BAB II STROKE II.1 Definisi Stroke menurut WHO didefiniskan

advertisement
BAB II
STROKE
II.1 Definisi
Stroke menurut WHO didefiniskan sebagai tanda-tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal maupun global dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih ataupun menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.2
II.2 Epidemiologi
Stroke merupakan masalah neurologis serius yang utama di Amerika
Serikat. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus
stroke baru di Amerika. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap 45 menit,
ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke.
Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan
meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir.
Kecenderungannya menyerang generasi muda yang masih produktif. Hal ini akan
berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan
terganggunya sosial ekonomi keluarga.
Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan
setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke
merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia.
Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut,
sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan
fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan
fungsional berat.
Menurut berbagai literatur, insidens stroke hemoragik antara 15%-30%
dan stroke non hemoragik antara 70%-80%, tetapi untuk negara-negara
berkembang atau Asia, kejadian stroke hemoragik sekitar 30% dan stroke non
hemoragik 70%, terdiri dari trombosis serebri 60%, emboli serebri 5%, dan lainlain 35%.
15
Insidens stroke meningkat seiring bertambahnya usia. Setelah umur 55
tahun, resiko stroke iskemik meningkat 2 kali lipat setiap dekade. Menurut
Schultz, penderita yang berumur antara 70-79 tahun banyak menderita perdarahan
intrakranial. Kejadian stroke lebih banyak pada laki-laki dengan perbandingan
1,3:1, kecuali pada usia lanjut dimana rasionya sudah tidak jauh berbeda.
II.3 Etiologi
Yang menjadi persoalan pokok pada stroke adalah gangguan peredaran
darah pada daerah otak tertentu.2 Beberapa hal yang menyebabkan lesi vaskuler
serebral antara lain :
1.
Penyumbatan aliran darah otak karena vasospasme langsung dan
menimbulkan gejala defisit atau perangsangan sesuai dengan fungsi daerah
otak yang terkena.2
2.
Trombosis
Penyumbatan aliran darah yang disebabkan oleh thrombus. Akibatnya aliran
darah otak regional tidak memadai dalam memenuhi kebutuhan darah otak
yang terganggu. Biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal dinding
pembuluh darah akibat ateroklerosis.2
3.
Emboli
Penyumbatan aliran darah otak oleh embolus. Sumber embolisasi dapat
terletak di arteri karotis atau vertebralis tapi dapat juga di jantung dan sistem
vaskuler sistemik.2
4.
Pendarahan Serebri
Lesi daerah otak akibat ruptur dinding pembuluh darah. Penyebab ruptur
pembuluh darah bisa akibat dari suatu stroke embolik, perdarahan lobaris
spontan dan perdarahan intraserebral akibat hipertensi.4
II.4 Faktor Resiko
Faktor resiko adalah kelainan atau kondisi yang membuat seseorang
rentan terhadap serangan stroke. Faktor resiko umumnya dibagi menjadi 2
golongan besar yaitu:
16
1. Yang tidak dapat dikontrol:
a. Umur, makin tua kejadian stroke makin tinggi.
b. Ras atau bangsa, Afrika (negro), Jepang, dan Cina lebih sering
terkena stroke
c. Jenis kelamin, laki-laku lebih beresiko dibanding wanita
d. Riwayat keluarga (orang tua, saudara) yang pernah mengalami
stroke pada usia muda, maka yang bersangkutan beresiko tinggi
terkena stroke.
2. Yang dapat dikontrol:
a. Hipertensi
b. Diabetes Melitus
c. Transien Ischemic Attack
d. Fibrasi Atrial
e. Post stroke
f. Abnormalitas lipoprotein
g. Fibrinogen tinggi dan perubahan hemoreologikal lain
h. Perokok dan atau Peminum alkohol
i. Hiperhomosisteinemia
j. Infeksi virus dan bakteri
k. Obat kontrasepsi oral
l. Obesitas / kegemukan
m. Kurang aktivitas fisik
n. Hiperkolesterolemia/hipertrigliserida/hiperglikemia
o. Stres fisik dan mental
II.5 Klasifikasi
Stroke hemoragik dibagi atas :
1. Perdarahan Intra Serebral (PIS)
2. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
3
Perdarahan Subdural
17
II.6 Patofisiologi
Faktor resiko terbesar untuk terjadinya perdarahan otak adalah
hipertensi.
