BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kesehatan

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Isu kesehatan reproduksi perempuan sudah menjadi salah satu goal dalam
program Millennium Development Goals (MDGs) yang dicanangkan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kesehatan reproduksi perempuan menjadi
penting untuk segera ditangani karena angka kematian ibu yang melahirkan tidak bisa
dihiraukan. Menurut data yang dimiliki oleh PBB, lebih dari 350.000 perempuan
meninggal dunia setiap tahunnya akibat komplikasi yang dialami saat melahirkan,
dan 99% dari mereka berasal dari negara berkembang (BKKBN, 2012).
Angka kematian merupakan salah satu indikator status kesehatan di
masyarakat. Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Anak (AKA), Angka
Kematian Bayi (AKB) dan Angka Harapan Hidup Waktu Lahir (AHH) telah
ditetapkan sebagai indikator derajat kesehatan di Indonesia Sehat 2010. AHH bahkan
digunakan sebagai salah satu komponen untuk menghitung Human Development
Index (HDI). Ditinjau dari HDI, Indonesia menduduki ranking 109 dari 174 negara
jauh tertinggal dari Negara-negara ASEAN lainnya. Ranking ini relatif tak beranjak,
bahkan cenderung lebih buruk (tahun 2003 urutan 112 dari 175 negara) (Qomariah,
2013).
Data menunjukkan masih tingginya AKI yaitu 359 per 100.000 kelahiran
hidup rata-rata AKI tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup, rata-rata
Universitas Sumatera Utara
kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100
ribu kelahiran hidup. AKB yaitu 42 per 1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan
kecenderungan angka-angka tersebut, akan sulit dicapai target MDG tahun 2015.
Penurunan AKI hanya mencapai 52% dari keadaan tahun 1990 dari target 75% dan
penurunan AKB mencapai 53% dari target 67%. Penilaian sistem kesehatan berbagai
negara, Indonesia menempati urutan 106 dari 191 negara yang dinilai untuk indikator
pencapaian yang mencakup status kesehatan.
Fakta lain dari kematian maternal yang terjadi di Indonesia berdasarkan
Survey Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010 adalah jumlah kematian
absolut tertinggi justru terjadi di propinsi dengan fasilitas dan tenaga kesehatan yang
memadai, salah satunya Jawa Tengah (Hartiningtiyaswati, 2010).
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi
Aceh hingga saat ini masih tergolong tinggi. Berdasarkan data terakhir Desember
2011, jumlah AKI melahirkan di Aceh berkisar 190/100.000 kelahiran hidup (KH)
dan AKB berkisar 30/1.000 KH. Karenanya, upaya pengurangan terus dilakukan oleh
Pemerintah Aceh sebagai salah satu indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
bidang kesehatan (Yoes, 2013).
Berdasarkan data Puskesmas Alafan tahun 2011, jumlah ibu hamil 119
sasaran, ibu bersalin 113 sasaran, bayi 108 sasaran, dan mempunyai Angka Kematian
Ibu (AKI) 1 orang dari 113 sasaran ibu bersalin, Angka Kematian Bayi (AKB) 3
orang dari 108 sasaran. Tahun 2012, memiliki ibu hamil 111 sasaran, ibu bersalin 106
sasaran, dan bayi 84 sasaran. Alafan juga memiliki AKI 1 orang dari 113 sasaran
Universitas Sumatera Utara
AKB 1 dari 104 sasaran. Tahun 2013 Alafan memiliki ibu hamil 112 sasaran, ibu
bersalin 72 sasaran, dan bayi 73 sasaran. Tahun 2013 Alafan memiliki AKI nol dan
AKB 3 orang dari 73 sasaran bayi.
Pada tahun 2011, dari 4 orang kematian bayi, 2
bayi meningggal karena asfiksia, 1 lahir meninggal dan 1 BBLR (Berat Badan Lahir
Rendah). Tahun 2012, 6 orang bayi meninggal. 2 orang meninggal karena asfiksia, 2
orang lahir mati, 1 BBLR dan 1 febris. Tahun 2013, 4 orang bayi meninggal. 2 orang
asfiksia, 1 orang lahir mati dan 1 orang febris.
