TESIS KAJIAN TERHADAP FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) INDONESIA PUTU ARI MULYANI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS KAJIAN TERHADAP FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) INDONESIA PUTU ARI MULYANI NIM 1291461014 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 i KAJIAN TERHADAP FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) INDONESIA Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Ekonomi, Program Pascasarjana Universitas Udayana PUTU ARI MULYANI NIM 1291461014 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 ii Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 12 JANUARI 2015 Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. I Wayan Sudirman, SE.,SU NIP. 195005101978031002 Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE.,M.P NIP. 196007061986012001 Mengetahui, Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Udayana, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE.,M.S NIP. 195307301983031001 Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP.19590215 198510 2 001 iii Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 12 Januari 2015 Panitia Pengujian Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No.: 4526/UN14.4/HK/2014 , Tanggal 31 Desember 2014 Ketua : Prof. Dr. I Wayan Sudirman, SE.,SU Anggota : 1. Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE.,M.P 2. Dr. A.A.I.N Marhaeni, SE, MS 3. Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE, MS 4. Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE.,M.S iv Surat Pernyataan Bebas Plagiat Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Putu Ari Mulyani NIM : 1291461014 Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Tesis : Kajian Terhadap Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Indonesia Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang – Undangan yang berlaku. Denpasar, 12 Januari 2015 Yang membuat pernyataan (Putu Ari Mulyani) v UCAPAN TERIMAKASIH Pertama – tama perkenankan penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas segala rahmat dan petunjukNya tesis ini dapat penulis selesaikan. Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr.dr. Ketut Suastika, Sp. PD-KEMD atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Ekonomi pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa program Magister Ilmu Ekonomi pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, SE.,MS Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana atas ijin yang diberikan. Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada Prof. Dr. I Wayan Sudirman, SE.,SU sebagai pembimbing I dan Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE.,M.P sebagai pembimbing II, Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE, MS, Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE.,M.S, dan Dr. A.A.I.N Marhaeni, SE, MS sebagai penguji pada tesis ini yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Kepada seluruh pengelola dan staff Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana penulis juga ucapkan terimakasih atas bantuan dan dukungannya selama penulis mengikuti perkuliahan. Kepada teman – teman MIE angkatan XXII penulis ucapkan terimakasih atas dukungan selama penulis mengikuti seluruh proses belajar mengajar di Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana serta semua pihak yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam proses pembuatan penelitian ini. Denpasar, 12 Januari 2015 (Putu Ari Mulyani) vi KAJIAN TERHADAP FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) INDONESIA ABSTRAK Subsidi BBM merupakan salah satu bantuan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia yang jumlahnnya paling tinggi dibandingkan dengan subsidi lainnya. Sampai saat ini Indonesia belum bisa terlepas dari permasalahan subsidi BBM. Besaran jumlah realisasi subsidi BBM setiap tahunnya selalu melebihi dari anggaran yang ditetapkan dalam APBN sehingga subsidi ini merupakan salah satu beban bagi APBN dan sering menimbulkan defisit anggaran. Peningkatan konsumsi BBM bersubsidi oleh masyarakat mengakibatkan impor minyak semakin meningkat dan kuota subsidi setiap tahun selalu mengalami defisit. Harga minyak dunia yang semakin melambung tinggi serta fluktuasi kurs dolar terhadap rupiah menambah serta tekanan APBN akibat subsidi BBM. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang terdapat dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari pencatatan dan laporan dari berbagai instansi seperti BPS, Kemenkeu, Bank Indonesia, U.S Energy Information Administration (EIA), Kementerian ESDM, Ditjen Migas, jurnal serta hasil penelitian sebelumnya. Variabel di analisis menggunakan analisis jalur untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta Uji sobel untuk mengetahui tingkat signifikansi variabel intervening sebagai variabel mediasi. Berdasarkan hasil regresi di dapat hasil bahwa koefisien determinasi total sebesar 0,998 yang memiliki arti 99,8 persen dijelaskan oleh model sedangkan sisanya 0,2 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Variabel konsumsi minyak subsidi, harga minyak dunia, kurs dollar dan impor memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap subsidi BBM. Variabel kurs dollar merupakan variabel dominan secara langsung mempengaruhi subsidi BBM sedangkan variabel konsumsi BBM subsidi merupakan variabel dominan berpengaruh secara tidak langsung terhadap subsidi BBM melalui impor minyak. Untuk mengurangi beban subsidi BBM dalam APBN di masa yang akan datang pemerintah lebih mengembangkan energy terbarukan pengganti minyak sebagai bahan bakar dikarenakan suatu saat nanti minyak sebagai bahan bakar pasti akan menipis jumlahnya sedangkan manusia dan segala kebutuhannya akan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, pemerintah perlu menyediakan trasportasi umum yang memadai sehingga mengurangi mobilitas kendaraan pribadi serta yang terpenting adalah pemerintah lebih serius dalam pelaksanaan program konversi BBM ke BBG untuk kendaraan baik dari segi teknologi konversi dan jaminan keamanan bagi setiap penguna BBG tersebut. Kata kunci : Subsidi BBM, Anggaran Pemerintah, Harga Minyak Internasional, Konsumsi BBM vii STUDY ON FACTOR OF AFFECTING THE FUEL OIL SUBSIDY (BBM) INDONESIA ABSTRACT Fuel subsidies is one of the aid given by the governmen of indonesia that its amount is highest than other subsidies. Until now Indonesia can not be separated from the issue of fuel subsidy. The amount of fuel subsidy spending every year always excess of the state budget which it has been determined in the state budget so that this subsidy is one of a burden for the state budget and it often cause the budget deficit. Increased of consumption the fuel subsidy by the public cause increased import of fuel and subsidy quota every year is always in deficit. World fuel prices was soared and fluctuation of dollar rate on the rupiah give contribution on pressure of the state budget as a result of the fuel subsidy. This study aims to find out and to analyze the factors that affecting the fuel subsidy (BBM) which written in the state budget. The data has been used in this study as follows secondary data obtained from the records and reports from various agencies such as statistic bureau (BPS), Ministry of Finance, Indonesia bank, the US. Energy Information Administration (EIA), the Ministry of Energy and Mineral Resources, Directorate General of oil and Gas, previous journals and the results of studies. Variables has been analyzed by using path analysis to find out direct and indirect effect as well as Sobel test to find out the level of significance of intervening variable as moderator variable. Test of model validity by using the coefficient of total determination and trimming theory to find out the variation of fuel subsidy (BBM) in Indonesia that it can be explained by the exogen variable. Based on the regression results found the coefficient of total determination 0.998 its means 99.8 percent explained by the model while the remaining 0.2 percent explained by other variables outside of the model. Variable of dollar rate is the dominant variable which directly affects on the fuel subsidy. While the fuel subsidized consumption variable is the dominant variable which indirect effect on fuel subsidies through fuel import. To reduce the burden of fuel subsidy in the future state budget hence the government needs to increase oil lifting to reduce fuel imports by way of exploring new wells to replace the old wells which its lifting is declining and increasing investment in the construction of oil refineries in Indonesia to maintain national energy security as well as trying to develop renewable energy instead of oil as fuel because someday oil as a source of un-renewable energy surely be depleted in number while the man and all their needs would increase from year to year. The government should provide adequate public transportation, thereby reducing private vehicle mobility and most importantly is the government more serious in the implementation of the program of conversion fule to liquid gas for vehicles both in terms of conversion technology and security guarantees for each user of liquid gas Keyword : Fuel Subsidy, State Budget, International Oil Price, Fuel Consumption viii DAFTAR ISI Halaman JUDUL ............................................................................................................. PRASYARAT GELAR.................................................................................... LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................ SURAT PERNYATAAN................................................................................. UCAPAN TERIMAKASIH............................................................................. ABSTRAK ....................................................................................................... ABSTRACK .................................................................................................... DAFTAR ISI.................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR TABEL............................................................................................ i ii iii iv v vi vii viii ix xii xiii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 1 1 14 15 15 BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... 2.1 Struktur APBN ........................................................................ 2.2 Kebijakan Fiskal Dalam Pengeluaran Subsidi BBM ............... 2.3 Permintaan Terhadap Barang Yang Disubsidi ......................... 2.4 Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) ...................................... 2.5 Landasan Kebijakan Subsidi BBM .......................................... 2.6 Defisit Anggaran Akibat Subsidi BBM.................................... 2.7 Kurs Valuta Asing .................................................................... 2.8 Pertumbuhan Penduduk............................................................ 2.9 Minyak Bumi............................................................................ 2.10Konsumsi.................................................................................. 2.11Impor ........................................................................................ 2.12Keaslian Penelitian ................................................................... 17 17 21 23 24 29 29 30 35 36 38 40 44 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ................................................................................. 3.1 Kerangka Berpikir .................................................................... 3.2 Konsep Penelitian .................................................................... 3.3 Hipotesis Penelitian ................................................................. 49 49 53 60 BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................... 4.1 Rancangan Penelitian ............................................................. 62 62 ix 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 BAB V Lokasi Penelitian ..................................................................... Identifikasi Variabel ................................................................ Definisi Operasional Variabel ................................................. Jenis dan Sumber Data ............................................................ Metode Pengumpulan Data ..................................................... Teknik Analisis Data ............................................................... 4.7.1 Analisis Deskriptif ....................................................... 4.7.2 Analisis Jalur................................................................ 4.7.3 Uji Sobel ...................................................................... 64 64 64 66 67 68 68 68 74 HASIL PENELITIAN ..................................................................... 5.1 Penerapan Kebijakan BBM Di Indonesia................................. 5.1.1 Subsidi BBM Di Indonesia dan Dunia ......................... 5.1.2 Ketergantungan Indonesia sebagai Negara Impor ........ 5.1.3 Kebijakan Harga BBM bersubsidi dari Pemerintah Orde Baru sampai Era Reformasi ................................. 5.1.4 Belanja Subsidi BBM dibandingkan dengan Belanja Pemerintah Pusat Lainnya ............................................ 5.1.5 Konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia ...................... 5.2 Deskripsi Data Hasil Penelitian................................................ 5.2.1 Subsidi BBM di Indonesia............................................ 5.2.2 Perkembangan Konsumsi BBM Subsidi ...................... 5.2.3 Jumlah Penduduk.......................................................... 5.2.4 Harga Minyak Dunia .................................................... 5.2.5 Kurs Dolar .................................................................... 5.2.6 Impor Minyak ............................................................... 5.3 Validitas Model ........................................................................ 5.4 Analisis Diagram Jalur Penelitian ............................................ 5.4.1 Uji Linieritas................................................................. 5.4.2 Hubungan Antar Variabel Penelitian............................ 5.4.3 Koefisien Jalur dan Signifikansi Hubungan Antar Variabel .............................................................. 5.4.4 Pengaruh Tidak Langsung Masing-masing Variabel Intervening Melalui Uji Sobel ...................................... 5.4.5 Koefisien Pengaruh Langung, Pengaruh Tidak Langsung, dan Pengaruh Total Antar Variabel ............ 5.5 Pembahasan .............................................................................. 5.5.1 Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap Subsidi BBM melalui Konsumsi BBM Subsidi ........... 5.5.2 Analisis Pengaruh Konsumsi BBM subsidi, Harga Minyak Dunia, dan Kurs Dolar terhadap subsidi BBM Melalui Impor Minyak.................................................. 5.5.3 Analisis Pengaruh Konsumsi BBM subsidi, Harga Minyak Dunia, Kurs Dolar dan Impor Minyak Terhadap Subsidi BBM ............................................... 76 76 76 78 x 80 83 84 87 87 88 90 91 93 94 95 97 97 98 99 103 106 106 106 113 117 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN............................................................. 6.1 Simpulan................................................................................... 6.2 Saran ........................................................................................ 123 123 125 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 128 LAMPIRAN .................................................................................................. 135 xi DAFTAR GAMBAR Halaman 1.1 Realisasi Penjualan BBM Bersubsidi Menurut Sektor 2001-2012 .......... 6 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian ................................................................. 52 3.2 Kerangka Konsep Penelitian ................................................................... 60 4.1 Rancangan Penelitian .............................................................................. 63 4.2 Hubungan Antar Variabel......................................................................... 69 5.1 Grafik Negara Di Dunia Yang Menerapkan Sistem Subsidi BBM Tahun 2012 (dalam miliar dolar AS)........................................................ 77 5.2 Grafik Produksi dan Konsumsi Minyak Indonesia Tahun 1964-2012 (dalam juta barel per hari) ........................................................................ 79 5.3 Realisasi Belanja Pemerintah PusatTahun 2005-2013 (dalam triliun Rupiah) ..................................................................................................... 83 5.4 Diagram Jalur Variabel Hasil Penelitian Kajian Terhadap Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Subsidi BBM Indonesia ............................. 97 xii DAFTAR TABEL Halaman 1.1 Realisasi Berbagai Jenis Subsidi Di Dalam APBN dari Tahun 2008 – 2012 (dalam triliun rupiah) .............................................. 2 1.2 Realisasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam Negeri dan Impor BBM (dalam Juta Barrel Per Tahun) .......................... 8 1.3 Peningkatan Konsumsi BBM, Produksi BBM dalam Negeri Dan Impor BBM (dalam Juta Barrel Per Tahun) ..................................... 10 1.4 Rata – rata Perkembangan Harga Minyak Dunia, Kurs Dollar Dan Subsidi BBM Tahun 2006 – 2012 .................................................... 12 5.1 Perkembangan Harga BBM Bersubsidi Indonesia Tahun 1991-2013 (dalam ribu rupiah) ................................................................................... 80 5.2 Jenis Konsumsi BBM Yang disubsidi Pemerintah Indonesia Tahun 2006 – 2012 (dalam juta kilometer) .............................................. 85 5.3 Transportasi Darat Pengguna BBM bersubsidi Tahun 2005-2012 (dalam unit)............................................................................................... 86 5.4 Perkembangan Realisasi Subsidi BBM di Indonesia Tahun 1983-2012 (dalam triliun) ........................................................................................... 87 5.5 Perkembangan Konsumsi BBM di Indonesia Tahun 1983-2012 (dalam juta barel per tahun)...................................................................... 89 5.6 Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 1983-2012 (dalam juta jiwa) ....................................................................................... 90 5.7 Perkembangan Harga Minyak Dunia Tahun 1983-2012 (dalam USD/Barel) ................................................................................... 92 5.8 Perkembangan Kurs Dolar Periode Tahun 1983-2012 (dalam ribu rupiah) ................................................................................... 93 5.9 Perkembangan Impor Minyak Indonesia Tahun 1983-2012 (dalam miliar USD) .................................................................................. 95 5.10 Rangkuman Hasil Analisis Uji Linieritas ............................................... 98 xiii 5.11 Rangkuman Hasil Analisis Korelasi ....................................................... 99 5.12 Ringkasan Koefisien Jalur dan Signifikansi Hubungan Antar Variabel Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Subsidi BBM Indonesia. 100 5.13 Ringkasan Pengujian Pengaruh Tidak Langsung Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Subsidi BBM ....................................................... 104 5.14 Indonesia Ringkasan Koefisien Hubungan Langsung, Tidak Langsung Dan Total Antar Variabel Faktor – Faktor Yang Menpengaruhi Subsidi BBM Indonesia a ....................................................................... 106 xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang sampai saat ini masih mengimpor minyak untuk mencukupi kebutuhan minyak di dalam negeri. Minyak yang biasa disebut dengan bahan bakar minyak atau yang lebih dikenal dengan nama BBM merupakan suatu komoditas yang sangat berperan penting dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Booming minyak yang terjadi pada masa pemerintahan orde baru dan keinginan pemimpin bangsa ini agar semakin banyak rakyat dapat menikmati keberlimpahan minyak maka ditetapkanlah kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Minyak yang disubsidi mengakibatkan harga BBM lebih murah dari harga keekonomiannya walaupun biaya produksi yang dikeluarkan sangat tinggi tetapi pada waktu itu pemerintah Indonesia masih mampu secara finansial. Fenomena ini terus berlanjut sampai defisit minyak menghampiri. Kebijakan subsidi BBM yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia membuat anggaran subsidi energi di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun cenderung mengalami kenaikan. Besaran subsidi BBM dinilai menjadi alasan pokok tidak sehatnya keseimbangan primer APBN dari sisi pengeluaran sehingga dapat menimbulkan defisit anggaran pemerintah. Konsumsi yang berlebihan membuat Indonesia kini menjadi negara pengimpor minyak yang 1 sangat tergantung dari fluktuasi harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Dalam APBN suatu negara, subsidi bertujuan untuk mengendalikan harga komoditas yang disubsidi. Subsidi merupakan instrumen kebijakan fiskal pemerintah Indonesia untuk pemerataan terhadap ekonomi dan pembangunan. Tujuan utama adanya subsidi di Indonesia adalah menjaga kelompok masyarakat miskin agar tetap dapat menikmati pelayanan publik, pembangunan ekonomi dan sosial. Kebijakan subsidi merupakan bagian utama dari kebijakan fiskal. Setiap tahun pemerintah mengalokasikan anggaran negara untuk program – program subsidi. Tabel 1.1 berikut menyajikan realisasi berbagai jenis subsidi di dalam APBN. Tabel 1.1 Realisasi Berbagai Jenis Subsidi Di Dalam APBN Tahun 2008 – 2012 (dalam triliun rupiah) Jenis Subsidi A. Energi 1.Subsidi BBM 2. Subsidi Listrik B. Non Energi 1. Subsidi Pangan 2. Subsidi Pupuk 3. Subsidi Benih 4. PSO 5. Kredit Program 6. Subsidi Minyak Goreng 7. Subsidi Pajak 8. Subsidi Kedelai 9. Subsidi Lainnya 2008 223,013 139,107 83,906 52,278 12,095 15,181 985 1,729 939 103 21,018 225 - 2009 94,585 45,039 49,546 43,496 12,987 18,329 1,597 1,339 1,070 8,173 - Tahun 2010 139,952 82,351 57,601 52,754 15,153 18,410 2,177 1,373 823 14,815 - Sumber : Kementerian Keuangan RI (Data Pokok APBN), 2012 2 2011 2012 255,608 202,353 165,161 137,380 90,447 64,973 39,749 42,723 16,539 20,926 16,344 13,958 96 129 1,833 2,151 1,522 1,293 3,411 4,263 - Pada Tabel di 1.1 menunjukkan subsidi energi merupakan subsidi yang paling tinggi jumlahnya daripada subsidi non energi. Di dalam subsidi energi tersebut terdiri dari subsidi BBM dan subsidi listrik. Subsidi BBM merupakan subsidi yang paling tinggi bagi beban pemerintah dalam APBN setiap tahunnya. Kesalahan dalam pengelolaan kebijakan subsidi BBM dapat menimbulkan kerawanan fiskal. Ketika harga minyak dunia terus mengalami kenaikan dan pertumbuhan kendaraan yang cukup tinggi setiap tahun, maka anggaran subsidi BBM terus meningkat jumlahnya dalam APBN. Peningkatan harga minyak dunia memaksa pemerintah Indonesia untuk menjalankan anggaran yang lebih besar untuk membiayai subsidi. Indonesia bukan lagi negara pengekspor dan telah memiliki penurunan minyak dan meningkatkan konsumsi sejak tahun 2003. Indonesia adalah negara yang mengalami tekanan fiskal akibat penurunan pendapatan minyak dan peningkatan pesat dalam jumlah subsidi BBM. Subsidi BBM yang terlalu besar akan mengurangi ruang fiskal untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebagai prasyarat pengentasan kemiskinan (Dartanto, 2012). Defisit neraca perdagangan Indonesia disebabkan oleh besarnya defisit dari sisi neraca perdagangan minyak. Defisit neraca perdagangan cukup mengkhawatirkan karena nilainya akan selalu meningkat. Salah satu upaya untuk memangkas defisit adalah dengan pengendalian subsidi BBM karena defisit banyak disumbang oleh transaksi perdagangan minyak. Pengendalian BBM bersubsidi merupakan salah satu cara dalam menjembatani kesehatan fiskal tanpa membahayakan perekonomian nasional secara keseluruhan, serta proteksi kepada 3 penduduk miskin. Pengendalian BBM bersubsidi juga ditujukan untuk mengurangi risiko terlampauinya kuota BBM bersubsidi yang disepakati antara Pemerintah dan DPR (Paramita, 2013). Menurut Said Didu (2013) subsidi BBM dapat dikatakan membebani APBN setiap tahunnya. Apabila subsidi BBM dihapuskan dari anggaran APBN maka yang terjadi adalah naiknya harga BBM yang akan berdampak pada naiknya harga-harga kebutuhan pokok pada umumnya. Kebijakan subsidi BBM selalu dihadapkan pada pilihan yang dipersulit oleh pengambil kebijakan (Pemerintah dan DPR). Sebagaimana di berbagai Negara, ada tiga prinsip utama subsidi. Pertama, ditujukan untuk mengurangi dampak nyata bagi kehidupan masyarakat tidak mampu. Kedua, subsidi ditujukan hanya kepada yang berhak menerima, bukan kepada barang atau produk dan ketiga, secara ideal, penerima subsidi disampaikan ke orang secara langsung (by name by address). Jika tidak memenuhi karakteristik tersebut tidak dikategorikan sebagai subsidi, tetapi diwujudkan sebagai Public Service Obligation, yang dapat dinikmati siapapun. Kebijakan pemerintah Indonesia menaikkan subsidi BBM pada bulan Juni tahun 2013 yang di berlakukan oleh pemerintah Indonesia sendiri menimbulkan pro dan kontra. Berapapun besarnya subsidi akan membebani APBN, karena peningkatan subsidi BBM akan membuat peningkatan defisit anggaran. Semakin banyak subsidi yang dianggarkan oleh pemerintah maka akan memberikan tekanan pada kondisi fiskal Indonesia yang dapat mempengaruhi kestabilan dan keberlanjutan keuangan negara. Di lain pihak subsidi BBM masih diperlukan untuk kesejahteraan masyarakat karena dengan adanya subsidi BBM akan dapat 4 meringankan beban masyarakat dalam memperoleh sumber energi yaitu berupa BBM yang akan dapat menunjang aktivitas masyarakat. Pemerintah menetapkan kebijakan subsidi BBM tersebut untuk melindungi masyarakat yang tergolong masyarakat menengah ke bawah dan penyaluran jenis BBM yang disubsidi harus dilaksanakan dengan tepat sasaran, tepat volume dan tepat waktu kepada konsumen pengguna yang berhak untuk mendapatkannya (Peraturan BPH Minyak, 2013). Namun dalam pelaksanaannya subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh masyarakat golongan menengah ke atas yang pendapatannya seharusnya mampu untuk membeli BBM non subsidi. Artinya masih banyak pihak-pihak yang tidak berhak akan subsidi BBM tersebut, namun dalam penggunaannya jika dilihat secara riil, memang tidak dipungkiri bahwa penikmat subsidi BBM masih didominasi oleh kalangan yang tergolong mampu yaitu dari sektor transportasi yang memiliki motor dan mobil pribadi. Besarnya disparitas harga antara BBM bersubsidi dan BBM nonsubsidi memberikan andil dalam peningkatan penggunaan BBM bersubsidi dimana masyarakat yang dianggap mampu pada akhirnya akan mengkonsumsi BBM bersubsidi. Menurut Darmaputera dan Kurnaedy (1999), BBM jenis premium pada periode tahun 1980 sampai sekarang telah menjadi barang kebutuhan pokok. Hal ini menunjukkan bahwa dalam beberapa dasawarsa telah terjadi pergeseran makna BBM bagi penduduk Indonesia. Dahulu, premium merupakan bahan mewah yang hanya akan dikonsumsi bila pendapatan relatif tinggi, sekarang penduduk yang pendapatannya rendahpun mengkonsumsi premium untuk kelangsungan hidupnya sebagai transportasi (baik perorangan maupun umum) dan telah menjadi barang 5 kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia yang semakin modern dan bermobilitas tinggi. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka akan berdampak terhadap pertumbuhan kepemilikan kendaraan, sistem transportasi, dan konsumsi BBM. Pertumbuhan ekonomi yang melesat cukup tinggi ditandai dengan membaiknya ekonomi Indonesia telah membuat konsumsi BBM juga semakin meningkat karena setiap pertumbuhan ekonomi akan membutuhkan energi sebagai penggerak roda perekonomian. Pertumbuhan ekonomi yang mengalami peningkatan membuat penggunaan BBM di berbagai sektor semakin meningkat. Realisasi penjualan BBM bersubsidi Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.1. Gambar 1.1 Realisasi Penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi Menurut Sektor Tahun 2001 – 2012 (dalam Juta Kilo Liter) Sumber: Ditjen Migas, 2012 6 Dari Gambar 1.1 dapat dilihat bahwa setiap tahunnya dari tahun 2001 sampai tahun 2012 jumlah realisasi penjualan BBM bersubsidi menunjukkan jumlah yang semakin meningkat dan konsumsinya di dominasi oleh konsumen dari sektor transportasi yaitu sebesar 54,90 persen jauh lebih tinggi dibandingkan sektor lainnya. Peningkatan kebutuhan BBM yang tinggi pada sektor transportasi disebabkan karena peningkatan jumlah kendaraan yang cukup tinggi, peningkatan mobilitas perjalanan karena jarak tempat tinggal yang semakin menjauh dari tempat beraktivitas, kemacetan yang semakin padat serta ditambah harga BBM yang cenderung masih murah. Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM) Nomor 18 Tahun 2013 tentang harga jual eceran jenis bahan bakar minyak tertentu untuk konsumen pengguna tertentu dalam negeri menyebutkan terdapat tiga jenis BBM yang disubsidi yaitu jenis bensin premium, kerosene atau minyak tanah dan minyak solar, namun seiring dengan program pemerintah yang melakukan konversi minyak tanah ke LPG yang dimulai tahun 2007 sehingga membuat pengguna minyak tanah terus mengalami penurunan. Konversi tersebut dilakukan karena biaya produksi pengadaan LPG lebih murah dari pada minyak tanah. Alokasi belanja subsidi untuk BBM yang selalu meningkat setiap tahunnya telah menjadi beban bagi APBN. Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi dapat dipastikan di saat itu pula muncul polemik. Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi sering kali dipolitisasi para elit politik demi mendapatkan simpati publik. Menaikkan harga BBM bersubsidi sesungguhnya merupakan kebijakan yang memiliki dampak positif bagi keseimbangan APBN. Jika pemerintah tidak 7 menempuh langkah itu, beban subsidi di dalam APBN akan terus membengkak (Kumoro, 2013). Anggaran dan realisasi subsidi BBM dalam APBN dapat dilihat pada Tabel 1.2 berikut ini. Tabel 1.2 Realisasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam APBN Tahun 2000 – 2012 (dalam Triliun rupiah) No Tahun Aggaran Subsidi BBM dalam APBN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 51,135 53,781 30,462 24,512 63,083 89,194 62,732 55,604 126,816 52,392 68,727 129,724 123,600 Realisasi Subsidi BBM 53,810 68,381 31,162 30,038 69,025 95,599 64,212 83,792 139,107 45,039 82,351 165,161 137,380 Defisit/Surplus Anggaran Subsidi -2,675 -14,600 -700 -5,526 -5,942 -6,405 -1,480 -28,188 -12,291 7,353 -13,624 -35,437 -13,680 Sumber : Bank Indonesia (Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia), 2012 Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa dari tahun anggaran 2000 sampai dengan tahun anggaran 2012 menunjukkan jumlah realisasi subsidi BBM selalu melebihi dari subsidi yang dianggarkan pemerintah dalam anggaran APBN. Pada tahun 2007 tercatat realisasi subsidi BBM sebesar 83,7 triliun atau 16,6 persen dari total APBN hingga mencapai 2,5 kali lipat subsidi listrik dan non-energi. Pada tahun 2007 anggaran subsidi BBM juga mengalami defisit hingga mencapai 28,188 triliun rupiah padahal konsumsi BBM bersubsidi mengalami penurunan seiring dengan program pemerintah yang melakukan konversi minyak tanah ke gas, hal ini disebabkan oleh kenaikan harga minyak mentah (crude oil) dunia. 8 Realisasi besarnya subsidi BBM pada tahun 2008 meningkat lagi hingga mencapai 139,107 triliun, kondisi ini disebabkan harga minyak mentah dunia yang mencapai hampir 100 US$ per barel dan terjadinya depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika mencapai Rp. 10,950 per dolar Amerika. Tetapi pada tahun 2009 realisasi subsidi BBM mengalami penurunan tajam disebabkan oleh kemerosotan harga minyak dunia yang mencapai di bawah 70 US$ per barrel dan tahun 2011 subsidi BBM kembali mengalami defisit yang tajam disebabkan oleh meningkatnya harga minyak dunia mencapai 19,50 persen dari tahun sebelumnya. Beban subsidi yang ditanggung APBN jumlahnya berfluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan. Disamping itu impor minyak yang akan mempengaruhi subsidi BBM yang sangat rentan dengan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (US$) serta harga minyak mentah di pasar internasional. Beban subsidi yang ditanggung APBN jumlahnya berfluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan. Di samping itu subsidi BBM sangat rentan dengan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (US$) serta harga minyak mentah di pasar dunia. Besarnya pengaruh subsidi BBM terhadap keseimbangan primer disebabkan oleh lifting minyak di dalam negeri semakin turun. Padahal harga minyak dan konsumsi energi masyarakat semakin lama semakin tinggi. Konsumsi atau penjualan BBM domestik dipengaruhi oleh aktivitas atau kebutuhan konsumen BBM yaitu sektor transportasi, sektor industri, sektor rumah tangga dan sektor listrik. Peningkatan konsumsi BBM di Indonesia tumbuh pesat dan tidak diikuti dengan produksi minyak mentah dalam negeri. Konsumsi BBM bersubsidi yang 9 berlebihan mengakibatkan impor minyak (minyak mentah dan hasil minyak) meningkat dan pada akhirnya akan berdampak negatif bagi neraca perdagangan. Selain faktor konsumsi BBM di dalam negeri yang semakin meningkat sehingga sebagian minyak harus di impor, tetapi juga dilihat dari faktor biaya untuk memproduksi BBM lewat kilang minyak di Indonesia lebih mahal dan kilang untuk memproduksi BBM dari segi umur dan teknologinya sudah tua yang mengakibatkan tidak ekonomisnya lagi dalam memproduksi BBM sehingga sebagian minyak mentah harus diimpor. Adapun konsumsi minyak baik minyak yang bersubsidi maupun minyak non subsidi, Produksi minyak di dalam Negara dan Impor minyak ditunjukkan seperti pada Tabel 1.3 Tabel 1.3 Konsumsi Minyak, Produksi Minyak Dalam Negeri Dan Impor Minyak Tahun 2005-2012 (dalam Juta Barel per Tahun) Tahun Konsumsi Minyak Produksi Minyak dalam Negeri Impor Minyak 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 297,802 374,691 383,453 388,107 379,142 388,241 394,052 479,245 268,529 257,821 244,396 251,531 246,289 241,156 238,957 208,453 164,842 131,765 149,479 153,105 137,817 146,997 157,155 199,792 Sumber data: Ditjen Migas 2012, (data diolah) Berdasarkan Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa Produksi minyak dalam Negeri dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan rata – rata 3 persen per tahun yaitu pada tahun 2005 yang berjumlah 268,529 juta barel dan terus mengalami penurunan pada tahun berikutnya dan pada tahun 2012 produksi minyak mencapai 208,453 juta barel per tahun. Jumlah konsumsi minyak 10 masyarakat di Indonesia baik minyak subsidi maupun non subsidi lebih tinggi jumlahnya daripada jumlah produksi minyak dalam negeri. Hal ini membuat pemerintah memutuskan mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan akan BBM di dalam negeri. Impor minyak yang semakin tinggi dengan ketidakpastian harga minyak dunia yang berfluktuasi membuat ketidakpastian dalam jumlah subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah. Kenaikan harga minyak di dalam negeri menggarisbawahi kerentanan kebijakan subsidi di Indonesia terhadap harga minyak. Kecenderungan subsidi yang meningkat tajam mencerminkan depresiasi tajam rupiah dan kenaikan minyak dunia. Mengkonsumsi minyak yang bersubsidi mengarahkan pada peningkatan permintaan impor dan pengurangan jumlah minyak yang tersedia untuk di ekspor sehingga subsidi dapat mengakibatkan memburuknya neraca pembayaran dan dapat meningkatkan negara pada ketergantungan impor minyak. Meskipun terjadi pengurangan subsidi BBM berturut-turut, namun subsidi terus membebani anggaran (Mourougane, 2010). Selain meningkatnya volume konsumsi BBM di dalam negeri, tekanan fiskal terkait beban subsidi BBM juga bersumber dari faktor eksternal yang berada di luar kendali Negara Indonesia, khususnya adanya kecenderungan masih relatif tingginya harga minyak dunia dalam beberapa tahun terakhir. Sementara itu kecenderungan terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap US dollar juga turut memberikan kontribusi terhadap meningkatnya beban subsidi BBM. Pelemahan nilai tukar rupiah tersebut terutama akibat turunnya harga komoditas dunia dan 11 tingginya beban impor telah memberikan tekanan terhadap neraca perdagangan sehingga memicu pelemahan nilai tukar rupiah. Kuncoro Toro (2013) mengatakan bahwa meningkatnya harga minyak dunia merupakan faktor eksternal yang perpengaruh terhadap subsidi BBM. Masalah yang muncul akibat naiknya harga minyak dunia terhadap APBN adalah membengkaknya subsidi energi, membesarkan defisit Anggaran, melambatnya pertumbuhan ekonomi yang berdampak terhadap kemiskinan dan pengangguran. Perkembangan harga minyak dunia yang dapat mempengaruhi anggaran subsidi BBM dalam anggaran APBN dapat dilihat pada Tabel 1.4 berikut ini. Tabel 1.4 Rata – Rata Perkembangan Harga Minyak Dunia, Kurs Dollar Dan Subsidi BBM (Tahun 2006 – 2012) Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Rata – rata Harga Minyak Dunia (USD/barel) 66.25 72.41 99.75 62.09 79.61 95.11 94.15 Kurs Dollar (USD) 9,020 9,419 10,950 9,400 8,991 9,068 9,380 Subsidi BBM (triliun) 64,212 83,792 139,107 45,039 82,351 165,161 137,379 Sumber data: U.S Energy Information Administration (EIA) dan Bank Indonesia (data diolah), 2012 Berdasarkan Tabel 1.4 dapat dilihat bahwa harga minyak dunia dari tahun 2006 sampai 2012 mengalami peningkatan. Semakin tinggi harga minyak dunia dan kurs dollar maka kecenderungan anggaran untuk subsidi BBM semakin tinggi pula. Alokasi subsidi BBM dapat meningkat akibat meningkatnya kurs dollar setiap tahunnya. Pada tahun 2008 terjadi peningkatan harga minyak dunia yang sangat tinggi dari tahun sebelumnya, hal ini disebabkan oleh krisis ekonomi dan 12 keuangan global yang mempengaruhi harga minyak dunia dan terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Berdasarkan uraian tersebut dapat terlihat bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan realisasi subsidi BBM di Indonesia selalu melebihi jumlah yang dianggarkan sehingga subsidi BBM di dalam APBN seringkali disebut sebagai salah satu beban APBN dan penyebab defisit APBN seperti yang diungkapkan oleh menteri ESDM yaitu Bapak Jero Wacik dalam berita Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada tanggal 30 April 2013 dan pidato kuliah bersama yang diselenggarakan di Gedung Widya Sabha Kampus Bukit - Jimbaran pada saat Dies Natalis ke-51 Universitas Udayana Tahun 2013 serta penelitian yang dilakukan oleh Yusman dan Nurul (2013) tentang konsumsi BBM di Negara Malaysia yang menyatakan bahwa konsumsi minyak di Malaysia meningkat tajam sejak bulan Juni tahun 2005, kanaikan harga minyak dunia pada tahun 2007 dan 2008 telah secara substansial meningkatkan anggaran subsidi pemerintah dan subsidi BBM ini telah membuat beban anggaran di negara ini bertambah serta memberikan kontribusi defisit yang mencapai 4 persen dari PDB pada tahun 2008 dan meningkat 4,7 persen pada tahun 2009 sehingga menempatkan tekanan pada anggaran dan mendorong pemerintah Malaysia untuk meninjau kembali kebijakan subsidi yang diberlakukan. Faktor yang mempengaruhi subsidi BBM (Susilo (2013) berasal dari internal yaitu meningkatnya konsumsi BBM sebagai akibat dari semakin meningkatnya jumlah penduduk, impor minyak sedangkan faktor eksternal seperti kurs dolar dan fluktuasi harga minyak dunia. Kebijakan pemerintah dalam subsidi BBM yang 13 terlalu besar mengakibatkan anggaran untuk sektor lain akan terabaikan seperti anggaran untuk sektor pendidikan, ekonomi dan kesehatan. Melalui uraian tersebut dikaji masalah subsidi BBM di Indonesia dan faktor – faktor yang mempengaruhi peningkatan anggaran subsidi yang dianggarkan dalam APBN setiap tahunnya. Faktor – faktor tersebut mencakup faktor yang bersifat mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang maka ada beberapa rumusan masalah yang dapat diambil sebagai kajian dalam penelitian sebagai berikut. 1) Bagaimana penerapan kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia ? 2) Apakah jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi BBM melalui konsumsi BBM subsidi ? 3) Apakah konsumsi BBM subsidi berpengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi BBM melalui impor minyak ? 4) Apakah harga minyak dunia dan kurs dolar berpengaruh terhadap subsidi BBM melalui impor minyak ? 5) Apakah jumlah penduduk, konsumsi BBM subsidi, harga minyak dunia, kurs dolar dan impor minyak berpengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi BBM ? 14 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui penerapan dari kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) Indonesia. 2) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh jumlah penduduk terhadap subsidi BBM melalui konsumsi BBM subsidi 3) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh konsumsi BBM subsidi terhadap subsidi BBM melalui impor minyak 4) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh harga minyak dunia dan kurs dolar terhadap subsidi BBM melalui impor minyak 5) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh jumlah penduduk, konsumsi BBM subsidi, harga minyak dunia, kurs dolar dan impor minyak terhadap subsidi BBM 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1) Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan teori – teori tentang subsidi BBM. Menghasilkan penemuan baru mengenai kebijakan perekonomian dan mendukung hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan subsisi BBM di Indonesia serta berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang akan diaplikasikan ke masyarakat. 15 2) Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan fiskal dalam mempengaruhi perekonomian melalui pilihan – pilihan pemerintah dalam menentukan besarnya jumlah pengeluaran negara khususnya pengeluaran dalam hal subsidi BBM APBN. 16 yang tertuang dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Anggaran negara adalah urat nadi bagi suatu negara dalam menjalankan pemerintahan. Di Indonesia anggaran negara setiap tahun disusun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN merupakan suatu daftar yang membuat rincian pendapatan dan pengeluaran Negara untuk suatu masa tertentu biasanya satu tahun yang di dalamnya terdapat pengeluaran dan pendapatan Negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. Kementerian Keuangan (2011), mengatakan ketidakpastian dihadapi oleh pemegang kebijakan yakni pemerintah dan DPR dalam menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPBN) pada setiap tahun anggaran. Sumber ketidakpastian yang berpengaruh besar dalam penentuan perencanaan dan realisasi APBN adalah : 1) Harga BBM di pasar Dunia 2) Kuota produksi minyak mentah yang ditentukan OPEC 3) Pertumbuhan ekonomi 4) Inflasi 5) Suku Bunga 17 6) Nilai tukar rupiah terhadap US dolar (USD) Penetapan angka-angka keenam unsur di atas memegang peranan yang sangat penting dalam penyusunan APBN. Hasil penetapannya disebut sebagai asumsiasumsi dasar penyusunan RAPBN. Penerimaan dan pengeluaran untuk anggaran negara lazim disebut pendapatan dan belanja. Dalam proses penyusunan RAPBN, angka-angka asumsi tersebut ditempatkan sebagai faktor luar yang menentukan kondisi anggaran, baik sisi pendapatan maupun belanja. Penetapan angka asumsi dilaksanakan oleh suatu tim yang terdiri dari wakil-wakil dari Bank lndonesia, Departemen Keuangan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kantor Menteri Koordinator Perekonomian, dan Badan Pusat Statistik, yang bersidang secara rutin untuk membahas dan menentukan angka asumsi. Angka-angka asumsi yang dihasilkan oleh tim tersebut selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk menyusun RAPBN. Angka-angka yang tertera masih berupa usulan dari pihak eksekutif (pemerintah) kepada pihak legislatif (DPR). RAPBN ini disampaikan oleh Presiden kepada DPR dalam suatu sidang paripuma yang merupakan awal dari proses pembahasan RAPBN antara pemerintah dan DPR. Perubahan terhadap angka asumsi RAPBN sangat mungkin terjadi selama berlangsungnya proses pembahasan antara Pemerintah dan DPR. Perubahan ini mencerminkan banyak hal diantaranya (i) Pemerintah dan DPR bertanggungjawab terhadap keputusan penetapan angka-angka asumsi dalam APBN; (ii) angka asumsi ditetapkan berdasarkan pertimbangan ekonomi dan politik; dan (iii) terjadi pergeseran secara riil status APBN, dari milik pemerintah menjadi milik publik. 18 Secara garis besar APBN terdiri dari 5 (lima) komponen sebagai berikut : 1) Penerimaan Pemerintah dan Hibah Penerimaan pemerintah diperoleh dari berbagai sumber yang meliputi Pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pajak meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), cukai dan pajak lainnya yang merupakan sumber utama penerimaan APBN. Selanjutnya PNBP meliputi diantaranya penerimaan dari sumber daya alam, laba BUMN. 2) Pengeluaran Pemerintah Secara umum, pengeluaran yang dilakukan pada suatu tahun anggaran harus ditutup dengan penerimaan pada tahun anggaran yang sama. Berbeda dengan anggaran penerimaan negara yang diperlakukan sebagai target penerimaan pemerintah dan diharapkan dapat dilampauinya, anggaran pengeluaran merupakan batas pengeluaran yang tidak boleh dilampaui. Secara umum pengeluaran pemerintah dibedakan menjadi pengeluaran pemerintah pusat dan pengeluaran pemerintah daerah. Ke dua pengeluaran tersebut dibedakan menjadi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin terdiri dari : (1) Belanja pegawai (2) Belanja barang (3) Pembayaran cicilan utang yang meliputi : utang luar negeri dan utang dalam negeri. 19 (4) Subsidi kepada masyarakat yang meliputi : subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan Non BBM, Pajak ditanggung pemerintah, Pengeluaran pembangunan terdiri dari : (1) Pembiayaan rupiah yang pendanaannya bersumber dari dalam negeri dan dari luar negeri dalam bentuk tabungan pemerintah dan pinjaman program (2) Pembiayaan Proyek. 3) Keseimbangan Primer dan Keseimbangan Umum Dalam tampilan APBN, dikenal dua istilah defisit anggaran, yaitu keseimbangan primer dan keseimbangan umum. (1) Keseimbangan primer (Primary Balance) adalah total penerimaan dikurangi belanja, tidak termasuk pembayaran bunga (2) Keseimbangan umum (Overall Balance) adalah total penerimaan dikurangi total pengeluaran termasuk pembayaran bunga. 4) Surplus / Defisit Anggaran Defisit atau surplus merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Pengeluaran yang melebihi penerimaan disebut defisit, sebaliknya jika penerimaan yang melebihi pengeluaran disebut surplus. 5) Pembiayaan Pembiayaan diperlukan untuk menutup defisit anggaran. Beberapa sumber pembiayaan yang penting saat ini adalah pembiayaan dalam negeri meliputi penerbitan obligasi, penjualan asset dan privatisasi, dan pembiayaan luar negeri meliputi pinjaman proyek, pembayaran kembali utang, pinjaman program dan penjadwalan kembali utang. 20 2.2 Kebijakan Fiskal Dalam Pengeluaran Subsidi BBM Kebijakan fiskal merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendapatan dan pengeluaran negara dengan tujuan untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Instrumen kebijakan fiskal dapat berupa pemungutan pajak, pemberian subsidi, mempengaruhi kondisi perekonomian, tingkat pengangguran, inflasi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, serta pemerataan pendidikan dan kesehatan. Kebijakan fiskal sebagai pengalokasian anggaran untuk terlaksananya kegiatan dan program-program pemerintah dalam rangka mensejahterakan masyarakat (Sudirman, 2011). Tujuan dari kebijakan fiskal yaitu : 1) Memantapkan stabilitas ekonomi makro 2) Mengurangi ketergantungan pada bantuan luar negeri 3) Meningkatkan pendapatan perkapita 4) Meningkatkan produksi nasional (PDB) dan pertumbuhan ekonomi 5) Memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran 6) Menstabilkan harga – harga barang, khususnya mengatasi inflasi Jenis – jenis kebijakan fiskal yaitu : 1) Kebijakan fiskal ekspansif (expansionary fiscal policy) yaitu menaikkan belanja negara dan menurunkan tingkat pajak netto. Kebijakan ini untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami resesi/depresi dan pengangguran yang tinggi. Kebijakan ekspansi fiskal yang diambil oleh berbagai negara di dunia dalam 21 mengatasi dampak krisis keuangan global antara lain melalui pemberian stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. 2) Kebijakan fiskal kontraktif yaitu menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi. Pengeluaran terbesar fiskal salah satunya adalah berupa subsidi energi, khususnya BBM. Subsidi merupakan salah satu instrument kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka menjaga pemerataan kehidupan masyarakat terhadap perekonomian dan pembangunan. Di Indonesia subsidi merupakan komponen yang sangat penting dalam mengelola pembangunan Negara. Tujuan utama kebijakan subsidi adalah menjaga kelompok masyarakat agar tetap mendapatkan pelayanan publik, pembangunan ekonomi dan sosial. Ada dua model pembiayaan subsidi dalam konteks kebijakan fiskal yaitu : 1) Model subsidi langsung merupakan program subsidi langsung yang diterima oleh sekelompok target (sasaran) dari program subsidi seperti subsidi beras untuk masyarakat miskin yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. 2) Model subsidi tidak langsung merupakan program subsidi yang dilaksanakan untuk intervensi terhadap pasar (market intervension), biasanya berupa subsidi terhadap harga seperti kebijakan subsidi BBM dan subsidi pupuk. Hal menarik yang perlu dicermati dalam kebijakan fiskal dengan melihat skema subsidi di Indonesia adalah perlu apresiasi terhadap kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah dalam memberi ruang yang besar untuk subsidi. Artinya pemerintah sangat konsen terhadap pemerataan aspek pembangunan 22 karena tujuan utama dari subsidi itu sendiri adalah pemerataan. Bila kebijakan subsidi tidak hati – hati dilakukan, dimana fungsi dan peran subsidi bagi pemerataan pembangunan tidak tercapai sedangkan alokasinya semakin membesar maka ini akan menjadi dilema dalam kebijakan fiskal sehingga subsidi akan menjadi beban bagi kebijakan fiskal. Anand dkk (2013) mengemukakan bahwa kenaikan anggaran subsidi BBM telah memberikan kontribusi terhadap tekanan fiskal di Negara India. Reformasi kebijakan mengenai subsidi menimbulkan dampak negatif terhadap kesejahteraan rumah tangga khususnya rumah tangga miskin. Meskipun reformasi (perubahan) akan menghasilkan penghematan fiskal yang cukup besar namun akibat yang ditimbulkan dari penghematan tersebut akan menurunkan pendapatan riil rumah tangga dari semua kelompok masyarakat yang berpendapatan. Pemerintah India berencana akan berkomitmen untuk mengendalikan subsidi BBM dan mengeluarkan langkah – langkah baru untuk menurunkan subsidi demi menyelamatkan ruang fiskal dengan cara : menggunakan harga BBM sesuai dengan harga minyak dunia, penghapusan subsidi diesel dalam jangka pendek, penghapusan minyak tanah dan subsidi LPG, dan pemberian subsidi dalam bentuk tunai yang ditargetkan kepada kaum miskin. 2.3 Permintaan Terhadap Barang Yang Disubsidi Teori Permintaan merupakan teori yang menjelaskan tentang hubungan antara permintaan dan harga. Teori ini memiliki hukum yang disebut hukum permintaan yang menyatakan bahwa semakin rendah harga suatu barang maka semakin banyak permintaan terhadap barang tersebut sebaliknya semakin tinggi harga 23 barang maka semakin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. Teori penawaran menunjukkan jumlah barang atau produk yang ditawarkan atau dijual pada tingkat harga tertentu. Hukum permintaan berlawanan dengan hukum penawaran, pada hukum penawaran mengemukakan bahwa jumlah barang yang dijual berbanding lurus dengan harga barang tersebut. Dalam penetapan kebijakan subsidi pada sebuah barang atau produk akan berlaku teori permintaan terhadap barang tersebut. Dari sisi permintaan barang dalam teori ekonomi adanya subsidi akan membuat harga menjadi lebih rendah daripada harga keekonomiannya sehingga semakin banyak barang yang terjual. Dengan harga subsidi akan semakin banyak jumlah permintaan konsumen terhadap barang atau produk tersebut (Spencer dan Amor, 1993). 2.4 Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi pertama kali dipakai di Inggris pada abad 10 di bawah kekuasaan Raja Charles II. Namun subsidi baru berkembang pada abad 20, sejak saat itu programprogram subsidi menjadi sebuah cara yang lazim digunakan pemerintah dalam anggaran keuangannya. Adapun beberapa landasan pokok dalam penerapan subsidi antara lain : 1) Suatu bantuan yang bermanfaat yang diberikan oleh pemerintah kepada kelompok-kelompok atau individu – individu yang biasanya dalam bentuk cash payment atau potongan pajak 2) Diberikan dengan maksud untuk mengurangi beberapa beban dan fokus pada keuntungan atau manfaat bagi masyarakat 24 3) Subsidi didapat dari pajak yang merupakan salah satu pendapatan negara yang dipungut oleh pemerintah dan akan kembali lagi ke tangan masyarakat melalui pemberian subsidi. Salah satu komoditas yang disubsidi pemerintah adalah bahan bakar minyak. BBM merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia, pengolahan dan penyalurannya dikuasai oleh negara. hal ini sesuai dengan pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa cabang – cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Subsidi merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada produsen atau konsumen agar barang atau jasa yang dihasilkan harganya lebih rendah dengan jumlah yang dapat dibeli masyarakat lebih banyak. Besarnya subsidi yang diberikan biasanya tetap untuk setiap unit barang. Dengan adanya subsidi diharapkan oleh pemerintah harga barang menjadi lebih rendah. Pemerintah disini menanggung sebagian dari biaya produksi dan pemasaran. Pada hakekatnya subsidi diberikan untuk membantu golongan masyarakat yang mempunyai kemampuan lemah, bukan untuk golongan masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi lebih tinggi (Susilo, 2013). Subsidi adalah suatu bentuk keuangan (financial assistance), yang biasanya dibayar oleh pemerintah, dengan tujuan untuk menjaga stabilitas harga – harga, atau untuk mempertahankan eksistensi kegiatan bisnis, atau untuk mendorong berbagai kegiatan ekonomi pada umumnya. Subsidi yang tidak transparan akan mengakibatkan subsidi besar yang digunakan untuk program cenderung menciptakan distorsi baru dalam perekonomian (Basri, 2002). 