk
memastikan terlaksananya peran negara dalam aktivitas ekonomi guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata. Dalam satu
dekade terakhir, porsi subsidi BBM selalu lebih dari 50 persen terhadap total
subsidi yang diberikan oleh pemerintah. Subsidi BBM kian besar pada terjadi
penurunan lifting minyak domestik dan sisi permintaan terus naik seiring dengan
naiknya pertumbuhan konsumsi BBM terutama oleh kendaraan bermotor.
Perkembangan realisasi subsidi BBM di Indonesia pada tahun 1983 – 2012
ditunjukkan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4
Perkembangan Realisasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM)
Di Indonesia Tahun 1983 – 2012 (dalam Triliun)
Tahun
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
Subsidi
BBM
700
607
850
550
602
582
907
815
930
1,692
1,280
1,687
1,145
1,416
9,814
Tahun
Subsidi BBM
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
28,607
40,923
53,810
68,381
31,162
30,038
69,025
95,599
64,212
83,792
139,107
45,039
82,351
165,161
137,379
Sumber : Bank Indonesia (Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia), 2012
87
Pada Tabel 5.4 terlihat bahwa realisasi subsidi BBM mengalami peningkatan
yang sangat tajam yang terjadi pada tahun 1997 kemudian terus meningkat di
tahun 1998 dan tahun – tahun berikutnya. Hal in disebabkan oleh krisis moneter
pada pertengahan tahun 1997 di Thailand dan mencapai puncaknya pada tahun
1998 yang melanda negara – negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk
Indonesia. Ketika krisis melanda Thailand, nilai bath terhadap dolar mengalami
depresiasi dan menyebabkan nilai dolar menguat. Penguatan nilai tukar dolar
berimbas ke rupiah. Sekitar bulan Juli 1997, di Indonesia terjadi depresiasi nilai
tukar rupiah, nilai rupiah terus terdepresiasi. Di bulan Agustus 1997 nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat melemah dan sejak saat itu posisi mata
uang Indonesia mulai tidak stabil. Pada tahun 2008 subsidi BBM meningkat lagi
hal ini disebabkan oleh krisis ke dua yang melanda Indonesia yaitu gejolak krisis
keuangan global yang berasal dari Amerika Serikat pada tahun 2007 mulai
dirasakan dampaknya di seluruh dunia, termasuk negara berkembang tidak
terkecuali Indonesia pada tahun 2008.
5.2.2 Perkembangan Konsumsi BBM Bersubsidi Indonesia
Menurut jenis energi konsumsi energi BBM merupakan konsumsi energi
tertinggi yang diikuti oleh biomas, gas, listrik dan batubara (Kementerian ESDM,
2009). Peningkatan kebutuhan bahan bakar minyak ini, salah satunya disebabkan
oleh pertumbuhan ekonomi yang di iringi oleh adanya perkembangan industri
yang semakin pesat. Meskipun saat ini sumber daya alam sebagai sumber untuk
memperoleh bahan bakar minyak semakin hari semakin mengalami kelangkaan,
bahan bakar minyak ini akan tetap mengalami peningkatan kebutuhan setiap
88
tahunnya. Perkembangan konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia Tahun 1983 –
2012 ditunjukkan oleh Tabel 5.5.
Tabel 5.5
Perkembangan Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi
Di Indonesia Tahun 1983 – 2012 (dalam juta barel per tahun)
Tahun
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
Konsumsi
BBM
5,813
3,105
5,535
4,725
5,523
4,435
10,145
13,435
24,185
66,054
45,430
82,510
29,300
84,120
91,495
Tahun
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2012
Konsumsi
BBM
283,610
557,700
888,360
996,390
425,370
296,465
547,125
949,315
888,365
528,145
656,205
435,300
2375,960
4359,900
2398,225
Berdasarkan Tabel 5.5 bahwa konsumsi BBM mulai mengalami peningakatan
pada
tahun
1998.
Pertumbuhan
kendaraan
yang
semakin
meningkat
mengakibatkan pengunaan BBM bersubsidi pada sektor transportasi juga akan
mengalami peningkatan. Pada tahun 1998 pertumbuhan kendaraan mengalami
peningkatan sebesar 45 persen dari tahun sebelumya. Kondisi konsumsi BBM
bersubsidi pada tahun 2007 mengalami penurunan ini disebabkan oleh karena
waktu itu pemerintah melakukan program konversi minyak tanah ke LPG
sehingga hal tersebut membuat pengguna bahan bakar minyak terutama minyak
tanah mengalami penurunan sedangkan pada tahun 2008 terjadi penurunan
89
konsumsi BBM bersubsidi terkait dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga
BBM bersubsidi di dalam negeri sehingga permintaan minyak terjadi penurunan.
5.2.3 Jumlah Penduduk
Terdapat hubungan erat antara manusia dan energi. Meningkatnya aktifitas
manusia dan besarnya tuntutan untuk mendapatkan kepraktisan dan kenyamanan
hidup berakibat pada meningkatnya konsumsi energy terutama bahan bakar
minyak. Subsidi bahan bakar minyak merupakan salah satu bentuk perhatian
pemerintah kepada rakyatnya. Secara umum terjadinya peningkatan kebutuhan
bahan bakar minyak mempunyai keterkaitan erat dengan semakin berkembangnya
kegiatan ekonomi dan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Perkembangan
jumlah penduduk Indonesia tahun 1983 – 2012 ditunjukkan pada Tabel 5.6
Tabel 5.6
Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia
Tahun 1983 – 2012 (dalam juta jiwa)
Tahun
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
Jumlah
Penduduk
158,083,573
161,580,865
165,154,785
167,881,346
170,654,786
173,472,567
176,336,980
179,378,946
182,222,698
185,254,289
188,359,108
191,523,808
194,754,808
197,353,900
199,445,007
Tahun
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2012
90
Jumlah
Penduduk
201,559,567
203,625,457
206,264,595
207,995,368
212,003,475
215,276,685
217,854,235
219,205,367
222,192,347
225,642,125
228,523,436
231,369,563
237,641,326
244,775,796
257,516,167
Pada Tabel 5.6 terlihat bahwa jumlah penduduk dalam kurun waktu tahun
1983-2012 terus mengalami peningkatan dan lebih dari setengah jumlah penduduk
Indonesia bermukim di Pulau Jawa. Pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 2000
hingga 2012 tersebut jumlah penduduk Indonesia telah mengalami peningkatan
kurang lebih 15 persen yaitu sekitar 30 juta jiwa lebih. Dengan jumlah penduduk
yang selalu meningkat tersebut, maka diperkirakan permintaan terhadap
kendaraan bermotor pun juga akan meningkat ditambah lagi dengan pertumbuhan
ekonomi yang semakin tinggi sehingga keberadaan kendaraan sangat penting bagi
masyarakat, efektif dan efisien dari setiap kegiatan mobilitas masyarakat.
5.2.4 Harga Minyak Dunia
Fluktuasi harga minyak dunia seringkali mempengaruhi kinerja sektor
industri pengolahan dan kondisi makroekonomi Indonesia. Kenaikan harga
minyak dunia merupakan salah satu fenomena yang pada beberapa tahun terakhir
ini sangat menghawatirkan bagi bangsa Indonesia. Hal ini tidak lepas dari
besarnya ketergantungan Indonesia terhadap sumber energi yang bersifat tidak
terbarukan ini dapat mempengaruhi kondisi anggaran subsidi BBM dalam APBN.
Di dalam negeri kenaikan harga minyak dunia direspon oleh pemerintah dengan
menaikkan harga BBM. Peningkatan harga BBM tersebut menjadi ganjalan yang
sangat serius bagi pemulihan perekonomian nasional dan pertumbuhan ekonomi
sektoral, khususnya sektor industri.
Kebutuhan energi untuk memutar roda perekonomian semakin tinggi dan
dalam proses produksinya banyak menggunakan minyak sebagai bahan bakar.
Tingkat kapasitas kilang di beberapa negara dan menurunnya persediaan minyak
91
juga berpengaruh terhadap posisi harga minyak yang terus meningkat.
Perkembangan harga minyak dunia tahun 1983 – 2012 ditunjukkan pada Tabel 5.7
Tabel 5.7
Perkembangan Harga Minyak Dunia
Tahun 1983 – 2012 (dalam USD/Barel)
Tahun
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
Harga Minyak
Dunia
23.66
29.44
27.89
26.05
19.15
18.96
20.58
24.50
21.50
20.58
18.48
17.19
28.40
22.03
20.61
Tahun
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Harga Minyak
Dunia
10.40
19.30
20.26
25.95
26.15
30.99
41.47
56.70
66.25
72.41
99.75
62.09
79.61
95.11
94.15
Sumber : U.S Energy Information Administration (EIA), 2012
Dalam beberapa tahun terakhir ini harga minyak dunia terus mengalami
pergerakan yang fluktuatif. Hal ini tidak lepas karena adanya krisis finansial
global yang terjadi pada tahun 2008 sehingga mempengaruhi tingkat harga
minyak dunia. Pentingnya minyak bumi sebagai input produksi menyebabkan
fluktuasi harga minyak bumi sangat sensitive terhadap kondisi perekonomian
Indonesia. Pada Tabel 5.7 menunjukkan bahwa gejolak harga minyak dunia sudah
terlihat sejak tahun 2003. Pada tahun 2003 harga minyak dunia menyentuh angka
30.99 US per barrel dan pada tahun berikutnya harga terus naik seiring dengan
menurunnya kapasitas cadangan. Pada pertengahan 2008, harga minyak dunia
92
sudah menyentuh angka 99.75 USD per barrel ini merupakan harga minyak dunia
tertinggi yang pernah terjadi sepanjang sejarah.
5.2.5 Kurs Dolar
Fluktuasi nilai tukar dolar Amerika terhadap Rupiah Indonesia dianggap
sebagai
salah
satu penyebab terjadinya krisis ekonomi
di
Indonesia.
Ketidakstabilan nilai tukar ini mempengaruhi kebijakan subsidi BBM di
Indonesia. Indonesia yang merupakan negara yang masih mengimpor minyak dari
luar mengalami dampak dari ketidakstabilan kurs ini, yang dapat dilihat dari
melonjaknya realisasi subsidi BBM setiap tahun. Perkembangan kurs dolar
periode tahun 1983 – 2012 seperti Tabel 5.8.
Tabel 5.8
Perkembangan Kurs Dolar Periode
Tahun 1983 – 2012 (dalam ribu rupiah)
Tahun
Kurs Dolar
1983
700
1984
758
1985
890
1986
1,110
1987
1,641
1988
1,650
1989
2,795
1990
1,901
1991
1,992
1992
2,015
1993
2,110
1994
2,200
1995
2,308
1996
2,383
1997
8,325
Sumber : LKPP Bank Indonesia,
93
Tahun
Kurs Dolar
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2012
10,350
8,685
9,585
9,400
9,655
8,465
9,018
9,830
9,020
9,419
10,950
9,400
9,991
8,779
9,380
Pada Tabel 5.8 dapat dilihat bahwa pada tahun 1990 nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika Serikat adalah sebesar Rp. 1,901 per dollar AS,
kemudian melemah sebesar 91 point atau berada pada level Rp.1,992 per dollar
AS. Hal senada juga terjadi pada tahun 1992 yang melemah berada pada level Rp.
2,015 per dollar AS. Meningktnya ekspor dan perdagangan luar negeri
menyebabkan kurs atau nilai tukar rupiah terhadap dollar pada tahun 1993
menguat 8.58 persen atau 198 point pada level Rp. 2,110 per dollar AS namun,
menguatnya rupiah terhadap dollar AS tidak dapat dipertahankan di tahun 1994,
1995, dan 1996 yaitu melemah pada level Rp. 2,200 di tahun 1994, Rp. 2,308 di
tahun 1995 dan Rp. 2,383 di tahun 1996 per dollar AS. Melemahnya nilai tukar
rupiah pada tiga tahun ini disebabkan kurangnya persediaan uang dollar di
Indonesia sedangkan permintaan akan dollar terus meningkat. Selain itu,
meningkatnya nilai impor juga berpotensi mempengaruhi nilai tukar rupiah
terhadap dollar pada tiga tahun terakhir tersebut.
5.2.6 Impor Minyak
Indonesia merupakan Negara penghasil minyak, banyak sumber – sumber
minyak yang dimiliki. Peranan minyak dilihat dari kepentingan perekonomian
Indonesia masih tetap besar. Walaupun pada saatnya Indonesia akan terpaksa
menjadi negara net importir minyak karena jumlah hasil produksi minyak mentah
Indonesia lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kebutuhannya. Defisit neraca
perdagangan bagi Indonesia merupakan dampak dari tingginya impor minyak
yang dilakukan oleh pemerintah. Perkembangan impor minyak Indonesia
ditunjukkan pada Tabel 5.9.
