PERANCANGAN PEPTIDA SIKLIS DENGAN IKATAN PROLIN-PROLIN SEBAGAI INHIBITOR FUSI PROTEIN ENVELOPE DENV MELALUI MOLECULAR DOCKING DAN SIMULASI MOLECULAR DYNAMICS Andreas S. Nugroho1 dan Usman Sumo Friend Tambunan1 1 Departemen Kimia, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 [email protected], [email protected] Abstrak Protein envelope merupakan salah satu protein struktural virus dengue (DENV) yang berperan dalam proses fusi virus ke dalam sel host. Proses fusi berperan penting dalam mentransfer materi genetik virus ke dalam sel host untuk pembentukan virus baru. Penelitian terdahulu menunjukkan adanya cavity pada struktur dimer protein envelope. Adanya suatu ligan yang dapat menempati cavity tersebut dapat menghambat trimerisasi protein envelope sehingga proses fusi dapat dicegah. Penelitian ini bertujuan untuk merancang peptida siklis dengan ikatan prolin-prolin sebagai inhibitor fusi protein envelope DENV melalui molecular docking dan simulasi molecular dynamics. Screening 3883 ligan peptida siklis dengan molecular docking didapatkan lima ligan terbaik berdasarkan nilai ΔGbinding dan pKi. Sifat farmakologi dan toksisitas dari kelima ligan terbaik diprediksi secara in silico. Ligan PYRRP dan PAWRP dipilih sebagai ligan terbaik berdasarkan hasil molecular docking, dan prediksi sifat farmakologi dan toksisitas ligan. Stabilitas kompleks protein-ligan dianalisa dengan simulasi molecular dynamics. Hasil simulasi molecular dynamics menunjukkan bahwa ligan PYRRP dapat membuat struktur dimer protein envelope DENV stabil pada 310 K dan 312 K. Sedangkan ligan PAWRP lebih aktif membentuk kompleks dengan protein envelope DENV pada 310 K dibandingkan pada 312 K. Oleh karena itu, ligan PYRRP memiliki potensi sebagai inhibitor fusi DENV. Kata kunci : virus dengue, protein envelope, proses fusi, peptida siklis, inhibitor fusi Abstract Envelope protein is one of the structural proteins of dengue virus (DENV) engaged in virus fusion process into the host cell. Fusion process plays an important role in transfering genetic material into the host cells to form a new virion. The previous research shows the existing cavity on the dimer structure of the envelope protein. The existing ligand that is able to get into cavity on the envelope protein can hamper the trimerization of envelope protein, so that the fusion process can be prevented. This aims of research to design the cyclic peptide by prolin-prolin bond as fusion inhibitor of DENV envelope protein through molecular docking and molecular dynamics simulation. Screening 3883 of cyclic peptide by molecular docking got the best five ligands as inhibitors based on ΔGbinding and pKi value. Pharmacological and toxicity properties of the best five ligands were predicted by in silico. The PYRRP and PAWRP are also chosen as the best ligands based on molecular docking result, pharmacological and toxicity properties prediction of the ligands. Complex stability of ligan protein was analyzed by molecular dynamics simulation. The result shows that PYRRP ligand can make the dimer structure of DENV envelope protein stable in 310 K and 312 K. While PAWRP ligand actively forms the complexity with the DENV envelope protein in 310 K compared to 312 K. Thus the PYRRP ligand has a potential as DENV fusion inhibitor. Keywords : dengue virus, envelope protein, fusion process, cyclic peptide, fusion inhibitor 1. PENDAHULUAN Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue telah menjadi masalah kesehatan dunia terutama pada daerah tropis dan subtropis seperti di benua Asia, Afrika, dan Amerika. Infeksi ini telah menjadi endemik di lebih dari 100 negara termasuk Indonesia. World Health Organization memperkirakan telah terjadi 50-100 juta kasus infeksi virus dengue tiap tahun dan sebanyak 2,5 miliar orang atau 40% dari populasi dunia berisiko terjangkit infeksi virus ini [1]. DENV termasuk ke dalam genus flavivirus dan famili flaviviridae yang merupakan virus RNA berantai tunggal dengan strand positif . DENV memiliki empat serotype, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Keempat serotype ini memiliki morfologi dan genom yang sama tetapi menunjukkan antigen yang berbeda sehingga seseorang bisa terinfeksi lebih dari satu kali karena tidak ada proteksi silang yang lengkap pada antibodinya [2]. Genom RNA virus dengue