BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. Penghargaan Pengertian Penghargaan Penghargaan adalah kegiatan dimana organisasi menilai kontribusi karyawan dalam rangka untuk mendistribusikan penghargaan moneter dan non moneter cukup langsung dan tidak langsung dalam kemampuan organisasi untuk membayar berdasarkan peraturan hukum (Schuler, 1987). Penghargaan adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atau jasa yang diberikan kepada perusahan (Hasibuan, 2007). Nitisemito (1982) menyatakan bahwa penghargaan merupakan balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada para karyawannya yang dapat dinilai dengan uang dan mempunyai kecenderungan diberikan secara tetap. Penghargaan berarti semua bentuk penggajian atau ganjaran kepada pegawai dan timbul karena kepegawaian mereka. Dapat berupa pembayaran uang secara langsung (upah, gaji, insentif, bonus) dan dapat pula berbentuk pembayaran tidak langsung (asuransi, liburan atas biaya perusahaan) dan dapat pula berupa ganjaran bukan uang (jam kerja yang luwes, kantor yang bergengsi, pekerjaan yang lebih menantang) (Dessler, 2005). Program penghargaan penting bagi organisasi karena mencerminkan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia sebagai komponen utama dan merupakan komponen biaya yang paling penting. Disamping pertimbangan tersebut, penghargaan juga merupakan salah satu aspek yang berarti bagi pegawai, karena bagi 18 individu atau pegawai besarnya penghargaan mencerminkan ukuran nilai karya mereka diantara para pegawai itu sendiri, keluarga, dan masyarakat (Sulistiyani dan Rosidah, 2003). 2.1.2. Pembagian Penghargaan Shculer (1987) menyatakan bahwa penghargaan dibedakan menjadi penghargaan intrinsik (intrinsic rewards) dan penghargaan ekstrinsik (extrinsic rewards). Penghargaan ekstrinsik dibedakan menjadi penghargaan ekstrinsik langsung (gaji, upah, imbalan berdasarkan kinerja) penghargaan ekstrinsik tidak langsung (program proteks bayaran diluar jam kerja, fasilitas-fasilitas untuk karyawan). Penghargaan intrinsik adalah penghargaanpenghargaan yang diterima seseorang sebagai imbalan atas jerih payahnya yang tidak dalam bentuk uang. Biasanya penghargaan tersebut dapat berupa rasa aman dalam pekerjaan, simbul status, penghargaan masyarakat dan harga diri (Shculer dan Huber, 1993). Penghargaan ekstrinsik langsung disebut juga penghargaan berupa uang merupakan imbalan yang diterima seseorang atas jerih payahnya dalam bentuk uang berupa gaji. Imbalan berdasarkan kinerja dapat berupa pembayaran lainnya yang berdasarkan hasil produktivitas yang terdiri dari insentif, bonus dan merit (Shculer dan Huber, 1993). Penghargaan ekstrinsik tidak langsung (program proteksi, bayaran diluar jam kerja, fasilitasfasilitas untuk karyawan) didefinisikan di sini sebagai penghargaan yang diberikan oleh organisasi untuk karyawan yang tersebar untuk keanggotaan mereka (Schuler, 1987). Program proteksi berupa sistem jaminan sosial, tunjangan keamanan sosial pensiun, tunjangan pengangguran kompensasi, kecacatan dan manfaat kompensasi pekerja, medis dan manfaat rumah sakit, manfaat pensiun, manfaat asuransi. Bayaran diluar jam kerja berupa program kebugaran fisik dan waktu tidak bekerja 19 (cuti/liburan). Fasilitas-fasilitas untuk karyawan dapat terdiri dari biaya jasa makanan atau kerugian, diskon karyawan, pusat penitipan anak, sponsor kinerja, layanan konseling dan konsultasi karyawan, pinjaman murah, perusahaan yang disewa, kendaraan untuk penggunaan pribadi atau bisnis dan jasa atau penghargaan saran. (Shculer, 1987). Berdasarkan uraian diatas, digambarkan komponen penghargaan sebagai berikut: Penghargaan total Penghargaan ekstrinsik Penghargaan intrinsik Tidak langsung Langsung Upah Bayaran Fasilitas baku di luar untuk jam kerja karyawan Skema 2.1. komponen penghargaan (Schuler, 1987) Program proteksi Ivancevich, penghargaan Konopaske, diklasifikasikan dan Matteson ke dalam dua ekstrinsik. Penghargaan intrinsik didefinisikan sebagai (2006) Imbalan berdasarkan kerja menyatakan kategori yaitu penghargaan bahwa intrinsik dan yang diatur sendiri oleh seseorang. Hal tersebut menyediakan perasaan puas atau terima kasih dan sering kali perasaan bangga akan pekerjaan yang dilakukan dengan baik, penghargaan intrinsik ini dibedakan atas: a. Penyelesaian Kemampuan memulai dan menyelesaikan suatu pekerjaan atau proyek merupakan hal yang penting bagi sebagian orang. Orang-orang seperti ini menilai apa yang mereka 20 sebut sebagai penyelesaian tugas. Beberapa orang memiliki kebutuhan untuk menyelesaikan tugas, dan efek dari menyelesaikan tugas bagi seseorang merupakan suatu bentuk penghargaan pada diri sendiri. Kesempatan yang memungkinkan orang seperti ini menyelesaikan tugasnya dapat memiliki efek motivasi yang kuat (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson , 2006). b. Pencapaian Pencapaian merupakan penghargaan yang muncul dalam diri sendiri, yang diperoleh ketika seseorang meraih suatu tujuan yang menantang. McClelland menemukan bahwa terdapat perbedaan individual ketika seseorang berusaha mencapai pencapaian. Sebagian orang mencari sasaran yang sulit sementara yang lainnya cenderung untuk mencari sasaran yang umum atau mudah. Dalam program penetapan tujuan, telah diusulkan bahwa sasaran yang sulit menghasilkan tingkat kinerja individu yang lebih tinggi dari pada sasaran yang umum. Akan tetapi, bahkan dalam program semacam itu, perbedaan individual harus dipertimbangkan mengenai sebelum mencapai kesimpulan pentingnya penghargaan pencapaian (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson , 2006). c. Otonomi Sebagian orang