25 Nugroho (2005) mendefinisikan subsidi yang berkaitan dengan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yaitu pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia kepada pertamina, sebagai pemegang monopoli pendistribusian bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia, dalam situasi dimana pendapatan yang diperoleh PT. Pertamina (persero) dari tugas menyediakan BBM di pasar domestik lebih rendah dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan dan mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM). Menurut Bappenas (2007), subsidi pada dasarnya mempunyai fungsi sebagai: (1) alat pemerataan output melalui mekanisme peningkatan elastisitas permintaan, (2) alat stabilitas harga melalui mekanisme intervensi harga, dan (3) alat optimalisasi output melalui mekanisme elastisitas penawaran. Bahan bakar minyak (BBM) adalah jenis bahan bakar yang dihasilkan dari pengilangan minyak mentah. Minyak metah dari perut bumi diolah dalam pengilangan terlebih dahulu untuk menghasilkan produk – produk minyak yang termasuk didalamnya adalah bahan bakar minyak. Subsidi bahan bakar minyak (BBM) menjadi salah satu instrument untuk memeratakan penggunaan energi di masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Kebijakan subsidi diberlakukan pada saat harga suatu produk energi dinilai tidak sebanding dengan daya beli masyarakat khususnya masyarakat yang berpenghasilan rendah (Yusgiantoro, 2000). Susilo (2013) mengungkapkan bahwa semula komoditas BBM yang disubsidi mencakup premium, minyak bakar, solar dan minyak tanah. Untuk jenis BBM yang lain yaitu avgas dan avtur tidak disubsidi oleh pemerintah. Dalam 26 perkembangannya BBM yang disubsidi tinggal premium, solar dan minyak tanah. Sejalan dengan program konversi minyak tanah dengan elpiji, maka pada saat ini terjadi pengurangan penggunaan minyak tanah yang di gantikan dengan gas. Subsidi BBM merupakan selisih negatif antara hasil penjualan BBM dengan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan dan distribusi BBM di dalam negeri. Seperti yang diketahui bahwa penjualan BBM di dalam negeri sangat tergantung dengan volume dan harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Faktor – faktor yang mempengaruhi subsidi BBM adalah : 1) Harga minyak mentah di pasar dunia 2) Kemampuan kilang – kilang minyak untuk mengolah minyak mentah menjadi BBM 3) Impor produk BBM 4) Kurs rupiah terhadap US$ 5) Besarnya volume konsumsi BBM dalam negeri Subsidi BBM berdampak pada harga jual bahan bakar minyak didalam Negeri menjadi lebih murah dari harga awal sebelum disubsidi, sehingga meringankan masyarakat dalam memperoleh BBM dan hal itu membuat konsumsi masyarakat terhadap subsidi BBM semakin meningkat. Dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari subsidi BBM adalah (Susilo, 2013) : 1) Tidak berkeadilan 2) Memberatkan APBN 3) Pemakaian boros, mempercepat Indonesia menjadi net importer 27 4) Energi alternatif sulit berkembang karena tidak dapat bersaing dengan BBM yang di subsidi 5) Maraknya penyalahgunaan BBM (Penyelundupan dan Pengoplosan) Tambunan (2006) menyatakan bahwa rendahnya harga BBM membawa dampak negatif sebagai berikut : 1) Tingginya ketergantungan pada sumber energi minyak bumi yang ditunjukkan oleh dominasi minyak bumi dalam kombinasi pasokan sumber energi domestic (energy Mix) 2) Subsidi BBM di APBN mengancam keberlangsungan fiskal (fiscal sustainability) pemerintah 3) Tidak optimalnya pemanfaatan sumber energi lain, baik fosil energi seperti gas alam dan batubara yang cadangannya jauh lebih besar dari minyak bumi maupun energi baru dan terbarukan 4) Maraknya penyelundupan BBM ke luar negeri sehingga tingkat permintaan lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan nyata di sektor transportasi, industri dan rumah tangga 5) Maraknya kegiatan pengoplosan BBM yang merugikan negara dan konsumen umum 6) Sinyal harga mendistorsi kelayakan investasi di hilir Minyak. Di Indonesia harga bahan bakar minyak ditentukan oleh pemerintah dan berlaku sama di seluruh Indonesia. Sebuah perusahaan yang di tugaskan untuk mengelola penambangan minyak bumi di Indonesia adalah PT. Pertamina (Persero) dahulu bernama perusahaan pertambangan minyak bumi negara. 28 Pertamina adalah hasil gabungan dari perusahaan pertamin dan permina yang didirikan pada tanggal 10 Desember 1957. Penggabungan ini terjadi pada 1968. Kegiatan pertamina dalam menyelenggarakan usaha di bidang energi dan petrokimia, terbagi ke dalam sektor hulu dan hilir, serta ditunjang oleh kegiatan anak – anak perusahaan dan perusahaan patungan. 2.5 Landasan Kebijakan Subsidi BBM 1) Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan (3) 2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi 3) Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM) Nomor 18 Tahun 2013, tentang harga jual eceran minyak bakar tertentu untuk konsumen pengguna tertentu 4) Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi pada Pasal 7 ayat 2 yang menyatakan pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan dana subsidi untuk kelompok masyarakat tidak mampu 5) Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak. 2.6 Defisit Anggaran Akibat Subsidi BBM Anggaran ialah suatu daftar atau pernyataan terperinci tentang penerimaan dan pengeluaran Negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu, yang biasanya dalam satu tahun. Dalam anggaran ada dua sisi yaitu sisi penerimaan dan pengeluaran. Pada sisi penerimaan terdapat sumber penerimaan rutin atau dalam negeri dan sumber penerimaan pembangunan. Penerimaan rutin terdiri dari penerimaan pajak langsung, pajak tak langsung dan penerimaan bukan pajak. 29 Pada sisi pengeluaran, pos pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin terdiri dari belanja pegawai,belanja barang,subsidi, pembayaran bunga dan cicilan utang. Pengeluaran pembangunan diperinci menjadi pengeluaran program pembangunan dan bantuan proyek (Suparmoko, 2000). Defisit anggaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi APBN di saat angka belanjanya melebihi jumlah pendapatan. Dalam Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2003, Pasal 12 ayat 3 dan PP Nomor 23 Tahun 2003 dijelaskan bahwa defisit anggaran pemerintah hanya boleh menyentuh angka maksimal 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jika pemerintah tidak melakukan pengendalian terhadap konsumsi BBM bersubsidi, maka diperkirakan defisit akan meningkat dan apabila melewati angka 3 persen dari PDB artinya pemerintah telah melanggar Undang – Undang tersebut, sehingga akan menimbulkan konsekuensi hukum. 2.7 Kurs Valuta Asing Kurs valuta asing (foreign exchange rate) dapat didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing. Sedangkan valuta asing (foreign exchange) adalah semua mata uang negara (foreign currency) yang dapat digunakan untuk kegiatan perekonomian suatu negara dengan negara lain. Kurs mata uang menunjukkan harga mata uang apabila ditukarkan dengan mata uang lain. Penentuan nilai kurs mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain ditentukan sebagai mana halnya barang yaitu oleh permintaan dan penawaran mata uang yang bersangkutan. Hukum ini juga berlaku untuk kurs rupiah, jika demand akan rupiah lebih banyak daripada 30 suplainya maka kurs rupiah ini akan terapresiasi, demikian pula sebaliknya. Apresiasi atau depresiasi akan terjadi apabila negara menganut kebijakan nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) sehingga nilai tukar akan ditentukan oleh mekanisme pasar (Kuncoro, 2001). Bedasarkan perkembangan sistem moneter dunia sejak berlakunya Bretton Woods System pada tahun 1947, pada umumnya dikenal tiga macam sistem penetapan kurs valas atau forex rate sebagai berikut ( Hamdy, 2001) : 1) Sistem kurs tetap atau stabil (Fixed Exchange Rate System). Kurs tetap merupakan sistem nilai tukar dimana pemegang otoritas moneter tertinggi suatu negara (Central Bank) menetapkan nilai tukar dalam negeri terhadap negara lain yang ditetapkan pada tingkat tertentu tanpa melihat aktivitas penawaran dan permintaan di pasar uang. Jika dalam perjalanannya penetapan kurs tetap mengalami masalah, misalnya terjadi fluktuasi penawaran maupun permintaan yang cukup tinggi maka pemerintah bisa mengendalikannya dengan membeli atau menjual kurs mata uang yang berada dalam devisa negara untuk menjaga agar nilai tukar stabil dan kembali ke kurs tetap nya. Dalam kurs tetap ini, bank sentral melakukan intervensi aktif di pasar valas dalam penetapan nilai tukar. 2) Sistem kurs mengambang atau berubah (Floating Exchange Rate System). Setelah runtuhnya Fixed Exchange Rate System maka timbul konsep baru yaitu Floating Exchange Rate System. Dalam konsep ini nilai tukar dibiarkan bergerak bebas. Nilai tukar valuta ditentukan oleh kekuatan permintaan dan 31 penawaran valuta tersebut di pasar. Dalam prakteknya terdapat dua jenis floating exchange rate system yaitu : (1) Free Floating Exchange Rate System. Dalam sistem ini nilai tukar dibiarkan bergerak bebas. Pergerakan sepenuhnya tergantung dari kekuatan penawaran dan permintaan di pasar, Bank sentral tidak melakukan intervensi ke pasar guna mempengaruhi nilai tukar mata uangnya. Pada sistem ini perubahan nilai tukar tidak akan mempengaruhi cadangan devisa negara, itu karena begitu ada perubahan penawaran atau permintaan akan berdampak langsung pada naik – turunnya nilai tukar valuta. (2) Kurs Mengambang Terkendali (Managed Floating Exchange Rate) Penetapan kurs ini tidak sepenuhnya terjadi dari aktivitas pasar valuta. Dalam pasar ini masih ada campur tangan pemerintah melalui alat ekonomi moneter dan fiskal yang ada. Bank sentral melakukan intervensi ini biasanya disebabkan karena ada pergerakan kurs valas yang dipandang tidak menguntungkan bagi perekonomian negara tersebut sehingga perlu dilakukan intervensi untuk mencegah akibat yang lebih buruk lagi. Pada sistem ini naik turunnya cadangan devisa ditentukan oleh ada tidaknya intervensi bank sentral ke pasar. 3) Sistem kurs terikat (Pegged Exchange Rate System). Sistem nilai tukar ini diterapkan dengan cara mengaitkan nilai tukar mata uang suatu negara dengan nilai tukar mata uang negara lain atau sejumlah mata uang tertentu. 32 Menurut Triyono (2008) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kurs diantaranya : 1) Perubahan dalam cita rasa masyarakat yang mempengaruhi konsumsi masyarakat atas barang – barang yang di inginkan dan dapat mempengaruhi penawaran dan permintaan kurs valuta asing 2) Perubahan harga barang ekspor dan impor akan menyebabkan perubahan dalam permintaan dan penawaran ke atas mata uang negara tersebut. 3) Kenaikan harga umum (inflasi) pada dasarnya akan cenderung untuk menurunkan nilai suatu valuta asing. Kecenderungan ini disebabkan oleh efek inflasi yang menyebabkan harga-harga di dalam negeri menjadi mahal dari harga-harga di luar negeri, sehingga inflasi cenderung menambah impor dan inflasi menyebabkan harga-harga di dalam negeri menjadi mahal dari harga di luar negeri, sehingga inflasi cenderung menambah impor dan ini menyebabkan barang-barang ekspor menjadi lebih mahal. 4) Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang mempengaruhi aliran modal. Semakin banyak modal yang mengalir ke suatu negara, permintaan atas mata uangnya bertambah, sehingga nilai mata uang tersebut meningkat. Nilai mata uang suatu negara akan merosot apabila lebih banyak modal negara dialirkan ke luar negeri karena suku bunga dan tingkat pengembalian investasi akan lebih tinggi di negara-negara lain. 5) Pertumbuhan ekonomi. Kemajuan ekonomi akibat dari pertumbuhan ekonomi inilah yang menentukan merosot atau tidaknya nilai mata uang tersebut. 33 Menurut Khalwaty (2000) terdapat beberapa jenis kurs atau nilai tukar, yaitu : 1) Kurs Beli (Bid Price) adalah besar satuan mata uang negara lain yang harus diserahkan untuk membeli tiap unit uang asing kepada Bank atau money changer. 2) Kurs Jual (selling price) adalah besaran satuan mata uang negara lain yang akan diterima dari bank atau money changer jika kita membeli mata uang asing. 3) Kurs Spot adalah nilai valuta asing yang digunakan untuk transaksi spot dipasar valuta asing. 4) Kurs Forward, adalah nilai tukar yang berlaku dan digunakan untuk transaksi forwad dipasar valas. 5) Kurs Silang adalah nilai antara dua valas yang diperoleh dari nilai tukar masing-masing valuta terhadap valuta lain. 6) Kurs Opsi adalah kurs yang ditetapkan dimuka sesuai dengan pendapat Shapiro (1996) Yaitu, “ Call option give the customer the right to purchase , but option give the right to sell the contracted currencies at the expected date” Suatu kenaikan kurs akan menaikkan harga barang-barang dalam negeri bagi importir luar negeri. Ini berarti bahwa ekspor menjadi lebih mahal bagi orangorang asing karena mereka harus mengorbankan lebih banyak mata uang negaranya untuk membeli barang-barang dalam negeri dan impor naik karena barang-barang luar negeri menjadi lebih menarik bagi warga negera dalam negeri. Jadi jika terjadi penurunan kurs, maka ini berarti bahwa lebih sedikit mata uang asing yang harus dibayar untuk membeli sejumlah tertentu barang-barang dalam 34 negeri, maka ekspor akan meningkat sedangkan impor menurun karena importir harus mengorbankan lebih banyak mata uang dalam negaranya untuk membeli sejumlah tertentu barang-barang luar negeri. Turunnya harga dari barang impor akan mengakibatkan permintaan menjadi meningkat. Meningkatnya permintaan mengakibatkan jumlah impor meningkat, sehingga dapat dikatakan bahwa antara kurs dengan volume impor memiliki hubungan yang negatif (Nopirin, 2009) 2.8 Pertumbuhan Penduduk Penduduk adalah sekumpulan manusia yang bertempat tinggal pada suatu wilayah geografi serta ruang tertentu yang hidupnya harus patuh terhadap aturan atau norma yang berlaku, mereka saling berinteraksi secara berkala dan terus menerus. Masalah penduduk bukan hanya masalah tingkat pertumbuhan yang akhirnya bermuara pada jumlah penduduk keseluruhan, melainkan lebih dari itu yaitu menyangkut kepentingan pembangunan, kesehatan, tingkat pendapatan, pendidikan dan , kesejahteraannya (Nehen, 2012). Beberapa teori tentang kependudukan adalah sebagai berikut : 1) Teori Malthus (Thomas Robert Malthus) yang menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan makanan. Akibatnya pada suatu saat akan terjadi perbedaan yang besar antara penduduk dan kebutuhan hidup. 2) Aliran Marxist (Karl Marx dan Fried Engels) yang menyatakan tekanan penduduk di suatu negara bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan terhadap kesempatan kerja (misalnya di negara kapitalis). Marxist juga berpendapat bahwa semakin banyak jumlah manusia 35 semakin tinggi produk yang dihasilkan, jadi dengan demikian tidak perlu diadakan pembatasan penduduk. 3) Aliran Neo-Malthusian (Garreth Hardin & Paul Ehrlich) yang menyatakan sangat menganjurkan untuk mengurangi jumlah penduduk dengan menggunakan cara-cara “Preventif Check” yaitu menggunakan alat kontrasepsi. 2.9 Minyak Bumi Teori puncak minyak atau juga disebut sebagai Teori Puncak Hubbert (Hubbert Peak Oil) yang dikemukakan oleh Marion King Hubbert pada tahun 1956. Teori ini mengasumsikan tentang pengaruh pengambilan dan penghabisan jangka panjang dari minyak bumi konvensional (bahan bakar fosil lainnya). Teori ini mengemukakan pandangan bahwa pada satu masa pengeluaran hasil bahan bakar minyak berkembang tinggi hingga ke satu puncak. Sesudah sampai ke puncak maka pengeluaran bahan bakar ini akan terus menurun. Berdasarkan teori ini, M. Hubbert meramalkan bahwa Indonesia pada tahun 1991 mengalami konsumsi minyak secara besar –besaran dan pada saat ini pula Indonesia mencapai puncak (Peak) minyak. Kelangkaan minyak bahkan diramalkan akan terjadi pada tahun 2020 ke tahun 2030. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Bumi menyatakan bahwa minyak bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh Negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal 36 memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Petroleum atau minyak bumi merupakan campuran kompleks dari hidrokarbon cair, suatu senyawa kimia yang mengandung hidrogen dan karbon, yang terbentuk secara alamiah di cadangan bawah tanah dalam batuan sedimen. Berasal dari bahasa latin petra, yang berarti batu, dan oleum, yang berarti minyak, kata “petroleum” sering diartikan dengan kata “minyak”. Didefinisikan secara luas, minyak mencakup produk primer (mentah) dan produk sekunder (terolah/produk kilang). Minyak mentah (crude oil) merupakan satu jenis minyak terpenting yang diolah menjadi berbagai produk kilang, akan tetapi beberapa bahan baku minyak lainnya juga dipakai untuk menghasilkan berbagai produk kilang minyak. Terdapat berbagai macam produk kilang yang dihasilkan dari minyak mentah, banyak diantaranya untuk keperluan khusus, misalnya bensin kendaraan bermotor atau pelumas; yang lainnya dipakai untuk menghasilkan panas, seperti solar/minyak diesel (gas oil) atau minyak bakar (fuel oil). Kilang minyak (Refinery Oil) adalah pabrik/fasilitas industri yang mengolah minyak mentah menjadi produk petroleum yang bisa langsung digunakan maupun produk-produk lain yang menjadi bahan baku bagi industri petrokimia. Produk – produk utama yang dihasilkan dari kilang minyak antara lain : minyak bensin (gasoline), minyak disel, minyak tanah (kerosene). Kilang merupakan fasilitas industri yang sangat kompleks dengan berbagai jenis peralatan proses dan fasilitas pendukungnya. Minyak mentah yang baru dipompakan ke luar dari tanah dan belum diproses umumnya tidak begitu bermanfaat. Agar dapat dimanfaatkan secara optimal, minyak mentah tersebut harus diproses terlebih dahulu di dalam 37 kilang minyak. Departemen Keuangan (2009) menyampaikan bahwa harga dunia minyak mentah merupakan faktor utama besaran subsidi BBM. Perubahan harga minyak mentah akan berpengaruh terhadap penerimaan negara, baik penerimaan sumber daya alam minyak dan Pajak Penghasilan Minyak, maupun penerimaan negara bukan pajak lainnya. 2.10 Konsumsi Konsumsi menurut Mankiw (2006) adalah barang atau jasa yang dibeli oleh rumah tangga konsumsi terdiri dari barang tidak tahan lama (Non Durable Goods) adalah barang yang habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan dan pakaian. Kedua adalah barang tahan lama (Durable Goods) adalah barang yang dimiliki usia panjang seperti mobil, televisi, alat –alat elektronik, Ketiga, jasa (Services) meliputi pekerjaan yang dilakukan untuk konsumen oleh individu dan perusahaan seperti potong rambut dan berobat kedokter. Menurut James Dusenberry (2000) mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi saving (tabungan). Apabila pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan bertambah, tetapi bertambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan saving (tabungan) akan bertambah besar dengan pesatnya. Mankiw (2003), ada banyak faktor atau variabel yang dapat mempengaruhi permintaan suatu barang yaitu : 38 1) Harga Konsumen akan membatasi pembelian jumlah barang yang diinginkan bila harga barang terlalu tinggi, bahkan ada kemungkinan konsumen memindahkan konsumsi dan pembeliannya kepada barang pengganti (barang substitusi) yang lebih murah harganya. 2) Pendapatan Konsumen Konsumen tidak akan dapat melakukan pembelian barang kebutuhan bila pendapatan tidak ada atau tidak memadai. Dengan demikian, maka perubahan pendapatan akan mendorong konsumen untuk mengubah permintaan akan barang kebutuhannya 3) Jumlah Konsumen Pertambahan penduduk akan diikuti oleh perkembangan kesempatan kerja. Dengan demikian akan lebih banyak orang yang menerima pendapatan dan hal ini juga akan menambah daya beli masyarakat. Pertambahan daya beli masyarakat akan menambah permintaan 4) Selera Konsumen Perubahan selera dapat dinyatakan ke dalam perilaku pasar. Perubahan selera konsumen bisa ditujukan oleh perubahan bentuk atau posisi dari indifference map, tanpa ada perubahan harga barang maupun pendapatan, permintaan akan sesuatu barang bisa berubah karena perubahan selera. 5) Ramalan mengenai keadaan dimasa yang akan datang Perubahan – perubahan yang diramalkan mengenai keadaan pada masa yang akan datang dapat mempengaruhi permintaan. Ramalan para konsumen bahwa 39 harga-harga akan naik pada masa depan akan mendorong konsumen membeli lebih banyak untuk menghemat pengeluaran pada masa yang akan datang. Konsumsi bahan bakar merupakan banyaknya bahan bakar yang dipakai selama proses pembakaran berlangsung. Konsumsi bahan bakar secara umum di pengaruhi oleh kecepatan pengguna. Pada kecepatan yang semakin meningkat maka konsumsi atau pemakaian minyak akan semakin banyak. Secara umum terjadinya peningkatan kebutuhan BBM mempunyai keterkaitan erat dengan berkembangnya kegiatan ekonomi suatu Negara dan bertambahnya jumlah penduduk. Di Indonesia peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun dan pertumbuhan ekonomi terus berlangsung yang ditunjukkan oleh semakin bertambahnya output baik barang dan jasa serta beragam aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat, maka peningkatan kebutuhan akan energi adalah suatu hal yang tak bisa dihindari. 2.11 Impor Perdagangan diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak suka rela dari masing-masing pihak. Masing-masing pihak harus mempunyai kebebasan untuk menentukan untung rugi pertukaran tersebut dari sudut pandang masing-masing dan kemudian menentukan apakah akan dilakukan pertukaran atau tidak. Pada dasarnya pertukaran atau perdagangan timbul karena kedua belah pihak melihat adanya manfaat atau keuntungan tambahan yang bisa diperoleh dari pertukaran tersebut (Boediono (1993). Menurut Nopirin (1996) menyatakan perdagangan dunia antar dua negara akan timbul karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran. Perbedaan 40 permintaan bisa disebabkan oleh jumlah dan jenis kebutuhan, jumlah pendapatan, kebudayaan, selera, dan sebagainya. Dari segi penawaran disebabkan oleh perbedaan faktor produksi baik kualitas, kuantitas, maupun dalam hal komposisi faktor produksi tersebut. Perbedaan faktor produksi tersebut akan membedakan tingkat produktivitas tiap negara. jadi perdagangan dunia secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang mencakup ekspor dan impor, baik berupa barang maupun jasa yang dilakukan antar negara atas pertimbangan tertentu (keuntungan) dan dilakukan tanpa adanya tekanan dari pihak manapun juga. Pada dasarnya terdapat dua teori yang menerangkan tentang timbulnya perdagangan dunia : 1) Teori Klasik (1) Pandangan Kaum Merkantilisme Para penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu satunya cara bagi suatu Negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sedikit mungkin melakukan impor. Surplus ekspor yang dihasilkan selanjutnya akan dibentuk dalam aliran emas lantakan, atau logam – logam mulia, khususnya emas dan perak. Semakin banyak emas dan perak yang dimiliki oleh suatu Negara, maka semakin kaya dan kuatlah Negara tersebut. Tetapi tidak setiap Negara dapat menghasilkan surplus ekspor maka dari itu sebuah Negara hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan Negara lain. 41 (2) Teori Keunggulan Mutlak (Absolut Advantage) oleh Adam Smith Teori ini berpendapat bahwa sumber tunggal pendapatan adalah produksi hasil tenaga kerja serta sumber daya ekonomi. Menurut Smith suatu Negara akan mengekspor barang tertentu karena Negara tersebut bisa menghasilkan barang dengan biaya yang secara mutlak lebih murah daripada Negara lain, yaitu karena memiliki keunggulan mutlakdalam produksi barang. Adapun keunggulan mutlak menurut Adam Smith adalah pertama adanya Division of Labour (Pembagian Kerja Dunia) dalam menghasilkan sejenis barang dengan adanya pembagian kerja maka suatu Negara dapat memproduksi barang dengan biaya yang lebih murah dibandingkan Negara lain. Kedua adanya Spesialisasi Dunia dan Efisiensi Produksi. Dengan spesialisasi, suatu Negara akan mengkhususkan pada produksi barang yang memiliki keuntungan sehingga keuntungan mutlak diperoleh bila suatu Negara mengadakan spesialisasi dalam memproduksi barang. Keuntungan mutlak diartikan sebagai keuntungan yang dinyatakan dengan banyaknya jam/hari kerja yang dibutuhkan untuk membuat barang-barang produksi. 2) Teori Moderen (1) Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage) oleh David Ricardo. Menurut teori ini menyatakan bahwa keuntungan komparatif terjadi bila suatu negara lebih unggul terhadap kedua macam produk yang dihasilkan, dengan biaya tenaga kerja yang lebih murah jika dibandingkan dengan biaya tenaga kerja di negara lain. 42 (2) Teori Permintaan Timbal Balik (Reciprocal Demand) oleh John Stuart Mill. Teori yang dikemukakan oleh J.S. Mill sebenarnya melanjutkan Teori Keunggulan Komparatif dari David Ricardo, yaitu mencari titik keseimbangan pertukaran antara dua barang oleh dua negara dengan perbandingan pertukarannya atau dengan menentukan Dasar Tukar Dalam Negeri (DTD). Maksud Teori Timbal Balik adalah menyeimbangkan antara permintaan dengan penawarannya, karena baik permintaan dan penawaran menentukan besarnya barang yang diekspor dan barang yang diimpor. Suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage (suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang jika dihasilkan sendiri mengabiskan ongkos yang besar. (3) Teori Heckscher-Ohlin (H-O). Teori ini menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik. Negara – negara cenderung untuk mengekspor barang – barang yang menggunakan faktor produksi yang relative melimpah secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Rahmah (2011) mengatakan bahwa ketergantungan manusia terhadap ketersediaan energi dewasa ini, memahami bahwa tanpa energi, standar hidup 43 manusia tidak dapat ditingkatkan lagi. Sedemikian vitalnya ketersediaan energi bagi pertumbuhan ekonomi di suatu negara, menyebabkan hampir semua negara berlomba-lomba untuk menguasai sumber energi yang disediakan alam dalam bentuk energi fosil. Seiring pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, menyebabkan eksploitasi sumber energi fosil yang dilakukan selama ratusan tahun ini telah memberikan lampu kuning. Indonesia yang semula merupakan anggota negara pengekspor minyak bumi, diprediksi akan menjadi negara pengimpor energi pada tahun 2030. Pada saat itu, negeri ini akan mengalami defisit hingga 650 juta barel setara dengan minyak yang harus ditutupi dengan impor. Menurut Mankiw (2006) menyebutkan bahwa berbagai faktor yang dapat mempengaruhi impor suatu negara salah satunya adalah nilai tukar (kurs) yang menentukan jumlah mata uang domestik yang dibutuhkan untuk membeli mata uang asing. Kurs valuta asing akan berubah – ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran ke luar negeri (impor), diturunkan dari transaksi debit dalam neraca pembayaran dunia. 