Pecahnya
mikroaneurisme
dalam
arteiola
menyebabkan
perdarahan di ganglia basal, talamus, pons atau serebelum. Di daerah – daerah
tersebut pembuluh darah arteri pendek dan lurus dan hanya mempunyai sedikit
cabang. Arteri – arteri tersebut keluar dari arteri – arteri besar di batang otak
dan secara fungsional merupakan arteri akhir yang memberi darah kepada
bagian basal dan mesial otak serta batang otak. Jarak antara arteri dan kapiler
relatif pendek sehingga arteriol – arteriol harus menahan tekanan tinggi yang
berasal dari arteri besar.
Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Perdarahan serebral terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak di
dalam parechym otam. Pecahnya pembuluh darah disebabkan kerusakan
dinding akibat arteriosklerosis, peradangan (sifilis), trauma atau kelainan
kongenital (aneurisme, malformasi).
Hal ini dipermudah terjadinya bila terjadi peninggian tekanan darah
secara tiba – tiba. Perdarahan intra serebral sering timbul akibat pecahnya
mikroaneurisme akibat hipertensi lama dan paling sering terjadi di daerah
subkortikal, serebelum dan pons. Perdarahan di daerah korteks sering akibat
tumor yang berdarah atau malformasi pembuluh darah yang pecah.
Perdarahan Subarachnoidalis (PSA)
Perdarahan terutama pada sirkulus Willisi dan berasal dari aneurisme
kongenital yang pecah. Biasa terjadi pada usia lebih muda. Perdarahan sering
berulang dan menimbulkan vasospasme hebat sehingga terjadi infark otak.
18
Gejala Klinik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Gejala defisit local
SIS sebelumnya
Permulaan (onset)
Nyeri kepala
Muntah pada awalnya
Hipertensi
Kesadaran
Kaku kuduk
Hemiparesis
Deviasi mata
Gangguan bicara
Likuor
Perdarahan subarakhnoid
Paresis / gangguan N. III
PIS
PSA
Berat
Amat jarang
Menit/jam
Hebat
Sering
Hampir selalu
Biasa hilang
Jarang
Sering sejak
Bisa ada
Sering
Sering
Berdarah tidak ada
Ringan
1 – 2 menit
Sangat hebat
Sering
Biasanya tidak
Biasa hilang sebentar
Biasa ada
Permulaan tidak ada
Tidak ada
Jarang
Selalu
Berdarah
Bisa ada mungkin (+)
Apabila terjadi trombosis pada susunan vena serebral, maka darah dari
otak yang dialirkan kembali ke jantung tersumbat.
Dan daerah yang
membuang darah venousnya ke vena yang tersumbat itu mengalami iskemia.
Darah arterial yang masuk ke daerah itu masih dapat menghantarkan oksigen
dan glukosa untuk metabolisme regional tersebut. Akan tetapi daerah itu
tidak dapat menghanyutkan katabolitnya karena aliran darah vena tersumbat.
Maka dari itu manifestasi dini pada trombosis vena ialah kejang fokal, akibat
iskemia serebri regional.
Iskemia serebri regional akibat trombosis serebri berkembang menjadi
infark iskemia dan hemoragik. Pada tahap ini berkembanglah hemiparese
yang tidak alam akan menjadi hemiparalisis. Trombosis vena atau sinus,
biasanya sekunder terhadap infeksi di wilayah wajah, mastoid dan sinus
paranasalis.
Radang yang akut menjalar ke vena – vena besar melalui
osteomielitis setempat. Atau menyebabkan tromboflebitis pada pembuluh –
pembuluh diploika yang kecil, kemudian menjalar ke vena – vena besar
melalui vena emisaria. Sebab – sebab lain trombosis vena otak ialah kakeksia
terutama pada anak, keadaan postpartum (akibat hiperfibrinogenemia),
pemakaian obat anti hamil (belum diketahui mekanismenya), polisitemia,
kelainan jantung bawaan dan dekompensatio kordis.
