10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini peneliti menguraikan beberapa konsep, teori, pendapat para ahli keperawatan dan hasil – hasil penelitian terdahulu yang mendukung penelitian yang telah dilakukan, serta kerangka teori yang melandasi penelitian ini. A. Diabetes Melitus (DM) 1. Definisi DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dan bersifat degeneratif yang dimanifestasikan oleh kehilangan toleransi karbohidrat dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua – duanya dan merupakan salah satu penyakit tidak menular yang sangat cepat peningkatannya (American Diabetes Association, 1998 dalam Soegondo, 2007: Price & Wilson, 2006 : Suyono dalam Sudoyo, 2006). DM mempunyai 2 tipe utama, yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2 (Ignativicius, 1999). Sebagian besar DM tipe 1 banyak terjadi pada orang muda dibawah usia 35 tahun. DM tipe 2 adalah tipe diabetes yang paling banyak ditemukan, yaitu 90 – 95% dari seluruh pengidap DM dan sering terjadi pada usia diatas 45 tahun. (Smeltzer & Bare, 2002; Suyono dalam Soegondo et al, 2007). Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 11 DM tipe 2 merupakan suatu kondisi hiperglikemia akibat resistensi insulin, dimana insulin diproduksi oleh pankreas tetapi tubuh tidak dapat mempergunakannya dengan efektif. Hal tersebut mencegah masuknya glukosa kedalam sel otot, sehingga glukosa dalam darah meningkat mencapai tingkat yang abnormal (American Council on Exercise, 2001). 2. Klasifikasi ADA dalam Standard of Medical Care in Diabetes (2006) mengklasifikasikan DM menjadi 4 (empat), yaitu : a. DM tipe 1, disebut juga DMTI (DM Tergantung Insulin) atau Juvenil DM. DM jenis ini disebabkan oleh kurangnya/tidak adanya produksi insulin karena reaksi otoimun akibat adanya peradangan pada sel beta (insulitis) yang akhirnya menyebabkan produksi insulin terganggu. b. DM tipe 2, disebut juga DMTTI (DM Tidak Tergantung Insulin) kadar insulin normal bahkan mungkin mengalami peningkatan, tetapi jumlah reseptor insulin pada permukaan sel kurang, sehingga tetap saja gula dalam darah tidak bisa sampai ke dalam sel. (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin). c. DM tipe lain : Adalah DM yang disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta/kerja insulin, penyakit endokrin pankreas, endokrinopati, obat-obatan, infeksi, imunologi (jarang) malnutrisi dan sindroma genetik. Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 12 d. DM kehamilan : Adalah diabetes yang terjadi selama kehamilan. Ini meliputi 2 – 5% dari seluruh diabetes. DM jenis ini akan berdampak pada pertumbuhan janin kurang baik. DM gestasional meliputi penyakit DM yang benar-benar timbul akibat kehamilan dan DM yang baru terdeteksi saat kehamilan. 3. Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya DM a. Genetik Faktor genetik merupakan faktor yang penting pada DM. Kelainan yang diturunkan dapat langsung mempengaruhi sel beta dan mengubah kemampuannya untuk mengenali dan menyebarkan sel rangsang sekretoris insulin. Keadaan ini meningkatkan kerentanan individu tersebut terhadap faktor – faktor lingkungan yang dapat mengubah integritas dan fungsi sel beta pankreas (Price & Wilson, 2002). Secara genetik resiko DM tipe 2 meningkat pada saudara kembar monozigotik seorang DM tipe 2, ibu dari neonatus yang beratnya lebih dari 4 Kg, individu dengan gen obesitas, ras atau etnis tertentu yang mempunyai insiden tinggi terhadap DM (Price & Wilson, 2002). Siperstein dalam Waspadji (2007) menyatakan dalam penelitiannya pada pasien DM didapatkan 90% memiliki kelainan pada membran basal otot dan kelainan serupa didapatkan pada 53% orang non DM yang kedua orangtuanya mengidap DM. b. Usia DM tipe 2 biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin sering terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia lanjut. Usia lanjut Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 13 yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50 – 92% (Medicastore, 2007; Rochmah dalam Sudoyo, 2006). Sekitar 6% individu berusia 45-64 tahun dan 11% individu diatas usia 65 tahun menderita DM tipe 2 (Ignativicius & Workman, 2006). Goldberg dan Coon dalam Rochmah (2006) menyatakan bahwa umur sangat erat kaitannya dengan terjadinya kenaikan kadar glucosa darah, sehingga semakin meningkat usia maka prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glucosa semakin tinggi. Proses menua yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang dapat mengalami perubahan adalah sel beta pankreas yang menghasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan target yang menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa. WHO menyebutkan bahwa setelah usia 30 tahun, maka kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg/dl/ tahun pada saat puasa dan akan naik 5,6-13 mg/dl pada 2 jam setelah makan (Rochmah dalam Sudoyo, 2006). c. Berat Badan (Obesitas) Obesitas adalah berat badan yang berlebih minimal 20% dari BB idaman atau indeks massa tubuh lebih dari 25Kg/m2. Obesitas merupakan faktor utama penyebab timbulnya DM tipe 2, diperkirakan 80-90% pasien DM tipe 2 mengalami obesitas (Medicastore, 2007). Soegondo (2007) menyatakan bahwa obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap peningkatan Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 14 glukosa darah berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel diseluruh tubuh termasuk di otot berkurang jumlah dan keaktifannya (kurang sensitif). d. Aktifitas Aktifitas fisik berdampak terhadap aksi insulin pada orang yang beresiko DM. Suyono dalam Soegondo (2007) menjelaskan bahwa kurangnya aktifitas merupakan salah satu faktor yang ikut berperan dalam menyebabkan resistensi insulin pada DM tipe 2. Lebih lanjut Stevenson dan Lohman dalam Kriska (2007) menyatakan individu yang aktif memiliki insulin dan profil glukosa yang lebih baik daripada individu yang tidak aktif. Mekanisme aktifitas fisik dalam mencegah atau menghambat perkembangan DM tipe 2 yaitu : 1) Penurunan resistensi insulin; 2) Peningkatan toleransi gukosa; 3) Penurunan lemak adiposa; 4) Pengurangan lemak sentral; Peubahan jaringan otot (Kriska, 2007). e. Diet Pemasukan kalori berupa karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, merupakan faktor eksternal yang dapat mengubah integritas dan fungsi sel beta pada individu yang rentan (Price & Wilson, 2002). Individu yang obesitas harus melakukan diet untuk mengurangi pemasukan kalori sampai berat badannya turun mencapai batas ideal. Penurunan kalori yang moderat (500-1000 kkal/ hari) akan menghasilkan penurunan berat badan yang perlahan tapi progresif (0,5-1 kg/ minggu). Penurunan berat badan 2,5 – 7 kg akan memperbaiki kadar glukosa darah (American Diabetes Association; 2006; Price & Wilson, 2002; Sukarji dalam Soegondo, 2007) Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 15 f. Stress Stress adalah segala situasi dimana tuntutan non spesifik mengharuskan individu berespon atau melakukan tindakan (Selye 1976 dalam Perry & Potter, 1997). Reaksi pertama dari respon stres adalah terjadinya sekresi sistem saraf simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis-adrenal-medular, dan bila stres menetap maka sistem hipotalamus-pituitari akan diaktifkan. Hipotalamus mensekresi corticotropin releasing factor yang menstimulasi pituitari anterior memproduksi adenocorticotropic factor (ACTH). ACTH memstimulasi produksi kortisol, yang akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah. (Guyton & Hall, 1996; Smeltzer & Bare, 2008). 