PROCEEDINGS ISSN- 2252-3936 Perkembangan Peran Akuntansi Dalam Bisnis Yang Profesional Bandung, 27 Maret 2012 SUSUNAN DEWAN REDAKSI Penanggung Jawab: Dr. H. Islahuzzaman, S.E., M.Si., Ak. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama Pengarah: Prof. Dr. Hj. Koesbandijah A.K., M.S., Ak. Prof. Dr. H. Karhi Nisjar Sarjudin, S.E., M.M., Ak. Prof. Dr. H. Mochammad Zain, Ak. Dr. H. Nuryaman., S.E., M.Si., Ak. Redaktur: Sendi Gusnandar Arnan, S.E., M.M., Ak. Erly Sherlita, S.E., M.Si., Ak. Rima Rachmawati, S.E., M.Si., Ak. Intan Oviantari, S.E., M.S.Ak., Ak. R. Wedi Rusnnawan Kusumah, S.E.,M.Si., Ak. Penelaah (Reviewer) 1. Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA. (Institut Teknologi Bandung) 2. Prof. Dr. Hj. Dwi Kartini Yahya, S.E., Spec.Lic. (Universitas Padjadjaran) 3. Prof. Dr. Hj. Ria Ratna Ariawati, S.E., M.S. (Universitas Padjadjaran) 4. 5. 6. Prof. Dr. Hamfri Djajadikerta, S.E., Akt., M.M. (Universitas Katolik Parahyangan) Prof. Dr. Ir. Harjanto Prabowo, M.M. (Universitas Bina Nusantara) Prof. Dr. Hiro Tugiman, Ak., QIA (Institut Manajemen Telkom) 7. Dr. H. Islahuzzaman, S.E., M.Si., Ak. (Universitas Widyatama) 8. 9. Dr. H. Nuryaman, S.E., M.Si., Ak. (Universitas Widyatama) Nugroho J. Setiadi, S.E., M.M., Ph.D. (Universitas Widyatama) 10. Dr. Sylvia Veronica Siregar (Universitas Indonesia) 11. Dr. Dwi Martani (Universitas Indonesia) Desain: 1. Arus Reka Prasetia, S.E., M.M., MBA 2. Ali Hamdani, S.ST. 3. Windra Dawiwaha PROCEEDINGS ISSN- 2252-3936 Perkembangan Peran Akuntansi Dalam Bisnis Yang Profesional Bandung, 27 Maret 2012 KATA PENGANTAR .................................................................................................................. ii SUSUNAN DEWAN REDAKSI................................................................................................. iv SUSUNAN PANITIA ...................................................................................................... DAFTAR ISI .............................................................................................................................. viii KEYNOTE SPEAKER Menteri PPN/Kepala BAPPENAS ......................................................... 1 INVITE SPEAKER Ketua BAPEPAM-LK.................................................................................. 5 INVITE SPEAKER Anggota DPN IAI ........................................................................................ 9 INVITE SPEAKER Kopertis Wilayah 4 Jabar Banten .............................................................. 16 INVITE SPEAKER Rektor Universitas Widyatama Bandung ................................................... 23 Pemakalah : 001-Good Corporate Governance dan Reaksi Investor terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Pada Emiten Manufaktur di Bursa Efek Indonesia) Nuraini A Universitas Syiah Kuala ……………………………………………………………... 29 – 37 002-Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan dengan Kualitas Laba sebagai Variabel Intervening Meirrisa, Istianingsih Universitas Tarumanagara …………………………………………………………… 38 – 49 003-Pengaruh Penerapan Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Praktik Manajemen Laba Yoane Virginike Purbany, Ivan Aries Setiawan STIE STAN Indonesia Mandiri ……………………………………………………… 50 – 59 004-Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuang dengan Economic Value Added (EVA) sebagai Indikator Pengukuran Kinerja Nyla Hidayati, Ivan Aries Setiawan STIE STAN Indonesia Mandiri ………………………………………………………. 60 – 69 005-Pengaruh Penerapan Corporate Governance terhadap Kualitas Akrual Aloysius Harry Mukti ………………………………………………………………… 70 – 77 009-The Effect of Outside Directors On Board of Directors and Classification of Audit Firms Toward Earnings Management Yoga Tantular Rachman Universitas Widyatama ………………………………………………………………. 78 – 90 Pengaruh Penerapan Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Praktik Manajemen Laba (Studi Pada Badan Usaha Milik Negara Berbentuk Persero dan Persero Terbuka Periode 2009-2010) Yoane Virginike Purbany ( [email protected] ) STIE STAN Indonesia Mandiri Bandung Ivan Aries Setiawan ( [email protected] ) STIE STAN Indonesia Mandiri Bandung ABSTRACT Separation of authority between company owners (shareholders) and managers of the company (the management) gave rise to differences of interests so that the management often manipulate the company's financial statements by practicing earnings management. To minimize the earnings management practices, good corporate governance mechanisms need to be implemented within the company. The purpose of this study was to examine the effect of good corporate governance mechanism implementation which measured by institutional ownership, independent commissioners, board of commisioners size, board of directors size, CEO duality and audit committee on the earnings