10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini peneliti menguraikan

advertisement
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini peneliti menguraikan beberapa konsep, teori, pendapat para ahli
keperawatan dan hasil – hasil penelitian terdahulu yang mendukung penelitian yang telah
dilakukan, serta kerangka teori yang melandasi penelitian ini.
A. Diabetes Melitus (DM)
1. Definisi
DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dan bersifat degeneratif yang
dimanifestasikan oleh kehilangan toleransi karbohidrat dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua – duanya dan merupakan salah satu penyakit tidak menular yang sangat
cepat peningkatannya (American Diabetes Association, 1998 dalam Soegondo,
2007: Price & Wilson, 2006 : Suyono dalam Sudoyo, 2006).
DM mempunyai 2 tipe utama, yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2 (Ignativicius,
1999). Sebagian besar DM tipe 1 banyak terjadi pada orang muda dibawah usia
35 tahun. DM tipe 2 adalah tipe diabetes yang paling banyak ditemukan, yaitu 90
– 95% dari seluruh pengidap DM dan sering terjadi pada usia diatas 45 tahun.
(Smeltzer & Bare, 2002; Suyono dalam Soegondo et al, 2007).
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
11
DM tipe 2 merupakan suatu kondisi hiperglikemia akibat resistensi insulin,
dimana
insulin
diproduksi
oleh
pankreas
tetapi
tubuh
tidak
dapat
mempergunakannya dengan efektif. Hal tersebut mencegah masuknya glukosa
kedalam sel otot, sehingga glukosa dalam darah meningkat mencapai tingkat yang
abnormal (American Council on Exercise, 2001).
2. Klasifikasi
ADA dalam Standard of Medical Care in Diabetes (2006) mengklasifikasikan
DM menjadi 4 (empat), yaitu :
a. DM tipe 1, disebut juga DMTI (DM Tergantung Insulin) atau Juvenil DM.
DM jenis ini disebabkan oleh kurangnya/tidak adanya produksi insulin karena
reaksi otoimun akibat adanya peradangan pada sel beta (insulitis) yang
akhirnya menyebabkan produksi insulin terganggu.
b. DM tipe 2, disebut juga DMTTI (DM Tidak Tergantung Insulin) kadar insulin
normal bahkan mungkin mengalami peningkatan, tetapi jumlah reseptor
insulin pada permukaan sel kurang, sehingga tetap saja gula dalam darah tidak
bisa sampai ke dalam sel. (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi
insulin bersama resistensi insulin).
c. DM tipe lain : Adalah DM yang disebabkan karena defek genetik fungsi sel
beta/kerja insulin, penyakit endokrin pankreas, endokrinopati, obat-obatan,
infeksi, imunologi (jarang) malnutrisi dan sindroma genetik.
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
12
d. DM kehamilan : Adalah diabetes yang terjadi selama kehamilan. Ini meliputi
2 – 5% dari seluruh diabetes. DM jenis ini akan berdampak pada pertumbuhan
janin kurang baik. DM gestasional meliputi penyakit DM yang benar-benar
timbul akibat kehamilan dan DM yang baru terdeteksi saat kehamilan.
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya DM
a. Genetik
Faktor genetik merupakan faktor yang penting pada DM. Kelainan yang
diturunkan
dapat
langsung
mempengaruhi
sel
beta
dan
mengubah
kemampuannya untuk mengenali dan menyebarkan sel rangsang sekretoris
insulin. Keadaan ini meningkatkan kerentanan individu tersebut terhadap
faktor – faktor lingkungan yang dapat mengubah integritas dan fungsi sel beta
pankreas (Price & Wilson, 2002).
Secara genetik resiko DM tipe 2 meningkat pada saudara kembar monozigotik
seorang DM tipe 2, ibu dari neonatus yang beratnya lebih dari 4 Kg, individu
dengan gen obesitas, ras atau etnis tertentu yang mempunyai insiden tinggi
terhadap DM (Price & Wilson, 2002). Siperstein dalam Waspadji (2007)
menyatakan dalam penelitiannya pada pasien DM didapatkan 90% memiliki
kelainan pada membran basal otot dan kelainan serupa didapatkan pada 53%
orang non DM yang kedua orangtuanya mengidap DM.
b. Usia
DM tipe 2 biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin sering terjadi
setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia lanjut. Usia lanjut
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
13
yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50 – 92%
(Medicastore, 2007; Rochmah dalam Sudoyo, 2006). Sekitar 6% individu
berusia 45-64 tahun dan 11% individu diatas usia 65 tahun menderita DM tipe
2 (Ignativicius & Workman, 2006).
Goldberg dan Coon dalam Rochmah (2006) menyatakan bahwa umur sangat
erat kaitannya dengan terjadinya kenaikan kadar glucosa darah, sehingga
semakin meningkat usia maka prevalensi diabetes dan gangguan toleransi
glucosa semakin tinggi. Proses menua yang berlangsung setelah usia 30 tahun
mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan
dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan akhirnya pada
tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen
tubuh yang dapat mengalami perubahan adalah sel beta pankreas yang
menghasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan target yang menghasilkan
glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa.
WHO menyebutkan bahwa setelah usia 30 tahun, maka kadar glukosa darah
akan naik 1-2 mg/dl/ tahun pada saat puasa dan akan naik 5,6-13 mg/dl pada 2
jam setelah makan (Rochmah dalam Sudoyo, 2006).
c. Berat Badan (Obesitas)
Obesitas adalah berat badan yang berlebih minimal 20% dari BB idaman atau
indeks massa tubuh lebih dari 25Kg/m2. Obesitas merupakan faktor utama
penyebab timbulnya DM tipe 2, diperkirakan 80-90% pasien DM tipe 2
mengalami obesitas (Medicastore, 2007). Soegondo (2007) menyatakan
bahwa obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap peningkatan
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
14
glukosa darah berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel diseluruh tubuh
termasuk di otot berkurang jumlah dan keaktifannya (kurang sensitif).
d. Aktifitas
Aktifitas fisik berdampak terhadap aksi insulin pada orang yang beresiko DM.
Suyono dalam Soegondo (2007) menjelaskan bahwa kurangnya aktifitas
merupakan salah satu faktor yang ikut berperan dalam menyebabkan resistensi
insulin pada DM tipe 2. Lebih lanjut Stevenson dan Lohman dalam Kriska
(2007) menyatakan individu yang aktif memiliki insulin dan profil glukosa
yang lebih baik daripada individu yang tidak aktif.
Mekanisme aktifitas fisik dalam mencegah atau menghambat perkembangan
DM tipe 2 yaitu : 1) Penurunan resistensi insulin; 2) Peningkatan toleransi
gukosa; 3) Penurunan lemak adiposa; 4) Pengurangan lemak sentral;
Peubahan jaringan otot (Kriska, 2007).
e. Diet
Pemasukan kalori berupa karbohidrat dan gula yang diproses secara
berlebihan, merupakan faktor eksternal yang dapat mengubah integritas dan
fungsi sel beta pada individu yang rentan (Price & Wilson, 2002).
Individu yang obesitas harus melakukan diet untuk mengurangi pemasukan
kalori sampai berat badannya turun mencapai batas ideal. Penurunan kalori
yang moderat (500-1000 kkal/ hari) akan menghasilkan penurunan berat
badan yang perlahan tapi progresif (0,5-1 kg/ minggu). Penurunan berat badan
2,5 – 7 kg akan memperbaiki kadar glukosa darah (American Diabetes
Association; 2006; Price & Wilson, 2002; Sukarji dalam Soegondo, 2007)
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
15
f. Stress
Stress adalah segala situasi dimana tuntutan non spesifik mengharuskan
individu berespon atau melakukan tindakan (Selye 1976 dalam Perry &
Potter, 1997). Reaksi pertama dari respon stres adalah terjadinya sekresi
sistem saraf simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis-adrenal-medular, dan
bila stres menetap maka sistem hipotalamus-pituitari akan diaktifkan.
Hipotalamus mensekresi corticotropin releasing factor yang menstimulasi
pituitari anterior memproduksi adenocorticotropic factor (ACTH). ACTH
memstimulasi produksi kortisol, yang akan mempengaruhi peningkatan kadar
glukosa darah. (Guyton & Hall, 1996; Smeltzer & Bare, 2008).
4. Patofisiologi
Kelainan dasar yang terjadi pada DM tipe 2 yaitu: 1) resistensi insulin pada
jaringan lemak, otot, dan hati menyebabkan respons reseptor terhadap insulin
berkurang sehingga ambilan, penyimpanan, dan penggunaan glukosa pada
jaringan
tersebut
menurun;
2)
Kenaikan
produksi
glukosa
oleh
hati
mengakibatkan kondisi hiperglikemia; 3) Kekurangan sekresi insulin oleh
pancreas yang menyebabkan turunnya kecepatan transport glukosa ke jaringan
lemak, otot, dan hepar (Guyton & Hall, 1996; Waspadji dalam Soegondo, 2007).