4. Patofisiologi Kelainan dasar yang terjadi pada DM tipe 2 yaitu: 1) resistensi insulin pada jaringan lemak, otot, dan hati menyebabkan respons reseptor terhadap insulin berkurang sehingga ambilan, penyimpanan, dan penggunaan glukosa pada jaringan tersebut menurun; 2) Kenaikan produksi glukosa oleh hati mengakibatkan kondisi hiperglikemia; 3) Kekurangan sekresi insulin oleh pancreas yang menyebabkan turunnya kecepatan transport glukosa ke jaringan lemak, otot, dan hepar (Guyton & Hall, 1996; Waspadji dalam Soegondo, 2007). Resistensi insulin awalnya belum menyebabkan DM secara klinis. Sel beta pancreas masih dapat melakukan kompensasi bahkan sampai overkompensasi, insulin disekresi secara berlebihan sehingga terjadi kondisi hiperinsulinemia Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 16 dengan tujuan normalisasi kadar glukosa darah. Mekanisme kompensasi yang terus menerus menyebabkan kelelahan sel beta pancreas yang disebut dekompensasi, mengakibatkan produksi insulin menurun secara absolute. Kondisi resistensi insulin diperberat oleh produksi insulin yang menurun akibatnya kadar glukosa darah semakin meningkat sehingga memenuhi kriteria diagnosis DM (Manaf dalam Sudoyo, 2006; Waspadji dalam Soegondo, 2007). Secara skematis dapat dijelaskan pada skema 2.1 berikut ini : Skema 2.1 Etiologi Terjadinya DM Tipe 2 Genetik Resistensi Insulin Didapat Hiperinsulinemia Resistensi Insulin Terkompensasi (Normal atau TGT) Didapat • Toksisitas Glukosa • Asam Lemak dll Genetik DM Tipe 2 • Resistensi Insulin TipeHati 2 • ProduksiDM Glukosa • Sekresi Insulin Kurang • Resistensi Insulin Sumber : Waspadji dalam Soegondo, 2007 Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 17 5. Manifestasi Klinis a. Keluhan Klasik 1) Penurunan berat badan dan perasaan lemas Pada penderita DM terjadi penurunan berat badan yang relatif singkat dan lemas. Hal ini disebabkan oleh karena glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan energi. Untuk kelangsungan hidupnya sumber energi terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu lemak dan protein (glukoneogenesis) sehingga penderita kehilangan simpanan lemak dan protein yang menyebabkan terjadi penurunan berat badan. 2) Banyak BAK (poliuria) Bila kadar gula darah meningkat, glukosa akan dikeluarkan melalui ginjal. Sifat glukosa adalah menghambat reabsorbsi air oleh tubulus ginjal mengakibatkan air banyak keluar bersama glukosa dalam bentuk air kemih. BAK yang banyak dan sering ini akan berpengaruh kepada keseimbangan cairan dan elektrolit penderita, dan berpengaruh juga pada pola istirahat tidur penderita. 3) Banyak minum (Polidipsi) Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui air kemih, untuk menghilangkan rasa haus ini penderita banyak minum. Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 18 4) Banyak makan (Poliphagi) Rasa lapar pada penderita DM diakibatkan oleh makanan yang dimetabolisme tidak dapat dimanfaatkan tubuh. Glukosa sebagai hasil metabolisme karbohidrat tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel akan kekurangan makanan akibatnya penderita cepat merasa lapar. Untuk mengatasi perasaan lapar maka penderita banyak makan. b. Keluhan lain yang umum 1) Gangguan saraf tepi Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki dimalam hari sehingga mengganggu tidur. 2) Gangguan penglihatan Pada fase awal penyakit DM sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti kaca mata berulang-ulang. 3) Gatal bisul Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering juga dikeluhkan sering bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti. 4) Gangguan ereksi Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus terang dikemukakan penderita. Hal ini terkait dengan budaya Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 19 masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kejantanan seseorang. 5) Keputihan Pada wanita sering ditemukan keputihan dan rasa gatal, kadang-kadang keluhan ini merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan. 6. Komplikasi a. Komplikasi metabolik akut Komplikasi metabolik DM merupakan akibat perubahan yang relatif akut pada konsentrasi glukosa plasma yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia. 1) Hipoglikemia Hipoglikemik ditegakkan bila kadar glukosa plasma ≤ 63mg% (3,5mmol/L). Hipoglikemia terjadi akibat peningkatan kadar insulin baik sesudah penyuntikan insulin subkutan atau karena obat yang meningkatkan sekresi insulin seperti sulfonylurea (Wahono dan Soemaji dalam Sudoyo, 2006) 2) Hiperglikemia Hiperglikemia secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului stress akut. Pasien menderita hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam plasma menyebabkan ketosis dengan tanda khas penurunan kesadran disertai Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 20 dehidrasi berat (Budisantoso & Subekti dalam Soegondo, 2007; Price & Wilson, 2002; Smeltzer, 2008). Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200mg/dl atau kadar glukosa darah puasa > 126mg/dl, sudah cukup untuk menegakan diagnosis DM (Gustaviani dalam Sudoyo, 2006). b. Komplikasi vaskular jangka panjang Komplikasi vaskuler jangka panjang DM meliputi mikroangiopati dan makroangiopati. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik DM yang menyerang kapiler dan arteriol retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik), dan saraf – saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot dan kulit. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa ateroskelrosis, yang disebabkan karena penimbunan sorbitol dalam intima vaskular. Makroangiopati diabetik dapat menyebabkan penyumbatan vaskuler. Bila mengenai arteri perifer maka dapat mengakibatkan insufisiensi vaskuler perifer disertai klaudikasio intermitten dan gangren pada ekstremitas. Bila yang terkena arteri koronaria dan aorta maka dapat menyebabkan angina dan infark miokard (American Diabetes Association, 2006; Price & Wilson, 2002; Smeltzer, 2008). 7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan non farmakologis merupakan langkah pertama dalam pengelolaan DM yaitu berupa perencanaan makan, kegiatan jasmani, dan penurunan berat badan. Bila dengan penatalaksanaan non farmakologis sasaran Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 21 pengendalian DM belum tercapai, baru dilanjutkan dengan penggunaan obat atau intervensi farmakologis. Menurut Sarwono dalam Waspadji, (2002). Penatalaksanaan penyakit DM terbagi atas empat pilar utama yaitu: a. Perencanaan makan Tujuan perencanaan makan pada DM tipe 2 yaitu pengendalian glukosa, lipid, dan hipertensi. Penurunan berat badan dan diet hipokalori (pada pasien yang gemuk) akan memperbaiki kadar glikemik jangka pendek dan mempunyai potensi meningkatkan kontrol metabolik jangka panjang. Sukardji dalam Soegondo (2007) menyatakan bahwa penurunan berat badan ringan dan sedang (5-10 Kg) dapat meningkatkan kontrol diabetes. Penurunan berat badan dapat dicapai dengan penurunan asupan energi yang moderat dan peningkatan pengeluaran energi. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat : 60 – 70% Protein : 10 – 15% Lemak : 20 – 25% Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman. Untuk menentukan status gizi dipakai Body Mass Index (BMI) = Indek Massa Tubuh (IMT) BMI = IMT = BB (Kg) [ TB (m) ]2 IMT normal wanita = 18,5 – 23,5 kg/m2 Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2 2009 IMT normal pria = 22,5 – 25 kg/m 22 Untuk kepentingan klinik praktis, dan untuk menentukan jumlah kalori dipakai rumus Broca. Rumus Broca: BB Idaman = ( TB – 100) – 10% Berat Badan Kurang = < 90% BBI Berat Badan Normal = 90 – 110% BBI Berat Badan Lebih Gemuk = 110 – 120% BBI = >120% BBI Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikali kebutuhan kalori basal (30 K kal/kg BB untuk laki-laki, dan 25 K kal/kg BB untuk wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas (10 – 30%, untuk atlet dan pekerja berat dapat lebih banyak lagi, sesuai dengan kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi dan kurus ditambah) dan kalori yang diperlukan untuk mengahadapi stress akut seperti pada infeksi infeksi, sesuai dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung, dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam tiga porsi besar, untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2 – 3 porsi (makanan ringan 10 – 15%). Pembagian porsi tersebut sedapat mungkin disesuaikan dengan kebiasaan klien.Untuk klien DM yang disertai penyakit lain, pada pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. Perlu diingatkan bahwa pengaturan makan klien DM tidak berbeda dengan orang normal, kecuali jumlah kalori dan waktu makan yang Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 23 terjadwal. Untuk kelompok sosial ekonomi rendah makanan dengan komposisi karbohidrat sampai 70 – 75% juga memberikan hasil yang baik. Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan lemak dari sumber asam lemak tidak jenuh dan menghindari asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat ± 25 g/hari, diutamakan serat larut, garam secukupnya. Klien DM dengan tekanan darah yang normal masih diperbolehkan mengkonsumsi garam seperti orang sehat, kecuali bila mengalami hipertensi harus mengurangi konsumsi garam. Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Gula sebagai bumbu masakan tetap diijinkan. Pada keadaan kadar gula darah terkendali, masih diperbolehkan mengkonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai dengan 5% kalori. b. Latihan jasmani Implementasi latihan jasmani secara teratur dapat meningkatkan kontraksi otot sehingga permeabilitas membran sel terhadap glukosa meningkat, resistensi insulin berkurang dan sensitivitas insulin meningkat. Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3 – 4 kali seminggu) lamanya kurang lebih 30 menit yang sifatnya sesuai, sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75 – 85% denyut nadi maximal (220 dikurangi umur), disesuaikan dengan kondisi kemampuan kondisi penyakit penderita. Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit, dan olahraga berat misalnya jogging. Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 24 c. Obat berkhasiat hipoglikemik Obat hipoglikemik diberikan jika terapi non farmakologis gagal menurunkan kadar glukosa darah. Soegondo (2007) mengatakan bahwa berdasarkan cara kerjanya obat hipoglikemik oral terbagi menjadi 4 golongan yaitu pemicu sekresi insulin (sulfonylurea & glinid) yang mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, meningkatkan jumlah reseptor insulin pada otot dan sel lemak, meningkatkan efisiensi sekresi insulin dan potensi stimulasi insulin transport karbohidrat ke sel otot dan jaringan lemak serta penurunan produksi glukosa oleh hati. Golongan yang kedua adalah penambah sensitivitas terhadap insulin (Tiazolidindion) yang mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Golongan ketiga adalah penghambat glukoneogenesis (Metformin) yang mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati dan memperbaiki ambilan glukosa di perifer. Yang terakhir adalah penghambat glukosidase alfa (Acarbose), obat ini mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. d. Penyuluhan Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup (Basuki, 2007). Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan bagi klien diabetes yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman klien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 25 sehat, optimal, dan penyesuaian keadaan psikologis serta kualitas hidup yang lebih baik. (Waspadji dalam Soegondo, 2007). B. Kepatuhan pada Pasien DM Masalah kepatuhan telah lama diteliti dalam berbagai aspek baik itu kedokteran, kesehatan masyarakat, keperawatan, farmakologi, psikologi dan lain – lain. Sebagian besar penelitian tersebut berfokus pada menyelesaikan masalah terhadap kondisi khusus (seperti diabetes, hipertensi, dan asma) atau perilaku (kebiasaan merokok, perilaku seksual yang beresiko dan diet tidak sehat). Sebagai sebuah kelompok, pasien DM khususnya memiliki kecenderungan memiliki masalah kepatuhan terhadap pengobatan. (Kurtz, 1990 dalam Delamater, 2006). Secara general, hasil riset menunjukan bahwa pengobatan/ penatalaksanaan DM bersifat multidimensional, dan kepatuhan terhadap salah satu komponen pengobatan tidak selalu terkait dengan kepatuhan pada komponen pengobatan yang lain. (Kurtz, 1990; Kravitz, 1993 dalam Delamater 2006). Sebagai contoh, penelitian menunjukan terdapat kepatuhan yang lebih baik pada penggunaan obat daripada perubahan gaya hidup. (Anderson, 1993 dalam Delamater, 2006). Penelitian lain yang dilakukan Glasgow (1987, dalam Delamater, 2006) diketahui bahwa tingkat kepatuhan pasien DM untuk melaksanakan diet sebesar 65% namun hanya 19% pasien yang mematuhi untuk melaksanakan olahraga. Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 26 Self-monitoring of blood glucose (SMBG) atau monitoring gula darah pribadi telah diimplementasikan lebih dari 25 tahun, dengan teknologi terkini sehingga memudahkan proses penggunaannya. Meskipun teknologi meningkat, namun pasien seringkali tidak patuh terhadap penatalaksanaan DM. Penelitian yang dilakukan Harris (2001, dalam Delamater, 2006) menggunakan sejumlah besar sampel pasien DM tipe 2, ditemukan bahwa 24% pasien dengan terapi insulin, 65% pasien yang mengkonsumsi OHO, dan 80% pasien yang hanya menjalani diet atau olahraga saja tidak pernah atau kurang dari satu kali dalam sebulan melakukan SMBG. SMBG harian (minimal 1x cek glukosa darah dalam 1 hari) dilaporkan hanya dilakukan oleh 39% pasien dengan terapi insulin dan hanya 5% dilakukan oleh pasien yang diobati hanya oleh OHO atau diet atau olahraga. Penelitian Waluya (2008) menunjukan bahwa ada hubungan antara kepatuhan terhadap 4 pilar penatalaksanaan DM serta perawatan kaki dengan kejadian ulkus diabetik. Penelitian kualitatif (Purba, 2008) mengenai pengalaman ketidakpatuhan pasien DM terhadap penatalaksanaan DM diperoleh hasil bahwa penyebabnya adalah makanan diet yang tidak menyenangkan, tidak memahami manfaaat diet dan latihan fisik, usia lanjut, keterbatasan fisik, pemahaman yang salah mengenai manfaat obat, dan alasan ekonomi. 1. Pengertian Banyak pemberi jasa layanan kesehatan (health care providers) menggunakan istilah compliance dibanding adherence, meskipun kedua konsep ini sangat berbeda. Compliance memiliki pengertian perilaku seseorang yang sesuai dengan anjuran medis. (Haynes, 1979 dalam Delamater, 2006). Noncomplience kemudian Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 27 bermakna bahwa pasien tidak patuh terhadap anjuran pemberi jasa layanan kesehatan. Pasien yang noncomplience dihubungkan dengan kualitas pribadi pasien, seperti pelupa, kurang disiplin, atau rendahnya tingkat pendidikan. Konsep noncomplience tidak hanya mengasumsikan sikap negatif pasien, namun juga menempatkan pasien pada peran yang pasif dan tidak seimbang dalam hubungannya dengan tenaga profesional kesehatan. Kepatuhan didefinisikan sebagai keterlibatan pasien yang bersifat aktif, sukarela dan kolaboratif dalam menerima perilaku untuk mencapai hasil yang terapeutik Thorm (2006). Secara implisit, konsep kepatuhan adalah pilihan dimana pencapaian tujuan, perencanaan dan implementasinya bersifat mutual. Pasien menginternalisasi rekomendasi pengobatan dan kemudian memutuskan untuk mematuhi panduan tersebut tersebut atau tidak. Kepatuhan dimaknai sebagai perilaku seseorang dalam meminum obat, mengikuti anjuran berdiet, dan atau melakukan perubahan gaya hidup yang sesuai dengan rekomendasi dari tenaga kesehatan profesional. (WHO, 2003). Pendapat lain yang dikemukakan oleh Hentinen (1987), kepatuhan adalah proses pengelolaan diri yang aktif, bertanggung jawab dan fleksibel dimana pasien berupaya untuk mencapai kondisi sehat melalui kolaborasi dengan tenaga kesehatan profesional. Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 28 2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Beberapa penelitian menyebutkan bahwa ada 5 (lima) faktor yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap penatalaksanaan DM. a. Faktor Demografi Etnis yang minoritas, status sosial ekonomi dan status pendidikan yang rendah seringkali dihubungkan dengan rendahnya kepatuhan terhadap penatalaksanaan DM dan besarnya angka morbiditas pada DM (Harris, 1993 dalam Delamater, 2006). Beberapa ahli mengemukakan bahwa faktor pendapatan merupakan prediktor terkuat dari status kesehatan seseorang (McDonough, Duncan, William & House, 1997; Lantz, House, Lepkowski, Williams, Mero & Chen, 1998). Sementara itu beberapa ahli yang lain tidak menyetujui pendapat ini karena beranggapan bahwa faktor pendidikan dan psikososial lebih mempengaruhi perilaku sehat. Pengetahuan mengenai pendapatan keluarga perbulan mungkin tidak dapat memprediksi daya beli keluarga. Hasil penelitian menunjukan bahwa barang dan jasa yang tersedia di komunitas miskin cenderung memiliki kualitas yang buruk bila dibandingkan dengan komunitas kaya (Kaplan, 1996; Trout, 1993). Studi komparatif pada dua lokasi sosial di kota Glasgow, Sooman & MacIntyre (1993) melaporkan bahwa harga makanan sehat di komunitas miskin lebih mahal, selain itu ketersediaan sayur dan buah serta kualitasnya Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 29 juga sangat rendah. Dari dua penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun individu atau keluarga yang miskin mampu membeli barang dan jasa, namun kualitasnya tidak sebaik barang dan jasa yang tersedia dan ditawarkan pada individu atau keluarga yang kaya, sehingga nilai gizi dari makanan yang dikonsumsi tidak optimal dan secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang. Karenanya dampak kesehatan terhadap pendapatan maupun sebaliknya meskipun mungkin kontribusinya tidak banyak dari semua faktor yang menghubungkan status kesehatan dan ekonomi, memiliki konsekuensi yang cukup bermakna pada sebagian orang (Smith, 1999). Menurut PER-01/MEN/1999, upah minimum Regional Tingkat II untuk selanjutnya disebut UMR Tk.II adalah upah minimum yang berlaku di daerah Kabupaten/Kotamadya atau menurut wilayah pembangunan ekonomi daerah atau karena kekhususan wilayah tertentu. Untuk wilayah kotamadya Bandung, UMR Tk.II adalah sebesar Rp. 939.000,-. Menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, karena pendidikan dapat menambah wawasan sehingga pengetahuan seseorang yang berpendidikan tinggi akan mempunyai pengetahuan lebih luas dibandingkan mereka yang memiliki pendidikan rendah. Sementara itu Azwar (1995) mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka dia akan cenderung Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 30 untuk berperilaku positif karena pendidikan yang diperoleh dapat meletakan dasar – dasar pengertian dalam diri seseorang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Glasgow R (1997) juga menyatakan bahwa pendidikan merupakan faktor yang penting pada pasien DM untuk dapat memahami dan mengatur dirinya sendiri dalam mengontrol gula darah. Pengetahuan merupakan domain dari perilaku yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Begitu juga dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pasien DM Tipe 2 mengenai manfaat terapi serta komplikasi yang mungkin terjadi bila rekomendasi terapi tidak dilaksanakan diharapkan dapat membentuk perilaku yang positif salah satunya berupa kepatuhan dalam melaksanakan 4 (empat) pilar penatalaksanaan DM di rumah. b. Faktor Psikologis The Health Belief Model (HBM) adalah suatu model psikologi yang digunakan untuk memahami dan memprediksi perilaku sehat melalui aspek sikap dan keyakinan individu (Conner & Norman, 1996). Model ini sangat membantu untuk mengidentifikasi hambatan–hambatan yang mempengaruhi seorang pasien dalam mencapai tujuannya dan mendemonstrasikan bagaimana seorang praktisi kesehatan dapat meningkatkan perilaku sehat pasien (Shapiro, 2008). Konsep HBM terdiri dari : Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 31 1) Perceived susceptibility, persepsi seseorang mengenai status kesehatannya/penyakit yang sedang diderita. 2) Perceived severity, persepsi seseorang mengenai keseriusan penyakit yang sedang diderita dan konsekuensi yang akan didapat akibat penyakit/kondisi tersebut. 3) Perceived benefits, keyakinan seseorang mengenai keefektifan tindakan yang disarankan untuk mengurangi resiko atau keseriusan dampak. 4) Perceived barriers, pendapat seseorang mengenai dampak psikologis dari tindakan yang disarankan 5) Cues to action, strategi untuk mengaktivasi ‘niat/kesiapan untuk bertindak’. 6) Self-efficacy, Rasa percaya diri dalam melakukan suatu tindakan. Keyakinan terhadap konsep sehat yang sesuai, seperti tingkat keparahan DM yang diderita, potensi terhadap komplikasi, dan efektifitas pengobatan mampu memprediksikan kepatuhan dengan lebih baik (Brownlee, 1987 dalam Delamater, 2006) Pasien akan patuh jika penatalaksanaan terapi terkesan masuk akal, efektif, biaya yang dikeluarkan sesuai dengan manfaat yang didapatkan, merasa memiliki kemampuan untuk mengikuti program, dan ketika lingkungan mereka mendukung perilaku yang sesuai dengan program penatalaksanaan DM. Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 32 Penelitian yang dilakukan oleh Harris & Lina dalam Woolridge (1992) menyimpulkan bahwa health beliefs terbukti memiliki korelasi positif dengan kepatuhan. Sementara itu dari penelitian Woolridge (1992) disimpulkan bahwa health beliefs kurang mampu menyebabkan perubahan perilaku atau meningkatkan kontrol diabetes karena hanya salah satu dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi perilaku sehat. Tingginya tingkat stress dan koping mal adaptif telah dihubungkan dengan masalah kepatuhan (Peyrot; 1999 dalam Delamater, 2006). Masalah psikologis seperti kecemasan, depresi, dan gangguan makan juga telah diasosiasikan dengan buruknya pengelolaan DM baik pada pasien remaja maupun pasien dewasa (Delamanter et al, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh DAWN (Diabetes Attitudes, Wishes, and Needs) pada tahun 2005 menunjukan bahwa sejumlah besar pasien DM memiliki kesehatan psikologis yang buruk dan permasalahan ini mempengaruhi kepatuhan terhadap penatalaksanaan DM. c. Faktor Sosial 1) Definisi dukungan sosial Terdapat banyak definisi tentang dukungan sosial yang dikemukakan oleh para ahli. Sheridan dan Radmacher menekankan pengertian dukungan sosial sebagai sumber daya yang disediakan lewat interaksi dengan orang Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 33 lain. “Social support is the resources provided to us through our interaction with other people”. (Sheridan dan Radmacher, 1992). Pendapat lain dikemukakan oleh Siegel yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah informasi dari orang lain bahwa ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai, serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama. “Social support is information from others that one is loved and cared for, esteemed and valued, and part of a network of communication and mutual obligation“ (Siegel dalam Taylor, 1999). Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dukungan sosial merupakan ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis yang didapat lewat pengetahuan bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai oleh orang lain dan ia juga merupakan anggota dalam suatu kelompok yang berdasarkan kepentingan bersama. 2) Sumber dukungan sosial Sumber dari dukungan sosial ini adalah orang lain yang akan berinteraksi dengan individu sehingga individu tersebut dapat merasakan kenyamanan secara fisik dan psikologis. Orang lain ini terdiri dari pasangan hidup, orang tua, saudara, anak, kerabat, teman, rekan kerja, staf medis serta anggota dalam kelompok kemasyarakatan. Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 34 3) Dampak dukungan sosial Beberapa penjelasan keefektivitasan dukungan sosial pada dasarnya ada tiga, yaitu direct effects, indirect effects, and buffering effects (Duffy & Wong, 2000; Nelson & Prilleltensky, 2005). The direct effects disebabkan kontak interpersonal yang terjadi dapat meningkatkan tingkah laku dan pola hidup sehat akibat akumulasi efek positif dari pengalaman interpersonal yang baik. The indirect effects terjadi karena pemberian dukungan tersebut di saat krisis sehingga menurunkan perasaan stress seseorang ataupun mampu menjadikan masalah tersebut menjadi lebih kecil, lebih terkontrol, dan menyelesaikan masalah kecilsebelum menjadi masalah yang lebih besar.Sementara berdasarkan the buffering effects atau interactive effects, dukungan sosial dapat menghilangkan efek negatif dari stress dengan mempengaruhi pemahaman, kualitas, dan kuantitas dari sumber stress tersebut. 4) Keuntungan dukungan sosial Keuntungan utama dari dukungan sosial adalah sebagai coping strategy yang dapat dibagi kedalam beberapa fungsi lain yang lebih spesifik antara lain pemenuhan kebutuhan afiliasi, menentukan self identity dan self esteem, serta mengurangi stress (Duffy & Wong, 2000). Fungsi dukungan sosial sebagai pemenuh kebutuhan afiliasi dipenuhi karena dukungan sosial memungkinkan individu untuk berinteraksi dengan orang lain. Selain itu individu dapat mengembangkan kepribadiannya serta menyadari siapa dirinya dan dimana posisinya dalam Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 35 hierarki sosial, sehingga dapat menentukan self identity dan self esteem individu tersebut.dukungan sosial juga berfungsi untuk mengurangi stress karena melalui interaksi, seseorang dapat berpikir lebih realistis dan mendapatkan perspektif lain sehingga dapat lebih memahami masalahnya. Lieberman (1992) mengemukakan bahwa secara teoritis dukungan sosial dapat menurunkan kecenderungan munculnya kejadian yang dapat mengakibatkan stress. Apabila kejadian tersebut muncul, interaksi dengan orang lain dapat memodifikasi atau mengubah persepsi individu pada kejadian tersebut dan oleh karena itu akan mengurangi potensi munculnya stress. Dukungan sosial juga dapat mengubah hubungan antara respon individu pada kejadian yang dapat menimbulkan stres dan stres itu sendiri, mempengaruhi strategi untuk mengatasi stres dan dengan begitu memodifikasi hubungan antara kejadian yang menimbulkan stres mengganggu kepercayaan diri, dukungan sosial dapat memodifikasi efek itu. Hubungan keluarga memainkan peranan penting dalam penatalaksanaan DM. Hasil penelitian menunjukan bahwa rendahnya tingkat konflik, tingginya tingkat kohesi dan organisasi, serta pola komunikasi berhubungan dengan baiknya kepatuhan pasien terhadap penatalaksanaan DM (Delamater, 2006). Peran keluarga sebagai sistem pendukung yang berperan membentuk individu menjadi pribadi yang lebih adaptif terhadap stress, baik itu stress fisik maupun emosi. Seperti juga yang dikemukakan Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 36 oleh Griffith (1990 dalam Delamater, 2006) bahwa dukungan sosial juga berfungsi mencegah efek stress lebih lanjut pada penatalaksanaan DM. d. Faktor Sistem Pelayanan Kesehatan Notoatmodjo (2003) mengemukakan bahwa sistem pelayanan kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical services) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public health services) yang diberikan oleh tenaga profesional kesehatan termasuk diantaranya perawat. Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat adalah merupakan sub sistem pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan), kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan). Hubungan yang baik dan saling percaya antara pasien DM dengan tenaga kesehatan profesional sangat penting untuk mempertahankan sikap positif terhadap pengobatan sehingga mampu meningkatkan kepatuhan terhadap rekomendasi pengobatan, yang pada akhirnya meningkatkan kontrol glikemik (Delamater, 2006). Kepatuhan terjadi jika tenaga kesehatan menunjukan respek pada pasien, mengizinkan mereka untuk mengambil keputusan dan saat bersamaan memberikan konsultasi dan dukungan yang dibutuhkan oleh pasiennya. Perawat sebagai seorang caregiver bermakna bahwa perawat mengintegrasikan perannya sebagai communicator, teacher, counselor, Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 37 advocate, and leader untuk meningkatkan derajat kesehatan klien melalui berbagai aktivitas pencegahan penyakit, perbaikan status kesehatan dan memfasilitasi koping terhadap ketidakmampuan dan kematian (Taylor, Lillis & LeMone, 1993). Fungsi perawat dalam melaksanakan perannya sebagai seorang communicator adalah menggunakan kemampuan komunikasi terapeutik serta interpesonal yang efektif bermanfaat untuk membangun dan mempertahankan helping relationship dengan pasien. Fungsi perawat dalam melaksanakan perannya sebagai seorang teacher adalah menngunakan kemampuan berkomunikasi untuk mengkaji, mengimplementasikan, dan mengevaluasi rencana pembelajaran individu untuk memenuhi kebutuhan belajar pasien dan keluarganya. Fungsi perawat dalam melaksanakan perannya sebagai seorang counselor adalah menggunakan komunikasi terapeutik & interpersonal untuk memberikan informasi, membuat rujukan dan memfasilitasi proses pemecahan masalah serta kemampuan klien dalam membuat keputusan. Fungsi perawat dalam melaksanakan perannya sebagai seorang advocate adalah melindungi hak asasi termasuk diantaranya hak pasien untuk membuat keputusan terkait kesehatannya. Fungsi perawat dalam melaksanakan perannya sebagai seorang leader adalah berperilaku asertif dan percaya diri saat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Hasil penelitian menunjukan bahwa pasien yang membuat rencana pengobatan dengan bantuan saran dan dukungan dari tenaga kesehatan, cenderung lebih patuh terhadap rekomendasi pengobatan dibandingkan Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 38 dengan pasien yang diminta untuk mengikuti terapi pengobatan tanpa kontribusi atau masukan apapun dari pihak pasien (Koenigsberg, 2004 dalam Shapiro, 2007). Penelitian Aubert (1998 dalam Delamater, 2006) menunjukan bahwa kontak yang teratur dan sering dengan pasien melalui telepon mampu meningkatkan kepatuhan dan mencapai kemajuan dalam kontrol glikemik, begitu juga kadar tekanan darah dan lemak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh The Diabetes Control and Complications Trial (1995), didapatkan bahwa kunci utama untuk mencapai keberhasilan dalam control glikemik yang baik adalah ketersediaan dukungan dari tenaga kesehatan kepada pasien diabetes. Penelitian lain menunjukan hasil bahwa pasien yang merasa puas dengan hubungan mereka dengan tenaga kesehatan, memiliki kepatuhan yang lebih baik terhadap pelaksanaan DM. (Von Korff, 1997 dalam Delamater, 2006). Faktor lain yang juga diyakini dapat meningkatkan kepatuhan pasien adalah fasilitas yang diberikan oleh rumah sakit/ klinik berupa kartu pos ataupun telepon untuk mengingatkan pasien terhadap jadual control selanjutnya. (Haynes, 1979 dalam Delamater, 2006). e. Faktor Penyakit dan Pengobatan Secara umum, semakin kompleks regimen terapi, semakin sedikit pasien yang akan mematuhinya. Indikator dari kompleksitas regimen terapi termasuk diantaranya frekuensi perilaku merawat diri, contohnya berapa kali dalam sehari pasien harus melakukan modifikasi perilaku. Tingkat kepatuhan Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 39 ditemukan lebih tinggi pada pasien yang minum obat 1 (satu) kali sehari dibandingkan pada pasien yang harus minum obat 3 (tiga) kali sehari (Dailey et al, 2001). Penelitian lain oleh Ary (1986 dalam Delamater, 2006) didapatkan hasil bahwa pasien DM menunjukan kepatuhan yang lebih baik terhadap medikasi dibandingkan kepatuhan terhadap perubahan gaya hidup dan kepatuhan yang lebih baik pada penatalaksanaan yang sederhana dibandingkan