94
Tabel 5.9
Perkembangan Impor Minyak Indonesia
Tahun 1983 – 2012 (miliar USD)
Tahun
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
Impor
Minyak
1,144.8
2,696.8
3,275.6
1,086.4
1,067.9
2,909.0
1,195.2
1,920.4
2,310.3
6,115.0
12,170.6
12,367.4
12,910.8
15,595.5
19,924.1
Tahun
Impor Minyak
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
10,653.7
13,681.1
16,019.5
15,471.8
26,525.8
17,610.9
28,732.2
27,457.7
18,962.9
20,553.0
11,932.8
18,980.7
27,412.7
40,701.5
42,564.2
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2012
Berdasarkan Tabel 5.9 perkembangan nilai impor minyak Indonesia pada
tahun 1993 mulai mengalami lonjakan sebesar 12,170.6 miliar USD atau naik
sebesar 99,03 persen dari tahun 1992 dan terus mengalami kenaikan pada tahun
berikutnya. Pada tahun 1998 impor minyak penurunan sebesar 10,653.7 miliar
USD atau sebesar 46 persen penyebab penurunan impor tersebut adalah
terdepresianya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada saat krisis.
5.3 Validitas Model
Terdapat dua indikator validitas model di dalam analisis jalur, yaitu koefisien
determinasi total dan theory trimming. Berdasarkan hasil regresi pada lampiran
1,2,3 dan 4 validitas model dapat diuji sebagai berikut :
95
1) Koefisien Determinasi Total
Total keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model diukur dengan
koefisien determinasi total R2
gabungan
= 1 – (P1)2 (P2)2 (P3)2, dimana P
merupakan standard error of estimate dari model regresi, dihitung dengan
rumus :
P=
Besarnya nilai masing – masing P sesuai dengan rumus diatas adalah sebagai
berikut : P1 = 0,652
P2 = 0,307
P3 = 0,205
R2 gabungan = 1 – (P1)2 (P2)2 (P3)2
= 1 – (0,652)2 (0,307)2 (0,205)2
= 1 – 0,0017 = 0,998
Koefisien determinasi total sebesar 0,998 dapat disimpulkan bahwa model
sangat valid. Keberagaman atau variasi data yang dapat dijelaskan oleh model
adalah 99,8 persen dijelaskan oleh model
yang meliputi variabel jumlah
penduduk, harga minyak dunia, kurs dolar, konsumsi BBM subsidi, dan impor
minyak sedangkan sisanya 0,2 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar
model.
2) Theory Triming
Uji validasi koefisien jalur pada setiap jalur untuk pengaruh langsung
dilakukan dengan pengujian koefisien regresi variabel yang dibakukan secara
parsial. Dalam penelitian ini Theory Triming tidak diberlakukan karena model
penelitian yang disusun didukung oleh konsep dan teori yang dijabarkan
sebagai berikut.
96
Jumlah
Penduduk
(X1)
0,758
b1
Konsumsi
BBM Subsidi
(Y1)
e1
Harga Minyak
Dunia (X2)
0,257
e3
0,607
*0,182
0,255
0,325
Impor Minyak
(Y2)
0,562
0,343
Subsidi Bahan
Bakar Minyak
BBM (Y3)
0,354
0,188
e2
Kurs Dolar
(X3)
Keterangan :
Hubungan satu arah
* Tidak signifikan
Gambar 5.4 Diagram Jalur Variabel Hasil Penelitian Kajian Terhadap
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM)
Indonesia
5.4 Analisis Diagram Jalur Penelitian
5.4.1 Uji Linieritas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai
hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini digunakan sebagai
prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear. Pengujian pada SPSS dengan
menggunakan Test for Linearity dengan pada taraf signifikansi 0,05. Dua variabel
97
dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (Linearity) kurang
dari 0,05. Uji linier pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.10 berikut ini :
Tabel 5.10
Rangkuman Hasil Uji Linieritas
Variabel
X1
Y1
X2
X3
Y1
X2
X3
Y2
R2
F
Y1
Y2
Y2
Y2
Y3
Y3
Y3
Y3
0,945
84,545
0,945
76,909
0,747
82.604
0,462
24.035
0,975
86.771
0,722
72.886
0,712
69,383
0,989
79.217
Sumber : Lampiran 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12
Signifikansi
Keterangan
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Hasil dari output SPSS pada uji linier Tabel 5.10 dapat disimpulkan bahwa
semua variabel penelitian memiliki hubungan yang linier dan signifikan pada
tingkat signifikansi 0,05 atau α = 5 persen.
5.4.2 Hubungan Antar Variabel Penelitian
Pada penelitian ini dipergunakan analisis jalur untuk menganalisa model
struktural. Tanda panah satu arah digunakan perhitungan regresi variabel yang
distandarkan, secara parsial pada tiap – tiap persamaan. Metode yang digunakan
adalah ordinary least square (OLS), yaitu metode kuadrat terkecil biasa. Hal ini
dapat dilakukan mengingat modelnya rekursif (satu arah). Pengaruh variabel
eksogen terhadap variabel endogen dibedakan menjadi pengaruh langsung,
pengaruh tidak langsung dan pengaruh total. Berdasarkan diagram jalur pada
gambar 5.4 dihasilkan 3 persamaan struktural seperti di bawah ini :
98
1) Hubungan antara X1 terhadap Y1
Y1 = b1 X1 + e1
2)
Hubungan antara X2, X3, dan Y1 terhadap Y2
Y2 = b2 X2 + b3 X3 + b4 Y1 + e2
3)
Hubungan antara X2, X3, Y1 dan Y2 terhadap Y3
Y3 = b5Y1 + b6 X1 + b7 X2 + b8Y2 +b9X3+ e3
Rangkuman dari hasil analisis korelasi ditunjukkan pada Tabel 5.10 berikut ini
Tabel 5.11
Rangkuman Hasil Analisis Korelasi
Koef.
Korelasi
X1
Y1
0,758
Y1
Y3
0,905
Y1
Y2
0,923
X2
Y2
0,857
X2
Y3
0,886
X3
Y2
0,680
X3
Y3
0,761
Y2
Y3
0,946
X2
X3
0,562
Sumber : Lampiran 1
Korelasi
Arah
Korelasi
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Sig. (2-tailed)
Keterangan
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,001
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Hasil dari output SPSS pada Tabel 5.11 dapat disimpulkan bahwa semua data
penelitian memiliki hubungan pada tingkat signifikansi 0,05 atau α = 5 persen
sehingga analisis jalur dapat diterapkan pada model karena semua variabel
memiliki hubungan yang signifikan.
5.4.3 Koefisien Jalur dan Signifikansi Hubungan Antar Variabel
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis faktor – faktor
yang mempengaruhi subsidi bahan bakar minyak (BBM) Indonesia. Koefisien
99
jalur pada penelitian ini diperoleh dari hasil perhitungan regresi dengan metode
regresi sederhana dengan menggunakan program SPSS terhadap model persamaan
struktural 1, 2, dan 3 kemudian hasilnya ditampilkan pada Tabel 5.12 berikut ini
Tabel 5.12
Ringkasan Koefisien Jalur dan Signifikansi Hubungan Antar Variabel
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Subsidi BBM Indonesia
Koef.
Reg.
Standard
Regresi
t hitung
Standar
Error
X1 Y1
0,758
0,118
6,153
X1 Y3
0,182
0,088
1,488
Y1  Y3
0,257
0,005
2,295
Y1  Y2
0,607
0,069
5,630
X2 Y2
0,255
0,611
2,388
X2  Y3
0,325
0,744
3,683
X3  Y2
0,188
0,987
2,507
X3  Y3
0,354
0,068
4,038
Y2  Y3
0,343
0,011
2,442
Sumber : Lampiran 2, 3, dan 4 (data diolah)
P.Value
0,000
0,150
0,031
0,000
0,025
0.001
0,019
0,000
0,022
Keterangan
Signifikan
Tidak Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Berdasarkan ringkasan pada Tabel 5.12, maka jawaban atas hipotesis yang
ada adalah sebagai berikut :
1) Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap Konsumsi BBM
Hasil pengujian pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen dengan
persamaan sebagai berikut :
Y1 = 0,758 X1
Hipotesis 1
Hasil pengujian menunjukkan secara parsial melalui uji t (p-value) dengan
membandingkan t-hitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai pada kolom
signifikansi (sig) dapat disimpulkan bahwa variabel jumlah penduduk (X1)
100
berpengaruh postif dan signifikan terhadap konsumsi BBM (Y1) pada α = 0,05.
Nilai R2 sebesar 0,575 berarti 57,5 persen variasi dari konsumsi BBM (Y1)
mampu dijelaskan oleh variasi jumlah penduduk (X1) sedangkan sisanya sebesar
42,5 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.
2) Pengaruh Konsumsi BBM, Harga Minyak Dunia, dan Kurs Dolar Terhadap
Impor Minyak
Hasil pengujian pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen dengan
persamaan sebagai berikut :
Y2 = 0,607Y1 + 0,255X2 + 0,188X3
Hipotesis 2
Hasil pengujian menunjukkan secara parsial melalui uji t (p-value) dengan
membandingkan t-hitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai pada kolom
signifikansi (sig) dapat disimpulkan bahwa variabel konsumsi BBM (Y1)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor minyak (Y2) pada α = 0,05
Hipotesis 3
Hasil pengujian menunjukkan secara parsial melalui uji t (p-value) dengan
membandingkan t-hitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai pada kolom
signifikansi (sig) dapat disimpulkan bahwa variabel harga minyak dunia (X2)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor minyak (Y2) pada α = 0,05.
Hipotesis 4
Hasil pengujian menunjukkan secara parsial melalui uji t (p-value) dengan
membandingkan t-hitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai pada kolom
signifikansi (sig) dapat disimpulkan bahwa variabel kurs dolar (X3) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap impor minyak (Y2) pada α = 0,05.
101
Nilai R2 sebesar 0,906 berarti 90,6 persen variasi dari impor minyak (Y2) mampu
dijelaskan oleh variasi konsumsi BBM (Y1), harga minyak dunia (X2) dan kurs
dolar (X3) sedangkan sisanya sebesar 9,4 persen dijelaskan oleh variabel lain yang
tidak dimasukkan ke dalam model.
3) Pengaruh Konsumsi BBM, Harga Minyak Dunia, Kurs Dolar dan Impor
Minyak Terhadap Subsidi BBM
Hasil pengujian pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen dengan
persamaan sebagai berikut :
Y3 = 0,257Y1 + 0,182X1 + 0,325X2 + 0,354X3 + 0,343Y2
Hipotesis 5
Hasil pengujian menunjukkan secara parsial melalui uji t (p-value) dengan
membandingkan t-hitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai pada kolom
signifikansi (sig) dapat disimpulkan bahwa variabel konsumsi BBM (Y1)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi BBM (Y3) pada α = 0,05.
Hipotesis 6
Hasil pengujian menunjukkan secara parsial melalui uji t (p-value) dengan
membandingkan t-hitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai pada kolom
signifikansi (sig) dapat disimpulkan bahwa variabel jumlah penduduk (X1) tidak
berpengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi BBM (Y3) pada α = 0,05.
Hipotesis 7
Hasil pengujian menunjukkan secara parsial melalui uji t (p-value) dengan
membandingkan t-hitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai pada kolom
signifikansi (sig) dapat disimpulkan bahwa variabel harga minyak dunia (X2)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi BBM (Y3) pada α = 0,05.
102
Hipotesis 8
Hasil pengujian secara parsial melalui uji t (p-value) dengan membandingkan thitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai pada kolom signifikansi (sig)
dapat disimpulkan bahwa variabel impor minyak (Y2) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap subsidi BBM (Y3) pada α = 0,05.
Hipotesis 9
Hasil pengujian secara parsial melalui uji t (p-value) dengan membandingkan thitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai pada kolom signifikansi (sig)
dapat disimpulkan bahwa variabel kurs dolar (X3) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap subsidi BBM (Y3) pada α = 0,05.
Nilai R2 sebesar 0,958 berarti 95,8 persen variasi dari subsidi BBM (Y3) mampu
dijelaskan oleh variasi konsumsi BBM (Y1), jumlah penduduk (X1) harga minyak
dunia (X2) , kurs dolar (X3) dan impor minyak (Y2) sedangkan sisanya sebesar 4,2
persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.