menginginkan pekerjaan yang memberikan hak untuk mengambil keputusan dan bekerja tanpa diawasi dengan ketat. Perasaan otonomi dapat dihasilkan dari kebebasan (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson , 2006). d. Pertumbuhan pribadi Pertumbuhan pribadi dari setiap orang merupakan pengalaman yang unik. Seseorang yang mengalami pertumbuhan semacam itu bisa merasakan perkembangan dirinya dan 21 bisa melihat bagaimana kemampuannya dikembangkan. Dengan mengembangkan kemampuan, seseorang mampu untuk memaksimalkan atau setidaknya memuaskan potensi keterampilan. Sebagaimana orang sering kali merasa tidak puas dengan pekerjaan dan organisasi mereka jika tidak diizinkan atau didorong untuk mengembangkan keterampilan mereka (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson , 2006). Penghargaan ekstrinsik datang dari luar orang tersebut. Penghargaan ektrinsik meliputi gaji dan upah, tunjangan, promosi dan penghargaan interpersonal. Gaji dan upah biasanya berupa uang yang merupakan penghargaan ekstrinsik yang utama, mekanisme utama untuk memberikan penghargaan dan memodifikasi perilaku dalam organisasi. Tunjangan utama di organisasi adalah berupa dana pensiun, jaminan kesehatan, dan liburan. Promosi merupakan pemberian penghargaan atas kinerja yang baik atau dikarenakan lamanya karyawan bekerja diinstasi tersebut. Penghargaan interpersonal berupa status dan pengakuan yang diberikan oleh pemimpin untuk meningkatkan motivasi kerja karyawannya (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson , 2006). Hasibuan (2007) menyatakan bahwa penghargaan dibedakan atas penghargaan langsung dan penghargaan tidak langsung. Penghargaan langsung berupa gaji, upah, dan upah insentif. Gaji adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap serta mempunyai jaminan yang pasti. Maksudnya, gaji akan tetap dibayarkan walaupun pekerja tersebut tidak masuk kerja. Upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada karyawan harian dengan berpedoman atas perjanjian yang disepakati membayarnya. Upah insentif adalah upah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang pretasinya diatas prestasi standar. Penghargaan tidak langsung berupa benefit dan service yaitu penghargaan tambahan yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan organisasi terhadap 22 karyawannya dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Seperti tunjangan hari raya, uang pensiunan, pakaian dinas, darmawisata. 2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penghargaan Konsep pemberian penghargaan yang layak serta adil bagi karyawan perusahaan, akan dapat menciptakan suasana kerja yang menyenangkan serta dapat menimbulkan motivasi kerja yang tinggi bagi karyawan. Pertimbangan pemberian penghargaan kepada karyawan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor pada organisasi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya penghargaan, antara lain sebagai berikut (Hasibuan, 2007): a. Penawaran dan permintaan tenaga kerja Jika pencari kerja (penawaran) lebih banyak dari pada lowongan pekerjaan (permintaan) maka penghargaan relatif sedikit. Sebaliknya jika pencari kerja lebih sedikit daripada lowongan pekerjaan, maka penghargaan relatif semakin banyak. b. Kemampuan dan kesediaan organisasi Apabila kemampuan dan kesediaan organisasi untuk membayar semakin baik, maka tingkat penghargaan akan semakin meningkat. Tetapi sebaliknya, jika kemampuan dan kesedian organisasi untuk membayar kurang maka tingkat penghargaan relatif kecil. c. Organisasi karyawan Apabila organisasi karyawan kuat dan berpengaruh maka tingkat penghargaan semakin besar. Sebaliknya jika organisasi karyawan tidak kuat dan kurang berpengaruh maka tingkat penghargaan relatif kecil. 23 d. Produktivitas kerja karyawan Jika produktivitas kerja karyawaan baik dan banyak maka penghargaan akan semakin besar. Sebaliknya kalau produktivitas kerjanya buruk serta sedikit maka penghargaannya kecil. e. Pemerintah dengan Undang-Undang dan Keppres Pemerintah dengan undang-undang dan keppres menetapkan besarnya penghargaan minimum. Peraturan pemerintah ini sangat penting supaya organisasi tidak sewenangwenang menetapkan besarnya penghargaan bagi karyawan. Pemerintah berkewajiban melindungi masyarakat dari tindakan sewenang-wenang. f. Biaya hidup Apabila biaya hidup didaerah itu tinggi maka tingkat penghargaan semakin besar. Sebaliknya, jika tingkat biaya hidup di daerah itu rendah maka tingkat penghargaan relatif kecil. g. Posisi jabatan karyawan Karyawan yang menduduki jabatan lebih tinggi akan menerima gaji/penghargaan lebih besar. Sebaliknya karyawan yang menduduki jabatan lebih rendah akan memperoleh gaji/penghargaan yang kecil. h. Pendidikan dan pengalaman kerja Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama maka penghargaan akan semakin besar, karena kecakapan serta keterampilannya lebih baik. i. Kondisi perekonomian nasional Apabila kondisi perekonomian nasional sedang maju maka tingkat penghargaan akan semakin meningkat, karena akan mendekati kondisi full employment. 24 j. Jenis dan sifat pekerjaan Kalau jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan mempunyai risiko yang besar maka tingkat penghargaan akan meningkat karena membutuhkan kecakapan serta ketelitian untuk mengerjakannya. 