Resistensi insulin awalnya belum menyebabkan DM secara klinis. Sel beta
pancreas masih dapat melakukan kompensasi bahkan sampai overkompensasi,
insulin disekresi secara berlebihan sehingga terjadi kondisi hiperinsulinemia
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
16
dengan tujuan normalisasi kadar glukosa darah. Mekanisme kompensasi yang
terus menerus menyebabkan kelelahan sel beta pancreas yang disebut
dekompensasi, mengakibatkan produksi insulin menurun secara absolute. Kondisi
resistensi insulin diperberat oleh produksi insulin yang menurun akibatnya kadar
glukosa darah semakin meningkat sehingga memenuhi kriteria diagnosis DM
(Manaf dalam Sudoyo, 2006; Waspadji dalam Soegondo, 2007). Secara skematis
dapat dijelaskan pada skema 2.1 berikut ini :
Skema 2.1
Etiologi Terjadinya DM Tipe 2
Genetik
Resistensi
Insulin
Didapat
Hiperinsulinemia
Resistensi Insulin Terkompensasi
(Normal atau TGT)
Didapat
• Toksisitas Glukosa
• Asam Lemak dll
Genetik
DM Tipe 2
• Resistensi Insulin
TipeHati
2
• ProduksiDM
Glukosa
• Sekresi Insulin Kurang
• Resistensi Insulin
Sumber : Waspadji dalam Soegondo, 2007
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
17
5. Manifestasi Klinis
a. Keluhan Klasik
1) Penurunan berat badan dan perasaan lemas
Pada penderita DM terjadi penurunan berat badan yang relatif singkat dan
lemas. Hal ini disebabkan oleh karena glukosa dalam darah tidak dapat
masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan energi. Untuk kelangsungan hidupnya sumber energi
terpaksa
diambil
dari
cadangan
lain
yaitu
lemak
dan
protein
(glukoneogenesis) sehingga penderita kehilangan simpanan lemak dan
protein yang menyebabkan terjadi penurunan berat badan.
2) Banyak BAK (poliuria)
Bila kadar gula darah meningkat, glukosa akan dikeluarkan melalui ginjal.
Sifat glukosa adalah menghambat reabsorbsi air oleh tubulus ginjal
mengakibatkan air banyak keluar bersama glukosa dalam bentuk air
kemih. BAK yang banyak dan sering ini akan berpengaruh kepada
keseimbangan cairan dan elektrolit penderita, dan berpengaruh juga pada
pola istirahat tidur penderita.
3) Banyak minum (Polidipsi)
Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan
yang keluar melalui air kemih, untuk menghilangkan rasa haus ini
penderita banyak minum.
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
18
4) Banyak makan (Poliphagi)
Rasa lapar pada penderita DM diakibatkan oleh makanan yang
dimetabolisme tidak dapat dimanfaatkan tubuh. Glukosa sebagai hasil
metabolisme karbohidrat tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel
akan kekurangan makanan akibatnya penderita cepat merasa lapar. Untuk
mengatasi perasaan lapar maka penderita banyak makan.
b. Keluhan lain yang umum
1) Gangguan saraf tepi
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki
dimalam hari sehingga mengganggu tidur.
2) Gangguan penglihatan
Pada fase awal penyakit DM sering dijumpai gangguan penglihatan yang
mendorong penderita untuk mengganti kaca mata berulang-ulang.
3) Gatal bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau
daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering juga
dikeluhkan sering bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat
timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk
peniti.
4) Gangguan ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak
secara terus terang dikemukakan penderita. Hal ini terkait dengan budaya
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
19
masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi
menyangkut kejantanan seseorang.
5) Keputihan
Pada wanita sering ditemukan keputihan dan rasa gatal, kadang-kadang
keluhan ini merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.
6. Komplikasi
a. Komplikasi metabolik akut
Komplikasi metabolik DM merupakan akibat perubahan yang relatif akut
pada konsentrasi glukosa plasma yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia.
1) Hipoglikemia
Hipoglikemik ditegakkan bila kadar glukosa plasma ≤ 63mg%
(3,5mmol/L). Hipoglikemia terjadi akibat peningkatan kadar insulin baik
sesudah
penyuntikan
insulin
subkutan
atau
karena
obat
yang
meningkatkan sekresi insulin seperti sulfonylurea (Wahono dan Soemaji
dalam Sudoyo, 2006)
2) Hiperglikemia
Hiperglikemia secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang
berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului stress
akut. Pasien menderita hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan
lipogenesis, peningkatan lipolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak
bebas disertai pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam plasma
menyebabkan ketosis dengan tanda khas penurunan kesadran disertai
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
20
dehidrasi berat (Budisantoso & Subekti dalam Soegondo, 2007; Price &
Wilson, 2002; Smeltzer, 2008). Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa
darah sewaktu ≥ 200mg/dl atau kadar glukosa darah puasa > 126mg/dl,
sudah cukup untuk menegakan diagnosis DM (Gustaviani dalam Sudoyo,
2006).
b. Komplikasi vaskular jangka panjang
Komplikasi vaskuler jangka panjang DM meliputi mikroangiopati dan
makroangiopati. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik DM yang menyerang
kapiler dan arteriol retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati
diabetik), dan saraf – saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot dan kulit.
Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa
ateroskelrosis, yang disebabkan karena penimbunan sorbitol dalam intima
vaskular. Makroangiopati diabetik dapat menyebabkan penyumbatan vaskuler.
Bila mengenai arteri perifer maka dapat mengakibatkan insufisiensi vaskuler
perifer disertai klaudikasio intermitten dan gangren pada ekstremitas. Bila
yang terkena arteri koronaria dan aorta maka dapat menyebabkan angina dan
infark miokard (American Diabetes Association, 2006; Price & Wilson, 2002;
Smeltzer, 2008).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
non
farmakologis
merupakan
langkah
pertama
dalam
pengelolaan DM yaitu berupa perencanaan makan, kegiatan jasmani, dan
penurunan berat badan. Bila dengan penatalaksanaan non farmakologis sasaran
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
21
pengendalian DM belum tercapai, baru dilanjutkan dengan penggunaan obat atau
intervensi
farmakologis.
Menurut
Sarwono
dalam
Waspadji,
(2002).
Penatalaksanaan penyakit DM terbagi atas empat pilar utama yaitu:
a. Perencanaan makan
Tujuan perencanaan makan pada DM tipe 2 yaitu pengendalian glukosa, lipid,
dan hipertensi. Penurunan berat badan dan diet hipokalori (pada pasien yang
gemuk) akan memperbaiki kadar glikemik jangka pendek dan mempunyai
potensi meningkatkan kontrol metabolik jangka panjang. Sukardji dalam
Soegondo (2007) menyatakan bahwa penurunan berat badan ringan dan
sedang (5-10 Kg) dapat meningkatkan kontrol diabetes. Penurunan berat
badan dapat dicapai dengan penurunan asupan energi yang moderat dan
peningkatan pengeluaran energi.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik
sebagai berikut:
Karbohidrat
: 60 – 70%
Protein
: 10 – 15%
Lemak
: 20 – 25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut
dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
idaman. Untuk menentukan status gizi dipakai Body Mass Index (BMI) =
Indek Massa Tubuh (IMT)
BMI = IMT
= BB (Kg)
[ TB (m) ]2
IMT normal wanita
= 18,5 – 23,5 kg/m2
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI,
2 2009
IMT normal pria
= 22,5 – 25 kg/m
22
Untuk kepentingan klinik praktis, dan untuk menentukan jumlah kalori
dipakai rumus Broca.
Rumus Broca:
BB Idaman
= ( TB – 100) – 10%
Berat Badan Kurang = < 90% BBI
Berat Badan Normal = 90 – 110% BBI
Berat Badan Lebih
Gemuk
= 110 – 120% BBI
= >120% BBI
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikali
kebutuhan kalori basal (30 K kal/kg BB untuk laki-laki, dan 25 K kal/kg BB
untuk wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas
(10 – 30%, untuk atlet dan pekerja berat dapat lebih banyak lagi, sesuai
dengan kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya). Koreksi status gizi
(gemuk dikurangi dan kurus ditambah) dan kalori yang diperlukan untuk
mengahadapi stress akut seperti pada infeksi infeksi, sesuai dengan
kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung, dengan komposisi tersebut di atas dibagi
dalam tiga porsi besar, untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%)
serta 2 – 3 porsi (makanan ringan 10 – 15%). Pembagian porsi tersebut
sedapat mungkin disesuaikan dengan kebiasaan klien.Untuk klien DM yang
disertai penyakit lain, pada pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit
penyertanya. Perlu diingatkan bahwa pengaturan makan klien DM tidak
berbeda dengan orang normal, kecuali jumlah kalori dan waktu makan yang
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
23
terjadwal. Untuk kelompok sosial ekonomi rendah makanan dengan
komposisi karbohidrat sampai 70 – 75% juga memberikan hasil yang baik.
Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan lemak dari sumber
asam lemak tidak jenuh dan menghindari asam lemak jenuh.
Jumlah kandungan serat ± 25 g/hari, diutamakan serat larut, garam
secukupnya. Klien DM dengan tekanan darah yang normal masih
diperbolehkan mengkonsumsi garam seperti orang sehat, kecuali bila
mengalami hipertensi harus mengurangi konsumsi garam.
Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Gula sebagai bumbu masakan
tetap diijinkan. Pada keadaan kadar gula darah terkendali, masih
diperbolehkan mengkonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai dengan 5% kalori.
b. Latihan jasmani
Implementasi latihan jasmani secara teratur dapat meningkatkan kontraksi otot
sehingga permeabilitas membran sel terhadap glukosa meningkat, resistensi
insulin berkurang dan sensitivitas insulin meningkat.
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3 – 4 kali seminggu) lamanya
kurang lebih 30 menit yang sifatnya sesuai, sedapat mungkin mencapai zona
sasaran 75 – 85% denyut nadi maximal (220 dikurangi umur), disesuaikan
dengan kondisi kemampuan kondisi penyakit penderita.
Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olahraga sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit, dan olahraga berat
misalnya jogging.
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
24
c. Obat berkhasiat hipoglikemik
Obat hipoglikemik diberikan jika terapi non farmakologis gagal menurunkan
kadar glukosa darah. Soegondo (2007) mengatakan bahwa berdasarkan cara
kerjanya obat hipoglikemik oral terbagi menjadi 4 golongan yaitu pemicu
sekresi insulin (sulfonylurea & glinid) yang mempunyai efek utama
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, meningkatkan jumlah
reseptor insulin pada otot dan sel lemak, meningkatkan efisiensi sekresi
insulin dan potensi stimulasi insulin transport karbohidrat ke sel otot dan
jaringan lemak serta penurunan produksi glukosa oleh hati. Golongan yang
kedua adalah penambah sensitivitas terhadap insulin (Tiazolidindion) yang
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di
perifer. Golongan ketiga adalah penghambat glukoneogenesis (Metformin)
yang mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati dan
memperbaiki ambilan glukosa di perifer. Yang terakhir adalah penghambat
glukosidase alfa (Acarbose), obat ini mempunyai efek menurunkan kadar
glukosa darah sesudah makan.
d. Penyuluhan
Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes adalah penyakit yang
berhubungan dengan gaya hidup (Basuki, 2007). Edukasi diabetes adalah
pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan bagi klien
diabetes yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan
pemahaman klien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
25
sehat, optimal, dan penyesuaian keadaan psikologis serta kualitas hidup yang
lebih baik. (Waspadji dalam Soegondo, 2007).
B. Kepatuhan pada Pasien DM
Masalah kepatuhan telah lama diteliti dalam berbagai aspek baik itu kedokteran,
kesehatan masyarakat, keperawatan, farmakologi, psikologi dan lain – lain. Sebagian
besar penelitian tersebut berfokus pada menyelesaikan masalah terhadap kondisi
khusus (seperti diabetes, hipertensi, dan asma) atau perilaku (kebiasaan merokok,
perilaku seksual yang beresiko dan diet tidak sehat).
Sebagai sebuah kelompok, pasien DM khususnya memiliki kecenderungan memiliki
masalah kepatuhan terhadap pengobatan. (Kurtz, 1990 dalam Delamater, 2006).
Secara general, hasil riset menunjukan bahwa pengobatan/ penatalaksanaan DM
bersifat multidimensional, dan kepatuhan terhadap salah satu komponen pengobatan
tidak selalu terkait dengan kepatuhan pada komponen pengobatan yang lain. (Kurtz,
1990; Kravitz, 1993 dalam Delamater 2006). Sebagai contoh, penelitian menunjukan
terdapat kepatuhan yang lebih baik pada penggunaan obat daripada perubahan gaya
hidup. (Anderson, 1993 dalam Delamater, 2006). Penelitian lain yang dilakukan
Glasgow (1987, dalam Delamater, 2006) diketahui bahwa tingkat kepatuhan pasien
DM untuk melaksanakan diet sebesar 65% namun hanya 19% pasien yang mematuhi
untuk melaksanakan olahraga.
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
26
Self-monitoring of blood glucose (SMBG) atau monitoring gula darah pribadi telah
diimplementasikan lebih dari 25 tahun, dengan teknologi terkini sehingga
memudahkan proses penggunaannya. Meskipun teknologi meningkat, namun pasien
seringkali tidak patuh terhadap penatalaksanaan DM. Penelitian yang dilakukan
Harris (2001, dalam Delamater, 2006) menggunakan sejumlah besar sampel pasien
DM tipe 2, ditemukan bahwa 24% pasien dengan terapi insulin, 65% pasien yang
mengkonsumsi OHO, dan 80% pasien yang hanya menjalani diet atau olahraga saja
tidak pernah atau kurang dari satu kali dalam sebulan melakukan SMBG. SMBG
harian (minimal 1x cek glukosa darah dalam 1 hari) dilaporkan hanya dilakukan oleh
39% pasien dengan terapi insulin dan hanya 5% dilakukan oleh pasien yang diobati
hanya oleh OHO atau diet atau olahraga.
Penelitian Waluya (2008) menunjukan bahwa ada hubungan antara kepatuhan
terhadap 4 pilar penatalaksanaan DM serta perawatan kaki dengan kejadian ulkus
diabetik. Penelitian kualitatif (Purba, 2008) mengenai pengalaman ketidakpatuhan
pasien DM terhadap penatalaksanaan DM diperoleh hasil bahwa penyebabnya adalah
makanan diet yang tidak menyenangkan, tidak memahami manfaaat diet dan latihan
fisik, usia lanjut, keterbatasan fisik, pemahaman yang salah mengenai manfaat obat,
dan alasan ekonomi.
1. Pengertian
Banyak pemberi jasa layanan kesehatan (health care providers) menggunakan
istilah compliance dibanding adherence, meskipun kedua konsep ini sangat
berbeda. Compliance memiliki pengertian perilaku seseorang yang sesuai dengan
anjuran medis. (Haynes, 1979 dalam Delamater, 2006). Noncomplience kemudian
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
27
bermakna bahwa pasien tidak patuh terhadap anjuran pemberi jasa layanan
kesehatan. Pasien yang noncomplience dihubungkan dengan kualitas pribadi
pasien, seperti pelupa, kurang disiplin, atau rendahnya tingkat pendidikan.
Konsep noncomplience tidak hanya mengasumsikan sikap negatif pasien, namun
juga menempatkan pasien pada peran yang pasif dan tidak seimbang dalam
hubungannya dengan tenaga profesional kesehatan.
Kepatuhan didefinisikan sebagai keterlibatan pasien yang bersifat aktif, sukarela
dan kolaboratif dalam menerima perilaku untuk mencapai hasil yang terapeutik
Thorm (2006). Secara implisit, konsep kepatuhan adalah pilihan dimana
pencapaian tujuan, perencanaan dan implementasinya bersifat mutual. Pasien
menginternalisasi rekomendasi pengobatan dan kemudian memutuskan untuk
mematuhi panduan tersebut tersebut atau tidak.
Kepatuhan dimaknai sebagai perilaku seseorang dalam meminum obat, mengikuti
anjuran berdiet, dan atau melakukan perubahan gaya hidup yang sesuai dengan
rekomendasi dari tenaga kesehatan profesional. (WHO, 2003). Pendapat lain
yang dikemukakan oleh Hentinen (1987), kepatuhan adalah proses pengelolaan
diri yang aktif, bertanggung jawab dan fleksibel dimana pasien berupaya untuk
mencapai kondisi sehat melalui kolaborasi dengan tenaga kesehatan profesional.
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
28
2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa ada 5 (lima) faktor yang berhubungan
dengan kepatuhan terhadap penatalaksanaan DM.
a. Faktor Demografi
Etnis yang minoritas, status sosial ekonomi dan status pendidikan yang rendah
seringkali
dihubungkan
dengan
rendahnya
kepatuhan
terhadap
penatalaksanaan DM dan besarnya angka morbiditas pada DM (Harris, 1993
dalam Delamater, 2006).