5.4.4 Pengaruh Tidak Langsung Masing – Masing Variabel Intervening
Melalui Uji Sobel
Uji ini dilakukan untuk menguji pengaruh variabel mediasi atau intervening
dalam sebuah model. Hasil pengujian sobel dapat dilihat pada Tabel 5.13 sebagai
berikut :
103
Tabel 5.13
Ringkasan Pengujian Pengaruh Tidak Langsung Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhi Subsidi BBM Indonesia
Hubungan
Melalui
Koef.
Regresi
SE
z Hitung
X1  Y3
Y1
0,7132
0,6268
5,6317
1,96
0,034
Y1 Y3
Y2
0,4252
0,7753
6,4227
1,96
0,000
X2  Y3
Y2
0,5822
0,9473
7,4884
1,96
0,022
X3  Y3
Y2
0,6437
0,3517
5,2585
1,96
0,038
z Tabel P Value
Sumber : Lampiran 13, 14, 15 dan 16 (data diolah)
Berdasarkan pada Tabel 5.13 maka untuk menjawab hipotesis pengaruh tidak
langsung dapat dijelaskan sebagai berikut :
Hipotesis 9
Pengaruh jumlah penduduk terhadap subsidi BBM melalui konsumsi BBM
Berdasarkan pada Tabel 5.13 dapat dilihat pengujian analisis Sobel menunjukkan
bahwa besarnya z – hitung adalah 5,6317 lebih besar dari z – tabel (1,96) dengan
tingkat signifikansi 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
mediasi variabel konsumsi BBM subsidi dalam hubungannya dengan variabel
jumlah penduduk dan subsidi BBM.
Hipotesis 10
Pengaruh konsumsi BBM Subsidi terhadap subsidi BBM melalui impor minyak.
Berdasarkan pada Tabel 5.13 dapat dilihat pengujian analisis Sobel menunjukkan
bahwa besarnya z – hitung adalah 6,4227 lebih besar dari z – tabel (1,96) dengan
tingkat signifikansi 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
104
mediasi variabel impor minyak dalam hubungannya dengan variabel konsumsi
BBM dan subsidi BBM.
Hipotesis 11
Pengaruh harga minyak dunia terhadap subsidi BBM melaui impor minyak.
Berdasarkan pada Tabel 5.13 dapat dilihat pengujian analisis Sobel menunjukkan
bahwa besarnya z – hitung adalah 7,4884 lebih besar dari z – tabel (1,96) dengan
tingkat signifikansi 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
mediasi variabel impor minyak dalam hubungannya dengan variabel harga
minyak dunia dan subsidi BBM.
Hipotesis 12
Pengaruh kurs dolar terhadap subsidi BBM melalui impor minyak
Berdasarkan pada Tabel 5.13 dilihat pengujian Sobel menunjukkan besarnya z –
hitung adalah 5,2585 lebih besar dari t – tabel (1,96) dengan tingkat signifikansi
0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh mediasi variabel impor
minyak dalam hubungannya dengan variabel kurs dolar dan subsidi BBM.
5.4.5 Koefisien Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung, dan
Pengaruh Total Antar Variabel.
Berdasarkan Gambar 5.4 tentang diagram jalur variabel hasil penelitian, maka
terdapat pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung, dan pengaruh total dari
masing – masing variabel disajikan dalam tabel berikut ini.
105
Tabel. 5.14
Ringkasan Koefisien Hubungan Langsung, Tidak Langsung,
dan Total Antar Variabel
Variabel
X1
Y1
X2
X3
Y2
PL
PTL
PT
PL
PTL
PT
PL
PTL
PT
PL
PTL
PT
PL
PTL
PT
Y1
Y2
Y3
0,758
0,758
-
0,460
0,460
0,607
0,607
0,255
0,255
0,188
0,188
-
0,182
0,194
0,376
0,257
0,208
0,465
0,325
0,087
0,412
0,354
0,064
0,418
0,343
0,343
Sumber : Lampiran 2, 3, dan 4 (data diolah)
Dari hasil ringkasan Tabel 5.14 dilihat bahwa pengaruh tidak langsung
jumlah penduduk (X1) terhadap variabel subsidi BBM (Y3) melalui konsumsi
BBM subsidi (Y1) dan impor minyak (Y2) diperoleh dari b1 x b4 x b8 yaitu 0,758
x 0,607 x 0,343 = 0,158.
5.5 Pembahasan
5.5.1 Pengaruh jumlah penduduk terhadap subsidi BBM melalui konsumsi
BBM Subsidi
Berdasarkan Tabel 5.12 menunjukkan bahwa jumlah penduduk tidak
berpengaruh secara langsung terhadap subsidi BBM. Hal ini menunjukkan
bahwa peningkatan jumlah penduduk belum tentu akan meningkatkan subsidi
106
BBM apabila BBM bersubsidi tidak di konsumsi. Tetapi jumlah penduduk
berpengaruh tidak langsung terhadap subsidi BBM melalui konsumsi BBM
subsidi hal ini disebut sebagai full mediasi (Hair et al, 2006). Jumlah penduduk
secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi BBM
subsidi. Hal ini menunjukkan bahwa pertambahan penduduk akan membuat
pengguna BBM subsidi akan meningkat untuk memenuhi kebutuhannya
ditambah lagi dengan mobilitas yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang
meningkat membuat masyarakat akan semakin membutuhkan minyak untuk
melakukan aktivitas mereka.
Indonesia merupakan salah satu negara
berkembang yang memiliki jumlah
penduduk padat terutama di daerah
perkotaan yang merupakan pusat aktivitas masyarakatnya.
Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang diungkapkan oleh
Handajani
(2009)
yang
mengungkapkan
kepadatan
penduduk
akan
meningkatkan konsumsi terhadap BBM itu sendiri dimana pada penduduk di
perdesaan dengan jumlah penduduk yang rendah dan kepadatan rendah maka
konsumsi BBM akan rendah. Sebaliknya penduduk perkotaan dengan jumlah
penduduk tinggi dan kepadatan tinggi pula akan meningkatkan konsumsi BBM
pertahunnya.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Quang Dao
(2012) yang menggunakan data dari Bank Dunia dan menggunakan sampel dari
empat puluh tiga negara berkembang dengan hasil bahwa pada negara
berkembang
dengan
banyak
jumlah
penduduk
mengemukakan
bahwa
pertumbuhan penduduk memiliki pengaruh yang positif terhadap peningkatan
107
penggunaan sumber daya energi baik sumber minyak, listrik dan batu bara. Rata
– rata peningkatan PDB yang cenderung meningkat hingga 6 sampai 7 persen
setiap tahun menandakan tingkat pertumbuhan ekonomi yang semakin kuat.
Untuk menopang perekonomian tersebut dibutuhkan energy terutama minyak
bakar sebagai penunjang kegiatan ekonomi, tanpa ketersediaan minyak untuk
menggerakkan industri yang menghasilkan barang dan jasa, membangun
infrastruktur hingga keperluan rumah tangga, maka pertumbuhan dan
peningkatan taraf hidup masyarakat tidak akan berjalan. Berdasarkan penelitian
kebutuhan minyak pada negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk
yang banyak akan meningkat dengan laju pertumbuhan rata – rata tahunan
sebesar 5,2 persen, dari 674 juta SBM (setara barel minyak).
Penelitian ini juga serupa terjadi di negara cina, Zhang (2008)
mengungkapkan cina merupakan salah satu negara ketiga terbesar di dunia
dengan daratan yang mencapai 9.600.000 kilometer persegi. Cina telah
berkembang pesat sejak masa lalu dengan pertumbuhan populasi penduduk
nomor satu tertinggi di dunia dengan jumlah penduduk sekitar 1,3 miliar jiwa.
Negara ini juga sangat padat dan banyak orang kaya dan miskin. Selain itu,
infrastruktur jalan negara ini adalah kelas atas dan persentase yang signifikan
dari populasi mampu membeli kendaraan untuk digunakan pada jalan tersebut.
Pertumbuhan yang luar biasa terutama disebabkan oleh fakta bahwa mayoritas
penduduk yang bekerja sangat keras dan banyak industri memiliki tenaga kerja
yang memadai. Faktor-faktor ini telah membuat konsumsi BBM negara menjadi
tinggi dengan perkiraan konsumsi menjadi 9,400 juta barel per hari.
108
Sebagai mayarakat yang melakukan aktivitas ekonomi tentunya pasti akan
memilih membeli BBM dengan harga subsidi daripada harga non subsidi karena
dari segi harga lebih terjangkau. Seperti kutipan wawancara berikut pada tanggal
23 Oktober 2014 dengan Bapak Ngurah Aryawan, salah satu masyarakat yang
bertempat tinggal di jalan Imam Bonjol.
“Saya tinggal di Denpasar dan sehari hari menjalani pekerjaan sebagai
karyawan di bidang teknologi informasi (I T) di hotel Aston-Nusa Dua. Saya
berangkat dari denpasar ke nusa dua menggunakan kendaraan sepeda motor.
Sepeda motor jenis vario saya isi dengan premium bersubsidi kira-kira dua hari
sekali saya habiskan Rp. 20.000 untuk membeli premium bersubsidi. Saya lebih
memilih menggunakan minyak bersubsidi jenis premium karena harganya lebih
murah daripada pertamax yang tidak disubsidi. Pernah suatu ketika dimana
premium di beberapa SPBU pada waktu lalu mengalami kekosongan dan dengan
terpaksa saya membeli pertamax yang seharga Rp. 12.250 per liter dengan uang
bensin Rp.20.000 saya hanya mendapatkan satu seperempat liter saja sehingga
pada kilometer motor masih menunjukkan jarum merah, itu sebabnya saya
menjadi salah satu pengguna dari BBM bersubsidi karena selain harganya lebih
terjangkau dan akan menghemat pengeluaran bulanan saya”
Peningkatan jumlah penduduk yang dibarengi dengan perkembangan
teknologi saat ini dengan berbagai kemudahan hidup membuat pengguna
kendaraan baik mobil maupun motor semakin hari kian meningkat jumlahnya.
Produksi mobil yang menggunakan teknologi canggih dengan berbagai merek
dan fasilitas yang ada di dalamnya mengundang minat masyarakat yang berasal
dari golongan mampu ingin memiliki mobil baru, bahkan dengan pendapatan
yang tinggi dan gaya hidup masa kini, seorang masyarakat pun dapat membeli
kendaraan jenis mobil maupun sepeda motor lebih dari satu untuk menunjang
aktivitasnya sehingga hal tersebut juga pasti akan membutuhkan BBM sebagai
bahan bakarnya. Berikut wawancara kepada salah satu pegawai negeri sipil yang
memegang jabatan sebagai Kepala Sub. Bagian program pada Lembaga
109
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana pada
tanggal 25 Oktober 2014 dengan Bapak Putu Yadnya, SE.
“ Saya punya dua buah mobil untuk menunjang aktivitas saya sehari – hari.
Satu mobil merek mobilio dan satunya lagi mobil fortuner. Tetapi yang saya
sering pakai untuk berkendara ke kantor yaitu mobil merek mobilio. Untuk
mobil fortuner saya menggunakan pertamax karena memang jenis BBM ini
cocok dengan spesifikasi mesin dari fortuner sedangkan mobil merek mobilio
saya menggunakan minyak premium bersubsidi karena harganya lebih murah
dari pada premium non subsidi. Dalam seminggu untuk berkendara dari
denpasar ke tempat bekerja (pulang pergi) dengan asumsi tidak keluar kota saya
menghabiskan Rp. 400.000 untuk premium bersubsidi. Beberapa waktu lalu saya
sempat mengisi dengan pertamax tetapi yang terjadi justru mobil saya malah
bermasalah. Saya tidak melakukan konversi dari BBM ke BBG sesuai dengan
saran dari pemerintah karena biaya konversi dari BBM ke BBG bukanlah hal
yang mudah dan memelukan biaya yang lumayan tinggi”
Hasil wawancara ini menunjukkan bahwa masyarakat yang tergolong
mempunyai pendapatan yang mapan kebanyakan merasa tidak akan puas dengan
memiliki satu kendaraan saja, dengan tingkat pendapatan yang semakin sejahtera
akan mempengaruhi gaya hidup mereka. Demi menghemat pengeluaran BBM
untuk kendaraan, mereka memutuskan mengisinya dengan BBM bersubsidi
padalah larangan penggunaan BBM bersubsidi bagi golongan masyarakat
mampu oleh pemerintah telah diumumkan di berbagai media tetapi tetap saja hal
tersebut terjadi dengan alasan bahwa menggunakan BBM bersubsidi lebih hemat
biaya daripada menggunakan BBM non subsidi. Walaupun konversi dari BBM
ke BBG dianjurkan oleh pemerintah tetapi hal tersebut bukanlah perkara mudah.
