ethyl-hexyloxy) - 1,4-phenylene vinylene (MEH-PPV). MEH-PPV merupakan polimer konduktif yang paling sering digunakan untuk aplikasi LED. MEH-PPV memiliki sifat kelarutan yang baik dalam pelarut organik seperti Tetrahidrofuran (THF), chloroform, xylene, dan toluena.19 dilaksanakan dari Juni 2010 hingga September 2011. Gambar 11. Konfigurasi sel surya 2.6 Elektrolit Polimer Substansi yang memiliki ion bebas sehingga memiliki sifat konduktif disebut dengan elektrolit. Pada umumnya elektrolit dijumpai dalam bentuk larutan ionik, namun ada juga yang berbentuk gel. Elektrolit ini disebut juga dengan elektrolit polimer karena memiliki struktur polimer yang di dalamnya terkandung ion bebas. Jika dibandingkan dengan elektrolit dalam bentuk larutan, elektrolit polimer memiliki ketahanan struktur yang lebih kuat dan memiliki konduktifitas yang lebih stabil terhadap perubahan suhu.25 Elektrolit polimer banyak digunakan dalam fuel cell yaitu piranti yang digunakan untuk mengkonversi energi kimiawi menjadi energi listrik. 3.2 Alat dan Bahan Bahan yang digunakan pada penelitin ini adalah: bubuk TiO2 Degussa P25, bubuk MEH-PPV, aquades, asetilaseton, polyvinylalcohol (PVA), kloroform , kaca Indium Tin Oxide (ITO), chitosan, asam asetat, dan elektrolit iodida (Iodolyte). Sedangkan alat yang digunakan adalah: gelas ukur, gelas piala, pipet, scotch-tape, razor blade (silet), neraca analitik, mortar, furnace, piring pemanas, pengaduk magnetik, lampu tungsten 160 Watt (Philips), KEITHLEY Model 2400 sourcemeter, spektrofotometer UV-Vis (Ocean Optic), vacuum chamber, XRD (Shimadzu model-610), 3.3 Persiapan Gambar 9. Struktur PPV. 16 Gambar 10. Struktur MEH-PPV.17 BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pembuatan sel surya dilaksanakan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika IPB, karakterisasi absorbansi dan uji karakteristik I-V juga dilaksanakan di tempat yang sama. Untuk Karakterisasi XRD dilaksanakan di BATAN Serpong. Penelitian Persiapan dilakukan untuk tahap deposisi TiO2, deposisi PPV, dan pembuatan elektrolit. Pada pendeposisian TiO2 diperlukan substrat kaca ITO yang bersih. Kaca ITO yang telah dipotong dengan ukuran 2×1 cm2 dibersihkan dengan sabun dan direndam dengan aseton dalam ultrasonic cleaner selama 15 menit. Setelah ITO dikeringkan, sisi konduktif ITO ditutup scotch-tape dengan menyisakan permukaan seluas 1×1 cm2. TiO2 dideposisikan pada permukaan tersebut. Pada pelarutan PPV diperlukan penakaran bubuk MEH-PPV berdasarkan persamaan (11). (7) Keterangan : Cw adalah konsentrasi larutan ( %); x adalah massa polimer (gram); ρ adalah massa jenis pelarut (gram/cm3); V adalah volume pelarut (ml). Jumlah berat bubuk disesuaikan dengan jumlah kloroform yang digunakan sebagai pelarut untuk mendapatkan larutan 0,25 % dan 0,5 %. Untuk persiapan pembuatan elektrolit polimer, penakaran dilakukan untuk 1 g PVA, 15 ml asam asetat, dan 1 ml Iodolyte. 7 3.4 Metode Pembuatan Karakterisasi dan Tahapan penelitian ini adalah sebagai berikut, deposisi film TiO2, karakterisasi XRD, deposisi film PPV, karakterisasi optik, metalisasi, karakterisasi SEM, metalisasi, dan karakterisasi sel surya (I-V). Konfigurasi sel surya ditunjukkan pada Gambar 11. 3.4.1 Deposisi film TiO2 Berdasarkan teori difraksi, data yang diperoleh dari metode karakteristik XRD bergantung kepada arah kisi sehingga mempengaruhi pola difraksi. Sedangkan intensitas cahaya difraksi bergantung dari berapa banyak kisi kristal yang memiliki orientasi yang sama. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan system kristal, parameter kisi, derajat kristalinitas dan fase yang terdapat dalam suatu sampel.20 Film TiO2 dibuat dengan teknik doctor blade. Pasta dibuat dengan mencampurkan 4 mg TiO2 bubuk, 3 ml akuades, dan 1 ml asetilaseton. Campuran ini digerus dalam mortar sehingga dihasilkan pasta yang mengental lalu diteteskan triton sebagai surfactant sebanyak satu tetes. Deposisi dilakukan dengan meneteskan pasta TiO2 pada substrat ITO. Pasta diratakan dengan silet hingga seluruh permukaan konduktif ITO tertutupi pasta. Substrat yang telah dilapisi kemudian dipanaskan di atas piring pemanas bersuhu 100 oC selama 10 menit hingga lapisan mengering dan scotchtape dapat dilepas tanpa merusak tepi lapisan. Kemudian film dipanaskan di dalam furnace hingga 200 oC selama 60 menit. 