2.1.4. Tujuan Penghargaan Tujuan pemberian penghargaan antara lain adalah sebagai ikatan kerja sama, kepuasan kerja, pengadaan efektif, motivasi, stabilitas karyawan, disiplin, serta pengaruh serikat buruh dan pemerintah (Hasibuan, 2007): a. Ikatan Kerja Sama Dengan pemberian penghargaan terjalinlah ikatan kerja sama formal antara manajer dan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugas dengan baik, sedangkan manajer wajib membayar penghargaan sesuai dengan perjanjian yang disepakati b. Kepuasan Kerja Dengan penghargaan, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya. c. Pengadaan Efektif Jika program penghargaan ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah. d. Motivasi Jika penghargaan yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya. 25 e. Stabilitas Karyawan Dengan program atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover relatif kecil. f. Disiplin Dengan pemberian penghargaan yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari serta menaati peraturan-peraturan yang berlaku. g. Pengaruh Serikat Buruh Dengan program penghargaan yang baik pengarh serikat buruh dapat diindarkan da n karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya. h. Pengaruh Pemerintah Jika program penghargaan sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan. 2.1.5. Penghargaan sebagai Alat Manajemen Kinerja Pemberian penghargaan berdasarkan kinerja didasarkan atas teori kesetaraan (Equity theory), teori harapan (Expectancy theory), teori hukum akibat (The law of effect) dan teori pemenuhan kebutuhan psikologis (Psychological fulfillment). Teori kesetaraan menyatakan bahwa setiap karyawan harus diperlakukan secara adil dan setara. Teori harapan menyatakan bahwa seseorang percaya bahwa apabila dia mampu mencapai tingkat kinerja tertentu maka dia akan memperoleh penghargaan. Sedangkan hukum akibat menjelaskan bahwa perilaku akan memperoleh penghargaan jika diulang atau dikerjakan lagi (Swansburg, 1999). 26 Pemberian penghargaan berdasarkan kinerja dapat memberikan dampak positif terhadap perilaku karyawan, menimbulkan kepuasan kerja bagi karyawan, memberikan dampak positif terhadap kemampuan organisasi, mampu menghasilkan pencapaian tujuan yang telah dirancang dan mempertahankan lebih banyak karyawan yang mampu bekerja dengan prestasi tinggi (Swansburg, 1999). Dalam paradigma penghargaan secara otomatis akan selalu diikuti dengan kenaikan kinerja. Kenyataannya tidaklah demikian, sesuai dengan statistik kadang-kadang memang terjadi penghargaan yang dinaikkan akan meningkatkan kinerja, tetapi kadangkadang itu tidak terjadi. Hal ini sejalan dengan pendapat Ruky (2001) yang menyebutkan bahwa penghargaan bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja. Agar dapat melakukan manajemen kinerja dengan baik, organisasi harus merancang penghargaan yang baru. Untuk melakukannya maka harus dipertimbangkan bentuk penghargaan yang sebaiknya diberikan, siapa yang layak menerimanya, perlukah sesuatu yang bersifat desinsentif (hukuman) dan penilaian kinerja yang bagaimana digunakan apakah secara objektif atau secara subjektif (Suroso, 2003). Suroso (2003) menyatakan bahwa untuk memberikan penghargaan dapat digunakan beberapa alat manajemen kinerja, yaitu gaji pokok atau tunjangan tetap/pembayaran kinerja. Bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan kehidupan melalui gaji yang diperoleh dari organisasi, dengan gaji yang diperolehnya tenaga kerja dapat memenuhi kebutuhannya (kebutuhan fisik, sosial dan sebagainya baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya). Dalam hal besarnya pemberian gaji ini selalu ada perbedaan pendapat antara pemberi gaji dengan penerima gaji. Tenaga kerja menghendaki gaji yang 27 setinggi mungkin dan kerja yang sedikit mungkin. Sebaliknya perusahaan menghendaki gaji yang sedikit mungkin dengan jam kerja yang panjang (Siregar, 1997). 2.1.6. Mengatur Penghargaan Pemimpin dihadapkan dengan keputusan bagaimana mengatur penghargaan. Ada tiga pendekatan teoritis dalam mengatur penghargaan, yaitu: (1) reinforcement positif, (2) modeling dan imitasi sosial, (3) ekspektasi (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson , 2006). a. Reinforcement Positif Dalam mengatur program reinforcement positif, penekanan terletak pada prilaku yang diinginkan yang menghasilkan kinerja pekerjaan alih-alih kinerja itu sendiri. Pondasi dasar dalam mengatur penghargaan melalui reinforcement positif adalah hubungan antara perilaku dan konsekuensinya. Reinforcement positif dapat menjadi sebuah metode yang berguan dalam membentuk perilaku yang diinginkan, pertimbangan lain yang berkenaan dengan jenis jadwal penghargaan yang digunakan juga penting. Pertimbangan ini berhubungan dengan pembahasan mengenai jadwal berkesinambungan dan berkala yang sudah dibahas sebelumnya. Singkatnya, manajemen seharusnya mengeksplorasi konsekuensi yang mungkin dari berbagai jenis jadwal penghargaan untuk individu. Penting untuk mengetahui bagaimana karyawan merespons jadwal yang berkesinambungan, berinterval tetap, dan rasio tetap (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson , 2006). 