Berbeda dengan konversi minyak tanah ke elpiji. Pada konversi minyak
tanah, komponen berupa kompor dibagikan kepada masyarakat dan tabung gas
disediakan secara gratis, sehingga masyarakat hanya mengganti kompor minyak
tanah dan memakai kompor gas. Sedangkan konversi BBM ke BBG pada
110
kendaraan untuk transportasi khususnya mobil harus datang ke bengkel untuk
pergantian komponen – komponen mesin seperti alat konversi, apalagi
perbedaan tahun produksi pada mobil maka berbeda pula teknologi yang
digunakan untuk proses konversi tersebut misalnya seperti sistem injeksi, belum
lagi masalah minimnya ketersediaan bengkel khusus untuk kendaraan pemakai
BBG mengakibatkan masyarakat malas untuk pindah ke BBG. Walaupun
pemakaian BBG sendiri memiliki berbagai keunggulan seperti harga BBG yang
lebih murah daripada BBM, volume pemakaian BBG lebih irit dibandingkan
dengan BBM dan BBG merupakan bakan bakar ramah lingkungan tetapi
masalah
yang
dihadapi
adalah
sulitnya
mengajak
masyarakat
untuk
mengkonversi dari BBM ke BBG karena dari sisi keamanan belum ada jaminan
dari pemerintah bahwa penggunaan BBG aman untuk sektor transportasi dan
sulitnya mencari stasiun pengisian bahan bakar gas yang terjangkau (Harian
Kompas, 24 Nopember 2014).
Kendaraan Dinas untuk para pejabat merupakan transportasi yang tidak boleh
menggunakan BBM bersubsidi. Di beberapa instansi pemerintah kebijakan ini
sudah mulai di terapkan baik untuk kendaraan motor maupun mobil seperti
wawancara dengan Bapak Nyoman Subadri yang menjabat sebagai Kepala
Badan Pusat Statistik Kabupaten Buleleng pada tanggal 8 November 2014.
“ Kendaraan Dinas yang saya gunakan untuk menjalankan tugas sehari-hari
adalah Isuzu Panther yang mempunyai mesin diesel. Bahan bakar yang
digunakan yaitu solar. Tetapi karena solar merupakan BBM yang disubsidi
pemerintah sehingga mobil dinas yang sering saya pakai tidak boleh memakai
solar. Di Buleleng kebanyakan SPBU jarang ada yang menjual pertamax yang
merupakan bahan bakar non subsidi sehingga saat ini saya menggunakan
pertamina dex sebagai bahan bakar mobil dinas saya. Dalam satu bulan saya bisa
menghabiskan hingga kira – kira dua juta rupiah untuk membeli pertamina dex
111
tergantung pemakaian dan semua itu ditanggung dari anggaran pemerintah.
Untuk membeli minyak tersebut saya gunakan dana sendiri dan kemudian nota
dari pembelian tersebut diserahkan ke bagian keuangan untuk pengganti uang
yang telah saya keluarkan”
Berdasarkan wawancara di atas, sebagai seorang pejabat di sebuah instansi
pemerintahan yang menggunakan kendaraan dinas wajib menggunakan BBM
non Subsidi. Larangan memakai BBM subsidi bagi kendaraan dinas ini sesuai
dengan Peraturan Menteri nomor 1 tahun 2003 tentang kendaraan dinas untuk
semua pegawai negeri tidak boleh memakai BBM bersubsidi jenis premium dan
solar. Tujuan dari pelarangan memakai BBM bersubsidi jenis premium untuk
pembatasan pemakaian agar kuota BBM bersubsidi tidak terlampaui.
Pada dasarnya transportasi umum sangat berperan untuk mengurangi
konsumsi BBM bersubsidi. Angkutan umum merupakan salah satu solusi untuk
menghemat penggunaan BBM bersubsidi dan dapat dijadikan sebagai pemecah
masalah kemacetan pada kota – kota besar. Sejalan dengan peningkatan
pendapatan masyarakat, banyak orang yang mampu membeli kendaraan pribadi.
Banyak alasan untuk memiliki kendaraan pribadi, antara lain karena masalah
privasi dan kenyamanan. Namun dibalik kebaikannya, kepemilikan kendaraan
pribadi terlalu banyak juga menimbulkan banyak masalah. Berikut kutipan
wawancara dengan salah satu pengguna jasa transportasi umum yaitu Ibu Putu
Sri Sumarthini pada tanggal 21 November 2014, pegawai Univesitas Udayana
yang bertugas di bukit – jimbaran.
“Saya bertempat tinggal di Denpasar dan menjadi salah satu pegawai
pengguna angkutan umum Trans Sarbagita. Dahulu Udayana masih
menyediakan bis kantor untuk transportasi dan sekarang bis kantor sudah tidak
tersedia lagi dan diganti dengan Trans Sarbagita. Saya menunggu di halte sekitar
jam 7 pagi menunggu bus lewat. Awalnya sedikit orang yang berminat untuk
112
menaiki sarbagita ini tapi lama kelamaan penumpang angkutan ini semakin
banyak, tidak hanya pegawai saja bahkan mahasiswa yang akan mengikuti
kuliah di kampus bukit juga ikut menjadi penumpang sehingga yang terjadi
adalah kami harus berdesak-desakan di dalam bis. Untuk menunggu armada bis
selanjutnya membutuhkan waktu untuk menunggu dan kami harus berkejaran
dengan jam kerja jadi dengan terpaksa ikut berdesakan di dalam. Lama kelaman
saya memutuskan tidak menggunakan bis lagi selain karena sering berdesakan
dan akan menghabiskan waktu untuk menunggu bis. Akhirnya saat ini saya
menggunakan kendaraan pribadi terkadang membawa mobil dan kadang juga
menggunakan sepeda motor agar lebih praktis”
Dari wawancara diatas menunjukkan bahwa fasilitas transportasi umum
sangat penting untuk menunjang aktivitas masyarakat. Keberangkatan angkutan
umum yang tidak sesuai jadwal dan terbatasnya armada transportasi umum
akhirnya membuat pengguna angkutan umum beralih menggunakan kendaraan
pribadi. Belum lagi aspek pemeliharaan fasilitas di dalamnya, seperti tempat
duduk menjadi catatan tersendiri yang menjadi faktor mengapa banyak
masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Dari hal tersebut
sebenarnya sudah tergambar langkah apa yang harus diambil oleh pemerintah
untuk menyelesaikan berbagai permasalahan transportasi yang terjadi di negeri
ini untuk mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi.
5.5.2 Pengaruh konsumsi BBM subsidi, harga minyak dunia, dan kurs
dolar terhadap subsidi BBM melalui impor minyak
Berdasarkan Tabel 5.12 dan 5.13 Konsumsi BBM subsidi secara langsung
berpengaruh signifikan terhadap impor minyak dan memiliki pengaruh tidak
langsung terhadap subsidi BBM melalui impor minyak hal ini disebut parsial
mediasi (Hair et al, 2006). Hal ini memperjelas bahwa konsumsi minyak yang
tinggi oleh masyarakat Indonesia akan meningkatkan impor minyak untuk
memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri mengingat bahwa sampai saat ini
113
sumber daya minyak Indonesia mulai menipis dan rendahnya partisipan dari
investor yang ingin membangun kilang – kilang minyak baru karena kilang
minyak lama dalam kondisi tua serta sumur minyak yang mulai mengering.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mardiana dkk (2013)
menyatakan konsumsi minyak Indonesia tumbuh cepat sementara produksi dalam
negeri menurun. Impor minyak pada tahun 2012 mencapai sekitar US$ 42 miliar
yang setara dengan 22 persen total ekspor.
Hal ini berdampak terhadap
ketergantungan terhadap minyak impor dan membuat neraca pembayaran menjadi
defisit. Impor minyak di Indonesia akan lebih dipengaruhi oleh konsumsi sektor
transportasi dan diperkirakan bahwa Indonesia akan menjadi net importir pada
tahun 2030. Cadangan minyak terbatas dan tingkat produksi yang menurun
sehingga tidak cukup untuk mendukung pemenuhan permintaan minyak dalam
negeri akibatnya Indonesia menjadi negara importir dan meninggalkan
keanggotaan OPEC tahun 2008 setelah bergabung tahun 1962.
Kondisi tersebut sama halnya dengan penelitian yang diungkapkan oleh
Prambudia dan Masaru Nakano (2012) yang melakukan penelitian di Negara
Malaysia mengungkapkan bahwa Negara Malaysia
merupakan negara
pengekspor minyak utama sama hal nya seperti Indonesia. Status Malaysia
sebagai eksportir minyak berada di ambang krisis hal ini disebabkan sumur
minyak yang jatuh tempo dan produksi kilang minyak mulai berkurang. Sektor
transportasi dan industri yang masih sangat tergantung pada produk minyak
mengingat bahwa saling mempengaruhi antara perkembangan sektor minyak
Malaysia dan sektor ekonomi.
114
Data Tabel 5.12 dan 5.13 menunjukkan bahwa harga minyak dunia secara
langsung berpengaruh signifikan terhadap impor minyak dan memiliki pengaruh
tidak langsung terhadap subsidi BBM melalui impor minyak hal ini disebut parsial
mediasi (Hair et al, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa ketika harga minyak dunia
meningkat maka Indonesia yang merupakan negara yang masih mengimpor
minyak akan terkena dampaknya terutama dalam anggaran APBN. Hal ini sejalan
dengan penelitian Sharma, dkk (2012) pertumbuhan ekonomi suatu negara harus
di dukung oleh ketersediaan minyak. Ketergantungan impor terhadap minyak di
Negara India mencapai 80 persen dan kemungkinan akan tumbuh terus. Efek
langsung dari guncangan harga minyak adalah peningkatan biaya produksi akibat
kenaikan biaya bahan bakar. Impor minyak yang tinggi seperti impor produk
minyak bumi akan memiliki dampak besar pada ekonomi India terutama ketika
harga minyak mentah di pasar dunia melonjak naik dan akan menghabiskan
sejumlah devisa. Meskipun harga minyak di masa depan sulit diprediksi, pada
umumnya diperkirakan akan meningkat.
Kurs dolar secara langsung berpengaruh signifikan terhadap impor minyak
dan memiliki pengaruh tidak langsung terhadap subsidi BBM melalui impor
minyak disebut parsial mediasi (Hair et al, 2006) yang terlihat pada Tabel 5.12
dan 5.13. Hal ini menunjukkan bahwa kurs dolar berpengaruh postif terhadap
impor minyak dimana Indonesia merupakan Negara yang melakukan perdagangan
baik ekspor dan impor tentunya tergantung dari fluktuasi kurs dolar tersebut. Saat
harga minyak dunia meningkat maka nilai impor minyak dalam USD juga akan
meningkat karena untuk membeli harga minyak dunia dalam bentuk dollar.
115
Penelitian ini tidak sesuai dengan teori kurs yang menyatakan dalam perdagangan
internasional kurs dolar dan impor mempunyai hubungan yang negatif tetapi
dalam penelitian ini variabel kurs dolar mempunyai pengaruh yang positif dan
signifikan hal ini disebabkan oleh produk yang di impor adalah minyak bumi jadi
berapapun nilai tukar dolar AS terhadap rupiah, Indonesia akan tetap mengimpor
minyak untuk memenuhi kebutuhan BBM di dalam negeri. Berbeda dengan
penelitian yang diungkapkan oleh Schryder dan Gert Peersman (2012) yang
menyatakan bahwa apresiasi nilai tukar dolar AS menyebabkan penurunan yang
signifikan dalam permintaan minyak pada 65 negara – negara pengimpor minyak
(tidak termasuk Indonesia) dalam artian bahwa apresiasi nilai tukar dolar AS
menyebabkan penurunan permintaan minyak di negara – negara yang tidak
menggunakan dolar AS sebagai alat untuk bertransaksi di negaranya.
Dari beberapa hasil penelitian tersebut diatas, hal yang serupa juga
diungkapkan oleh menteri ESDM Jero Wacik pada saat kuliah bersama yang
bertempat di Gedung Widya Sabha Kampus Bukit-Jimbaran dalam acara Dies
Natalis Universitas Udayana ke 51.