3.4.2 Karakterisasi XRD Karakterisasi kristal TiO2 dilakukan dengan XRD menggunakan difraktometer sinar-X yang terdapat di Laboratorium X-Ray, Pusat Teknologi dan Badan Ilmu Nuklir (PTBIN), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Kawasan PUSPITEK Serpong, Metode karakterisasi dengan XRD didasari difraksi sinar-X yang dijelaskan dalam Hukum Bragg (persamaan 8), yakni cahaya dengan panjang gelombang λ dihamburan saat melewati kisi kristal dengan sudut datang θ dan jarak antar bidang sebesar d.20 (8) Gambar 13. Meja rotasi, sumber sinar-X, dan detektor pada XRD22 Pada alat difraktometer sinar-X, sampel ditempatkan pada meja rotasi (Gambar 13). Sinar-X ditembakkan dari sumber menuju sampel dengan sudut awal 0o. Kemudian sinar-X yang dipantulkan sampel akan diterima di detektor. Meja akan dirotasi untuk mendapatkan nilai intensitas pantulan pada tiap sudut putaran. Pada kondisi tersebut detektor akan menyesuaikan posisi sebesar dua kali lipat sudut rotasi meja. Pola yang didapatkan dari XRD digunakan untuk menentukan parameter kisi kristal dan ukuran kristal. Parameter kisi (a dan c) ditentukan dengan menggunakan Hukum Bragg (persamaan 8). Pada sistem tetragonal yang terdapat pada kristal TiO2 berlaku persamaan Hukum Bragg : (9) Keterangan: h,k, dan l adalah indeks Miller, dan Gambar 12. Sinar-X datang dihamburkan oleh atom-atom di dalam kristal ke segala arah. Sebagian besar berkas datang B dan C sebagai numerator ditentukan dengan metode Cohen yang ditunjukkan sebagai berikut : 8 sin 2 C 2 B A sin C B A 2 2 (10) sin 2 C B A 2 Keterangan: α = h2 + k2 ; γ = l2 ; δ = 10 sin2 2θ; A = D/10 Ukuran kristal didapatkan dari persamaan Scherrer yang ditunjukkan sebagai berikut : (11) 3.4.3 Deposisi PPV Deposisi PPV dimulai dari pembuatan larutan PPV dengan Chloroform sebagai pelarut. Jenis PPV yang digunakan adalah MEH-PPV. Pelarutan MEH-PPV dilakukan dengan menggunakan pengaduk magnetik kurang lebih 30 menit. Substrat ITO yang telah dideposisi TiO2 pada proses sebelumnya dilapiskan dengan scotch-tape pada sisi substrat sehingga mengelilingi lapisan film TiO2. Metode yang digunakan adalah teknik doctor blading. Namun, berbeda dengan saat deposisi TiO2, kali ini menggunakan dua lapisan scotch-tape. Ini dimaksudkan agar pisau silet tidak merusak lapisan TiO2. Selanjutnya larutan PPV dibiarkan terserap dan mengering pada suhu kamar selama 30 menit. 3.4.4 Karakterisasi optik Spektroskopi optik digunakan untuk mengetahui sifat optik bahan, di antaranya adalah absorbansi. Hal ini dinyatakan dengan Hukum Beer-Lambert dalam bentuk persamaan sebagai berikut : (12) absorbansi optik pada lapisan TiO2, MEHPPV, dan lapisan TiO2 yang sudah diberi dye MEH-PPV. Karakterisasi ini dilakukan dengan menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis ocean optic 2000. Alat ini tersambung pada komputer dan data absorbansi bisa didapatkan secara otomatis. 3.4.5 Pembuatan elektrolit polimer Elektrolit yang dibentuk berupa gel polimer. 1g PVA dilarutkan terlebih dahulu dengan asam asetat (1 %) sebanyak 15 ml dan diaduk selama 1 jam dengan suhu 80 oC. Kemudian 0,25 g chitosan ditambahkan ke dalam larutan tanpa menghentikan proses pengadukan. Iodolyte sebagai cairan elektrolit sebanyak 1ml dituangkan setelah 1 jam. Proses stirring diteruskan selama 6 jam hingga terbentuk gel elektrolit transparan. Elektrolit polimer yang sudah jadi kemudian dilapiskan di atas PPV dan dijepit dengan ITO seperti sandwich. 3.4.6 Karakterisasi sel surya (arustegangan) Karakterisasi sel surya dilakukan dengan dua cara, dengan rangkaian pada Gambar 11 dan dengan KEITHLEY Model 2400 Series Source Meter. Hasil dari karakterisasi berupa kurva I-V. Pada rangkaian uji I-V, sel dihubungkan dengan voltmeter dan potensiometer secara paralel. Kemudian sel disinari dengan cahaya matahari. Variasi arus dan tegangan diatur dengan potensiometer yang terdiri dari resistor – resistor yang dihubung seri. Pada KEITHLEY Model 2400 Series SourceMeter, hasil yang didapat berupa kurva arus-tegangan (I-V). Pengukuran respon tegangan terhadap perubahan intensitas cahaya dilakukan dengan menggunakan sensor tegangan pada perangkat lunak Data Studio. dengan, I adalah intensitas radiasi yang diteruskan, I0 adalah intensitas radiasi datang, ε adalah absorbtivitas, L adalah tebal medium penyerap, dan c adalah konsentrasi penyerap. Berdasarkan hukum tersebut, absorbansi dinyatakan sebagai berikut : (13) Karakterisasi optik yang akan dilakukan berupa karakterisasi spektrum Gambar 14. Rangkaian uji arus (I)–tegangan (V)