2.12 Keaslian Penelitian Ada beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian yang terkait dengan subsidi dan minyak. Penelitian sebelumnya dapat menjadi acuan pada penelitian ini, baik sebagai pembanding dan perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah sebagai berikut : 44 Hartono dan Resosudarmo (2006) mengatakan bahwa defisit anggaran nasional Indonesia menjadi perhatian serius dalam anggaran APBN untuk kebijakan subsidi bahan bakar. Subsidi bahan bakar menyebabkan tekanan yang signifikan terhadap APBN, oleh karena itu kewajiban Pemerintah Indonesia untuk merevisi anggaran subsidi bahan bakar minyak dan listrik. Sebagai konsekuensinya pemerintah Indonesia harus menaikkan harga bahan bakar minyak untuk menyelamatkan APBN. Meskipun dengan adanya subsidi bahan bakar minyak tersebut akan dapat membantu rakyat miskin tetapi pada saat yang sama orang kaya menikmati subsidi tersebut bahkan jumlahnya lebih besar. Oleh karena itu penting untuk menemukan strategi untuk membantu rakyat miskin. Aprilta (2011) dengan penelitian yang berjudul “Analisis Dampak Fluktuasi Minyak Dunia Terhadap Variabel Makroekonomi Dan Kebijakan Subsidi Di Indonesia (Periode 1980-2010)” yang menggunakan metode analisis VAR (Vector Autoregression) dari hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara fluktuasi atau guncangan harga minyak terhadap subsidi BBM. Dalam jangka pendek fluktuasi harga minyak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap subsidi BBM, tetapi dalam jangka panjang berpengaruh positif secara signifikan. Layli (2012) dengan penelitiannya yang berjudul “Dampak Kebijakan Pembatasan Konsumsi BBM Premium di Sektor Angkutan Darat terhadap Perekonomian Indonesia”. Pada penelitian ini menceritakan rencana kebijakan pemerintah dalam membatasi konsumsi BBM premium di Sektor Angkutan Darat dan dampak yang ditimbulkan terhadap output, faktor produksi, sektor produksi, 45 dan distribusi pendapatan rumah tangga. Analisis yang digunakan adalah multiplier analysis, Koefisien Gini, dan structural path analysis (SPA). Hasil penelitian ini menunjukkan pembatasan konsumsi BBM premium di Sektor Angkutan Darat akan memberikan dampak pada penurunan peningkatan output, penurunan peningkatan pendapatan faktor produksi dan penurunan peningkatan pendapatan rumah tangga. Tetapi kebijakan ini memberikan dampak pada membaiknya ketimpangan distribusi pendapatan. Rivani (2014) dengan penelitiannya yang berjudul “Kebijakan Subsidi BBM dan Efisiensi Perekonomian” penelitian ini menceritakan bahwa subsidi BBM merupakan agenda terbesar yang dianggap membebani fiskal, terlebih lagi produksi minyak Indonesia semakin merosot dan masuk menjadi negara pengimpor minyak. Resiko yang ditimbulkan berupa pembengkakan subsidi BBM akan mendorong pelebaran defisit fiskal sehingaa dapat menggangu perekonomian nasional. Besarnya porsi subsidi BBM dalam APBN juga mempersempit porsi belanja produktif seperti infrasturktur. Oleh sebab itu pemerintah pun mulai melakukan sejumlah program yang bisa menghemat penggunaan BBM bersubsidi salah satunya dengan mengalihkan konsumsi BBM bersubsidi ke BBM nonsubsidi seperti pertamax tetapi gerakan ini kurang begitu berjalan dengan sukses mengingat disparitas yang harga antara BBM bersubsidi dan nonsubsidi. Penelitian ini terdapat dua pilihan agar subsidi BBM dapat dikendalikan. Opsi pertama yaitu memberikan subsidi tetap (fix subsidy) dalam tiap liter BBM bersubsidi. Jadi harga BBM bersubsidi akan bergerak mengikuti pergerakan harga keekonomiannya sehingga akan membuat APBN terbebas dari 46 fluktuasi harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah sehingga cukup memastikan konsumsi BBM dikendalikan sesuai kuota. Opsi kedua adalah menaikkan harga BBM bersubsidi secara berkala setiap enam bulan sekali sehingga pada akhirnya harga BBM bersubsidi mencapai harga keekonomiannya sehingga kenaikan harga BBM bersubsidi dapat bisa diantisipasi. Handajani (2009) dengan penelitiannya yang berjudul “ Analisis Gradien Kepadatan Penduduk Dan Konsumsi BBM” penelitian ini menggunakan analisis gradien yang membandingkan pola trend (kecenderungan) dari beberapa lokasi dengan mengamati tingkat kemiringan garis yang menghubungkan antara dua buah variabel. Dalam hubungan ini analisis gradien digunakan untuk mengamati hubungan linear antara variabel kepadatan penduduk dan konsumsi premium. Hasil analisis menunjukkan bahwa hubungan linear antara kepadatan penduduk dan konsumsi BBM memiliki pola yang relative sama. Pada penduduk di perdesaan dengan jumlah penduduk yang rendah dan kepadatan rendah maka konsumsi BBM akan rendah. Sebaliknya penduduk perkotaan dengan jumlah penduduk tinggi dan kepadatan tinggi pula akan meningkatkan konsumsi BBM pertahunnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya adalah bahwa pada dasarnya penelitian ini menganalisis tentang permasalahan penyebab meningkatnya jumlah realisasi subsidi BBM yang melebihi dari anggaran subsidi BBM yang ditetapkan pada APBN. Berbeda dengan penelitian sebelumnya bahwa umumnya peneliti sebelumnya menganalisis tentang dampak yang ditimbulkan setelah subsidi BBM tersebut baik dampak 47 terhadap kebijakan peningkatan harga BBM bersubsidi maupun kebijakan penurunan harga BBM yang dapat mempengaruhi perekonomian serta kesejahteraan rakyat dan menganalisis tentang dampak akibat besaran subsidi BBM yang selalu melebihi dari anggaran yang ditetapkan sehingga mengakibatkan defisit APBN. Pada penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Aprilta (2011) yang hanya menggunakan variabel fluktuasi harga minyak sebagai faktor yang mempengaruhi kebijakan subsidi BBM di Indonesia sedangkan dalam penelitian ini menggunakan beberapa variabel karena tidak hanya fluktuasi harga minyak saja yang mempengaruhi kebijakan subsidi BBM di Indonesia tetapi ada variabel lainnya yaitu jumlah penduduk Indonesia yang merupakan subyek yang mengkonsumsi BBM, sesuai pasal 33 ayat (2) dan (3) yang pada dasarnya menyatakan bahwa kekayaan alam yang berupa minyak bumi di kuasai oleh negara dan akan digunakan sebesar besarnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain itu juga terdapat variabel fluktuasi kurs dolar yang mempengaruhi besaran subsidi, variabel impor minyak yang dikarenakan sampai saat ini Indonesia lebih dominan mengimpor minyak daripada memperoduksi minyak di dalam negeri. Pada penelitian ini digunakan analisis jalur untuk mengetahui pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung antar variabel – variabel yang digunakan. 48 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian ini memaparkan kajian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi besaran subsidi BBM dalam anggaran APBN setiap tahun mengalami peningkatan sehingga dapat membebani APBN dan menimbulkan defisit anggaran. Subsidi BBM merupakan bayaran yang dilakukan oleh pemerintah pada Pertamina dalam simulasi di mana pendapatan yang diperoleh Pertamina dari tugas menyediakan BBM di tanah air adalah lebih rendah dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Subsidi merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat yang kurang mampu pada umumnya. Tetapi dalam pelaksanaanya pemakai BBM bersubsidi cenderung lebih dinikmati oleh kalangan masyarakat menengah ke atas sehingga membuat anggaran dalam APBN yang di keluarkan pemerintah setiap tahunnya untuk membiayai subsidi terus mengalami peningkatan. Pengeluaran subsidi di dalam APBN terdiri dari subsidi energi dan Non energi. Subsidi Non energi terdiri dari subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, Public Service Obligation (PSO), kredit program, subsidi minyak goreng, subsidi pajak, kedelai dan subsidi lainnya. Sedangkan subsidi energi terdiri dari dua yaitu subsidi listrik dan subsidi BBM. Diantara semua subsidi yang disebutkan, subsidi yang paling besar jumlahnya di dalam APBN adalah subsidi BBM. Subsidi BBM ini merupakan beban bagi APBN karena jumlahnya yang 49 selalu meningkat dari yang di anggarkan setiap tahun anggaran. Sehingga subsidi BBM merupakan beban fiskal yang merupakan salah satu penyumbang defisit bagi APBN. Subsidi BBM selama ini dianggap sebagai akar penyebab dari berbagai permasalahan keuangan dan energi Indonesia. Pada tahun ini subsidi BBM yang besar dinilai telah sangat membebani anggaran negara. Beban makin membesar ketika harga minyak mentah dunia melonjak. Seperti diketahui sejak tahun 2008 Indonesia harus mengimpor minyak mentah sebanyak 247 ribu bph dan BBM sebesar 424 ribu bph. Impor BBM tersebut saat ini sudah meliputi 30 persen dari kebutuhan BBM dalam negeri (Santosa, 2011) Faktor Internal yaitu konsumsi BBM dapat mempengaruhi besaran subsidi BBM dalam anggaran APBN. Meningkatnya konsumsi BBM akibat dari peningkatan pertumbuhan ekonomi dimana dengan adanya pertumbuhan yang tinggi pendapatan masyarakat meningkat dan mobilitas masyarakat yang tinggi sehingga kebutuhan akan energi minyak bertambah dan berpengaruh terhadap konsumsi BBM sehingga akan berdampak pada kenaikan anggaran subsidi BBM. Pertumbuhan ekonomi suatu Negara sangat erat kaitannya dengan pasokan energi, terutama bahan bakar minyak (BBM) Pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin meningkat, membuat daya beli masyarakat dipastikan akan dapat meningkatkan volume kendaraan, kondisi tersebut pada akhirnya menyebabkan peningkatan konsumsi BBM, terutama Premium dan Solar (Mundakir, 2012). Kurs merupakan satu indikator ekonomi makro yang terkait dengan besaran APBN. Asumsi kurs berhubungan dengan banyaknya transaksi dalam APBN yang 50 terkait dengan mata uang asing seperti penerimaan pinjaman dan pembayaran utang luar negeri, penerimaan minyak dunia dan pemberian subsidi BBM (Wibowo dan Amir, 2005). Kurs mata uang asing, yakni nilai tukarnya terhadap mata uang lain, tergantung pada permintaan. Jika permintaan akan sebuah mata uang asing tinggi, maka harganya akan naik terhadap mata uang lainnya. Akan tetapi, perubahan dalam kondisi politik suatu negara atau menurunnya perekonomian akibat laju inflasi. Kenaikan laju inflasi di Indonesia mengakibatkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika (Handayani, 2002). Nizar (2013) menyimpulkan bahwa Defisit dalam neraca pembayaran Indonesia salah satunya dapat disebabkan oleh peningkatan impor minyak (minyak) akibat bertambahnya konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Peningkatan konsumsi BBM ini menyebabkan membengkaknya subsidi dalam APBN dan pada akhirnya menambah defisit anggaran. Faktor eksternal berupa fluktuasi harga minyak dunia yang mempengaruhi besaran subsidi BBM setiap tahunnya. Kenaikan harga minyak dunia memberikan masalah tersendiri bagi negara – negara pengimpor minyak. Kenaikan harga minyak dunia ini menjadi petaka tersendiri bagi pemerintah Indonesia. Pada kenyataannya Indonesia yang saat ini dikenal sebagai salah satu penghasil minyak dunia sekarang merupakan salah satu negara pengimpor minyak. Kenaikan ini akan meningkatkan beban anggaran pos subsidi BBM dan akhirnya akan meningkatkan defisit APBN (Dartanto, 2005). 51 APBN Pengeluaran Subsidi Subsidi Energi Subsidi Non Energi Subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi pangan, PSO,kredit program,sub. Minyak goreng, subsidi pajak,subsidi kedelai,dll Subsidi Listrik Paling tinggi jumlahnya Faktor-faktor yang mempengaruhi 1. 2. 3. 4. 5. Pertumbuhan penduduk Komsumsi BBM rakyat Harga Minyak Dunia Kurs Dolar Impor Minyak Dampak Kebijakan Subsidi BBM Subsidi BBM 1. Naik/turunnya harga BBM 2. Inflasi 3. Pengangguran 4. Kesejahteraan rakyat 5. Kemiskinan 6. Ketahanan APBN 7. Dunia usaha (industri dan perdagangan) 8. Penyelundupan BBM 9. Pemakaian Boros 10. Energi alternative sulit berkembang Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian kajian terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi subsidi BBM Indonesia. 52 3.2 Kerangka Konsep Penelitian Suryopratomo (2013) mengatakan Kejanggalan dalam cara berpikir pemerintah berkaitan dengan pengelolaan BBM. Pemerintah selalu mengatakan akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Bahkan tahun 2014 ditargetkan 7 persen konsekuensi dari meningkatnya pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya konsumsi BBM. Jika pemerintah mentargetkan pertumbuhan ekonomi 7 persen, maka konsumsi BBM akan tumbuh diatas 10 persen. Tidak mungkin pertumbuhan ekonomi tidak meningkatkan konsumsi BBM karena pembangunan ekonomi membutuhkan energi. Peningkatan konsumsi BBM ini pasti menjadi beban bagi pemerintah, karena berkaitan dengan besaran subsidi Kenaikan harga minyak mentah dunia tidak serta merta memberi berkah bagi Indonesia. Kondisi ini ibarat dua mata pisau. di satu sisi menguntungkan, karena meningkatnya penerimaan negara dari minyak, namun keuntungan yang diraih pun tidak terlalu signifikan mengingat produksi minyak dalam negeri cenderung menurun. Di sisi lain, kenaikan harga minyak juga membawa masalah, sebab pemberian subsidi dari pemerintah meningkat karena indonesia sendiri merupakan salah satu negara pengimpor minyak (Hartono,2011). Berdasarkan karangka berfikir diatas kemudian disusun konsep yang menjelaskan hubungan antarvariabel dalam penelitian ini bahwa subsidi BBM yang ada dalam anggaran APBN memang sangat diperlukan untuk kesejahteraan rakyat dimana harga minyak yang disubsidi akan berada dibawah harga keekonomiannya. Faktor – faktor yang menyebabkan subsidi BBM di Indonesia semakin hari semakin meningkat sehingga merupakan salah satu penyebab 53 masalah defisit anggaran APBN adalah konsumsi masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi minyak secara berlebihan. Pada dasarnya subsidi diperuntukkan untuk masyarakat yang kurang mampu tetapi dalam kenyataannya bahwa subsidi tidak hanya di konsumsi oleh masyarakat yang kurang mampu melainkan masyarakat yang berpenghasilan menengah ke atas yang seharusnya mampu membeli BBM yang non subsidi. Konsumsi BBM yang berlebihan ini akan berdampak pada impor Minyak yang terus menerus seiring dengan produksi minyak dalam negeri yang semakin menurun sedangkan kebutuhan minyak dalam negeri semakin hari semakin meningkat sehingga menuntut pemerintah harus mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan akan minyak di dalam negeri dan akhirnya akan berdampak pada meningkatnya anggaran subsidi BBM pada APBN. Impor minyak yang dipengaruhi oleh kurs dolar yang menentukan jumlah mata uang yang dibutuhkan untuk memperoleh mata uang asing karena untuk melakukan pembayaran terhadap impor minyak menggunakan kurs dolar sebagai alat pembayaran. Meningkatnya harga minyak dunia disatu sisi dapat menjadi tambahan penerimaan Indonesia yang diekspor, berasal dari sektor Minyak untuk minyak yang tetapi disisi lain tingginya harga minyak dunia juga memberikan kontribusi terhadap naiknya subsidi BBM setiap tahunnya. Hubungan antar variabel dalam penelitian yang diperkuat oleh penelitian sebelumnya sebagai berikut : Hubungan antara konsumsi BBM subsidi dan subsidi BBM adalah menurut penelitian Iwaro dan Abraham (2010) menyatakan tingkat konsumsi bahan bakar 54 tumbuh setiap tahun dan sekitar 50 tahun cadangan bahan bakar dunia akan habis, sehingga perlu mencari alternatif sumber energi lainnya. Pada negara - negara berkembang menunjukkan bahwa konsumsi minyak terus meningkat dengan cepat karena pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Saat ini tingkat konsumsi bahan bakar minyak akan terus meningkat di kebanyakan negara berkembang, sementara pemerintah menghabiskan dana untuk subsidi bahan bakar yang tinggi untuk menjamin keberlanjutan pembangunan. Sehingga untuk mengatasi masalah ini diperlukan investasi pada program konservasi energi dan sumber energi terbarukan. Pada negara Venezuela, Barrios dan Jose Ramon Morales (2012) negara Venezuela memiliki cadangan minyak terbesar di dunia. Harga bensin yang bersubsidi di negara Venezuela adalah yang termurah di dunia. Banyak masyarakat Venezuela menilai harga minyak yang murah adalah hak mereka sejak lahir. Harga bensin di Venezuela hanya US$ 0,06 per liter atau 600 per liter. Murahnya harga minyak subsidi membuat realisasi subsidi di negara ini mencapai 12,5 miliar dollar AS per tahun atau sekitar 146 triliun. Diperkirakan besarnya konsumsi minyak bersubsidi menjadi 3.16 persen dari PDB, besaran ini lebih besar dari semua program sosial (2,30 persen dari PDB). Selain itu 52 persen konsumsi kendaraan pribadi berbahan bakar minyak yang disubsidi sementara itu transportasi umum hanya menyarap 30 persen minyak subsidi. Hubungan antara konsumsi BBM subsidi dan impor minyak adalah menurut penelitian Mardiana dkk (2013) menyatakan konsumsi minyak Indonesia tumbuh cepat sementara produksi dalam negeri menurun. Impor minyak pada tahun 2012 55 mencapai sekitar US$ 42 miliar yang setara dengan 22 persen total ekspor. Hal ini berdampak terhadap ketergantungan terhadap minyak impor dan membuat neraca pembayaran menjadi defisit. Impor minyak di Indonesia akan lebih dipengaruhi oleh konsumsi sektor transportasi dan diperkirakan bahwa Indonesia akan menjadi net importir pada tahun 2030. Cadangan minyak terbatas dan tingkat produksi yang menurun sehingga tidak cukup untuk mendukung pemenuhan permintaan minyak dalam negeri akibatnya Indonesia menjadi negara importir dan meninggalkan keanggotaan OPEC tahun 2008 setelah bergabung tahun 1962. Prambudia dan Masaru Nakano (2012) meneliti bahwa Negara Malaysia merupakan negara pengekspor minyak utama sama hal nya seperti Indonesia. Status Malaysia sebagai eksportir minyak berada di ambang krisis hal ini disebabkan sumur minyak yang jatuh tempo dan produksi kilang minyak mulai berkurang. Namun dalam waktu dekat di khawatirkan Malaysia akan menjadi net oil importer sehingga akan mengganggu keamanan energi Malaysia khususnya pada aspek ketergantungan impor minyak. Hal ini karena sektor transportasi dan industri yang masih sangat tergantung pada produk minyak mengingat bahwa saling mempengaruhi antara perkembangan sektor minyak Malaysia dan sektor ekonomi. Total impor minyak akan diprediksi diatas 97 persen pada tahun 2030. Pelaksanaan penghapusan subsidi minyak di negara ini dinilai tidak konsisten. Negara Malaysia memiliki beberapa pilihan yang dapat menunda ketergantungan impor minyak dengan cara bekerjasama dengan perusahaan minyak di dalam negeri untuk mengatur sistem dan mengantisipasi risiko menjadi net oil importer. 56 Hubungan antara impor minyak dengan subsidi BBM adalah menurut penelitian Ovaga dan Okey. H (2012) menyimpulkan impor minyak merupakan salah satu tantangan yang dihadapi sektor minyak hilir di Negara Nigeria. Hal tersebut ditemukan pada penelitian ini bahwa total biaya untuk mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri menggambarkan realisasi jumlah subsidi BBM yang di keluarkan pemerintah. Sehingga penyelesaian masalah subsidi BBM di Nigeria dapat diselesaikan dengan cara pembangunan kilang baru dan pembenahan kilang yang sudah ada,jika hal ini ditangani dengan benar maka impor minyak dapat ditekan, subsidi tidak akan membebani anggaran dan meminimalkan devisa yang dihabiskan untuk impor minyak. Hubungan harga minyak dunia dan impor minyak adalah menurut penelitian Sharma, dkk (2012) mengatakan pertumbuhan ekonomi suatu negara harus di dukung oleh ketersediaan minyak. Ketergantungan impor terhadap minyak di Negara India mencapai 80 persen dan kemungkinan akan tumbuh terus. Efek langsung dari guncangan harga minyak adalah peningkatan biaya produksi akibat kenaikan biaya bahan bakar. Impor minyak yang tinggi seperti impor produk minyak bumi akan memiliki dampak besar pada ekonomi India terutama ketika harga minyak mentah di pasar dunia melonjak naik dan akan menghabiskan sejumlah devisa. Meskipun harga minyak di masa depan sulit diprediksi, pada umumnya diperkirakan akan meningkat. Dampak dari kenaikan harga minyak mentah bagi perekonomian India yaitu dapat meningkatkan inflasi, pemerintah harus membiayai subsidi yang lebih besar, ekspor menjadi lemah dan penurunan investasi sehingga berpengaruh terhadap GDP. 57 Hubungan antara harga minyak dunia dengan subsidi BBM adalah menurut penelitian Shikha Jha, et al (2009) melakukan penelitian terhadap subsidi energi di 32 negara Asia dan kaitannya dengan ketidakpastian kondisi makroekonomi dan keberlanjutan fiskal Volatilitas dan tingginya harga minyak dunia berpengaruh terhadap anggaran belanja baik di negara yang menerapkan subsidi atau negara yang menerapkan pajak terhadap konsumsi BBM dalam negeri. Laporan Pengembangan Sektor Perdagangan (2011) menyatakan harga BBM di Indonesia merupakan salah satu yang termurah di Asia Pasifik karena masih diberlakukannya kebijakan subsidi. Biaya subsidi pada tahun 2008 diproyeksi mencapai U$ 25 milyar. Kanaikan harga minyak mentah dunia menyebabkan kenaikan biaya subsidi pemerintah untuk produk – produk energi sebesar 81 persen, atau lebih dari U$ 4,4 milyar. Kenaikan harga minyak dunia pada sekitar tahun 2007 – 2008 menyebabkan kenaikan defisit pemerintah pusat sedikitnya sebesar dua pertiga dari 1,5 persen menjadi 2,15 persen dari PDB dan pada tahun 2008 pemerintah Indonesia terpaksa meninjau kembali program subsidi BBM. Penelitian serupa juga diungkapkan oleh Shahidul Islam (2008) yang meneliti subsidi di negara Bangladesh yang mampu memproduksi minyak hanya 10 persen dari kebutuhan minyak sedangkan sisanya di peroleh dari pasar internasional. Negara ini mengimpor 3,8 juta ton minyak per tahun termasuk 2,1 juta ton solar. Bangladesh menerapkan sistem subsidi untuk minyak sehingga anggaran keuangan negara ini sangat ditentukan oleh kenaikan minyak di pasar internasional. Untuk membiayai subsidi minyak, pemerintah Bangladesh meminjam dana dari bank-bank BUMN dan bank pembangunan untuk membiayai 58 Bangladesh Petroleum Corporation (BPC), biaya tersebut terdiri dari biaya impor minyak dari pasar internasional dan mendistribusikannya di pasar domestik dengan harga yang disubsidi. Ketika terjadi peningkatan tajam kenaikan harga minyak maka akan membuat subsidi minyak meningkat dan dapat mengakibatkan defisit fiskal negara hingga mencapai 4,8 persen dari PDB pada tahun 2008. Hubungan antara kurs dollar dengan impor adalah sebagai berikut : Schryder dan Gert Peersman (2012) menyatakan bahwa Apresiasi nilai tukar dolar AS menyebabkan penurunan yang signifikan dalam permintaan minyak pada 65 negara – negara pengimpor minyak dalam artian bahwa apresiasi nilai tukar dolar AS menyebabkan penurunan permintaan minyak di negara – negara yang tidak menggunakan dolar AS sebagai alat untuk bertransaksi di negaranya. Hubungan antara kurs dollar dengan subsidi BBM adalah : Zuhroh dan David Kaluge (2007) menyatakan pengaruh kejutan nilai tukar terhadap perekonomian Indonesia menjadi topik menarik sejak terjadi krisis nilai tukar rupiah pada tahun 1997 yang telah menyebabkan keseimbangan internal semakin parah. Melemahnya nilai tukar telah menyebabkan kenaikan yang tinggi pada harga barang – barang yang mengandung komponen impor. Pada sisi fiskal, depresiasi rupiah yang tajam telah mengakibatkan pengeluaran pemerintah meningkat. Hal ini terkait dengan membengkaknya pengeluaran operasional yang terkait dengan valuta asing, seperti pembayaran utang luar negeri serta subsidi untuk BBM. Berdasarkan konsep yang telah diuraikan dapat dibuat kerangka konsep penelitian seperti Gambar 3.2 59 Jumlah Penduduk (X1) b1 Konsumsi BBM Subsidi (Y1) e1 e3 Harga Minyak Dunia (X2) Subsidi Bahan Bakar Minyak BBM (Y3) Impor Minyak (Y2) e2 Kurs Dolar (X3) Keterangan : Hubungan satu arah Hubungan dua arah (korelasi) Gambar 3.2 Karangka Konsep Kajian terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Indonesia 3.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka dikemukakan hipotesis sebagai berikut : 1) Jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi BBM melalui konsumsi BBM subsidi 2) Konsumsi BBM subsidi berpengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi BBM melalui impor minyak 60 3) Harga minyak dunia dan kurs dolar berpengaruh terhadap subsidi BBM melalui impor minyak 4) Jumlah penduduk, konsumsi BBM subsidi, harga minyak dunia, kurs dolar dan impor minyak berpengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi BBM 61 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam penelitian. Rancangan juga dapat digunakan peneliti sebagai petunjuk dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab suatu pertanyaan penelitian. Suatu desain penelitian menyatakan baik struktur masalah maupun rencana penyelidikan yang akan dipakai untuk memperoleh bukti empiris mengenai hubungan – hubungan dalam masalah. Dalam penelitian ini di pergunakan desain penelitian kuantitatif untuk menganalisis variabel – variabel dalam penelitian. Hipotesis dalam rancangan penelitian ini ditentukan variabel – variabel yang dipergunakan dalam penelitian. Ada enam variabel yaitu jumlah penduduk, konsumsi bahan bakar minyak (BBM), kurs dolar, impor minyak, harga minyak dunia dan subsidi BBM. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pencatatan dari berbagai sumber data yang tersedia di Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia, U.S Energy Information Administration (EIA), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Direktorat Jenderal (Ditjen Migas), jurnal serta hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini. Data subsidi bahan bakar minyak (BBM) diambil dari data Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) maupun data pokok APBN 62 Kementerian Keuangan Republik Indonesia, data konsumsi BBM di ambil dari BPS dan Ditjen Migas, data harga minyak dunia diambil dari U.S Energy Information Administration (EIA) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), data kurs dolar di dapat dari laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) dan Bank Indonesia yang merupakan realisasi dari APBN serta data impor minyak dan jumlah penduduk diambil dari publikasi BPS setiap tahunnya. Penelitian ini menggunakan analisis jalur untuk menghitung pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel dengan menggunakan software SPSS versi 21, hasilnya kemudian diinterpretasikan. Langkah terakhir dari penelitian ini adalah dengan menyimpulkan hasil penelitian sesuai rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan serta memberikan saran yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Rancangan penelitian dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Kajian Terhadap Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Indonesia Rumusan Masalah Hipotesis Variabel penelitian : Subsidi bahan bakar minyak (BBM), Jumlah penduduk, konsumsi BBM subsidi, kurs dolar, harga minyak dunia, impor minyak Pengumpulan Data : - Bank Indonesia - Kementerian Keuangan - BPS - ESDM, BPH Migas, Ditjen Migas - U.S Energy Information Administration - Jurnal, Buku - Penelitian Sebelumnya - Internet Simpulan dan saran 63 hasil Interpretasi dan pembahasan Analisis Jalur dan Sobel Test dengan SPSS 21 4.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini memakai ruang lingkup wilayah Indonesia. Dipilihnya Indonesia sebagai ruang lingkup penelitian dengan alasan Indonesia masih belum dapat terlepas dari subsidi BBM. BBM dipilih karena sejak dahulu subsidi bahan bakar minyak menjadi permasalahan yang tiada hentinya dari tahun ke tahun dan setiap tahun jumlah subsidi BBM yang dianggarkan dalam APBN selalu mengalami peningkatan sehingga hal tersebut dapat membebani APBN. 4.3 Identifikasi Variabel Seperti yang dipaparkan pada kerangka konseptual, studi ini memiliki 3 variabel yaitu variabel eksogen, variabel endogen, dan intervening variable atau variabel antara, dengan klasifikasi sebagai berikut : 1) Variabel eksogen : 1) Pertumbuhan penduduk (X1) 2) Harga minyak dunia (X2) 3) Kurs dolar (X3) 2) Variabel endogen yaitu subsidi bahan bakar minyak (BBM) (Y3) 3) Variabel antara (Intervening variable) 1) Konsumsi BBM (Y1) 2) Impor minyak (Y2) 4.4 Definisi Operasional Variabel 1) Subsidi bahan bakar minyak (BBM) adalah besaran jumlah subsidi dalam hal ini adalah realisasi subsidi BBM di dalam APBN setiap tahunnya, data diambil dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) maupun data 64 pokok APBN Kementerian Keuangan Republik Indonesia setiap tahun pada periode 1983-2012 dalam triliun rupiah. 2) Jumlah penduduk adalah perubahan jumlah manusia setiap tahun dibandingkan dengan waktu sebelumnya yang bertempat tinggal di Indonesia serta tercatat secara sah berdasarkan peraturan yang berlaku. Data jumlah penduduk diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) periode 1983-2012 dalam juta jiwa. 3) Kurs dolar adalah perbandingan nilai atau nilai tukar mata uang Amerika Serikat (US dolar) terhadap mata uang Indonesia (rupiah). Angka kurs dolar diambil dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) setiap tahun periode 1983 – 2012 dalam 1 USD / Rupiah. 4) Harga minyak dunia adalah harga komoditas minyak bahan bakar di pasar internasional, data diambil dari U.S Energy Information Administration (EIA) setiap tahun pada periode 1983 – 2012 dalam USD/barel. 5) Konsumsi BBM bersubsidi adalah jumlah konsumsi minyak subsidi dari setiap kegiatan memanfaatkan dan menghabiskan bahan bakar minyak (BBM) yang disubsidi oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan. Angka konsumsi BBM di ambil dari data Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tahun pada periode tahun 1983 – 2012 dalam Juta Barel per Tahun. 6) Impor Minyak adalah banyaknya jumlah minyak yang di impor dari luar negeri ke Indonesia untuk memenuhi kebutuhan konsumsi akan minyak di dalam negeri, data diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tahunnya pada periode tahun 1983 - 2012 dalam miliar US $ per tahun. 65 4.5 Jenis dan Sumber Data 1) Jenis Data Menurut Sugiyono (2003) jenis data di kelompokkan menjadi data kuantitatif dan data kualitatif. Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif. (1) Data Kuantitatif adalah data yang berbentuk angka, yaitu meliputi jumlah subsidi bahan bakar minyak (BBM) Indonesia, Konsumsi BBM subsidi, Kurs dolar, Impor minyak dan harga minyak dunia periode 1983 – 2012. (2) Data Kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, skema, dan gambar contohnya tabel – tabel, diagram analisis jalur, skema rancangan penelitian, penjelasan dari peneliti sebelumnya maupun laporan serta publikasi. 2) Sumber data Riduan (2008) mengatakan jenis data yang dikumpulkan menurut sumber, umumnya terdiri dari : (1) Data primer adalah data yang dihimpun langsung oleh peneliti dan diamati dari sumbernya serta memerlukan pengolahan lebih lanjut terhadap data tersebut. Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari wawancara mendalam kepada konsumen pengguna BBM bersubsidi subsidi baik dari kalangan menengah ke atas maupun ke bawah. (2) Data sekunder adalah data yang pengumpulan dan pengolahannya bukan dari usaha sendiri, tetapi dilakukan oleh pihak perusahaan atau organisasi. 