management practices which measured using the modified Jones discretionary accrual model. Using purposive sampling techinque, sample is consisted of 50 state-owned enterpises with the observation periods for two years. By using a multiple linear regression analysis, the results of this study indicate that the variables of good corporate governance linearly could reduce the earnings management practices. Partially, the variables that could reduce the earnings management practices is institutional ownership, independent commissioners, board of commisioners size and board of directors size. While CEO duality and audit committee has no effect on the earnings management practices. Keywords: good corporate governance, institutional ownership, independent commissioners, board of commisioners size, board of directors size, CEO duality, audit committee, earnings management I. Pendahuluan Menurut Undang-undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, salah satu definisi Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN terdiri dari empat jenis yaitu, BUMN, Persero, Persero Terbuka dan Perusahaan Umum. BUMN yang berbentuk perusahaan Persero dan Persero Terbuka adalah persero yang jumlah dan modal pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, tetapi kepemilikan saham terbesar berada di tangan pemerintah (untuk persero di atas 51%). Saat ini terdapat 54 BUMN berbentuk persero dan 14 BUMN berbentuk Persero Terbuka. Pasar modal sendiri merupakan tempat para investor dan peminjam melakukan transaksi keuangan (Zebua, 2008:10). Para investor membuat keputusan untuk menanamkan modalnya setelah terlebih dahulu melihat laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan. Namun, transaksi yang fair sulit tercapai karena adanya konflik kepentingan dan tidak transparannya laporan keuangan serta kasus keterlambatan laporan keuangan yang sering terjadi. Setiap perusahaan yang tercatat dalam pasar modal, baik BUMN maupun non-BUMN, tidak akan terlepas dari adanya struktur organisasi. Dalam struktur organisasi perusahaan-perusahaan tersebut terlihat adanya kesamaan, yaitu adanya pemisahan kekuasaan atau wewenang antara pemilik perusahaan (pemegang saham) dengan pengelola perusahaan (pihak manajemen). Hal ini sejalan dengan teori keagenan (agency theory). Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agency muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan pada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). Sebagai pihak yang diberi wewenang oleh pemilik perusahaan (pemegang saham) untuk mengelola keuangan perusahaan, manajer memiliki kewajiban untuk memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Permasalahan timbul ketika kedua belah pihak memiliki persepsi dan sikap yang berbeda sehubungan dengan informasi tersebut. Terkadang informasi yang disampaikan oleh manajer dan diterima oleh pemilik tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Kondisi ini dikenal dengan istilah asimetri informasi (information asymmetric) (Haris, 2004 dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Dalam setiap periode, manajer memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi perusahaan dalam bentuk laporan keuangan. Menurut IAI, tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hal-hal yang telah dilakukan oleh pihak manajemen atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan oleh pemilik perusahaan kepada pihak manajemen. Oleh karena itu, laporan keuangan yang berkualitas yang terbebas dari rekayasa dan mengungkapkan informasi sesuai dengan keadaan dan fakta yang sebenarnya menjadi kepentingan banyak pihak (Praditia, 2010). Namun, karena disebabkan adanya pemisahan kekuasaan yang terdapat dalam teori keagenan (agency theory) dan menyebabkan terjadinya asimetri informasi, keleluasaan manajemen untuk memaksimalkan laba akan 1 mengarah pada proses memaksimalkan kepentingan manajemen sendiri dengan biaya yang harus ditanggung pemilik perusahaan (Sutedi, 2011:3). Dengan adanya pemisahan kekuasaan, laporan keuangan sering disalahgunakan oleh manajemen dengan melakukan perubahan dalam penggunaan metode akuntansi yang digunakan, sehingga dapat mempengaruhi jumlah laba yang ditampilkan dalam laporan keuangan. Hal ini sering dikenal dengan istilah Manajemen Laba (Earnings Management). Manajemen laba dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan bila digunakan dalam pengambilan keputusan karena manajemen laba merupakan suatu bentuk manipulasi atas laporan keuangan yang menjadi sasaran komunikasi antara manajer dengan pihak eksternal perusahaan (Ma’ruf, 2006). Perusahaan yang melakukan manajemen laba akan mengungkapkan lebih sedikit informasi agar tindakannya tidak mudah terdeteksi. Hal ini akan dilakukan oleh pihak manajemen ketika mereka tidak dapat mencapai target laba yang ditentukan (Halim, et al., 2005). Untuk meminimumkan terjadinya manajemen laba, maka perusahaan perlu menerapkan mekanisme Good Corporate Governance dalam sistem pengendalian dan pengelolaan perusahaan. Corporate Governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen dalam suatu perusahaan, para pemegang saham, dan stakeholder lainnya. Ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good Corporate Governance ini, yaitu fairness, transparancy, accountability dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan (Chtourou, et al., 2001). Melalui penerapan Good Corporate Governance tersebut diharapkan: 1. Perusahaan mampu meningkatkan kinerjanya melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, serta mampu meningkatkan pelayanannya kepada stakeholder (Transparation). 2. Perusahaan lebih mudah memperoleh dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat meningkatkan corporate value (Accountability). 3. Mampu meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya (Fairness). 4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen (Responsibility). Saat ini telah banyak penelitian mengenai efektivitas Good Corporate Governance dan pengaruhnya terhadap manajemen laba. Akan tetapi, dari sekian banyak penelitian yang dilakukan timbul kontradiksi antara penelitian yang satu dengan yang lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Nasution dan Setiawan (2007) mengungkapkan bahwa secara individual, komposisi dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Hal ini menandakan bahwa mekanisme corporate governance yang diajukan melalui keberadaan pihak independen dalam dewan komisaris mampu mengurangi tindak manajemen laba yang terjadi pada industri perbankan di Indonesia. Hal yang sama juga diungkapkan oleh peneliti lain. Herawaty (2008) mengungkapkan bahwa earnings management dapat diminimumkan dengan mekanisme monitoring oleh komisaris independen beserta komite audit. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Praditia (2010) memperoleh hasil yang berbeda. Praditia mengungkapkan bahwa variabelvariabel corporate governance, yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan kualitas auditor tidak berpengaruh terhadap praktik manajemen laba. Penelitian-penelitian di atas merupakan penelitian terhadap perusahaan yang listing di Bursa Efek yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh pihak swasta atau perorangan dan hanya beberapa perusahaan yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh pemerintah. Dengan kata lain, penelitian diatas dilakukan pada perusahaan swasta dan bukan pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada Badan Usaha Milik Negara. II. Review Literatur dan Pengembangan Hipotesis Menurut Cadbury, good corporate governance adalah suatu mekanisme dalam mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar tercapai keseimbangan antara kekuatan dan kewenangan perusahaan. Cara yang dapat digunakan untuk memahami konsep corporate governance adalah memahami teori keagenan (Agency Theory) (Jensen dan Meckling, 1976). Teori Keagenan menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga profesional (agents) yang lebih mengerti dalam menjalankan kegiatan bisnis perusahaan sehari-hari. Adanya pemisahan kekuasaan menyebabkan timbulnya konflik kepentingan diantar kedua belah pihak yang akhirnya dilakukanlah tindakan manajemen laba oleh pihak manajemen perusahaan. Manajemen Laba yaitu tujuan intervensi dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan maksud memperoleh beberapa keuntungan pribadi (Schipper, 1989). Dengan dilakukannya praktik manajemen laba akan mengakibatkan laporan keuangan tidak menunjukkan keadaan atau kondisi yang sebenarnya dari perusahaan. Timbulnya praktik manajemen laba dalam perusahaan dapat diminimalisasi dengan penerapan mekanisme good corporate governance. Beberapa mekanisme good corporate governance diantaranya adalah kepemilikan institusional, komisaris independen, ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi, CEO duality dan komite audit. Balsam, et.al. (2002) menyatakan bahwa kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perseroan terbatas, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lainnya). Adanya kepemilikan institusional dapat memantau secara profesional perkembangan investasi karena tingkat pengendalian terhadap manajemen sangat tinggi sehingga potensi kecurangan dapat ditekan (Herawaty, 2008). Penelitian mengenai hubungan antara kepemilikan institusional dan manajemen laba dilakukan oleh Midiastuty dan Machfoedz (2003) pada perusahaan yang bukan termasuk dalam kelompok perusahaan perbankan dan asuransi yang terdaftar di BEJ sebelum tahun 1994 dan memperoleh hasil bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap praktik manajemen laba. Penelitian tersebut mendukung penelitian yang dilakukan oleh Jensen dan Meckling (1976), yang mengungkapkan bahwa semakin besar kepemilikan oleh pihak investor institusional, maka praktik manajemen laba dapat diminimalisasikan. Komisaris independen merupakan salah satu mekanisme corporate governance yang banyak diteliti. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Fama (1980). Menurut Fama (1980), komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. 2 Penelitian yang dilakukan oleh Klein (2002) mengenai corporate governance pada seluruh perusahaan di Amerika Serikat yang terdaftar pada indeks S&P 500 pada 31 Maret 1992 dan 1993, memperoleh hasil bahwa perusahaan yang memiliki proporsi dewan komisaris yang berasal dari pihak luar perusahaan (independen) dapat mempengaruhi tindakan manajemen laba. Penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Herawaty (2008) pada perusahaan non-keuangan yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta periode 2004-2006 dengan menggunakan kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan kualitas audit sebagai indikator mekanisme good corporate governance. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komisaris independen dan kualitas audit dapat meminimumkan praktik manajemen laba dalam perusahaan. Zhou, et.al. (2004) menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris merupakan keseluruhan jumlah anggota dewan komisaris, baik dari pihak independen maupun non-independen. Nasution dan Setiawan (2007) melakukan penelitian mengenai pengaruh penerapan good corporate governance terhadap praktik manajemen laba dengan menggunakan sampel perusahaan perbankan yang terdaftar dalam Bursa Efek Jakarta selama periode 2000-2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara individual, komposisi dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba perusahaan perbankan. Penelitian yang dilakukan oleh Nasution dan Setiawan (2007) mendukung penelitian yang dilakukan oleh Yermack (1996). Penelitian ini menyimpulkan bahwa dewan komisaris yang berukuran kecil akan lebih efektif dalam melakukan tindakan pengawasan dibandingkan dengan jumlah dewan komisaris yang lebih besar. Dewan direksi didefinisikan sebagai dewan yang dipilih oleh pemegang saham, bertugas mengawasi pekerjaan yang dilakukan oleh manajemen dalam mengelola perusahaan, dengan tujuan kepentingan para pemegang saham (Jensen, 1993). Penelitian mengenai hubungan ukuran dewan direksi dengan manajemen laba diantaranya dilakukan oleh Iqbal dan Fachriyah (2007). Penelitian ini dilakukan pada perusahaan sektor industrti, manufaktur yang telah go public dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2000-2006 dan diperoleh hasil bahwa ukuran dan jumlah dewan direksi berpengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba. Penelitian yang dilakukan oleh Iqbal dan Fachriyah (2007) mendukung penelitian lain yang dilakukan oleh Midiastuty dan Machfoedz (2003). Penelitian ini membuktikan bahwa ukuran atau jumlah dewan direksi adalah salah satu mekanisme good corporate governance yang dapat mengurangi konflik kepentingan yang timbul dari hubungan keagenan antara manajemen dan pemegang saham. Menurut Cornett, et.al. (2008), CEO duality adalah terdapatnya seseorang yang menduduki jabatan sebagai CEO sekaligus sebagai chairman of board. Penelitian yang dilakukan oleh Cornett, et.al. (2008) mengenai pengaruh corporate governance terhadap praktik earnings management pada indeks S&P 100 perusahaan dalam periode 1994 sampai dengan 2003, memperoleh hasil bahwa keberadaan CEO yang terpisah akan mendorong monitoring yang lebih efektif. Penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Murhadi (2009) yang melakukan penelitian pada perusahaan yang terdaftar di PT Bursa Efek Indonesia dan menggunakan sampel perusahaan yang tergabung dalam sektor manufaktur selama periode 2005-2007. Penelitian menggunakan komisaris independen, komite audit, CEO duality, top share dan koalisi pemegang saham sebagai indikator mekanisme good corporate governance. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dari lima indikator diatas hanya CEO duality dan top share yang berpengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba. Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (2006), mendefinisikan komite audit sebagai suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota dewan komisaris dan dapat meminta kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman dan kualitas lain yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan komite audit. Penelitian yang dilakukan oleh Nasution dan Setiawan (2007) mengenai corporate governance pada perusahaan perbankan mengungkapkan bahwa keberadaan komite audit dalam perusahaan perbankan mampu mengurangi manajemen laba dalam perusahaan. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Veronica dan Bachtiar (2004) yang melakukan penelitian terhadap perusahaan manufaktur pada tahun 2001-2002. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan komite audit secara efektif menghalangi peningkatan manajemen laba di perusahaan tersebut. Dari pembahasan-pembahsan diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1: Kepemilikan Institusional berpengaruh negatif terhadap Manajemen Laba. H2: Komisaris Independen berpengaruh negatif terhadap Manajemen Laba H3: Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap Manajemen Laba. H4: Ukuran Dewan Direksi berpengaruh positif terhadap Manajemen Laba. H5: CEO duality berpengaruh positif terhadap Manajemen Laba. H6: Komite Audit berpengaruh negatif terhadap Manajemen Laba. III. Metode Penelitian Sampel adalah Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero dan Persero Terbuka yang mempublikasikan laporan keuangan untuk tahun 2008, 2009 dan 2010 dan laporan tahunan tahun 2009 dan 2010 secara lengkap. Variabel-variabel dalam penelitian ini diukur dengan cara sebagai berikut: 1. Kepemilikan institusional diukur dengan cara mengetahui seberapa besar presentase kepemilikan institusional dalam struktur saham perusahaan (Balsam, et.al., 2002). 2. Komisaris independen diukur dengan menghitung persentase komisaris independen dibanding total dewan komisaris yang ada (Chtourou, et.al., 2001). 3. Ukuran dewan komisaris diukur dengan cara menghitung jumlah keseluruhan dewan komisaris (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). 4. Ukuran dewan direksi diukur dengan menggunakan variabel dummy dengan menggunakan kriteria yang mengacu pada penelitian Jensen (1993). Perusahaan dengan jumlah dewan direksi 1-7 orang diberi skala 1 (diduga optimal dalam mengontrol manajemen) sedangkan perusahaan dengan jumlah dewan direksi > 7 orang diberi skala 0 (diduga tidak optimal dalam mengontrol manajemen) 5. CEO duality diukur dengan menggunakan variabel dummy, dimana nilai 1 apabila terdapat CEO duality dan nilai 0 apabila tidak terdapat CEO duality (Cornett, et.al., 2008). 6. Komite audit diukur dengan menghitung jumlah keseluruhan komite audit (Sriwedari, 2009). 3 7. Pengukuran manajemen laba dilakukan dengan menggunakan Model Jones (1991) yang dimodifikasi oleh Dechow, et.al. (1995). Dengan menggunakan model jones, manajemen laba diproksikan dengan discretionary accrual. Langkah-langkah dalam perhitungan discretionary accrual adalah sebagai berikut: ............................................................................................................................. ....... (1) TACC it NI it CFO it Nilai total akrual diestimasi dengan persamaan regresi OLS TACC it Ait 1 REV it REC it PPE it OCF ............(2) 1 1 2 3 A A Ait 1 Ait 1 it 1 it 1 Non-discretionary Accrual dihitung dengan menggunakan koefisien regresi total akrual diatas. REV it REC it PPE it OCF NDAit 1 1 2 3 A A A Ait 1 it 1 it 1 it 1 ............................ (3) sehingga discretionary accrual dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: DAit TACCit TAit 1 NDAit ............................................................................................................................. ........ (4) Keterangan: TACCit : Total Accrual perusahaan i pada tahun t. Ait-1 : Total aktiva perusahaan i pada tahun t-1. DAit : Discretionary accrual perusahaan i pada tahun t. NDAit : Non-discretionary accrual perusahaan i pada tahun t. ∆REVit : Pendapatan perusahaan i pada tahun t dikurangi pendapatan tahun t-1. ∆RECit : Piutang perusahaan i pada tahun t dikurangi piutang tahun t-1. PPEit : Aktiva tetap perusahaan i pada tahun t. CFOit : Kas dari aktivitas operasi (cash flow operation) perusahaan i pada tahun t. Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis statistik deskriptif untuk mengetahui nilai mean, maksimim, minimum dan standar deviasi. Selain itu dilakukan uji asumsi klasik yaitu Multikolonieritas, Autokorelasi, Normalitas, Heterokedastisitas dan Linearitas. Seluruh penghitungan dilakukan dengan menggunakan alat bantu software SPSS V.17.0. Alat analisis regresi berganda digunakan untuk pengujian hipotesis. Model persamaan regresi adalah sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + e Keterangan: Y a b1, b2, b3, b4, b5, b6 X1, X2, X3, X4, X5, X6 = Manajemen laba. = Konstanta. = Koefisien regresi. = Kepemilikan institusional, Komisaris independen, Ukuran dewan komisaris, Ukuran dewan direksi, CEO duality, Komite audit. IV. Hasil Penelitian Pengumpulan Data Jumlah BUMN yang berbentuk persero dan persero terbuka sebanyak 68 perusahaan. Dari jumlah tersebut sebanyak 39 perusahaan mempublikasikan laporan keuangan tahun 2008-2010 secara lengkap. Sedangkan perusahaan yang mempublikasikan laporan tahunan tahun 2009-2010 secara lengkap hanya 25 perusahaan dari 39 perusahaan tersebut. Sehingga jumlah sampel yang memenuhi kriteria adalah sebanyak 25 perusahaan. Statistik Deskriptif Tabel 1. Statistik Deskriptif