“ Dunia sekarang menghadapi tiga hal yang berat yaitu pertama adalah
pangan, kedua energy, yang ketiga air. Produksi mobil pada tahun 2013
dianggarkan 900 ribu dan motor 7 juta sepeda motor tetapi pada akhir bulan
September produksi berubah menjadi 1,2 juta mobil. Kebutuhan energy naik
seiring dengan semakin maju tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Dahulu waktu
Zaman Bapak Subroto menjabat sebagai menteri ESDM kita memproduksi
minyak 1,6 juta barel per hari, kebutuhan kita waktu itu sekitar 800 ribu barel per
hari, jadi kita masih memiliki kelebihan minyak makanya kita ekspor, kita
termasuk eksportir country dan masuk ke dalam anggota OPEC. Sekarang
kondisinya terbalik produksi minyak kita semakin mengecil akibat sumber minyak
semakin mengecil tinggal hanya 800 – 900 ribu barel per hari sehingga tidak
mampu mencukupi kebutuhan minyak masyarakat jadi kita sekarang menjadi
importir oil country. Makin mahal harga minyak makin sedikit jumlahnya atau
ada konflik di Negara lain akan mempengaruhi supply minyak ke Indonesia.
116
Sekarang per hari kita mengimpor BBM 150 juta dolar kira – kita satu setengah
triliun per hari mengimpor BBM. Solusinya adalah dengan merubah dari bahan
bakar minyak menjadi gas, tapi itu hal yang tidak mudah dalam pelaksanaannya
banyak masyarakat yang tidak setuju konversi dari BBM ke BBG, kesadaran
masyarakat harus di galakkan”
Hasil kuliah bersama tersebut memberikan keterangan bahwa tingkat
kesejahteraan masyarakat saat ini dan yang akan datang akan mempengaruhi
penggunaan minyak untuk bahan bakar khususnya bahan bakar yang disubsidi.
Produksi mobil yang tidak terkendali menunjukkan antusias masyarakat Indonesia
akan kepemilikan kendaraan sangat tinggi, tidak mungkin produksi mobil tidak
dibarengi oleh ketersediaan minyak sebagai bahan bakarnya apalagi sumber
minyak mulai menipis sehingga impor minyak harus dilakukan sehingga hal
tersebut akan mempengaruhi realisasi subsidi BBM pada APBN.
5.5.3 Analisis pengaruh konsumsi BBM subsidi , harga minyak dunia, kurs
dolar dan impor minyak terhadap subsidi BBM
Berdasarkan Tabel 5.12 menunjukkan bahwa Konsumsi BBM berpengaruh
signifikan terhadap subsidi BBM. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya
konsumsi BBM akan menambah realisasi subsidi BBM dalam APBN. Seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan jumlah
kendaraan maka konsumsi BBM pun melonjak dari tahun ke tahun. Hal ini serupa
dengan penelitian yang dilakukan oleh Iwaro dan Abraham (2010) menyatakan
tingkat konsumsi bahan bakar tumbuh setiap tahun dan sekitar 50 tahun cadangan
bahan bakar dunia akan habis, sehingga perlu mencari alternatif sumber energi
lainnya. Pada negara - negara berkembang menunjukkan bahwa konsumsi minyak
terus meningkat dengan cepat karena pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.
Saat ini tingkat konsumsi bahan bakar minyak akan terus meningkat di
117
kebanyakan negara berkembang, sementara pemerintah menghabiskan dana untuk
subsidi bahan bakar yang tinggi untuk menjamin keberlanjutan pembangunan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang terjadi di negara Venezuela,
Barrios dan Jose Ramon Morales (2012) negara Venezuela memiliki cadangan
minyak terbesar di dunia. Harga bensin yang bersubsidi di negara Venezuela
adalah yang termurah di dunia. Banyak masyarakat Venezuela menilai harga
minyak yang murah adalah hak mereka sejak lahir. Harga bensin di Venezuela
hanya US$ 0,06 per liter atau 600 per liter. Murahnya harga minyak subsidi
membuat realisasi subsidi di negara ini mencapai 12,5 miliar dollar AS per tahun
atau sekitar 146 triliun. Diperkirakan besarnya konsumsi minyak bersubsidi
menjadi 3.16 persen dari PDB, besaran ini lebih besar dari semua program sosial
(2,30 persen dari PDB). Selain itu 52 persen konsumsi kendaraan pribadi
berbahan bakar minyak yang disubsidi sementara itu transportasi umum hanya
menyarap 30 persen minyak subsidi.
Harga minyak dunia pada Tabel 5.12 menunjukkan terdapat pengaruh yang
signifikan terhadap subsidi BBM. Ini menunjukkan bahwa subsidi BBM di
Indonesia sangat rentan terhadap fluktuasi harga minyak internasonal terutama
pada saat ini Indonesia merupakan negara yang masih mengimpor minyak dari
luar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Harga minyak dunia sangat
menentukan jumlah realisasi subsidi BBM dalam tahun APBN. Bahkan harga
minyak dunia tidak hanya berimplikasi terhadap besarnya pemberian subsidi
BBM tetapi juga berdampak pada penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Peningkatan maupun penurunan harga minyak dunia disebabkan antara lain oleh
118
permintaan dan pasokan, stok minyak, situasi perekonomian dunia, kapasitas
produksi cadangan OPEC, cuaca dan gangguan terhadap suplai.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Shikha Jha, et al
(2009) melakukan penelitian terhadap subsidi energi di 32 negara Asia dan
kaitannya dengan ketidakpastian kondisi makroekonomi dan keberlanjutan fiskal
Volatilitas dan tingginya harga minyak dunia berpengaruh terhadap anggaran
belanja baik di negara yang menerapkan subsidi atau negara yang menerapkan
pajak terhadap konsumsi BBM dalam negeri. Penelitian ini memperkuat
penelitian yang dilakukan oleh Aprilta (2011) dengan penelitian yang berjudul
“Analisis Dampak Fluktuasi Minyak Dunia Terhadap Variabel Makroekonomi
Dan Kebijakan Subsidi Di Indonesia (Periode 1980-2010)” yang menggunakan
metode analisis VAR (Vector Autoregression) dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa adanya hubungan positif antara fluktuasi atau guncangan harga minyak
terhadap subsidi BBM. Dalam jangka pendek fluktuasi harga minyak tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap subsidi BBM, tetapi dalam jangka panjang
berpengaruh positif secara signifikan.
Penelitian
serupa
juga
diungkapkan
oleh
Listiyanto
(2008)
yang
mengungkapkan melonjaknya harga minyak dunia telah menyebabkan instabilitas
perekonomian di banyak negara. Berbeda dengan negara pengekspor minyak yang
mendapatkan keuntungan karena meningkatnya windfall profit, negara pengimpor
sampai harus mempertaruhkan kredibilitas pemerintahannya akibat lonjakan harga
minyak ini. Di Indonesia sendiri, melambungnya harga minyak menyebabkan
pembengkakan anggaran subsidi BBM yang diperkirakan bisa mencapai Rp. 190
119
triliun. Kondisi ini memaksa pemerintah mengeluarkan kebijakan pengurangan
subsidi BBM terlebih lagi pengurangan subsidi ini terjadi di saat masyarakat
sudah terbebani oleh meningkatnya harga komoditas pangan dunia. Selain akan
mendorong inflasi, hal ini tentu akan menurunkan tingkat aksesibilitas masyarakat
terhadap kebutuhan pangan.
Penelitian ini juga memiliki kesamaan dengan negara Bangladesh yaitu
Shahidul Islam (2008) yang meneliti subsidi di negara Bangladesh yang mampu
memproduksi minyak hanya 10 persen dari kebutuhan minyak sedangkan sisanya
di peroleh dari pasar internasional. Negara ini mengimpor 3,8 juta ton minyak per
tahun termasuk 2,1 juta ton solar. Bangladesh menerapkan sistem subsidi untuk
minyak sehingga anggaran keuangan negara ini sangat ditentukan oleh kenaikan
minyak di pasar internasional. Untuk membiayai subsidi minyak, pemerintah
Bangladesh meminjam dana dari bank-bank BUMN dan bank pembangunan
untuk membiayai Bangladesh Petroleum Corporation (BPC), biaya tersebut
terdiri dari biaya impor minyak dari pasar internasional dan mendistribusikannya
di pasar domestik dengan harga yang disubsidi. Ketika terjadi peningkatan tajam
kenaikan harga minyak maka akan membuat subsidi minyak meningkat dan dapat
mengakibatkan defisit fiskal negara hingga mencapai 4,8 persen dari PDB pada
tahun 2008
Tabel 5.12 menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara kurs dollar
terhadap subsidi BBM. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya kurs dolar
terutama harga dolar Amerika Serikat akan memberikan pengaruh terhadap
Subsidi BBM. nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat
120
membuat subsidi BBM akan meningkat pula. Ketergantungan kurs dolar terhadap
subsidi BBM mengingat bahwa kebutuhan BBM di dalam negeri sebagian
memang masih harus diimpor, sehingga penguatan maupun pelemahan rupiah
yang terjadi sangat mempengaruhi anggaran subsidi BBM.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Zuhroh dan David Kaluge (2007)
menyatakan pengaruh kejutan nilai tukar terhadap perekonomian Indonesia
menjadi topik menarik sejak terjadi krisis nilai tukar rupiah pada tahun 1997 yang
telah menyebabkan keseimbangan internal semakin parah. Melemahnya nilai
tukar telah menyebabkan kenaikan yang tinggi pada harga barang – barang yang
mengandung komponen impor. Pada sisi fiskal, depresiasi rupiah yang tajam telah
mengakibatkan pengeluaran pemerintah meningkat. Hal ini terkait dengan
membengkaknya pengeluaran operasional yang terkait dengan valuta asing,
seperti pembayaran utang luar negeri serta subsidi untuk BBM.
Impor minyak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subsidi BBM. Hal
ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan Indonesia dalam menyediakan minyak
dalam bentuk BBM maupun Non BBM disebabkan salah satunya oleh
kemampuan produksi minyak dalam negeri tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan minyak dalam negeri sehingga membuat pemerintah memutuskan
untuk melakukan kebijakan impor minyak yang tentunya akan menambah jumlah
realisasi subsidi BBM. penelitian ini sama hal nya dengan penelitian yang
dilakukan di negara Nigeria yaitu Ovaga dan Okey. H (2012) menyimpulkan
bahwa impor minyak merupakan salah satu tantangan yang dihadapi sektor
minyak hilir di Negara Nigeria. Hal tersebut ditemukan pada penelitian ini bahwa
121
total biaya untuk mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
menggambarkan realisasi jumlah subsidi BBM yang di keluarkan pemerintah.
Sehingga penyelesaian masalah subsidi BBM di Nigeria dapat diselesaikan
dengan cara pembangunan kilang baru dan pembenahan kilang yang sudah ada,
jika hal ini ditangani dengan benar maka impor minyak dapat di tekan, subsidi
tidak akan membebani anggaran dan meminimalkan devisa yang dihabiskan untuk
impor minyak. Beberapa hasil penelitian tersebut diperkuat oleh pernyataan dari
Sekretaris Ditjen Migas, Hufron Asrofi dalam berita Economy Okezone pada
tanggal 5 September 2014 :
“ Tingginya impor bahan bakar minyak (BBM) dan minyak belum tentu
disebabkan oleh produksi yang terus menurun, namun hal ini juga dikarenakan
tingginya konsumsi BBM seiring meningkatnya populasi kendaraan. Kebutuhan
BBM yang meningkat menandakan pertumbuhan ekonomi nasional juga
mengalami hal serupa. Hal ini salah satu bentuk konsekuensi sehingga
petumbuhan konsumsi BBM tak terhindarkan. Bertumbuhnya angka penduduk
memberi pengaruh terhadap peningkatan konsumsi BBM. Dari pasangan suami
istri punya anak kemudian beli motor setelah itu beli mobil ini bentuk
konsekuensi dari peningkatan kebutuhan BBM. Melalui tumbuhnya ekonomi
nasional dan angka jumlah penduduk membuat pemerintah melakukan perbaikan
dalam pembangunan infrastruktur seperti jalan dan sarana prasarana lain yang
memberikan pengaruh terhadap pengguna BBM”
Pernyataan tersebut membuktikan bahwa tidak hanya penurunan produksi
yang membuat Indonesia mengimpor minyak tetapi perilaku konsumen juga
berperan dalam peningkatan minyak bersubsidi. Hal tersebut merupakan salah
satu alasan pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM. Terdapat tiga keuntungan
jika pemerintah mengatasi tekanan subsidi BBM yaitu menurunkan defisit
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), menurunkan impor, dan
mengurangi utang negara.
122
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Dari pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil simpulan dengan
mempergunakan α = 0,05 adalah sebagai berikut :
1) Perkembangan subsidi BBM pada zaman pemerintahan orde baru pada tahun
1977 hingga saat ini minyak merupakan kebutuhan pokok untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Melimpahnya produksi minyak dan
meningkatnya pendapatan negara dari ekspor minyak sangat membuat negara
Indonesia ini sangat kaya sehingga mampu untuk menetapkan sistem subsidi
untuk minyak. Sampai saat ini subsidi BBM pun masih berlaku walaupun
produksi mengalami penurunan dan impor minyak selalu melebihi kuota
sehingga berbagai bentuk solusi untuk memecahkan persoalan ini dilakukan
salah satunya dengan berusaha untuk mengurangi subsidi untuk minyak.