19
Apa yang telah diuraikan hingga kini ialah patogenesis lesi vasular
serebral regional dan manifestasi klinik jenis CVD yang bersifat oklusif
belaka, tidak peduli apakah penyumbatan itu disebabkan spasmus, trombosis
parsial atau total, embolisasi atau kompresi terhadap arteri dari luar oleh suatu
tumor.
Faktor – faktor ekstrinsik selalu merupakan faktor presipitasi
bangkitnya manifestasi hilangnya fungsi serebral regional itu.
Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena
jembatan ( bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak
dan sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.
Pada penderita perdarahan subdural akan dijumpai gejala: nyeri kepala, tajam
penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda defisit
neurologik daerah otak yang tertekan. Gejala ini timbul berminggu-minggu
hingga berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala.
II.7 Manifestasi Klinik
Stroke non hemoragik biasanya bermanifestasi sebagai :7
•
Kelumpuhan wajah dan anggota gerak.
•
Terjadi pada saat santai atau terjadi pada pagi hari.
•
Gangguan sensibilitas daerah yang lumpuh
•
Disartria.
•
Adanya riwayat TIA sebelumnya.
•
Tidak biasanya ditemukan nyeri kepala, muntah, kejang dan kesadaran
yang menurun.
•
Tidak ditemui adanya tanda rangsangan meningeal.
Stroke hemoragik sendiri khas sehingga dapat dibedakan dari stroke non
hemoragik. Gejala klinis yang biasanya ditemui :7
•
Kelumpuhan wajah dan anggota gerak yang mendadak.
•
Serangan pada saat aktif disertai nyeri kepala yang hebat.
•
Gangguan sensibilitas daerah yang mengalami kelumpuhan.
20
•
Ataksia, disartria.
•
Mual, muntah yang nyata.
•
Gangguan penglihatan.
•
Gangguan kesadaran, kejang.
•
Kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan meningeal.
II.8 Diagnosis
Diagnosis klinik stroke dibuat berdasarkan batasan stroke, dilakukan
pemeriksaan
klinis
yang
teliti,
meliputi
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan radiologis.8
a.
Perdarahan Intraserebral (PIS)
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis
dari hasil
pemeriksaan. Untuk pemeriksaan tambahan dapat
dilakukan dengan Computerized Tomography Scanning
Magnetic Resonance
Elektroensefalografi
(CT-Scan),
Imaging (MRI), Elektrokardiografi
(EKG),
(EEG), Ultrasonografi (USG), dan Angiografi
cerebral .
b.
Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Diagnosis didasarkan atas gejala-gejala dan tanda klinis.
Pemeriksaan
tambahan dapat dilakukan dengan
Angiografi , MR Angiografi
Multislices CT-
atau Digital Substraction Angiography
(DSA).
c.
Perdarahan Subdural
Diagnosis didasarkan atas pemeriksaan yaitu dilakukan foto
tengkorak antero posterior dengan sisi daerah trauma. Selain itu, dapat
juga dilakukan dengan CT-Scan dan EEG.
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas,
maka untuk memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem
lain, misalnya sistem skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis
yang ada pada saat pasien masuk
Rumah Sakit. Sistem skoring yang
sering digunakan antara lain:
21
1. Skor Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik (Djoenaidi, 1988)
Tanda/Gejala
1.
2.
Tia sebelum serangan
Permulaan serangan
6,5
Mendadak (beberapa menit-1 jam)
6,5
5.
6.
1
Waktu serangan
Waktu kerja (aktivitas)
4.
1
Sangat mendadak (1-2 menit)
Pelan-pelan (beberapa jam)
3.