Mean S.D 1 2 3 4 5 6 7 1. ML 0.0685 0.0821 1 .283* -0.71 .160 .287* -.214 .032 2. Ke.Ins 0.1766 0.1703 .283* 1 .611+ .130 -.031 -.047 .111 + 3. KI 0.3164 0.1953 -.071 .611 1 .241 -.235 .125 .017 4. UDK 5.0200 1.0200 .160 .130 .241 1 -.609+ .358* .398+ 5. UDD 0.8200 0.3881 .287* -.031 -.235 -.609+ 1 -.308* -.396+ * * 6. CoD 0.1200 0.32831. -.214 -.047 .125 .358 -.308 1 .012 7. KA 4.1200 4518 .032 .111 .017 .398+ -.396+ .012 1 * korelasi signifikan pada level 0.05 (2 arah) + korelasi signifikan pada level 0.01 (2 arah) 4 Uji Asumsi Klasik Tabel 2. Uji Multikolonieritas Dilihat dari tabel uji multikolonieritas, nilai VIF variabel-variabel GCG lebih kecil dari 10 sehingga tidak terjadi masalah multikolonieritas. Tabel 3. Uji Autokorelasi Sedangkan dari tabel durbin-watson diperoleh nilai DW lebih besar dari batas atas (du) dan kurang dari 4 – du sehingga tidak terjadi masalah autokorelasi. Gambar 1. Grafik Scatterplot Tabel 4. Uji Glejser Sedangkan dilihat dari grafik Scatterplot yang memiliki pola menyebar dan uji Glejser diperoleh hasil bahwa tidak ada masalah dalam heteroskedastisitas. Uji normalitas dilihat dari Normal P-Plot yang memiliki pola mengikuti garis normal dan uji Kolmogorov-Smirnov yang memiliki nilai signifikansi sebesar 0,373 (lebih besar dari 0,05) dapat disimpulkan bahwa residual terdistribusi secara normal . 5 Gambar 2. Normal P-Plot Tabel 4. Uji Kolmogorov-Smirnov Sedangkan hasil dari Uji Durbin-Watson model utama dalam tabel 3 di atas terlihat bahwa D-W model utama berada diatas nilai dl sehingga disimpulkan tidak terdapat masalah linearitas atau model persamaan utama adalah benar. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan Tabel 5. Uji Simultan (Uji-F) Dilihat dari tabel 5 di atas diperoleh hasil bahwa secara simultan (bersama-sama) variabel Kepemilikan institusional, komisaris independen, ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi, CEO duality dan komite audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba dengan tingkat signifikansi sebssar 0.000. Tabel 6. Uji Individual (Uji-t) 6 Dari tabel 6 di atas, Uji individual (uji t) dalam penelitian ini memperoleh hasil yang menyatakan bahwa hipotesis mengenai pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba dapat dikonfirmasikan dengan tingkat signifikansi 1% akan tetapi hubungan yang diperoleh setelah melalui pengujian hipotesis adalah kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang menunjukkan bahwa adanya kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap timbulnya praktik manajemen laba. Namun sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Boediono (2005) yang melakukan penelitian mengenai pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap manajemen laba dengan menggunakan analisis jalur serta penelitian yang dilakukan oleh Porter (2002) terhadap perusahaan yang listing di NYSE pada tahun 1979-1985. Kedua hasil penelitian di atas juga menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Penjelasan yang mungkin mengenai hal ini adalah bahwa investor institusional merupakan pemilik yang lebih memfokuskan pada laba jangka pendek (current earnings). Sehingga manajer terpaksa untuk melakukan tindakan yang dapat meningkatkan laba jangka pendek dan salah satu caranya adalah dengan melakukan manipulasi laba atau manajemen laba. Hasil lain yang diperoleh yaitu komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fama dan Jensen (1983), Chtourou, et. al. (2001), Klein (2002) dan Herawaty (2008) yang menyatakan bahwa proporsi komisaris independen dapat mengurangi aktivitas manajemen laba atau dengan kata lain komisaris independen berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin banyaknya pihak independen yang terlibat dalam struktur komisaris perusahaan, tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen dapat diminimalisasi karena dengan semakin banyaknya pihak independen maka proses pengawasan yang dilakukan semakin berkualitas. Hasil mengenai pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap manajemen laba yaitu positif signifikan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jensen (1993), Yermack (1996), Klein (2002) serta Nasution dan Setiawan (2007) yang menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris yang lebih kecil akan lebih efektif dalam melakukan tindakan pengawasan atau dengan kata lain ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Sama halnya dengan hasil penelitian mengenai ukuran dewan direksi terhadap manajemen laba yaitu positif signifikan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Midiastuty dan Machfoedz (2003) serta Iqbal dan Fachriyah (2007) mengenai pengaruh ukuran dewan direksi terhadap manajemen laba. Hasil penelitian menyatakan bahwa ukuran dewan direksi berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini mungkin disebabkan karena semakin