View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Penyakit karies, atau gigi berlubang merupakan penyakit infeksi yang umum
di dunia dan ditemukan pada 95% jumlah penduduk dunia. Karies merupakan
penyakit kronis yang umum pada anak-anak sedunia, sedangkan penyakit jaringan
penyangga gigi terdapat pada 75-90% dari populasi di dunia.
Tindakan ekstraksi (pencabutan gigi) adalah tahap akhir jika gigi tersebut
sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Pembuangan jaringan gigi pada saat preparasi
dilakukan seminimal mungkin. Restorasi atau bahan tumpatan yang diberikan setelah
gigi selesai dipreparasi harus menjamin pencegahan atau eliminasi penyakit.
Sejak era tahun 1890-an, konsep preparasi kavitas (pengambilan bagian gigi
yang berlubang dengan bur gigi) yang dikembangkan oleh GV. Black mulai
digunakan luas di dunia kedokteran gigi. Konsepnya yang terkenal dengan prinsip
“extention for prevention” yakni membuat kavitas yang besar untuk bahan tumpat
amalgam, sangat sesuai dengan pemahaman untuk mencegah terjadinya karies
sekunder. Namun fakta yang muncul pasca perawatan, struktur dan jaringan gigi
yang tersisa menjadi rapuh dan tidak kuat menahan beban akibat proses pengunyahan
dan ikatan bahan tumpatan gigi dengan struktur gigi. Hal ini berdampak pada resiko
fraktur gigi menjadi lebih besar. Oleh karena itu sudah saatnya kita berpikir untuk
melakukan pendekatan yang berbeda dalam mengatasi hal ini.
1
Intervensi minimal merupakan filosofi dari penanganan karies secara
profesional. Intervensi minimal
memberikan perhatian utama pada gejala awal,
deteksi dini dan perawatan dini pada tingkat mikro (tahap yang paling kecil), diikuti
dengan invasi yang paling minimal dan “patient friendly” sebagai pilihan untuk
memperbaiki kerusakan ireversibel yang disebabkan oleh penyakit. Intervensi
minimal bertujuan memberdayakan pasien untuk berperan aktif dan bertanggung
jawab terhadap penyakitnya sendiri, sehingga hanya memerlukan intervensi minimal
dari dokter gigi.
Intervensi minimal pada akhirnya mempunyai keuntungan diantaranya biaya
lebih murah dan trauma yang kecil pada pasien. Alasan perawatan didasarkan pada
penyebab awal penyakit-penyakit mulut itu sendiri. Konsep ini merupakan
pendekatan biologik, bukan mekanis.
Perawatan gigi dan mulut secara maksimal, khususnya pada masa balita dan
anak-anak, akan menentukan kesehatan gigi dan mulut mereka pada usia selanjutnya.
Hal ini tidak lepas dari peranan orang tua yang memiliki pengetahuan dan kesadaran
akan pentingnya kesehatan gigi dan mulut. Penyakit gigi dan mulut akan sering
dialami oleh balita dan anak-anak bila perawatannya tidak dilakukan dengan baik.
2
I.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah
1. Karies merupakan penyakit kronis yang umum pada anak-anak.
2. Prinsip “extention for prevention” dalam perawatan konservasif berdampak
pada resiko terjadinya fraktur pada gigi.
3. Penyakit gigi dan mulut akan sering terjadi pada anak-anak bila perawatannya
tidak dilakukan dengan baik. Selain berdampak pada ketidaknyamanan,
penyakit gigi dan mulut membutuh biaya yang relatif mahal.
4. Minimnya pengetahuan dan kesadaran para orang tua akan tindakan
pencegahan karies pada anak.
5. Menelusuri konsep perawatan karies yang lebih baik khususnya dalam
perawatan gigi anak.
I.3. Maksud dan Tujuan
Adapun Maksud dan tujuan penulisan skripsi ini adalah
1. Memahami konsep Intervensi Minimal dalam Kedokteran Gigi Anak sebagai
konsep modern dalam manajemen karies pada anak.
2. Sebagai salah satu syarat mencapai gelar kesarjanaan (S1) Program Studi
Pendidikan Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas
Hasanuddin.
3. Sebagai bahan acuan bagi para klinisi kedokteran gigi dalam mengupayakan
pencegahan dan perawatan karies pada anak secara profesional.
3
I.4. Metodologi Penulisan
Penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara studi literatur, baik melalui bukubuku referensi maupun bahan-bahan berbentuk jurnal yang diperoleh dari
perpustakaan dan internet.
I.5. Sistematik Penulisan
Adapun sistematika dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab 1. Pendahuluan.
Bab 2. Karies Gigi Anak.
Bab 3. Intervensi Minimal dalam Manajemen Karies pada Anak.