Skor
6,5
Waktu istirahat/duduk/tidur
1
Waktu bangun tidur
1
Sakit kepala waktu serangan
Sangat hebat
10
Hebat
7,5
Ringan
1
Tak ada
0
Muntah
Langsung habis serangan
10
Mendadak (beberapa menit-jam)
7,5
Pelan-pelan (1 hari atau lebih)
1
Tak ada
0
Kesadaran
Hilang waktu serangan (langsung)
Hilang mendadak (beberapa menit-jam)
10
10
22
2. Guy 's Hospital Score (1985)
Gejala/Tanda Klinis dan Skor
1. Derajat kesadaran 24 jam setelah MRS
Mengantuk + 7.3
Tak dapat dibangunkan + 14.6
2. Babinski bilateral + 7.1
3. Permulaan serangan Sakit kepala dalam 2 jam setelah serangan
atau kaku kuduk: + 21.9
4. Tekanan darah diastolik setelah 24 jam + (tekanan darah diastolik x
0.17)
5. Penyakit katub aorta/mitral -4.3
6. Gagal jantung - 4.3
7. Kardiomiopati - 4.3
8. Fibrilasi atrial - 4.3
9. Rasio kardio-torasik > 0.5 (pada x-foto toraks) - 4.3
10. Infark jantung (dalam 6 bulan) - 4.3
11. Angina, klaudikasio atau diabetes - 3.7
12. TIA atau stroke sebelumnya - 6.7
13. Anemnesis adanya hipertensi - 4.1
Pembacaan:
Skor : < + 25: Infark (stroke non hemoragik) >
+ - 5: Perdarahan (stroke hemoragik)
+
14: Kemungkinan infark dan perdarahan
1:1
< + 4: Kemungkinan perdarahan 10%
Sensivitas: Untuk stroke hemoragik: 81-88%; stroke non hemoragik (infark) 7682%. Ketetapan keseluruhan: 76-82%.
24
3. Siriraj Hospital Score (Poungvarin, 1991)
Versi orisinal:
= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x
tekanan darah diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71.
Versi disederhanakan:
= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darah
diastolik) – (3 x atheroma) – 12.
Kesadaran:
Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
Muntah:
tidak = 0 ; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam:
tidak = 0 ; ya = 1
Tanda-tanda ateroma:
tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio
Pembacaan:
intermitten)
Skor > 1 : Perdarahan otak
< -1: Infark otak
Sensivitas: Untuk perdarahan:
89.3%. Untuk infark:
93.2%.
Ketepatan diagnostik: 90.3%.
25
II.9 Penanganan
Karena biasanya penderita berada dalam koma, maka pengobatan dibagi
dalam pengobatan umum dan pengobatan spesifik.
1.
Pengobatan Umum
Perhatikan pedoman berikut ini :
•
Nafas, jalan nafas harus bebas untuk menjamin keperluan oksigen.
•
Darah, dijaga agar TD tetap cukup (tinggi) untuk mengalirkan darah
(perfusi) ke otak, dan menjaga komposisi darah (O2, Hb, glukosa) tetap
optimal untuk metabolisme otak.
•
Otak, mencegah terjadinya edem otak dan timbulnya kejang dengan
kortikosteroid, gliserol atau manitol untuk edema, dan valium i.v.
pelan – pelan terhadap kejang – kejang.
•
Ginjal, saluran kemih dan balans cairan diperhatikan.
•
Gastrointestinum, fungsi defekasi / percernaan dan nutrisi jangan
diabaikan.
2.
Pengobatan Spesifik
Pengobatan kausal. Pengobatan terhadap perdarahan di otak dengan tujuan
hemostatis, misalnya asam traneksamat 1 gr / 4 jam i.v. pelan – pelan selama
3 minggu, kemudian dosis berangsur – angrus diturunkan. Khasiatnya adalah
anti fibrinolitik sehingga mencegah lisisnya bekuan darah, jadi mencegah
perdarahan berulang.
II.10 Evaluasi Penderita Stroke dari Segi Rehabilitasi Medik
Perhatian utama rehabilitasi adalah evaluasi potensi perkembangan
pasien dengan rehabilitasi yang intensif. Tujuan dari rehabilitasi harus
realistis dan fleksibel sebab status neorologis dari pasien dan derajat kelainan
biasanya berubah seiring waktu. Hal terbaik didapatkan jika pasien dan
keluarga berpartisipasi dalam mencapai tujuan rehabilitasi.9
Tujuan rehabilitasi medik adalah tercapainya sasaran fungsional yang
realistik dan untuk menyusun suatu program rehabilitasi yang sesuai dengan
sasaran tersebut. Pemeriksaan penderita meliputi empat bidang evaluasi:10
26
1. Evaluasi neuromuskuloskeletal
Evaluasi ini mencakup evaluasi neurologi secara umum dengan perhatian
khusus pada:
•
Tingkat kesadaran
•
Fungsi mental termasuk intelektual.