Beberapa ahli mengemukakan bahwa faktor pendapatan merupakan prediktor
terkuat dari status kesehatan seseorang (McDonough, Duncan, William &
House, 1997; Lantz, House, Lepkowski, Williams, Mero & Chen, 1998).
Sementara itu beberapa ahli yang lain tidak menyetujui pendapat ini karena
beranggapan bahwa faktor pendidikan dan psikososial lebih mempengaruhi
perilaku sehat.
Pengetahuan mengenai pendapatan keluarga perbulan mungkin tidak dapat
memprediksi daya beli keluarga. Hasil penelitian menunjukan bahwa barang
dan jasa yang tersedia di komunitas miskin cenderung memiliki kualitas yang
buruk bila dibandingkan dengan komunitas kaya (Kaplan, 1996; Trout, 1993).
Studi komparatif pada dua lokasi sosial di kota Glasgow, Sooman &
MacIntyre (1993) melaporkan bahwa harga makanan sehat di komunitas
miskin lebih mahal, selain itu ketersediaan sayur dan buah serta kualitasnya
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
29
juga sangat rendah. Dari dua penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
meskipun individu atau keluarga yang miskin mampu membeli barang dan
jasa, namun kualitasnya tidak sebaik barang dan jasa yang tersedia dan
ditawarkan pada individu atau keluarga yang kaya, sehingga nilai gizi dari
makanan yang dikonsumsi tidak optimal dan secara langsung atau tidak
langsung dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang. Karenanya dampak
kesehatan terhadap pendapatan maupun sebaliknya meskipun mungkin
kontribusinya tidak banyak dari semua faktor yang menghubungkan status
kesehatan dan ekonomi, memiliki konsekuensi yang cukup bermakna pada
sebagian orang (Smith, 1999).
Menurut PER-01/MEN/1999, upah minimum Regional Tingkat II untuk
selanjutnya disebut UMR Tk.II adalah upah minimum yang berlaku di daerah
Kabupaten/Kotamadya atau menurut wilayah pembangunan ekonomi daerah
atau karena kekhususan wilayah tertentu. Untuk wilayah kotamadya Bandung,
UMR Tk.II adalah sebesar Rp. 939.000,-.
Menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, karena pendidikan dapat
menambah wawasan sehingga pengetahuan seseorang yang berpendidikan
tinggi akan mempunyai pengetahuan lebih luas dibandingkan mereka yang
memiliki pendidikan rendah. Sementara itu Azwar (1995) mengemukakan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka dia akan cenderung
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
30
untuk berperilaku positif karena pendidikan yang diperoleh dapat meletakan
dasar – dasar pengertian dalam diri seseorang. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Glasgow R (1997) juga menyatakan bahwa pendidikan merupakan faktor
yang penting pada pasien DM untuk dapat memahami dan mengatur dirinya
sendiri dalam mengontrol gula darah.
Pengetahuan merupakan domain dari perilaku yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Begitu juga dengan
pengetahuan yang dimiliki oleh pasien DM Tipe 2 mengenai manfaat terapi
serta komplikasi yang mungkin terjadi bila rekomendasi terapi tidak
dilaksanakan diharapkan dapat membentuk perilaku yang positif salah satunya
berupa kepatuhan dalam melaksanakan 4 (empat) pilar penatalaksanaan DM
di rumah.
b. Faktor Psikologis
The Health Belief Model (HBM) adalah suatu model psikologi yang
digunakan untuk memahami dan memprediksi perilaku sehat melalui aspek
sikap dan keyakinan individu (Conner & Norman, 1996). Model ini sangat
membantu untuk mengidentifikasi hambatan–hambatan yang mempengaruhi
seorang pasien dalam mencapai tujuannya dan mendemonstrasikan bagaimana
seorang praktisi kesehatan dapat meningkatkan perilaku sehat pasien (Shapiro,
2008). Konsep HBM terdiri dari :
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
31
1) Perceived
susceptibility,
persepsi
seseorang
mengenai
status
kesehatannya/penyakit yang sedang diderita.
2) Perceived severity, persepsi seseorang mengenai keseriusan penyakit yang
sedang
diderita
dan
konsekuensi
yang
akan
didapat
akibat
penyakit/kondisi tersebut.
3) Perceived benefits, keyakinan seseorang mengenai keefektifan tindakan
yang disarankan untuk mengurangi resiko atau keseriusan dampak.
4) Perceived barriers, pendapat seseorang mengenai dampak psikologis dari
tindakan yang disarankan
5) Cues to action, strategi untuk mengaktivasi ‘niat/kesiapan untuk
bertindak’.
6) Self-efficacy, Rasa percaya diri dalam melakukan suatu tindakan.
Keyakinan terhadap konsep sehat yang sesuai, seperti tingkat keparahan DM
yang diderita, potensi terhadap komplikasi, dan efektifitas pengobatan mampu
memprediksikan kepatuhan dengan lebih baik (Brownlee, 1987 dalam
Delamater, 2006) Pasien akan patuh jika penatalaksanaan terapi terkesan
masuk akal, efektif, biaya yang dikeluarkan sesuai dengan manfaat yang
didapatkan, merasa memiliki kemampuan untuk mengikuti program, dan
ketika lingkungan mereka mendukung perilaku yang sesuai dengan program
penatalaksanaan DM.
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
32
Penelitian yang dilakukan oleh Harris & Lina dalam Woolridge (1992)
menyimpulkan bahwa health beliefs terbukti memiliki korelasi positif dengan
kepatuhan. Sementara itu dari penelitian Woolridge (1992) disimpulkan
bahwa health beliefs kurang mampu menyebabkan perubahan perilaku atau
meningkatkan kontrol diabetes karena hanya salah satu dari sekian banyak
faktor yang mempengaruhi perilaku sehat.
Tingginya tingkat stress dan koping mal adaptif telah dihubungkan dengan
masalah kepatuhan (Peyrot; 1999 dalam Delamater, 2006). Masalah
psikologis seperti kecemasan, depresi, dan gangguan makan juga telah
diasosiasikan dengan buruknya pengelolaan DM baik pada pasien remaja
maupun pasien dewasa (Delamanter et al, 2006). Penelitian yang dilakukan
oleh DAWN (Diabetes Attitudes, Wishes, and Needs) pada tahun 2005
menunjukan bahwa sejumlah besar pasien DM memiliki kesehatan psikologis
yang buruk dan permasalahan ini mempengaruhi kepatuhan terhadap
penatalaksanaan DM.
c. Faktor Sosial
1) Definisi dukungan sosial
Terdapat banyak definisi tentang dukungan sosial yang dikemukakan oleh
para ahli. Sheridan dan Radmacher menekankan pengertian dukungan
sosial sebagai sumber daya yang disediakan lewat interaksi dengan orang
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
33
lain. “Social support is the resources provided to us through our
interaction with other people”. (Sheridan dan Radmacher, 1992).
Pendapat lain dikemukakan oleh Siegel yang menyatakan bahwa
dukungan sosial adalah informasi dari orang lain bahwa ia dicintai dan
diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai, serta merupakan bagian
dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama. “Social support is
information from others that one is loved and cared for, esteemed and
valued, and part of a network of communication and mutual obligation“
(Siegel dalam Taylor, 1999).
Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dukungan
sosial
merupakan
ketersediaan
sumber
daya
yang
memberikan
kenyamanan fisik dan psikologis yang didapat lewat pengetahuan bahwa
individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai oleh orang lain dan ia
juga merupakan anggota dalam suatu kelompok yang berdasarkan
kepentingan bersama.
2) Sumber dukungan sosial
Sumber dari dukungan sosial ini adalah orang lain yang akan berinteraksi
dengan individu sehingga individu tersebut dapat merasakan kenyamanan
secara fisik dan psikologis. Orang lain ini terdiri dari pasangan hidup,
orang tua, saudara, anak, kerabat, teman, rekan kerja, staf medis serta
anggota dalam kelompok kemasyarakatan.
