korelasi tradisi “ngapati” dengan hadits proses penciptaan manusia

advertisement
KORELASI TRADISI “NGAPATI”
DENGAN HADITS PROSES
PENCIPTAAN MANUSIA
Hasan Su’aidi∗
Abstrak: Ngapati atau ngupati adalah salah satu tradisi yang
berkembang di tengah masyarakat Islam Indonesia, khususnya
Jawa. Upacara tersebut diadakan sebagai bentuk tanda syukur
atas karunia yang diberikan oleh Tuhan, disamping permohonan
atas keselamatan dan kesejahteraan janin. Acara ini
dilaksanakan ketika umur janin mencapai 4 bulan. Karena janin
pada saat itu telah sampai pada tahapan yang sangat penting.
Namun demikian, pada satu sisi upacara ini seringkali dianggap
sebagai amaliah yang tidak diajarkan di dalam Islam sehingga
dinilai sebagai amaliah sesat. Tulisan ini mencoba untuk
menelaah tentang bagaimana Islam menyikapi upacara ngapati
dalam bingkai hadits dan tradisi yang berkembang.
Ngapati or ngupati is one of tradition which grow in the middle
of moslem community in Indonesia, especially in Java. This
tradition is held as a form of gratitude to God which has given
the safety and welfare of the fetus. This event is held when the
fetus reaches the age of 4 months. In the age of 4 months, the
fetus has an important step. However, this tradition is often
regarded as amaliah that is not taught in Islam, so it can be
rated as amaliah misguided. This paper attempts to examine
how Islam addressing ngapati tradition in the frame of hadith
and tradition that developed.
Kata Kunci: Masyarakat Jawa, slametan, akulturasi
PENDAHULUAN
Masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat yang kaya
tradisi dan upacara. Dalam istilah lain dikenal juga dengan istilah
∗
Jurusan Ushuluddin, STAIN Pekalongan, Jl. Kusumabangsa, No. 9 Pekalongan
Korelasi Tradisi “Ngapati”… (Hasan Su’aidi)
89
selametan dari bahasa arab Salâmatun, yang dimaknai sebagai
keadaan lepas dari insiden-insiden yang tidak dikehendaki.
(Munawwir, 2000: 654). Sementara itu Clifford Greetz memaknai
istilah selametan dari kata slamet yang berarti “gak ana apa-apa”
(tidak ada apa-apa), atau lebih tepat “tidak akan terjadi apa-apa”
(pada siapa pun) (Suwito, 2007: 4).
Dalam tradisi masyarakat Jawa, hampir semua proses
kehidupan manusia selalu dilambangkan dengan upacara
(selametan), mulai dari pernikahan, kehamilan, kelahiran,
terlepasnya ari-ari (plasenta) bayi, teta’an (khitan),
hingga
kematian. Oleh sebagian kelompok masyarakat taat beragama,
tradisi-tradisi tersebut dianggap sebagai amaliah sesat (bid’ah),
karena secara implisit tidak ditemukan adanya petunjuk (nash) baik
sunnah maupun al-Qur`an yang dapat dijadikan dasar terhadap
praktek upacara tersebut. Namun demikian, di beberapa komunitas
masyarakat Jawa, nampak bahwa pada pelaksanaan tradisi-tradisi itu
terdapat akulturasi nilai-nilai agama dan budaya. Sehingga
seringkali dimaknai, bahwa upacara-upacara tersebut tidak
bertentangan dengan ajaran agama.
Adanya akulturasi budaya dan ajaran agama dalam
komunitas masyarakat Jawa merupakan keunikan dari corak
keberagamaan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Karena,
sebagai masyarakat yang telah bertuhan sebelum Islam datang, maka
nilai-nilai atau budaya dari agama sebelumnya masih melekat dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Sehingga mau tidak mau, praktek
keagamaan selalu kental dengan budaya yang telah lama ada. Inilah
yang membedakan dengan corak keberagamaan Islam di tempat atau
negara lain.
Dapat Dijelaskan bahwa syiar Islam pada prinsipnya selalu
menyikapi tradisi lokal masyarakatnya, yang sebagian di antaranya
dipadukan menjadi bagian dari tradisi Islami. Prinsip itu didasarkan
atas suatu kaidah Ushulliyah yang berbunyi; “al-Muhâfadzatu ‘alâ
al-Qadîm al-Shâlih wa al-Akhdzu bi al-Jadîd al-Ashlah” (Menjaga
nilai-nilai lama yang baik, sembari mengambil nilai-nilai baru yang
lebih baik). Syariat Islam sendiri menganut suatu kaidah fikih al‘Âdatu Muhakkamah yakni pengakuan terhadap hukum adat (alSuyuthi, 1983: 89; al-Lahji, 1388 H.: 38).
90
RELIGIA Vol. 15 No. 1, April 2012. Hlm. 88-106
Hukum adat yang dimaksud adalah adat jamâ’iyyah
(kolektif) yakni suatu kebiasaan yang dilakukan sekelompok orang
secara berulang-ulang. Namun jika masih dalam bentuk adat
fardiyyah (individu) atau kebiasaan yang dilakukan secara berulang
tetapi oleh personal orang, belum bisa dijadikan sumber penetapan
hukum. Hal ini sekaligus juga menegaskan bahwa Islam cukup
kooperatif dengan fenomena serta dinamika kebudayaan. Proses
asimilasi antara budaya Jawa (tsaqâfah al-Jâwiyyah) dengan budaya
Islam (tsaqâfah al-Islâmiyyah) kemudian menghasilkan apa yang
disebut dengan istilah Ritual dan Tradisi Jawa Islami.
Meskipun demikian, akhir-akhir ini muncul “gugatan”
terhadap praktek upacara/selamatan tersebut, karena dipandang telah
menyalahi ketentuan agama Islam (bid’ah). Masing-masing
kelompok, baik yang pro maupun yang kontra terhadap tradisitradisi yang ada di tengah masyarakat Islam Jawa, mengajukan
argumentasi yang menguatkan pendapatnya. Lantas adakah hadits
Nabi saw. yang mempunyai korelasi dengan upacara atau selametan
ngapati tersebut? Tulisan berikut akan menjelaskan tentang hal itu,
tanpa bermaksud menjustifikasi kelompok tertentu.
PEMBAHASAN
A. Tradisi Ngapati
Ngapati atau ngupati adalah upacara/selametan yang
diadakan oleh komunitas masyarakat Jawa untuk memperingati
keberadaan janin yang dikandung ketika memasuki usia 4 bulan
diambil dari bahasa Jawa papat (empat). Disebut juga dengan
ngupati, karena makanan yang disuguhkan pada upacara tersebut
berupa ketupat dan sejenisnya.