Bab 4. Penutup.
I.6. Manfaat Penulisan
Penulisan berharap semoga skripsi ini dapat menjadi bahan acuan bagi para
praktisi kedokteran gigi dalam menerapkan konsep perawatan karies secara modern
yang hanya memerlukan intervensi minimal dari dokter gigi, terutama dalam
perawatan gigi anak.
4
BAB II
KARIES PADA ANAK
Karies gigi adalah penyakit jaringan keras gigi yang bersifat kronis progresif yang
dimulai dengan larutnya mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan
antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mokrobial
dari substrat (medium bagi bakteri). Dekalsifikasi disebabkan oleh asam yang
dihasilkan dari reaksi antara bakteri asidogenik dengan gula (karbohidrat). Bakteri
asidogenik misalnya laktobasilus, asidurik streptokoki, streptokokus mutans.1
Proses terjadinya karies dipengaruhi oleh 4 faktor penyebab utama yang
terjadi dalam waktu bersamaan, faktor tersebut adalah
1. Kuman, terdapat pada gigi. Secara normal kuman ada dan diperlukan di
rongga mulut, tetapi apabila terdapat sisa makanan yang melekat terus di gigi
dapat menjadi penyebab terjadinya lubang gigi.
2. Sisa makanan, terutama golongan karbohidrat seperti gula, roti, atau makanan
sejenis lemak lainnya yang lengket pada gigi. Sisa makanan yang melekat
terus pada gigi dapat diubah oleh kuman menjadi asam yang melarutkan email
gigi sehingga terjadi lubang gigi.
3. Gigi, dengan bentuk anatomi yang berlekuk kadang-kadang sulit untuk
dibersihkan secara sempurna dan dapat mempercepat proses lubang gigi.
4. Waktu, dari ketiga faktor di atas memerlukan proses dalam beberapa waktu
yang bersamaan.1
5
Ke empat faktor ini harus ada, bila salah satu faktor tidak ada maka karies tidak
terbentuk. Ini disebabkan keempat faktor ini merupakan lingkaran yang saling terkait,
dengan karies ditengahnya.2
Gambar 1. Etiologi karies
Faktor-faktor yang turut mengambil bagian dalam pembentukan karies :
1. Kurangnya perhatian terhadap kebersihan mulut dapat mempermudah
perkembangan karies.
2. Susunan makanan yang banyak mengandung karbohidrat dan jarang memakan
makanan yang berserat yang dapat membersihkan gigi.2
Predisposisi
1. Konfigurasi anatomis yaitu pit, fisur yang dalam.
2. Bentuk anatomis gigi yang mempunyai sifat self cleansing yaitu embrasur dan
sepertiga servikal.
6
3. Posisi gigi pada lengkung gigi, hubungannya terhadap kelenjar ludah, mudah
tidaknya dibersihkan dengan sikat gigi
4. Kebiasaan mengunyah yang salah. Sisi yang tidak berfungsi akan cepat
mengendapkan sisa-sisa makanan.
5. Gigi yang terhambat pertumbuhannya, misal impacted.1,3
Bentuk anatomis gigi sulung dan letaknya pada lengkung gigi menentukan
kerentanannya terhadap serangan karies. Gigi molar jauh lebih rentan terhadap karies
dibandingkan gigi lain. Hasil penelitian menunjukkan gigi molar satu tetap
merupakan gigi yang mudah terserang karies dengan presentase 66 – 88 % diantara
semua gigi pada anak-anak.4
Urutan gigi sulung yang mudah terserang karies :
1. Incisivus atas,
2. Incisivus bawah,
3. Caninus atas,
4. Molar atas,
5. Caninus bawah
6. Incisivus bawah.4
Gigi insisivus atas sulung mudah terkena karies, karena enamel di permukaan
lebih tipis dan kurang padat dibandingkan permukaan oklusal gigi molar sulung.
7
Disamping itu gigi insisivus erupsi paling awal sehingga paling lama berkontak
dengan ASI (Air Susu Ibu) atau PASI (Pengganti ASI). Gigi depan bawah (sulung
atau tetap) biasanya imun terhadap karies, karena adanya muara saliva sehingga self
cleansing lebih baik. Keadaan gigi akan disebut parah bila karies telah menyerang
gigi depan. 4
Urutan permukaan gigi yang diserang karies :
1. Pit, fisur (oklusal, bukal dan palatal),
2. Kontak proksimal
3. Servikal.4
II.1. Rampan Karies
Prevalensi karies gigi sulung lebih tinggi dibandingkan gigi tetap, hal ini
disebabkan proses kerusakannya kronis dan asimptomatis. Disamping banyak faktor
yang mempengaruhi terjadinya karies pada gigi sulung, struktur enamelnya kurang
padat karena banyak mengandung air dan pemeliharaannya yaitu sikat gigi tidak
teratur.3,5
Rampan karies ialah suatu jenis karies yang proses terjadinya dan meluasnya
sangat cepat dan tiba-tiba, sehingga menyebabkan lubang pada gigi, terlibatnya pulpa
dan cenderung mengenai gigi yang imun terhadap karies yaitu gigi insisivus depan
bawah.4
8
Gambar 2. Rampant karies.