kecil ukuran dewan direksi maka pengawasan yang dilakukan menjadi lebih efektif karena koordinasi yang dilakukan antar dewan tidak mengalami banyak kesulitan. Namun, dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa CEO duality dan komite audit tidak berpengaruh terhadap praktik manajemen laba. Hasil ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Murhadi (2009) yang menyatakan bahwa CEO duality berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Namun, sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mashayekshi dan Noravesh dalam Panggabean (2011) yang menemukan bahwa dari 6 (enam) variabel independen yang diteliti yaitu, ukuran dewan, dewan komisaris independen, kepemimpinan dewan (CEO-Chair duality), kepemilikan dewan, jumlah rapat dan komite audit independen, hanya variabel komisaris independen yang berpengaruh secara negatif signifikan terhadap manajemen laba. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel yang lain tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, termasuk kepemimpinan dewan (CEO-Chair duality). Penjelasan yang mungkin mengenai hal ini adalah karena keberadaan CEO duality yang jarang terjadi di Indonesia terutama dalam Badan Usaha Milik Negara menurut data yang diperoleh. CEO duality juga dapat diartikan adanya hubungan kekerabatan dalam struktur perusahaan akan tetapi dalam data yang diperoleh juga tidak ditemukan adanya sistem kekerabatan. Sehingga CEO duality tidak berpengaruh terhadap timbulnya praktik manajemen laba. Kemungkinan karakterisitik dewan yang lain yang memiliki pengaruh terhadap manajemen laba. Bukan karakteristik dewan dari segi ada atau tidak CEO duality. Komite audit dalam penelitian ini juga ditemukan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Klein (2002) yang menemukan bahwa keberadaan komite audit akan mengurangi terjadinya praktik manajemen laba. Namun, sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Murhadi (2009), Sefiana (2009) dan Rahmawan (2011) yang menemukan bahwa keberadaan komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Penjelasan yang mungkin mengenai hal ini adalah bahwa komite audit merupakan pihak yang ditunjuk oleh pihak manajemen sendiri sehingga apabila tidak sejalan dengan keputusan manajemen maka perusahaan dapat melakukan penggantian. Selain itu kemungkinan lain yang terjadi yaitu kurangnya integritas dari komite audit itu sendiri. Tabel 7. Koefisien Determinasi Dari tabel 7 diatas diperoleh nilai R2 adalah sebesar sebesar 0,418 atau 41,8%. Hal ini berarti bahwa hanya 41,8% variasi manajemen laba yang dapat dijelaskan oleh variasi dari ke enam variabel independen, yaitu kepemilikan institusioanl, komisaris independen, ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi, CEO duality dan komite audit. Sedangkan sebagian besar variasinya yaitu sebesar 58,2% dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model. Dari hasil pengujian-pengujian diatas, maka diperoleh persamaan matematis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: ML = -0,228 + 0,199 Ke.Ins – 0,134 KI + 0,046 UDK + 0,105 UDD – 0,052 CoD – 0,002 KA SE = (0,084) (0,074) (0,066) (0,013) (0,033) (0,032) (0,008) t = (-2,726) (2,075) (-2,036) (3,658) (3,185) (-1,621) (-0,283) R2 = 0,418 7 IV. Kesimpulan dan Keterbatasan Penelitian ini mengkaji pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap manajemen laba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris dan ukuran dewan direksi berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba, komisaris independen berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Adapun CEO duality dan komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Setelah melakukan analisis data dan pengujian-pengujian serta interpretasi dari hasil penelitian, terdapat beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini, sehingga peneliti memberikan beberapa saran yang mungkin dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. Keterbatasan dan saran tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Nilai koefisien determinasi adalah 41,8%. Hal ini bermakna bahwa masih terdapat faktor lain yang dapat menjelaskan variasi pada manajemen laba. Dengan demikian penelitian selanjutnya perlu mengkaji variabel lain seperti kepemilikan manajerial. 2. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya sebesar 50 (lima puluh) sampel, yaitu data 25 (dua puluh lima) BUMN dalam waktu 2 (dua) tahun, yaitu 2009 dan 2010. Mungkin hasil yang diperoleh akan lebih baik apabila sampel yang digunakan lebih banyak dan periode penelitian lebih diperpanjang. 