28 b. Modeling dan Imitasi Sosial Hanya terdapat sedikit keraguan bahwa banyak keterampilan dan perilaku manusia diperoleh dengan mengamati dan meniru orang lain. Pembelajaran melalui observasi memungkinkan seseorang untuk menduplikasi suatu respons, tapi apakah respons tersebut benar-benar ditiru bergantung pada apakah orang yang menjadi model tersebut dihargai atau dihukum karena perilau terkait. Agar seseorang termotivasi, dia harus mengamati model menerima reinforcement yang dianggap berharga. Dalam menggunakan modeling untuk mengatur penghargaan, manajer harus menentukan siapa yang merespons pendekatan ini. Selain itu, memilih model yang sesuai juga merupakan langkah yang penting. Terakhir, konteks di mana model muncul pun perlu diperhatikan. Ini berarti, jika kinerja yang tinggi merupakan tujuan dan merupakan hal yang hampir tidak mungkin untuk dicapai karena sumber daya yang terbatas, manajer seharusnya menyimpulkan bahwa modeling tidak sesuai (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson , 2006). c. Teori Ekspektasi Beberapa penelitian menyatakan bahwa konstruk teori ekspektasi menyediakan suatu dasar yang penting untuk mengklasifikasikan penghargaan. Berdasarkan perspektif administrasi penghargaan, pendekatan ekspektasi, tidak seperti kedua metode pengaturan penghargaan yang lain, memerlukan tindakan manajerial. Manajer harus menentukan jenis penghargaan yang diinginkan oleh karyawan dan melakukan hal apapun yang mungkin untuk mendistribusikan penghargaan tersebut. Jika tidak, manajer harus menciptakan kondisi sehingga apa yang tersedia dapat diterapkan sebagai penghargaan. Dalam beberapa situasi, tidaklah mungkin untuk menyediakan 29 penghargaan yang dianggap berharga dan disukai. Oleh karena itu, pemimpin sering kali harus meningkatkan rasa keinginan akan bentuk penghargaan yang lain (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson , 2006). Seorang pemimpin dapat, dan sering kali akan menggunakan gabungan prinsip dari ketiga metode untuk mengatur penghargaan-reinforcement positif, modeling dan ekspektansi. Ketiga motode tersebut menunjukkan bahwa kinerja karyawan merupakan hasil dari penerapan usaha. Untuk menghasilkan usaha yang diperlukan dalam mencapai hasil yang diinginkan, pemimpin dapat menggunakan reinforcement positif, modeling dan ekspektansi (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson , 2006). Kombinasi metode apa yang akan digunakan bukan merupakan satu-satunya masalah dalam mengatur penghargaan. Sumber organisasi, pengaruh persaingan, keterbatasan tenaga kerja, dan peraturan pemerintah merupakan beberapa diantara banyak faktor yang harus dipertimbangakan dalam mempetimbangakan dan mempertahankan program penghargaan (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson , 2006). 2.1.7. Penghargaan kinerja Penghargaan kinerja adalah sesuatu yang bersifat non finansial yang diberikan kepada karyawan sebagai penghargaan atas prestasi yang telah dicapainya. Dengan cara ini, karyawan akan sadar bahwa kinerjanya dihargai dan dinilai tinggi (Suroso, 2003). Siagian (1992) menyatakan bahwa perilaku seseorang akan didorong oleh adanya penguatan positif. Penguatan positif menyebabkan konsekuensi menyenangkan yang mendorong pengulangan perilaku, sebagai contoh seorang karyawan merasa bahwa apabila dapat 30 menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, pimpinan atau atasan memberi pengakuan, karena bagi karyawan menyukai pengakuan, perilaku yang diperkuat dengan hal demikian maka karyawan cenderung ingin melakukan lagi pekerjaan yang berkualitas tinggi. Penguatan selamanya bergantung kepada perilaku pegawai yang tepat (Ruky, 2001). Dalam hal pengakuan agar karyawan mampu bekerja dan melaksanakan tugas dengan baik, pimpinan wajib memberikan penghargaan kepada yang bersangkutan, penghargaan itu dilakukan dengan berbagai bentuk seperti pujian yang dinyatakan dengan kata-kata, pujian yang dinyatakan secara tertulis dalam bentuk piagam, pemberian angka kredit yang berhubungan dengan karir pegawai dan pemberian barang yang bermanfaat bagi yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas (Siagian, 1992). 2.1.8. Penghargaan Kinerja Perawat Penghargaan kinerja perawat mengharuskan suatu rumah sakit menjalankan asuhan keperawatan yaitu (Suroso, 2003): a. Pembayaran psikologis Pembayaran psikologis dimaksudkan untuk memberikan penghargaan, misalnya memberikan liburan tambahan dari yang di tentukan oleh instansi tanpa mempengaruhi pada gaji, atau memberikan alat baru kepada karyawan atau kelompok karyawan yang berprestasi dengan baik sebagai penghargaan untuk membangkitkan semangat bekerja. b. Bonus Bonus adalah pemberian penghargaan berupa uang di luar gaji atau tunjangan tetap. Biasanya bonus diberikan dalam bentuk lupstum setahun sekali atau dua kali, pada 31 pertengahan tahun atau akhir tahun kepada individu yang berhasil mencapai tingkat kinerja tertentu. 2.2. 2.2.1. Kinerja Definisi kinerja Ilyas (1997) menyatakan bahwa kinerja adalah penampilan hasil karya personel dalam suatu organisasi. Kinerja secara umum dipahami sebagai suatu catatan keluaran hasil pada suatu fungsi jabatan kerja atau seluruh aktivitas kerjanya, dalam suatu periode waktu tertentu. Secara lebih singkat kinerja disebutkan sebagai suatu kesuksesan di dalam melaksanakan suatu perkerjaan. Kinerja sendiri dalam pekerjaan yang sesungguhnya, tergantung pada kombinasi antara kemampuan, usahanya, dan kesempatan (As’ad, 1995). Prawirosentono (1999) menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil karya yang dapat dicapai seseorang atau kelompok dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. 2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Gibson, Ivancevich, dan Donelly (1997) menyatakan bahwa terdapat tiga faktor (variabel) yang mempengaruhi perilaku dan kinerja yaitu faktor individu, faktor psikologi dan faktor organisasi. Faktor individu terdiri dari kemampuan dan keterampilan, fisik maupun mental, latar belakang, dan faktor demografis. Faktor kemampuan dan keterampilan 32 merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, faktor demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. Faktor psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Faktor ini dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan faktor demografis. Faktor seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks dan sulit diukur. Faktor organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, sistem penghargaan, struktur dan desain pekerjaan (Gibson, Ivancevich, dan Donelly, 1997). Sedangkan As’ad (1995) menyatakan bahwa faktor yang berhubungan dengan kinerja yaitu faktor psikologis dan faktor sosial. Faktor psikologis merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan pegawai seperti minat, inteligensi, pendidikan, sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan. Dan faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial antara tenaga kerja dengan atasan maupun sesama pegawai. 