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
34
3) Dampak dukungan sosial
Beberapa penjelasan keefektivitasan dukungan sosial pada dasarnya ada
tiga, yaitu direct effects, indirect effects, and buffering effects (Duffy &
Wong, 2000; Nelson & Prilleltensky, 2005). The direct effects disebabkan
kontak interpersonal yang terjadi dapat meningkatkan tingkah laku dan
pola hidup sehat akibat akumulasi efek positif dari pengalaman
interpersonal yang baik. The indirect effects terjadi karena pemberian
dukungan tersebut di saat krisis sehingga menurunkan perasaan stress
seseorang ataupun mampu menjadikan masalah tersebut menjadi lebih
kecil, lebih terkontrol, dan menyelesaikan masalah kecilsebelum menjadi
masalah yang lebih besar.Sementara berdasarkan the buffering effects atau
interactive effects, dukungan sosial dapat menghilangkan efek negatif dari
stress dengan mempengaruhi pemahaman, kualitas, dan kuantitas dari
sumber stress tersebut.
4) Keuntungan dukungan sosial
Keuntungan utama dari dukungan sosial adalah sebagai coping strategy
yang dapat dibagi kedalam beberapa fungsi lain yang lebih spesifik antara
lain pemenuhan kebutuhan afiliasi, menentukan self identity dan self
esteem, serta mengurangi stress (Duffy & Wong, 2000).
Fungsi dukungan sosial sebagai pemenuh kebutuhan afiliasi dipenuhi
karena dukungan sosial memungkinkan individu untuk berinteraksi
dengan
orang
lain.
Selain
itu
individu
dapat
mengembangkan
kepribadiannya serta menyadari siapa dirinya dan dimana posisinya dalam
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
35
hierarki sosial, sehingga dapat menentukan self identity dan self esteem
individu tersebut.dukungan sosial juga berfungsi untuk mengurangi stress
karena melalui interaksi, seseorang dapat berpikir lebih realistis dan
mendapatkan perspektif lain sehingga dapat lebih memahami masalahnya.
Lieberman (1992) mengemukakan bahwa secara teoritis dukungan sosial
dapat menurunkan kecenderungan munculnya kejadian yang dapat
mengakibatkan stress. Apabila kejadian tersebut muncul, interaksi dengan
orang lain dapat memodifikasi atau mengubah persepsi individu pada
kejadian tersebut dan oleh karena itu akan mengurangi potensi munculnya
stress. Dukungan sosial juga dapat mengubah hubungan antara respon
individu pada kejadian yang dapat menimbulkan stres dan stres itu sendiri,
mempengaruhi strategi untuk mengatasi stres dan dengan begitu
memodifikasi hubungan antara kejadian yang menimbulkan stres
mengganggu kepercayaan diri, dukungan sosial dapat memodifikasi efek
itu.
Hubungan keluarga memainkan peranan penting dalam penatalaksanaan
DM. Hasil penelitian menunjukan bahwa rendahnya tingkat konflik,
tingginya tingkat kohesi dan organisasi, serta pola komunikasi
berhubungan dengan baiknya kepatuhan pasien terhadap penatalaksanaan
DM (Delamater, 2006). Peran keluarga sebagai sistem pendukung yang
berperan membentuk individu menjadi pribadi yang lebih adaptif terhadap
stress, baik itu stress fisik maupun emosi. Seperti juga yang dikemukakan
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
36
oleh Griffith (1990 dalam Delamater, 2006) bahwa dukungan sosial juga
berfungsi mencegah efek stress lebih lanjut pada penatalaksanaan DM.
d. Faktor Sistem Pelayanan Kesehatan
Notoatmodjo (2003) mengemukakan bahwa sistem pelayanan kesehatan
mencakup pelayanan kedokteran (medical services) dan pelayanan kesehatan
masyarakat (public health services) yang diberikan oleh tenaga profesional
kesehatan termasuk diantaranya perawat. Secara umum pelayanan kesehatan
masyarakat adalah merupakan sub sistem pelayanan kesehatan yang meliputi
pelayanan preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan), kuratif
(pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan).
Hubungan yang baik dan saling percaya antara pasien DM dengan tenaga
kesehatan profesional sangat penting untuk mempertahankan sikap positif
terhadap pengobatan sehingga mampu meningkatkan kepatuhan terhadap
rekomendasi pengobatan, yang pada akhirnya meningkatkan kontrol glikemik
(Delamater, 2006). Kepatuhan terjadi jika tenaga kesehatan menunjukan
respek pada pasien, mengizinkan mereka untuk mengambil keputusan dan saat
bersamaan memberikan konsultasi dan dukungan yang dibutuhkan oleh
pasiennya.
Perawat
sebagai
seorang
caregiver
bermakna
bahwa
perawat
mengintegrasikan perannya sebagai communicator, teacher, counselor,
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
37
advocate, and leader untuk meningkatkan derajat kesehatan klien melalui
berbagai aktivitas pencegahan penyakit, perbaikan status kesehatan dan
memfasilitasi koping terhadap ketidakmampuan dan kematian (Taylor, Lillis
& LeMone, 1993). Fungsi perawat dalam melaksanakan perannya sebagai
seorang communicator adalah menggunakan kemampuan komunikasi
terapeutik serta interpesonal yang efektif bermanfaat untuk membangun dan
mempertahankan helping relationship dengan pasien. Fungsi perawat dalam
melaksanakan perannya sebagai seorang teacher adalah menngunakan
kemampuan berkomunikasi untuk mengkaji, mengimplementasikan, dan
mengevaluasi rencana pembelajaran individu untuk memenuhi kebutuhan
belajar pasien dan keluarganya. Fungsi perawat dalam melaksanakan
perannya sebagai seorang counselor adalah menggunakan komunikasi
terapeutik & interpersonal untuk memberikan informasi, membuat rujukan
dan memfasilitasi proses pemecahan masalah serta kemampuan klien dalam
membuat keputusan. Fungsi perawat dalam melaksanakan perannya sebagai
seorang advocate adalah melindungi hak asasi termasuk diantaranya hak
pasien untuk membuat keputusan terkait kesehatannya. Fungsi perawat dalam
melaksanakan perannya sebagai seorang leader adalah berperilaku asertif dan
percaya diri saat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pasien yang membuat rencana
pengobatan dengan bantuan saran dan dukungan dari tenaga kesehatan,
cenderung lebih patuh terhadap rekomendasi pengobatan dibandingkan
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
38
dengan pasien yang diminta untuk mengikuti terapi pengobatan tanpa
kontribusi atau masukan apapun dari pihak pasien (Koenigsberg, 2004 dalam
Shapiro, 2007).
Penelitian Aubert (1998 dalam Delamater, 2006) menunjukan bahwa kontak
yang teratur dan sering dengan pasien melalui telepon mampu meningkatkan
kepatuhan dan mencapai kemajuan dalam kontrol glikemik, begitu juga kadar
tekanan darah dan lemak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh The Diabetes
Control and Complications Trial (1995), didapatkan bahwa kunci utama
untuk mencapai keberhasilan dalam control glikemik yang baik adalah
ketersediaan dukungan dari tenaga kesehatan kepada pasien diabetes.
Penelitian lain menunjukan hasil bahwa pasien yang merasa puas dengan
hubungan mereka dengan tenaga kesehatan, memiliki kepatuhan yang lebih
baik terhadap pelaksanaan DM. (Von Korff, 1997 dalam Delamater, 2006).
Faktor lain yang juga diyakini dapat meningkatkan kepatuhan pasien adalah
fasilitas yang diberikan oleh rumah sakit/ klinik berupa kartu pos ataupun
telepon untuk mengingatkan pasien terhadap jadual control selanjutnya.
(Haynes, 1979 dalam Delamater, 2006).
e. Faktor Penyakit dan Pengobatan
Secara umum, semakin kompleks regimen terapi, semakin sedikit pasien yang
akan mematuhinya. Indikator dari kompleksitas regimen terapi termasuk
diantaranya frekuensi perilaku merawat diri, contohnya berapa kali dalam
sehari pasien harus melakukan modifikasi perilaku. Tingkat kepatuhan
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
39
ditemukan lebih tinggi pada pasien yang minum obat 1 (satu) kali sehari
dibandingkan pada pasien yang harus minum obat 3 (tiga) kali sehari (Dailey
et al, 2001). Penelitian lain oleh Ary (1986 dalam Delamater, 2006)
didapatkan hasil bahwa pasien DM menunjukan kepatuhan yang lebih baik
terhadap medikasi dibandingkan kepatuhan terhadap perubahan gaya hidup
dan kepatuhan yang lebih baik pada penatalaksanaan yang sederhana
dibandingkan yang lebih kompleks.
Haynes (1979 dalam Delamater, 2006) bahwa ketidakpatuhan seringkali
muncul saat kondisi kesehatan kronik, ketika penyebab timbulnya gejala
bervariasi, atau apabila gejala tidak tampak, program pengobatan kompleks
dan rumit, dan ketika pengobatan membutuhkan perubahan gaya hidup.