Secara universal adat atau kepercayaan menyambut masa-masa kehamilan,
masa melahirkan dan masa nifas terkait dengan tabu ada di seluruh negara, baik di
negara yang teknologinya sudah maju maupun di negara berkembang. Pantangan atau
tabu adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu, karena
terdapat ancaman bahaya terhadap barang siapa yang melanggarnya. Dalam ancaman
bahaya ini terdapat kesan magis, yaitu adanya kekuatan super power yang berbau
mistik, yang akan menghukum orang-orang yang melanggar pantangan atau tabu
tersebut (Sri, 2006).
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya. Berbedanya kebudayaan
ini menyebabkan banyaknya mitos mengenai masa kehamilan, persalinan dan nifas.
Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi
pentingnya perawatan kehamilan, persalinan, nifas dan perawatan Bayi Baru Lahir
(BBL). Pelayanan bersalin, pasca persalinan yang baik sangat penting karena
sebagian besar kematian ibu dan bayi baru lahir terjadi pada 2 hari pertama dan pasca
persalinan (Qomariah 2013).
Universitas Sumatera Utara
Budaya atau kebiasaan masyarakat merupakan salah satu yang mempengaruhi
status kesehatan. Diantara kebudayaan maupun adat istiadat dalam masyarakat, ada
yang mengutungkan ada pula yang merugikan. Banyak pengaruh yang menyebabkan
berbagai aspek kesehatan di negara kita, bukan hanya karena pelayanan medik yang
tidak memadai atau kurangnya perhatian dari dinas kesehatan. Dalam konteks
kehamilan, persalinan, dan kelahiran bayi itu, setiap masyarakat mempunyai caracara budaya mereka sendiri untuk memahami dan menanggapi peristiwa pertumbuhan
janin dan kelahiran bayi, yang sudah dimasukkan jauh sebelum masuknya sistem
medis biomedikal di lingkungan komuniti mereka. Berbagai kelompok masyarakat
juga mempunyai cara-cara tertentu dalam mengatur aktifitas-aktifitas mereka saat
menghadapi wanita yang hamil dan bersalin. Demikian pula di dalam berbagai
kebudayaan, terdapat cara-cara tertentu sebagai respon mereka saat menanggapi
kematian bayi dan ibunya (Swasono, 1998).
Faktor yang paling mempengaruhi status kesehatan masyarakat terutama bagi
ibu hamil, bersalin, dan nifas, adalah lingkungan juga pendidikan dari masing-masing
dari kaum ibu tersebut dan seandainya mengetahui dan memahami hal-hal yang
mempengaruhi status kesehatan terhadap hal itu, maka diharapkan masyarakat tidak
melakukan kebiasaan atau adat istiadat yang merugikan kesehatan khususnya bagi ibu
nifas (Qomariah 2013).
Memasuki masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi para ibu
hamil karena segala kemungkinan dapat terjadi sebelum berakhir dengan selamat atau
dengan kematian. Masih tingginya angka kematian ibu di Indonesia berkaitan erat
Universitas Sumatera Utara
dengan faktor sosial budaya masyarakat, seperti tingkat pendidikan penduduk,
khususnya wanita dewasa yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang belum
memadai, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan petugas
kesehatan yang masih rendah, jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari rumahrumah penduduk,
kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, perilaku masyarakat yang
kurang menunjang dan lain sebagainya. Tingkat kepercayaan masyarakat kepada
petugas kesehatan, di beberapa wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada
dukun karena kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih
senang berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun. Di daerah pedesaan,
kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan
yang biasanya dilakukan di rumah (Swasono, 1998).