Selain bersyukur pada Tuhan, upacara syukuran ngapati atau
ngupati juga dimaksudkan untuk mohon doa dan berbagi rasa
bahagia pada saudara, sahabat, dan tetangga. Bentuk rasa syukur
yang dilakukan, tergantung niat dari si empunya hajat. Bisa dalam
bentuk yang cukup sederhana, yaitu dengan sekedar membagikan
penganan kepada kerabat dan tetangga, berupa bubur abang-putih
(bubur beras putih dan gula Jawa) dan jajan pasar yaitu kudapan
yang lazim dijual di pasar (tradisional), misalnya getuk, ubi rebus,
ketela rebus, kentang hitam, dan sebagainya, membuat jadah 7
warna, dengan cara memakai pewarna makanan pada saat menanak
Korelasi Tradisi “Ngapati”… (Hasan Su’aidi)
91
ketan, bukan pewarna tekstil. Untuk warna hitam, dapat juga dipakai
air yang dicampur abu merang (landa); warna merah, dengan gula
merah, warna kuning dengan kunyit, warna hijau dengan perasan
daun suji (pandan); atau bisa juga dengan membagikan sega
gudangan, yaitu nasi ditambah sayur-sayuran (kacang, bayam,
kobis, irisan wortel, dikukus, diurap dengan parutan kelapa),
kadang-kadang ditambah ikan asin, telur rebus, tahu goreng, tempe
goreng, krupuk. Bahkan mengundang kerabat dan tetangga, dan
menjamunya dengan hidangan yang pantas. Semua upacara yang
dilakukan,
selalu
diawali
dan
diakhiri
dengan
doa.
(www.kabudayanjawi.com, diunduh 01/03/2012).
Dalam pelaksanaan acara ngapati atau ngupati seringkali si
empunya hajat melakukan permohonan keselamatan, keberkahan
dan kesejahteraan sang bayi melalui upacara tersebut. Meminta agar
dipanjangkan umurnya, di lapangkan rizkinya, dibaguskan bentuk
rupanya dan diberi nasib yang baik. Oleh karena itu, dalam upacara
ngapati biasanya dilakukan pembacaan surat-surat al-Qur`an,
misalnya surat Maryam dan Yûsuf. Pembacaan kedua surat tersebut
dimaksudkan agar bayinya kelak lahir jika perempuan seperti
Maryam dan jika laki-laki seperti nabi Yusuf, yang baik rupa,
perangai, aklak, kecantikan dan kegagahannya. Selain itu, juga
dibacakan surat al-Taubah agar kelak sang bayi bisa menjadi
manusia yang selalu bertaubat dan selalu kembali kepada Allah swt.
Dibacakan pula surat al-Ikhlâsh dan Yâsin dengan maksud mudahmudahan kelak si jabang bayi memiliki tauhid yang kuat, kokoh dan
yang terakhir dibacakan surat al-Rahmân dengan harapan sang bayi
mempunyai sifat kasih sayang baik kepada orang tua, sesama dan
alam semesta. Semua harapan dan permohonan tertuang diupacara
tersebut. (al-Anshari, 2011 dalam www.ldmi.com, diunduh
01/03/2012).
Disamping surat-surat al-Qur`an di atas, di antara do’a-do’a
yang dibaca pada waktu pelaksanaan upacara ngapati adalah sebagai
berikut:
1. Surat al-Mu`minûn ayat 12 sampai dengan 14
‫وﻟﻘﺪ ﺧﻠﻘﻨﺎ اﻹﻧﺴﺎن ﻣﻦ ﺳﻼﻟﺔ ﻣﻦ ﻃﻴﻦ ﺛﻢ ﺟﻌﻠﻨﺎﻩ ﻧﻄﻔﺔ ﻓﻲ ﻗﺮار ﻣﻜﻴﻦ‬
‫ﺛﻢ ﺧﻠﻘﻨﺎ اﻟﻨﻄﻔﺔ ﻋﻠﻘﺔ ﻓﺨﻠﻘﻨﺎ اﻟﻌﻠﻘﺔ ﻣﻀﻐﺔ ﻓﺨﻠﻘﻨﺎ اﻟﻤﻀﻐﺔ ﻋﻈﺎﻣﺎ‬
‫ﻓﻜﺴﻮﻧﺎ اﻟﻌﻈﺎم ﻟﺤﻤﺎ ﺛﻢ أﻧﺸﺄﻧﺎﻩ ﺧﻠﻘﺎ ﺁﺧﺮ ﻓﺘﺒﺎرك اﷲ أﺣﺴﻦ اﻟﺨﺎﻟﻘﻴﻦ‬
92
RELIGIA Vol. 15 No. 1, April 2012. Hlm. 88-106
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari
suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan
saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang
Paling Baik”.
2.
Surat al-Baqarah ayat 233
‫واﻟﻮاﻟﺪات یﺮﺽﻌﻦ أوﻻدهﻦ ﺣﻮﻟﻴﻦ آﺎﻣﻠﻴﻦ ﻟﻤﻦ أراد أن یﺘﻢ اﻟﺮﺽﺎﻋﺔ‬
‫وﻋﻠﻰ اﻟﻤﻮﻟﻮد ﻟﻪ رزﻗﻬﻦ وآﺴﻮﺕﻬﻦ ﺏﺎﻟﻤﻌﺮوف ﻻ ﺕﻜﻠﻒ ﻧﻔﺲ إﻻ وﺳﻌﻬﺎ‬
‫ﻻ ﺕﻀﺂر واﻟﺪة ﺏﻮﻟﺪهﺎ وﻻ ﻣﻮﻟﻮد ﻟﻪ ﺏﻮﻟﺪﻩ وﻋﻠﻰ اﻟﻮارث ﻣﺜﻞ ذﻟﻚ ﻓﺈن‬
‫أرادا ﻓﺼﺎﻻ ﻋﻦ ﺕﺮاض ﻣﻨﻬﻤﺎ وﺕﺸﺎور ﻓﻼ ﺟﻨﺎح ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ وإن أردﺕﻢ أن‬
‫ﺕﺴﺘﺮﺽﻌﻮا أوﻻدآﻢ ﻓﻼ ﺟﻨﺎح ﻋﻠﻴﻜﻢ إذا ﺳﻠﻤﺘﻢ ﻣﺎ ﺁﺕﻴﺘﻢ ﺏﺎﻟﻤﻌﺮوف واﺕﻘﻮا‬
‫اﷲ واﻋﻠﻤﻮا أن اﷲ ﺏﻤﺎ ﺕﻌﻤﻠﻮن ﺏﺼﻴﺮ‬
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah
karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian.
Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka
tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu
disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
3. Surat Luqmân ayat 12 sampai dengan 14
‫وﻟﻘﺪ ﺁﺕﻴﻨﺎ ﻟﻘﻤﺎن اﻟﺤﻜﻤﺔ أن اﺵﻜﺮ ﷲ وﻣﻦ یﺸﻜﺮ ﻓﺈﻧﻤﺎ یﺸﻜﺮ ﻟﻨﻔﺴﻪ‬
‫وﻣﻦ آﻔﺮ ﻓﺈن اﷲ ﻏﻨﻲ ﺣﻤﻴﺪ وإذ ﻗﺎل ﻟﻘﻤﺎن ﻻﺏﻨﻪ وهﻮ یﻌﻈﻪ یﺎ ﺏﻨﻲ ﻻ‬
Korelasi Tradisi “Ngapati”… (Hasan Su’aidi)
93
‫ﺕﺸﺮك ﺏﺎﷲ إن اﻟﺸﺮك ﻟﻈﻠﻢ ﻋﻈﻴﻢ ووﺹﻴﻨﺎ اﻹﻧﺴﺎن ﺏﻮاﻟﺪیﻪ ﺣﻤﻠﺘﻪ أﻣﻪ‬
‫وهﻨﺎ ﻋﻠﻰ وهﻦ وﻓﺼﺎﻟﻪ ﻓﻲ ﻋﺎﻣﻴﻦ أن اﺵﻜﺮ ﻟﻲ وﻟﻮاﻟﺪیﻚ إﻟﻲ‬
‫اﻟﻤﺼﻴﺮ‬
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada
Lukman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang
siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia
bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang
tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji". Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah)
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kedzaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada
manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”.
4.
Surat al-Ahqâf ayat 15
‫ووﺹﻴﻨﺎ اﻹﻧﺴﺎن ﺏﻮاﻟﺪیﻪ إﺣﺴﺎﻧﺎ ﺣﻤﻠﺘﻪ أﻣﻪ آﺮهﺎ ووﺽﻌﺘﻪ آﺮهﺎ‬
‫وﺣﻤﻠﻪ وﻓﺼﺎﻟﻪ ﺛﻼﺛﻮن ﺵﻬﺮا ﺣﺘﻰ إذا ﺏﻠﻎ أﺵﺪﻩ وﺏﻠﻎ أرﺏﻌﻴﻦ ﺳﻨﺔ ﻗﺎل‬
‫رب أوزﻋﻨﻲ أن أﺵﻜﺮ ﻧﻌﻤﺘﻚ اﻟﺘﻲ أﻧﻌﻤﺖ ﻋﻠﻲ وﻋﻠﻰ واﻟﺪي وأن‬
‫أﻋﻤﻞ ﺹﺎﻟﺤﺎ ﺕﺮﺽﺎﻩ وأﺹﻠﺢ ﻟﻲ ﻓﻲ ذریﺘﻲ إﻧﻲ ﺕﺒﺖ إﻟﻴﻚ وإﻧﻲ ﻣﻦ‬
‫اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ‬
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya
dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah
payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah
tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan
umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya
Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau
yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu
bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang shaleh
yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan
(memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku
94
RELIGIA Vol. 15 No. 1, April 2012. Hlm. 88-106
bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri."
5.
Surat Maryam ayat 18 sampai dengan ayat 22
‫ﻗﺎﻟﺖ إﻧﻲ أﻋﻮذ ﺏﺎﻟﺮﺣﻤﻦ ﻣﻨﻚ إن آﻨﺖ ﺕﻘﻴﺎ ﻗﺎل إﻧﻤﺎ أﻧﺎ رﺳﻮل رﺏﻚ‬
‫ﻷهﺐ ﻟﻚ ﻏﻼﻣﺎ زآﻴﺎ ﻗﺎﻟﺖ أﻧﻰ یﻜﻮن ﻟﻲ ﻏﻼم وﻟﻢ یﻤﺴﺴﻨﻲ ﺏﺸﺮ وﻟﻢ‬
‫أك ﺏﻐﻴﺎﻗﺎل آﺬﻟﻚ ﻗﺎل رﺏﻚ هﻮ ﻋﻠﻲ هﻴﻦ وﻟﻨﺠﻌﻠﻪ ﺁیﺔ ﻟﻠﻨﺎس ورﺣﻤﺔ‬
‫ﻣﻨﺎ وآﺎن أﻣﺮا ﻣﻘﻀﻴﺎ ﻓﺤﻤﻠﺘﻪ ﻓﺎﻧﺘﺒﺬت ﺏﻪ ﻣﻜﺎﻧﺎ ﻗﺼﻴﺎ‬
“Maryam berkata: "Sesungguhnya aku berlindung dari
padamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu
seorang yang bertakwa".Ia (Jibril) berkata: "Sesungguhnya
aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk
memberimu seorang anak laki-laki yang suci".Maryam
berkata: "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak lakilaki, sedang tidak pernah seorang manusia pun
menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!" Jibril
berkata: "Demikianlah. Tuhanmu berfirman: "Hal itu
adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami
menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai
rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang
sudah diputuskan." Maka Maryam mengandungnya, lalu ia
menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang
jauh”.
6. Surat Yûsuf ayat 1 sampai dengan 6
‫اﻟﺮ ﺕﻠﻚ ﺁیﺎت اﻟﻜﺘﺎب اﻟﻤﺒﻴﻦ إﻧﺎ أﻧﺰﻟﻨﺎﻩ ﻗﺮﺁﻧﺎ ﻋﺮﺏﻴﺎ ﻟﻌﻠﻜﻢ ﺕﻌﻘﻠﻮن ﻧﺤﻦ‬
‫ﻧﻘﺺ ﻋﻠﻴﻚ أﺣﺴﻦ اﻟﻘﺼﺺ ﺏﻤﺎ أوﺣﻴﻨﺎ إﻟﻴﻚ هﺬا اﻟﻘﺮﺁن وإن آﻨﺖ ﻣﻦ‬
‫ﻗﺒﻠﻪ ﻟﻤﻦ اﻟﻐﺎﻓﻠﻴﻦ إذ ﻗﺎل یﻮﺳﻒ ﻷﺏﻴﻪ یﺎ أﺏﺖ إﻧﻲ رأیﺖ أﺣﺪ ﻋﺸﺮ‬
‫آﻮآﺒﺎ واﻟﺸﻤﺲ واﻟﻘﻤﺮ رأیﺘﻬﻢ ﻟﻲ ﺳﺎﺟﺪیﻦ ﻗﺎل یﺎ ﺏﻨﻲ ﻻ ﺕﻘﺼﺺ‬
‫رؤیﺎك ﻋﻠﻰ إﺧﻮﺕﻚ ﻓﻴﻜﻴﺪوا ﻟﻚ آﻴﺪا إن اﻟﺸﻴﻄﺎن ﻟﻺﻧﺴﺎن ﻋﺪو ﻣﺒﻴﻦ‬
‫وآﺬﻟﻚ یﺠﺘﺒﻴﻚ رﺏﻚ ویﻌﻠﻤﻚ ﻣﻦ ﺕﺄویﻞ اﻷﺣﺎدیﺚ ویﺘﻢ ﻧﻌﻤﺘﻪ ﻋﻠﻴﻚ‬
‫وﻋﻠﻰ ﺁل یﻌﻘﻮب آﻤﺎ أﺕﻤﻬﺎ ﻋﻠﻰ أﺏﻮیﻚ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ إﺏﺮاهﻴﻢ وإﺳﺤﺎق إن‬
‫رﺏﻚ ﻋﻠﻴﻢ ﺣﻜﻴﻢ‬
“Alif, laam, raa. Ini adalah ayat-ayat kitab (al-Qur'an) yang
nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya
berupa al-Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu
Korelasi Tradisi “Ngapati”… (Hasan Su’aidi)
95
memahaminya. Kami menceriterakan kepadamu kisah yang
paling baik dengan mewahyukan al-Qur'an ini kepadamu,
dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya
adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui.
