BAB II

advertisement
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anemia
1. Anemia
Definisi Anemia
Anemia adalah jumlah hemoglobin dalam darah kurang dari 12gr/100 ml
(Prawiroharjo, 2006). Anemia adalah penyakit yang terjadi karena konsumsi
zat besi (Fe) pada tubuh tidak seimbang atau kurang dari kebutuhan tubuh
(Notoatmodjo, 1997).
2. Anemia dalam kehamilan
a. Definisi Anemia dalam kehamilan
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi dengan kadar hemoglobin di
bawah 11gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5gr% pada trimester
2, nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak
hamil, terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester 2 (Saifuddin,
2006).
Anemia dalam kehamilan adalah anemia kekurangan besi, jenis
anemia yang pengobatannya mudah bahkan murah
1998).
(Manuaba,
Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang tidak diimbangi dengan
jumlah plasma menyebabkan pengenceran darah. Plasma 30%, sel darah 18%, dan
hemoglobin 19%.
Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologis dalam
kehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Pertama – tama pengenceran itu
meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil,
karena sebagai akibat hidremia cardiac output meningkat (Saifuddin, 2006).
Kejadian anemia pada ibu hamil
1) Fisiologis
Anemia defisiensi Fe disebabkan oleh beberapa hal antara lain
hipervolemia yang terjadi saat kehamilan. Pada wanita hamil saat volume
darah meningkat 1,5 liter. Peningkatan volume tersebut terutama terjadi
peningkatan plasma bukan peningkatan jumlah sel eritrosit. Walaupun ada
peningkatan jumlah eritrosit dalam sirkulasi yaitu 450 ml atau 33%, tetapi tidak
seimbang dengan peningkatan volume plasma sehingga terjadi hemodilusi.
Pada awalnya, volume plasma meningkat pesat dari usia gestasi 6 minggu,
kemudian laju peningkatan melambat. Sementara eritrosit mulai meningkat
pada trimester kedua dan lajunya memuncak pada trimester ketiga.
Hipervolemia yang diinduksi oleh kehamilan mempunyai beberapa fungsi
penting antara lain : mengisi ruang vaskular di uterus, jaringan pembuluh di
payudara, otot, ginjal dan kulit. Hipervolemia juga mengurangi efek
pengeluaran hemogloblin pada persalinan. Penurunan kekentalan darah
memperkecil resistensi terhadap aliran sehingga kerja jantung untuk
mendorong darah menjadi lebih ringan. Faktor lain dari penyebab defisiensi Fe
adalah meningkatnya kebutuhan Fe ibu hamil. Kebutuhan ibu hamil akan zat
besi sebesar 900 mgr Fe, pada trimester dua (puncaknya usia kehamilan 32
sampai 34 minggu) akan terjadi hemodilusi (pengenceran darah) pada ibu
hamil sehingga hemoglobin akan mengalami penurunan, mengakibatkan
anemia kehamilan fisiologis (Budiarti, 2009).
2) Patologis
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena
perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan
payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester II
kehamilan, dan maksimum terjadi pada trimester III dan meningkat sekitar
1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan
setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen
plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron.
b. Tanda dan gejala
Menurut (Solihah, 2008 ; Saifuddin, 2006)
Cepat lelah, lesu, mata berkunang, pusing, gampang pingsan, sesak nafas saat
beraktivitas atau berolahraga berat, permukaan kulit dan wajah pucat, mual
muntah lebih hebat dari hamil muda, jantung berdebar – debar.
c. Klasifikasi anemia pada kehamilan
Pemeriksaan hemoglobin secara rutin selama kehamilan merupakan
kegiatan yang umumnya dilakukan untuk mendeteksi anemia. Pemeriksaan
darah minimal 2 kali selama kehamilan yaitu pada trimester I dan III (Dep.Kes
RI, 2002)
Klasifikasi dalam kehamilan menurut (Prawiroharjo, 2006)
1) Anemia defiensi besi
Anemia dalam kehamilan yang sering dijumpai ialah anemia akibat
kekurangan besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya
unsur besi dalam makanan, karena gangguan reabsopsi, gangguan
pecernaan, atau karena terlampau banyaknya besi yang keluar dari badan,
misal pada perdarahan.
2) Anemia megaloblastik
Anemia dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folik,
jarang sekali karena defisiensi B12. Hal itu erat kaitanya dengan defisiensi
makanan.
3) Anemia hipoplastik
Anemia pada wanita hamil dikarenakan sumsum tulang kurang mampu
membuat sel – sel darah baru.