Sementara itu hasil studi meta analisis yang dilakukan oleh De Groot et al
(2001) diketahui bahwa ada hubungan yang konsisten dan secara statistik
signifikan antara depresi dengan komplikasi pada pasien DM tipe 1 dan 2,
dimana peningkatan gejala depresi memiliki asosiasi positif dengan
peningkatan jumlah atau tingkat keparahan dari komplikasi diabetes yang
diderita pasien DM.
Durasi menderita penyakit mempunyai hubungan yang negatif dengan
kepatuhan dimana semakin lama seseorang menderita diabetes, semakin
berkurang
kepatuhannya
dalam
menjalankan
terapi
yang
telah
direkomendasikan (WHO, 1999). Hasil studi Glasgow et al (1987) diketahui
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
40
bahwa tingkat aktivitas fisik pada pasien diabetes tipe 1 berhubungan dengan
durasi penyakit. Pasien yang telah menderita diabetes selama 10 tahun atau
kurang memiliki energy expenditure lebih besar dalam beraktivitas fisik
dibandingkan mereka yang memiliki riwayat diabetes lebih lama. Pasien
dengan riwayat menderita diabetes yang lebih lama juga dilaporkan lebih
sering mengkonsumsi makanan yang tidak sesuai, dengan proporsi lemak
jenuh yang besar serta tidak menjalani dietnya dengan benar.
Rendahnya tingkat kepatuhan pada pasien DM adalah permasalahan yang
perlu ditangani dengan serius selama proses perjalanan penyakit, mengingat
DM adalah a progressive silent disease dan komplikasi kronik akibat
buruknya kontrol glukosa akan semakin meningkat seiring dengan waktu
(Gimenes et al, 2007).
3. Pengukuran Kepatuhan
Metoda yang tersedia untuk mengukur kepatuhan terbagi menjadi 2 (dua) yaitu
metoda langsung dan tidak langsung. Setiap metoda memiliki kelebihan dan
kekurangan, dan tidak ada metoda yang dianggap sebagai gold standard. Metoda
langsung (direct methods) termasuk diantaranya terapi observasi langsung,
pengukuran kadar obat atau hasil metabolismenya didalam darah, atau
pengukuran tanda biologis pada urin. Pendekatan langsung, meskipun lebih akurat
dalam mengkaji compliance, namun tidak ekonomis, menyulitkan peneliti dan
berpotensi menyebabkan distorsi pada pasien. Metoda tidak langsung (indirect
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
41
methods) untuk mengkaji kepatuhan antara lain adalah penggunaan kuesioner dan
laporan pasien (patient self-report), penghitungan tablet obat, tingkat penggunaan
resep dokter, pengkajian respon klinis pasien, penggunaan monitor obat
elektronik, pengukuran tanda psikologis dan catatan harian pasien. Uraian lebih
jelasnya dapat dilukiskan pada tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1
Metoda Pengukuran Kepatuhan
Test
Kelebihan
Kekurangan
Metoda Langsung
Terapi observasi langsung
Paling akurat
Pasien menyembunyikan pil di
rongga mulut & kemudian
membuangnya; tidak praktis untuk
penggunaan rutin
Pengukuran kadar obat atau
Objektif
Variasi metabolisme & ’white coat
hasil metobolismenya dalam
adherence’ dapat memberikan
darah
kesan salah; tidak ekonomis
Pengukuran tanda biologis
Objektif
dalam darah
Membutuhkan pengujian
kuantitatif yang mahal dan
pengumpulan cairan tubuh
Metoda Tidak Langsung
Kuesioner, patient self report
Sederhana, ekonomis,
Rentan terhadap kesalahan;
metoda paling berguna
hasilnya mudah didistorsi oleh
pada area klinik
pasien
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
42
Hitung pil
Objektif, dapat dihitung,
Data mudah dipengaruhi oleh
dan mudah dilakukan
pasien (contoh : membuang pil)
Jumlah penulisan ulang resep
Objektif, data mudah
Penulisan ulang resep tidak sama
dokter
didapatkan
dengan konsumsi obat – obatan;
membutuhkan sistem closed
pharmacy
Pengkajian respon klinis
Sederhana; mudah
Faktor lain selain kepatuhan
pasien
dilakukan
berobat dapat mempengaruhi
respon klinis
Monitor obat elektronik
Tepat; hasilnya mudah
Mahal; membutuhkan kunjungan
dihitung; menunjukan
ulang dan mengunduh data dari
pola pasien dalam
vials medikasi
mengkonsumsi obat
Pengukuran tanda fisiologis
Seringkali mudah untuk
Pertanda mungkin tidak ditemukan
(contoh : denyut jantung
dilaksanakan
karena sebab lain (contoh :
pasien yang mengkonsumsi
meningkatnya metabolisme,
beta-blockers)
absorbsi yang buruk, kurangnya
respon)
Catatan harian pasien
Membantu mengatasi
Mudah dipengaruhi oleh pasien
recall yang buruk
Bila pasien adalah anak-anak
Sederhana, objektif
Rentan terhadap distorsi data
Æ kuesioner untuk orangtua
atau guru
Sumber : Osterberg (2002)
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
43
4. Putaran Kepatuhan (The Adherence Loop)
Klein et al (2006) menyatakan bahwa untuk mencapai keberhasilan, seseorang
harus melalui 3 (tiga) tahapan kepatuhan seperti tertuang dalam gambar berikut
ini :
Gambar 2.1 Putaran Kepatuhan
Percaya
Bertindak
Tahu
Sumber : Klein et al (2006)
Tahapan pertama adalah percaya, seseorang harus percaya pada akurasi dari
diagnosa, kesesuaian terapi, kemampuannya untuk melaksanakan terapi, dan
validasi serta kecenderungan terapi untuk mencapai keberhasilan. (Ajzen, 1991;
Bandura, 1989 dalam Klein, 2006).
Ketika seseorang sudah memiliki dasar
kepercayaan, maka mereka akan mengembangkan mental model terhadap kondisi
barunya dan dampak terapi pada hal tersebut.
Pengetahuan. Mental model yang sehat akan membantu seseorang tahu apa yang
hendak dilakukan, dan kapan dan bagaiamana melakukannya. Morrow, Leirer, &
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
44
Sheikh (1988, dalam Klein, 2006) berpendapat bahwa seseorang perlu
mengetahui apa yang hendak dilakukan agar dapat mengerjakan tindakan itu
dengan tepat dan benar. Instruksi yang jelas dan mental model yang
dikembangkan dengan baik membantu individu dalam melakukan tindakan
dengan efektif. Sehingga pengetahuan yang baik tentang kapan dan bagaimana
melaksanakan suatu terapi akan membantu seseorang mengembangkan petunjuk –
petunjuk kritis dan mengingatkan untuk selalu bersikap patuh terhadapnya.
Tindakan. Petunjuk dan pengingat tersebut akan menghantarkan seseorang kepada
suatu tindakan melaksanakan terapi. Tidaklah cukup untuk mengingat bahwa
seseorang harus secara fisik, kognitif, emosi, dan finansial mampu untuk
bertindak. Penelitian Cramer (1998, dalam Klein, 2006) terhadap pasien AIDS,
didapatkan hasil bahwa defisit aspek fisik dan kognitif dapat mempengaruhi
determinasi pasien. Penelitiannya juga menekankan pentingnya umpan balik,
karena keberhasilan dalam tindakan dan terapi harus didukung oleh umpan balik
yang pada akhirnya membutuhkan aspek kepercayaan.
Individu harus melalui putaran ini pada tingkatan multipel. Pada tingkat makro,
saat seseorang menyiapkan, menginisiasi, dan mempertahankan, mereka harus
percaya pada tujuan dan efektifitas dari terapi, tahu bagaimana melaksanakannya
dengan sesuai, dan mampu melaksanakan terapi yang dianjurkan. Pada tingkat
mikro, setiap kali terapi dilaksanakan (atau tidak) adalah penegasan ulang dari
kepercayaan, pengetahuan, dan kemampuan untuk bertindak. Sementara fokus
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
45
dari tahap persiapan adalah percaya, selama tahap selanjutnya setiap tahapan
harus diperkuat untuk mempertahankan kepatuhan. Pemetaan tahapan kepatuhan
dapat membantu mengidentifikasi pada aspek mana dari putaran kepatuhan ini
yang mendapatkan gangguan, sehingga dapat dilakukan upaya perbaikan.