(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai
ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas
bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud
kepadaku." Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu
ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka
mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu.
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi
manusia." Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk
menjadi Nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu sebahagian
dari takbir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya nikmatNya kepadamu dan kepada keluarga Yakub, sebagaimana
Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada dua orang
bapakmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishak.
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.”
Bentuk-bentuk acara pada pelaksanaan slametan ngapati atau
ngupati, dapat bervariasi menurut adat kebiasaan daerah masingmasing, karena tidak ada ketentuan baku dalam pelaksanaannya.
Intinya adalah permohonan doa bagi janin yang sedang dikandung
oleh calon ibu.
B. Makna Simbol Sajian Acara Ngapati
Tradisi dan upacara yang berkembang di tengah-tengah
masyarakat Jawa sangat erat dengan simbol, demikian halnya
dengan agama yang juga sarat dengan simbol, seperti shalat fardlu
bagi muslim santri merupakan simbol yang menjelaskan tentang
motivasi, ucapan verbal dan non verbal yang terkandung dalam
pelaksanaan rukun qauliy dan fi’liy dan ekspektasi atau harapan dari
pelaksanaan shalat tersebut. (Thohir, 2010 dalam staff.undip.ac.id,
diunduh 06/03/2012).
Dalam tradisi upacara ngapati, banyak simbol yang sarat
dengan makna dan harapan terhadap janin yang telah memasuki
bulan ke empat dari usia kandungan. Salah satunya adalah simbol
96
RELIGIA Vol. 15 No. 1, April 2012. Hlm. 88-106
yang terdapat pada sajian atau ubarampe yang ada terdapat pada
upacara tersebut, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Takir Pontang
Takir pontang (kependekan dari istilah Jawa noto pikir lan
pontang panting) adalah istilah yang digunakan untuk menyebut
tempat makanan yang akan disajikan, tempat ini terbuat dari daun
pohon pisang dan janur kemudian dibentuk menyerupai kapal, yang
mempunyai maksud bahwa dalam mengarungi bahtera kehidupan
harus menata diri dengan menata pikiran, karena laju perjalanan
bahtera selalu pontang panting mengikuti gelombang kehidupan.
Tempat sajian ini, sebagaimana telah disebutkan, bahan
bakunya adalah daun pisang dengan macam variannya. Dalam
bahasa jawa daun pisang mempunyai 3 tingkatan nama, yaitu:
a. Daun muda disebut pupus
Istilah daun pupus mempunyai arti, bahwa dalam
mengarungi bahtera kehidupan, harus senantiasa berserah diri
kepada Sang Maha Pencipta (tawakkal), karena manusia adalah
makhluk, sehingga tergantung kepada sang Khaliq sebagai dzat yang
mengadakan dan yang mengatur kehidupan manusia. Untuk itu,
semuanya diserahkan kepada sang maha Pengatur segalanya.
Tawakal harus senantisa menghiasi semua gerak dan langkah
manusia dalam meraih impian hidupnya, baik hidup di dunia
maupun di akherat kelak.
b. Daun yang berwarna hijau tua (ujungan)
Ujung dalam bahasa jawa mempunyai maksud penyerahan,
dalam arti penyerahan seorang abdi kepada majikannya. atau
penyerahan anak kepada bapaknya, dalam hal ini maksudnya adalah
orang harus menyerahkan diri (menghamba) secara total kepada
sang Maha Pencipta, karena manusia diciptakan untuk mengabdi
kepada sang pencipta. Sebagaimana ikrar nabi Ibrahim yang
diabadikan dalam Al-Quran dan dijadikan doa iftitah dalam sholat,
‘sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata mata
untuk mengabdi kepada Tuhan seru sekalian alam. (al-An’âm: 162).
Korelasi Tradisi “Ngapati”… (Hasan Su’aidi)
97
c. Daun yang telah kering (klaras)
Klaras bisa dilafalkan dengan nglaras dalam bahasa Jawa
berarti hidup dengan santai (tidak ambisius), tidak perlu tergesa
gesa, agar setiap langkahnya selalu dalam kebenaran, karena apabila
tergesa-gesa akan gampang salah dan mudah menjadi kacau. Dalam
menjalankan tugasnya sebagai khalifatullah di bumi ini manusia
harus sabar, sabar dalam beribadah, sabar dalam menerima musibah
dan sabar dalam segala keadaan, apapun dan bagaimanapun
kehidupan di dunia harus dihadapinya.
Untuk bisa menjalankan ketiga hal tersebut dibutuhkan
pertolongan dari sang Maha Segalanya, yang dalam hal ini
disimbulkan dengan janur. Dalam bahasa Jawa janur singkatan dari
sejatining nur (Cahaya Sebenarnya). Sebagaimana firman Allah
swt.:
”Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.
Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang
yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita
itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang
bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak
dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun
yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula
di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampirhampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di
atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada
cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia,
dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (al-Nûr:35).
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah lah Nurnya
bumi dan langit serta apa saja yang ada di dalamnya. Nur adalah
simbol penerangan, orang akan sulit melakukan aktifitas apabila
dalam kegelapan, untuk itu dibutuhkan adanya penerangan agar
tidak menabrak kesana kemari. Orang yang selalu dalan sinar illahi
akan senantisa tenang dalam menjalani hidup dan akan selalu dalam
ridlo-Nya.
98
RELIGIA Vol. 15 No. 1, April 2012. Hlm. 88-106
2. Sudi
Sudi terdiri dari dua suku kata, yaitu Su dan Di, yang
mempunyai arti baik dan indah, bentuk dari sudi menyerupai (maaf)
payudara seorang perempuan, yang mempunyai maksud rizqi
seorang anak untuk pertama kalinya didapat dari air susu ibu.
Maksud dari sudi adalah orang harus memberi nafkah kepada anak
dan istrinya (keluarga) dengan rizki yang halal dan baik (halalan
Thayyiban).
3. Jadah
Jadah adalah makanan yang terbuat dari ketan, yang
merupakan analog dari bahasa arab Jadda, yang diambil dari kata
mutiara “man jadda wajada” yang artinya orang yang bersungguhsungguh pasti akan berhasil. Dalam pepatah Jawa dikatakan “wong
kang tekun bakal merkoleh teteken kang tundone bakal tinemu”.
Teken adalah tongkat yang biasa digunakan oarang tua yang
sudah payah dalam berjalan, atau digunakan orang buta untuk
membantu dirinya dalam berjalan. Dengan adanya teken orang tidak
mudah putus asa dalam mengarungi bahtera kehidupan, karena ada
yang menopang dirinya apabila mengalami kelelahan, atau apabila
dalam kegelapan, sementara tidak membawa alat penerangan bisa
digunakan untuk membantu menelusuri kegelapan agar terhindar
dari rintangan yang ada dihadapannya.