4) Anemia hemolitik
Anemia disebabkan karena penghancuran sel darah merah
berlangsung lebih cepat dari pada pembuatannya.
Klasifikasi menurut WHO dan Dep.Kes RI
1) Normal
: Kadar Hb dalam darah ≥ 11 gr%
2) Anemia Ringan
: Kadar Hb dalam darah 8 - 10 gr%
3) Anema berat
: Kadar Hb dalam darah < 8 gr%
Klasifikasi menurut (Manuaba, 1998)
1) Tidak Anemia
: Hb 11 g r%
2) Anemia ringan
: Hb 9 – 10 gr %
3) Anemia sedang
: Hb 7 – 8 gr %
4) Anemia berat
: Hb < 7 gr %
d. Diagnosis
1) Anamnesa
Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang – kunang, dan keluhan sering mual muntah lebih hebat pada
hamil muda.
2) Pemeriksaan fisik
a) Penderita terlihat lemah.
b) Kurang bergairah.
3) Pada inspeksi muka, conjungtiva, bibir, lidah, selaput lendir
dan dasar
kuku kelihatan pucat.
4) Pada pemeriksaan palpasi kemungkinan didapatkan splenomegali dan
takhirkardi.
5) Pada pemeriksaan auskultasi dapat terdengar bising jantung.
6) Pemeriksaan Laboratorium (Kadar Hb)
9-10 gr%
: anemia ringan
7-8 gr%
: anemia sedang
<7 gr%
: anemia berat
(Manuaba, 1998 : (Sediaoetama AP, 1999)
e. Pengaruh anemia pada ibu hamil, bersalin, dan nifas
Menurut (Mochtar, 1998) mengemukakan pengaruh anemia pada hamil,
bersalin dan nifas adalah :
1) Keguguran.
2) Partus prematurus.
3) Inersia uteri dan partus lama, ibu lemah.
4) Atonia uteri dan menyebabkan perdarahan.
5) Syok.
6) Afibrinogen dan hipofibrinogen.
7) Infeksi intrapartum dan dalam nifas.
8) Bila terjadi anemia gravis ( Hb dibawah 4 gr% ) terjadi payah jantung yang
bukan saja menyulitkan kehamilan dan persalinan tapi juga bisa fatal.
Menurut (Manuaba, 1998) pengaruh anemia di bagi menjadi 2 yaitu
1) Bagi ibu
a) Bahaya selama kehamilan
(1)Dapat terjadi abortus
(2)Persalinan prematuritas
(3) Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim
(4) Mudah terjadi infeksi
(5) Ancaman dekompensasi kordis ( Hb < 6 gr% )
(6) Mola hidatidosa
(7) Hiperemesis gravidarum
(8) Perdarahan antepartum
(9) Ketuban pecah dini (KPD)
b) Bahaya saat persalinan
(1) Gangguan his-kekuatan mengejan.
(2) Kala pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi partus terlantar.
(3) Kala
dua
berlangsung
lama,
sehingga
dapat
melelahkan
dan
seringmemerlukan tindakan operasi kebidanan.
(4) Kala uri dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan postpartum
karena atonia uteri.
(5) Kala empat dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia
uteri.
c) Bahaya pada saat nifas
a) Terjadi subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan postpartum
b) Memudahkan infeksi puerperium
c) Pengeluaran ASI berkurang
d) Terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan
e) Anemia kala nifas
f) Mudah terjadi infeksi mamae
d) Bagi janin
a) Abortus
b) Terjadi kematian intra uteri
c) Persalinan prematuritas tinggi
d) Berat badan lahir rendah
e) Kelahiran dengan anemia
f) Dapat terjadi cacat bawaan
g) Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal
h) Inteligensia rendah
f. Pencegahan anemia pada ibu hamil
Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian suplemen Fe dosis
rendah 30 mg pada trimester III ibu hamil non anemik Hb ≥ 11 gr/dl,
sedangkan untuk hamil dengan anemia defisiensi besi dapat diberikan
suplemen sulfat 325 mg 1-2 kali sehari. Untuk yang disebabkan oleh defisiensi
asam folat dapat diberikan asam folat 1 mg/hari atau untuk dosis pencegahan
dapat diberikan 0,4 mg/hari. Dan bisa juga diberi vitamin B12 100-200
mcg/hari (Budiarti, 2009)
Kepandaian dalam mengatur pola makan dengan mengkombinasikan menu
makanan serta mengkonsumsi buah dan sayur yang mengandung vitamin C
pada waktu makan bisa membuat tubuh terhindar dari anemia. Mengindari
makanan yang dapat menghambat penyerapan zat besi yaitu kopi dan teh.