2) Jumlah penduduk memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi
BBM melalui konsumsi BBM. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan
jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah konsumsi energi untuk
melakukan berbagai aktivitas ekonomi salah satunya adalah BBM. Jumlah
penduduk yang meningkat dan dibarengi dengan peningkatan aktivitas
ekonomi akan meningkatkan konsumsi BBM bersubsidi yang dilakukan oleh
masyarakat.
Peningkatan
konsumsi
BBM
bersubsidi
tentunya
menambah besar nilai subsidi BBM yang dianggarkan pada APBN.
123
akan
3) Konsumsi BBM subsidi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
subsidi BBM melalui impor minyak dengan efek size paling besar. Hal ini
menunjukkan bahwa konsumsi BBM yang tinggi dan tidak didukung oleh
produksi minyak di dalam negeri akan menyebabkan minyak harus diimpor
demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. Peningkatan impor minyak akan
berdampak pada meningkatnya pengeluaran subsidi BBM karena sebagian
besar BBM yang dikonsumsi masyarakat Indonesia dipenuhi melalui
mekanisme impor.
4) Harga minyak dunia dan kurs dolar memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap subsidi BBM melalui impor minyak. Variabel kurs dolar merupakan
variabel yang memiliki efek size paling besar berpengaruh secara langsung
terhadap subsidi BBM. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sebagai
Negara yang sampai saat ini masih menerapkan sistem subsidi dan sebagai
salah satu Negara importir minyak setelah keluar dari anggota OPEC sangat
tergantung dari harga minyak dunia dan tergantung dari peningkatan nilai
kurs dolar (nilai tukar dolar terhadap rupiah) akan meningkatkan nilai impor,
karena transaksi impor minyak dilakukan dalam dolar. Pemerintah harus
membayar minyak lebih mahal untuk volume yang sama karena adanya
kenaikan kurs dolar Amerika Serikat akan meningkatkan nilai impor minyak
dan berpengaruh ke subsidi BBM berupa penambahan nilai rupiah dari
subsidi BBM.
5) Konsumsi BBM subsidi, harga minyak dunia, kurs dolar dan impor minyak
berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap subsidi BBM
124
sedangkan variabel jumlah penduduk tidak berpengaruh secara langsung
terhadap subsidi BBM. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk
tidak mempengaruhi subsidi BBM apabila penduduk tersebut tidak
melakukan konsumsi atas minyak yang bersubsidi. Kurs dolar memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap impor minyak. Hal ini
menunjukkan bahwa bahan bakar minyak merupakan salah satu kebutuhan
pokok masyarakat dalam menunjang berbagai aktifitas ekonomi yang
dilaksanakan. Menguatnya kurs dolar tidak akan menurunkan nilai impor
sepanjang kebutuhan akan minyak didalam negeri terus meningkat, maka
impor minyak akan terus dilakukan.
6.2 Saran
1) Pemerintah perlu meningkatkan lifting minyak untuk mengurangi impor
minyak
dengan
cara
mengekplorasi
sumur-sumur
baru
untuk
menggantikan sumur-sumur tua yang liftingnya terus mengalami
penurunan dan meningkatkan investasi dalam pembangunan kilang-kilang
minyak di Indonesia untuk mempertahankan ketahanan energy nasional.
2) Aktivitas masyarakat yang memiliki mobilitas yang tinggi sehingga
konsumi BBM yang meningkat akan berdampak pada besaran subsidi
BBM. Usaha yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam mengurangi
konsumsi BBM subsidi adalah menyediakan jumlah moda transportasi
umum yang memadai, murah dan nyaman dengan tujuan mengalihkan
penggunaan kendaraan pribadi sehingga konsumsi BBM dapat ditekan.
125
3) Pada dasarnya subsidi masih sangat diperlukan di Indonesia mengingat
bahwa Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah
penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan tetapi untuk
penggunaan dari subsidi BBM belum mencapai sasaran dari penerima
subsidi tersebut sehingga kedepannya subsidi BBM sebaiknya dialihkan ke
sektor-sektor produktif seperti infrastruktur, pertanian, kesehatan dan
pendidikan. Kalaupun pemerintah tetap mempertahankan subsidi BBM,
sebaiknya yang mendapatkan subsidi adalah masyarakat yang memang
memerlukan seperti para nelayan, dan sektor UMKM yang menggunakan
mesin untuk melakukan proses produksi. Pemerintah juga dapat
memberikan subsidi kepada yang berhak menerima (subsidi kepada orang)
bukan kepada barang atau produk seperti BBM melainkan subsidi kepada
masyarakat dapat berupa BLSM, subsidi kesehatan dan pendidikan karena
pada dasarnya masyarakat miskin tidak terlalu membutuhkan BBM
sehingga akhirnya subsidi tersebut kebanyakan di konsumsi oleh
masyarakat mampu.
4) Mengendalikan produksi industri otomotif di Indonesia sebab jumlah
kendaraan bermotor dan mobil merupakan faktor utama masalah
menigkatnya realisasi subsidi BBM di Indonesia.
5) Mengenakan pajak progresif yang tinggi bagi kepemilikan kendaraan
pribadi (mobil dan motor) dengan harapan agar masyarakat dapat
mempertimbangkan kepemilikan kendaraan bermotor maupun mobil lebih
126
dari yang dimiliki sehingga dapat mengurangi jumlah konsumsi BBM dan
mengatasi kemacetan.
6) Meningkatkan usaha untuk mengembangkan energy terbarukan untuk
mengurangi ketergantungan terhadap BBM yang merupakan energi tidak
dapat diperbaharui. Meskipun pemerintah selalu menggalakkan energy gas
(BBG) sebagai pengganti BBM akan tetapi upaya program pemerintah
tersebut belum berhasil salah satu nya disebabkan oleh kendala dalam hal
teknologi, layanan purna jual yang sangat jarang dan kurangnya kesadaran
masyarakat untuk memakai BBG (ketakutan pengguna BBG). Jika
pemerintah ingin serius mengurangi pemakaian BBM dan menggantinya
dengan BBG maka hendaknya dukungan dan sosialisasi dari pemerintah
harus ditingkatkan tentang pemakaian BBG serta meningkatkan standar
pengawasan dan keamanan pemakain BBG tersebut. Keberadaan standar
serta regulasi yang mengikutinya sangat penting untuk menjamin
terlaksananya keamanan kendaraan yang menggunakan BBG.
7) Produksi mobil yang akan dipasarkan di Indonesia untuk masyarakat
sebaiknya
dimodifikasi
sesuai
dengan
spesifikasi
mesin
yang
menggunakan BBG sehingga penggunaan minyak sebagai bahan bakar
dapat di tekan.
8) Untuk menunjang penggunaan BBG sebaiknya pemerintah menjamin
ketersediaan konverter kit dan membangun infrastruktur lebih banyak lagi
untuk stasiun pengisian BBG. Selama ini stasiun pengisian BBG terbatas
jumlahnya dan penempatannya tidak menyebar.
127
DAFTAR PUSTAKA
Alfianto, B.E. 2006. “Hubungan Kausalitas antara Konsumsi Energi dan Aktivitas
Ekonomi di Indonesia”. (tesis). Depok : Universitas Indonesia
Anand, Rahul, David Coady, Adil Mohammad,Vimal Thakoor and James
P.Walsh. 2013. The Fiscal And Welfare Impacts Of Reforming Fuel
Subsidies In India. International Monetary Fund Working Paper In Asia
and Pacific Department. WP/13/128. May 2013
Aprilta, Fanny. 2011. “Analisis Dampak Fluktuasi Harga Minyak Dunia Terhadap
Variabel Makroekonomi Dan Kebijakan Subsidi Di Indonesia (Periode
1980-2010)”. (tesis). Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistik, 2013. www.bps.go.id diakses 5 Juni 2013
Bank Indonesia, 2013. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. www.bi.go.id,
diakses 10 Juni 2013
Basri, Faisal. 2002. Perekonomian Indonesia : Tantangan dan Harapan Bagi
Kebangkitan Ekonomi Indonesia. Erlangga. Jakarta
Berita Okezone. 2014. Negara Tak Bisa Larang Masyarakat Beli Mobil. diakses
17 Nopember 2014.
Berita Aktual.co terhangat terpercaya. 2014. Antisipasi Jebolnya Kuota, Gubernur
BI: Terapkan Subsidi Tetap. diakses 27 Nopember 2014
Barrios Douglas and Jose Ramon Morales. 2012. Rethinking The Taboo :
Gasoline Subsidies In Venezuela. Harvard Kennedy School Of
Government. March.
Boediono.1993. Merenungkan Kembali Mekanisme Transmisi Moneter di
Indonesia. Dalam Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, (1) 1 : h : 1-5
Darmaputera, Arya W dan Dendy Kurnaedy. 1999. Konsumsi BBM Premium Di
Indonesia Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jurnal Bina
Ekonomi, Nopember.
Dartanto, Teguh. 2012. Reducing Fuel Subsidies and The Implication On Fiscal
Balance and Poverty in Indonesia : A Simulation Analysis. Working Paper
In Economics and Business. Vol. II, No. 6/2012
128
Dartanto, Teguh. 2005. BBM, Kebijakan Energi, Subsidi, dan Kemiskinan di
Indonesia. Jurnal Inovasi. Vol. 5/XVII/November 2005
Didu, Said. 2013. Ketidakadilan Subsidi BBM Bagai Api dalam Sekam. Berita
Satu. 04 Februari 2013.
Dao, Quang Minh. 2012. Population And Economic Growth In Developing
Countries. International Journal Of Academic Research In Business And
Social Sciences. Januari 2012. Vol 2 No. 1. ISSN: 2222-6990.
Ditjen Minyak. 2013. http://www.Minyak.esdm.go.id. diakses 5 Juni 2013
Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak.
Jakarta.2009. Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan Beserta Peraturan – Peraturan Pelaksanaannya
Dumairy. 2004. Perekonomian Indonesia. Cetakan Kelima. Penerbit Erlangga.
Jakarta
Ernita, Dewi, Syamsul Amar dan Efrizal Syofyan. 2013. Analisis Pertumbuhan
Ekonomi, Investasi, dan Konsumsi Di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi.
Januari 2013, Vol I No. 2.
Ghozali, Imam. 2009. Analisis Multivariate dengan program SPSS. Semarang :
Universitas Diponogoro.
Hartono, D dan B.P Resosudarmo. 2006. Analisis Dampak Kebijakan Harga
Energi terhadap Perekonomian dan Distribusi Pendapatan di DKI Jakarta :
Aplikasi Model Komputasi Keseimbangan Umum. Jurnal Ekonomi dan
Pembangunan Indonesia, 5(1) : 83-102
Hartono, Djoko Setyo. 2011. Dampak Kenaikan Harga BBM Di Pasar Dunia
Tantangan Bagi Perekonomian Indonesia. Jurnal Universitas
Muhammadiyah Semarang. Vol. 7 (2). Maret 2011
Hady, Hamdy. 2001. Ekonomi Dunia : Teori dan Kebijakan Keuangan Dunia.
Ghalia Indonesia. Jakarta
Hair, Joseph, William C Black, Barry J Babin and Rolph E. Anderson. 2010.
Multivariate Data Analysis 7th Ed. New Jersey:Pearson Education.
Handajani, Mudjiastuti. 2009. Analisis Gradien Kepadatan Penduduk dan
Konsumsi BBM. Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan. No. 2 Vol. 11. Juli
2009
129
Imam, Adlin. 2013. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Impor Barang
Konsumsi Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Padang. Maret : 1 – 12
Iwaro Joseph dan Abraham Mwasha. 2010. Towards Energy Sustainability In The
World : The Implications Of Energy Subsidy For Developing Countries.
International Journal Of Energy And Environment. Vol.1, Issue 4. PP.705714
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2013. Kepastian Harga BBM
Sedang Dimatangkan. arsip berita 30 April 2013
Khalwaty, Tajul, 2000. Inflasi dan Solusinya. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
Kementerian Keuangan. 2011. Buku Saku Perkembangan Utang Luar Negeri
Pemerintah Indonesia Edisi September 2011, Kemenkeu, Jakarta
Kumoro, Bawono. 2013. Subsidi BBM dan Uji Nyali Pemerintah. The Habibie
Center Article. 06 Mei 2013
Kuncoro, Mudrajad. 2001. Manajemen Keuangan Dunia : Pengantar Ekonomi
dan Bisnis Global. Jogjakarta : BPFE
Laporan Pengembangan Sektor Perdagangan. 2011. Perkembangan, Pemicu dan
Dampak Harga Komoditas : Implikasinya Terhadap Perekonomian
Indonesia Edisi Bulan Maret 2011. Bank Dunia. Jakarta
Layli, Fashihatul. 2012. “Dampak Kebijakan Pembatasan Konsumsi BBM
Premium Di Sektor Angkutan Darat Terhadap Perekonomian Indonesia”.