2.2.3. Penilaian Kinerja Ilyas (1999) menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses menilai hasil karya personil dalam suatu organisasi melalui instrumen kinerja dan pada hakekatnya merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personil dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan. Sejalan dengan (Swanburg, 1999) yang menyatakan bahwa penilaian kinerja merupakan proses kontrol dimana kinerja pegawai dievaluasi berdasarkan standar yang ada. Kinerja yang dinilai adalah kinerja dari pekerjaan yang sedang terjadi atau nyata bukan yang belum terjadi (Marquiz dan Huston, 2000). 33 2.2.4. Tujuan Penilaian Kinerja Ilyas (1999) menyatakan bahwa tujuan penilaian kinerja pada dasarnya mempunyai dua tujuan utama, yaitu: a. Penilaian kemampuan personel. Merupakan tujuan yang mendasar dalam rangka penilaian personel secara individual, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penilaian efektivitas manajemen sumber daya manusia. b. Pengembangan personel. Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk pengembangan personel, seperti: promosi, mutasi, rotasi, terminasi, dan penyesuaian penghargaan. Secara spesifik penilaian kinerja bertujuan untuk (Ilyas,1999): 1). Mengenali sumber daya manusia yang perlu dilakukan pembinaan. 2). Menentukan kriteria tingkat pemberian penghargaan. 3). Memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan. 4). Bahan perencanaan manajemen program sumber daya manusia masa datang. 5). Memperoleh umpan balik atas hasi prestasi personel. 2.2.5. Proses Kegiatan Penilaian Kinerja Penilaian prestasi kerja merupakan suatu pemikiran sistematis atas individu karyawan mengenai prestasinya dalam pekerjaannya dan potensinya untuk pengembangan. Proses kegiatan dalam penilaian kinerja meliputi ( Nursalam, 2002): a. Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh karyawan. 34 b. Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai karyawan untuk kurun waktu tertentu dengan penempatan standar prestasi dan tolak ukur yang telah ditetapkan. c. Melakukan monotoring, koreksi, dan memberikankesempatan serta bantuan yang diperlukan oleh karyawanya. d. Menilai prestasi kerja staf degancara membandingkan prestasi yang dicapai dengan standar atau tolak ukur yang telah ditetapkan. e. Memberikan umpan balik kepada karyawan yang dinilai. Dalam pemberian proses umpan balik ini atasan dan bawahan perlu membicarakan cara-cara untuk memperbaiki kelemahan yang telah diketahui untuk meningkatkan prestasi pada periode berikutnya ( Nursalam, 2002). 2.2.6. Kinerja Perawat Kinerja perawat dapat dilihat sesuai dengan peran fungsi perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan. Menurut Florence Nigthtingale menyatakan bahwa peran perawat adalah menjaga pasien mempertahankan kondisi terbaiknya terhadap masalah kesehatan yang menimpa dirinya (Priharjo, 1995). Surat Keputusan Menteri Perdagangan Aparatur Negara No.94/MENPAN/1986 menyatakan bahwa perawat adalah pegawai negeri sipil yang berijazah perawatan yang diberi tugas secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat pada unit pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas dan unit pelayanan kesehatan lainnya) (Priharjo, 1995). 35 Perawat adalah profesi yang terbanyak jumlahnya di rumah sakit. Dengan jumlah besar inilah kekuatan kelompok dibentuk. Banyak bermunculan pendapat kelompok perawat adalah profesi tersendiri dan bukan bawahan dokter, perawat adalah profesi yang setara dengan dokter, dibutuhkan pengakuan yang tepat bahwa memang demikian adanya, namun tidak sedikit bahwa profesi ini secara tidak disadari seperti tunduk terhadap apapun yang diperintahkan dokter. Ada beberapa teori yang mengatakan bahwa pasien datang ke rumah sakit sebenarnya mencari perawat bukan mencari yang lain. Namun secara tidak sadar kita lihat sehari-hari bahwa pasien datang ke rumah sakit untuk mencari dokter, keduanya benar namun keduanya kurang lengkap, secara tepat bahwa sebenarnya pasien datang ke rumah sakit ingin mendapatkan pelayanan dokter, perawat dan pelayanan lainnya termasuk pelayanan administrasi (Subanegara, 2005). 2.2.7. Penilaian Kinerja Perawat Penilaian kinerja adalah komponen utama dari evaluasi atau untuk mengendalikan fungsi manajemen keperawatan. Jika digunakan dengan tepat dan dengan seksama proses penilaian kinerja akan mengatur perilaku perawat untuk memberikan pelayaan yang berkualitas tinggi. Tujuan atau menggunakan evaluasi kinerja beberapa. Dalam keperawatan, evaluasi kinerja digunakan untuk memotivasi karyawan untuk memberikan perawatan yang berkualitas tinggi kepada pasien. Hasil penilaian kinerja yang sering digunakan untuk promosi, seleksi, dan terminasi dan untuk meningkatkan kinerja (Swanburg, 1999). Penilaian kinerja merupakan bagian dari ilmu teknologi perilaku dan harus dilihat sebagai bagian dari badan pengetahuan yang berhubungan dengan manajemen perilaku 36 manusia. Kepala perawat perlu ilmu pengetahuan untuk mengelola perawat klinis agar efektif dan efisien sebagai sumber daya manusia (Swanburg, 1999). Sejalan dengan