Dalam penyajiannya jadah dibuat berwarna-warni,
diantaranya putih, kuning, hijau, merah dsb, yang mempunyai
maksud:
a. Putih, adalah lambang kesucian, dalam menjalani rutinitas
kehidupan manusia harus selalu dalam keadaan suci, lahir
maupun batin. Demikian halnya dengan rizki yang diusahakan
haruslah suci.
b. Kuning, adalah lambang kebangkitan, maksudnya dalam
keadaan apapun dan bagaimanapun, manusia tidak boleh putus
asa, apabila manusia menemui kegagalan harus bangkit dan
berusaha kembali, belajar dari kegagalannya agar tidak terulang.
Apabila salah dalam melangkah, manusia hendaknya secepatnya
mengoreksi kesalahannya.
c. Hijau adalah lambang kemakmuran, artinya semua usaha yang
dilakukan manusia adalah dalam rangka menciptakan
Korelasi Tradisi “Ngapati”… (Hasan Su’aidi)
99
kemakmuran. Kemakmuran dalam pengertian yang luas, yaitu
dalam rangka mewujudkan rahmatan lil ‘âlamîn.
d. Merah, adalah lambang keberanian, orang harus berani
melakukan apa saja demi terwujudnya cita cita, selama apa yang
dilakukan tidak melanggar norma yang berlaku, terlebih norma
agama.
Disamping makna-makna diatas, warna-warni yang ada
dalam pembuatan jadah juga mengandung maksud berbagai macam
bentuk usaha atau profesi, orang tidak boleh terpaku pada satu
macam usaha atau profesi, sehingga tidak mudah merasa puas serta
tidak mudah putus asa, karena dalam hidup di dunia ini banyak
sekali pilihan usaha yang dapat dijadikan pilihan, untuk memenuhi
hajat hidupnya. (www.wartawarga.gunadarma.ac.id, diunduh 28/02/
2012)
C. Sajian Acara Ngapati dalam Perspektif Medis (Kebidanan)
Hal yang menarik dari tradisi ngapati adalah adanya sajian
yang menggugah selera setiap yang hadir. Perlu juga diketahui
bahwa makanan yang dipersiapkan dan nantinya disajikan dalam
upacara ngapati tidak hanya diperuntukkan bagi para tamu
undangan, namun ibu yang mengandung janin juga diperbolehkan
untuk menyantap hidangan yang ada. Dengan beragamnya sajian
yang ada pada upacara ngapati, yang terbuat dari beragam bahan
alami, inilah yang menarik sebagian ahli medis untuk memaknai dari
setiap sajian yang ada pada upacara ngapati, khususnya yang
berhubungan dengan calon ibu.
Sebagaimana yang telah dijelaskan, bahwa tradisi ngapati
juga disebut dengan ngupati yang diambil dari kata kupat (nasi yang
dibungkus dengan daun kelapa/janur) karena di antara suguhan yang
ada pada tradisi tersebut adalah kupat selain juga nasi gurih. Hal ini
menurut pandangan para medis (ahli kebidanan) mempunyai nilai
positif yaitu nasi gurih dan ketupat sebagai hidangan ibu hamil
adalah salah satu cara kreatif untuk membangkitkan selera makan
ibu hamil agar terpenuhi kebutuhan kalori. Kebutuhan protein sudah
mulai diberikan seiring adanya peningkatan selera makan menjelang
kehamilan 4 bulan. Dengan menghidangkan aneka macam daging
dan cara pengolahannya. Protein sangat dibutuhkan ibu hamil untuk
pembentukan organ tubuh bayi. Upacara ini juga diadakan sebagai
100 RELIGIA Vol. 15 No. 1, April 2012. Hlm. 88-106
wujud permohonan keselamatan bagi janin dalam kandungan.
Selamatan berupa doa-doa sesuai agama masing - masing.
Upacara untuk kehamilan 4 sampai 5 bulan dari usia
kandungan ini, juga merupakan bentuk dukungan psikologis dan
spiritual yang baik bagi ibu hamil. Dimana pada usia kehamilan 20
minggu janin sudah makin lincah bergerak, Jantung berdetak dengan
baik, dan organ tubuh bayi terbentuk. Kebutuhan akan zat makanan
bergizi dan kalori juga tetap mendapat perhatian istimewa.
Kehadiran sanak keluarga yang mengunjungi ibu hamil saat upacara
ini membantu mengurangi kecemasan, kesempatan saling berbagi
pengalaman melewati masa masa kehamilan tiga bulan pertama
yang sangat rawan. Upacara ini merupakan ungkapan syukur atas
terlaluinya trimester pertama kehamilan dan mohon keselamatan
untuk proses kehamilan berikutnya (Romana Tari dalam
kesehatan.kompasiana.com diunduh 28/02/2012).
Dengan demikian, sajian yang ada pada acara ngapati
mempunyai manfaat bagi ibu si bayi, baik secara medis maupun
psikologis.
D. Ngapati dan Hadits tentang Penciptaan Manusia
Pelaksanaan upacara ngapati dilakukan pada waktu usia
janin masuk bulan ke empat atau hari ke 120. Hal ini dalam
pandangan medis berarti usia kandungan telah melewati tri semester
pertama dari tahapan kehamilan, yang merupakan masa yang
menentukan dalam perkembangan janin. Pelaksanaan upacara
tersebut sebagai bentuk rasa syukur yang diungkapkan atas
terlewatinya tri semester pertama, sekaligus do’a yang dipanjatkan
untuk kebaikan perkembangan janin.