(tesis). Jakarta: Universitas Indonesia.
Listiyanto, Eko.2008. Kenaikan Harga Minyak Dunia : Penyebab dan Dampaknya
Terhadap Subsidi Energi di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Ekonomi Politik
Quarterly Review Of The Indonesian Economy. Juli.Vol.9. No. 3.ISSN :
1410-2625.
Nehen, Ketut. 2012. Perekonomian Indonesia. Udayana University Press.
Denpasar.
Nasir, Muhammad dan Harry Maulana. 2010. Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhi Impor Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan. 1 (1).
Juli : 10 – 16.
130
Nizar, Muhammad Afdi. 2013. Pengaruh Defisit Anggaran Terhadap Defisit
Transaksi Berjalan Di Indonesia. Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan
Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI. Jakarta
Nopirin. 1996. Ekonomi Dunia. Yogyakarta. BPFE UGM
Nopirin. 2009. Ekonomi Moneter. Buku 2 Edisi I. Yogyakarta : BPFE UGM
Nugroho, Hanan. 2005. Apakah Persoalannya pada Subsidi BBM : Tinjauan
terhadap masalah subsidi BBM, Ketergantungan Pada Minyak Bumi,
Manajemen Energi Nasional, dan Pembangunan Infrastruktur Energi.
Jurnal
Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makro Ekonomi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
. 2006. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi Ketiga. Salemba
Empat. Jakarta
Mardiana. Dwi Atty, Zulkifli Husin, Muhammad Zilal Hamzah,Rs. Trijana
Kartoatmodjo. 2013. Economy Growth and Oil Import Requirement in
Indonesia. Journal Of Energy Technologies and Policy. Vol.3. No.11. ISSN
2224-3232.
Milton H.Spencer dan Orley M. Amos, Jr. 1993. Contemporary Economics. Edisi
ke-8.Worth Publishers. New York
Mourougane, Annabelle. 2010. Phasing Out Energy Subsidies In Indonesia.
OECD Economics Department Working Papers, No.808. OECD Publishing
Mundakir, Ali. 2012. Pertamina : Pertumbuhan Ekonomi Picu Kenaikan
Konsumsi BBM. Sentana Online. www.sentanaonline.com, diakses 19
Agustus 2013
Murni, Asfia. 2006. Ekonomika Makro. Jakarta. PT. Refika Aditama
Ovaga dan Okey H (Ph.D).2012. Subsidy In The Downstream Oil Sector And The
Fate Of The Masses In Nigeria. Kuwait Chapter Of Arabian Journal Of
Bussiness And Management Review. Vol.1. No.6. February
Paramita, Niken Purwanto. 2013. Subsidi BBM Sebagai Penyebab Defisit Neraca
Perdagangan. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik. April 2013. Vol.5.
No.7. 13-16
Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM)
Nomor 18 Tahun 2013. Tentang Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar
131
Minyak Tertentu Untuk Konsumen Pengguna Tertentu Di Dalam Negeri.
diakses 12 pebruari 2014.
Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak Bumi Nomor. 06 Tahun 2013. Tentang
Penggunaan Sistem Teknologi Informasi Dalam Penyaluran Bahan Bakar
Minyak, diakses 12 Pebruari 2014.
Prambudia, Yudha dan Masaru Nakano. 2012. Exploring Malaysia’s
Transformation To Net Oil Importer And Oil Import Dependence. Energies
Journal. Vol 5 2012.
Rahyuda, I Ketut, I Gusti Wayan Murjana Yasa dan Ni Nyoman Yuliarmi, 2004.
Metodologi Penelitian. Fakultas Ekonomi Unud. Denpasar
Rahmah, Andi. 2011. Memastikan Kecukupan Energi Berkelanjutan Bagi Rakyat.
Jurnal Kebijakan Publik. April (1-5), Edisi 14
Riduwan. 2008. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Alfabet. Bandung
Rivani, Edmira. 2014. Kebijakan Subsidi BBM Dan Efisiensi Perekonomian.
Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik. Vol VI No, 09/I/P3DI/Mei 2014
Toro, Kuncoro. 2012. Inilah Dampak Meroketnya Harga Minyak Dunia.
Blogdetik.com.April 2012
Todaro.M.P, 2006. Pembangunan Ekonomi edisi ke sembilan. Penerbit Erlangga,
Jakarta
Tambunan, Tulus. 2001. Perdagangan Dunia dan Neraca Pembayaran : Teori
dan Temuan Empiris. Jakarta : LP3ES
U.S Energy Information Administration (EIA). http://www.eia.gov/. diakses 5
Juni 2013
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001. Tentang Minyak
dan Gas Bumi. diakses 12 Pebruari 2014
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007. Tentang Energi.
Diakses 12 Pebruari 2014
Wibowo, Tri dan Amir Hidayat. 2005. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai
Tukar Rupiah. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan. Departemen
Keuangan.Vol 2. Maret.
Widjojo, Prasetiyo. 2013. Keseimbangan APBN digoyahkan Besaran Subsidi
BBM. Bisnis Jatim. 2013
132
Santosa, Awan. 2011. Dimensi Kerakyatan Dalam Subsidi BBM. Jurnal
Kebijakan Publik. April (7-20), Edisi 14
Sarwono Jonathan. 2007. Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS.
Yogyakarta : Andi Offset
Schryder, Selien De and Gert Peersman.2012.The U.S Dollar Exchange Rate And
Demand For Oil. Article. November
Sharma Anshul, Gurmeet Singh, Manisha Sharma, Pooja Gupta. 2012. Impact Of
Crude Oil Price On Indian Economy. International Journal Of Social
Sciences and Interdisiplinary Research. Vol. 1 No.4. April. ISSN 2277
3630.
Solimun. 2008. Memahami Metode Kuantitatif Mutakhir : Structure Equation
Model dan Partial Least Square. Brawijaya University Press. Malang
Sihombing, Desmawati. 2010. “ Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (skripsi). Medan : Universitas Sumatera
Utara
Sudirman, I Wayan. 2011. Kebijakan Fiskal dan Moneter. Teori dan Empirikal.
Kencana. Jakarta
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D). CV Alfabeta. ISSN: 978-979-8433-24-5
Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Bina Grafika. Kuala
Lumpur
Susanti,Eva. 2008. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia”. (tesis). Medan : Universitas Sumatera Utara
Suparmoko, 2000. Pengantar Ekonomi Makro. BPFE. Yogyakarta
Suryopratomo. 2013. Harga Dari Ketidakjelasan Kebijakan BBM. Berita Metro
View. Kamis, 21 Maret 2013
Suyana Utama, Made. 2012. Metode Kuantitatif: Buku Ajar. Fakultas Ekonomi.
Universitas Udayana. Denpasar.
Syamsuri, Teddy. 2013. Tolak Pengendalian BBM bersubsidi yang melenceng
dari Konstitusi. Lensa Indonesia. April 2013
Sri Susilo, Y. 1999. Konsekuensi Ekonomi Pengurangan Subsidi BBM :
Pendekatan Model Keseimbangan Umum Terapan. UGM. Yogyakarta.
133
Sri Susilo, Y.2013. Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Dan Perekonomian
Indonesia. Pustaka Baru.Yogyakarta
Shahidul Islam M. 2008. The Third Oil Shock : The Path Forward For
Bangladesh. Journal Institute Of South Asian Studies National University
Of Singapore. No.71 Date 10 June 2008.
Shikha Jha,P Quising, and S. Camingue. 2009. Macroeconomic Uncertainties,
Oil Subsidies, and Fiscal Sustainability in Asia. ADB Economics Working
Paper Series. Asian Development Bank, Manila
Yusman Nora Bt Mohamed Yusoff dan Nurul Wahilah Bt Abdul Latif. 2013.
Measuring The Effects Of World Oil Price Change On Economic Growth
and Energy Demand In Malaysia : An ARDL Bound Testing Approach.
International Journal Of Trade, Economics And Finance.Vol 4. No. 1.
February
Yusgiantoro, Purnomi. 2000. Ekonomi Energi Teori dan Praktek. LP3ES. Jakarta
Zhang, Zhong Xiang. 2014. Energy Price, Subsidies and Tax Reform in China.
Original Article of Asia and The Pacific Policy Studies. Vol. 1 No. 3.
September.
Zuhroh Idah dan David Kaluge. 2007. Dampak Pertumbuhan Nilai Tukar Riil
Terhadap Pertumbuhan Neraca Perdagangan Indonesia (Suatu Aplikasi
Model Vector Autoregressive, VAR). Journal Of Indonesian Applied
Economics. Vol. 1 No. 1.Oktober 59-73
134
Lampiran 1
Hasil Korelasi Antar Variabel
Correlations
Harga
Jumlah Penduduk
Jumlah
Minyak
Kurs
Konsumsi
Impor
Subsidi
Penduduk
Dunia
Dollar
BBM
minyak
BBM
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed)
N
Harga Minyak Dunia
Pearson Correlation
30
.784
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
N
Pearson Correlation
N
Impor minyak
Pearson Correlation
N
Subsidi BBM
Pearson Correlation
N
**
.845
**
.862
**
.000
.000
30
30
30
30
30
1
**
**
**
**
.562
.562
.886
**
.000
.000
30
30
30
30
1
**
**
30
30
30
**
**
**
.575
.000
.000
.001
30
30
30
**
**
**
.857
.857
.000
.001
.818
.818
.001
.000
.680
.575
.680
.761
**
.001
.000
.000
30
30
30
1
**
.923
.905
**
.000
.000
30
30
30
**
1
.923
.946
**
.000
.000
.000
.000
30
30
30
30
30
30
**
**
**
**
**
1
.862
Sig. (2-tailed)
.758
.000
30
.845
Sig. (2-tailed)
**
.000
**
.758
Sig. (2-tailed)
.858
.000
30
.858
Sig. (2-tailed)
Konsumsi BBM
**
.000
N
Kurs Dollar
**
.784
.886
.761
.905
.000
.946
.000
.000
.000
.000
.000
30
30
30
30
30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
135
30
Lampiran 2
Hasil Regresi Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap Konsumsi BBM
Regression
REGRESSION
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
/NOORIGIN
/DEPENDENT Y1
/METHOD=ENTER X1.
Variables Entered/Removed
Variables
Variables
Entered
Removed
Model
1
b
Method
Jumlah
. Enter
Penduduk
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Konsumsi BBM
Model Summary
Model
R
1
.758
R Square
a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.575
.560
651.0135
a. Predictors: (Constant), Jumlah Penduduk
a
ANOVA
Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
160.000
1
160.666
Residual
112.502
28
420.518
Total
275.000
29
a. Dependent Variable: Konsumsi BBM
b. Predictors: (Constant), Jumlah Penduduk
136
F
37.856
Sig.
.000
b
Coefficients
a
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Std. Error
-51261.414
940188.813
.029
.005
Jumlah Penduduk
a. Dependent Variable: Konsumsi BBM
137
Coefficients
Beta
t
.758
Sig.
-5.452
.000
6.153
.000
Lampiran 3
Hasil Regresi Pengaruh konsumsi BBM, Harga Minyak Dunia, dan Kurs
Dolar Terhadap Impor Minyak
Regression
REGRESSION
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
/NOORIGIN
/DEPENDENT Y2
/METHOD=ENTER X2 X3 Y1.
Variables Entered/Removed
Variables
Variables
Entered
Removed
Model
1
Konsumsi BBM,
Method
. Enter
Kurs Dollar,
Harga Minyak
Dunia
a. All requested variables entered.
Model Summary
Model
R
1
.952
R Square
a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.906
.895
203873.90087
a. Predictors: (Constant), Konsumsi BBM, Kurs Dollar, Harga Minyak
Dunia
a
ANOVA
Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
104.223
3
344.408
Residual
109.029
26
57.655
Total
115.252
29
a. Dependent Variable: Impor minyak
b. Predictors: (Constant), Konsumsi BBM, Kurs Dollar, Harga Minyak Dunia
138
F
83.587
Sig.
.000
b
Coefficients
a
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Std. Error
-190098.179
85397.496
Harga Minyak Dunia
60.981
25.611
Kurs Dollar
30.051
.389
Konsumsi BBM
Coefficients
Beta
t
Sig.