merupakan satu untaian Open Reading Frame (ORF) yang mengkode satu poliprotein yang tediri dari 3391 residu asam amino membentuk tiga protein sruktural C (capsid), protein prM (pre-membrane), dan protein E (envelope), serta tujuh protein non-struktural NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, dan NS5 [3]. Perancangan peptida..., Andreas S. Nugroho, FMIPA UI, 2013 Siklus hidup DENV diawali dengan penempelan virion pada reseptor sel host dan kemudian masuk ke dalam sel secara endositosis. Penurunan pH dalam endosom memicu trimerisasi protein E (envelope) virus yang bersifat irreversible dan menyebabkan proses fusi protein antara virus dengan membran sel host terjadi sehingga genom virus dapat ditransfer ke dalam sel. yang dapat berikatan dengan binding pocket -OG ini. Adanya ligan yang menempati situs binding pocket ini diharapkan dapat menghambat proses fusi atau mencegah trimerisasi protein E karena adanya pengaruh inhibisi terhadap fleksibilitas protein envelope. Transisi pembentukan trimer merupakan tahapan penting dalam masuknya genom virus dengue ke dalam sel host [6,7,8]. Proses fusi dikatalisis oleh perubahan kondisi pH yang rendah dalam endosom (~5.8-6.0) sehingga menyebabkan perubahan konformasi struktur dimer protein E. Kondisi pH yang rendah dalam endosom menyebabkan protonasi residu histidina tertentu yang conserved pada protein E dan memicu terjadinya disosiasi struktur dimer protein E. Struktur dimer protein E tersusun atas dua rantai yang identik. Masing-masing rantai terdiri dari tiga domain: domain I, bagian N-terminal yang terletak pada bagian ujung; domain II, daerah terjadinya fusi; dan domain III, merupakan daerah reseptor untuk berikatan dengan sel host (Gbr 1). Pada saat proses fusi terjadi pemaparan loop peptida fusi pada ujung domain II terjadi akibat pergerakan domain II sekitar hinge region antara perbatasan domain I-II. Pemaparan ini menyebabkan masuknya peptida fusi kedalam membran sel host (Gbr 2). Pada tahapan transisi ini, protein E menghubungkan virus dengan membran sel host. Kedua membran saling berdekatan memicu terjadinya fusi sewaktu protein E bergabung membentuk trimer [4]. Penelitian terkait lainnya juga telah dilakukan Yennamali et al., [9] telah menemukan situs cavity diantara domain I-III pada protein envelope DENV-2. Cavity ini hanya terdapat pada struktur dimer protein E. Adanya suatu ligan yang dapat menempati cavity ini dapat menstabilkan struktur dimer atau menghambat trimerisasi protein E, sehingga proses fusi dapat dihambat. Penelitian difokuskan untuk menemukan suatu senyawa yang dapat menempati cavity ini melalui metode virtual screening. Hasilnya menunjukkan bahwa adanya senyawa tetracycline (R1) yang dapat dijadikan ligan sebagai inhibitor proses fusi berdasarkan fitness score dan binding energy yang paling baik dibandingkan dengan senyawa-senyawa hasil screening lainnya. Tambunan et al., [10] melalui metode molecular docking dan simulasi molecular dynamics telah berhasil menemukan ligan peptida siklis , CLREC, sebagai inhibitor fusi dengan cavity protein E DENV sebagai targetnya. Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan inhibisi protein E DENV oleh Modis et al., [5] menemukan adanya suatu daerah pengikatan (binding pocket) pada struktur protein E DENV-2 yang ditempati oleh suatu substrat alami yaitu detergen noctyl-β-D-glucoside (β-OG). Situs ini diketahui terletak pada hinge region protein envelope diantara domain I-II. Beberapa penelitian terkait selanjutnya memfokuskan untuk menemukan inhibitor proses fusi Gbr 1. Struktur dimer protein envelope DENV dan letak cavity; domain I (merah), domain II (kuning) peptida fusi (hijau), dan domain III (biru) Pada penelitian ini akan dilakukan perancangan ligan peptida siklis melalui ikatan prolin-prolin sebagai inhibitor proses fusi dengan cavity protein E sebagai target melalui metode molecular docking dan simulasi molecular dynamics . Dasar pemilihan residu asam amino prolin sebagai pemebntuk siklis karena adanya gugus amina sekunder pada struktur prolin yang dapat mengurangi energi rotasi ikatan ketika proses siklisisasi antara prolin-prolin terjadi [11], sehingga diharapkan dapat menghasilkan efek inhibisi yang lebih baik. Gbr 2. Proses trimerisasi protein E (aktivasi fusi); (a) struktur dimer, (b) struktur trimer Perancangan