1) Mengkonsumsi pangan lebih banyak dan beragam, contoh sayuran warna hijau,
kacang – kacangan, protein hewani, terutama hati.
2) Mengkonsumsi makanan yang kaya akan vitamin C seperti jeruk, tomat,
mangga dan lain – lain yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi (Mei,
2009).
Penderita anemia ringan sebaiknya tidak menggunakan suplemen zat besi.
Lebih cepat bila mengupayakan perbaikan menu makanan. Misalnya dengan
konsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi seperti telur, susu, hati,
ikan, daging, kacang – kacangan (tahu, oncom, kedelai, kacang hijau, sayuran
berwarna hijau, sayuran berwarna hijau tua (kangkung, bayam) dan buah –
buahan (jeruk, jambu biji dan pisang). Selain itu dibiasakan pula menambahkan
substansi yang mendahulukan penyerapan zat besi sperti vitamin C, air jeruk,
daging ayam dan ikan. Sebaliknya substansi penghambat penyerapan zat besi
seperti teh dan kopi patut dihindari (Anonim, 2003).
g. Pengobatan anemia pada ibu hamil
Bagi
penderita
anemia
karena
kekurangan
zat
besi,
sebaiknya
mengkonsumsi makanan yang mengadung zat besi seperti sayuran yang
berwarna hijau tua yaitu bayam. Dalam mengkonsumsi makanan yang
mengandung kaya akan zat besi di imbangi dengan makanan yang dapat
membantu penyerapan zat besi yaitu yang mengandung vitamin C seperti
jeruk, tomat, mangga dan jambu. Sebab kandungan asam askorbat dalam
vitamin C tersebut dapat meningkatkan penyerapan zat besi.
3. Faktor – faktor yang berhubungan dengan anemia pada ibu hamil
a. Faktor dasar
1) Sosial ekonomi
Status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam
masyarakat, status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan
seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi,
gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Status
ekonomi kemungkinan besar merupakan pembentuk gaya hidup keluarga.
Pendapatan keluarga memadai akan menunjang tumbuh kembang anak.
Karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer
maupun sekunder (Soetjiningsih, 1997).
Perilaku seseorang dibidang kesehatan dipengaruhi oleh latar belakang
sosial ekonomi. Sekitar 2/3 wanita hamil di negara berkembang
diperkirakan menderita anemia dibanding negara maju. Kondisi anak yang
terlahir dari ibu yang kekurangan gizi dan hidup dalam lingkungan miskin
akan menghasilkan generasi yang kekurangan gizi dan mudah terinfeksi
penyakit (Manuaba, 1998). Dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan
sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum atau selama hamil. Status
gizi ibu hamil ditentukan dengan kesejahteraan keluarga yang dilihat
melalui pendapatan.
Pengertian pendapatan adalah hasil pencarian atau perolehan usaha
(Dapertemen Pendidikan Nasional, 2002:236). Menurut Mulyanto Sumardi dan
Hans Diater Evers (1982:20), pendapatan yaitu seluruh penerimaan baik berupa
uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri. Jadi yang
dimaksud pendapatan dalam penelitian ini adalah suatu tingkat penghasilan yang
diperoleh dari pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan dari orang tua dan
anggota keluarga lainnya.
Menurut keterbatasan sarana dan sumber daya, rendahnya penghasilan, adanya
peraturan atau perundangan yang menjadi penghambat akan membatasi
keberdayaan orang perorang maupun masyarakat untuk merubah perilakunya.
Peraturan atau perundangan ini diwujudkan dalam bentuk Upah Minimum
Regional, yang telah ditetapkan setiap daerahnya.
Upah Minimum Regional (UMR) Jawa Tengah Kota Semarang Non Sektor
pada tahun 2011 adalah Rp 939756 (Wordpress 2011). Jadi jika jumlah UMR itu
rendah, pemenuhan akan kebutuhan seseorang menjadi terbatas Keadaan perekonomian ibu hamil yang rendah akan mempengaruhi biaya daya
beli dan tingkat konsumsi ibu akan makanan yang membantu penyerapan zat besi,
sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi ibu hamil (Pujiati,
2001).