-2.226
.035
.255
2.388
.025
11.987
.188
2.507
.019
.069
.607
5.630
.000
a. Dependent Variable: Impor minyak
139
Lampiran 4
Hasil Regresi Pengaruh konsumsi BBM, Harga Minyak Dunia, Kurs Dolar
dan Impor Minyak Terhadap Subsidi BBM Indonesia
Regression
REGRESSION
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
/NOORIGIN
/DEPENDENT Y3
/METHOD=ENTER Y1 X2 X3 Y2.
Variables Entered/Removed
Model
1
Variables
Variables
Entered
Removed
a
Method
Impor minyak,
Kurs Dollar,
Harga Minyak
Dunia,
. Enter
Konsumsi BBM,
Jumlah
Penduduk
b
a. Dependent Variable: Subsidi BBM
b. All requested variables entered.
Model Summary
Model
1
R
.979
R Square
a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.958
.949
10824.17455
a. Predictors: (Constant), Impor minyak, Kurs Dollar, Harga Minyak
Dunia, Konsumsi BBM, Jumlah Penduduk
140
a
ANOVA
Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
638.710
5
127.742
Residual
281.657
24
117.611
Total
666.367
29
F
Sig.
109.056
.000
b
a. Dependent Variable: Subsidi BBM
b. Predictors: (Constant), Impor minyak, Kurs Dollar, Harga Minyak Dunia, Konsumsi BBM,
Jumlah Penduduk
Coefficients
a
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Std. Error
.000
588.297
Sig.
.182
1.488
.150
159.744
.325
3.683
.001
4.314
1.068
.354
4.038
.000
Konsumsi BBM
.013
.005
.257
2.295
.031
Impor minyak
.026
.011
.343
2.442
.022
Kurs Dollar
.000
t
.311
Harga Minyak Dunia
37609.060
Beta
1.035
Jumlah Penduduk
38933.142
Coefficients
a. Dependent Variable: Subsidi BBM
141
Lampiran 5
Uji Linearitas Jumlah Penduduk Terhadap Konsumsi BBM
Curve Fit
Model Summary and Parameter Estimates
Dependent Variable: Konsumsi BBM
Equation
Model Summary
R Square
Linear
.945
F
df1
Parameter Estimates
df2
84.545
1
The independent variable is Jumlah Penduduk.
142
Sig.
28
.000
Constant
810.656
b1
4.839
Lampiran 6
Uji Linearitas Konsumsi BBM Terhadap Impor Minyak
Curve Fit
Model Summary and Parameter Estimates
Dependent Variable: Impor minyak
Equation
Model Summary
R Square
Linear
.945
F
df1
76.909
Parameter Estimates
df2
1
The independent variable is Konsumsi BBM.
143
Sig.
28
.000
Constant
.338
b1
.092
Lampiran 7
Uji Linearitas Harga Minyak Internasional Terhadap Impor Minyak
Curve Fit
Model Summary and Parameter Estimates
Dependent Variable: Impor minyak
Equation
Model Summary
R Square
Linear
.747
F
82.604
df1
Parameter Estimates
df2
1
The independent variable is Harga Minyak Dunia
144
Sig.
28
.000
Constant
.036
b1
.399
Lampiran 8
Uji Linearitas Kurs Dolar Terhadap Impor Minyak
Curve Fit
Model Summary and Parameter Estimates
Dependent Variable: Impor minyak
Equation
Model Summary
R Square
Linear
.462
F
24.035
df1
Parameter Estimates
df2
1
The independent variable is Kurs Dollar.
145
Sig.
28
.000
Constant
1806.606
b1
108.784
Lampiran 9
Uji Linearitas Konsumsi BBM Subsidi Terhadap Subsidi BBM
Curve Fit
Model Summary and Parameter Estimates
Dependent Variable: Subsidi BBM
Equation
Model Summary
R Square
Linear
.975
F
df1
86.771
Parameter Estimates
df2
1
The independent variable is Konsumsi BBM.
146
Sig.
28
.000
Constant
66.383
b1
328.745
Lampiran 10
Uji Linearitas Harga Minyak Dunia Terhadap Subsidi BBM
Curve Fit
Model Summary and Parameter Estimates
Dependent Variable: Subsidi BBM
Equation
Model Summary
R Square
Linear
.722
F
72.886
df1
Parameter Estimates
df2
1
The independent variable is Harga Minyak Dunia
147
Sig.
28
.000
Constant
62.859
b1
1381.954
Lampiran 11
Uji Linearitas Kurs Dolar Terhadap Subsidi BBM
Curve Fit
Model Summary and Parameter Estimates
Dependent Variable: Subsidi BBM
Equation
Model Summary
R Square
Linear
.712
F
69.383
df1
Parameter Estimates
df2
1
The independent variable is Kurs Dollar.
148
Sig.
28
.000
Constant
76.258
b1
9.253
Lampiran 12
Uji Linearitas Impor Minyak Terhadap Subsidi BBM
Curve Fit
Model Summary and Parameter Estimates
Dependent Variable: Subsidi BBM
Equation
Model Summary
R Square
Linear
.989
F
79.217
df1
Parameter Estimates
df2
1
The independent variable is Impor minyak.
149
Sig.
28
.000
Constant
66.238
b1
3497.982
Lampiran 13
Pengaruh Jumlah Penduduk (X1) Terhadap Subsidi BBM (Y3) Melalui
Konsumsi BBM Subsidi (Y1)
VARIABLES IN SIMPLE MEDIATION MODEL
Y
X
M
Y3
X1
Y1
DESCRIPTIVES STATISTICS AND PEARSON CORRELATIONS
Mean
SD
Y3
X1
Y2
Y3 32250,4320 24253,578
1,0000
,8341
,8732
X1 63224,5640 2452,6353
,5332
1,0000
,7321
Y1
16,14675
13,1530
,7854
,7623
1,0000
SAMPLE SIZE
30
DIRECT And TOTAL EFFECTS
Coeff
s.e.
b(YX)
8,3220
1,1209
b(MX)
,0034
,0009
b(YM.X) 2234,8582 130,6042
b(YX.M)
,5678
,2431
t Sig(two)
7,4353
,0000
76,7584
,0000
33,5725
,0000
1,5378
,0374
INDIRECT EFFECT And SIGNIFICANCE USING NORMAL DISTRIBUTION
Value
s.e. LL 95 CI UL 95 CI
Z Sig(two)
Effect
,7132
,6268
4,2466
10,3823
5,6317
,0340
FAIRCHILD ET AL. (2009) VARIANCE IN Y ACCOUNTED FOR BY INDIRECT
EFFECT:
,81422
***************************** NOTES
**********************************
------ END MATRIX -----
150
Lampiran 14
Pengaruh Harga Minyak Dunia (X2) Terhadap Subsidi BBM (Y3) Melalui
Impor Minyak (Y2)
VARIABLES
Y
X
M
IN SIMPLE MEDIATION MODEL
Y3
X2
Y2
DESCRIPTIVES STATISTICS AND PEARSON CORRELATIONS
Mean
SD
Y3
X2
Y2
Y3 37262,553 32245,722
1,0000
,7421
,8732
X2
28,9730
23,4363
,6422
1,0000
,7431
Y2
16,1478
13,5612
,8835
,6531
1,0000
SAMPLE SIZE
30
DIRECT And TOTAL EFFECTS
Coeff
s.e.
b(YX)
1472,8432 153,7624
b(MX)
,2854
,5328
b(YM.X) 2721,8634 148,8432
b(YX.M)
42,3830
54,7432
t
5,4272
3,0564
33,8432
,3273
Sig(two)
,0000
,0000
,0000
,0287
INDIRECT EFFECT And SIGNIFICANCE USING NORMAL DISTRIBUTION
Value
s.e. LL 95 CI UL 95 CI
Z Sig(two)
Effect
,5822
,9473 1279,4682 1883,5262
7,4884
,0220
FAIRCHILD ET AL. (2009) VARIANCE IN Y ACCOUNTED FOR BY INDIRECT
EFFECT:
,6352
****************************** NOTES
**********************************
------ END MATRIX -----
151
Lampiran 15
Pengaruh Kurs Dollar (X3) Terhadap Subsidi BBM (Y3) Melalui Impor
Minyak (Y2)
VARIABLES
Y
X
M
IN SIMPLE MEDIATION MODEL
Y3
X3
Y2
DESCRIPTIVES STATISTICS AND PEARSON CORRELATIONS
Mean
SD
Y3
X3
Y2
Y3 35383,531 33547,834
1,0000
,6372
,8943
X3 4742,4000 2843,8538
,9352
1,0000
,6582
Y2
15,1378
14,4743
,4752
,9482
1,0000
SAMPLE SIZE
30
DIRECT And TOTAL EFFECTS
Coeff
s.e.
b(YX)
7,3640
1,21207
b(MX)
,0047
,0009
b(YM.X) 5227,8744 132,8242
b(YX.M)
,8965
,4642
t
7,4398
8,5383
25,3737
2,7384
Sig(two)
,0000
,0000
,0000
,0343
INDIRECT EFFECT And SIGNIFICANCE USING NORMAL DISTRIBUTION
Value
s.e. LL 95 CI UL 95 CI
Z Sig(two)
Effect
,6437
,3517
7,2585
17,4637
5,2585
,0380
FAIRCHILD ET AL. (2009) VARIANCE IN Y ACCOUNTED FOR BY INDIRECT
EFFECT:
,6223
***************************** NOTES
**********************************
------ END MATRIX -----
152
Lampiran 16
Pengaruh Konsumsi BBM Subsidi (Y1) Terhadap Subsidi BBM (Y3)
Melalui Impor Minyak (Y2)
VARIABLES
Y
X
M
IN SIMPLE MEDIATION MODEL
Y3
Y1
Y2
DESCRIPTIVES STATISTICS AND PEARSON CORRELATIONS
Mean
SD
Y3
Y1
Y2
Y3 35352,431 32255,432
1,0000
,6754
,8754
Y1 145,3573 148,4681
,6742
1,0000
,7814
Y2
14,1354
14,5742
,8733
,8538
1,0000
SAMPLE SIZE
30
DIRECT And TOTAL EFFECTS
Coeff
s.e.
b(YX)
456,5384
7,8653
b(MX)
,0840
,0056
b(YM.X) 5738,9644 153,6577
b(YX.M) 6554,8459 14,6427
t
43,6744
42,7352
15,6482
7,7533
Sig(two)
,0000
,0000
,0000
,0000
INDIRECT EFFECT And SIGNIFICANCE USING NORMAL DISTRIBUTION
Value
s.e. LL 95 CI UL 95 CI
Z Sig(two)
Effect
,4252
,7753 148,3854 458,3489
6,4227
,0000
FAIRCHILD ET AL. (2009) VARIANCE IN Y ACCOUNTED FOR BY INDIRECT
EFFECT:
,9670
****************************** NOTES
**********************************
------ END MATRIX -----
153
Lampiran
Data Penelitian
Tahun
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
158083573
161580865
165154785
167881346
170654786
173472567
176336980
179378946
182222698
185254289
188359108
191523808
194754808
197353900
199445007
201559567
203625457
206264595
207995368
212003475
215276685
217854235
219205367
222192347
225642125
228523436
231369563
237641326
244775796
257516167
Harga
Kurs
Konsumsi Impor
Minyak
dollar
BBM
Minyak
Dunia (USD) (Rupiah) (Barrel)
(USD)
23.66
700
1144.8
5813
29.44
758
2696.8
3105
27.89
890
3275.6
5535
26.05
1110
1086.4
4725
19.15
1641
1067.9
5523
18.96
1650
2909.0
4435
20.58
2795
1195.2
10145
24.5
1901
1920.4
13435
21.5
1992
2310.3
24185
20.58
2015
6115.0
66054
18.48
2110
12170.6
45430
17.19
2200
12367.4
82510
28.4
2308
12910.8
29300
22.03
2383
15595.5
84120
20.61
8325
19924.1
91495
10.4
10350
283610 10653.7
19.3
8685
557700 13681.1
20.26
9585
888360 16019.5
25.95
9400
996390 15471.8
26.15
9655
425370 26525.8
30.99
8465
296465 17610.9
41.47
9018
547125 28732.0
56.7
9830
949315 27457.7
66.25
9020
888365 18962.9
72.41
9419
528145 20553.0
99.75
10950
656205 11932.8
62.09
9400
435300 18980.7
79.61
9991
2375960 27412.7
95.11
8779
4359900 40701.5
94.15
9380
2398225 42564.2
154
Subsidi
BBM
(Triliun)
700
607
850
550
602
582
907
815
930
1692
1280
1687
1145
1416
9814
28607
40923
53810
68381
31162
30038
69025
95599
64212
83792
139107
45039
82351
165161
137379
Download