Huber (2000) menyatakan bahwa penilaian kinerja perawat adalah pengukuran efisiensi, kompetensi dan efektivitas proses keperawatan dan aktivitas yang digunakan oleh perawat dalam merawat klien guna untuk mempertahankan, memperbaiki dan memotivasi tingkah laku perawat. Berdasarkan penilaian kinerja perawat untuk mengetahui kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien digunakan indikator kinerja perawat menurut Direktorat pelayanan dan Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Tahun 2001 menyatakan bahwa penilaian kinerja perawat terhadap mutu asuhan keperawatan dilakukan melalui penerapan Standar Asuhan Keperawatan (SAK) pada pedoman studi dokumentasi asuhan keperawatan , evaluasi persepsi pasien/keluarga terhadap mutu asuhan keperawatan dan evaluasi tindakan perawat berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) (Depkes, 2001). Berdasarkan SK Direktorat Jenderal Pelayanan Medis Nomor: YM.00.03.2.3.7637 tahun 1993 perawat harus melaksanakan standar asuhan keperawatan (SAK) di rumah sakit yang terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan, evaluasi keperawatan, dan catatan asuhan keperawatan. Evaluasi persepsi pasien/keluarga terhadap mutu asuhan keperawatan di rumah sakit terdiri dari data umum, data pelayanan keperawatan, saran pasien/ keluarga untuk perbaikan, merupakan pertanyaan terbuka. Sedangkan evaluasi tindakan perawat berdasarkan SOP yang dinilai yaitu persiapan dan pelaksanaan tiap kegiatan keperawatan (Depkes, 2001). 37 2.2.8. Cara Menilai Kinerja Perawat Dalam menilai kinerja perawat digunakan standar praktek keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Instrumen evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan (SAK) pada pedoman studi dokumentasi asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, evaluasi dan catatan asuhan keperawatan. Instrumen evaluasi persepsi pasien/keluarga terhadap mutu asuhan keperawatan di rumah sakit terdiri dari data umum, data pelayanan keperawatan, saran pasien/ keluarga untuk perbaikan, merupakan pertanyaan terbuka. Dan instrumen evaluasi tindakan perawat berdasarkan SOP yang dinilai yaitu persiapan dan pelaksanaan tiap kegiatan keperawatan (Depkes, 2001). a. Penerapan SAK pada pedoman studi dokumenasi asuhan keperawatan, dinilai atas (Depkes, 2001): 1). Standar 1 : Pengkajian Keperawatan Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data dan informasi tentang klien yang dibutuhkan dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan diagnosa keperawatan. Pengkajian keperawatan terdiri dari 3 tahap yaitu pengumpulan data, pengorganisasian atau pengelompokan data serta menganalisa data untuk merumuskan diagnosa keperawatan (Nursalam, 2003). Instrumen penilaian kinerja perawat pada proses pengkajian keperawatan menurut Depkes (2001) terdiri dari: mencatat data yang dikaji sesuai dengan pedoman pengkajian, data dikelompokkan berdasarkan bio-psiko-sosial-spiritual, data dikaji sejak 38 pasien masuk sampai pulang, dan masalah dirumuskan berdasarkan kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan. 2). Standar 2 : Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual dan potensial. Proses diagnostik mencakup analisis kritis dan interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosa keperawatan (Potter dan Perry, 2005). Instrumen penilaian kinerja perawat pada proses diagnosa keperawatan menurut Depkes (2001) terdiri dari: diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, diagnosa keperawatan mencerminkan PE/PES, dan merumuskan diagnosa keperawatan aktual/potensial. 3). Standar 3 : Perencanaan Keperawatan Rencana asuhan keperawatan adalah pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana perawatan tertulis mendokumentasikan kebutuhan perawatan kesehatan klien, tujuan, hasil yang diharapkan dan aktifitas dan starategi keperawatan spesifik. Selama perencanaan perawat berkolaborasi dengan klien dan keluarganya juga berkonsultasi dengan tim perawat lainnya, menelaah literatur yang berkaitan, memodifikasi asuhan dan mencatat informasi yang relevan tentang kebutuhan perawatan kesehatan klien dan klinik (Kusnanto, 2003). Instrumen penilaian kinerja perawat pada proses perencanaan keperawatan menurut Depkes (2001) terdiri dari : perencanaan bardasarkan diagnosa keperawatan, disusun menurut urutan prioritas, rumusan tujuan mengandung komponen pasien, subyek, perubahan, perilaku, kondisi pasien dan kriteria waktu, rencana tindakan menggambarkan keterlibatan pasien 39 keluarga, rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat perintah, terinci dan jelas, dan rencana tindakan menggambarkan kerjasama dengan tim kesehatan lain. 4). Standar 4 : Tindakan Keperawatan Potter dan Perry (2005) menjelaskan bahwa selama tindakan, perawat mengkaji kembali klien, memodifikasi rencana asuhan keperawatan, mengidentifikasi area bantuan, mengimplementasikan tindakan keperawatan dan mengkomunikasikan tindakan. Instrumen penilaian kinerja perawat pada proses tindakan keperawatan menurut Depkes (2001) terdiri dari: tindakan dilaksanakan mengacu pada rencana perawatan, perawat mengobsevasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan, revisi tindakan berdasarkan evaluasi, dan semua tindakan yang telah dilaksanakan dicatat ringkas dan jelas. 5). Standar 5 : Evaluasi Keperawatan Menurut Nursalam (2003), kriteria proses dalam evaluasi keperawatan adalah menyusun perencanaan evaluasi dari hasil intervensi secara komperehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan, memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat, bekerja sama dengan klien dan keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan dan mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.Instrumen penilaian kinerja perawat pada proses evaluasi keperawatan menurut Depkes (2001) terdiri dari : evaluasi mengacu pada tujuan dan hasil evaluasi dicatat. 