Tidak ada keterangan yang menyatakan bahwa terjadinya rampan karies
berbeda dengan karies biasa, hanya waktunya lebih cepat. Dikatakan cepat karena
dalam waktu satu tahun, gigi yang terlibat bisa mencapai 10 buah, dan dikatakan tibatiba karena pulpa langsung terlibat. Rampan karies dapat terjadi pada mulut yang
relatif bersih.5
Gejala klinis dan gambaran radiologi rampant karies:
1. Pada umumnya yang terkena adalah anak-anak usia 4 – 8 tahun atau remaja
usia 11 – 19 tahun. Bila anak-anak usia 2 – 4 tahun sudah terserang rampan
karies pada gigi sulung, hal ini dihubungkan dengan enamel hipoplasia dan
kepekaan terhadap karies yang tinggi.
2. Gigi yang terkena rampan karies biasanya sudah mengalami kerusakan hebat,
beberapa gigi atau semuanya dapat menjadi gangren atau menjadi radiks.
Konsistensi lesi karies sangat lunak dengan warna kuning sampai coklat
muda.
3. Pada umumnya karies sudah dalam. Terkenanya pulpa akan menyebabkan
rasa sakit, terlebih bila disertai abses yang mengakibatkan anak susah / tidak
mau makan. Hal ini menyebabkan kurang optimalnya fungsi pengunyahan
9
sehingga mengakibatkan pertumbuhan rahang berkurang terutama arah
vertikal.
4. Bila terjadi gangguan pada jaringan penyangga, melalui ronsen foto terlihat
gambaran radiolusen disekitar apeks gigi.5
Faktor etiologi:
1. Konsumsi makanan.
Seringnya mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung
karbohidrat terutama diantara waktu makan. Waktu makan merupakan factor
yang dihubungkan dengan perkembangan rampan karies.
2. Saliva.
Berkurangnya sekresi serta kekentalan saliva. Saliva dapat menghambat karies
karena aksi buffer, kandungan bikarbonat, amoniak dan urea dalam saliva
dapat menetralkan penurunan pH yang terjadi saat gula dimetabolisme bakteri
plak. Kecepatan sekresi saliva berakibat pada peningkatan pH dan kapasitas
buffernya. Bila sekresi berkurang akan terlihat peningkatan akumulasi plak
sehingga jumlah mikroorganisme (streptococus mutans) akan bertambah.
3. Faktor psikologis.
Pada umumnya dapat mengakibatkan timbulnya kebiasaan buruk dalam
makan atau memilih makanan. Stress juga dihubungkan sebagai penyebab
berkurangnya sekresi dan kekentalan saliva.
4. Faktor sistemik, misalnya penderita diabetes melitus.
10
5. Faktor turunan.
Orang tua yang peka terhadap karies akan mempunyai anak yang juga peka
terhadap karies. Hal ini disebabkan karena dalam keluarga mempunyai pola
kebiasan makan yang sama dan pemeliharaan kesehatan gigi yang sama pula.5
Perawatan :
1. Relief of pain (menghilangkan rasa sakit).
Tindakan
yang
menghilangkan
dapat
rasa
dilakukan
sakit
dan
pada
kunjungan
melenyapkan
pertama
adalah
peradangan.
Untuk
menghilangkan rasa sakit pada peradangan gigi yang masih vital (pulpitis)
dapat dilakukan pemberian zinc oksid eugenol (ZnO). Untuk gigi yang non
vital (gangren pulpa) lakukan trepanasi kemudian diberikan obat-obatan
melalui oral (antibiotik, analgetik). Bila dijumpai abses, berikan premedikasi
terlebih dahulu, kemudian lakukan insisi.
2.
Menghentikan proses karies.
Tiap kavitas meskipun kecil mempunyai jaringan nekrotik. Setelah rasa sakit
hilang kavitas dipreparasi untuk membuang semua jaringan yang nekrotik
sehingga proses karies terhenti. Pada beberapa kasus yang tidak dapat
ditambal langsung, lakukan tambalan sementara lebih dahulu, misal pada
hiperemi pulpa, berikan pulp capping (Ca – hidroksid).
3.
Diet.
11
Anjuran untuk melakukan diet kontrol dan jelaskan mengenai DHE dan oral
higene. Lakukan oral profilaksis pada gigi.