peptida..., Andreas S. Nugroho, FMIPA UI, 2013 2. METODE PENELITIAN Studi toksisitas terhadap ligan peptida siklis Persiapan protein envelope (E) DENV Protein E dengan kode 1OAN_A diunduh dari PDB dan dibuka melalui Molecular Operating Environment (MOE) 2008.10. Struktur protein E terlebih dahulu diperbaiki dan dioptimasi menggunakan opsi protonate3D pada MOE [11]. Penambahan atom hidrogen dilakukan dengan memilih opsi partial charge. Proses minimisasi energi dilakukan dengan menggunakan force field AMBER99, solvasi gas phase, dan mengatur nilai RMS gradient menjadi 0.05 kkal/Å mol [12]. Studi toksisitas akan dilakukan terhadap ligan terbaik hasil docking. Prediksi sifat karsinogenesitas dan mutagernesitas pada ligan dilakukan dengan menggunakan software Toxtree v-2.5.0 berdasarkan aturan Benigni dan Bossa. Selanjutnya dilakukan prediksi sifat mutagenic, tumorigenic, irritant, reproductive effective pada ligan dengan menggunakan software Osiris Property Explorer. Analisa sifat ADME-Tox (Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi dan Toksisitas) terhadap ligan dilakukan dengan menggunakan software ACD Ilabs/Percepta. Perancangan dan persiapan ligan peptida siklis Simulasi Molecular Dynamics Penentuan ligan peptida siklis sebagai inhibitor dilakukan dengan menganalisa residu asam amino pembentuk cavity protein E. Peptida siklis yang digunakan dalam bentuk pentapeptida siklis dengan residu prolin pada ujung-ujungnya sebagai pembentuk siklis. Proses perancangan struktur tiga dimensi ligan dilakukan dengan menggunakan ChemSketch ACDLabs. Optimisasi dan minimisasi ligan dilakukan dengan MOE 2008.10. Proses optimasi dilakukan dengan memilih opsi wash terhadap semua ligan hasil rancangan kemudian memilih opsi partial charge. Proses minimisasi energi dilakukan dengan menggunakan force field MMFF94x, solvasi gas phase, dan mengatur nilai RMS gradient menjadi 0.001 kkal/Ǻ mol [13]. Optimisasi dan minimisasi energi kompleks proteinligan diperlukan sebelum melakukan simulasi molecular dynamics. Optimisasi dilakukan dengan memilih opsi partial charge. Minimisasi energi dilakukan dengan menggunakan force field AMBER99, solvasi born, dan mengatur nilai RMS gradient menjadi 0.05 kkal/Ǻ mol. Simulasi molecular dynamics dilakukan dengan menggunakan MOE dengan memilih opsi simulation_dynamic. Parameter yang digunakan yaitu ensemble NVT dan algoritma NPA. Force field yang digunakan adalah AMBER99. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa cavity protein envelope (E) DENV Molecular Docking Ligan peptida siklis dan protein E dilakukan docking dengan memilih opsi simulation_dock pada MOE. Metode triangle matcher dipilih sebagai placement method. Fungsi scoring yang digunakan adalah London dG dengan menampilkan 100 pose terbaik. Selanjutnya dari 100 tampilan pose terbaik dilakukan pengukuran ulang (refinement) berdasarkan parameter force field. Tampilan hasil keseluruhan proses docking yang dipilih adalah satu pose terbaik. Cavity protein envelope DENV tersusun dari 25 residu asam amino: residu 1, 143-149, 156, 158, 178 dan 295 dari domain I, dan residu 324, 333, 355-357, 359-366 dari domain III [9] (Gbr 3). Berdasarkan hasil visualisasi cavity dengan MOE, residu asam amino yang bersifat polar, polar bermuatan, dan non polar dipilih sebagai penyusun peptida siklis. Prediksi Sifat Farmakologi terhadap Ligan Peptida Siklis Prediksi sifat farmakologi terhadap ligan peptida siklis dilakukan terhadap ligan terbaik dari hasil docking. Prediksi sifat farmakologi ligan meliputi Lipinski’s Rules of five, bioavailibilitas oral, druglikeness, dan drug score. Prediksi dilakukan dengan menggunakan software Osiris Property Explorer dan FAF-drugs2. Gbr 3. Visualisasi cavity pada protein envelope DENV Perancangan peptida..., Andreas S. Nugroho, FMIPA UI, 2013 Analisa hasil screening ligan dengan Molecular Docking Screening terhadap 3883 ligan peptida siklis hasil rancangan menghasikan 5 ligan terbaik berdasarkan nilai energi bebas ikatan Gibbs (ΔGbinding) dan nilai pKi (Gbr 3). Berdasarkan persamaan termodinamika, terdapat hubungan antara nilai energi bebas ikatan Gibbs (ΔGbinding) dengan konstanta inhibisi (Ki) [14] : ΔGo = - RT ln KA KA = Ki-1 = KA= Konstanta aktivitas biologis Ki = Konstanta inhibisi (14) Kestabilan dan kuat interaksi pada kompleks proteinligan dapat