Delapan puluh persen persalinan di masyarakat masih di tolong oleh tenaga
non-kesehatan, seperti dukun. Dukun di masyarakat masih memegang peranan
penting,
dukun
dianggap
sebagai
tokoh
masyarakat.
Masyarakat
masih
mempercayakan pertolongan persalinan oleh dukun, karena pertolongan persalinan
oleh dukun dianggap murah dan dukun tetap memberikan pendampingan pada ibu
setelah melahirkan, seperti merawat dan memandikan bayi (Diah, 2012).
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini, karena merupakan masa
kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24
jam pertama (Qomariah, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Indonesia mengartikan masa nifas merupakan periode waktu
sejak selesai persalinan sampai 40 hari setelah itu. Periode nifas adalah masa 6
minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal
seperti sebelum hamil. Pada masa nifas ini, terjadi perubahan-perubahan anatomi dan
fisiologi pada ibu. Perubahan fisiologi sangat jelas, walaupun dianggap normal,
dimana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk
energi, tingkat kenyaman, kesehatan bayi baru lahir dan perawatan serta dorongan
semangat yang diberikan oleh tenaga kesehatan, baik dokter, bidan, perawat dan
keluarga (Qomariah, 2013).
Suku Leukhon Kabupaten Simeulue Kecamatan Alafan adalah salah satu dari
ratusan suku bangsa di Indonesia. Masyarakatnya mayoritas beragama Islam.
Masyarakatnya lebih memilih untuk melahirkan di rumah, kalaupun ada yang harus
dirujuk, akan mengalami proses yang sangat lambat sampai ibu dapat dibawa ke
rumah sakit, juga tidak jarang ibu dan bayinya meninggal sebelum ibu dan bayinya
sampai kerumah sakit dikarenakan oleh sanak keluarga yang bermusyawarah dulu,
atau tidak mengizinkannya untuk dirujuk dan jalan yang rusak. Selain itu masih ada
persalinan yang ditolong oleh dukun, kalau ditolong oleh tenaga kesehatan, dukun
tetap juga mendampingi untuk mengikuti proses persalinan dan perawatan ibu nifas
dan perawatan bayi (Hasil wawancara dengan Bidan Desa).
Ibu-ibu suku Leukhon mempunyai kebiasaan untuk melakukan pengasapan
pada ibu nifas hingga dapur dapat dipenuhi oleh asap. Ibu yang telah melahirkan dan
bayinya ditempatkan di dapur. Bayi diletakkan di samping ibunya, agar ibu tidak
Universitas Sumatera Utara
repot untuk menggendong bayinya, jika sibayi menangis. Dengan menghidupkan api,
membakar kayu, kulit bawang atau sabut kelapa yang dapat mengeluarkan asap yang
banyak hingga dapur dapat dipenuhi oleh asap. Asap ini dapat memperburuk
kesehatan bayi dan ibunya karena dapat mengganggu proses pernapasan dan
menyebabkan infeksi saluran pernapasan (Hasil wawancara dengan Bidan Desa).
Pengasapan dilakukan selama 10 hari. Manfaat asap untuk menghangatkan
ibu, agar ibu berkeringat sehingga ibu tidak sakit kepala, dan tidak dingin. jika
kepala ibu sakit itu berarti darah putih telah naik ke kepala. Manfaat lain dari
pengasapan untuk menjauhkan mahluk halus yang dapat mengganggu ibu dan
bayinya. Ibu juga meletakkan batu yang telah dibakar dan dibungkus dengan kain
sampai beberapa lapis dan panasnya masih dirasakan, batu diletakkan di atas perut
sambil diurut-urut. Manfaat dari pemakaian batu panas agar rahim ibu layu
(mengecil) karena setelah melahirkan rahim bengkak dan akhirnya darah keluar yang
artinya rahim sudah layu dan mencegah sakit diare. Jika ibu tidak menggunakan batu
panas maka ibu akan cepat hamil lagi.
Ibu diberikan makan bubur selama 3 hari untuk mempercepat keluarnya ASI.