4. Perawatan dan restorasi.
Perawatan dan pembuatan restorasi tergantung pada diagnosa masing-masing
gigi misalnya pulpotomi, pulpektomi, pencabutan, pembuatan amalgam atau
crown.
5.
Topikal aplikasi .
Lakukan topikal aplikasi dengan larutan fluor pada gigi sebagai preventif.
Pada evaluasi bila tidak dijumpai karies baru, topikal aplikasi tidak dilakukan
lagi, cukup dengan pemakaian pasta gigi yang mengandung fluor.
6.
Evaluasi
Evaluasi secara periodik setiap 3 bulan sampai diperoleh keadaan oral higene
yang baik dan diet yang sesuai dengan anjuran. Koreksi faktor sistemik (bila
ada), saliva (terutama bila berhubungan dengan stress) bila perawatan yang
telah dilakukan tidak berhasil.5
II.2. Karies Botol
Karies botol merupakan masalah yang sering dihadapi oleh dokter gigi,
Banyak ibu datang ke klinik dengan membawa anaknya yang sudah menderita karies
botol, bahkan bayi yang masih sangat muda, ada yang melaporkan usia 16 bulan
sudah terkena karies botol. Pengetahuan yang kurang dari ibu tentang penyebab
karies botol menyebabkan keadaan ini terlambat untuk dirawat. ASI (Air Susu Ibu)
12
atau makanan/ minuman / susu melalui botol merupakan cara pemberian makanan
yang utama pada bayi dan anak, namun pola pemberian yang salah ternyata
menyebabkan terjadinya karies botol.3
Banyak istilah-istilah yang digunakan untuk menjelaskan keadaan karies pada
bayi dan anak yang menggunakan botol (berisi cairan karbohidrat yang dapat
difermentasi) dalam waktu lama dan sering. Istilah tersebut adalah baby bottle caries,
early childhood caries, baby bottle tooth decay dan nursing caries.4
Gambar 3. Karies botol.
Karies botol adalah suatu karies yang terjadi pada bayi dan anak yang masih
sangat muda ditandai dengan pola tersendiri atau khas berupa karies yang hebat dan
parah pada gigi desidui disebabkan cara pemberian makanan/susu/ASI yang tidak
tepat. Karies botol tidak tergantung pada jumlah gigi yang terlibat tetapi pada usia
bayi dan anak, gigi dan posisi yang terlibat. Definisi karies botol sebenarnya adalah
bentuk spesifik dari rampant karies pada gigi sulung. Yang membedakannya dengan
rampan karies adalah :
-
Banyaknya gigi yang terlibat.
13
-
Lesi berkembang dengan cepat.
-
Karies terjadi pada permukaan yang secara umum mempunyai resiko
terjadinya karies kecil seperti permukaan lingual gigi depan bawah.
-
Kunci karies botol adalah tidak terlibatnya gigi insisivus bawah.5,6
Pola Kerusakan Gigi
Pemeriksaan klinis memperlihatkan adanya pola yang khas dan progresif.
Kerusakan gigi dimulai segera setelah gigi erupsi yaitu pada gigi rahang atas bagian
lingual. Gigi yang sering terlibat adalah gigi insisivus sentralis dan lateralis atas,
molar pertama desidui atas dan bawah. Permukaan yang terkena dimulai dari
proksimal kemudian labial (servikal) dan oklusal pada gigi molar. 4
Selama menyusui dengan ASI atau botol, putting susu atau dot terletak di
bagian palatal, menyebabkan palatum tertekan, sementara itu otot oral menekan isi
botol ke dalam mulut. Cairan dari botol atau ASI tidak/ sedikit mengenai gigi depan
bawah karena secara fisik gigi bawah dilindungi oleh lidah, juga oleh ludah yang
berasal dari glandula salivari. Disamping itu gigi depan bawah juga merupakan gigi
yang relatif imun terhadap karies.4
Jika anak tertidur dengan putting susu atau dot berada dalam mulut, cairan
tersebut akan tergenang pada gigi atas. Jika cairan tersebut mengandung karbohidrat
yang memfermentasikan asam disekeliling gigi akan terjadi proses dekalsifikasi.
Aliran saliva dan proses penelanan yang kurang selama tidur akan membahayakan
gigi karena tidak ada self cleansing.5
14
Faktor Predisposisi
Penyebab karies botol sebenarnya sama saja dengan karies yaitu interaksi antara
empat faktor yaitu : Gigi (host), substrat (karbohidrat) , mikrorganisme serta waktu.