Di dalam agama Islam, proses perkembangan janin dalam
kandungan ibunya juga melewati tahapan 120 hari atau empat bulan
pertama. Dalam kurun waktu tersebut ada beberapa proses
perkembangan janin yang sangat penting sebagaimana dijelaskan
dalam hadits Nabi saw. (yang diriwayatkan oleh al-Bukhari,
Muslim, al-Trimidzi, Abu Dawud dan Ahmad bin Hanbal) sebagai
berikut:
‫ﺐ‬
ٍ ‫ﻦ َو ْه‬
ِ ‫ﻦ َز ْی ِﺪ ْﺏ‬
ْ‫ﻋ‬
َ ‫ﺶ‬
ِ ‫ﻋ َﻤ‬
ْ ‫ﻦ ا ْﻟَﺄ‬
ْ‫ﻋ‬
َ ‫ص‬
ِ ‫ﺣ َﻮ‬
ْ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َأﺏُﻮ ا ْﻟَﺄ‬
َ ‫ﻦ اﻟ ﱠﺮﺏِﻴ ِﻊ‬
ُ ‫ﻦ ْﺏ‬
ُ‫ﺴ‬
َ‫ﺤ‬
َ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ا ْﻟ‬
َ
‫ق‬
ُ ‫ﺳﱠﻠ َﻢ َو ُه َﻮ اﻟﺼﱠﺎ ِد‬
َ ‫ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو‬
َ ‫ﺹﻠﱠﻰ اﻟﱠﻠ ُﻪ‬
َ
‫ل اﻟﱠﻠ ِﻪ‬
ُ ‫ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َرﺳُﻮ‬
َ ‫ﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟﱠﻠ ِﻪ‬
َ ‫ل‬
َ ‫ﻗَﺎ‬
‫ن‬
ُ ‫ﻦ َی ْﻮﻣًﺎ ُﺛﻢﱠ َیﻜُﻮ‬
َ ‫ﻦ ُأ ﱢﻣ ِﻪ َأ ْر َﺏﻌِﻴ‬
ِ‫ﻄ‬
ْ ‫ﺧ ْﻠ ُﻘ ُﻪ ﻓِﻲ َﺏ‬
َ ‫ﺠ َﻤ ُﻊ‬
ْ ‫ﺣ َﺪ ُآ ْﻢ ُی‬
َ ‫ن َأ‬
‫ل ِإ ﱠ‬
َ ‫ق ﻗَﺎ‬
ُ ‫ﺼﺪُو‬
ْ ‫ا ْﻟ َﻤ‬
Korelasi Tradisi “Ngapati”… (Hasan Su’aidi)
101
‫ﺚ اﻟﻠﱠ ُﻪ َﻣَﻠﻜًﺎ َﻓ ُﻴ ْﺆ َﻣ ُﺮ ِﺏَﺄ ْر َﺏ ِﻊ‬
ُ ‫ﻚ ُﺛﻢﱠ َی ْﺒ َﻌ‬
َ ‫ﻞ َذِﻟ‬
َ ‫ﻀ َﻐ ًﺔ ِﻣ ْﺜ‬
ْ ‫ن ُﻣ‬
ُ ‫ﻚ ُﺛﻢﱠ َیﻜُﻮ‬
َ ‫ﻞ َذِﻟ‬
َ ‫ﻋَﻠ َﻘ ًﺔ ِﻣ ْﺜ‬
َ
‫ﺦ ﻓِﻴ ِﻪ‬
ُ ‫ﺳﻌِﻴ ٌﺪ ُﺛﻢﱠ ُی ْﻨ َﻔ‬
َ ‫ﻲ َأ ْو‬
‫ﺵ ِﻘ ﱞ‬
َ ‫ﺟَﻠ ُﻪ َو‬
َ ‫ﻋ َﻤَﻠ ُﻪ َو ِر ْز َﻗ ُﻪ َوَأ‬
َ ‫ﺐ‬
ْ ‫ل َﻟ ُﻪ ا ْآ ُﺘ‬
ُ ‫ت َو ُیﻘَﺎ‬
ٍ ‫َآِﻠﻤَﺎ‬
‫ع‬
ٌ ‫ﺠ ﱠﻨ ِﺔ ِإﻟﱠﺎ ِذرَا‬
َ ‫ﻦ ا ْﻟ‬
َ ‫ن َﺏ ْﻴ َﻨ ُﻪ َو َﺏ ْﻴ‬
ُ ‫ﺣﺘﱠﻰ ﻣَﺎ َیﻜُﻮ‬
َ ‫ﻞ‬
ُ ‫ﻞ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َﻟ َﻴ ْﻌ َﻤ‬
َ‫ﺟ‬
ُ ‫ن اﻟ ﱠﺮ‬
‫ح َﻓِﺈ ﱠ‬
ُ ‫اﻟﺮﱡو‬
ُ ‫ﺣﺘﱠﻰ ﻣَﺎ َیﻜُﻮ‬
َ ‫ﻞ‬
ُ ‫ﻞ اﻟﻨﱠﺎ ِر َو َی ْﻌ َﻤ‬
ِ ‫ﻞ َأ ْه‬
ِ ‫ﻞ ِﺏ َﻌ َﻤ‬
ُ ‫ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ ِآﺘَﺎ ُﺏ ُﻪ َﻓ َﻴ ْﻌ َﻤ‬
َ ‫ﻖ‬
‫ﻦ‬
َ ‫ن َﺏ ْﻴ َﻨ ُﻪ َو َﺏ ْﻴ‬
ُ ‫ﺴ ِﺒ‬
ْ ‫َﻓ َﻴ‬
‫ﺠ ﱠﻨ ِﺔ‬
َ ‫ﻞ ا ْﻟ‬
ِ ‫ﻞ َأ ْه‬
ِ ‫ﻞ ِﺏ َﻌ َﻤ‬
ُ ‫ب َﻓ َﻴ ْﻌ َﻤ‬
ُ ‫ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎ‬
َ ‫ﻖ‬
ُ ‫ﺴ ِﺒ‬
ْ ‫ع َﻓ َﻴ‬
ٌ ‫اﻟﻨﱠﺎ ِر ِإﻟﱠﺎ ِذرَا‬
Dari Hasan bin Rabi’ dari Abu al-Ahwash dari
A’masy dari Zaid bin Wahb, Abdullah (yaitu Abdullah bin
Mas’ud ra) berkata: Rasulullah saw.. sebagai manusia yang
benar dan dibenarkan- bersabda: Sungguh seorang dari
kalian dihimpun air mani (penciptaan)Nya didalam perut
ibunya selama empat puluh hari sebagai sperma, lalu empat
puluh hari kemudian berwujud segumpal darah, lalu
berwujud sekerat daging selama empat puluh hari, kemudian
malaikat (petugas ruh) diutus, maka ditiupkan ruh padanya
(setelah usia kandungan seratus duapuluh hari), dan
malaikat itu diperintah untuk mencatat empat ketentuan
ditentukan rizqinya, ajal (masa hidup) nya, perilakuperilakunya, dan sebagai orang yang celaka atau orang
yang beruntung. Demi Allah, yang tiada Tuhan selain Dia,
sungguh seorang dari kalian akan selalu berbuat perbuatan
penduduk syurga, hingga seukur sehasta antar ia dan
syurga, lalu ia didahului ketentuan (yang tertulis ketika ia
didalam perut ibu) maka ia berbuat perbuatan penduduk
neraka, maka masuklah ia kedalam neraka. Dan sungguh
seorang dari kalian selalu berbuat perbuatan penduduk
neraka, hingga antara ia dan neraka seukur sehasta, lalu ia
(menjelang kematian) didahului ketentuan takdir maka ia
berbuat perbuatan penduduk syurga, maka masuklah ia ke
dalam syurga (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dari hadits tersebut dapat diambil pengertian bahwa proses
perkembangan janin dalam kandungan ibunya mengalami empat
tahapan penting, yaitu:
1. 40 hari pertama proses embrional
2. 40 hari berikutnya proses penciptaan ‘alaqah atau qith’ah
yasirah min damm mutajammidah (segumpal darah)
102 RELIGIA Vol. 15 No. 1, April 2012. Hlm. 88-106
3.
40 hari berikutnya proses penciptaan mudghah atau qith’atu
lahm bi qadri mâ yumdhagh (Segumpal daging)
4. Setelah tiga proses tersebut kemudian dilanjutkan dengan
proses penentuan amal perbuatan, rizki, ajal (kematian), nasib
baik dan buruk dan yang terakhir adalah peniupan ruh.