Pada hari pertama sebelum ASI keluar bayi diberikan minum air putih yang telah
dicampur dengan gula karena ASI belum ada. Jika bayi rewel, maka bayi diberikan
makan pisang awak atau bubur. Dengan tujuan agar bayi kenyang dan tidur. Setelah
melahirkan ibu diberikan air perasan daun Pepaya yang telah dicampur dengan
kunyit, lada, pala, asam, bawang putih lalu dipanaskan dan diminumkan pada ibu
untuk menghilangkan sakit kepala dan mencegah naiknya darah putih. Ibu mandi air
Universitas Sumatera Utara
yang telah dicampur daun-daunan, minum jamu dari bahan rempah-rempah. Kusuk
dilakukan setelah 3 hari melahirkan, untuk merilaxkan ibu, dan memeriksa rahim ibu
apakah sudah layu. Jika rahim sudah layu berarti rahim ibu sudah sembuh.
Penggunaan Gurita dilakukan selama 12 hari bahkan bisa sampai 40 hari.
Pada hari pertama perut ibu diolesi dengan kapur sirih yang telah dicampur dengan
minyak makan setelah itu perut ibu diikat dengan gurita. Gurita digunakan untuk
mengecilkan perut ibu agar terlihat langsing dan menghilangkan warna kulit yang
hitam akibat kehamilan.
Ibu dan bayi tidak boleh keluar rumah sebelum 40 hari, karena itu merupakan
pantangan. Jika dilanggar menyebabkan bayi diganggu oleh mahluk halus. Ibu tidak
boleh makan makanan yang pedas, tidak boleh makan dengan ikan yang digulai
dengan santan, karena dapat menyebabkan bayi diare dan proses penyembuhan rahim
akan semakin lama, tidak boleh makan daging dan ikan karang, udang, cumi dan
kepiting. Ibu hanya makan dengan ikan yang direbus, digoreng tapi tidak boleh
pedas, dan ikan yang dibakar, jika ibu tidak mematuhinya, maka ibu akan lama
sembuhnya. Sayur-sayuran yang boleh dimakan sayur daun katuk dan daun pepaya
yang direbus untuk melancarkan ASI dan mencegah naiknya darah putih ke kepala.
Jika ibu makan sayuran selain yang telah dianjurkan dukun, maka ASI yang keluar
akan lebih sedikit. Ibu boleh berjalan, tapi harus jalan dengan sangat hati-hati, karena
dapat menyebabkan daerah kewanitaan terluka dan mengeluarkan darah yang banyak.
Kebiasaan tersebut sudah dilakukan sejak dulu oleh nenek moyang dan dilakukan
secara turun menurun.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan fakta yang terjadi pada masyarakat di atas, dapatlah dikatakan
bahwa memang benar ada beberapa nilai kepercayaaan masyarakat yang berhubungan
dengan perawatan nifas. Mengingat bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat
yang multikultural, maka fenomena tersebut sangat wajar terjadi, dan pengetahuan
tentang aspek budaya merupakan hal penting diketahui oleh pelayan kesehatan untuk
memudahkan dalam melakukan pendekatan dan pelayanan kesehatan. (Swasono,
1998).
Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti perawatan ibu
nifas(bak afu-afu) perspektif budaya Leukhon di Desa Lubuk baik Kecamatan Alafan.
1.2. Perumusan Masalah
Ada sebagian perawatan ibu nifas (bak afu-afu) Suku Leukhon yang tidak
sesuai menurut Kesehatan.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perawatan masa nifas (bak afu-afu) yang dilakukan pada
Suku Leukhon di Desa Lubuk baik Kecamatan Alafan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi Puskesmas Alafan.
Menjadi bahan masukan bagi tenaga kesehatan untuk memberikan konseling pada
ibu-ibu Suku Leukhon di Desa Lubuk baik Kecamatan Alafan tentang perawatan
nifas (bak afu-afu) dengan cara yang sesuai dengan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Download