Namun karies botol mempunyai faktor predisposisi yang lain yaitu :
1. Pemberian ASI dan atau botol.
Pemberian ASI dan atau botol yang dilakukan sampai usia 13 bulan,
cenderung menimbulkan karies botol. Cara pemberian yang benar adalah
bayi/anak harus dalam posisi duduk atau setengah duduk dan tidak boleh
diberikan sambil tiduran, apabila sampai anak tertidur sehingga cairan
tersebut akan tergenang di dalam mulut, botol atau ASI harus sudah
disingkirkan sebelum anak tertidur. Bayi/anak yang masih menyusui sampai
usia 18 bulan dianggap mempunyai resiko terjadinya karies, apalagi jika
mereka mempunyai kebiasaan diet yang berhubungan dengan makanan yang
bersifat kariogenik. Suatu penelitian menganjurkan agar anak berhenti
menyusui pada usia 6 bulan dan mulai makan/minum dengan cara yang sama
seperti orang dewasa.
2. Penambahan bahan pemanis.
Banyak orang tua menambahkan bahan pemanis ke dalam minuman yang
kemudian dimasukkan ke dalam botol. Bahan yang terdiri dari sukrosa,
bahkan vitamin yang diberikan dalam jangka waktu lama dan tidak diikuti
dengan pemberian air putih dapat menimbulkan karies botol. Selain diberikan
15
dalam minuman ternyata ada juga ibu-ibu yang melapisi mainan
bayi/anakdengan bahan pemanis , hal ini juga dapat menimbulkan karies
botol.
3.
Mikrorganisme.
Plak yang berasal dari anak penderita karies botol mengandung streptokokus
mutans yang tinggi, pada anak yang menyusui jumlah kuman ini lebih
banyak. Susu dapat menurunkan pH pada plak sedangkan ASI menurunkan
pH plak lebih rendah daripada susu sapi, akibatnya jumlah kuman akan lebih
banyak dalam mulut bila susu tergenang dalam mulut. Mengingat
bahwa
potensi kariogenik dari susu sapi atau ASI berhubungan dengan waktu
menyusui yang lama, sehingga dapat menjadi faktor berkembangnya
mikrorganisme, terutama streptokokus dan terbentuk karies botol.6
Tahap Perkembangan
Tahap perkembangan karies atau pola kerusakan karies botol terdiri dari
beberapa tahap, meskipun pada perkembangannya kadang-kadang sulit untuk
dideteksi. Pada setiap tahap pencegahan yang dilakukan mempunyai efek yang baik.
Diagnosa awal karies botol dimulai dengan diskolorasi yang relatif sedikit
pada gigi, karies dimulai dengan demineralisasi, white spot pada permukaan
superfisialis lingual atau labiolingual dari gigi insisivus atas, kadang-kadang dijumpai
pula pada bagian proksimal, tetapi paling sering dijumpai pada bagian serviks tempat
melekatnya plak.6
16
Secara umum ada 5 tahap perkembangan karies botol yaitu :
1. Inisial
Disebut juga tahap reversibel, karena tahap ini dapat hilang. Ditandai dengan
terlihatnya warna putih, opak pada bagian seviks dan proksimal gigi insisivus
atas akibat demineralisasi. Demineralisasi dimulai beberapa bulan setelah gigi
erupsi. Rasa sakit tidak ada.
2.
Karies/kerusakan
Lesi pada gigi insisivus atas meluas ke dentin dan menunjukkan diskolorasi.
Proses ini sangat cepat, anak mulai mengeluh sakit/ngilu bila minum air
terutama yang dingin dan gigi yang terlibat sudah mencapai molar satu atas.
3.
Lesi yang dalam
Lesi pada gigi depan sudah meluas. Anak mulai mengeluh adanya rasa sakit
sewaktu makan terutama saat mengunyah dan juga saat menyikat gigi. Pulpa
insisivus atas sudah terlibat, rasa sakit spontan pada malam hari dan sesudah
minum panas/dingin yang berlangsung beberapa menit.
4. Tahap traumatic
Tahap ini terjadi akibat tidak dilakukan tindakan perawatan sewaktu gejala
awal terjadi. Gigi depan atas akan rusak karena karies dan dengan tekanan
yang ringan dapat terjadi fraktur, bahkan tidak jarang anak dating dengan
hanya tinggal akar gigi saja. Pada tahap ini pulpa gigi insisivus atas sudah non
vital, molar bawah sudah pada tahap kerusakan.
5.
Tahap karies terhenti
17
Semua tahap akan terhenti bila penyebab karies gigi dihilangkan. Akibat
remineralisasi lesi akan berwarna coklat gelap.7
Pencegahan dan Perawatan
1. Pemberian ASI atau makanan melalui botol dianjurkan hanya sampai usia
bayi 6 bulan.