Klein et al (2006) juga menyatakan bahwa ada 4 (empat) faktor kritis yang
membentuk cara seseorang untuk berhasil dalam menjalani ‘lingkaran kepatuhan’
yaitu meliputi karakteristik individu, kondisi, terapi, dan jaringan sosial. Tiap
individu memiliki motivasi yang berbeda, kondisi yang bervariasi terhadap
bagaimana status kesehatan mempengaruhi atau mempunyai dampak pada
kehidupan seseorang, terapi membutuhkan tuntutan serta komitmen yang berbeda,
serta kekuatan serta luasnya jaringan sosial yang dimiliki seseorang, meliputi
tenaga profesional kesehatan dan sistem pendukung lainnya.
C. Asuhan Keperawatan Pasien DM
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematis untuk mengumpulkan
dan menganalisa data sehingga dapat diketahui masalah keperawatan yang ada
pada klien.
a. Pengumpulan Data
1) Biodata
Dikaji tentang identitas klien yang meliputi; nama, umur, agama, suku
bangsa, pendidikan terakhir, pekerjaan, status pekawinan, diagnosa medis,
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
46
nomor medrec, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian dan alamat.
Serta dikaji juga identitas penanggung jawab klien yang meliputi; nama,
umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien
dan alamat.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Merupakan keluhan dari keadaan yang dirasakan oleh klien,
ditanyakan kepada klien tentang keluhan klien yang paling
mengganggu saat itu.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama klien, ditanyakan
kepada klien tentang apa yang dikeluhkan, faktor yang memperberat
dan yang dapat meringankan keluhan, lamanya keluhan, timbulnya
keluhan apakah bertahap atau mendadak, kualitasnya, lokasi
penyebaran, sekalanya, dampak terhadap peran klien di rumah waktu
terjadinya keluhan dan sejak kapan terjadinya penyakit serta upaya
yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Dikaji tentang penyakit yang pernah dialami pada masa lalu, riwayat
alergi, kebiasaan klien seperti merokok, minum alkohol, kopi dan
obat-obatan yang sering dipakai.
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
47
d) Riwayat kesehatan keluarga
Ditanyakan apakah keluarga klien ada yang memiliki penyakit yang
sama dengan klien, penyakit turunan seperti asma dan DM, penyakit
menular seperti TBC.
3) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan sistem tubuh secara menyeluruh
dengan menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
a) Sistem Endokrin
Biasanya didapatkan data polifagi, polidipsi, mual, muntah, kehilangan
BB atau obesitas, pembesaran tyroid, bau aseton.
b) Sistem Kardiovaskuler
Bisanya didapatkan data hipotensi ortostatik, akral dingin, nadi perifer
melemah terutama pada tibia posterior dan dorsalis pedis, CRT
menurun dan dapat pula ditemukan adanya keluhan nyeri dada.
Apabila telah terdapat kelainan jantung akan diperoleh kelainan
gambaran EKG lambat.
c) Sistem Pernafasan
Biasanya didapatkan pernafasan kusmaul bila sudah terkena
ketoasidosis, nafas bau aseton.
d) Sistem Pencernaan
Biasanya didapatkan data mual, muntah, perasaan penuh pada perut,
konstipasi, penurunan BB. Tetapi dapat pula ditemukan napsu makan
yang meningkat.
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
48
e) Sistem Perkemihan
Biasanya didapatkan data poliuri dan nokturia, bahkan dalam tahap
lanjut klien dapat mengidap penyakit gangguan ginjal kronis.
f) Sistem Integumen
Biasanya didapatkan data turgor kulit menurun, bisul-bisul, keluhan
gatal-gatal, luka dan penurunan suhu tubuh.
g) Sistem Muskuloskeletal
Biasanya didapatkan kelemahan kaki, kekakuan pada ekstemitas
bawah.
h) Sistem Persarafan
Biasanya didapatkan data penurunan fungsi sensasi sensori, nyeri,
penurunan suhu pada kaki, penurunan reflek, nyeri kepala dan
bingung.
i) Sistem Pengindraan
Biasanya didapatkan data gangguan pada pengindraan, penglihatan
berupa katarak, penglihatan kabur.
j) Sistem Reproduksi
Biasanya didapatkan data impoten pada pria, dan penurunan libido
pada wanita disertai keputihan.
4) Pola Aktifitas sehari-hari
Dalam aktifitas sehari-hari dikaji pola aktifitas sebelum masuk rumah
sakit dan setelah masuk rumah sakit.
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
49
a) Pola Nutrisi
Dikaji tentang frekwensi makan dan jenis makanan, makanan yang
disukai dan tidak disukai, makanan pantangan, napsu makan, porsi
makan, jumlah dan jenis minum setiap hari.
b) Pola Eliminasi
(1) Buang Air Besar (BAB)
Frekwensi BAB, warna, bau, konsistensi faeces, dan keluhan klien
berkaitan dengan eliminasi BAB.
(2) Buang Air Kecil (BAK)
Frekwensi BAK, jumlah, pola BAK, warna urine, bau urine dan
keluhan klien berhubungan dengan eliminasi BAK.
c) Pola tidur dan istirahat
Waktu tidur, lama tidur setiap hari, kualitas tidur, kebiasaan pengantar
tidur, kebiasaan saat tidur dan apakah ada kesulitan dalam tidur.
d) Personal hygiene
Dikaji tentang frekwensi dan kebiasaan mandi, keramas, gosok gigi,
mengganti pakaian dan memotong kuku dan cara melakukan.
5) Aspek Psikologis, Sosial dan Spiritual
a) Pola pikir dan persepsi
Mengkaji tentang pengetahuan klien tentang penyakitnya, tanyakan
pada klien tentang persepsi klien tentang penyakitnya.
b) Persepsi diri
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
50
Hal yang amat dipikirkan oleh klien saat dilakukan pengkajian,
harapan setelah menjalani perawatan.
c) Konsep diri
(1) Gambaran diri, kaji sikap klien terhadap tubuhnya secara sadar dan
tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang
ukuran dan bentuk, fungsi penampilan serta potensi tubuh saat ini
dan masa lalu.
(2) Identitas diri, kaji kesadaran klien atas diri sendiri bersumber dari
observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek
konsep diri sebagai satu kesatuan yang utuh.
(3) Peran diri, kaji pola sikap perilaku klien selama sakit, apakah
sesuai dengan posisi klien di keluarga atau di masyarakat.
(4) Ideal diri, kaji persepsi klien tentang bagaimana ia harus
berperilaku sesuai dengan standar pribadi. Hal ini berkaitan dengan
sejumlah aspirasi, cita-cita dan nilai yang ingin dicapai.
(5) Harga diri, adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri.
d) Hubungan Komunikasi
Kejelasan klien dalam kebiasaan berbicara, bahasa utama yang
digunakan oleh klien, adat istiadat yang dianut, yang tinggal serumah
dengan klien, motifasi dari suami/istri yang memegang peranan
penting dalam keluarga.
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
51
e) Kebiasaan Sexual
Adakah gangguan dalam hubungan sexual setelah mempunyai
penyakit DM.
f) Sistem Nilai Kepercayaan
Siapa dan apa sumber kekuatan klien, serta kegiatan agama atau
kepercayaan yang ingin dilakukan selama di rumah sakit.
g) Aspek Pengetahuan
Kaji pengetahuan klien tentang prnyakitnya.
6) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik diabetes pada umumnya yaitu glukosa darah
sewaktu, puasa, dan Glycosylated Haemoglobin (Hgb A1c atau A1C),
lipid, albumin dan urinalisis.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dari interpretasi data yang
diperoleh dari pengkajian keperawatan. Diagnosa keperawatan memberikan
gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan
kemungkinan akan terjadi (potensial) dimana pemecahannya dalam batas
wewenang perawat.
Diagnosa yang mungkin timbul akibat DM menurut Doenges (1999) adalah
sebagai berikut :
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diuresis
osmotik, intake yang kurang, pengeluaran isi lambung yang berlebihan.
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
52
b. Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
defisiensi insulin dan penurunan masukan oral.
c. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan kadar gula darah tinggi,
penurunan fungsi leukosit, perubahan sirkulasi, infeksi saluran pernafasan dan
perkemihan yang sudah ada sebelumnya.
d. Gangguan pemenuhan ADL/ kelemahan berhubungan dengan penurunan
produksi energi, defisiensi insulin atau peningkatan kebutuhan energi.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang daya ingat, kesalahan
interpretasi informasi atau tidak mengenal sumber informasi tentang
penyakitnya.
f. Ketidakpatuhan terhadap regimen terapi berhubungan dengan kurang
pengetahuan, kurang informasi.
g. Potensial terjadinya cedera berhubungan dengan penurunan sensoris
penglihatan dan sentuhan.
Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah diagnosa keperawatan mengenai
masalah kepatuhan (butir f).
3. Intervensi
Perencanaan merupakan rencana tindakan yang disusun berdasarkan masalah
yang dihadapi klien meliputi: tujuan, kriteria hasil, intervensi dan rasional.