dilihat dari semakin rendahnya nilai energi bebas ikatan Gibbs (ΔGbinding) yang ditampilkan pada hasil akhir docking. Nilai negatif dari ΔGbinding menunjukkan bahwa reaksi pembentukan kompleks protein-ligan berlangsung secara spontan. Nilai Ki ditampilkan sebagai nilai pKi yang berarti nilai minus log (logaritma) dari nilai Ki. Semakin besar nilai pKi maka pembentukan kompleks protein-ligan semakin stabil. Tabel 1. Hasil screening lima ligan peptida siklis terbaik dengan molecular docking Ligan PYRRP PAWRP PCWRP PFWRP PWPRP R1 Yennamalli* CLREC* A4 Kampmann* A5 Kampmann* C6 Wang* NITD448 Poh* keterangan: * standar ΔGbinding (Kkal/mol) -24.0833 -20.2963 -19.9615 -18.9418 -18.3896 -14.3512 -12.3581 -15.5195 -14.6856 -13.8653 -11.5687 pKi 17.5453 14.7855 14.5416 13.7987 13.3965 10.4550 9.0031 11.3063 10.6988 10.1012 8.4281 Gbr 4. Visualisasi kontak residu antara ligan PYRRP dengan cavity protein envelope DENV Gbr 3. Gambar 2D dari ligan peptida siklis terbaik hasil screening dengan molecular docking Hasil screening menunjukkan bahwa ligan PYRRP dan PAWRP memiliki kestabilan dan interaksi yang baik dengan protein dibandingkan keenam ligan standar berdasarkan nilai ΔGbinding dan pKi-nya (Tabel 1). Kestabilan dan interaksi yang baik dari kompleks yang terbentuk dapat diamati dari banyaknya interaksi berupa ikatan hidrogen yang terbentuk. Rantai samping dari residu asam amino GluA360, Ser A363, dan Asp A362 berinteraksi membentuk ikatan hidrogen dengan ligan PYRRP. Rantai samping dari GluA360 dan Asp A362 berinteraksi membentuk ikatan hidrogen dengan gugus amina pada Arginin dari ligan. Sedangkan rantai samping dari Ser A363 berinteraksi membentuk ikatan hidrogen dengan atom oksigen dari gugus karboksil (backbone) residu Tirosin pada ligan (Gbr 4). Rantai samping dari residu Glu A360 dan Lys A157 berinteraksi membentuk ikatan hidrogen dengan ligan PAWRP. Rantai samping dari Glu A360 berinteraksi membentuk ikatan hidrogen dengan gugus amina pada Arginin dari ligan. Sedangkan rantai samping dari Lys A157 berinteraksi membentuk ikatan hidrogen dengan atom oksigen dari gugus karboksil (backbone) residu Alanin pada ligan (Gbr 5 ). Terjadi juga interaksi hidrofobik antara residu His A158 dan Lys A295 dengan rantai samping aromatik dari Triptofan pada ligan. Gbr 5. Visualisasi kontak residu antara ligan PAWRP dengan cavity protein envelope DENV Perancangan peptida..., Andreas S. Nugroho, FMIPA UI, 2013 Hasil prediksi sifat farmakologi terhadap ligan Empat parameter Lipinski’s Rules of Five yang harus dipenuhi adalah berat molekul tidak lebih dari 500 Da, logP tidak lebih dari 5, jumlah H-donor (n OHNH) tidak lebih dari 5, dan jumlah H-acceptor (n ON) tidak lebih dari 10 (15). Meskipun demikian, Lipinski’s Rules tidak selalu menjadi acuan dalam perancangan suatu obat. Umumnya Lipinski’s Rules of Five hanya digunakan untuk memprediksi molekul obat yang memiliki berat molekul yang relatif kecil. Kelima ligan peptida siklis (PYRRP, PAWRP, PCWRP, PFWRP, dan PWPRP) serta ligan standar CLREC tidak memenuhi kriteria kelulusan Lipinski’s Rules. Hal ini disebabkan karena keenam ligan peptida siklis tersebut merupakan ligan yang berbasis peptida dalam bentuk pentapeptida siklis sehingga ukuran dan berat molekulnya tidak memenuhi kriteria Lipinski’s Rules (Tabel 2). Nilai logP merupakan koefisien partisi yang dirumuskan sebagai rasio kosentrasi suatu molekul dalam oktanol dan air. Nilai logP berhubungan dengan hidrofobisitas suatu molekul obat. Semakin besar nilai logP maka sifat hidrofobisitas senyawa obat tersebut juga meningkat. Kelima ligan peptida siklis dan ligan standar CLREC memiliki nilai logP kurang dari 5 sesuai Lipinski’s Rules. Hal ini disebabkan karena sifat hidrofobisitas dari ligan dipengaruhi oleh gugus rantai samping residu asam amino penyusun ligan tersebut. Bioavailibilitas oral yang tinggi menjadi pertimbangan penting dalam mengembangkan molekul bioaktif sebagai therapeutic agent. Bioavailibilitas oral merupakan tingkat presentase obat dalam darah dengan rute pemberian secara oral. Prediksi bioavailibilitas oral suatu senyawa obat dilakukan berdasarkan parameter Veber’s Rules yang mencakup: rotatable bonds tidak lebih dari 10, tPSA (Topological Surface Area) tidak lebih dari 140 Å, dan jumlah H-bonds (H-donor + H-acceptor) tidak lebih dari 12. tPSA