2. Waktu memberi minuman pada bayi selalu diperhatikan dan bayi tidak boleh
dibiarkan mengisap botol/ASI sambil tiduran, apalagi sampai tertidur.
3. Hindari pemberian gula yang berlebihan
4. Sebaiknya anak sudah mulai diperkenalkan ke dokter gigi sejak usia dini ( 1
tahun ) sehingga bila terlihat tanda-tanda karies botol dapat dirawat dengan
segera.
5. Perawatan harus dilakukan meskipun gigi hanya tinggal akar, karena usia
penggantian gigi masih lama. Kehilangan atau pencabutan yang dini dari gigi
susu, mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan rahang
untuk tempat gigi tetap.7
18
BAB III
PERAWATAN KARIES PADA ANAK
DENGAN INTERVENSI MINIMUM
Penatalaksanaan karies gigi sebagai penyakit infeksi memerlukan seorang
dokter gigi untuk mengidentifikasi faktor risiko dan demineralisasi gigi secepat
mungkin. Deteksi dini risiko tersebut memberikan kesempatan pada dokter gigi untuk
melakukan upaya preventif sebelum penyakit gigi dan mulut ini terlihat nyata. Upaya
preventif tersebut meliputi pengembalian keseimbangan lingkungan mulut pada
keadaan alaminya sehingga mencegah progresi penyakit mulut. Kontrol bakteri,
buffer asam pH, dan pemberian kalsium, fosfat, serta fluor dapat membantu
mengembalikan keseimbangan rongga mulut. Hal tersebut dapat melindungi
kemungkinan demineralisasi struktur gigi dan juga memperbaiki lesi awal. Bila
kavitas terjadi, restorasi konservatif dengan bahan biomimetik dapat diaplikasikan.8
Sejarah kedokteran gigi menunjukkan komitmen pembelanjaran jangka
panjang. Melalui peningkatan ketepatan diagnosis, seorang dokter gigi dapat belajar
bagaimana menggunakan cara pencegahan yang merupakan dasar praktik klinik
moderen. Beberapa penelitian terkini mendukung banyak intervensi diagnostik dan
pencegahan sesuai dengan tuntutan kedokteran gigi modern.8
Pada dasarnya, gigi erupsi dalam keadaan sehat. Lesi karies pertama dan
restorasi pertama pada sebuah gigi berarti dimulainya serial perawatan selama masa
hidup gigi dan akan berakhir pada keadaan yang memerlukan restorasi atau
19
perawatan lebih berat jika karies tersebut tidak dikontrol. Faktor risiko berperan
penting dalam etiologi dan kejadian penyakit, sementara indikator risiko merupakan
faktor atau keadaan yang secara tidak langsung berkaitan dengan penyakit.9
Intervensi minimal merupakan pendekatan moderen terhadap penatalaksanaan
penyakit mulut. Hal tersebut memegang prinsip-prinsip sangat sederhana, yaitu
identifikasi, pencegahan, dan restorasi. Pendekatan ini menunjukkan identifikasi dan
penilaian potensi faktor risiko karies awal, pencegahan karies berdasarkan faktorfaktor risiko ini dan menghilangkan atau meminimalisir efeknya, serta merestorasi
gigi dengan bahan biomimetik. Selain dengan bahan biomimetik, teknik invasif
minimal juga digunakan untuk mempertahankan struktur gigi sehat.9
Dalam bidang kedokteran gigi anak telah lama dikenal identifikasi dini
masalah-masalah dalam rongga mulut, pencegahan masalah tersebut, dan pendekatan
restorasi invasif minimal. Saat melakukan identifikasi, penyakit tersebut harus
dikenali sebagai akibat dari ketidakseimbangan dalam rongga mulut. Pencegahan
harus ditekankan pada mengembalikan ketidakseimbangan lingkungan mulut sebagai
mekanisme
protektif
dari
remineralisasi
dan
memperbaiki
demineralisasi.
Selanjutnya, restorasi harus dapat mempertahankan struktur gigi sehat dan membantu
lingkungan mulut dalam penyebuhan, baik secara eksternal maupun internal.9
The World Dental Federation (FDI) membuat lima prinsip Minimal
Intervention dalam penanganan karies, yaitu: mengurangi bakteri kariogenik,
pendidikan kepada pasien, remineralisasi dari lesi non-cavitated pada enamel dan
dentin, minimum surgical intervention, perbaikan restorasi yang rusak.
20
III.1. Mengurangi bakteri kariogenik.