66 Dalam penyusunan tesis ini dilakukan serangkaian pencatatan guna mendapatkan data yang diperlukan. Adapun data skunder yang digunakan berupa subsidi bahan bakar minyak (BBM), jumlah penduduk, konsumsi BBM subsidi, kurs dolar, impor minyak dan harga minyak dunia periode 1983 – 2012 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia, U.S Energy Information Administration (EIA), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Direktorat Jenderal (Ditjen Migas), jurnal serta hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini. 4.6 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Metode observasi non partisipan adalah dimana observer tidak ikut di dalam kehidupan orang yang akan diobservasi, dan secara terpisah berkedudukan selaku pengamat dan dalam hal ini observer hanya bertindak sebagai penonton saja tanpa harus ikut terjun langsung ke lapangan. 2) Wawancara mendalam merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide). 67 4.7 Teknik Analisis Data 4.7.1 Analisis Deskriptif Penerapan statistik deskriptif dalam penelitian ini meliputi perhitungan, tabel, gambar, rata – rata, rasio dan persentase yang dihitung menggunakan program exel dan SPSS. 4.7.2 Analisis Jalur (Path Analysis) Analisis jalur atau analisis lintasan merupakan perluasan dari analisis linier berganda untuk menaksirkan hubungan kausalitas antar variabel. Pemilihan analisis jalur dengan pertimbangan bahwa bentuk hubungan sebab akibat yang muncul dalam studi ini merupakan model yang komplek, yaitu adanya variabel yang berperan ganda, sebagai variabel independent pada suatu hubungan, namun menjadi variabel dependen pada hubungan lain mengingat adanya hubungan kausalitas yang berjenjang. Bentuk hubungan seperti ini membutuhkan alat analisis yang mampu menjelaskan sistem secara simultan. Menurut Solimun (2008) Langkah – langkah analisis jalur dapat dilihat pada uraian berikut : 1) Langkah pertama di dalam analisis jalur adalah merancang model berdasarkan konsep dan teori sebagai berikut : (1) Jumlah penduduk berpengaruh signifikan terhadap subsidi BBM melalui konsumsi BBM subsidi (2) Konsumsi BBM subsidi berpengaruh signifikan terhadap subsidi BBM melalui impor minyak 68 (3) Harga minyak dunia dan kurs dolar berpengaruh signifikan terhadap subsidi BBM melalui impor minyak (4) Konsumsi BBM subsidi, harga minyak dunia, kurs dolar dan impor minyak berpengaruh signifikan terhadap subsidi BBM Hubungan antar variabel berdasarkan uraian tersebut dapat diilustrasikan seperti Gambar 4.2 Jumlah Penduduk (X1) b1 b1 Konsumsi BBM subsidi (Y1) e1 Harga Minyak Dunia (X2) b5 e3 b4 b6 b2 b7 Impor Minyak (Y2) b8 b9 Subsidi Bahan Bakar Minyak BBM (Y3) b3 e2 Kurs Dolar (X3) Keterangan : Hubungan satu arah Gambar 4.2 Diagram Jalur Variabel Penelitian Kajian Terhadap Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia 69 Model tersebut juga dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sehingga membentuk sistem persamaan. Sistem persamaan ini ada yang menamakan sistem persamaan simultan atau juga ada yang menyebut model struktural. Persamaan strukturalnya dapat disajikan seperti dibawah ini : (1) Hubungan antara X1 terhadap Y1 Y1 = b1 X1 + e1……………………………………………………………………………………...…… (4.1) Keterangan : b1 adalah koefisien jalur X1 dengan Y1 X1 adalah jumlah penduduk Y1 adalah konsumsi BBM subsidi e1 adalah error 1 (2) Hubungan antara X2, X3, dan Y1 terhadap Y2 Y2 = b2 X2 + b3 X3 + b4 Y1 + e2………………………….………………………………………. (4.2) Keterangan : b2 adalah koefisien jalur X2 dengan Y2 b3 adalah koefisien jalur X3 dengan Y2 b4 adalah koefisien jalur Y1 dengan Y2 X2 adalah harga minyak dunia X3 adalah kurs dolar Y1 adalah konsumsi BBM subsidi Y2 adalah Impor Minyak e2 adalah error 2 (3) Hubungan antara X2, X3, Y1 dan Y2 terhadap Y3 Y3 = b5Y1 + b6 X1 + b7 X2 + b8Y2 +b9X3+ e3…………………………………………. (4.3) Keterangan : b5 adalah koefisien jalur Y1 dengan Y3 b6 adalah koefisien jalur X1 dengan Y3 b7 adalah koefisien jalur X2 dengan Y3 b8 adalah koefisien jalur Y2 dengan Y3 b9 adalah koefisien jalur X3 dengan Y3 Y1 adalah Konsumsi BBM subsidi X1 adalah Jumlah penduduk X2 adalah Harga minyak dunia X3 adalah Kurs dolar 70 Y2 adalah Impor minyak Y3 adalah subsidi BBM e3 adalah error 3 2) Kedua Langkah kedua dari analisis jalur adalah pemeriksaan terhadap asumsi yang melandasi. Prinsip – prinsip dasar yang sebaiknya dipenuhi dalam analisis jalur sebagai berikut : (1) Di dalam model analisis jalur, hubungan antar variabel adalah linier dan aditif. (2) Hanya model rekursif dapat dipertimbangkan, yaitu hanya sistem aliran kausal ke satu arah, sedangkan pada model yang mengandung kausal resiprokal tidak dapat dilakukan analisis jalur. (3) Variabel endogen minimal dalam skala ukur interval (4) Pengamatan diukur tanpa kesalahan (instrument pengukuran valid dan reliabel ) artinya variabel yang diteliti dapat diobservasi secara langsung. (5) Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar berdasarkan teori – teori dan konsep – konsep yang relevan. Artinya model teori yang dikaji atau diuji dibangun berdasarkan kerangka teoritis tertentu yang mampu menjelaskan hubungan kausalitas antar variabel yang diteliti. 3) Ketiga Langkah ke tiga di dalam analisis jalur adalah pendugaan parameter atau koefisien path. Perhitungan koefisien pada gambar diagram jalur pada uraian sebelumnya dijelaskan. 71 (1) Untuk anak panah bolak – balik koefisiennya merupakan koefisien korelasi (2) Untuk anak panah satu arah digunakan perhitungan regresi variabel yang distandarkan secara parsial pada tiap – tiap persamaan. Metode yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS), yaitu metode kuadrat terkecil biasa. Hal ini dapat dilakukan mengingat modelnya rekursif (satu arah). Dari perhitungan ini diperoleh koefisien jalur pengaruh langsung. Di dalam analisis jalur di samping ada pengaruh langsung juga terdapat pengaruh tidak langsung dan pengaruh total. Koefisien beta dinamakan koefisien jalur merupakan pengaruh langsung, sedangkan pengaruh tidak langsung dilakukan dengan mengalikan koefisien beta dari variabel yang dilalui. Pengaruh total dihitung dengan menjumlahkan pengaruh langsung dan pengaruh tak langsung. Berdasarkan Gambar 4.2 dapat dilakukan perhitungan pengaruh tidak langsung, pengaruh langsung dan pengaruh total sebagai berikut : (1) Pengaruh langsung jumlah penduduk terhadap konsumsi BBM subsidi sama dengan b1 (2) Pengaruh langsung konsumsi BBM terhadap impor minyak sama dengan b4 (3) Pengaruh langsung harga minyak dunia terhadap impor minyak sama dengan b2 (4) Pengaruh langsung kurs dolar terhadap impor minyak sama dengan b3 (5) Pengaruh langsung konsumsi BBM subsidi terhadap subsidi BBM sama dengan b5 72 (6) Pengaruh langsung harga minyak dunia terhadap subsudi BBM sama dengan b6 (7) Pengaruh langsung kurs dolar terhadap subsidi BBM sama dengan b8 (8) Pengaruh langsung impor minyak terhadap subsidi BBM sama dengan b7 (9) Pengaruh tidak langsung jumlah penduduk terhadap subsidi BBM melalui konsumsi BBM sama dengan b1 x b5 (10) Pengaruh tidak langsung konsumsi BBM subsidi terhadap subsidi BBM melalui impor minyak sama dengan b4 x b7 (11) Pengaruh tidak langsung harga minyak dunia terhadap subsidi BBM melalui impor minyak sama dengan b2 x b7 (12) Pengaruh tidak langsung kurs dolar terhadap subsidi BBM melalui impor minyak sama dengan b3x b7 (13) Pengaruh Total variabel eksogen terhadap variabel endogen didapatkan dengan menjumlahkan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung. (14) Pendugaan parameter b1, b2, b3, b4, b5, b6, b7 dan b8 dilakukan dengan metode Ordinary Least Square (OLS), 4) Keempat Langkah keempat di dalam analisis jalur adalah pemeriksaan validitas model. Terdapat dua indikator validitas model di dalam analisis jalur yang menentukan valid tidaknya suatu model, yaitu koefisien determinasi total dan theory triming. (1) Koefisien Determinasi Total Total keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model diukur dengan : ………………………………………………………………………..(4.4) 73 Dalam hal ini, interpretasi terhadap sama dengan interpretasi koefisien determinasi ( R2 ) pada analisis regresi P yang merupakan standard error of estimate dari model regresi dihitung dengan rumus : P= ……………………………………………………….(4.5) (2) Theory Triming Berdasarkan Theory Triming, maka jalur – jalur yang nonsignifikan dihilangkan sehingga diperoleh model yang didukung oleh data empiris, kecuali untuk model tertentu yang didukung oleh konsep atau teori. 5) Kelima Langkah terakhir didalam analisis jalur adalah melakukan interpretasi hasil analisis, yaitu menentukan jalur – jalur pengaruh yang signifikan dan mengidentifikasi jalur yang pengaruhnya lebih kuat, yaitu dengan membandingkan besarnya koefisien jalur terstandar. 4.7.3 Uji Sobel (Sobel Test) Di dalam penelitian ini terdapat variabel intervening yaitu konsumsi BBM dan impor minyak. Ghozali (2009) suatu variabel disebut variabel intervening jika variabel tersebut ikut mempengaruhi hubungan antara variabel independent dengan variabel dependen. Pengujian hipotesis mediasi dapat dilakukan dengan prosedur uji Sobel (Sobel Test). Uji sobel dilakukan dengan cara menguji kekuatan pengaruh tidak langsung variabel independen (X) ke variabel dependen (Y) melalui variabel intervening (M). Pengaruh tidak langsung X ke Y melalui M dihitung dengan cara mengalikan jalur X– M (a) dengan jalur M – Y (b) atau ab. 74 Jadi koefisien ab = (c-c’) dimana c adalah pengaruh X terhadap Y tanpa mengontrol M, sedangkan c’ adalah koefisien pengaruh X terhadap Y setelah mengontrol M. Standard error koefisien a dan b ditulis dengan Sa dan Sb, besarnya standard error pengaruh tidak langsung (indirect effect) Sab dihitung dengan rumus dibawah ini: Keterangan : ……………………………….………...(4.6) Sab = Standard error pengaruh tidak langsung a = Koefisien regresi dari variabel independent (X) terhadap variabel moderator (M) b = Koefisien regresi dari variabel moderator (M) terhadap variabel dependen (Y) Sa = Standard error dari a Sb = Standard error dari b Untuk menguji signifikansi pengaruh tidak langsung, maka perlu dihitung nilai t dari koefisien dengan rumus sebagai berikut: ……………………………………………………………………......(4.7) Hasil nilai z hitung tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai z tabel, jika nilai z hitung > nilai z tabel maka dapat disimpulkan terjadi pengaruh mediasi. 75 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Penerapan Kebijakan Subsidi Bahan Bakar Minyak di Indonesia 5.1.1 Subsidi BBM di Indonesia dan Beberapa Negara di Dunia Bahan bakar minyak (BBM) adalah salah satu energi yang terbentuk dari fosil di bawah perut bumi dan di abad moderen ini BBM dijadikan salah satu kebutuhan primer yang sangat penting bagi penduduk dunia dan hampir seluruh kebutuhan dunia tergantung pada sumber daya alam yang tidak terbarukan ini. Arus teknologi yang semakin pesat dan mengalami kemajuan ternyata membuat minyak untuk bahan bakar semakin dibutuhkan sebagai penggeraknya. Sebagian pasokan bahan bakar digunakan untuk konsumsi industri, kebutuhan transportasi dan rumah tangga. Mengingat diberbagai negara belum tentu ditemukan sumber minyak sehingga eksplorasi dan eksploitasi dilakukan diseluruh belahan dunia termasuk melakukan ekspansi ke negara – negara berkembang untuk mendapatkan sumber minyak. Pesatnya pertumbuhan ekonomi, bertambahnya jumlah penduduk dan pengembangan wilayah dari tahun ke tahun menjadikan kebutuhan dan pemenuhan energi terutama bahan bakar minyak disemua sektor pengguna energi secara dunia juga semakin besar. Potensi kekayaan alam yang dimiliki oleh negara – negara penghasil minyak membuat negara tersebut menerapkan kebijakan subsidi harga untuk energi terutamanya adalah bahan bakar minyak. Subsidi BBM menjadi jalan keluar bagi suatu negara untuk membantu masyarakatnya dalam menghadapi tekanan biaya hidup sehari – hari. Kebanyakan negara yang menerapkan sistem subsidi untuk 76 minyak bumi adalah negara – negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk banyak dengan berbagai permasalahan hidup. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang cukup kaya akan cadangan minyak bumi dan masih menerapkan subsidi BBM untuk rakyatnya. Sesuai dengan rumusan konstitusi negara yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 2 dan 3 bahwa kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia harus dikelola dengan sebaiknya agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Dahulu Indonesia memang kaya akan sumber minyak bumi. Booming minyak terjadi pada saat kepemerintahan presiden Soeharto yaitu sekitar tahun 1976, sehingga pemerintahan orde baru menerapkan kebijakan subsidi untuk BBM dengan tujuan agar masyarakat bawah dapat menikmati rejeki atas melimpahnya minyak bumi. Adapun negara-negara yang menerapkan sistem subsidi untuk bahan bakar minyak dapat dilihat pada Gambar 5.1. Gambar 5.1 Grafik Negara Di Dunia Yang Menerapkan Sistem Subsidi BBM Tahun 2012 (dalam miliar Dolar AS) Sumber data: U.S Energy Information Administration (EIA) (data diolah), 2012 77 Dari Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa selain Indonesia masih terdapat beberapa negara yang memberikan subsidi minyak kepada rakyatnya. Dari beberapa negara tersebut, Indonesia berada di ranking ke sembilan dalam besaran pemberian subsidi minyak pada tahun 2012 yaitu sebesar 15.9 miliar USD setelah negara Uni Emirat Arab. Dari grafik tersebut menggambarkan kebanyakan negara – negara berkembang dan kaya sumber minyak masih menerapkan sistem subsidi BBM. Berbeda hal nya dengan negara maju seperti Amerika, Eropa, dan Jepang tidak memberikan subsidi, bahkan mereka menerapkan pajak yang sangat tinggi untuk bahan bakar, dimana pajak BBM di negara maju bisa mencapai lebih dari 100 persen dari harga keekonomian minyak tersebut sehingga di negara maju pendapatan yang sangat besar diperoleh dari pajak bahan bakar minyak. 5.1.2 Ketergantungan Indonesia sebagai Negara impor minyak Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, namun hingga kini Indonesia masih saja melakukan impor sumber daya alam dari negara lain. Sebagai negara berkembang, Indonesia belum mampu mengolah minyak mentah secara mandiri. Hingga akhirnya impor minyak adalah salah satu langkah yang dinilai tepat oleh negara untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri. Impor minyak merupakan salah satu impor yang membuat neraca perdagangan Indonesia mengalami tekanan dan defisit. Hal tersebut disebabkan oleh kemudahan dalam mendapatkan alat transportasi dan kemajuan ekonomi membuat pertumbuhan kebutuhan konsumsi BBM nasional terus meningkat melampaui produksi BBM, hal itu menyebabkan volume impor minyak mentah maupun BBM terus membesar sehingga dapat menimbulkan ancaman fiskal yang terkait 78 dengan pemberian subsidi minyak. Produksi dan konsumsi minyak Indonesia tahun 1965 – 2012 (dalam juta barel per hari) ditunjukkan seperti Gambar 5.2. Gambar 5.2 Grafik Produksi dan Konsumsi Minyak Indonesia Tahun 1965-2012 (dalam juta barel per hari) bph Konsumsi Produksi Sumber data: Statistik Indonesia (BPS) (data diolah), 2012 Pada Gambar 5.2 terlihat bahwa produksi minyak bumi di Indonesia pada awal era booming minyak mengalami peningkatan dan pada saat itu Indonesia masih mampu untuk memenuhi kebutuhan minyak di dalam negeri bahkan penerimaan negara yang terbesar berasal dari sektor migas karena adanya ekspor minyak yang lebih banyak ke luar negeri. Tetapi kondisi sekitar tahun 2000 menggambarkan tingkat produksi minyak mulai mengalami trend penurunan dimana tingkat produksi mencapai 1,4 juta barel per hari (bph), disaat bersamaan tingkat konsumsi BBM nasional meningkat terus hingga produksi minyak dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi domestik dan pada tahun 2003 indonesia telah menjadi importir minyak. 79 5.1.3 Kebijakan Harga BBM Bersubsidi dari Pemerintahan Orde Baru sampai Era Reformasi Persoalan ekonomi Indonesia dimulai dari pemerintahan orde baru dengan diberikannya subsidi. Kebijakan subsidi BBM merupakan warisan dari pemerintahan orde baru dan bahkan pada masa itu perekonomian orde baru memang menonjolkan subsidi BBM. Pada masa orde baru subsidi diberikan secara besar-besaran dan salah satu sumber dana yang dijadikan untuk membiayai subsidi tersebut berasal dari utang. Adanya subsidi tersebut membuat harga minyak di Indonesia lebih murah dari harga keekonomiannya. Perkembangan harga BBM bersubsidi Indonesia tahun 1991 – 2013 ditunjukkan Tabel 5.1. Tabel 5.1 Perkembangan Harga BBM Bersubsidi Indonesia Tahun 1991-2015 (Dalam Ribu Rupiah) Bensin Premium Bulan / Tahun Harga (Rp/ liter) Kenaikan (%) Minyak Tanah Harga (Rp/ liter) Kenaikan (%) 200 Minyak Solar Harga (Rp/ liter) Kenaikan (%) 300 Pemerintahan dibawah Kepemimpinan Presiden Tahun 1991 550 8 Januari 1993 5 Mei 1998 15 Mei 1998 700 1,200 1,000 27.28% 71.43% -16.67% 280 350 280 40% 25% -20.00% 380 600 550 26.67% 57.90% -8.33% Soeharto Soeharto Soeharto 1 Oktober 2000 1,150 15.00% 350 25.00% 600 9.10% Abdurrahman Wahid 16 Juni 2001 17 Januari 2001 1,450 1,550 26.09% 6.90% 400 600 14.28% 50.00% 900 1,150 50.00% 27.78% Abdurrahman Wahid Megawati Soekarno. P 2 Januari 2003 1 Maret 2005 1 Oktober 2005 24 Mei 2008 1 Desember 2008 15 Desember 2008 15 Januari 2009 22 Juni 2013 18 Nov. 2014 1 Januari 2015 1,810 2,400 4,500 6,000 5,500 5,000 4,500 6,500 8,500 7,600 16.77% 32.60% 87.50% 33.30% -8.33% -9.10% -10% 44.45% 30.76% -10,58 % 700 2,200 2,000 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 16.67% 214.30% -9.10% 25% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 1,890 2,100 4,300 5,500 5,500 4,800 4,500 5,500 7,500 7,250 64.35% 11.11% 104.80% 27.90% 0% -12.70% -6.25% 22.23% 36.36 % -3,33 % Megawati Soekarno. P Susilo Bambang. Y Susilo Bambang. Y Susilo Bambang. Y Susilo Bambang. Y Susilo Bambang. Y Susilo Bambang. Y Susilo Bambang. Y Joko Widodo Joko Widodo Sumber data: Kementerian ESDM (data diolah), 2015 80 Soeharto Pada Tabel 5.1 dapat dilihat Tahun 1998 pada masa pemerintahan Presiden Soeharto terjadi peningkatan harga minyak dalam negeri akibat krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan memuncak pada tahun 1998, Pemerintah pada tanggal 5 Mei 1998 memutuskan untuk menaikkan harga BBM sehingga harga bensin premium menjadi Rp 1.200/liter, harga minyak tanah Rp 350/liter dan harga minyak solar Rp 600/liter. Tetapi pada pertengahan tahun 1998 terjadi penurunan harga premium, minyak tanah dan minyak solar masing – masing 16.67 persen, 20 persen dan 8.33 persen penurunan disebabkan oleh aksi demo oleh mahasiswa yang menuntut Presiden Soeharto mencabut Keppres 69 Tahun 1998 tentang kenaikan BBM, dan lalu menerbitkan Keppres 78 Tahun 1998 untuk menurunkan kembali harga minyak tersebut. (Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2012). Pada masa pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid tercatat dua kali kenaikan harga BBM bersubsidi yaitu pada tanggal 1 Oktober 2000 dan 16 Juni 2001 hal ini disebabkan oleh harga minyak mentah mengalami kenaikan mencapai USD 20,26 /barrel dibanding harga minyak tahun 1998 sebesar USD 10,40/ barrel, sementara itu nilai tukar rupiah tahun 2000 mencapai Rp. 9.585/USD Pada pertengahan tahun 2001 harga minyak mentah naik menjadi USD 25,95/barrel dan nilai tukar rupiah mencapai Rp. 9.400/USD sehingga pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri tercatat kembali dua kali kenaikan harga BBM yaitu pada tanggal 17 Januari 2002 dan tanggal 2 Januari 2003. Harga rata – rata minyak mentah tahun 2002 mencapai USD 26.15 / barrel dibanding harga minyak tahun 2001 dan 81 nilai tukar rupiah sebesar Rp. 9.655/USD sedangkan Harga rata – rata minyak mentah tahun 2003 mencapai USD 30.99 / barrel dibanding harga minyak tahun 2002 dan nilai tukar rupiah sebesar Rp. 8.465/USD. Kebijakan serupa dilakukan oleh Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, harga bensin kembali diturunkan Rp 500 di awal Desember 2008 setelah kenaikan Rp 1.500 di bulan Mei 2008 dan menurunkannya kembali sebanyak 2 kali, masing-masing Rp 500 pada tahun 2008. Sebelumnya, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono telah menaikkan harga BBM pada 1 Oktober 2005 yaitu dari Rp 2.400 menjadi Rp 4.500 serta solar dari Rp 2.100 menjadi Rp 4.300, kenaikan kembali terjadi pada 24 Mei 2008 saat krisis global melanda Indonesia. Naiknya harga minyak dunia dan terdepresiasinya rupiah membuat pemerintah tidak dapat menjual BBM kepada masayarakat dengan harga yang sama dengan harga sebelumnya, karena hal itu dapat menyebabkan pengeluaran APBN untuk subsidi minyak menjadi lebih tinggi dan menimbulkan defisit APBN. Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 12 Ayat ayat 3 dan PP Nomor 23 Tahun 2003 Pemerintah melakukan penyesuaian anggaran untuk mencegah defisit melebihi 3 persen dari PDB, maka pemerintah mengambil langkah untuk menaikkan harga BBM pada tanggal 22 Juni tahun 2013 sesuai pengumuman nomor : 07 Pm/12/MEM/2013 tahun 2013. Pada pemerintahan baru dengan terpilihnya presiden Bapak Joko Widodo kenaikan harga minyak subsidi kembali mengalami peningkatan. Padahal pada bulan november tersebut harga minyak dunia mengalami trend penurunan tetapi dengan alasan efisiensi untuk mengalihkan subsidi minyak menjadi subsidi yang 82 lebih produktif seperti perbaikan dalam infrastruktur dan meningkatkan subsidi bagi petani menjadikan harga minyak yang disubsidi dinaikkan masing – masing sebesar Rp. 2000 untuk premium dan solar pada 18 November Tahun 2014. 5.1.4 Belanja Subsidi BBM Dibandingkan Dengan Belanja Pemerintah Pusat Lainnya. Belanja pemerintah pusat merupakan belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan antara lain : belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembiayaan bunga utang, subsidi energi dan non energi, belanja hibah, belanja sosial dan belanja lainnya. Belanja subsidi dialokasikan dalam rangka meringankan beban masyarakat untuk memperoleh kebutuhan dasar dan menjaga agar produsen mampu menghasilkan produk. Subsidi energi menunjukkan beban fiskal yang signifikan bagi pemerintah Indonesia dan terus membentuk komponen tunggal terbesar dari pengeluaran negara. Realisasi belanja pemerintah tahun 2005 – 2013 ditunjukkan seperti Gambar 5.3. Gambar 5.3 Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Tahun 2005-2013 (dalam Triliun Rupiah) Sumber data: Kementerian Keuangan (data diolah), 2013 83 Dari Gambar 5.3 pengeluaran pemerintah pusat berdasarkan klasifikasi belanja, porsi terbesar pengeluaran pemerintah dari tahun ke tahun di dominasi oleh belanja subsidi energi dimana lonjakan terjadi pada tahun 2008 sejumlah Rp.223.013 dengan proporsi belanja subsidi BBM sebesar Rp. 139.106 Triliun rupiah dan subsidi listrik sebesar Rp. 83.906 Triliun lonjakan terjadi disebabkan oleh krisis global yang berdampak bagi perekonomian Indonesia, kemudian subsidi energi mengalami menurun sangat tajam di tahun 2009 sebesar Rp. 94.585,9 Triliun dimana besaran subsidi BBM mencapai Rp. 45.039 Triliun dan subsidi listrik sebesar Rp. 49.546,5 Triliun, untuk tahun tahun berikutnya realisasi subsidi selalu mengalami kenaikan karena meningkatnya konsumsi masyarakat. Proporsi belanja terbesar kedua adalah belanja pegawai sedangkan belanja yang paling rendah adalah belanja bantuan sosial (Laporan Bank Indonesia, 2013) 5.1.5 Konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia Menurut Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM) Nomor 18 Tahun 2013 tentang harga jual eceran jenis bahan bakar minyak tertentu untuk konsumen pengguna tertentu dalam negeri menyebutkan terdapat tiga jenis BBM yang disubsidi yaitu jenis bensin premium, kerosene atau minyak tanah dan minyak solar. PT. Pertamina sebagai perusahaan pemerintah yang di percaya untuk pendistribusian minyak yang bersubsidi ke masyarakat mempunyai kewajiban yang harus ditaati demi kesejahteraan rakyat, dalam artian Pertamina memberikan kesediaan dan kelancaran BBM jenis minyak tanah, bensin premium, dan minyak solar untuk keperluan rumah tangga, usaha kecil, perikanan dan transportasi. Pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa masyarakat 84 Indonesia dari tahun 2006 sampai 2012 cenderung lebih banyak mengkonsumsi BBM bersubsidi jenis premium yaitu sebesar 54,50 persen. Premium merupakan bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan bermotor bermesin bensin seperti mobil dan sepeda motor. Semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan mobilitas penduduk maka semakin meningkat pula penggunaan premium sebagai bahan bakar penggerak transportasi sedangkan jenis BBM berupa minyak tanah dari tahun ke tahun mulai mengalami penurunan seiring dengan konversi minyak tanah ke LPG tahun 2007. Jenis bahan bakar minyak (BBM) yang disubsidi pemerintah Indonesia tahun 2006-2012 seperti Tabel 5.2. Tabel 5.2 Jenis Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) Yang Di Subsidi Pemerintah Indonesia Tahun 2006 - 2012 (dalam Juta Kiloliter) Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Total Persentase Jenis BBM Premium Solar Minyak Tanah 16.867.876 17.945.765 19.579.870 21.278.908 22.913.986 25.586.876 28.278.781 152.452.062 54.50 10.727.455 10.923.452 11.824.345 12.130.892 13.240.567 14.534.560 15.623.435 89.004.706 31.82 10.350.567 9.934.560 7.923.564 4.734.560 2.334.568 1.745.678 1.234.593 38.258.090 13.67 Sumber: Ditjen Migas, 2012 Pesatnya pertumbuhan ekonomi selalu didukung oleh ketersediaan energi terutama bahan bakar minyak. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menandakan cerminan masyarakat suatu negara menjadi lebih maju dan tingkat pendapatan masyarakatnya yang meningkat. Hal tersebut akan membuat masyarakat menjadi 85 lebih konsumtif terhadap benda-benda yang mewah salah satunya adalah meningkatnya penjualan kendaraan. Mobilitas masyarakat yang tinggi dari tempat tinggal ke tempat beraktivitas dapat berakibat pada meningkatnya kendaraan yang akan berlalu lalang di jalanan sehingga penggunaan BBM bersubsidi juga akan mengalami peningkatan. Jenis kendaraan transportasi darat pengguna BBM bersubsidi tahun 2005 sampai tahun 2012 ditunjukkan seperti Tabel 5.3 Tabel 5.3 Transportasi Darat Pengguna BBM Bersubsidi Tahun 2005 – 2012 (dalam Unit) Tahun Jenis Kendaraan (unit) Mobil Bis Truk 2005 5.076.230 1.110.255 2.875.116 2006 6.035.291 1.350.047 3.398.956 2007 6.877.229 1.736.087 4.234.236 2008 7.489.852 2.059.187 4.452.343 2009 7.910.407 2.160.973 4.552.343 2010 8.891.041 2.250.109 4.687.789 2011 9.548.866 2.254.406 4.958.738 2012 10.432.259 2.273.821 5.286.061 Total 62.261.175 15.194.885 34.445.582 Persentase 11.94 2.92 6.61 Sumber : Badan Pusat Statistik (data diolah), 2012 Sepeda Motor 28.531.831 32.528.758 41.955.128 47.683.681 52.767.093 61.078.188 68.839.341 76.381.183 409.765.203 78.55 Tabel 5.3 menunjukkan bahwa transportasi darat yang menggunakan BBM bersubsidi paling banyak pada tahun 2005 sampai 2012 adalah pada kendaraan sepeda motor sebanyak 78,55 persen, mobil sebesar 11,94 persen, truk sebanyak 6,61 persen, dan bis sebanyak 2,92. Kebanyakan pada jenis kendaraan yang disebutkan diatas menggunakan jenis bahan bakar baik premium maupun solar yang merupakan salah satu minyak yang disubsidi oleh pemerintah. 86 5.2 Deskripsi Data Hasil Penelitian 5.2.1 Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Di Indonesia Pada hakikatnya subsidi merupakan instrument fiskal yang bertujuan untuk memastikan terlaksananya peran negara dalam aktivitas ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata. Dalam satu dekade terakhir, porsi subsidi BBM selalu lebih dari 50 persen terhadap total subsidi yang diberikan oleh pemerintah. Subsidi BBM kian besar pada terjadi penurunan lifting minyak domestik dan sisi permintaan terus naik seiring dengan naiknya pertumbuhan konsumsi BBM terutama oleh kendaraan bermotor. Perkembangan realisasi subsidi BBM di Indonesia pada tahun 1983 – 2012 ditunjukkan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Perkembangan Realisasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Di Indonesia Tahun 1983 – 2012 (dalam Triliun) Tahun 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 Subsidi BBM 700 607 850 550 602 582 907 815 930 1,692 1,280 1,687 1,145 1,416 9,814 Tahun Subsidi BBM 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 28,607 40,923 53,810 68,381 31,162 30,038 69,025 95,599 64,212 83,792 139,107 45,039 82,351 165,161 137,379 Sumber : Bank Indonesia (Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia), 2012 87 Pada Tabel 5.4 terlihat bahwa realisasi subsidi BBM mengalami peningkatan yang sangat tajam yang terjadi pada tahun 1997 kemudian terus meningkat di tahun 1998 dan tahun – tahun berikutnya. Hal in disebabkan oleh krisis moneter pada pertengahan tahun 1997 di Thailand dan mencapai puncaknya pada tahun 1998 yang melanda negara – negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Ketika krisis melanda Thailand, nilai bath terhadap dolar mengalami depresiasi dan menyebabkan nilai dolar menguat. Penguatan nilai tukar dolar berimbas ke rupiah. Sekitar bulan Juli 1997, di Indonesia terjadi depresiasi nilai tukar rupiah, nilai rupiah terus terdepresiasi. Di bulan Agustus 1997 nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat melemah dan sejak saat itu posisi mata uang Indonesia mulai tidak stabil. Pada tahun 2008 subsidi BBM meningkat lagi hal ini disebabkan oleh krisis ke dua yang melanda Indonesia yaitu gejolak krisis keuangan global yang berasal dari Amerika Serikat pada tahun 2007 mulai dirasakan dampaknya di seluruh dunia, termasuk negara berkembang tidak terkecuali Indonesia pada tahun 2008. 