2) Pengetahuan
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pegalaman yang berasal dari
berbagai sumber misalnya media masa, media elektronik, buku petunjuk
kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya (Istiarti, 2000). Kebutuhan
ibu hamil akan zat besi (Fe) meningkat 0,8 mg pada trimester I dan meningkat
tajam pada trimester III yaitu 6,3 mg sehari. Jumlah sebanyak itu tidak mungkin
tercukupi hanya melalui makanan apalagi didukung dengan pengetahuan ibu
hamil yang kurang terhadap peningkatan kebutuhan zat besi (Fe) selama hamil
sehingga menyebabkan anemia pada ibu hamil.
Ibu hamil dengan pengetahuan tentang zat besi (Fe) yang rendah akan
mempengaruhi konsumsi tablet (Fe), dan juga pemilihan makanan dengan sumber
(Fe) yang rendah. Sebaliknya ibu dengan pengetahuan konsumsi tablet (Fe) yang
baik akan memiliki pola makan yang baik pula dalam pemenuhan zat besi
(Arisman, 2004a).
3) Pendidikan
Pendidikan adalah proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan
penyempurnaan hidup. Biasanya seorang ibu khususnya ibu hamil yang
berpendidikan tinggi dapat menyeimbangkan pola makannya. Apabila pola
makanan nya tercukupi, maka ibu hamil dapat terhindar dari anemia
(Jamaludin, 2004).
4) Perilaku
Pengertian perilaku dibatasi sebagai keadaan jiwa yaitu berpendapat, berfikir,
bersikap dan sebagainya untuk memberikan respon terhadap situasi diluar subyek
tersebut, yang bersifat pasif (tanpa tindakan) dan dapat juga bersifat aktif (dengan
tindakan). Bentuk operasional dari perilaku ini dapat di kelompokkan menjadi 3
jenis :
a) Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu dengan pengetahuan situasi atau
rangsangan dari luar.
b) Perilaku dalam bentuk sikap tanggapan batin terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar subyek sehingga alam sendiri yang akan mencetak
perilaku manusia yang hidup didalamnya, sesuai dengan sikap dan keadaan
alam tersebut.
c) Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, berupa perbuatan terhadap
situasi dan atau rangsangan dari luar.
d) Menurut teori Lawrence Green kesehatan seseorang atau masyarakat di
pengaruhi oleh 2 faktor yaitu perilaku dan di luar perilaku. Selanjutnya
perilaku itu sendiri di tentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu (a) faktor
predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,
nilai – nilai dan sebagainya bagi seseorang (b) faktor pendukung yang terwujud
dalam lingkungan fisik ( tersedia atau tidaknya sarana dan fasilitas kesehatan ),
(c) faktor faktor pendorong yang terwujud dalam sikap sikap dari petugas
kesehatan dan lainnya (Notoatmodjo, 1997).
5) Budaya
Faktor sosial budaya juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya anemia.
Kebiasaan berpantang makanan yang terjadi di kalangan ibu hamil untuk tidak
mengkonsumsi sejumlah makanan yang dapat menambah jumlah anemi pada
ibu hamil (Khomsan A, 2004).
b. Faktor tidak langsung
1) Kunjungan Antenatal Care
Antenatal care adalah pengawasan sebelum persalinan terutama pada
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim (Manuaba, 1998).
Menurut (Arisman, 2004a) kasus anemia defisiensi gizi umumnya selalu
disertai dengan mal nutrisi infestasi parasit, semua ini berpangkal pada
keengganan ibu untuk menjalani pengawasan antenatal. Apabila dilakukan
ANC, kejadian anemia dapat terdeteksi secara dini, karena anemia pada
tahap awal tidak terlalu memberikan keluhan yang bermakna. Keluhan
biasanya terasa jika sudah masuk tahap lanjut.
2) Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu
hidup diluar rahim (Pusdiknakes, 2003). Paritas ≥3 merupakan faktor
terjadinya anemia yang berhubungan erat dengan jarak kehamilan yang terlalu
dekat < 2 tahun. Hal ini menurut (Arisman, 2004a) disebabkan karena terlalu
sering hamil sehingga dapat menguras cadangan zat gizi tubuh.
Selain kunjungan ANC, kehamilan yang berulang dalam waktu yang
singkat akan menghabiskan cadangan besi ibu (Khomsan A, 2004).
3) Umur
Ibu hamil pada usia terlalu muda (< 20 tahun) tidak atau belum siap untuk
memperhatikan lingkungan yang diperlukan untuk pertumbuhan janin.
Sedangkan ibu hamil di atas 30 tahun lebih cenderung mengalami anemia
disebabkan cadangan zat besi yang mulai menurun
(Rohadi, 1997).
4) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dan penggunaan obat membantu dokter dalam penyiapan
gizi khusus. Wanita berpenyakit kronis memerlukan bukan hanya zat besi
untuk mengatasi penyakitnya, tetapi juga untuk kehamilannya yang sedang ia
jalani (Arisman, 2004a).
c. Faktor langsung
1) Pola konsumsi tablet Fe
Pada trimester ke 2 dan ke 3, faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
anemia kehamilan adalah konsumsi tablet besi (Fe) dan kadar hemoglobin pada
trimester sebelumnya. Konsumsi tablet besi (Fe) sangat berpengaruh terhadap
terjadinya anemia khususnya pada trimester II, trimester III dan masa nifas.
Hal ini disebabkan kebutuhan zat besi pada masa ini lebih besar dibandingkan
trimester I dan menunjukkan pentingnya pemberian tablet besi (Fe) untuk
mencegah terjadinya anemia pada kehamilan dan nifas (Notobroto, 2003).
Defisiensi makanan atau kekurangan gizi dan perhatian yang kurang terhadap
gizi ibu hamil merupakan predisposisi terjadinya anemia defisiensi pada ibu hamil
di Indonesia (Saifuddin, 2006).
Penyebab anemia gizi besi dikarenakan kurang masuknya unsur besi dalam
makanan, karena gangguan reabsorbsi, gangguan pencernaan atau terlampau
banyaknya besi keluar misalnya perdarahan. Sementara itu kebutuhan ibu hamil
akan Fe meningkat untuk pembentukan plasenta dan sel darah merah sebesar 200300%. Perkiraan jumlah zat besi yang diperlukan selama hamil 1040 mg.
Sebanyak 300 mg Fe ditransfer ke janin dengan rincian 50-75 mg untuk
pembentukan plasenta, 450 mg untuk menambah jumlah sel darah merah, dan 200
mg hilang ketika melahirkan. Kebutuhan Fe selama kehamilan trimester I relatif
sedikit yaitu 0,8 mg sehari yang kemudian meningkat tajam selama trimester III
yaitu 6,3 mg sehari. Jumlah sebanyak itu tidak mungkin tercukupi hanya melalui
makanan (Arisman, 2004a).
2) Penyakit infeksi
Penyakit infeksi seperti TBC, cacing usus dan malaria juga penyebab
terjadinya anemia karena menyebabkan terjadinya peningkatan penghancuran
sel darah merah dan terganggunya eritrosit
(Wiknjosastro H, 2004).
3) Perdarahan
Penyebab anemia besi juga dikarenakan terlampau banyak besi keluar dari
badan misalnya perdarahan (Wiknjosastro H, 2004).
4) Kurang gizi (Malnutrisi) ,menurut (Mochtar, 1998)
Malnutrisi dapat terjadi oleh karena kekurangan gizi
(undernutrisi),
maupun karena kelebihan gizi (over nutrisi). Keduanya di sebabkan
ketidakseimbangan antara kebutuhan tubuh dan asupan gizi esensial. Untuk
melihat keadan gizi seseorang baik (under nutrisi) atau (over nutisi) dapat di
lihat melalui status gizi nya.
a) Pengertian status gizi
Status gizi adalah ekspresi dalam keadaan seimbang dalam bentuk
variabel tertentu, atau perwujudan dari nutrient dalam bentuk variabel
tertentu (Supariasa, 2000).
Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi
pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila status gizi ibu normal pada
masa sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi
yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal. Dengan kata lain
kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi sebelum
dan selama hamil.
Bagi ibu hamil pada dasarnya semua zat gizi memerlukan tambahan,
namun yang seringkali menjadi kekurangan adalah energi protein dan
beberapa mineral seperti Zat Besi dan Kalium. Gizi kurang seperti Zat Besi
akan menimbulkan masalah, diantaranya anemia. Untuk mempertahankan
kondisi yang baik pada ibu hamil dapat diupayakan dengan pengaturan
konsumsi makanan, pemantauan berat badan, pemeriksaan kadar Hb, dan
pengukuran LILA sebelum atau saat hamil (Zulhaida, 2003).
b) Faktor yang mempengaruhi status gizi sewaktu konsepsi dipengaruhi :
(1)Keadaan sosial dan ekonomi ibu sebelum hamil.
(2)Keadaan kesehatan dan gizi ibu.
(3)Jarak kelahiran jika yang dikandung bukan anak pertama.