Karies bukan merupakan kejadian tetapi proses yang dapat dikontrol dalam
kedokteran gigi. Bakteri berkaitan erat dengan peningkatan risiko karies. Karies
adalah penyakit infeksi, maka fokus utama adalah mengontrol infeksi, kontrol plak,
dan mengurangi makanan karbohidrat. 8
Hubungan antara diet dengan karies telah banyak diteliti. Namun diet itu
sendiri tidak menyebabkan karies. Makanan-makanan yang mengandung zat asam
dapat menyebabkan demineralisasi dan erosi. Makanan yang berpotensi sebagai
penyebab karies adalah makanan yang mengandung karbohidrat yang dapat
difermentasikan.8
Bakteri plak mulut menggunakan karbohidrat yang dapat difermentasikan
dalam metabolisme glikositik untuk menghasilkan asam. Bahan yang dapat
mengembalikan keseimbangan rongga mulut antara lain adalah antimicrobial. 10
III.2. Pendidikan kepada pasien.
Pendidikan kepada pasien dilakukan dengan tujuan untuk memberitahukan
penyebab karies, sehingga ada tindakan pencegahan yang lebih dini dari pasien. Peran
serta orang tua sangat diperlukan di dalam membimbing, memberikan pengertian,
mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak agar anak dapat memelihara
kebersihan gigi dan mulutnya. Selain itu orang tua juga mempunyai peran yang
21
cukup besar di dalam mencegah terjadinya akumulasi plak dan terjadinya karies pada
anak. 8,9
Pengetahuan orang tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku
yang mendukung atau tidak mendukung kebersihan gigi dan mulut anak.
Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara alami maupun secara terencana yaitu
melalui proses pendidikan. Orang tua dengan pengetahuan rendah mengenai
kesehatan gigi dan mulut merupakan faktor predisposisi dari perilaku yang tidak
mendukung kesehatan gigi dan mulut anak. 13
Instruksi pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak telah banyak disusun
oleh para ahli. Program tersebut menekankan pada pencegahan terjadinya karies.
Oleh karena masih banyak para orang tua yang beranggapan bahwa geligi susu hanya
sementara dan akan diganti oleh geligi tetap sehingga mereka tidak memperhatikan
mengenai kebersihan geligi susu. Penerapan instruksi pemeliharaan kesehatan gigi
dan mulut sebaiknya telah dimulai sejak bayi masih di dalam kandungan, sehingga
orang tua akan lebih siap di dalam melakukan instruksi tersebut.14
Pencegahan
dalam
kedokteran
gigi
meliputi
proses
pengembalian
keseimbangan lingkungan rongga mulut. Pengembalian keseimbangan merupakan
proses alami yang terjadi dalam lingkungan mulut. Individu dengan bebas karies akan
menyeimbangkan serangan asam dari biofilm dengan sistem bufer saliva dan
penyikatan gigi untuk mempertahankan kontrol biofilm. Faktor-faktor lain, seperti
pemberian fluor dan control diet juga berperan dalam ekuilibrium bebas karies.14
22
Kriteria risiko tinggi untuk anak-anak meliputi satu atau lebih dari hal-hal
berikut ini: gigi karies, karies email awal pada area multipel (white spot lesion), plak
terlihat pada gigi anterior, gambaran radiografis menunjukkan karies email, titer
tinggi terhadap Streptococcus mutans (SM), penggunaan alat ortodontik, dan adanya
hipoplasia email.14
Anak-anak lain yang dapat dimasukkan ke dalam risiko tinggi adalah anak
yang belum pernah dilakukan aplikasi fluor secara topikal, anak yang mengkonsumsi
gula-gula dan makanan kariogenik lebih dari tiga kali sehari, ibu dengan karies aktif,
anak dengan kebutuhan khusus, dan kondisi yang mengganggu komposisi serta aliran
saliva.14
Terdapat bukti ilmiah yang kuat yang menyatakan bahwa dalam rangka
mencegah karies, terdapat beberapa faktor yang harus diubah, yaitu diet, kebersihan
mulut, fluor dan fisur silen. Lingkungan rongga mulut berada dalam keadaan
berubah-ubah. Hal tersebut disebabkan oleh biofilm yang merupakan komunitas
biofilm yang berubah-ubah secara konstan, namun ini dapat dimanipulasi sehingga
menjadi lingkungan mulut yang sehat dengan cara mengembalikan keseimbangan
dalam rongga mulut.15
III.3. Remineralisasi dari lesi non-cavitated pada enamel dan dentin
Larutan super saturasi kalsium dan fosfat dalam saliva merupakan mekanisme
pertama dalam memperlambat demineralisasi, sementara penambahan fluor
meningkatkan presipitasi mineral dalam lesi subpermukaan. Penggunaan sehari-hari
23
fluor dosis rendah diperlukan, hal ini dapat dicapai dengan menggunakan pasta gigi
yang mengandung fluor dan obat kumur sodium fluorida yang dijual bebas.