3. Variabel-variabel yang diketahui tidak signifikan, yaitu komite audit dan CEO duality, hanya dilakukan dalam satu pengukuran yaitu jumlah dari komite audit dan ada atau tidak CEO duality. Sehingga untuk penelitian selanjutnya mungkin akan lebih baik jika menggunakan cara pengukuran lainnya. Seperti misalkan komite audit diukur berdasarkan tingkat pertemuan komite tersebut. DAFTAR PUSTAKA Balsam, Steven et.al. 2000. Accruals Management, Investor Sophistication and Equity Valuation: Evidence From 10-Q Fillings. Temple University. Philadelphia. Boediono, Gideon S. B. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba Dengan Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Chtourou, Sonda M., et.al. 2001. Corporate Governance and Earnings Management. Social Science Research Network. Cornett, Marcia M., et.al. 2007. Corporate Governance and Pay-For-Performance: The Impact of Earnings Management. Southern Illinois University. Carbondale. Daftar BUMN di Indonesia. 2011. Website: http://www.bumn.go.id. Dechow, Patricia M., et.al. 2011. Detecting Earnings Management: A New Approach. University of California. Berkeley. Fama, Eugene F. 1980. Agency Problems and the Theory of the Firm. The Journal of Politican Economy, Vol. 88 No. 2, pp. 288-307. _______________ and Michael C. Jensen. 1983. Separation of Ownership and Control. Journal of Law and Economics, Vol. 26 No. 2, pp. 301-325. Herawaty, Vinola. 2008. Peran Praktek Corporate Governance sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10 No. 2, pp. 97-108 Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Iqbal, Syaiful dan Nurul Fachriyah. 2007. Corporate Governance Sebagai Alat Pereda Praktik Manajemen Laba (Earnings Management). Jensen, Michael C. and William H. Meckling. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, Vol. 3 No. 4, pp. 305-360. _______________. 1993. The Modern Industrial Revolution, Exit, and The Failure of Internal Control Systems. The Journal of Finance. Jones, Jennifer J. 1991. Earnings Management During Import Relief Investigations. Journal of Accounting Research, Vol. 29 No. 2, pp. 193-228. Klein, April. 2006. Audit Committee, Board of Director Characteristic and Earnings Management. Law and Economic Research Paper Series Working Paper No. 06-42. Ma’ruf, Muhammad. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba Pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Jakarta. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Midiastuty, Pratana Puspa dan Mas’ud Machfoedz. 2003. Analisis Hubungan Mekanisme Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba. Simposium Nasional Akuntansi VI. 8 Murhadi, Werner. R. 2009. Studi Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Praktik Earnings Management pada Perusahaan Terdaftar di PT Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.11 No. 1, pp.1-10. Nasution, Marihot dan Doddy Setiawan. 2007. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Di Industri Perbankan Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi X. Panggaben, Ryan Raymond. 2011. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Praktik Manajemen Laba Pada Perusahaan Go Public Di Indonesia. Universitas Diponegoro. Semarang. Praditia, Okta Rezika. 2010. Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba dan Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Tahun 2005-2008. Universitas Diponegoro. Semarang. Potter, Gordon. 1992. Accounting Earnings Announcement, Institutional Investment Concentration, and Common Stock Return. Journal of Accounting Research, Vol. 30 No. 1, pp. 146-155. Rachmawati, Andri dan Drs. Hanung Triatmoko, M.Si., AK. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi X. Scott, William R. 1997. Financial Accounting Theory. University of Waterloo. New Jersey: Prentice Hall International Shleifer, Andrei and Robert W. Fishny. 1996. A Survey of Corporate Governance. National Bureau of Economic Reserach Working Paper 5554. Sriwedari, Tuti. 2009. Mekanisme Good Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Universitas Sumatera Utara. Medan. Sutedi, Adrian. 2011. Good Corporate Governance. Jakarta: Sinar Grafika. Ujiyantho, M. Arief dan Bambang A. Pramuka. 2007. Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan (Studi pada Perusahaan Go Public Sektor Manufaktur). Simposium Nasional Akuntansi X. Veronica, Sylvia dan Siddharta Utama. 2005. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management). Simposium Nasional Akuntansi VIII. Yermack, D. 1996. Higher Market Valuation of Companies with Small Board of Directors. Journal of Financial Economics 40, 185211. Zebua, F. 2008. Akuntansi Internasional. Jakarta: Mitra Wacana Media. Zhou, Jian and Ken Y. Chen. 2004. Audit Committee, Board Characteristics and Earnings Management by Commercial Banks. School of Management. PENULIS : 1. YOANNE VIRGINIKE PURBANI Mahasiswi Program Studi Akuntansi S1 STIE STAN Indonesia Mandiri Bandung email : [email protected] phone : 081931335865 2. IVAN ARIES SETIAWAN Dosen Tetap Program Studi Manajemen S1 STIE STAN Indonesia Mandiri Bandung email : [email protected] phone : 081320984400 9