(4)Paritas dan usia kehamilan pertama.
(Arisman, 2004).
c) Akibat kekurangan gizi pada ibu hamil
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan
masalah, baik pada ibu, janin dan terhadap proses persalinan yaitu :
(1)Terhadap ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi
pada ibu antara lain : anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah
secara normal dan mudah terkena infeksi.
(2)Terhadap persalinan
Pengaruh gizi terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan
sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), perdarahan
setelah persalinan serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat.
(3) Terhadap janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil mempengaruhi proses pertumbuhan
janin dan menimbulkan keguguran, abortus pada bayi, bayi lahir mati,
asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), bayi lahir dengan BBLR
(Manuaba, 1998).
d) Kenaikan berat badan
Pertambahan juga terjadi karena beberapa perubahan yaitu
(1) Janin
3.400 gram
(2) Plasenta
1.350 gram
(3) Darah
1.240 gram
(4) Cairan ekstra seluler 1.200 gram
(5) Lemak
4000 gram
(6) Lain – lain
1,300 gram
(Soetjiningsih, 1997)
e) Cara penilaian status gizi ibu hamil
(1) Lingkar Lengan Atas (LILA)
(a) Pengertian
Pengukuran LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko
kekurangan energi kronik (KEK) wanita usia subur (WUS).
Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan
status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran LILA digunakan karena
pengukurannya sangat mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja.
(b) Tujuan
(i) Mengetahui resiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu,
untuk menapis wanita yang mempunyai risiko
melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
(ii) Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan
dalam pencegahan dan penanggulangan KEK
(iii) Mengembangkan gagasan baru dikalangan masyarakat dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak
(iv) Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi WUS
yang menderita KEK
(v) Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang
menderita KEK
(c) Ambang batas
Ambang batas LILA WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5
cm atau di bagian merah pita LILA artinya wanita tersebut mempunyai resiko
KEK dan diperkirakan akan melahirkan berat badan lahir rendah (BBLR).
BBLR mempunyai risiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan
gangguan perkembangan anak
(d) Cara pengukuran LILA :
(i) Tetapkan posisi bahu dan siku
(ii) Letakkan pita antara bahu dan siku
(iii) Tentukan titik tengah lengan
(iv) Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan
(v) Pita jangan terlalu ketat
(vi) Pita jangan terlalu longgar
(vii) Cara pembacaan skala yang benar
(e) Membaca hasil pengukuran LILA.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah
pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri
(kecuali orang kidal kita ukur lengan kanan). Lengan harus dalam posisi
bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan titik tegang dan kencang.
Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat –
lipat sehingga permukaanya sudah tidak rata.
(f) Tindak lanjut pengukuran LILA
Hasil pengukuran LILA ada dua kemungkinan yaitu kurang dari 23,5 cm
dan lebih dari sama dengan 23,5 cm. Apabila hasil pengukuran <23,5 cm
berarti risiko KEK.
(g) Hubungan status gizi ibu hamil dengan anemia
Dari hasil pengamatan ada hubungan kuat antara status gizi dengan
kejadian anemia, biasanya ibu dengan status gizi buruk atau dengan
pengukuran LILA dengan ambang batas <23,5 cm ibu menderita anemia, di
banding ibu dengan status gizi nya baik atau dengan LILA >23,5 cm
(Supariasa, 2000).
B. Kerangka Teori
Meninjau pada tinjauan teori yang telah dipaparkan, maka kerangka teori
penelitian ini adalah :
Gambar 2.1
Faktor Dasar :
a)
Sosial
ekonomi
(Pendapatan perkapita
keluarga)
b) Pengetahuan
c) Pendidikan
Faktor langsung :
a)
b)
c)
d)
Pola konsumsi tablet Fe
Penyakit infeksi
Perdarahan
Status gizi
ANEMIA
Faktor tidak langsung :
a)
b)
c)
d)
Kunjungan ANC
Paritas
Umur
Riwayat kesehatan
Sumber : Modifikasi (Arisman, 2004), (Manuaba, 1998) dan
(Wiknjosastro H,
2004)
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu antara variable yang satu dengan variable
yang lain dari masalah yang ingin di teliti
(Notoatmodjo, 2010).
Gambar 2.2
Variabel bebas
Variabel terikat
Pendapatan
perkapita keluarga Anemia
Status gizi
D. Hipotesis
1. Ada hubungan antara pendapatan perkapita keluarga dengan anemia
Ada hubungan antara status gizi dengan anemia 
Download