Penggunaan
fluor
varnish
telah
terbukti
bermanfaat
dalam
menghambat
demineralisasi gigi, namun kurang terbukti pada proses remineralisasi. Penelitian lain
menyebutkan bahwa remineralisasi berhasil bila varnish fluorida atau bahan lain yang
melepaskan fluor dalam jumlah besar ditempatkan di atas lesi email awal.16
Beberapa penelitian awal menunjukkan bahwa larutan remineralisasi dapat
efektif dalam membantu proses remineralisasi. Semen glass ionomer termasuk yang
berguna dalam memperbaiki gigi karena bersifat self-adhesive, terikat pada struktur
gigi, melepaskan fluor, dan bertindak sebagai ”pompa fluorida” yang dapat diisi
ulang untuk menimbulkan remineralisasi. Protektan permukaan glass ionomer terikat
pada email dan melepaskan fluorida pada permukaan gigi untuk meningkatkan
remineralisasi. Selain itu, glass ionomer juga membantu proses remineralisasi
internal jika ditempatkan langsung di atas dentin.15,17
III.4. Minimum Surgical Intervention
Minimum surgical intervention dan tindakan bedah dilakukan bila perlu,
misalnya lesi cavitas tidak dapat dipertahankan dan keperluan untuk fungsi dan
estetik. Meminimalkan jumlah struktur gigi yang dibuang saat preparasi kavitas dapat
mempertahankan struktur alami gigi.17
Adapun prinsip preparasi berdasarkan konsep intervensi minimal adalah
sebagai berikut:
24
1. Hanya degraded enamel dan infected dentin yang dibuang, sedangkan
affected dentin ditinggalkan.
2. Bentuk kavitas dibuat sesuai dengan bentuk karies.
3. Dasar enamel didukung oleh bahan adhesif restorative.
III.5. Perbaikan Restorasi yang Rusak
Konsep intervensi minimal dalam kedokteran gigi menempatkan restorasi
sebagai usaha terakhir. Memperbaiki restorasi yang rusak berfungsi untuk mencegah
perluasan karies, memperbaiki fungsi dan estetik. Sesuai dengan paradigma baru
kedokteran gigi, gigi sulung dan permanen direstorasi dengan protokol restoratif
invasif minimal dan bahan-bahan biomimetik. Restorasi diperlukan jika permukaan
gigi menjadi berlubang dan bahan restorasi yang dipilih yang dapat menggantikan
dalam hal estetik dan fungsi. Bahan tersebut antara lain adalah semen glass ionomer.
Semen tersebut berfungsi dengan baik sebagai bahan tambal untuk gigi sulung
maupun permanen.18
25
BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
Intervensi minimal merupakan filosofi dari penanganan karies secara
profesional. Intervensi minimal
memberikan perhatian utama pada gejala awal,
deteksi dini dan perawatan dini pada tingkat mikro (tahap yang paling kecil), diikuti
dengan invasi yang paling minimal dan “patient friendly” sebagai pilihan untuk
memperbaiki kerusakan ireversibel yang disebabkan oleh penyakit. Intervensi
minimal bertujuan memberdayakan pasien untuk berperan aktif dan bertanggung
jawab terhadap penyakitnya sendiri, sehingga hanya memerlukan intervensi minimal
dari dokter gigi.
The World Dental Federation (FDI) membuat lima prinsip Minimal
Intervention dalam penanganan karies, yaitu: mengurangi bakteri kariogenik,
pendidikan kepada pasien, remineralisasi dari lesi non-cavitated pada enamel dan
dentin, minimum surgical intervention, perbaikan restorasi yang rusak.
Karies bukan merupakan kejadian tetapi proses yang dapat dikontrol dalam
kedokteran gigi. Bakteri berkaitan erat dengan peningkatan risiko karies. Oleh karena
itu pendidikan kepada pasien sangat penting dilakukan agar pasien mengetahui
penyebab karies, sehingga ada tindakan pencegahan yang lebih dini dari pasien. Peran
serta orang tua sangat diperlukan di dalam membimbing, memberikan pengertian,
mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak agar anak dapat memelihara
kebersihan gigi dan mulutnya. Selain itu orang tua juga mempunyai peran yang
26
cukup besar di dalam mencegah terjadinya akumulasi plak dan terjadinya karies pada
anak.
IV.2. Saran
Penulis sadar, bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Tulisan ini
mengangkat topik konsep modern tentang perawatan gigi, khususnya dalam
kedokteran gigi anak. Maka dari itu penulis sadar akan perkembangan dan kemajuan
topik yang dibahas. Disamping itu untuk kesempurnaan tulisan ini bergantung pada
terbit referensi-referensi yang terbaru tentang perkembangan teknik perawatan gigi
dan kemajuan ilmu bahan dalam kedokteran gigi.
27
Download