didefenisikan sebagai luas semua permukaan atom polar dari senyawa obat yang dipengaruhi oleh atom-atom oksigen (O), nitrogen (N), dan hidrogen (H). Nilai tPSA cenderung digunakan sebagai matrik untuk optimasi dari kemapuan obat menembus membran sel (16). Pada Hasil prediksi bioavailibilitas oral menunjukkan bahwa kelima ligan peptida siklis memiliki bioavailibilitas oral yang rendah dibandingkan dengan ligan standar (Tabel 2). Rendahnya bioavailibilitas oral disebabkan karena residu-residu asam amino penyusun kelima ligan peptida siklis didominasi oleh asam amino bersifat polar sehingga ligan peptida siklis memiliki nilai tPSA yang lebih besar dari batas yang ditentukan oleh Veber’s Rules. Nilai druglikeness menggambarkan kandungan fragmen yang sering dijumpai dalam obat yang dikomersialkan. Nilai drug likeness dari ligan PYRRP, PAWRP, PFWRP, PCWRP, dan PWPRP memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan ligan standar. Sedangkan nilai drug score merupakan kombinasi dari druglikeness, logP, solubility, berat molekul, dan resiko toksisitas dalam satu nilai praktis yang digunakan untuk menilai potensi keseluruhan senyawa untuk memenuhi syarat sebagai obat. Ligan PYRRP, PAWRP, PCWRP, dan PWPRP memiliki nilai drug score lebih besar dibandingkan dengan ligan standar. Studi toksisitas terhadap ligan Hasil prediksi toksisitas dengan Toxtree memperlihatkan bahwa kelima ligan peptida siklis (PYRRP, PAWRP, PCWRP, PFWRP, dan PWPRP) tidak berpotensi bersifat mutagenesis dan karsinogenesis berdasarkan pendekatan QSARs (Qualitative or Quantitative Structure-ActivityRelationship). Kelima ligan ini juga tidak memiliki kecenderungan bersifat karsinogen baik dalam tingkat genotoxic dan nongenotoxic (Tabel 3). Hasil prediksi toksisitas dengan Osiris Property Explorer ditunjukan dengan parameter warna; warna hijau menunjukkan tingkat kecenderungan rendah terhadap parameter, sedangkan warna merah menunjukkan tingkat kecenderungan tinggi terhadap parameter. Hasil prediksi menunjukkan bahwa ligan PYRRP, PAWRP, dan PWPRP memiliki kecenderungan yang rendah terhadap sifat mutagenic, tumorgenic, irritant, maupun reproductive effective (Tabel 4). Sedangkan untuk ligan PFWRP dan PCWRP memiliki tingkat kecenderungan yang tinggi terhadap sifat mutagenic. Hal ini disebabkan karena kedua ligan ini memiliki cincin aromatik pada gugus rantai samping residu asam amino fenilalanin (F) dan triptofan (W) yang bersifat toksik dalam tubuh. Hasil analisa sifat ADME-Tox menunjukkan bahwa kelima ligan peptida siklis (PYRRP, PAWRP, PCWRP, PFWRP, dan PWPRP) memiliki efek kesehatan yang sangat buruk terhadap organ hati, ginjal, usus halus, dan sistem peredaran darah. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya cincin aromatis pada gugus rantai samping residu asam amino fenilalanin (F) dan triptofan (W) yang menyusun ligan. Ukuran ligan yang terlalu besar juga mengakibatkan penyumbatan pada pembuluh darah. Meskipun demikian, kelima ligan peptida siklis hasil rancangan memiliki probabilitas toksik yang lebih baik dibandingkan dengan ligan standar (Tabel 5). Hasil analisa ADME-Tox juga menunjukan bahwa kelima ligan memiliki bioavailibilitas oral yang rendah (< 30%) (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan hasil prediksi sifat farmakologi berdasarkan Veber’s Rules (16). Bioavailibilitas oral yang rendah mengharuskan proses penghantaran obat dilakukan melalui injeksi. Perancangan peptida..., Andreas S. Nugroho, FMIPA UI, 2013 Tabel 2. Hasil prediksi sifat farmakologi ligan peptida siklis Ligan Berat LogP n ON Molekul n tPSA OHNH (Å) n rotb Drug Drug score likeness (Da) PYRRP 669.77 -1.07 17 12 271.95 12 9.44 0.55 PAWRP 607,70 0.24 14 8 205.61 7 8.67 0.58 PFWRP 683.80 1.83 14 8 205.61 9 9.15 0.29 PCWRP 639.77 0.16 14 8 244.41 8 4.06 0.32 PWPRP 633.74 -0.24 14 7 196.82 7 9.09 0.56 CLREC* 620.74 -4.30 16 12 329.52 11 -2.41 0.31 R1 Yennamalli * A4 Kampman* 414.84 5.84 6 1 72.95 4 0.98 0.26 402.69 4.12 6 2 100.08 4 2.12 0.20 A5 Kampman* 469.39 7.57 5 1 87.64 6 1.80 0.50 C6 Wang* 428.94 5.95 4 1 78.94 5 0.29 0.08 NITD448 Poh* 653.49 7.30 6 2 122.27 12 -4.44 0.05 Keterangan : * standar Tabel 3. Hasil prediksi toksisitas dengan Toxtree Ligan Negative for genotoxic carcinogenicity Negative for nongenotoxic carcinogenicity Potential S.typhimurium TA100 mutagen based on QSARs