Tujuan atau kriteria hasil dari intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah
kepatuhan adalah menunjukan perilaku patuh dengan menggunakan indikator
tertentu (tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, selalu), menunjukan
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
53
partisipasi dalam pengambilan keputusan terkait masalah kesehatan, dan
menunjukan kontrol terhadap resiko komplikasi, serta mengikuti terapi yang
dianjurkan (NOC dalam Wilkinson, 2005).
Intervensi keperawatan yang spesifik untuk mengatasi masalah kepatuhan
menurut Wilkinson (2005) dalam Nursing Intervention Classification adalah
sebagai berikut :
a. Panduan antisipasi
Aktivitas keperawatannya meliputi Bantu pasien untuk mengidentifikasi
perkembangan dan atau situasi krisis serta dampak krisis terhadap kehidupan
pribadi dan keluarga; Berikan informasi mengenai harapan yang realistik dari
perilaku pasien; Kaji metode pemecahan masalah yang biasa dilakukan
pasien; Bantu pasien untuk menentukan bagaimana cara untuk mengatasi
masalah; Gunakan contoh kasus untuk meningkatkan kemampuan pasien
dalam mengatasi masalah; dan Libatkan keluarga.
b. Modifikasi perilaku
Aktivitas keperawatannya meliputi Kaji motivasi pasien untuk berubah; Bantu
pasien mengidentifikasi kekuatannya serta berikan dukungan; Kenalkan
pasien pada individu yang memiliki situasi sama seperti yang dialami pasien
dan berhasil melaluinya; Identifikasi masalah perilaku pasien; Identifikasi
target perilaku yang perlu diubah; Tentukan target perilaku yang telah
diidentifikasi, apakah perlu ditingkatkan, diturunkan, atau dipelajari;
Diskusikan proses modifikasi perilaku dengan pasien/ keluarga; Fasilitasi
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
54
keterlibatan tenaga kesehatan lain dan keluarga dalam proses modifikasi
perilaku; dan Berikan reinforcement positif .
c. Dukungan dalam pengambilan keputusan
Aktivitas keperawatannya meliputi Kaji perbedaan pandangan antara pasien
dan perawat mengenai kondisi yang dialami pasien saat ini; Berikan informed
consent; Berikan informasi sesuai permintaan pasien; Fasilitasi pengambilan
keputusan kolaboratif; dan Hormati hak pasien untuk menerima atau menolak
informasi.
d. Peningkatan keterlibatan keluarga
Aktivitas keperawatannya meliputi Bangun hubungan personal dengan pasien
dan anggota keluarga yang akan terlibat dalam perawatan; Identifikasi
kemampuan anggota keluarga dalam perawatan pasien; Identifikasi defisit
perawatan diri pasien; Identifikasi harapan anggota keluarga terhadap pasien;
Dorong anggota keluarga dan pasien untuk membantu perkembangan rencana
asuhan keperawatan, termasuk hasil yang diharapkan dan implementasi
rencana asuhan keperawatan; Dorong anggota keluarga dan pasien untuk
bersikap asertif saat berinteraksi dengan tenaga kesehatan; Fasilitasi
pemahaman anggota keluarga mengenai aspek medis dari kondisi pasien; Kaji
tingkat ketergantungan pasien terhadap anggota keluarga akibat usia dan
penyakit yang diderita; Identifikasi dan hormati mekanisme koping yang biasa
digunakan oleh anggota keluarga; dan Identifikasi bersama keluarga (kesulitan
koping pasien, kekuatan & kemampuan pasien).
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
55
e. Pendidikan kesehatan
Aktivitas keperawatannya meliputi Identifikasi motivasi internal dan eksternal
yang dapat meningkatkan atau mengurangi motivasi pasien berperilaku sehat;
Kaji gaya hidup dan pengetahuan pasien dan keluarga; Bantu pasien dan
keluarga untuk mengklarifikasi nilai dan kepercayaan mengenai konsep sehat;
Rumuskan tujuan program pendidikan kesehatan; Jelaskan manfaat jangka
pendek dari perilaku gaya hidup positif; Libatkan keluarga dalam
merencanakan dan melaksanakan modifikasi perilaku gaya hidup; Gunakan
strategi dan intervensi yang bervariasi; dan Rencanakan tindak lanjut jangka
panjang untuk meningkatkan perilaku sehat atau adaptasi gaya hidup.
f. Penetapan tujuan bersama
Aktivitas keperawatannya meliputi Kaji kemampuan pasien untuk mengenali
permasalahan yang dimiliki; Dorong pasien untuk mengidentifikasi kekuatan
dan kemampuan yang dimiliki; Bantu pasien mengidentifikasi tujuan yang
realistik dan dapat dicapai; Kenali sistem nilai dan kepercayaan pasien;
Klarifikasi bersama mengenai peran tenaga kesehatan dan peran pasien;
Dorong pasien untuk merumuskan tujuan dengan jelas dan hindari
penggunaan alternatif; Bantu pasien dalam menyusun prioritas tujuan; Bantu
pasien untuk mengembangkan rencana pencapaian tujuan; Bantu pasien
menentukan kriteria waktu yang realisitis; dan Evaluasi ulang tujuan dan
rencana.
g. Identifikasi resiko
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
56
Aktivitas keperawatannya meliputi Review riwayat kesehatan pasien;
Identifikasi kebutuhan pasien akan perawatan lanjutan; Kaji keberadaan dan
kualitas dukungan keluarga; Kaji status pendidikan dan sumber finansial
pasien; Identifikasi strategi koping yang biasa digunakan pasien dan keluarga;
dan Rencanakan aktivitas penurunan resiko.
h. Bantuan untuk modifikasi diri
Aktivitas keperawatannya meliputi Dukung keinginan pasien untuk berubah;
Bantu pasien mengidentifikasi target perilaku yang perlu diubah untuk
mencapai hasil yang diinginkan; Eksplorasi bersama pasien potensi hambatan
terhadap perubahan perilaku; Identifikasi bersama pasien strategi yang paling
efektif untuk perubahan perilaku; Dorong pasien untuk memilih reward yang
cukup signifikan untuk mempertahankan perilaku; Bantu pasien merumuskan
rencana sistematis perubahan perilaku; dan Bantu pasien mengidentifikasi
ketercapaian hasil.
i. Pengajaran kepada pasien terkait proses penyakit/ prosedur/ pengobatan.
Aktivitas keperawatannya meliputi Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang
proses penyakit; Review pengetahuan pasien tentang kondisi yang sedang
diderita; Eksplorasi hal – hal yang telah dilakukan pasien untuk mengatasi
penyakitnya; Berikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada pasien;
Identifikasi perubahan kondisi fisik pasien; Diskusikan perubahan gaya hidup
yang diperlukan untuk menghindari komplikasi; Diskusikan pilihan terapi/
pengobatan; Diskusikan rasional dari setiap terapi/pengobatan; Jelaskan
potensi komplikasi kronik yang dapat muncul akibat penyakit yang diderita;
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
57
dan Instruksikan pasien untuk meminimalisasi efek samping terapi/
pengobatan.
D. Kerangka Teori
Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan pada studi kepustakaan, maka secara
sistematis kerangka teori pada penelitian ini dapat digambarkan dalam skema sebagai
berikut :
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
58
Skema 2.2
Kerangka Teori Penelitian
Diabetes Melitus
Pengendalian Gula Darah dg
4 Pilar Penatalaksanaan
DM1,2,3,4,
• Pengaturan Diet
• Latihan Jasmani
• Terapi OHO
• Penyuluhan
Intervensi Keperawatan :6
• Panduan antisipasi
• Modifikasi perilaku
• Dukungan
dlm
pengambilan keputusan
• Peningkatan keterlibatan
keluarga
• Pendidikan kesehatan
• Penetapan tujuan bersama
• Identifikasi resiko
• Pengajaran ttg proses
penyakit/ prosedur terapi
Patuh
Masalah
Keperawatan :
Ketidakpatuhan
terhadap regimen
terapi6
Faktor yang
mempengaruhi
Kepatuhan :5
• Demografi
• Sosial
• Psikologis
• Sistem yankes
• Penyakit
&
Pengobatan
Akut :
• Hipoglikemia
• Hiperglikemia
Komplikasi DM1,2,3,4,
Kronik :
• Mikroangiopati
• Makroangiopati
Dikutip dari : 1. Waspadji, 2007; 2. Black & Hawk, 2005; 3. Ignatavius, 2006; 4.
Smeltzer, 2008; 5. Delamater, 2006; 6. Wilkinson, 2005)
Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009
Download