Dalam beberapa kitab syarah hadits, ada perbedaan tentang
waktu ditiupkannya ruh kedalam janin, menurut sebagian ulama, ruh
ditiupkan ke dalam janin calon bayi ketika usia janin atau
kandungan 40 hari atau 45 hari, ada juga riwayat yang menyebutkan
setelah 42 hari yang pada saat itu juga telah dibentuk sebagian
anggota tubuh seperti telinga, mata dan kulit. Semua itu berdasarkan
kepada beberapa riwayat yaitu:
،‫ﻦ‬
َ ‫ﺴ َﺘ ِﻘ ّﺮ ﻓِﻲ اﻟ ﱠﺮﺣِﻢ ِﺏَﺄ ْر َﺏﻌِﻴ‬
ْ ‫ﻄﻔَﺔ َﺏ ْﻌ َﺪﻣَﺎ َﺕ‬
ْ ‫ﻋﻠَﻰ اﻟ ﱡﻨ‬
َ ‫وﻓﻰ اﻟﺮوایﺔ ) َی ْﺪﺧُﻞ ا ْﻟ َﻤﻠَﻚ‬
( ‫ﺳﻌِﻴﺪ‬
َ ‫ﻲ َأ ْم‬
ّ ‫ﺵ ِﻘ‬
َ ‫ب َأ‬
ّ ‫ یَﺎ َر‬: ‫ﻦ َﻟ ْﻴﻠَﺔ َﻓ َﻴﻘُﻮل‬
َ ‫ﺧﻤْﺲ َوَأ ْر َﺏﻌِﻴ‬
َ ‫َأ ْو‬
‫ﺚ اﻟﻠﱠﻪ ِإَﻟ ْﻴﻬَﺎ‬
َ ‫ن َﻟ ْﻴﻠَﺔ َﺏ َﻌ‬
َ ‫ن َوَأ ْر َﺏﻌُﻮ‬
ِ ‫ﻄ َﻔ ِﺔ ِا ْﺛ َﻨﺘَﺎ‬
ْ ‫ ) ِإذَا َﻣ ﱠﺮ ﺏِﺎﻟ ﱡﻨ‬: ‫َوﻓِﻲ اﻟ ﱢﺮوَایَﺔ اﻟﺜﱠﺎِﻟﺜَﺔ‬
. ( ‫ﺟﻠْﺪهَﺎ‬
ِ ‫ َو‬، ‫ َو َﺏﺼَﺮهَﺎ‬، ‫ﺳﻤْﻌﻬَﺎ‬
َ ‫ﻖ‬
َ ‫ﺧَﻠ‬
َ ‫ َو‬، ‫ﺼ ﱠﻮ َرهَﺎ‬
َ ‫َﻣَﻠﻜًﺎ َﻓ‬
َ ‫ﺣ َﺬ ْیﻔَﺔ ﺏْﻦ ُأ‬
‫ ُﺛﻢﱠ‬، ‫ﻦ َﻟ ْﻴﻠَﺔ‬
َ ‫ﻄﻔَﺔ َﺕﻘَﻊ ِﻓﻲ اﻟ ﱠﺮﺣِﻢ َأ ْر َﺏﻌِﻴ‬
ْ ‫ن اﻟ ﱡﻨ‬
‫ ) ِإ ﱠ‬: ‫ﺳ ْﻴ ٍﺪ‬
ُ ‫َوﻓِﻲ ِروَایَﺔ‬
. ( ‫ﻋَﻠ ْﻴﻬَﺎ ا ْﻟ َﻤﻠَﻚ‬
َ ‫ﺴﻮﱠر‬
َ ‫َی َﺘ‬
‫ن اﻟﻠﱠﻪ‬
ِ ‫ﺵ ْﻴﺌًﺎ ِﺏِﺈ ْذ‬
َ ‫ﺨﻠُﻖ‬
ْ ‫ن َی‬
ْ ‫ﺣ ِﻢ ِإذَا َأرَا َد اﻟﻠﱠﻪ َأ‬
ِ ‫ن َﻣَﻠﻜًﺎ ُﻣ َﻮ ﱠآﻠًﺎ ﺏِﺎﻟ ﱠﺮ‬
‫ ) ِإ ﱠ‬: ‫َوﻓِﻲ ِروَایَﺔ‬
( ‫ﻦ َﻟ ْﻴﻠَﺔ‬
َ ‫ﻀ ٍﻊ َوَأ ْر َﺏﻌِﻴ‬
ْ ‫ِﻟ ِﺒ‬
Untuk mengkompromikan antara riwayat yang berbeda satu
dengan lainnya, terkait masa ditiupkannya ruh kedalam janin, para
ulama berpendapat bahwa Malaikat diutus untuk mengawasi janin
tersebut sejak pertama dalam bentuk benih (nuthfah), namun
demikian para ulama telah sepakat bahwa peniupan ruh kedalam
janin baru terjadi setelah usia kandungan melewati 4 bulan atau 120
hari. Hal ini didasarkan kepada hadits riwayat al-Bukhari di atas,
yang menjelaskan tahapan perkembangan janin dengan
menggunakan huruf ‘athaf (penghubung) tsumma (kemudian) yang
mempunyai pengertian diakhirkannya peniupan ruh sampai usia
janin 4 bulan. (al-Nawawi, 1392 H.: VIII: 489).
Sementara itu dalam ilmu kedokteran, fase atau gestasi
perkembangan janin dari mulai pembuahan hingga terlahir dapat
dijelaskan dalam fase-fase sebagai berikut:
Korelasi Tradisi “Ngapati”… (Hasan Su’aidi)
103
Periode Germinal (Minggu 0-3) yaitu ditandai dengan:
• Pembuahan telur oleh sperma terjadi pada minggu ke-2 dari
hari pertama menstruasi terakhir.
• Telur yang sudah dibuahi sperma bergerak dari tuba fallopi dan
menempel ke dinding uterus (endometrium).
Periode Embrio (Minggu 3-8 )
• Sistem syaraf pusat, organ-organ utama dan struktur anatomi
mulai terbentuk.
• Mata, mulut dan lidah terbentuk. Hati mulai memproduksi sel
darah.
• Janin berubah dari blastosis menjadi embrio berukuran 1,3 cm
dengan kepala yang besar
Periode Fetus (Minggu 9-12)
• Semua organ penting terus bertumbuh dengan cepat dan saling
berkait.
• Aktivitas otak sangat tinggi.
Dari penjelasan tentang tahapan perkembangan janin dari 0
hingga 16 minggu atau 4 bulan atau 120 hari, dimana masa-masa
tersebut merupakan masa penting dari perkembangan janin. Maka
sangatlah beralasan ketika janin melewati tahapan-tahapan tersebut
diperlakukan secara khusus, lebih-lebih ketika janin sampai pada
usia 4 bulan. Hal ini karena pada usia tersebut ditiupkan ruh, sebagai
awal mula kehidupan, juga ditentukan catatan rizki, kematian dan
amal perbuatan. Sehingga do’a yang dipanjatkan dalam acara
ngapati menjadi sangat penting.