No Potential carcinogen based on QSARs No PYRRP Yes Yes PAWRP PFWRP PCWRP PWPRP CLREC* R1 Yennamalli* C6 Wang* A4 Kampmann* A5 Kampmann* NITD448 Poh* Yes Yes Yes Yes Yes Yes Yes Yes Yes Yes Yes No No No No No No No No No No No No No Yes Yes No Yes No No No No No No No No No Yes No No Keterangan : * standar Perancangan peptida..., Andreas S. Nugroho, FMIPA UI, 2013 Tabel 4. Hasil prediksi toksisitas ligan peptida siklis dengan Osiris Property Explorer Mutagenic Tumorgenic Ligan Irritant Reproductive effective PYRRP Hijau Hijau Hijau Hijau PAWRP Hijau Hijau Hijau Hijau PFWRP Merah Hijau Hijau Hijau PCWRP Merah Hijau Hijau Hijau PWPRP Hijau Hijau Hijau Hijau CLREC* Hijau Hijau Hijau Hijau R1 Yennamalli* Hijau Hijau Hijau Hijau C6 Wang* Hijau Kuning Hijau Hijau A4 Kampmann* Hijau Hijau Kuning Hijau A5 Kampmann* Kuning Merah Hijau Hijau NITD448 Poh* Hijau Hijau Merah Hijau Keterangan : * standar Tabel 5. Hasil analisa sifat ADME-Tox terhadap ligan peptida siklis Parameter Oral Bioavailibility PYRRP PAWRP PWPRP PFWRP PCWRP Less than 30% Less than 30% Less than 30% Less than 30% Less than 30% Blood 1.00 1.00 1.00 1.00 0.96 Cardiovascular 0.36 0.97 0.63 0.98 1.00 Gastrointestinal 0.90 0.96 1.00 0.98 0.97 Kidney 0.99 1.00 1.00 1.00 1.00 Liver 0.99 1.00 1.00 0.99 0.99 Lungs 0.89 0.84 0.96 0.96 0.89 Probability of Toxicity No (94% probability non-toxic) Yes (80% probability harmful) Yes (78% probability harmful) Yes (85% probability hazard and harmful) Yes (80% probability harmful) PGP Inhibitor No No No No No CNS active No No No No No Health Effects: Active Transport : Pep T1 Not Transported Not Transported Not Transported Not Transported ASBT Not Transported Not Transported Not Transported Not Transported Perancangan peptida..., Andreas S. Nugroho, FMIPA UI, 2013 Not Transported Not Transported Berdasarkan hasil docking, prediksi sifat farmakologi, dan prediksi toksisitas terhadap ligan peptida siklis, maka ligan PYRRP dan PAWRP dijadikan sebagai ligan terbaik sebagai inhibitor fusi protein envelope DENV untuk selanjutnya dilakukan simulasi molecular dynamics. untuk kompleks protein-ligan PAWRP. Setelah mencapai titik ekuilibrasi, kedua kompleks proteinligan sudah dapat menyesuaikan konformasinya dengan dengan pelarut implisit. Hasil simulasi molecular dynamics Simulasi molecular dynamics digunakan untuk menganalisa perubahan konformasi kompleks proteinligan akibat diberikan pengaruh pelarut implisit ke dalam sistem. Oleh karena itu protein dan ligan dikondisikan dalam keadaan fleksibel dengan mengatur solvasi gas phase menjadi born. Metode dynamics ini sangat penting dalam meningkatkan proses perancangan obat karena obat yang telah dirancang akan dikonsumsi ke dalam tubuh yang kebanyakan mengandung pelarut air (17). Ada tiga tahap dalam simulasi molecular dynamics, yaitu tahap inisialisasi, tahap ekulibrasi, dan tahap produksi. Pada tahapan inisialisasi, dilakukan penentuan keadaan awal sistem seperti koordinat atom, kecepatan dan energi potensial sistem. Setelah itu simulasi dijalankan hingga sistem mencapai titik ekuilibrasi yang ditunjukkan dengan semakin menurunnya energi potensial sistem hingga mencapai kestabilan. (18). Tahapan produksi menghasilkan trajectory dari suatu simulasi. Trajectory yang diperoleh merupakan koordinat yang dibentuk dengan mengambil data perubahan dari waktu ke waktu yang menunjukkan keadaan setiap atom pada rentang waktu simulasi akibat pengaruh suhu. Tahap inisialisasi dilakukan pada temperatur 300 K dengan rentang waktu 100 ps. Gbr 6. Kurva inisialisasi kompleks protein-ligan PYRRP Pada kompleks protein-ligan, fluktuasi dimulai dari 0 ps sampai dengan 30 ps untuk ligan PYRRP (Gbr 6), sedangkan untuk ligan PAWRP fluktuasi dimulai dari 0 ps sampai dengan 28 ps (Gbr 7). Waktu yang diperlukan untuk mencapai titik ekuilibrasi yaitu, 30 ps untuk kompleks protein-ligan PYRRP, dan 28 ps Gbr 6. Kurva inisialisasi kompleks protein-ligan PAWRPP Tahap produksi kedua kompleks protein-ligan (PYRRP dan PAWRP) dilakukan pada suhu 310 K dan 312 K. Suhu 310 K tersebut merupakan temperatur tubuh dalam keadaan normal, sedangkan 312 K merupakan suhu tubuh pada saat demam dengue. Tahap produksi dibagi menjadi tiga tahap, yaitu heating, simulasi utama, dan cooling. Heating dilakukan untuk menaikkan temperatur sistem sampai ke titik ekuilibrium dan