yang lebih kompleks. Haynes (1979 dalam Delamater, 2006) bahwa ketidakpatuhan seringkali muncul saat kondisi kesehatan kronik, ketika penyebab timbulnya gejala bervariasi, atau apabila gejala tidak tampak, program pengobatan kompleks dan rumit, dan ketika pengobatan membutuhkan perubahan gaya hidup. Sementara itu hasil studi meta analisis yang dilakukan oleh De Groot et al (2001) diketahui bahwa ada hubungan yang konsisten dan secara statistik signifikan antara depresi dengan komplikasi pada pasien DM tipe 1 dan 2, dimana peningkatan gejala depresi memiliki asosiasi positif dengan peningkatan jumlah atau tingkat keparahan dari komplikasi diabetes yang diderita pasien DM. Durasi menderita penyakit mempunyai hubungan yang negatif dengan kepatuhan dimana semakin lama seseorang menderita diabetes, semakin berkurang kepatuhannya dalam menjalankan terapi yang telah direkomendasikan (WHO, 1999). Hasil studi Glasgow et al (1987) diketahui Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 40 bahwa tingkat aktivitas fisik pada pasien diabetes tipe 1 berhubungan dengan durasi penyakit. Pasien yang telah menderita diabetes selama 10 tahun atau kurang memiliki energy expenditure lebih besar dalam beraktivitas fisik dibandingkan mereka yang memiliki riwayat diabetes lebih lama. Pasien dengan riwayat menderita diabetes yang lebih lama juga dilaporkan lebih sering mengkonsumsi makanan yang tidak sesuai, dengan proporsi lemak jenuh yang besar serta tidak menjalani dietnya dengan benar. Rendahnya tingkat kepatuhan pada pasien DM adalah permasalahan yang perlu ditangani dengan serius selama proses perjalanan penyakit, mengingat DM adalah a progressive silent disease dan komplikasi kronik akibat buruknya kontrol glukosa akan semakin meningkat seiring dengan waktu (Gimenes et al, 2007). 3. Pengukuran Kepatuhan Metoda yang tersedia untuk mengukur kepatuhan terbagi menjadi 2 (dua) yaitu metoda langsung dan tidak langsung. Setiap metoda memiliki kelebihan dan kekurangan, dan tidak ada metoda yang dianggap sebagai gold standard. Metoda langsung (direct methods) termasuk diantaranya terapi observasi langsung, pengukuran kadar obat atau hasil metabolismenya didalam darah, atau pengukuran tanda biologis pada urin. Pendekatan langsung, meskipun lebih akurat dalam mengkaji compliance, namun tidak ekonomis, menyulitkan peneliti dan berpotensi menyebabkan distorsi pada pasien. Metoda tidak langsung (indirect Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 41 methods) untuk mengkaji kepatuhan antara lain adalah penggunaan kuesioner dan laporan pasien (patient self-report), penghitungan tablet obat, tingkat penggunaan resep dokter, pengkajian respon klinis pasien, penggunaan monitor obat elektronik, pengukuran tanda psikologis dan catatan harian pasien. Uraian lebih jelasnya dapat dilukiskan pada tabel 2.1 berikut ini : Tabel 2.1 Metoda Pengukuran Kepatuhan Test Kelebihan Kekurangan Metoda Langsung Terapi observasi langsung Paling akurat Pasien menyembunyikan pil di rongga mulut & kemudian membuangnya; tidak praktis untuk penggunaan rutin Pengukuran kadar obat atau Objektif Variasi metabolisme & ’white coat hasil metobolismenya dalam adherence’ dapat memberikan darah kesan salah; tidak ekonomis Pengukuran tanda biologis Objektif dalam darah Membutuhkan pengujian kuantitatif yang mahal dan pengumpulan cairan tubuh Metoda Tidak Langsung Kuesioner, patient self report Sederhana, ekonomis, Rentan terhadap kesalahan; metoda paling berguna hasilnya mudah didistorsi oleh pada area klinik pasien Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 42 Hitung pil Objektif, dapat dihitung, Data mudah dipengaruhi oleh dan mudah dilakukan pasien (contoh : membuang pil) Jumlah penulisan ulang resep Objektif, data mudah Penulisan ulang resep tidak sama dokter didapatkan dengan konsumsi obat – obatan; membutuhkan sistem closed pharmacy Pengkajian respon klinis Sederhana; mudah Faktor lain selain kepatuhan pasien dilakukan berobat dapat mempengaruhi respon klinis Monitor obat elektronik Tepat; hasilnya mudah Mahal; membutuhkan kunjungan dihitung; menunjukan ulang dan mengunduh data dari pola pasien dalam vials medikasi mengkonsumsi obat Pengukuran tanda fisiologis Seringkali mudah untuk Pertanda mungkin tidak ditemukan (contoh : denyut jantung dilaksanakan karena sebab lain (contoh : pasien yang mengkonsumsi meningkatnya metabolisme, beta-blockers) absorbsi yang buruk, kurangnya respon) Catatan harian pasien Membantu mengatasi Mudah dipengaruhi oleh pasien recall yang buruk Bila pasien adalah anak-anak Sederhana, objektif Rentan terhadap distorsi data Æ kuesioner untuk orangtua atau guru Sumber : Osterberg (2002) Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 43 4. Putaran Kepatuhan (The Adherence Loop) Klein et al (2006) menyatakan bahwa untuk mencapai keberhasilan, seseorang harus melalui 3 (tiga) tahapan kepatuhan seperti tertuang dalam gambar berikut ini : Gambar 2.1 Putaran Kepatuhan Percaya Bertindak Tahu Sumber : Klein et al (2006) Tahapan pertama adalah percaya, seseorang harus percaya pada akurasi dari diagnosa, kesesuaian terapi, kemampuannya untuk melaksanakan terapi, dan validasi serta kecenderungan terapi untuk mencapai keberhasilan. (Ajzen, 1991; Bandura, 1989 dalam Klein, 2006). Ketika seseorang sudah memiliki dasar kepercayaan, maka mereka akan mengembangkan mental model terhadap kondisi barunya dan dampak terapi pada hal tersebut. Pengetahuan. Mental model yang sehat akan membantu seseorang tahu apa yang hendak dilakukan, dan kapan dan bagaiamana melakukannya. Morrow, Leirer, & Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 44 Sheikh (1988, dalam Klein, 2006) berpendapat bahwa seseorang perlu mengetahui apa yang hendak dilakukan agar dapat mengerjakan tindakan itu dengan tepat dan benar. Instruksi yang jelas dan mental model yang dikembangkan dengan baik membantu individu dalam melakukan tindakan dengan efektif. Sehingga pengetahuan yang baik tentang kapan dan bagaimana melaksanakan suatu terapi akan membantu seseorang mengembangkan petunjuk – petunjuk kritis dan mengingatkan untuk selalu bersikap patuh terhadapnya. Tindakan. Petunjuk dan pengingat tersebut akan menghantarkan seseorang kepada suatu tindakan melaksanakan terapi. Tidaklah cukup untuk mengingat bahwa seseorang harus secara fisik, kognitif, emosi, dan finansial mampu untuk bertindak. Penelitian Cramer (1998, dalam Klein, 2006) terhadap pasien AIDS, didapatkan hasil bahwa defisit aspek fisik dan kognitif dapat mempengaruhi determinasi pasien. Penelitiannya juga menekankan pentingnya umpan balik, karena keberhasilan dalam tindakan dan terapi harus didukung oleh umpan balik yang pada akhirnya membutuhkan aspek kepercayaan. Individu harus melalui putaran ini pada tingkatan multipel. Pada tingkat makro, saat seseorang menyiapkan, menginisiasi, dan mempertahankan, mereka harus percaya pada tujuan dan efektifitas dari terapi, tahu bagaimana melaksanakannya dengan sesuai, dan mampu melaksanakan terapi yang dianjurkan. Pada tingkat mikro, setiap kali terapi dilaksanakan (atau tidak) adalah penegasan ulang dari kepercayaan, pengetahuan, dan kemampuan untuk bertindak. Sementara fokus Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 45 dari tahap persiapan adalah percaya, selama tahap selanjutnya setiap tahapan harus diperkuat untuk mempertahankan kepatuhan. Pemetaan tahapan kepatuhan dapat membantu mengidentifikasi pada aspek mana dari putaran kepatuhan ini yang mendapatkan gangguan, sehingga dapat dilakukan upaya perbaikan. Klein et al (2006) juga menyatakan bahwa ada 4 (empat) faktor kritis yang membentuk cara seseorang untuk berhasil dalam menjalani ‘lingkaran kepatuhan’ yaitu meliputi karakteristik individu, kondisi, terapi, dan jaringan sosial. Tiap individu memiliki motivasi yang berbeda, kondisi yang bervariasi terhadap bagaimana status kesehatan