Tentang ritual ngapati, memang tidak ada dasarnya di dalam
hadits secara eksplisit. Namun demikian, untuk menyongsong
penentuan catatan rizki, kematian dan amal perbuatan ini, hendaklah
dipersiapkan sedemikian rupa, misalnya dengan memperbanyak
do’a, diadakan upacara ngapati (ngupati) yaitu dengan cara berdo’a
(sebagai sikap bersyukur, ketundukan dan kepasrahan); mengajukan
permohonan kepada Allah swt. agar nanti anak lahir sebagai
manusia yang utuh sempurna, yang sehat, yang dianugerahi rizqi
yang baik dan lapang, berumur panjang yang penuh dengan nilainilai ibadah, beruntung di dunia dan di akhirat. Begitu pula
hendaklah bersedekah. Kita ketahui bahwa do’a dan sedekah adalah
dua kekuatan yang bisa menembus takdir. Adalah indah sekali suatu
104 RELIGIA Vol. 15 No. 1, April 2012. Hlm. 88-106
tradisi yang disebut ngupati atau ngapati pada bulan ke empat
sebagai upacara dengan meminta kepada sejumlah orang untuk
berdo’a dan mendo’akan, juga disana ada bentuk sedekah.
Kalaupun di dalam hadits tidak ada nash secara tegas yang
menjelaskan tentang tradisi ngapati, namun Islam sebagai agama
yang ramah terhadap tradisi juga tidak menentang tradisi tersebut
secara tegas. Fakta yang mempertegas bahwa agama Islam adalah
agama yang ramah terhadap adat kebiasaan adalah apa yang
dipahami oleh Imam Malik terhadap ”adat kebiasaan”. Bagi Imam
Malik dan madzhab mâlikiyyah, dasar hukum Islam di antaranya
adalah amal ahli madînah (kebiasaan penduduk Madinah) hal ini
lebih kuat dari hadis Ahad (transmisi tunggal).
Dengan kata lain, menurut Imam Malik “al-‘amal atsbatu
min al-hadîts” (adat kebiasaan ahli Madinah lebih kuat
dibandingkan hadits). Pendirian Imam Malik yang menghargai
tradisi lokal Madinah tersebut terus dipertahankan, meski harus
berhadapan dangan rezim yang berkuasa. Pada suatu saat, khalifah
Abbasiyah Abu Ja’far al-Manshur memintanya agar kitab Muwattha
yang menghimpun hadis-hadis Nabi karyanya dijadikan sumber
hukum positif yang akan diberlakukan di seluruh wilayah Islam.
Imam Malik menolak, bahkan katanya, ’’Anda tahu bahwa di
berbagai wilayah negeri ini telah berkembang berbagi tradisi
hukum sesuai tuntutan kemaslahatan setempat. Biarkan masyarakat
memilih sendiri panutannya”. (Mu’awwadl et all, 1996: I: 17).
Dari sini dapat kita pahami bahwa adat kebiasaan, termasuk
(di dalamnya adalah budaya lokal masyarakat tertentu) mendapat
posisi penting dalam kaidah hukum Islam. Hal ini karena adat
kebiasaan yang jamâ’iy (kolektif) sebagaimana telah dijelaskan,
dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan hukum.
Sebagaimana hadits Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
bin Hanbal, al-Bazzar, al-Thayalisi, al-Thabrani dari Ibnu Mas’ud
yaitu:
‫ﻣﺎر ﺁﻩ اﻟﻤﺴﻠﻤﻮن ﺣﺴﻨﺎ ﻓﻬﻮ ﻋﻨﺪ اﷲ ﺣﺴﻦ‬
“Segala hal yang dipandang seluruh Muslim baik maka hal
itu disisi Allah juga baik” (al-Suyuthi, 1983: 89, al-Lahji, 1388 H:
38)
Korelasi Tradisi “Ngapati”… (Hasan Su’aidi)
105
KESIMPULAN
Islam bukan agama yang rigid dan kaku, sebaliknya Islam
adalah agama yang menghargai kreatifitas umatnya, selama
bertujuan untuk menfasilitasi kemudahan umat dalam memahami
dan menghayati ajarannya. Dan tentu saja diperbolehkannya kreasi
dalam masalah keagamaan tersebut selama tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip syari’at yang bersifat pasti.
Upacara ngapati atau ngupati merupakan salah satu hasil
kreatifitas ummat Islam di Indonesia (khususnya di Jawa), meskipun
tidak ditemukan nash (dalil) secara khusus di dalam al-Qur`an
maupun Hadits, namun ada nilai-nilai yang sesuai antara tradisi
tersebut dengan hadits tentang proses dan tahapan penciptaan
manusia. Dimana upacara ngapati merupakan sarana untuk
mendoakan janin, ketika janin sampai pada tahapan yang sangat
penting dalam proses penciptaan yaitu peniupan ruh, penentuan ajal
(kematian), penentuan rizki serta amal perbuatan.
Disamping itu amalan yang dilakukan dalam upacara ngapati
tidak bertentangan dengan ajaran Islam, Karena inti dari acara
ngapati adalah berdoa, sedangkan berdoa sendiri merupakan amalan
yang baik, demikian halnya dengan bersedekah yang
diimplementasikan dengan selamatan. Oleh karena itu, tradisi
ngapati merupakan wujud dari sesuatu yang disebut oleh banyak
ahli sebagai ”Pribumisasi Islam” Wallahu A’lam
DAFTAR PUSTAKA
Munawwir, AW., Almunawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya:
Pustaka Progressif, 2000.
al-Lahji, Abdullah bin Sa’id Muhammad Abbadi, Idhah al-Qawaid
al-Fiqhiyyah, Makkah: Mathba’ al-Madani, 1388.
al-Suyuthi, Jalaluddin, al-Asybah wa al-Nadlair Fi Qawaid wa
Furu’ Fiqh asy-Syafi’iyyah, Beirut: Dar al-Kutub alIlmiyyah, 1983
Suwito NS., Slametan dalam Kosmologi Jawa: Proses Akulturasi
Islam dengan Budaya Jawa dalam Jurnal Ibda`, Purwokerto:
P3M Stain Purwokerto, 2007.
al-Bukhari, al-Ja’fi Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Abu
Abdillah, Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar Ibnu al-Katsir alYamamah, 1987.
106 RELIGIA Vol. 15 No. 1, April 2012. Hlm. 88-106
al-Nawawi, Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf, Syarhu Nawawi Ala
Shahih Muslim, Beirut: Dar Ihya` al-Turats al-Arabi, 1392 H.
--------------, Syarh al-Arba’in al-Nawawiyyah Fi al-Ahadits alShahihah al-Nabawiyyah, Surabaya: Maktabah al-Hidayah,
t.t.
Mu’awwadl, Ali Muhammad Adil Ahmad Abdul Maujud. alMadhahidz al-Fiqhiyyah dalam Ibnu Rusyd al-Qurtubi.
Bidayatu al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Beirut: Dar
al-Kutub al-Ilmiyyah, 1996.
www.kabudayanjawi.com
www.ldmi.com
www.wartawarga.gunadarma.ac.id
www.staff.undip.ac.id
Download