6). Standar 6 : Catatan Asuhan Keperawatan Catatan asuhan keperawatan adalah bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan asuhan keperawatan (Nursalam, 2003). Dalam catatan asuhan 40 keperawatan ini pencatatan yang dilakukan harus sesuai dengan yang dikerjakan dan yang ditulis dengan jelas sehingga dapat digunakan antar tim kesehatan. Instrumen penilaian kinerja perawat pada proses catatan asuhan keperawatan menurut Depkes (2001) terdiri dari : menulis pada format yang baku, pencatatan dilakukan sesuai dengan tindakan yang dilaksanakan, pencatatan ditulis dengan jelas, setiap melakukan tindakan/kegiatan perawat mencantumkan paraf/nama jelas, dan tanggal jam dilakukannya tindakan, dan berkas catatan keperawatan disimpan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penerapan SAK pada pedoman studi dokumentasi asuhan keperawatan digunakan untuk mengumpulkan data agar dapat menilai kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan pendokumentasian yang ditemukan dalam rekam medik pasien dengan pendokumentasian yang ditentukan dalam standar keperawatan. Dimana pengisian pedoman studi dokumentasi SAK dilakukan oleh perawat dengan kriteria sebagai berikut: perawat terpilih dari ruangan tempat dilakukan evaluasi, perawat yang telah menguasai/memahami proses perawatan, dan telah mengikuti pelatihan penerapan standar asuhan keperawatan di RS (Depkes, 2001). Sedangkan, rekam medik pasien yang dinilai harus memenuhi kriteria sebagai berikut: rekam medik pasien yang telah dirawat minimal 3 (tiga) hari diruangan yang bersangkutan, data dikumpulkan sebelum berkas medik pasien dikembalikan pada bagian Medical Recors RS, khusus untuk Kamar Operasi dan IGD, penilaian dilakukan setelah pasien dipindahkan ke ruangan lain/pulang, dan rekam medik pasien yang memenuhi kriteria selama periode evaluasi berjumlah 20 untuk setiap ruangan (Depkes, 2001). 41 Adapun bentuk instrumen dari Pedoman Studi Dokumentasi SAK terdiri dari: kolom 1: no.urut yang dinilai , kolom 2: aspek yang dinilai, kolom 3: no. kode rekam medik yang dinilai, dan kolom 4: keterangan. Berikut ini terdapat rumus dari persentase kinerja perawat yang ditulis sebagai berikut berdasarkan Depkes (2001) yaitu : T P= ────x 100% JB x JA Keterangan: P : Prosentase T: Total (Jumlah Rekam medik pasien) JB: Jumlah berkas JA: Jumlah aspek yang dinilai (pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, evaluasi, catatan askep) b. Evaluasi perspepsi pasien/ keluarga terhadap mutu asuhan keperawatan di rumah sakit terdiri dari (Depkes, 2001): 1). Data Umum Data umum terdiri dari latar belakang pendidikan, latar belakang pekerjaan, dan lama dirawat. Perawat pengumpul data harus memenuhi kriteria: kepala ruangan/perawat terpilih dari ruangan tempat dilakukan evaluasi, perawat yang telah memahami cara pengisian dari data tentang perspepsi pasien/keluarga. Responden (pasien/keluarga yang terpilih) harus memenuhi kriteria sebagai berikut: sukarela, dapat membaca dan menulis, pasien yang telah ditetapkan pulang dan telah dirawat minimal 3 hari, pada periode evaluasi, jumlah 42 responden minimal 20 orang ditiap ruangan. Adapun rumus prosentase tiap tingkat pendidikan dihitung dengan cara sebagai berikut (Depkes, 2001): JRP P= ──────x 100% JR Keterangan: P : Prosentase JR: Jumlah responden dengan pendidikan tertentu (SD, SLTP, SLTA, PT) JR : Jumlah seluruh responden Sedangkan rumus Prosentase tiap macam pekerjaan dihitung dengan cara sebagai berikut (Depkes, 2001) : JRP P= ──────x 100% JR Keterangan: P : Prosentase JRP: Jumlah responden dengan pekerjaan tertentu (PNS, ABRI, POLISI, Swasta, dll) JR : Jumlah seluruh responden Dibawah ini juga terdapat rumus prosentase pasien yang dirawat dirumah sakit 3-7 hari dihitung dengan cara (Depkes, 2001): JPR P= ────── x 100% JP Keterangan: P : Prosentase JPR: Jumlah pasien yang lama dirawat 3-7 hari 43 JR: Jumlah seluruh Responden 2). Data Pelayanan Keperawatan terdiri dari 4 kolom yaitu: kolom 1: nomor urut pertanyaan, kolom 2: daftar pertanyaan tentang pelayanan keperawatan, kolom 3: kolom jawaban, dan kolom 4: keterangan. Data pelayanan keperawatan merupakan hasil persepsi pasien/keluarga yang terpilih terhadap mutu pelayan keperawatan. Berikut ini terdapat rumus prosentase persepsi pasien/keluarga yang dihitung dengan cara (Depkes, 2001): JY P = ───────x 100% JY + JT Keterangan: P : Prosentase JY: Jumlah jawaban ya JT: Jumlah jawaban tidak 3). c. Kesan dan saran dari pasien/ keluarga merupakan pertanyaan terbuka. Evaluasi tindakan perawat berdasarkan SOP Evaluasi tindakan perawat berdasarkan SOP dinilai berdasarkan dari persiapan dan pelaksanaan tiap kegiatan keperawatan yang dilakukan oleh perawat penilai (observer) dan Observee. Perawat penilai mempunyai kriteria sebagai berikut: perawat terpilih dari ruangan lain, perawat yang telah memahami SOP, perawat yang telah mengikuti pelatihan penerapan standar asuhan keperawatan, dan untuk masing-masing ruangan di RSU kelas C:2-4 orang, RSU kelas B: 4 - 6 orang, RSU kelas A: 6-8 orang. Dan Observee harus memenuhi kriteria sebagai berikut: perawat sedang bertugas diruangan yang sedang dilakukan evaluasi dan perawat dengan latar belakang pendidikan minimal SPK dan pengalaman kerja minimal 2 tahun. Adapun bentuk penilaian SOP terdiri dari (Depkes, 44 2001): kolom 1: berisi nomor kegiatan keperawatan, kolom 