mempengaruhi atau mempunyai dampak pada kehidupan seseorang, terapi membutuhkan tuntutan serta komitmen yang berbeda, serta kekuatan serta luasnya jaringan sosial yang dimiliki seseorang, meliputi tenaga profesional kesehatan dan sistem pendukung lainnya. C. Asuhan Keperawatan Pasien DM 1. Pengkajian Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematis untuk mengumpulkan dan menganalisa data sehingga dapat diketahui masalah keperawatan yang ada pada klien. a. Pengumpulan Data 1) Biodata Dikaji tentang identitas klien yang meliputi; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan terakhir, pekerjaan, status pekawinan, diagnosa medis, Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 46 nomor medrec, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian dan alamat. Serta dikaji juga identitas penanggung jawab klien yang meliputi; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat. 2) Riwayat kesehatan a) Keluhan utama Merupakan keluhan dari keadaan yang dirasakan oleh klien, ditanyakan kepada klien tentang keluhan klien yang paling mengganggu saat itu. b) Riwayat kesehatan sekarang Merupakan pengembangan dari keluhan utama klien, ditanyakan kepada klien tentang apa yang dikeluhkan, faktor yang memperberat dan yang dapat meringankan keluhan, lamanya keluhan, timbulnya keluhan apakah bertahap atau mendadak, kualitasnya, lokasi penyebaran, sekalanya, dampak terhadap peran klien di rumah waktu terjadinya keluhan dan sejak kapan terjadinya penyakit serta upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan. c) Riwayat kesehatan dahulu Dikaji tentang penyakit yang pernah dialami pada masa lalu, riwayat alergi, kebiasaan klien seperti merokok, minum alkohol, kopi dan obat-obatan yang sering dipakai. Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 47 d) Riwayat kesehatan keluarga Ditanyakan apakah keluarga klien ada yang memiliki penyakit yang sama dengan klien, penyakit turunan seperti asma dan DM, penyakit menular seperti TBC. 3) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan sistem tubuh secara menyeluruh dengan menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. a) Sistem Endokrin Biasanya didapatkan data polifagi, polidipsi, mual, muntah, kehilangan BB atau obesitas, pembesaran tyroid, bau aseton. b) Sistem Kardiovaskuler Bisanya didapatkan data hipotensi ortostatik, akral dingin, nadi perifer melemah terutama pada tibia posterior dan dorsalis pedis, CRT menurun dan dapat pula ditemukan adanya keluhan nyeri dada. Apabila telah terdapat kelainan jantung akan diperoleh kelainan gambaran EKG lambat. c) Sistem Pernafasan Biasanya didapatkan pernafasan kusmaul bila sudah terkena ketoasidosis, nafas bau aseton. d) Sistem Pencernaan Biasanya didapatkan data mual, muntah, perasaan penuh pada perut, konstipasi, penurunan BB. Tetapi dapat pula ditemukan napsu makan yang meningkat. Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 48 e) Sistem Perkemihan Biasanya didapatkan data poliuri dan nokturia, bahkan dalam tahap lanjut klien dapat mengidap penyakit gangguan ginjal kronis. f) Sistem Integumen Biasanya didapatkan data turgor kulit menurun, bisul-bisul, keluhan gatal-gatal, luka dan penurunan suhu tubuh. g) Sistem Muskuloskeletal Biasanya didapatkan kelemahan kaki, kekakuan pada ekstemitas bawah. h) Sistem Persarafan Biasanya didapatkan data penurunan fungsi sensasi sensori, nyeri, penurunan suhu pada kaki, penurunan reflek, nyeri kepala dan bingung. i) Sistem Pengindraan Biasanya didapatkan data gangguan pada pengindraan, penglihatan berupa katarak, penglihatan kabur. j) Sistem Reproduksi Biasanya didapatkan data impoten pada pria, dan penurunan libido pada wanita disertai keputihan. 4) Pola Aktifitas sehari-hari Dalam aktifitas sehari-hari dikaji pola aktifitas sebelum masuk rumah sakit dan setelah masuk rumah sakit. Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 49 a) Pola Nutrisi Dikaji tentang frekwensi makan dan jenis makanan, makanan yang disukai dan tidak disukai, makanan pantangan, napsu makan, porsi makan, jumlah dan jenis minum setiap hari. b) Pola Eliminasi (1) Buang Air Besar (BAB) Frekwensi BAB, warna, bau, konsistensi faeces, dan keluhan klien berkaitan dengan eliminasi BAB. (2) Buang Air Kecil (BAK) Frekwensi BAK, jumlah, pola BAK, warna urine, bau urine dan keluhan klien berhubungan dengan eliminasi BAK. c) Pola tidur dan istirahat Waktu tidur, lama tidur setiap hari, kualitas tidur, kebiasaan pengantar tidur, kebiasaan saat tidur dan apakah ada kesulitan dalam tidur. d) Personal hygiene Dikaji tentang frekwensi dan kebiasaan mandi, keramas, gosok gigi, mengganti pakaian dan memotong kuku dan cara melakukan. 5) Aspek Psikologis, Sosial dan Spiritual a) Pola pikir dan persepsi Mengkaji tentang pengetahuan klien tentang penyakitnya, tanyakan pada klien tentang persepsi klien tentang penyakitnya. b) Persepsi diri Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 50 Hal yang amat dipikirkan oleh klien saat dilakukan pengkajian, harapan setelah menjalani perawatan. c) Konsep diri (1) Gambaran diri, kaji sikap klien terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi penampilan serta potensi tubuh saat ini dan masa lalu. (2) Identitas diri, kaji kesadaran klien atas diri sendiri bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai satu kesatuan yang utuh. (3) Peran diri, kaji pola sikap perilaku klien selama sakit, apakah sesuai dengan posisi klien di keluarga atau di masyarakat. (4) Ideal diri, kaji persepsi klien tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi. Hal ini berkaitan dengan sejumlah aspirasi, cita-cita dan nilai yang ingin dicapai. (5) Harga diri, adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. d) Hubungan Komunikasi Kejelasan klien dalam kebiasaan berbicara, bahasa utama yang digunakan oleh klien, adat istiadat yang dianut, yang tinggal serumah dengan klien, motifasi dari suami/istri yang memegang peranan penting dalam keluarga. Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 51 e) Kebiasaan Sexual Adakah gangguan dalam hubungan sexual setelah mempunyai penyakit DM. f) Sistem Nilai Kepercayaan Siapa dan apa sumber kekuatan klien, serta kegiatan agama atau kepercayaan yang ingin dilakukan selama di rumah sakit. g) Aspek Pengetahuan Kaji pengetahuan klien tentang prnyakitnya. 6) Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan diagnostik diabetes pada umumnya yaitu glukosa darah sewaktu, puasa, dan Glycosylated Haemoglobin (Hgb A1c atau A1C), lipid, albumin dan urinalisis. 2. Diagnosa Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dari interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan. Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi (potensial) dimana pemecahannya dalam batas wewenang perawat. Diagnosa yang mungkin timbul akibat DM menurut Doenges (1999) adalah sebagai berikut : a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diuresis osmotik, intake yang kurang, pengeluaran isi lambung yang berlebihan. Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 52 b. Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan defisiensi insulin dan penurunan masukan oral. c. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan kadar gula darah tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan sirkulasi, infeksi saluran pernafasan dan perkemihan yang sudah ada sebelumnya. d. Gangguan pemenuhan ADL/ kelemahan berhubungan dengan penurunan produksi energi, defisiensi insulin atau peningkatan kebutuhan energi. e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang daya ingat, kesalahan interpretasi informasi atau tidak mengenal sumber informasi tentang penyakitnya. f. Ketidakpatuhan terhadap regimen terapi berhubungan dengan kurang pengetahuan, kurang informasi. g. Potensial terjadinya cedera berhubungan dengan penurunan sensoris penglihatan dan sentuhan. Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah diagnosa keperawatan mengenai masalah kepatuhan (butir f). 3. Intervensi Perencanaan merupakan rencana tindakan yang disusun berdasarkan masalah yang dihadapi klien meliputi: tujuan, kriteria hasil, intervensi dan rasional. Tujuan atau kriteria hasil dari intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah kepatuhan adalah menunjukan perilaku patuh dengan menggunakan indikator tertentu (tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, selalu), menunjukan Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 53 partisipasi dalam pengambilan keputusan terkait masalah kesehatan, dan menunjukan kontrol terhadap resiko komplikasi, serta mengikuti terapi yang dianjurkan (NOC dalam Wilkinson, 2005). Intervensi keperawatan yang spesifik untuk mengatasi masalah kepatuhan menurut Wilkinson (2005) dalam Nursing Intervention Classification adalah sebagai berikut : a. Panduan antisipasi Aktivitas keperawatannya meliputi Bantu pasien untuk mengidentifikasi perkembangan dan atau situasi krisis serta dampak krisis terhadap kehidupan pribadi dan keluarga; Berikan informasi mengenai harapan yang realistik dari perilaku pasien; Kaji metode pemecahan masalah yang biasa dilakukan pasien; Bantu pasien untuk menentukan bagaimana cara untuk mengatasi masalah; Gunakan contoh kasus untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam mengatasi masalah; dan Libatkan keluarga. b. Modifikasi perilaku Aktivitas keperawatannya meliputi Kaji motivasi pasien untuk berubah; Bantu pasien mengidentifikasi kekuatannya serta berikan dukungan; Kenalkan pasien pada individu yang memiliki situasi sama seperti yang dialami pasien dan berhasil melaluinya; Identifikasi masalah perilaku pasien; Identifikasi target perilaku yang perlu diubah; Tentukan target perilaku yang telah diidentifikasi, apakah perlu ditingkatkan, diturunkan, atau dipelajari; Diskusikan proses modifikasi perilaku dengan pasien/ keluarga; Fasilitasi Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 54 keterlibatan tenaga kesehatan lain dan keluarga dalam proses modifikasi perilaku; dan Berikan reinforcement positif . c. Dukungan dalam pengambilan keputusan Aktivitas keperawatannya meliputi Kaji perbedaan pandangan antara pasien dan perawat mengenai kondisi yang dialami pasien saat ini; Berikan informed consent; Berikan informasi sesuai permintaan pasien; Fasilitasi pengambilan keputusan kolaboratif; dan Hormati hak pasien untuk menerima atau menolak informasi. d. Peningkatan keterlibatan keluarga Aktivitas keperawatannya meliputi Bangun hubungan personal dengan pasien dan anggota keluarga yang akan terlibat dalam perawatan; Identifikasi kemampuan anggota keluarga dalam perawatan pasien; Identifikasi defisit perawatan diri pasien; Identifikasi harapan anggota keluarga terhadap pasien; Dorong anggota keluarga dan pasien untuk membantu perkembangan rencana asuhan keperawatan, termasuk hasil yang diharapkan dan implementasi rencana asuhan keperawatan; Dorong anggota keluarga dan pasien untuk bersikap asertif saat berinteraksi dengan tenaga kesehatan; Fasilitasi pemahaman anggota keluarga mengenai aspek medis dari kondisi pasien; Kaji tingkat ketergantungan pasien terhadap anggota keluarga akibat usia dan penyakit yang diderita; Identifikasi dan hormati mekanisme koping yang biasa digunakan oleh anggota keluarga; dan Identifikasi bersama keluarga (kesulitan koping pasien, kekuatan & kemampuan pasien). Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 55 e. Pendidikan kesehatan Aktivitas keperawatannya meliputi Identifikasi motivasi internal dan eksternal yang dapat meningkatkan atau mengurangi motivasi pasien berperilaku sehat; Kaji gaya hidup dan pengetahuan pasien dan keluarga; Bantu pasien dan keluarga untuk mengklarifikasi nilai dan kepercayaan mengenai konsep sehat; Rumuskan tujuan program pendidikan kesehatan; Jelaskan manfaat jangka pendek dari perilaku gaya hidup positif; Libatkan keluarga dalam merencanakan dan melaksanakan modifikasi perilaku gaya hidup; Gunakan strategi dan intervensi yang bervariasi; dan Rencanakan tindak lanjut jangka panjang untuk meningkatkan perilaku sehat atau adaptasi gaya hidup. f. Penetapan tujuan bersama Aktivitas keperawatannya meliputi Kaji kemampuan pasien untuk mengenali permasalahan yang dimiliki; Dorong pasien untuk mengidentifikasi kekuatan dan kemampuan yang dimiliki; Bantu pasien mengidentifikasi tujuan yang realistik dan dapat dicapai; Kenali sistem nilai dan kepercayaan pasien; Klarifikasi bersama mengenai peran tenaga kesehatan dan peran pasien; Dorong pasien untuk merumuskan tujuan dengan jelas dan hindari penggunaan alternatif; Bantu pasien dalam menyusun prioritas tujuan; Bantu pasien untuk mengembangkan rencana pencapaian tujuan; Bantu pasien menentukan kriteria waktu yang realisitis; dan Evaluasi ulang tujuan dan rencana. g. Identifikasi resiko Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 56 Aktivitas keperawatannya meliputi Review riwayat kesehatan pasien; Identifikasi kebutuhan pasien akan perawatan lanjutan; Kaji keberadaan dan kualitas dukungan keluarga; Kaji status pendidikan dan sumber finansial pasien; Identifikasi strategi koping yang biasa digunakan pasien dan keluarga; dan Rencanakan aktivitas penurunan resiko. h. Bantuan untuk modifikasi diri Aktivitas keperawatannya meliputi Dukung keinginan pasien untuk berubah; Bantu pasien mengidentifikasi target perilaku yang perlu diubah untuk mencapai hasil yang diinginkan; Eksplorasi bersama pasien potensi hambatan terhadap perubahan perilaku; Identifikasi bersama pasien strategi yang paling efektif untuk perubahan perilaku; Dorong pasien untuk memilih reward yang cukup signifikan untuk mempertahankan perilaku; Bantu pasien merumuskan rencana sistematis perubahan perilaku; dan Bantu pasien mengidentifikasi ketercapaian hasil. i. Pengajaran kepada pasien terkait proses penyakit/ prosedur/ pengobatan. Aktivitas keperawatannya meliputi Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit; Review pengetahuan pasien tentang kondisi yang sedang diderita; Eksplorasi hal – hal yang telah dilakukan pasien untuk mengatasi penyakitnya; Berikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada pasien; Identifikasi perubahan kondisi fisik pasien; Diskusikan perubahan gaya hidup yang diperlukan untuk menghindari komplikasi; Diskusikan pilihan terapi/ pengobatan; Diskusikan rasional dari setiap terapi/pengobatan; Jelaskan potensi komplikasi kronik yang dapat muncul akibat penyakit yang diderita; Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 57 dan Instruksikan pasien untuk meminimalisasi efek samping terapi/ pengobatan. D. Kerangka Teori Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan pada studi kepustakaan, maka secara sistematis kerangka teori pada penelitian ini dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut : Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009 58 Skema 2.2 Kerangka Teori Penelitian Diabetes Melitus Pengendalian Gula Darah dg 4 Pilar Penatalaksanaan DM1,2,3,4, • Pengaturan Diet • Latihan Jasmani • Terapi OHO • Penyuluhan Intervensi Keperawatan :6 • Panduan antisipasi • Modifikasi perilaku • Dukungan dlm pengambilan keputusan • Peningkatan keterlibatan keluarga • Pendidikan kesehatan • Penetapan tujuan bersama • Identifikasi resiko • Pengajaran ttg proses penyakit/ prosedur terapi Patuh Masalah Keperawatan : Ketidakpatuhan terhadap regimen terapi6 Faktor yang mempengaruhi Kepatuhan :5 • Demografi • Sosial • Psikologis • Sistem yankes • Penyakit & Pengobatan Akut : • Hipoglikemia • Hiperglikemia Komplikasi DM1,2,3,4, Kronik : • Mikroangiopati • Makroangiopati Dikutip dari : 1. Waspadji, 2007; 2. Black & Hawk, 2005; 3. Ignatavius, 2006; 4. Smeltzer, 2008; 5. Delamater, 2006; 6. Wilkinson, 2005) Faktor-faktor..., Argi Virgona Bangun, FIK UI, 2009