cooling dilakukan untuk menemukan energi konformasi terendah dari kompleks. Hasil tahap produksi pada 310 K menunjukkan bahwa kedua ligan, PYRRP dan PAWRP, masing-masing tetap mempertahankan interaksinya dengan membentuk ikatan hidrogen pada cavity protein envelope sampai pada akhir tahap cooling. Selama awal tahap inisialisasi sampai pada akhir tahap simulasi 5000 ps, ligan PYRRP dan PAWRP tetap berinteraksi dengan residu binding site dari cavity protein envelope. Pembentukan ikatan hidrogen antara ligan dengan cavity protein selama simulasi dynamics terjadi melalui beberapa cara, yaitu melalui interaksi rantai samping ligan dengan rantai samping dan backbone dari cavity protein (Tabel 6). Hasil tahap produksi pada 312 K juga menunjukkan bahwa kedua ligan, PYRRP dan PAWRP, masingmasing juga tetap mempertahankan interaksi dengan cavity pada protein envelope DENV sampai pada akhir tahap cooling. Selama awal proses inisialisasi sampai pada akhir tahap simulasi 5000 ps, ligan PYRRP dan PAWRP tetap konsisten berikatan dengan residu binding site dari cavity protein envelope. Ikatan hidrogen antara ligan PYRRP dengan residu Glu A360, Asp A362, dan Ser A363 dari cavity masih dipertahankan hingga akhir simulasi. Sedangkan untuk ligan PAWRP masih mempertahankan interaksinya hingga akhir simulasi dengan membentuk ikatan hidrogen dengan residu Glu A360 dan Glu A147 dari cavity (Tabel 7). Perancangan peptida..., Andreas S. Nugroho, FMIPA UI, 2013 Tabel 6. Data ikatan hidrogen pada kompleks selama simulasi dynamics pada 310 K Ligan PYRRP PAWRP Tahap Inisialisasi Glu A360, Glu A360, Glu A360, Glu A360, Asp A362, Asp A362, Asp A362 Glu A360, Glu A360, Lys A157 Heating 10 ps Glu A360, Glu A360, Glu A360, Asp A362, Ser A363 Glu A147, Glu A148, Glu A360 Simulasi 5000 ps His A158, His A158, Lys A295, Lys A295, Asp A329, AspA329, Glu A360, Glu A360, Glu A360, Lys A361, Lys A361, Asp A362, Asp A362, Asp A362, Thr A359, Glu A360, Glu A360, Glu A360, Ser A363 Glu A148, Glu A148, Glu A148, His A149, Lys A295 His A158, His A158, Lys A295, Lys A295, Asp A329, Asp A329, Thr A359, Thr A359, Glu A360, Glu A360, Glu A360, Glu A360, Lys A361, Lys A361, Asp A362, Asp A362, Asp A362, Ser A363 Glu A148, Glu A148, His A149, His A149, Lys A295 Cooling 10 ps Tabel 7. Data ikatan hidrogen pada kompleks selama simulasi dynamics pada 312 K Ligan PYRRP PAWRP Tahap Inisialisasi Glu A360, Glu A360, Glu A360, Glu A360, Asp A362, Asp A362, Asp A362 Glu A360, Glu A360, Lys A157 Heating 10 ps Glu A360, Glu A360, Glu A360, Asp A362, Ser A363 Glu A147, Glu A148, Glu A360 Simulasi 5000 ps Glu A147, Glu 360, Glu A360, Glu 360, Ser A363 Glu A147, Glu 360, Glu A360, Glu 360 Glu A147, Glu A147, Gly A177, Ser A363, Thr A359, Glu A360, Glu A360, Glu A360 Glu A147, Glu 360, Glu A360, Glu 360 Cooling 10 ps Keterangan : Residu berwarna merah adalah residu binding site dari cavity protein envelope DENV Perancangan peptida..., Andreas S. Nugroho, FMIPA UI, 2013 Besarnya perubahan konformasi kompleks proteinligan akibat pengaruh pelarut implisit dan suhu dapat dilihat dari kurva waktu simulasi terhadap nilai RMSD (Root Mean Square Deviation). Gbr 8. Kurva RMSD kompleks protein-ligan PYRRP selama simulasi 5000 ps Kurva RMSD kedua kompleks protein- ligan pada simulasi terlihat cukup stabil selama simulasi 5000 ps. Hal ini ditunjukkan oleh pola kurva yang cenderung linier. Namun terjadi fluktuasi nilai RMSD kompleks protein-ligan PYRRP pada selang waktu simulasi 1000-1500 ps pada 310 K. Akan tetapi kompeks tetap mempertahankan kestabilannya di 310 K dan 312 K pada selang waktu simulasi 2500-5000 ps (Gbr 8). Perubahan konformasi kompleks selama simulasi 5000 ps mengikuti perubahan konformasi struktur protein envelope DENV dalam perubahan bentuk dimer menjadi trimer. Sehingga ligan PYRRP dapat membuat struktur protein envelope DENV stabil pada 310 K dan 312 K. 4. KESIMPULAN Hasil screening melalui molecular docking didapatkan lima ligan (PYRRP, PAWRP, PCWRP, PFWRP, dan PWPRP) yang memiliki afinitas (ΔG binding dan pKi) lebih baik dengan cavity protein envelope DENV sebagai targetnya. Berdasarkan hasil prediksi farmakologi dan studi toksisitas, diperoleh ligan PYRRP dan PAWRP sebagai ligan terbaik untuk selanjutnya dilakukan simulasi molecular dynamics. Pada simulasi dynamics, kedua ligan, PYRRP dan PAWRP, tetap mempertahankan interaksi dengan cavity protein envelope DENV hingga akhir simulasi 5000 ps baik pada 310 K maupun 312 K. Berdasarkan analisa perubahan konformasi (kurva RMSD), ditunjukkan bahwa ligan PYRRP dapat mempertahankan kestabilan konformasi kompleks protein-ligan. Sedangkan ligan PAWRP lebih aktif di 310 K dibandingkan di 312 K. Oleh karena itu, ligan PYRRP memiliki potensi sebagai sebagai inhibitor fusi protein envelope DENV untuk dikembangkan selanjutnya sebagai obat. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih saya ucapkan kepada Bapak Syarifudin Idrus atas segala bantuan dan diskusinya mengenai penelitian saya serta beberapa penelitian terkait lainnya. DAFTAR ACUAN [1] WHO. (2012). Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. World Health Organization. [2] Lindenbach, B.D and Rice, C.M. (2007). Flaviridae: The Viruses and Their Replication: In Fundamental Virology. Knipe DM & Howley PM, eds, pp. 991−1041. Lippincott. [3] Zuo, Z., et al. (2009). Mechanism of NS2BMediated Activation of NS3pro in Dengue Virus: Molecular Dynamics Simulation and Bioassays. Virology Journal: vol. 83 No. 2, 1060-1070. Gbr 9. Kurva RMSD kompleks protein-ligan PAWRP selama simulasi 5000 ps Kurva RMSD pada kompleks protein-ligan PAWRP pada 312 K memiliki nilai rerata RMSD lebih kecil dibandingkan pada 310 K. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan konformasi kompleks pada 310 K lebih besar dari 312 K. Sehingga ligan PAWRP lebih aktif membentuk kompleks dengan protein envelope DENV pada 310 K dibandingkan pada 312 K. [4] Kampmann, T., et al. (2009). In silico Screening of Small Molecule Libraries using The Dengue Virus E Protein has Identified Compounds with Antiviral Activity Againts Multiple Flaviviruses. Antiviral Research, 84, 234−241. [5] Modis, Y., et al. (2003). Ligand-binding Pocket in the Dengue Virus Envelope Glycoprotein. Proc Natl Acad Sci USA, 100(12), 6986-91. [6] Li, Z., et al. (2008). Design, Synthesis, and Biological Evaluation of Antiviral Agents Perancangan peptida..., Andreas S. Nugroho, FMIPA UI, 2013 Targeting Flavivirus Envelope Protein. J MedChem, 51(15), 4660−4671. [7] Wang, Q.Y., et al. (2009). A Small-Molecule Dengue Virus Entry Inhibitor. Antimicrobial Agents and Chemotherapy, Vol. 53, No. 5, 1823– 1831. [18] Nurbaiti, S. (2009). The Role of Interface Domain Interactions on Thermal Stability of DNA Polymerase I ITB-1. International Journal of Intergrative Biology. ISSN 0973-8363. [8] Poh, M.K., et al. (2009). A Small Molecule Fusion Inhibitor of Dengue Virus. Antiviral Research, 84, 260−266. [9] Yennamali, R., et al. (2009). Identification of Novel Target Sites and an Inhibitor of The Dengue Virus E Protein. J. Compute Aided Mol, 23, 333– 341. [10] William. (2012). Karya Magister Utama Kimia UI: Perancangan Peptida Siklis Disulfida sebagai Inhibitor Fusi Protein Envelope DENV. Departemen Kimia FMIPA-UI. Depok. [11] Pohl, S., Goddard, R., and Kubik, S. (2001). A New Cyclic Ttrapeptide Composed of Alternating L-Proline and 3-Aminobenzoic Acid Subunits. Tetrahedron Letters: 42, 7555-7558. [12] Apriyanti, N. (2010). Karya Utama Sarjana Kimia UI: Simulasi Dinamika Molekul Kompleks NS3-NS2B Protease Virus Dengue dengan Inhibitor Potensial Peptida Siklis Disulfida. Departemen Kimia FMIPA-UI. Depok. [13] Tambunan, U.S.F., et al. (2011). Computational Design of Disulfide Cyclic Peptide as Potential Inhibitor of Complex NS2B-NS3 Dengue Virus Protease. African Journal of Biotechnology, Vol. 10(57), 12281−12290. [14] Kitchen, D.B., et al. (2004). Docking and Scoring in Virtual Screening for Drug Discovery: Methods and Applications. Nature Reviews: Drug Discovery 3 (11): 935–49. [15] Lipinski, C.A., et al. (1996). Experimental and Computational Approaches to Estimate Solubility and Permeability in Drud Discovery and Development Setings. Elsevier, Advanced Drug Delivery Reviews 46 (2001) 3-26. [16] Vebber, D.F., et al. (2002). Molecular Properties that Influence the Oral Bioavailibility of Drug Candidates. J. Med. Chem. 2002, 45, 2615-623. [17] Alonso, H., Bliznyuk, A.A., and Gready, J.E. (2006). Combining Docking and Molecular Dynamic Simulations in Drug Design. Medicinal Research Reviews, 26(5):531-568. Perancangan peptida..., Andreas S. Nugroho, FMIPA UI, 2013 l Perancangan peptida..., Andreas S. Nugroho, FMIPA UI, 2013