2: berisi jenis kegiatan keperawatan yang diobservasi, kolom 3: berisi aspek yang dinilai pada saat observasi, kolom 4: berisi hasil observasi yang terdiri dari 5 sub kolom, dan kolom 5: berisi keterangan tentang hal-hal yang terkait dengan situasi dari aspek yang dinilai. Dibawah ini terdapat rumus dari prosentase tiap kegiatan dihitung dengan cara sebagai berikut (Depkes, 2001): T P = ───────x 100% JO+JA Keterangan: P : Prosentase T : Total (Jumlah dari sub total dari observasi) JO: Jumlah observasi JA: Jumlah aspek yang dinilai (kriteria persiapan maupun kriteria pelaksanaan) 2.2.9. Kerangka Teori Shculer (1987) menyatakan bahwa penghargaan dibedakan menjadi penghargaan intrinsik dan penghargaan ekstrinsik. Penghargaan instrinsik dapat berupa rasa aman dalam pekerjaan, simbul status, penghargaan masyarakat dan harga diri. Penghargaan ekstrinsik dibedakan menjadi penghargaan ekstrinsik langsung (gaji, upah, imbalan berdasarkan kinerja) dan penghargaan ekstrinsik tidak langsung (program proteksi, bayaran diluar jam kerja, fasilitas-fasilitas untuk karyawan). Ivancevich, Konopaske, dan Matteson diklasifikasikan ke dalam dua kategori (2006) menyatakan bahwa penghargaan yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Penghargaan intrinsik meliputi penyelesaian, otonomi, pencapaian, pertumbuhan pribadi. 45 Penghargaan ekstrinsik meliputi gaji dan upah, tunjangan, promosi dan penghargaan interpersonal. Hasibuan (2007) menyatakan bahwa penghargaan dibedakan atas penghargaan langsung dan penghargaan tidak langsung. Penghargaan langsung berupa gaji, upah, dan upah insentif. Penghargaan tidak langsung berupa benefit dan service (tunjangan hari raya, uang pensiunan, pakaian dinas, darmawisata). Suroso (2003) menyatakan bahwa penghargaan berupa pembayaran psikologis dan bonus. Pembayaran psikologis berupa liburan (cuti) atau memberikan alat baru kepada karyawan yang berprestasi tinggi. Dan bonus berupa uang diluar gaji atau tunjangan tetap, lupstum setahun sekali atau dua kali sehari. Pemberian penghargaan sangatlah penting dalam meningkatkan kinerja perawat. Pemberian penghargaan akan meningkatkan kinerja perawat, maka jika rumah sakit ingin meningkatkan kinerja harus menambah penghargaan yang diterima oleh perawat (Nugroho, 2004). Hal ini sejalan dengan Nursalam (2002) yang menyatakan bahwa rendahnya penghargaan selama ini sangat mempengaruhi kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Dimana untuk mengetahui kualitas kinerja perawat perlu dilakukan penilaian. Huber (2000) menyatakan bahwa penilaian kinerja perawat adalah pengukuran efisiensi, kompetensi dan efektivitas proses keperawatan dan aktivitas yang digunakan oleh perawat dalam merawat klien guna untuk mempertahankan, memperbaiki dan memotivasi tingkah laku perawat. Berdasarkan penilaian kinerja perawat untuk mengetahui kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien digunakan indikator kinerja perawat menurut Direktorat Pelayanan dan Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Tahun 2001 menyatakan 46 bahwa penilaian kinerja perawat terhadap mutu asuhan keperawatan dilakukan melalui penerapan Standar Asuhan Keperawatan (SAK) pada pedoman studi dokumentasi asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, evaluasi, catatan asuhan keperawatan. Evaluasi persepsi pasien/keluarga terhadap mutu asuhan keperawatan terdiri dari data umum, data pelayanan keperawatan, saran pasien/ keluarga untuk perbaikan merupakan pertanyaan terbuka. Dan evaluasi tindakan perawat berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dinilai yaitu persiapan dan pelaksanaan tiap kegiatan keperawatan (Depkes, 2001). Berdasarkan uraian diatas, dapat digambarkan skema kerangka teori hubungan penghargaan dengan kinerja perawat sebagai berikut: 47 Sistem Penghargaan: a. Schuler (1987): Penghargaan: -Sistem Rasa aman Menurut Schuler (1987): -a.Simbul status Rasa aman masyarakat - Penghargaan Simbuldiri status - Harga - Gaji Penghargaan dan upahmasyarakat - Harga diri Imbalan berdasarkan kinerja Gaji dan upah - Program proteksi (tunjangan - Imbalan berdasarkan kinerja pensiunan) Program diluar proteksi - Bayaran jam(tunjangan kerja pensiunan) - Fasilitas karyawan -b.Bayaran diluar jam kerja Ivancevich, -Konopaske, Fasilitas karyawan dan Matteson, Kinerja perawat (Depkes, 2001): a. Penerapan SAK pada pedoman dokumentasi asuhan keperawatan, dinilai atas: - Pengkajian keperawatan - Diagnosa keperawatan - Perencanaan keperawatan - Tindakan keperawatan - Evaluasi keperawatan - Catatan asuhan keperawatan b. Menurut Ivancevich, (2006): Konopaske, dan Matteson, - Penyelesaian -(2006): Otonomi Penyelesaian - Pencapaian Otonomi - Pertumbuhan pribadi Pencapaian - Gaji dan upah Pertumbuhan pribadi - Tunjangan Gaji dan upah - Promosi - Tunjangan Penghargaan interpersonal - Promosi -c.Penghargaan interpersonal Hasibuan (2007): b. Evaluasi persepsi pasien/keluarga, dinilai atas: - Data Umum - Data Pelayanan - Saran pasien/keluarga - Gaji - Upah - Upah insentif - Benefit dan Service (tunjangan hari raya, uang pensiunan, pakaian dinas, darmawisata) d. Menurut Suroso(2003): d. Suroso(2003): - Pembayaran psikologis -(liburan/cuti,memberikan Pembayaran psikologis alat (liburan/cuti,memberikan baru kepada karyawan yang alat baru kepada berprestasi tinggi) karyawan yang berprestasi - Bonus (tunjangantinggi) tetap, -lupstum) Bonus (tunjangan tetap, lupstum) c. Evaluasi tindakan perawat berdasarkan SOP dinilai berdasarkan persiapan dan pelaksanaan tiap kegiatan keperawatan Skema 2.2. Kerangka Teoritis Hubungan Penghargaan dengan Kinerja Perawat Pelaksana. 48