5.2.2 Perkembangan Konsumsi BBM Bersubsidi Indonesia Menurut jenis energi konsumsi energi BBM merupakan konsumsi energi tertinggi yang diikuti oleh biomas, gas, listrik dan batubara (Kementerian ESDM, 2009). Peningkatan kebutuhan bahan bakar minyak ini, salah satunya disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang di iringi oleh adanya perkembangan industri yang semakin pesat. Meskipun saat ini sumber daya alam sebagai sumber untuk memperoleh bahan bakar minyak semakin hari semakin mengalami kelangkaan, bahan bakar minyak ini akan tetap mengalami peningkatan kebutuhan setiap 88 tahunnya. Perkembangan konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia Tahun 1983 – 2012 ditunjukkan oleh Tabel 5.5. Tabel 5.5 Perkembangan Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi Di Indonesia Tahun 1983 – 2012 (dalam juta barel per tahun) Tahun 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 Konsumsi BBM 5,813 3,105 5,535 4,725 5,523 4,435 10,145 13,435 24,185 66,054 45,430 82,510 29,300 84,120 91,495 Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2012 Konsumsi BBM 283,610 557,700 888,360 996,390 425,370 296,465 547,125 949,315 888,365 528,145 656,205 435,300 2375,960 4359,900 2398,225 Berdasarkan Tabel 5.5 bahwa konsumsi BBM mulai mengalami peningakatan pada tahun 1998. Pertumbuhan kendaraan yang semakin meningkat mengakibatkan pengunaan BBM bersubsidi pada sektor transportasi juga akan mengalami peningkatan. Pada tahun 1998 pertumbuhan kendaraan mengalami peningkatan sebesar 45 persen dari tahun sebelumya. Kondisi konsumsi BBM bersubsidi pada tahun 2007 mengalami penurunan ini disebabkan oleh karena waktu itu pemerintah melakukan program konversi minyak tanah ke LPG sehingga hal tersebut membuat pengguna bahan bakar minyak terutama minyak tanah mengalami penurunan sedangkan pada tahun 2008 terjadi penurunan 89 konsumsi BBM bersubsidi terkait dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi di dalam negeri sehingga permintaan minyak terjadi penurunan. 5.2.3 Jumlah Penduduk Terdapat hubungan erat antara manusia dan energi. Meningkatnya aktifitas manusia dan besarnya tuntutan untuk mendapatkan kepraktisan dan kenyamanan hidup berakibat pada meningkatnya konsumsi energy terutama bahan bakar minyak. Subsidi bahan bakar minyak merupakan salah satu bentuk perhatian pemerintah kepada rakyatnya. Secara umum terjadinya peningkatan kebutuhan bahan bakar minyak mempunyai keterkaitan erat dengan semakin berkembangnya kegiatan ekonomi dan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Perkembangan jumlah penduduk Indonesia tahun 1983 – 2012 ditunjukkan pada Tabel 5.6 Tabel 5.6 Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 1983 – 2012 (dalam juta jiwa) Tahun 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 Jumlah Penduduk 158,083,573 161,580,865 165,154,785 167,881,346 170,654,786 173,472,567 176,336,980 179,378,946 182,222,698 185,254,289 188,359,108 191,523,808 194,754,808 197,353,900 199,445,007 Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2012 90 Jumlah Penduduk 201,559,567 203,625,457 206,264,595 207,995,368 212,003,475 215,276,685 217,854,235 219,205,367 222,192,347 225,642,125 228,523,436 231,369,563 237,641,326 244,775,796 257,516,167 Pada Tabel 5.6 terlihat bahwa jumlah penduduk dalam kurun waktu tahun 1983-2012 terus mengalami peningkatan dan lebih dari setengah jumlah penduduk Indonesia bermukim di Pulau Jawa. Pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 2000 hingga 2012 tersebut jumlah penduduk Indonesia telah mengalami peningkatan kurang lebih 15 persen yaitu sekitar 30 juta jiwa lebih. Dengan jumlah penduduk yang selalu meningkat tersebut, maka diperkirakan permintaan terhadap kendaraan bermotor pun juga akan meningkat ditambah lagi dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi sehingga keberadaan kendaraan sangat penting bagi masyarakat, efektif dan efisien dari setiap kegiatan mobilitas masyarakat. 5.2.4 Harga Minyak Dunia Fluktuasi harga minyak dunia seringkali mempengaruhi kinerja sektor industri pengolahan dan kondisi makroekonomi Indonesia. Kenaikan harga minyak dunia merupakan salah satu fenomena yang pada beberapa tahun terakhir ini sangat menghawatirkan bagi bangsa Indonesia. Hal ini tidak lepas dari besarnya ketergantungan Indonesia terhadap sumber energi yang bersifat tidak terbarukan ini dapat mempengaruhi kondisi anggaran subsidi BBM dalam APBN. Di dalam negeri kenaikan harga minyak dunia direspon oleh pemerintah dengan menaikkan harga BBM. Peningkatan harga BBM tersebut menjadi ganjalan yang sangat serius bagi pemulihan perekonomian nasional dan pertumbuhan ekonomi sektoral, khususnya sektor industri. Kebutuhan energi untuk memutar roda perekonomian semakin tinggi dan dalam proses produksinya banyak menggunakan minyak sebagai bahan bakar. Tingkat kapasitas kilang di beberapa negara dan menurunnya persediaan minyak 91 juga berpengaruh terhadap posisi harga minyak yang terus meningkat. Perkembangan harga minyak dunia tahun 1983 – 2012 ditunjukkan pada Tabel 5.7 Tabel 5.7 Perkembangan Harga Minyak Dunia Tahun 1983 – 2012 (dalam USD/Barel) Tahun 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 Harga Minyak Dunia 23.66 29.44 27.89 26.05 19.15 18.96 20.58 24.50 21.50 20.58 18.48 17.19 28.40 22.03 20.61 Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Harga Minyak Dunia 10.40 19.30 20.26 25.95 26.15 30.99 41.47 56.70 66.25 72.41 99.75 62.09 79.61 95.11 94.15 Sumber : U.S Energy Information Administration (EIA), 2012 Dalam beberapa tahun terakhir ini harga minyak dunia terus mengalami pergerakan yang fluktuatif. Hal ini tidak lepas karena adanya krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008 sehingga mempengaruhi tingkat harga minyak dunia. Pentingnya minyak bumi sebagai input produksi menyebabkan fluktuasi harga minyak bumi sangat sensitive terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Pada Tabel 5.7 menunjukkan bahwa gejolak harga minyak dunia sudah terlihat sejak tahun 2003. Pada tahun 2003 harga minyak dunia menyentuh angka 30.99 US per barrel dan pada tahun berikutnya harga terus naik seiring dengan menurunnya kapasitas cadangan. Pada pertengahan 2008, harga minyak dunia 92 sudah menyentuh angka 99.75 USD per barrel ini merupakan harga minyak dunia tertinggi yang pernah terjadi sepanjang sejarah. 5.2.5 Kurs Dolar Fluktuasi nilai tukar dolar Amerika terhadap Rupiah Indonesia dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya krisis ekonomi di Indonesia. Ketidakstabilan nilai tukar ini mempengaruhi kebijakan subsidi BBM di Indonesia. Indonesia yang merupakan negara yang masih mengimpor minyak dari luar mengalami dampak dari ketidakstabilan kurs ini, yang dapat dilihat dari melonjaknya realisasi subsidi BBM setiap tahun. Perkembangan kurs dolar periode tahun 1983 – 2012 seperti Tabel 5.8. Tabel 5.8 Perkembangan Kurs Dolar Periode Tahun 1983 – 2012 (dalam ribu rupiah) Tahun Kurs Dolar 1983 700 1984 758 1985 890 1986 1,110 1987 1,641 1988 1,650 1989 2,795 1990 1,901 1991 1,992 1992 2,015 1993 2,110 1994 2,200 1995 2,308 1996 2,383 1997 8,325 Sumber : LKPP Bank Indonesia, 93 Tahun Kurs Dolar 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2012 10,350 8,685 9,585 9,400 9,655 8,465 9,018 9,830 9,020 9,419 10,950 9,400 9,991 8,779 9,380 Pada Tabel 5.8 dapat dilihat bahwa pada tahun 1990 nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat adalah sebesar Rp. 1,901 per dollar AS, kemudian melemah sebesar 91 point atau berada pada level Rp.1,992 per dollar AS. Hal senada juga terjadi pada tahun 1992 yang melemah berada pada level Rp. 2,015 per dollar AS. Meningktnya ekspor dan perdagangan luar negeri menyebabkan kurs atau nilai tukar rupiah terhadap dollar pada tahun 1993 menguat 8.58 persen atau 198 point pada level Rp. 2,110 per dollar AS namun, menguatnya rupiah terhadap dollar AS tidak dapat dipertahankan di tahun 1994, 1995, dan 1996 yaitu melemah pada level Rp. 2,200 di tahun 1994, Rp. 2,308 di tahun 1995 dan Rp. 2,383 di tahun 1996 per dollar AS. Melemahnya nilai tukar rupiah pada tiga tahun ini disebabkan kurangnya persediaan uang dollar di Indonesia sedangkan permintaan akan dollar terus meningkat. Selain itu, meningkatnya nilai impor juga berpotensi mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dollar pada tiga tahun terakhir tersebut. 5.2.6 Impor Minyak Indonesia merupakan Negara penghasil minyak, banyak sumber – sumber minyak yang dimiliki. Peranan minyak dilihat dari kepentingan perekonomian Indonesia masih tetap besar. Walaupun pada saatnya Indonesia akan terpaksa menjadi negara net importir minyak karena jumlah hasil produksi minyak mentah Indonesia lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kebutuhannya. Defisit neraca perdagangan bagi Indonesia merupakan dampak dari tingginya impor minyak yang dilakukan oleh pemerintah. Perkembangan impor minyak Indonesia ditunjukkan pada Tabel 5.9. 94 Tabel 5.9 Perkembangan Impor Minyak Indonesia Tahun 1983 – 2012 (miliar USD) Tahun 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 Impor Minyak 1,144.8 2,696.8 3,275.6 1,086.4 1,067.9 2,909.0 1,195.2 1,920.4 2,310.3 6,115.0 12,170.6 12,367.4 12,910.8 15,595.5 19,924.1 Tahun Impor Minyak 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 10,653.7 13,681.1 16,019.5 15,471.8 26,525.8 17,610.9 28,732.2 27,457.7 18,962.9 20,553.0 11,932.8 18,980.7 27,412.7 40,701.5 42,564.2 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2012 Berdasarkan Tabel 5.9 perkembangan nilai impor minyak Indonesia pada tahun 1993 mulai mengalami lonjakan sebesar 12,170.6 miliar USD atau naik sebesar 99,03 persen dari tahun 1992 dan terus mengalami kenaikan pada tahun berikutnya. Pada tahun 1998 impor minyak penurunan sebesar 10,653.7 miliar USD atau sebesar 46 persen penyebab penurunan impor tersebut adalah terdepresianya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada saat krisis. 5.3 Validitas Model Terdapat dua indikator validitas model di dalam analisis jalur, yaitu koefisien determinasi total dan theory trimming. Berdasarkan hasil regresi pada lampiran 1,2,3 dan 4 validitas model dapat diuji sebagai berikut : 95 1) Koefisien Determinasi Total Total keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model diukur dengan koefisien determinasi total R2 gabungan = 1 – (P1)2 (P2)2 (P3)2, dimana P merupakan standard error of estimate dari model regresi, dihitung dengan rumus : P= Besarnya nilai masing – masing P sesuai dengan rumus diatas adalah sebagai berikut : P1 = 0,652 P2 = 0,307 P3 = 0,205 R2 gabungan = 1 – (P1)2 (P2)2 (P3)2 = 1 – (0,652)2 (0,307)2 (0,205)2 = 1 – 0,0017 = 0,998 Koefisien determinasi total sebesar 0,998 dapat disimpulkan bahwa model sangat valid. Keberagaman atau variasi data yang dapat dijelaskan oleh model adalah 99,8 persen dijelaskan oleh model yang meliputi variabel jumlah penduduk, harga minyak dunia, kurs dolar, konsumsi BBM subsidi, dan impor minyak sedangkan sisanya 0,2 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model. 2) Theory Triming Uji validasi koefisien jalur pada setiap jalur untuk pengaruh langsung dilakukan dengan pengujian koefisien regresi variabel yang dibakukan secara parsial. Dalam penelitian ini Theory Triming tidak diberlakukan karena model penelitian yang disusun didukung oleh konsep dan teori yang dijabarkan sebagai berikut. 96 Jumlah Penduduk (X1) 0,758 b1 Konsumsi BBM Subsidi (Y1) e1 Harga Minyak Dunia (X2) 0,257 e3 0,607 *0,182 0,255 0,325 Impor Minyak (Y2) 0,562 0,343 Subsidi Bahan Bakar Minyak BBM (Y3) 0,354 0,188 e2 Kurs Dolar (X3) Keterangan : Hubungan satu arah * Tidak signifikan Gambar 5.4 Diagram Jalur Variabel Hasil Penelitian Kajian Terhadap Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Indonesia 5.4 Analisis Diagram Jalur Penelitian 5.4.1 Uji Linieritas Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear. Pengujian pada SPSS dengan menggunakan Test for Linearity dengan pada taraf signifikansi 0,05. Dua variabel 97 dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (Linearity) kurang dari 0,05. Uji linier pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.10 berikut ini : Tabel 5.10 Rangkuman Hasil Uji Linieritas Variabel X1 Y1 X2 X3 Y1 X2 X3 Y2 R2 F Y1 Y2 Y2 Y2 Y3 Y3 Y3 Y3 0,945 84,545 0,945 76,909 0,747 82.604 0,462 24.035 0,975 86.771 0,722 72.886 0,712 69,383 0,989 79.217 Sumber : Lampiran 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 Signifikansi Keterangan 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Hasil dari output SPSS pada uji linier Tabel 5.10 dapat disimpulkan bahwa semua variabel penelitian memiliki hubungan yang linier dan signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 atau α = 5 persen. 5.4.2 Hubungan Antar Variabel Penelitian Pada penelitian ini dipergunakan analisis jalur untuk menganalisa model struktural. Tanda panah satu arah digunakan perhitungan regresi variabel yang distandarkan, secara parsial pada tiap – tiap persamaan. Metode yang digunakan adalah ordinary least square (OLS), yaitu metode kuadrat terkecil biasa. Hal ini dapat dilakukan mengingat modelnya rekursif (satu arah). Pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen dibedakan menjadi pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh total. Berdasarkan diagram jalur pada gambar 5.4 dihasilkan 3 persamaan struktural seperti di bawah ini : 98 1) Hubungan antara X1 terhadap Y1 Y1 = b1 X1 + e1 2) Hubungan antara X2, X3, dan Y1 terhadap Y2 Y2 = b2 X2 + b3 X3 + b4 Y1 + e2 3) Hubungan antara X2, X3, Y1 dan Y2 terhadap Y3 Y3 = b5Y1 + b6 X1 + b7 X2 + b8Y2 +b9X3+ e3 Rangkuman dari hasil analisis korelasi ditunjukkan pada Tabel 5.10 berikut ini Tabel 5.11 Rangkuman Hasil Analisis Korelasi Koef. Korelasi X1 Y1 0,758 Y1 Y3 0,905 Y1 Y2 0,923 X2 Y2 0,857 X2 Y3 0,886 X3 Y2 0,680 X3 Y3 0,761 Y2 Y3 0,946 X2 X3 0,562 Sumber : Lampiran 1 Korelasi Arah Korelasi Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Sig. (2-tailed) Keterangan 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Hasil dari output SPSS pada Tabel 5.11 dapat disimpulkan bahwa semua data penelitian memiliki hubungan pada tingkat signifikansi 0,05 atau α = 5 persen sehingga analisis jalur dapat diterapkan pada model karena semua variabel memiliki hubungan yang signifikan. 5.4.3 Koefisien Jalur dan Signifikansi Hubungan Antar Variabel Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi subsidi bahan bakar minyak (BBM) Indonesia. Koefisien 99 jalur pada penelitian ini diperoleh dari hasil perhitungan regresi dengan metode regresi sederhana dengan menggunakan program SPSS terhadap model persamaan struktural 1, 2, dan 3 kemudian hasilnya ditampilkan pada Tabel 5.12 berikut ini Tabel 5.12 Ringkasan Koefisien Jalur dan Signifikansi Hubungan Antar Variabel Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Subsidi BBM Indonesia Koef. Reg. Standard Regresi t hitung Standar Error X1 ïƒ Y1 0,758 0,118 6,153 X1 ïƒ Y3 0,182 0,088 1,488 Y1 ïƒ Y3 0,257 0,005 2,295 Y1 ïƒ Y2 0,607 0,069 5,630 X2 ïƒ Y2 0,255 0,611 2,388 X2 ïƒ Y3 0,325 0,744 3,683 X3 ïƒ Y2 0,188 0,987 2,507 X3 ïƒ Y3 0,354 0,068 4,038 Y2 ïƒ Y3 0,343 0,011 2,442 Sumber : Lampiran 2, 3, dan 4 (data diolah) P.Value 0,000 0,150 0,031 0,000 0,025 0.001 0,019 0,000 0,022 Keterangan Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Berdasarkan ringkasan pada Tabel 5.12, maka jawaban atas hipotesis yang ada adalah sebagai berikut : 1) Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap Konsumsi BBM Hasil pengujian pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen dengan persamaan sebagai berikut : Y1 = 0,758 X1 Hipotesis 1 Hasil pengujian menunjukkan secara parsial melalui uji t (p-value) dengan membandingkan t-hitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai pada kolom signifikansi (sig) dapat disimpulkan bahwa variabel jumlah penduduk (X1) 100 berpengaruh postif dan signifikan terhadap konsumsi BBM (Y1) pada α = 0,05. Nilai R2 sebesar 0,575 berarti 57,5 persen variasi dari konsumsi BBM (Y1) mampu dijelaskan oleh variasi jumlah penduduk (X1) sedangkan sisanya sebesar 42,5 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. 2) Pengaruh Konsumsi BBM, Harga Minyak Dunia, dan Kurs Dolar Terhadap Impor Minyak Hasil pengujian pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen dengan persamaan sebagai berikut : Y2 = 0,607Y1 + 0,255X2 + 0,188X3 Hipotesis 2 Hasil pengujian menunjukkan secara parsial melalui uji t (p-value) dengan membandingkan t-hitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai pada kolom signifikansi (sig) dapat disimpulkan bahwa variabel konsumsi BBM (Y1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor minyak (Y2) pada α = 0,05 Hipotesis 3 Hasil pengujian menunjukkan secara parsial melalui uji t (p-value) dengan membandingkan t-hitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai pada kolom signifikansi (sig) dapat disimpulkan bahwa variabel harga minyak dunia (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor minyak (Y2) pada α = 0,05. Hipotesis 4 Hasil pengujian menunjukkan secara parsial melalui uji t (p-value) dengan membandingkan t-hitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai pada kolom signifikansi (sig) dapat disimpulkan bahwa variabel kurs dolar (X3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor minyak (Y2) pada α = 0,05. 101 Nilai R2 sebesar 0,906 berarti 90,6 persen variasi dari impor minyak (Y2) mampu dijelaskan oleh variasi konsumsi BBM (Y1), harga minyak dunia (X2) dan kurs dolar (X3) sedangkan sisanya sebesar 9,4 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. 3) Pengaruh Konsumsi BBM, Harga Minyak Dunia, Kurs Dolar dan Impor Minyak Terhadap Subsidi BBM Hasil pengujian pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen dengan persamaan sebagai berikut : Y3 = 0,257Y1 + 0,182X1 + 0,325X2 + 0,354X3 + 0,343Y2 Hipotesis 5 Hasil pengujian menunjukkan secara parsial melalui uji t (p-value) dengan membandingkan t-hitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai pada kolom signifikansi (sig) dapat disimpulkan bahwa variabel konsumsi BBM (Y1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi BBM (Y3) pada α = 0,05. Hipotesis 6 Hasil pengujian menunjukkan secara parsial melalui uji t (p-value) dengan membandingkan t-hitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai pada kolom signifikansi (sig) dapat disimpulkan bahwa variabel jumlah penduduk (X1) tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi BBM (Y3) pada α = 0,05. Hipotesis 7 Hasil pengujian menunjukkan secara parsial melalui uji t (p-value) dengan membandingkan t-hitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai pada kolom signifikansi (sig) dapat disimpulkan bahwa variabel harga minyak dunia (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi BBM (Y3) pada α = 0,05. 102 Hipotesis 8 Hasil pengujian secara parsial melalui uji t (p-value) dengan membandingkan thitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai pada kolom signifikansi (sig) dapat disimpulkan bahwa variabel impor minyak (Y2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi BBM (Y3) pada α = 0,05. Hipotesis 9 Hasil pengujian secara parsial melalui uji t (p-value) dengan membandingkan thitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai pada kolom signifikansi (sig) dapat disimpulkan bahwa variabel kurs dolar (X3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi BBM (Y3) pada α = 0,05. Nilai R2 sebesar 0,958 berarti 95,8 persen variasi dari subsidi BBM (Y3) mampu dijelaskan oleh variasi konsumsi BBM (Y1), jumlah penduduk (X1) harga minyak dunia (X2) , kurs dolar (X3) dan impor minyak (Y2) sedangkan sisanya sebesar 4,2 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. 5.4.4 Pengaruh Tidak Langsung Masing – Masing Variabel Intervening Melalui Uji Sobel Uji ini dilakukan untuk menguji pengaruh variabel mediasi atau intervening dalam sebuah model. Hasil pengujian sobel dapat dilihat pada Tabel 5.13 sebagai berikut : 103 Tabel 5.13 Ringkasan Pengujian Pengaruh Tidak Langsung Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Subsidi BBM Indonesia Hubungan Melalui Koef. Regresi SE z Hitung X1 ïƒ Y3 Y1 0,7132 0,6268 5,6317 1,96 0,034 Y1ïƒ Y3 Y2 0,4252 0,7753 6,4227 1,96 0,000 X2 ïƒ Y3 Y2 0,5822 0,9473 7,4884 1,96 0,022 X3 ïƒ Y3 Y2 0,6437 0,3517 5,2585 1,96 0,038 z Tabel P Value Sumber : Lampiran 13, 14, 15 dan 16 (data diolah) Berdasarkan pada Tabel 5.13 maka untuk menjawab hipotesis pengaruh tidak langsung dapat dijelaskan sebagai berikut : Hipotesis 9 Pengaruh jumlah penduduk terhadap subsidi BBM melalui konsumsi BBM Berdasarkan pada Tabel 5.13 dapat dilihat pengujian analisis Sobel menunjukkan bahwa besarnya z – hitung adalah 5,6317 lebih besar dari z – tabel (1,96) dengan tingkat signifikansi 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh mediasi variabel konsumsi BBM subsidi dalam hubungannya dengan variabel jumlah penduduk dan subsidi BBM. Hipotesis 10 Pengaruh konsumsi BBM Subsidi terhadap subsidi BBM melalui impor minyak. Berdasarkan pada Tabel 5.13 dapat dilihat pengujian analisis Sobel menunjukkan bahwa besarnya z – hitung adalah 6,4227 lebih besar dari z – tabel (1,96) dengan tingkat signifikansi 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh 104 mediasi variabel impor minyak dalam hubungannya dengan variabel konsumsi BBM dan subsidi BBM. Hipotesis 11 Pengaruh harga minyak dunia terhadap subsidi BBM melaui impor minyak. Berdasarkan pada Tabel 5.13 dapat dilihat pengujian analisis Sobel menunjukkan bahwa besarnya z – hitung adalah 7,4884 lebih besar dari z – tabel (1,96) dengan tingkat signifikansi 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh mediasi variabel impor minyak dalam hubungannya dengan variabel harga minyak dunia dan subsidi BBM. Hipotesis 12 Pengaruh kurs dolar terhadap subsidi BBM melalui impor minyak Berdasarkan pada Tabel 5.13 dilihat pengujian Sobel menunjukkan besarnya z – hitung adalah 5,2585 lebih besar dari t – tabel (1,96) dengan tingkat signifikansi 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh mediasi variabel impor minyak dalam hubungannya dengan variabel kurs dolar dan subsidi BBM. 5.4.5 Koefisien Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung, dan Pengaruh Total Antar Variabel. Berdasarkan Gambar 5.4 tentang diagram jalur variabel hasil penelitian, maka terdapat pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung, dan pengaruh total dari masing – masing variabel disajikan dalam tabel berikut ini. 105 Tabel. 5.14 Ringkasan Koefisien Hubungan Langsung, Tidak Langsung, dan Total Antar Variabel Variabel X1 Y1 X2 X3 Y2 PL PTL PT PL PTL PT PL PTL PT PL PTL PT PL PTL PT Y1 Y2 Y3 0,758 0,758 - 0,460 0,460 0,607 0,607 0,255 0,255 0,188 0,188 - 0,182 0,194 0,376 0,257 0,208 0,465 0,325 0,087 0,412 0,354 0,064 0,418 0,343 0,343 Sumber : Lampiran 2, 3, dan 4 (data diolah) Dari hasil ringkasan Tabel 5.14 dilihat bahwa pengaruh tidak langsung jumlah penduduk (X1) terhadap variabel subsidi BBM (Y3) melalui konsumsi BBM subsidi (Y1) dan impor minyak (Y2) diperoleh dari b1 x b4 x b8 yaitu 0,758 x 0,607 x 0,343 = 0,158. 5.5 Pembahasan 5.5.1 Pengaruh jumlah penduduk terhadap subsidi BBM melalui konsumsi BBM Subsidi Berdasarkan Tabel 5.12 menunjukkan bahwa jumlah penduduk tidak berpengaruh secara langsung terhadap subsidi BBM. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk belum tentu akan meningkatkan subsidi 106 BBM apabila BBM bersubsidi tidak di konsumsi. Tetapi jumlah penduduk berpengaruh tidak langsung terhadap subsidi BBM melalui konsumsi BBM subsidi hal ini disebut sebagai full mediasi (Hair et al, 2006). Jumlah penduduk secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi BBM subsidi. Hal ini menunjukkan bahwa pertambahan penduduk akan membuat pengguna BBM subsidi akan meningkat untuk memenuhi kebutuhannya ditambah lagi dengan mobilitas yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang meningkat membuat masyarakat akan semakin membutuhkan minyak untuk melakukan aktivitas mereka. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk padat terutama di daerah perkotaan yang merupakan pusat aktivitas masyarakatnya. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang diungkapkan oleh Handajani (2009) yang mengungkapkan kepadatan penduduk akan meningkatkan konsumsi terhadap BBM itu sendiri dimana pada penduduk di perdesaan dengan jumlah penduduk yang rendah dan kepadatan rendah maka konsumsi BBM akan rendah. Sebaliknya penduduk perkotaan dengan jumlah penduduk tinggi dan kepadatan tinggi pula akan meningkatkan konsumsi BBM pertahunnya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Quang Dao (2012) yang menggunakan data dari Bank Dunia dan menggunakan sampel dari empat puluh tiga negara berkembang dengan hasil bahwa pada negara berkembang dengan banyak jumlah penduduk mengemukakan bahwa pertumbuhan penduduk memiliki pengaruh yang positif terhadap peningkatan 107 penggunaan sumber daya energi baik sumber minyak, listrik dan batu bara. Rata – rata peningkatan PDB yang cenderung meningkat hingga 6 sampai 7 persen setiap tahun menandakan tingkat pertumbuhan ekonomi yang semakin kuat. Untuk menopang perekonomian tersebut dibutuhkan energy terutama minyak bakar sebagai penunjang kegiatan ekonomi, tanpa ketersediaan minyak untuk menggerakkan industri yang menghasilkan barang dan jasa, membangun infrastruktur hingga keperluan rumah tangga, maka pertumbuhan dan peningkatan taraf hidup masyarakat tidak akan berjalan. Berdasarkan penelitian kebutuhan minyak pada negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang banyak akan meningkat dengan laju pertumbuhan rata – rata tahunan sebesar 5,2 persen, dari 674 juta SBM (setara barel minyak). Penelitian ini juga serupa terjadi di negara cina, Zhang (2008) mengungkapkan cina merupakan salah satu negara ketiga terbesar di dunia dengan daratan yang mencapai 9.600.000 kilometer persegi. Cina telah berkembang pesat sejak masa lalu dengan pertumbuhan populasi penduduk nomor satu tertinggi di dunia dengan jumlah penduduk sekitar 1,3 miliar jiwa. Negara ini juga sangat padat dan banyak orang kaya dan miskin. Selain itu, infrastruktur jalan negara ini adalah kelas atas dan persentase yang signifikan dari populasi mampu membeli kendaraan untuk digunakan pada jalan tersebut. Pertumbuhan yang luar biasa terutama disebabkan oleh fakta bahwa mayoritas penduduk yang bekerja sangat keras dan banyak industri memiliki tenaga kerja yang memadai. Faktor-faktor ini telah membuat konsumsi BBM negara menjadi tinggi dengan perkiraan konsumsi menjadi 9,400 juta barel per hari. 108 Sebagai mayarakat yang melakukan aktivitas ekonomi tentunya pasti akan memilih membeli BBM dengan harga subsidi daripada harga non subsidi karena dari segi harga lebih terjangkau. Seperti kutipan wawancara berikut pada tanggal 23 Oktober 2014 dengan Bapak Ngurah Aryawan, salah satu masyarakat yang bertempat tinggal di jalan Imam Bonjol. “Saya tinggal di Denpasar dan sehari hari menjalani pekerjaan sebagai karyawan di bidang teknologi informasi (I T) di hotel Aston-Nusa Dua. Saya berangkat dari denpasar ke nusa dua menggunakan kendaraan sepeda motor. Sepeda motor jenis vario saya isi dengan premium bersubsidi kira-kira dua hari sekali saya habiskan Rp. 20.000 untuk membeli premium bersubsidi. Saya lebih memilih menggunakan minyak bersubsidi jenis premium karena harganya lebih murah daripada pertamax yang tidak disubsidi. Pernah suatu ketika dimana premium di beberapa SPBU pada waktu lalu mengalami kekosongan dan dengan terpaksa saya membeli pertamax yang seharga Rp. 12.250 per liter dengan uang bensin Rp.20.000 saya hanya mendapatkan satu seperempat liter saja sehingga pada kilometer motor masih menunjukkan jarum merah, itu sebabnya saya menjadi salah satu pengguna dari BBM bersubsidi karena selain harganya lebih terjangkau dan akan menghemat pengeluaran bulanan saya” Peningkatan jumlah penduduk yang dibarengi dengan perkembangan teknologi saat ini dengan berbagai kemudahan hidup membuat pengguna kendaraan baik mobil maupun motor semakin hari kian meningkat jumlahnya. Produksi mobil yang menggunakan teknologi canggih dengan berbagai merek dan fasilitas yang ada di dalamnya mengundang minat masyarakat yang berasal dari golongan mampu ingin memiliki mobil baru, bahkan dengan pendapatan yang tinggi dan gaya hidup masa kini, seorang masyarakat pun dapat membeli kendaraan jenis mobil maupun sepeda motor lebih dari satu untuk menunjang aktivitasnya sehingga hal tersebut juga pasti akan membutuhkan BBM sebagai bahan bakarnya. Berikut wawancara kepada salah satu pegawai negeri sipil yang memegang jabatan sebagai Kepala Sub. Bagian program pada Lembaga 109 Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana pada tanggal 25 Oktober 2014 dengan Bapak Putu Yadnya, SE. “ Saya punya dua buah mobil untuk menunjang aktivitas saya sehari – hari. Satu mobil merek mobilio dan satunya lagi mobil fortuner. Tetapi yang saya sering pakai untuk berkendara ke kantor yaitu mobil merek mobilio. Untuk mobil fortuner saya menggunakan pertamax karena memang jenis BBM ini cocok dengan spesifikasi mesin dari fortuner sedangkan mobil merek mobilio saya menggunakan minyak premium bersubsidi karena harganya lebih murah dari pada premium non subsidi. Dalam seminggu untuk berkendara dari denpasar ke tempat bekerja (pulang pergi) dengan asumsi tidak keluar kota saya menghabiskan Rp. 400.000 untuk premium bersubsidi. Beberapa waktu lalu saya sempat mengisi dengan pertamax tetapi yang terjadi justru mobil saya malah bermasalah. Saya tidak melakukan konversi dari BBM ke BBG sesuai dengan saran dari pemerintah karena biaya konversi dari BBM ke BBG bukanlah hal yang mudah dan memelukan biaya yang lumayan tinggi” Hasil wawancara ini menunjukkan bahwa masyarakat yang tergolong mempunyai pendapatan yang mapan kebanyakan merasa tidak akan puas dengan memiliki satu kendaraan saja, dengan tingkat pendapatan yang semakin sejahtera akan mempengaruhi gaya hidup mereka. Demi menghemat pengeluaran BBM untuk kendaraan, mereka memutuskan mengisinya dengan BBM bersubsidi padalah larangan penggunaan BBM bersubsidi bagi golongan masyarakat mampu oleh pemerintah telah diumumkan di berbagai media tetapi tetap saja hal tersebut terjadi dengan alasan bahwa menggunakan BBM bersubsidi lebih hemat biaya daripada menggunakan BBM non subsidi. Walaupun konversi dari BBM ke BBG dianjurkan oleh pemerintah tetapi hal tersebut bukanlah perkara mudah. Berbeda dengan konversi minyak tanah ke elpiji. Pada konversi minyak tanah, komponen berupa kompor dibagikan kepada masyarakat dan tabung gas disediakan secara gratis, sehingga masyarakat hanya mengganti kompor minyak tanah dan memakai kompor gas. Sedangkan konversi BBM ke BBG pada 110 kendaraan untuk transportasi khususnya mobil harus datang ke bengkel untuk pergantian komponen – komponen mesin seperti alat konversi, apalagi perbedaan tahun produksi pada mobil maka berbeda pula teknologi yang digunakan untuk proses konversi tersebut misalnya seperti sistem injeksi, belum lagi masalah minimnya ketersediaan bengkel khusus untuk kendaraan pemakai BBG mengakibatkan masyarakat malas untuk pindah ke BBG. Walaupun pemakaian BBG sendiri memiliki berbagai keunggulan seperti harga BBG yang lebih murah daripada BBM, volume pemakaian BBG lebih irit dibandingkan dengan BBM dan BBG merupakan bakan bakar ramah lingkungan tetapi masalah yang dihadapi adalah sulitnya mengajak masyarakat untuk mengkonversi dari BBM ke BBG karena dari sisi keamanan belum ada jaminan dari pemerintah bahwa penggunaan BBG aman untuk sektor transportasi dan sulitnya mencari stasiun pengisian bahan bakar gas yang terjangkau (Harian Kompas, 24 Nopember 2014). Kendaraan Dinas untuk para pejabat merupakan transportasi yang tidak boleh menggunakan BBM bersubsidi. Di beberapa instansi pemerintah kebijakan ini sudah mulai di terapkan baik untuk kendaraan motor maupun mobil seperti wawancara dengan Bapak Nyoman Subadri yang menjabat sebagai Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Buleleng pada tanggal 8 November 2014. “ Kendaraan Dinas yang saya gunakan untuk menjalankan tugas sehari-hari adalah Isuzu Panther yang mempunyai mesin diesel. Bahan bakar yang digunakan yaitu solar. Tetapi karena solar merupakan BBM yang disubsidi pemerintah sehingga mobil dinas yang sering saya pakai tidak boleh memakai solar. Di Buleleng kebanyakan SPBU jarang ada yang menjual pertamax yang merupakan bahan bakar non subsidi sehingga saat ini saya menggunakan pertamina dex sebagai bahan bakar mobil dinas saya. Dalam satu bulan saya bisa menghabiskan hingga kira – kira dua juta rupiah untuk membeli pertamina dex 111 tergantung pemakaian dan semua itu ditanggung dari anggaran pemerintah. Untuk membeli minyak tersebut saya gunakan dana sendiri dan kemudian nota dari pembelian tersebut diserahkan ke bagian keuangan untuk pengganti uang yang telah saya keluarkan” Berdasarkan wawancara di atas, sebagai seorang pejabat di sebuah instansi pemerintahan yang menggunakan kendaraan dinas wajib menggunakan BBM non Subsidi. Larangan memakai BBM subsidi bagi kendaraan dinas ini sesuai dengan Peraturan Menteri nomor 1 tahun 2003 tentang kendaraan dinas untuk semua pegawai negeri tidak boleh memakai BBM bersubsidi jenis premium dan solar. Tujuan dari pelarangan memakai BBM bersubsidi jenis premium untuk pembatasan pemakaian agar kuota BBM bersubsidi tidak terlampaui. Pada dasarnya transportasi umum sangat berperan untuk mengurangi konsumsi BBM bersubsidi. Angkutan umum merupakan salah satu solusi untuk menghemat penggunaan BBM bersubsidi dan dapat dijadikan sebagai pemecah masalah kemacetan pada kota – kota besar. Sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat, banyak orang yang mampu membeli kendaraan pribadi. Banyak alasan untuk memiliki kendaraan pribadi, antara lain karena masalah privasi dan kenyamanan. Namun dibalik kebaikannya, kepemilikan kendaraan pribadi terlalu banyak juga menimbulkan banyak masalah. Berikut kutipan wawancara dengan salah satu pengguna jasa transportasi umum yaitu Ibu Putu Sri Sumarthini pada tanggal 21 November 2014, pegawai Univesitas Udayana yang bertugas di bukit – jimbaran. “Saya bertempat tinggal di Denpasar dan menjadi salah satu pegawai pengguna angkutan umum Trans Sarbagita. Dahulu Udayana masih menyediakan bis kantor untuk transportasi dan sekarang bis kantor sudah tidak tersedia lagi dan diganti dengan Trans Sarbagita. Saya menunggu di halte sekitar jam 7 pagi menunggu bus lewat. Awalnya sedikit orang yang berminat untuk 112 menaiki sarbagita ini tapi lama kelamaan penumpang angkutan ini semakin banyak, tidak hanya pegawai saja bahkan mahasiswa yang akan mengikuti kuliah di kampus bukit juga ikut menjadi penumpang sehingga yang terjadi adalah kami harus berdesak-desakan di dalam bis. Untuk menunggu armada bis selanjutnya membutuhkan waktu untuk menunggu dan kami harus berkejaran dengan jam kerja jadi dengan terpaksa ikut berdesakan di dalam. Lama kelaman saya memutuskan tidak menggunakan bis lagi selain karena sering berdesakan dan akan menghabiskan waktu untuk menunggu bis. Akhirnya saat ini saya menggunakan kendaraan pribadi terkadang membawa mobil dan kadang juga menggunakan sepeda motor agar lebih praktis” Dari wawancara diatas menunjukkan bahwa fasilitas transportasi umum sangat penting untuk menunjang aktivitas masyarakat. Keberangkatan angkutan umum yang tidak sesuai jadwal dan terbatasnya armada transportasi umum akhirnya membuat pengguna angkutan umum beralih menggunakan kendaraan pribadi. Belum lagi aspek pemeliharaan fasilitas di dalamnya, seperti tempat duduk menjadi catatan tersendiri yang menjadi faktor mengapa banyak masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Dari hal tersebut sebenarnya sudah tergambar langkah apa yang harus diambil oleh pemerintah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan transportasi yang terjadi di negeri ini untuk mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi. 5.5.2 Pengaruh konsumsi BBM subsidi, harga minyak dunia, dan kurs dolar terhadap subsidi BBM melalui impor minyak Berdasarkan Tabel 5.12 dan 5.13 Konsumsi BBM subsidi secara langsung berpengaruh signifikan terhadap impor minyak dan memiliki pengaruh tidak langsung terhadap subsidi BBM melalui impor minyak hal ini disebut parsial mediasi (Hair et al, 2006). Hal ini memperjelas bahwa konsumsi minyak yang tinggi oleh masyarakat Indonesia akan meningkatkan impor minyak untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri mengingat bahwa sampai saat ini 113 sumber daya minyak Indonesia mulai menipis dan rendahnya partisipan dari investor yang ingin membangun kilang – kilang minyak baru karena kilang minyak lama dalam kondisi tua serta sumur minyak yang mulai mengering. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mardiana dkk (2013) menyatakan konsumsi minyak Indonesia tumbuh cepat sementara produksi dalam negeri menurun. Impor minyak pada tahun 2012 mencapai sekitar US$ 42 miliar yang setara dengan 22 persen total ekspor. Hal ini berdampak terhadap ketergantungan terhadap minyak impor dan membuat neraca pembayaran menjadi defisit. Impor minyak di Indonesia akan lebih dipengaruhi oleh konsumsi sektor transportasi dan diperkirakan bahwa Indonesia akan menjadi net importir pada tahun 2030. Cadangan minyak terbatas dan tingkat produksi yang menurun sehingga tidak cukup untuk mendukung pemenuhan permintaan minyak dalam negeri akibatnya Indonesia menjadi negara importir dan meninggalkan keanggotaan OPEC tahun 2008 setelah bergabung tahun 1962. Kondisi tersebut sama halnya dengan penelitian yang diungkapkan oleh Prambudia dan Masaru Nakano (2012) yang melakukan penelitian di Negara Malaysia mengungkapkan bahwa Negara Malaysia merupakan negara pengekspor minyak utama sama hal nya seperti Indonesia. Status Malaysia sebagai eksportir minyak berada di ambang krisis hal ini disebabkan sumur minyak yang jatuh tempo dan produksi kilang minyak mulai berkurang. Sektor transportasi dan industri yang masih sangat tergantung pada produk minyak mengingat bahwa saling mempengaruhi antara perkembangan sektor minyak Malaysia dan sektor ekonomi. 114 Data Tabel 5.12 dan 5.13 menunjukkan bahwa harga minyak dunia secara langsung berpengaruh signifikan terhadap impor minyak dan memiliki pengaruh tidak langsung terhadap subsidi BBM melalui impor minyak hal ini disebut parsial mediasi (Hair et al, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa ketika harga minyak dunia meningkat maka Indonesia yang merupakan negara yang masih mengimpor minyak akan terkena dampaknya terutama dalam anggaran APBN. Hal ini sejalan dengan penelitian Sharma, dkk (2012) pertumbuhan ekonomi suatu negara harus di dukung oleh ketersediaan minyak. Ketergantungan impor terhadap minyak di Negara India mencapai 80 persen dan kemungkinan akan tumbuh terus. Efek langsung dari guncangan harga minyak adalah peningkatan biaya produksi akibat kenaikan biaya bahan bakar. Impor minyak yang tinggi seperti impor produk minyak bumi akan memiliki dampak besar pada ekonomi India terutama ketika harga minyak mentah di pasar dunia melonjak naik dan akan menghabiskan sejumlah devisa. Meskipun harga minyak di masa depan sulit diprediksi, pada umumnya diperkirakan akan meningkat. Kurs dolar secara langsung berpengaruh signifikan terhadap impor minyak dan memiliki pengaruh tidak langsung terhadap subsidi BBM melalui impor minyak disebut parsial mediasi (Hair et al, 2006) yang terlihat pada Tabel 5.12 dan 5.13. Hal ini menunjukkan bahwa kurs dolar berpengaruh postif terhadap impor minyak dimana Indonesia merupakan Negara yang melakukan perdagangan baik ekspor dan impor tentunya tergantung dari fluktuasi kurs dolar tersebut. Saat harga minyak dunia meningkat maka nilai impor minyak dalam USD juga akan meningkat karena untuk membeli harga minyak dunia dalam bentuk dollar. 115 Penelitian ini tidak sesuai dengan teori kurs yang menyatakan dalam perdagangan internasional kurs dolar dan impor mempunyai hubungan yang negatif tetapi dalam penelitian ini variabel kurs dolar mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan hal ini disebabkan oleh produk yang di impor adalah minyak bumi jadi berapapun nilai tukar dolar AS terhadap rupiah, Indonesia akan tetap mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan BBM di dalam negeri. Berbeda dengan penelitian yang diungkapkan oleh Schryder dan Gert Peersman (2012) yang menyatakan bahwa apresiasi nilai tukar dolar AS menyebabkan penurunan yang signifikan dalam permintaan minyak pada 65 negara – negara pengimpor minyak (tidak termasuk Indonesia) dalam artian bahwa apresiasi nilai tukar dolar AS menyebabkan penurunan permintaan minyak di negara – negara yang tidak menggunakan dolar AS sebagai alat untuk bertransaksi di negaranya. Dari beberapa hasil penelitian tersebut diatas, hal yang serupa juga diungkapkan oleh menteri ESDM Jero Wacik pada saat kuliah bersama yang bertempat di Gedung Widya Sabha Kampus Bukit-Jimbaran dalam acara Dies Natalis Universitas Udayana ke 51. “ Dunia sekarang menghadapi tiga hal yang berat yaitu pertama adalah pangan, kedua energy, yang ketiga air. Produksi mobil pada tahun 2013 dianggarkan 900 ribu dan motor 7 juta sepeda motor tetapi pada akhir bulan September produksi berubah menjadi 1,2 juta mobil. Kebutuhan energy naik seiring dengan semakin maju tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Dahulu waktu Zaman Bapak Subroto menjabat sebagai menteri ESDM kita memproduksi minyak 1,6 juta barel per hari, kebutuhan kita waktu itu sekitar 800 ribu barel per hari, jadi kita masih memiliki kelebihan minyak makanya kita ekspor, kita termasuk eksportir country dan masuk ke dalam anggota OPEC. Sekarang kondisinya terbalik produksi minyak kita semakin mengecil akibat sumber minyak semakin mengecil tinggal hanya 800 – 900 ribu barel per hari sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan minyak masyarakat jadi kita sekarang menjadi importir oil country. Makin mahal harga minyak makin sedikit jumlahnya atau ada konflik di Negara lain akan mempengaruhi supply minyak ke Indonesia. 116 Sekarang per hari kita mengimpor BBM 150 juta dolar kira – kita satu setengah triliun per hari mengimpor BBM. Solusinya adalah dengan merubah dari bahan bakar minyak menjadi gas, tapi itu hal yang tidak mudah dalam pelaksanaannya banyak masyarakat yang tidak setuju konversi dari BBM ke BBG, kesadaran masyarakat harus di galakkan” Hasil kuliah bersama tersebut memberikan keterangan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat saat ini dan yang akan datang akan mempengaruhi penggunaan minyak untuk bahan bakar khususnya bahan bakar yang disubsidi. Produksi mobil yang tidak terkendali menunjukkan antusias masyarakat Indonesia akan kepemilikan kendaraan sangat tinggi, tidak mungkin produksi mobil tidak dibarengi oleh ketersediaan minyak sebagai bahan bakarnya apalagi sumber minyak mulai menipis sehingga impor minyak harus dilakukan sehingga hal tersebut akan mempengaruhi realisasi subsidi BBM pada APBN. 5.5.3 Analisis pengaruh konsumsi BBM subsidi , harga minyak dunia, kurs dolar dan impor minyak terhadap subsidi BBM Berdasarkan Tabel 5.12 menunjukkan bahwa Konsumsi BBM berpengaruh signifikan terhadap subsidi BBM. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya konsumsi BBM akan menambah realisasi subsidi BBM dalam APBN. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan jumlah kendaraan maka konsumsi BBM pun melonjak dari tahun ke tahun. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Iwaro dan Abraham (2010) menyatakan tingkat konsumsi bahan bakar tumbuh setiap tahun dan sekitar 50 tahun cadangan bahan bakar dunia akan habis, sehingga perlu mencari alternatif sumber energi lainnya. Pada negara - negara berkembang menunjukkan bahwa konsumsi minyak terus meningkat dengan cepat karena pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Saat ini tingkat konsumsi bahan bakar minyak akan terus meningkat di 117 kebanyakan negara berkembang, sementara pemerintah menghabiskan dana untuk subsidi bahan bakar yang tinggi untuk menjamin keberlanjutan pembangunan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang terjadi di negara Venezuela, Barrios dan Jose Ramon Morales (2012) negara Venezuela memiliki cadangan minyak terbesar di dunia. Harga bensin yang bersubsidi di negara Venezuela adalah yang termurah di dunia. Banyak masyarakat Venezuela menilai harga minyak yang murah adalah hak mereka sejak lahir. Harga bensin di Venezuela hanya US$ 0,06 per liter atau 600 per liter. Murahnya harga minyak subsidi membuat realisasi subsidi di negara ini mencapai 12,5 miliar dollar AS per tahun atau sekitar 146 triliun. Diperkirakan besarnya konsumsi minyak bersubsidi menjadi 3.16 persen dari PDB, besaran ini lebih besar dari semua program sosial (2,30 persen dari PDB). Selain itu 52 persen konsumsi kendaraan pribadi berbahan bakar minyak yang disubsidi sementara itu transportasi umum hanya menyarap 30 persen minyak subsidi. Harga minyak dunia pada Tabel 5.12 menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap subsidi BBM. Ini menunjukkan bahwa subsidi BBM di Indonesia sangat rentan terhadap fluktuasi harga minyak internasonal terutama pada saat ini Indonesia merupakan negara yang masih mengimpor minyak dari luar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Harga minyak dunia sangat menentukan jumlah realisasi subsidi BBM dalam tahun APBN. Bahkan harga minyak dunia tidak hanya berimplikasi terhadap besarnya pemberian subsidi BBM tetapi juga berdampak pada penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Peningkatan maupun penurunan harga minyak dunia disebabkan antara lain oleh 118 permintaan dan pasokan, stok minyak, situasi perekonomian dunia, kapasitas produksi cadangan OPEC, cuaca dan gangguan terhadap suplai. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Shikha Jha, et al (2009) melakukan penelitian terhadap subsidi energi di 32 negara Asia dan kaitannya dengan ketidakpastian kondisi makroekonomi dan keberlanjutan fiskal Volatilitas dan tingginya harga minyak dunia berpengaruh terhadap anggaran belanja baik di negara yang menerapkan subsidi atau negara yang menerapkan pajak terhadap konsumsi BBM dalam negeri. Penelitian ini memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Aprilta (2011) dengan penelitian yang berjudul “Analisis Dampak Fluktuasi Minyak Dunia Terhadap Variabel Makroekonomi Dan Kebijakan Subsidi Di Indonesia (Periode 1980-2010)” yang menggunakan metode analisis VAR (Vector Autoregression) dari hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara fluktuasi atau guncangan harga minyak terhadap subsidi BBM. Dalam jangka pendek fluktuasi harga minyak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap subsidi BBM, tetapi dalam jangka panjang berpengaruh positif secara signifikan. Penelitian serupa juga diungkapkan oleh Listiyanto (2008) yang mengungkapkan melonjaknya harga minyak dunia telah menyebabkan instabilitas perekonomian di banyak negara. Berbeda dengan negara pengekspor minyak yang mendapatkan keuntungan karena meningkatnya windfall profit, negara pengimpor sampai harus mempertaruhkan kredibilitas pemerintahannya akibat lonjakan harga minyak ini. Di Indonesia sendiri, melambungnya harga minyak menyebabkan pembengkakan anggaran subsidi BBM yang diperkirakan bisa mencapai Rp. 190 119 triliun. Kondisi ini memaksa pemerintah mengeluarkan kebijakan pengurangan subsidi BBM terlebih lagi pengurangan subsidi ini terjadi di saat masyarakat sudah terbebani oleh meningkatnya harga komoditas pangan dunia. Selain akan mendorong inflasi, hal ini tentu akan menurunkan tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap kebutuhan pangan. Penelitian ini juga memiliki kesamaan dengan negara Bangladesh yaitu Shahidul Islam (2008) yang meneliti subsidi di negara Bangladesh yang mampu memproduksi minyak hanya 10 persen dari kebutuhan minyak sedangkan sisanya di peroleh dari pasar internasional. Negara ini mengimpor 3,8 juta ton minyak per tahun termasuk 2,1 juta ton solar. Bangladesh menerapkan sistem subsidi untuk minyak sehingga anggaran keuangan negara ini sangat ditentukan oleh kenaikan minyak di pasar internasional. Untuk membiayai subsidi minyak, pemerintah Bangladesh meminjam dana dari bank-bank BUMN dan bank pembangunan untuk membiayai Bangladesh Petroleum Corporation (BPC), biaya tersebut terdiri dari biaya impor minyak dari pasar internasional dan mendistribusikannya di pasar domestik dengan harga yang disubsidi. Ketika terjadi peningkatan tajam kenaikan harga minyak maka akan membuat subsidi minyak meningkat dan dapat mengakibatkan defisit fiskal negara hingga mencapai 4,8 persen dari PDB pada tahun 2008 Tabel 5.12 menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara kurs dollar terhadap subsidi BBM. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya kurs dolar terutama harga dolar Amerika Serikat akan memberikan pengaruh terhadap Subsidi BBM. nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat 120 membuat subsidi BBM akan meningkat pula. Ketergantungan kurs dolar terhadap subsidi BBM mengingat bahwa kebutuhan BBM di dalam negeri sebagian memang masih harus diimpor, sehingga penguatan maupun pelemahan rupiah yang terjadi sangat mempengaruhi anggaran subsidi BBM. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Zuhroh dan David Kaluge (2007) menyatakan pengaruh kejutan nilai tukar terhadap perekonomian Indonesia menjadi topik menarik sejak terjadi krisis nilai tukar rupiah pada tahun 1997 yang telah menyebabkan keseimbangan internal semakin parah. Melemahnya nilai tukar telah menyebabkan kenaikan yang tinggi pada harga barang – barang yang mengandung komponen impor. Pada sisi fiskal, depresiasi rupiah yang tajam telah mengakibatkan pengeluaran pemerintah meningkat. Hal ini terkait dengan membengkaknya pengeluaran operasional yang terkait dengan valuta asing, seperti pembayaran utang luar negeri serta subsidi untuk BBM. Impor minyak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subsidi BBM. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan Indonesia dalam menyediakan minyak dalam bentuk BBM maupun Non BBM disebabkan salah satunya oleh kemampuan produksi minyak dalam negeri tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri sehingga membuat pemerintah memutuskan untuk melakukan kebijakan impor minyak yang tentunya akan menambah jumlah realisasi subsidi BBM. penelitian ini sama hal nya dengan penelitian yang dilakukan di negara Nigeria yaitu Ovaga dan Okey. H (2012) menyimpulkan bahwa impor minyak merupakan salah satu tantangan yang dihadapi sektor minyak hilir di Negara Nigeria. Hal tersebut ditemukan pada penelitian ini bahwa 121 total biaya untuk mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri menggambarkan realisasi jumlah subsidi BBM yang di keluarkan pemerintah. Sehingga penyelesaian masalah subsidi BBM di Nigeria dapat diselesaikan dengan cara pembangunan kilang baru dan pembenahan kilang yang sudah ada, jika hal ini ditangani dengan benar maka impor minyak dapat di tekan, subsidi tidak akan membebani anggaran dan meminimalkan devisa yang dihabiskan untuk impor minyak. Beberapa hasil penelitian tersebut diperkuat oleh pernyataan dari Sekretaris Ditjen Migas, Hufron Asrofi dalam berita Economy Okezone pada tanggal 5 September 2014 : “ Tingginya impor bahan bakar minyak (BBM) dan minyak belum tentu disebabkan oleh produksi yang terus menurun, namun hal ini juga dikarenakan tingginya konsumsi BBM seiring meningkatnya populasi kendaraan. Kebutuhan BBM yang meningkat menandakan pertumbuhan ekonomi nasional juga mengalami hal serupa. Hal ini salah satu bentuk konsekuensi sehingga petumbuhan konsumsi BBM tak terhindarkan. Bertumbuhnya angka penduduk memberi pengaruh terhadap peningkatan konsumsi BBM. Dari pasangan suami istri punya anak kemudian beli motor setelah itu beli mobil ini bentuk konsekuensi dari peningkatan kebutuhan BBM. Melalui tumbuhnya ekonomi nasional dan angka jumlah penduduk membuat pemerintah melakukan perbaikan dalam pembangunan infrastruktur seperti jalan dan sarana prasarana lain yang memberikan pengaruh terhadap pengguna BBM” Pernyataan tersebut membuktikan bahwa tidak hanya penurunan produksi yang membuat Indonesia mengimpor minyak tetapi perilaku konsumen juga berperan dalam peningkatan minyak bersubsidi. Hal tersebut merupakan salah satu alasan pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM. Terdapat tiga keuntungan jika pemerintah mengatasi tekanan subsidi BBM yaitu menurunkan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), menurunkan impor, dan mengurangi utang negara. 122 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Dari pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil simpulan dengan mempergunakan α = 0,05 adalah sebagai berikut : 1) Perkembangan subsidi BBM pada zaman pemerintahan orde baru pada tahun 1977 hingga saat ini minyak merupakan kebutuhan pokok untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Melimpahnya produksi minyak dan meningkatnya pendapatan negara dari ekspor minyak sangat membuat negara Indonesia ini sangat kaya sehingga mampu untuk menetapkan sistem subsidi untuk minyak. Sampai saat ini subsidi BBM pun masih berlaku walaupun produksi mengalami penurunan dan impor minyak selalu melebihi kuota sehingga berbagai bentuk solusi untuk memecahkan persoalan ini dilakukan salah satunya dengan berusaha untuk mengurangi subsidi untuk minyak. 2) Jumlah penduduk memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi BBM melalui konsumsi BBM. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah konsumsi energi untuk melakukan berbagai aktivitas ekonomi salah satunya adalah BBM. Jumlah penduduk yang meningkat dan dibarengi dengan peningkatan aktivitas ekonomi akan meningkatkan konsumsi BBM bersubsidi yang dilakukan oleh masyarakat. Peningkatan konsumsi BBM bersubsidi tentunya menambah besar nilai subsidi BBM yang dianggarkan pada APBN. 123 akan 3) Konsumsi BBM subsidi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi BBM melalui impor minyak dengan efek size paling besar. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi BBM yang tinggi dan tidak didukung oleh produksi minyak di dalam negeri akan menyebabkan minyak harus diimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. Peningkatan impor minyak akan berdampak pada meningkatnya pengeluaran subsidi BBM karena sebagian besar BBM yang dikonsumsi masyarakat Indonesia dipenuhi melalui mekanisme impor. 4) Harga minyak dunia dan kurs dolar memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap subsidi BBM melalui impor minyak. Variabel kurs dolar merupakan variabel yang memiliki efek size paling besar berpengaruh secara langsung terhadap subsidi BBM. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sebagai Negara yang sampai saat ini masih menerapkan sistem subsidi dan sebagai salah satu Negara importir minyak setelah keluar dari anggota OPEC sangat tergantung dari harga minyak dunia dan tergantung dari peningkatan nilai kurs dolar (nilai tukar dolar terhadap rupiah) akan meningkatkan nilai impor, karena transaksi impor minyak dilakukan dalam dolar. Pemerintah harus membayar minyak lebih mahal untuk volume yang sama karena adanya kenaikan kurs dolar Amerika Serikat akan meningkatkan nilai impor minyak dan berpengaruh ke subsidi BBM berupa penambahan nilai rupiah dari subsidi BBM. 5) Konsumsi BBM subsidi, harga minyak dunia, kurs dolar dan impor minyak berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap subsidi BBM 124 sedangkan variabel jumlah penduduk tidak berpengaruh secara langsung terhadap subsidi BBM. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk tidak mempengaruhi subsidi BBM apabila penduduk tersebut tidak melakukan konsumsi atas minyak yang bersubsidi. Kurs dolar memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap impor minyak. Hal ini menunjukkan bahwa bahan bakar minyak merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dalam menunjang berbagai aktifitas ekonomi yang dilaksanakan. Menguatnya kurs dolar tidak akan menurunkan nilai impor sepanjang kebutuhan akan minyak didalam negeri terus meningkat, maka impor minyak akan terus dilakukan. 6.2 Saran 1) Pemerintah perlu meningkatkan lifting minyak untuk mengurangi impor minyak dengan cara mengekplorasi sumur-sumur baru untuk menggantikan sumur-sumur tua yang liftingnya terus mengalami penurunan dan meningkatkan investasi dalam pembangunan kilang-kilang minyak di Indonesia untuk mempertahankan ketahanan energy nasional. 2) Aktivitas masyarakat yang memiliki mobilitas yang tinggi sehingga konsumi BBM yang meningkat akan berdampak pada besaran subsidi BBM. Usaha yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam mengurangi konsumsi BBM subsidi adalah menyediakan jumlah moda transportasi umum yang memadai, murah dan nyaman dengan tujuan mengalihkan penggunaan kendaraan pribadi sehingga konsumsi BBM dapat ditekan. 125 3) Pada dasarnya subsidi masih sangat diperlukan di Indonesia mengingat bahwa Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan tetapi untuk penggunaan dari subsidi BBM belum mencapai sasaran dari penerima subsidi tersebut sehingga kedepannya subsidi BBM sebaiknya dialihkan ke sektor-sektor produktif seperti infrastruktur, pertanian, kesehatan dan pendidikan. Kalaupun pemerintah tetap mempertahankan subsidi BBM, sebaiknya yang mendapatkan subsidi adalah masyarakat yang memang memerlukan seperti para nelayan, dan sektor UMKM yang menggunakan mesin untuk melakukan proses produksi. Pemerintah juga dapat memberikan subsidi kepada yang berhak menerima (subsidi kepada orang) bukan kepada barang atau produk seperti BBM melainkan subsidi kepada masyarakat dapat berupa BLSM, subsidi kesehatan dan pendidikan karena pada dasarnya masyarakat miskin tidak terlalu membutuhkan BBM sehingga akhirnya subsidi tersebut kebanyakan di konsumsi oleh masyarakat mampu. 4) Mengendalikan produksi industri otomotif di Indonesia sebab jumlah kendaraan bermotor dan mobil merupakan faktor utama masalah menigkatnya realisasi subsidi BBM di Indonesia. 5) Mengenakan pajak progresif yang tinggi bagi kepemilikan kendaraan pribadi (mobil dan motor) dengan harapan agar masyarakat dapat mempertimbangkan kepemilikan kendaraan bermotor maupun mobil lebih 126 dari yang dimiliki sehingga dapat mengurangi jumlah konsumsi BBM dan mengatasi kemacetan. 6) Meningkatkan usaha untuk mengembangkan energy terbarukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM yang merupakan energi tidak dapat diperbaharui. Meskipun pemerintah selalu menggalakkan energy gas (BBG) sebagai pengganti BBM akan tetapi upaya program pemerintah tersebut belum berhasil salah satu nya disebabkan oleh kendala dalam hal teknologi, layanan purna jual yang sangat jarang dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk memakai BBG (ketakutan pengguna BBG). Jika pemerintah ingin serius mengurangi pemakaian BBM dan menggantinya dengan BBG maka hendaknya dukungan dan sosialisasi dari pemerintah harus ditingkatkan tentang pemakaian BBG serta meningkatkan standar pengawasan dan keamanan pemakain BBG tersebut. Keberadaan standar serta regulasi yang mengikutinya sangat penting untuk menjamin terlaksananya keamanan kendaraan yang menggunakan BBG. 7) Produksi mobil yang akan dipasarkan di Indonesia untuk masyarakat sebaiknya dimodifikasi sesuai dengan spesifikasi mesin yang menggunakan BBG sehingga penggunaan minyak sebagai bahan bakar dapat di tekan. 8) Untuk menunjang penggunaan BBG sebaiknya pemerintah menjamin ketersediaan konverter kit dan membangun infrastruktur lebih banyak lagi untuk stasiun pengisian BBG. Selama ini stasiun pengisian BBG terbatas jumlahnya dan penempatannya tidak menyebar. 127 DAFTAR PUSTAKA Alfianto, B.E. 2006. “Hubungan Kausalitas antara Konsumsi Energi dan Aktivitas Ekonomi di Indonesia”. (tesis). Depok : Universitas Indonesia Anand, Rahul, David Coady, Adil Mohammad,Vimal Thakoor and James P.Walsh. 2013. The Fiscal And Welfare Impacts Of Reforming Fuel Subsidies In India. International Monetary Fund Working Paper In Asia and Pacific Department. WP/13/128. May 2013 Aprilta, Fanny. 2011. “Analisis Dampak Fluktuasi Harga Minyak Dunia Terhadap Variabel Makroekonomi Dan Kebijakan Subsidi Di Indonesia (Periode 1980-2010)”. (tesis). Bogor : Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik, 2013. www.bps.go.id diakses 5 Juni 2013 Bank Indonesia, 2013. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. www.bi.go.id, diakses 10 Juni 2013 Basri, Faisal. 2002. Perekonomian Indonesia : Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Ekonomi Indonesia. Erlangga. Jakarta Berita Okezone. 2014. Negara Tak Bisa Larang Masyarakat Beli Mobil. diakses 17 Nopember 2014. Berita Aktual.co terhangat terpercaya. 2014. Antisipasi Jebolnya Kuota, Gubernur BI: Terapkan Subsidi Tetap. diakses 27 Nopember 2014 Barrios Douglas and Jose Ramon Morales. 2012. Rethinking The Taboo : Gasoline Subsidies In Venezuela. Harvard Kennedy School Of Government. March. Boediono.1993. Merenungkan Kembali Mekanisme Transmisi Moneter di Indonesia. Dalam Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, (1) 1 : h : 1-5 Darmaputera, Arya W dan Dendy Kurnaedy. 1999. Konsumsi BBM Premium Di Indonesia Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jurnal Bina Ekonomi, Nopember. Dartanto, Teguh. 2012. Reducing Fuel Subsidies and The Implication On Fiscal Balance and Poverty in Indonesia : A Simulation Analysis. Working Paper In Economics and Business. Vol. II, No. 6/2012 128 Dartanto, Teguh. 2005. BBM, Kebijakan Energi, Subsidi, dan Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Inovasi. Vol. 5/XVII/November 2005 Didu, Said. 2013. Ketidakadilan Subsidi BBM Bagai Api dalam Sekam. Berita Satu. 04 Februari 2013. Dao, Quang Minh. 2012. Population And Economic Growth In Developing Countries. International Journal Of Academic Research In Business And Social Sciences. Januari 2012. Vol 2 No. 1. ISSN: 2222-6990. Ditjen Minyak. 2013. http://www.Minyak.esdm.go.id. diakses 5 Juni 2013 Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak. Jakarta.2009. Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Beserta Peraturan – Peraturan Pelaksanaannya Dumairy. 2004. Perekonomian Indonesia. Cetakan Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta Ernita, Dewi, Syamsul Amar dan Efrizal Syofyan. 2013. Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, dan Konsumsi Di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi. Januari 2013, Vol I No. 2. Ghozali, Imam. 2009. Analisis Multivariate dengan program SPSS. Semarang : Universitas Diponogoro. Hartono, D dan B.P Resosudarmo. 2006. Analisis Dampak Kebijakan Harga Energi terhadap Perekonomian dan Distribusi Pendapatan di DKI Jakarta : Aplikasi Model Komputasi Keseimbangan Umum. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, 5(1) : 83-102 Hartono, Djoko Setyo. 2011. Dampak Kenaikan Harga BBM Di Pasar Dunia Tantangan Bagi Perekonomian Indonesia. Jurnal Universitas Muhammadiyah Semarang. Vol. 7 (2). Maret 2011 Hady, Hamdy. 2001. Ekonomi Dunia : Teori dan Kebijakan Keuangan Dunia. Ghalia Indonesia. Jakarta Hair, Joseph, William C Black, Barry J Babin and Rolph E. Anderson. 2010. Multivariate Data Analysis 7th Ed. New Jersey:Pearson Education. Handajani, Mudjiastuti. 2009. Analisis Gradien Kepadatan Penduduk dan Konsumsi BBM. Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan. No. 2 Vol. 11. Juli 2009 129 Imam, Adlin. 2013. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Impor Barang Konsumsi Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang. Maret : 1 – 12 Iwaro Joseph dan Abraham Mwasha. 2010. Towards Energy Sustainability In The World : The Implications Of Energy Subsidy For Developing Countries. International Journal Of Energy And Environment. Vol.1, Issue 4. PP.705714 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2013. Kepastian Harga BBM Sedang Dimatangkan. arsip berita 30 April 2013 Khalwaty, Tajul, 2000. Inflasi dan Solusinya. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Kementerian Keuangan. 2011. Buku Saku Perkembangan Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia Edisi September 2011, Kemenkeu, Jakarta Kumoro, Bawono. 2013. Subsidi BBM dan Uji Nyali Pemerintah. The Habibie Center Article. 06 Mei 2013 Kuncoro, Mudrajad. 2001. Manajemen Keuangan Dunia : Pengantar Ekonomi dan Bisnis Global. Jogjakarta : BPFE Laporan Pengembangan Sektor Perdagangan. 2011. Perkembangan, Pemicu dan Dampak Harga Komoditas : Implikasinya Terhadap Perekonomian Indonesia Edisi Bulan Maret 2011. Bank Dunia. Jakarta Layli, Fashihatul. 2012. “Dampak Kebijakan Pembatasan Konsumsi BBM Premium Di Sektor Angkutan Darat Terhadap Perekonomian Indonesia”. (tesis). Jakarta: Universitas Indonesia. Listiyanto, Eko.2008. Kenaikan Harga Minyak Dunia : Penyebab dan Dampaknya Terhadap Subsidi Energi di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Ekonomi Politik Quarterly Review Of The Indonesian Economy. Juli.Vol.9. No. 3.ISSN : 1410-2625. Nehen, Ketut. 2012. Perekonomian Indonesia. Udayana University Press. Denpasar. Nasir, Muhammad dan Harry Maulana. 2010. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Impor Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan. 1 (1). Juli : 10 – 16. 130 Nizar, Muhammad Afdi. 2013. Pengaruh Defisit Anggaran Terhadap Defisit Transaksi Berjalan Di Indonesia. Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI. Jakarta Nopirin. 1996. Ekonomi Dunia. Yogyakarta. BPFE UGM Nopirin. 2009. Ekonomi Moneter. Buku 2 Edisi I. Yogyakarta : BPFE UGM Nugroho, Hanan. 2005. Apakah Persoalannya pada Subsidi BBM : Tinjauan terhadap masalah subsidi BBM, Ketergantungan Pada Minyak Bumi, Manajemen Energi Nasional, dan Pembangunan Infrastruktur Energi. Jurnal Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makro Ekonomi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta . 2006. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi Ketiga. Salemba Empat. Jakarta Mardiana. Dwi Atty, Zulkifli Husin, Muhammad Zilal Hamzah,Rs. Trijana Kartoatmodjo. 2013. Economy Growth and Oil Import Requirement in Indonesia. Journal Of Energy Technologies and Policy. Vol.3. No.11. ISSN 2224-3232. Milton H.Spencer dan Orley M. Amos, Jr. 1993. Contemporary Economics. Edisi ke-8.Worth Publishers. New York Mourougane, Annabelle. 2010. Phasing Out Energy Subsidies In Indonesia. OECD Economics Department Working Papers, No.808. OECD Publishing Mundakir, Ali. 2012. Pertamina : Pertumbuhan Ekonomi Picu Kenaikan Konsumsi BBM. Sentana Online. www.sentanaonline.com, diakses 19 Agustus 2013 Murni, Asfia. 2006. Ekonomika Makro. Jakarta. PT. Refika Aditama Ovaga dan Okey H (Ph.D).2012. Subsidy In The Downstream Oil Sector And The Fate Of The Masses In Nigeria. Kuwait Chapter Of Arabian Journal Of Bussiness And Management Review. Vol.1. No.6. February Paramita, Niken Purwanto. 2013. Subsidi BBM Sebagai Penyebab Defisit Neraca Perdagangan. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik. April 2013. Vol.5. No.7. 13-16 Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM) Nomor 18 Tahun 2013. Tentang Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar 131 Minyak Tertentu Untuk Konsumen Pengguna Tertentu Di Dalam Negeri. diakses 12 pebruari 2014. Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak Bumi Nomor. 06 Tahun 2013. Tentang Penggunaan Sistem Teknologi Informasi Dalam Penyaluran Bahan Bakar Minyak, diakses 12 Pebruari 2014. Prambudia, Yudha dan Masaru Nakano. 2012. Exploring Malaysia’s Transformation To Net Oil Importer And Oil Import Dependence. Energies Journal. Vol 5 2012. Rahyuda, I Ketut, I Gusti Wayan Murjana Yasa dan Ni Nyoman Yuliarmi, 2004. Metodologi Penelitian. Fakultas Ekonomi Unud. Denpasar Rahmah, Andi. 2011. Memastikan Kecukupan Energi Berkelanjutan Bagi Rakyat. Jurnal Kebijakan Publik. April (1-5), Edisi 14 Riduwan. 2008. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Alfabet. Bandung Rivani, Edmira. 2014. Kebijakan Subsidi BBM Dan Efisiensi Perekonomian. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik. Vol VI No, 09/I/P3DI/Mei 2014 Toro, Kuncoro. 2012. Inilah Dampak Meroketnya Harga Minyak Dunia. Blogdetik.com.April 2012 Todaro.M.P, 2006. Pembangunan Ekonomi edisi ke sembilan. Penerbit Erlangga, Jakarta Tambunan, Tulus. 2001. Perdagangan Dunia dan Neraca Pembayaran : Teori dan Temuan Empiris. Jakarta : LP3ES U.S Energy Information Administration (EIA). http://www.eia.gov/. diakses 5 Juni 2013 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001. Tentang Minyak dan Gas Bumi. diakses 12 Pebruari 2014 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007. Tentang Energi. Diakses 12 Pebruari 2014 Wibowo, Tri dan Amir Hidayat. 2005. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan. Departemen Keuangan.Vol 2. Maret. Widjojo, Prasetiyo. 2013. Keseimbangan APBN digoyahkan Besaran Subsidi BBM. Bisnis Jatim. 2013 132 Santosa, Awan. 2011. Dimensi Kerakyatan Dalam Subsidi BBM. Jurnal Kebijakan Publik. April (7-20), Edisi 14 Sarwono Jonathan. 2007. Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Yogyakarta : Andi Offset Schryder, Selien De and Gert Peersman.2012.The U.S Dollar Exchange Rate And Demand For Oil. Article. November Sharma Anshul, Gurmeet Singh, Manisha Sharma, Pooja Gupta. 2012. Impact Of Crude Oil Price On Indian Economy. International Journal Of Social Sciences and Interdisiplinary Research. Vol. 1 No.4. April. ISSN 2277 3630. Solimun. 2008. Memahami Metode Kuantitatif Mutakhir : Structure Equation Model dan Partial Least Square. Brawijaya University Press. Malang Sihombing, Desmawati. 2010. “ Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (skripsi). Medan : Universitas Sumatera Utara Sudirman, I Wayan. 2011. Kebijakan Fiskal dan Moneter. Teori dan Empirikal. Kencana. Jakarta Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). CV Alfabeta. ISSN: 978-979-8433-24-5 Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Bina Grafika. Kuala Lumpur Susanti,Eva. 2008. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”. (tesis). Medan : Universitas Sumatera Utara Suparmoko, 2000. Pengantar Ekonomi Makro. BPFE. Yogyakarta Suryopratomo. 2013. Harga Dari Ketidakjelasan Kebijakan BBM. Berita Metro View. Kamis, 21 Maret 2013 Suyana Utama, Made. 2012. Metode Kuantitatif: Buku Ajar. Fakultas Ekonomi. Universitas Udayana. Denpasar. Syamsuri, Teddy. 2013. Tolak Pengendalian BBM bersubsidi yang melenceng dari Konstitusi. Lensa Indonesia. April 2013 Sri Susilo, Y. 1999. Konsekuensi Ekonomi Pengurangan Subsidi BBM : Pendekatan Model Keseimbangan Umum Terapan. UGM. Yogyakarta. 133 Sri Susilo, Y.2013. Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Dan Perekonomian Indonesia. Pustaka Baru.Yogyakarta Shahidul Islam M. 2008. The Third Oil Shock : The Path Forward For Bangladesh. Journal Institute Of South Asian Studies National University Of Singapore. No.71 Date 10 June 2008. Shikha Jha,P Quising, and S. Camingue. 2009. Macroeconomic Uncertainties, Oil Subsidies, and Fiscal Sustainability in Asia. ADB Economics Working Paper Series. Asian Development Bank, Manila Yusman Nora Bt Mohamed Yusoff dan Nurul Wahilah Bt Abdul Latif. 2013. Measuring The Effects Of World Oil Price Change On Economic Growth and Energy Demand In Malaysia : An ARDL Bound Testing Approach. International Journal Of Trade, Economics And Finance.Vol 4. No. 1. February Yusgiantoro, Purnomi. 2000. Ekonomi Energi Teori dan Praktek. LP3ES. Jakarta Zhang, Zhong Xiang. 2014. Energy Price, Subsidies and Tax Reform in China. Original Article of Asia and The Pacific Policy Studies. Vol. 1 No. 3. September. Zuhroh Idah dan David Kaluge. 2007. Dampak Pertumbuhan Nilai Tukar Riil Terhadap Pertumbuhan Neraca Perdagangan Indonesia (Suatu Aplikasi Model Vector Autoregressive, VAR). Journal Of Indonesian Applied Economics. Vol. 1 No. 1.Oktober 59-73 134 Lampiran 1 Hasil Korelasi Antar Variabel Correlations Harga Jumlah Penduduk Jumlah Minyak Kurs Konsumsi Impor Subsidi Penduduk Dunia Dollar BBM minyak BBM Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed) N Harga Minyak Dunia Pearson Correlation 30 .784 Sig. (2-tailed) Pearson Correlation N Pearson Correlation N Impor minyak Pearson Correlation N Subsidi BBM Pearson Correlation N ** .845 ** .862 ** .000 .000 30 30 30 30 30 1 ** ** ** ** .562 .562 .886 ** .000 .000 30 30 30 30 1 ** ** 30 30 30 ** ** ** .575 .000 .000 .001 30 30 30 ** ** ** .857 .857 .000 .001 .818 .818 .001 .000 .680 .575 .680 .761 ** .001 .000 .000 30 30 30 1 ** .923 .905 ** .000 .000 30 30 30 ** 1 .923 .946 ** .000 .000 .000 .000 30 30 30 30 30 30 ** ** ** ** ** 1 .862 Sig. (2-tailed) .758 .000 30 .845 Sig. (2-tailed) ** .000 ** .758 Sig. (2-tailed) .858 .000 30 .858 Sig. (2-tailed) Konsumsi BBM ** .000 N Kurs Dollar ** .784 .886 .761 .905 .000 .946 .000 .000 .000 .000 .000 30 30 30 30 30 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). 135 30 Lampiran 2 Hasil Regresi Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap Konsumsi BBM Regression REGRESSION /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT Y1 /METHOD=ENTER X1. Variables Entered/Removed Variables Variables Entered Removed Model 1 b Method Jumlah . Enter Penduduk a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Konsumsi BBM Model Summary Model R 1 .758 R Square a Adjusted R Std. Error of the Square Estimate .575 .560 651.0135 a. Predictors: (Constant), Jumlah Penduduk a ANOVA Model 1 Sum of Squares df Mean Square Regression 160.000 1 160.666 Residual 112.502 28 420.518 Total 275.000 29 a. Dependent Variable: Konsumsi BBM b. Predictors: (Constant), Jumlah Penduduk 136 F 37.856 Sig. .000 b Coefficients a Standardized Unstandardized Coefficients Model 1 B (Constant) Std. Error -51261.414 940188.813 .029 .005 Jumlah Penduduk a. Dependent Variable: Konsumsi BBM 137 Coefficients Beta t .758 Sig. -5.452 .000 6.153 .000 Lampiran 3 Hasil Regresi Pengaruh konsumsi BBM, Harga Minyak Dunia, dan Kurs Dolar Terhadap Impor Minyak Regression REGRESSION /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT Y2 /METHOD=ENTER X2 X3 Y1. Variables Entered/Removed Variables Variables Entered Removed Model 1 Konsumsi BBM, Method . Enter Kurs Dollar, Harga Minyak Dunia a. All requested variables entered. Model Summary Model R 1 .952 R Square a Adjusted R Std. Error of the Square Estimate .906 .895 203873.90087 a. Predictors: (Constant), Konsumsi BBM, Kurs Dollar, Harga Minyak Dunia a ANOVA Model 1 Sum of Squares df Mean Square Regression 104.223 3 344.408 Residual 109.029 26 57.655 Total 115.252 29 a. Dependent Variable: Impor minyak b. Predictors: (Constant), Konsumsi BBM, Kurs Dollar, Harga Minyak Dunia 138 F 83.587 Sig. .000 b Coefficients a Standardized Unstandardized Coefficients Model 1 B (Constant) Std. Error -190098.179 85397.496 Harga Minyak Dunia 60.981 25.611 Kurs Dollar 30.051 .389 Konsumsi BBM Coefficients Beta t Sig. -2.226 .035 .255 2.388 .025 11.987 .188 2.507 .019 .069 .607 5.630 .000 a. Dependent Variable: Impor minyak 139 Lampiran 4 Hasil Regresi Pengaruh konsumsi BBM, Harga Minyak Dunia, Kurs Dolar dan Impor Minyak Terhadap Subsidi BBM Indonesia Regression REGRESSION /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT Y3 /METHOD=ENTER Y1 X2 X3 Y2. Variables Entered/Removed Model 1 Variables Variables Entered Removed a Method Impor minyak, Kurs Dollar, Harga Minyak Dunia, . Enter Konsumsi BBM, Jumlah Penduduk b a. Dependent Variable: Subsidi BBM b. All requested variables entered. Model Summary Model 1 R .979 R Square a Adjusted R Std. Error of the Square Estimate .958 .949 10824.17455 a. Predictors: (Constant), Impor minyak, Kurs Dollar, Harga Minyak Dunia, Konsumsi BBM, Jumlah Penduduk 140 a ANOVA Model 1 Sum of Squares df Mean Square Regression 638.710 5 127.742 Residual 281.657 24 117.611 Total 666.367 29 F Sig. 109.056 .000 b a. Dependent Variable: Subsidi BBM b. Predictors: (Constant), Impor minyak, Kurs Dollar, Harga Minyak Dunia, Konsumsi BBM, Jumlah Penduduk Coefficients a Standardized Unstandardized Coefficients Model 1 B (Constant) Std. Error .000 588.297 Sig. .182 1.488 .150 159.744 .325 3.683 .001 4.314 1.068 .354 4.038 .000 Konsumsi BBM .013 .005 .257 2.295 .031 Impor minyak .026 .011 .343 2.442 .022 Kurs Dollar .000 t .311 Harga Minyak Dunia 37609.060 Beta 1.035 Jumlah Penduduk 38933.142 Coefficients a. Dependent Variable: Subsidi BBM 141 Lampiran 5 Uji Linearitas Jumlah Penduduk Terhadap Konsumsi BBM Curve Fit Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable: Konsumsi BBM Equation Model Summary R Square Linear .945 F df1 Parameter Estimates df2 84.545 1 The independent variable is Jumlah Penduduk. 142 Sig. 28 .000 Constant 810.656 b1 4.839 Lampiran 6 Uji Linearitas Konsumsi BBM Terhadap Impor Minyak Curve Fit Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable: Impor minyak Equation Model Summary R Square Linear .945 F df1 76.909 Parameter Estimates df2 1 The independent variable is Konsumsi BBM. 143 Sig. 28 .000 Constant .338 b1 .092 Lampiran 7 Uji Linearitas Harga Minyak Internasional Terhadap Impor Minyak Curve Fit Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable: Impor minyak Equation Model Summary R Square Linear .747 F 82.604 df1 Parameter Estimates df2 1 The independent variable is Harga Minyak Dunia 144 Sig. 28 .000 Constant .036 b1 .399 Lampiran 8 Uji Linearitas Kurs Dolar Terhadap Impor Minyak Curve Fit Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable: Impor minyak Equation Model Summary R Square Linear .462 F 24.035 df1 Parameter Estimates df2 1 The independent variable is Kurs Dollar. 145 Sig. 28 .000 Constant 1806.606 b1 108.784 Lampiran 9 Uji Linearitas Konsumsi BBM Subsidi Terhadap Subsidi BBM Curve Fit Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable: Subsidi BBM Equation Model Summary R Square Linear .975 F df1 86.771 Parameter Estimates df2 1 The independent variable is Konsumsi BBM. 146 Sig. 28 .000 Constant 66.383 b1 328.745 Lampiran 10 Uji Linearitas Harga Minyak Dunia Terhadap Subsidi BBM Curve Fit Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable: Subsidi BBM Equation Model Summary R Square Linear .722 F 72.886 df1 Parameter Estimates df2 1 The independent variable is Harga Minyak Dunia 147 Sig. 28 .000 Constant 62.859 b1 1381.954 Lampiran 11 Uji Linearitas Kurs Dolar Terhadap Subsidi BBM Curve Fit Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable: Subsidi BBM Equation Model Summary R Square Linear .712 F 69.383 df1 Parameter Estimates df2 1 The independent variable is Kurs Dollar. 148 Sig. 28 .000 Constant 76.258 b1 9.253 Lampiran 12 Uji Linearitas Impor Minyak Terhadap Subsidi BBM Curve Fit Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable: Subsidi BBM Equation Model Summary R Square Linear .989 F 79.217 df1 Parameter Estimates df2 1 The independent variable is Impor minyak. 149 Sig. 28 .000 Constant 66.238 b1 3497.982 Lampiran 13 Pengaruh Jumlah Penduduk (X1) Terhadap Subsidi BBM (Y3) Melalui Konsumsi BBM Subsidi (Y1) VARIABLES IN SIMPLE MEDIATION MODEL Y X M Y3 X1 Y1 DESCRIPTIVES STATISTICS AND PEARSON CORRELATIONS Mean SD Y3 X1 Y2 Y3 32250,4320 24253,578 1,0000 ,8341 ,8732 X1 63224,5640 2452,6353 ,5332 1,0000 ,7321 Y1 16,14675 13,1530 ,7854 ,7623 1,0000 SAMPLE SIZE 30 DIRECT And TOTAL EFFECTS Coeff s.e. b(YX) 8,3220 1,1209 b(MX) ,0034 ,0009 b(YM.X) 2234,8582 130,6042 b(YX.M) ,5678 ,2431 t Sig(two) 7,4353 ,0000 76,7584 ,0000 33,5725 ,0000 1,5378 ,0374 INDIRECT EFFECT And SIGNIFICANCE USING NORMAL DISTRIBUTION Value s.e. LL 95 CI UL 95 CI Z Sig(two) Effect ,7132 ,6268 4,2466 10,3823 5,6317 ,0340 FAIRCHILD ET AL. (2009) VARIANCE IN Y ACCOUNTED FOR BY INDIRECT EFFECT: ,81422 ***************************** NOTES ********************************** ------ END MATRIX ----- 150 Lampiran 14 Pengaruh Harga Minyak Dunia (X2) Terhadap Subsidi BBM (Y3) Melalui Impor Minyak (Y2) VARIABLES Y X M IN SIMPLE MEDIATION MODEL Y3 X2 Y2 DESCRIPTIVES STATISTICS AND PEARSON CORRELATIONS Mean SD Y3 X2 Y2 Y3 37262,553 32245,722 1,0000 ,7421 ,8732 X2 28,9730 23,4363 ,6422 1,0000 ,7431 Y2 16,1478 13,5612 ,8835 ,6531 1,0000 SAMPLE SIZE 30 DIRECT And TOTAL EFFECTS Coeff s.e. b(YX) 1472,8432 153,7624 b(MX) ,2854 ,5328 b(YM.X) 2721,8634 148,8432 b(YX.M) 42,3830 54,7432 t 5,4272 3,0564 33,8432 ,3273 Sig(two) ,0000 ,0000 ,0000 ,0287 INDIRECT EFFECT And SIGNIFICANCE USING NORMAL DISTRIBUTION Value s.e. LL 95 CI UL 95 CI Z Sig(two) Effect ,5822 ,9473 1279,4682 1883,5262 7,4884 ,0220 FAIRCHILD ET AL. (2009) VARIANCE IN Y ACCOUNTED FOR BY INDIRECT EFFECT: ,6352 ****************************** NOTES ********************************** ------ END MATRIX ----- 151 Lampiran 15 Pengaruh Kurs Dollar (X3) Terhadap Subsidi BBM (Y3) Melalui Impor Minyak (Y2) VARIABLES Y X M IN SIMPLE MEDIATION MODEL Y3 X3 Y2 DESCRIPTIVES STATISTICS AND PEARSON CORRELATIONS Mean SD Y3 X3 Y2 Y3 35383,531 33547,834 1,0000 ,6372 ,8943 X3 4742,4000 2843,8538 ,9352 1,0000 ,6582 Y2 15,1378 14,4743 ,4752 ,9482 1,0000 SAMPLE SIZE 30 DIRECT And TOTAL EFFECTS Coeff s.e. b(YX) 7,3640 1,21207 b(MX) ,0047 ,0009 b(YM.X) 5227,8744 132,8242 b(YX.M) ,8965 ,4642 t 7,4398 8,5383 25,3737 2,7384 Sig(two) ,0000 ,0000 ,0000 ,0343 INDIRECT EFFECT And SIGNIFICANCE USING NORMAL DISTRIBUTION Value s.e. LL 95 CI UL 95 CI Z Sig(two) Effect ,6437 ,3517 7,2585 17,4637 5,2585 ,0380 FAIRCHILD ET AL. (2009) VARIANCE IN Y ACCOUNTED FOR BY INDIRECT EFFECT: ,6223 ***************************** NOTES ********************************** ------ END MATRIX ----- 152 Lampiran 16 Pengaruh Konsumsi BBM Subsidi (Y1) Terhadap Subsidi BBM (Y3) Melalui Impor Minyak (Y2) VARIABLES Y X M IN SIMPLE MEDIATION MODEL Y3 Y1 Y2 DESCRIPTIVES STATISTICS AND PEARSON CORRELATIONS Mean SD Y3 Y1 Y2 Y3 35352,431 32255,432 1,0000 ,6754 ,8754 Y1 145,3573 148,4681 ,6742 1,0000 ,7814 Y2 14,1354 14,5742 ,8733 ,8538 1,0000 SAMPLE SIZE 30 DIRECT And TOTAL EFFECTS Coeff s.e. b(YX) 456,5384 7,8653 b(MX) ,0840 ,0056 b(YM.X) 5738,9644 153,6577 b(YX.M) 6554,8459 14,6427 t 43,6744 42,7352 15,6482 7,7533 Sig(two) ,0000 ,0000 ,0000 ,0000 INDIRECT EFFECT And SIGNIFICANCE USING NORMAL DISTRIBUTION Value s.e. LL 95 CI UL 95 CI Z Sig(two) Effect ,4252 ,7753 148,3854 458,3489 6,4227 ,0000 FAIRCHILD ET AL. (2009) VARIANCE IN Y ACCOUNTED FOR BY INDIRECT EFFECT: ,9670 ****************************** NOTES ********************************** ------ END MATRIX ----- 153 Lampiran Data Penelitian Tahun 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Jumlah Penduduk (Jiwa) 158083573 161580865 165154785 167881346 170654786 173472567 176336980 179378946 182222698 185254289 188359108 191523808 194754808 197353900 199445007 201559567 203625457 206264595 207995368 212003475 215276685 217854235 219205367 222192347 225642125 228523436 231369563 237641326 244775796 257516167 Harga Kurs Konsumsi Impor Minyak dollar BBM Minyak Dunia (USD) (Rupiah) (Barrel) (USD) 23.66 700 1144.8 5813 29.44 758 2696.8 3105 27.89 890 3275.6 5535 26.05 1110 1086.4 4725 19.15 1641 1067.9 5523 18.96 1650 2909.0 4435 20.58 2795 1195.2 10145 24.5 1901 1920.4 13435 21.5 1992 2310.3 24185 20.58 2015 6115.0 66054 18.48 2110 12170.6 45430 17.19 2200 12367.4 82510 28.4 2308 12910.8 29300 22.03 2383 15595.5 84120 20.61 8325 19924.1 91495 10.4 10350 283610 10653.7 19.3 8685 557700 13681.1 20.26 9585 888360 16019.5 25.95 9400 996390 15471.8 26.15 9655 425370 26525.8 30.99 8465 296465 17610.9 41.47 9018 547125 28732.0 56.7 9830 949315 27457.7 66.25 9020 888365 18962.9 72.41 9419 528145 20553.0 99.75 10950 656205 11932.8 62.09 9400 435300 18980.7 79.61 9991 2375960 27412.7 95.11 8779 4359900 40701.5 94.15 9380 2398225 42564.2 154 Subsidi BBM (Triliun) 700 607 850 550 602 582 907 815 930 1692 1280 1687 1145 1416 9814 28607 40923 53810 68381 31162 30038 69025 95599 64212 83792 139107 45039 82351 165161 137379