•
Kemampuan bicara.
•
Nervus kranialis.
•
Pemeriksaan sensorik.
•
Pemeriksaan fungsi persepsi.
•
Pemeriksaan motorik
•
Pemeriksaan gerak sendi.
•
Pemeriksaan fungsi vegetatif.
2. Evaluasi medik umum
Mencakup sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem endokrin serta
sistem saluran urogenital.
3. Evaluasi kemampuan fungsional
Meliputi kegiatan sehari-hari (AKS) seperti makan dan minum, mencuci,
kebersihan diri, transfer dan ambulasi. Untuk setiap jenis aktivitas tersebut
ditentukan derajat kemandiriaan dan ketergantungan penderita juga kebutuhan
alat bantu.
4. Evaluasi psikososial-vokasional
Mencakup faktor psikologis, vokasional dan aktifitas rekreasi, hubungan
dengan keluarga, sumber daya ekonomi dan sumber daya lingkungan Evaluasi
psikososial dapat dilakukan dengan menyuruh penderita mengerjakan suatu
hal sederhana yang dapat dipakai untuk penilaian tentang kemampuan
mengeluarkan pendapat, kemampuan daya ingat dan orientasi.
27
II.11 Program Rehabilitasi Medik pada Penderita Stroke 10
−
Fase awal
Tujuannya
adalah
untuk
mencegah
komplikasi
sekunder
dan
melindungi fungsi yang tersisa. Program ini dimulai sedini mungkin
setelah keadaan umum memungkinkan dimulainya rehabilitasi. Hal-hal
yang dapat dikerjakan adalah proper bed positioning, latihan luas gerak
sendi, stimulasi elektrikal dan begitu penderita sadar dimulai
penanganan masalah emosional.
−
Fase lanjutan
Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional dalam
mobilisasi dan aktifitas kegiatan sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai
pada waktu penderita secara medik telah stabil. Biasanya penderita
dengan stroke trombotik atau embolik, biasanya mobilisasi dimulai
pada 2-3 hari setelah stroke. Penderita dengan perdarahan subarakhnoid
mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke. Program pada fase ini
meliputi :
a. Fisioterapi
1) Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2
kebawah)
2) Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk melemaskan otot.
3) Latihan gerak sendi bisa pasif, aktif dibantuatau aktif tergantung dari
kekuatan otot.
4) Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
5) Latihan fasilitasi / redukasi otot
6) Latihan mobilisasi.
b. Okupasi Terapi (aktifitas kehidupan sehari-hari/AKS)
Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam
AKS, meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas yang
28
terkena belum tentu baik. Dengan alat Bantu yang disesuaikan, AKS
dengan menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan.
Kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang
disesuaikan.
c. Terapi Bicara
Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini
dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara:
1) Latihan pernapasan ( pre speech training ) berupa latihan napas,
menelan, meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
2) Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan
mengucapkan kata-kata.
3) Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi
mengucapkan kata-kata.
4) Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.
d. Ortotik Prostetik
Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam
membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering
digunakan antara lain: arm sling, hand sling, walker, wheel chair, knee
back slap, short leg brace, cock-up, ankle foot orthotic (AFO), knee ankle
foot orthotic (KAFO).
e. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui
serial fase psikologis, yaitu: fase shok, fase penolakan, fase penyesuaian
dan fase penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut
secara cepat, sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat, berhenti
pada salah satu fase, bahkan kembali ke fase yang telah lewat. Penderita
harus berada pada fase psikologis yang sesuai untuk dapat menerima
rehabilitasi.
f. Sosial Medik dan Vokasional
29
Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara keluarga,
keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan lingkungan
hidup serta keadaan rumah penderita.
II.12 Prognosis
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis yaitu :10
a.
Saat mulainya rehabilitasi medik, program dimulai kurang
dari 24 jam maka pengembalian fungsi lebih cepat. Bila dimulai
kurang dari 14 jam maka kemampuan memelihara diri akan
kembali lebih dahulu.
b.
Saat dimulainya pemulihan klinis, prognosis akan lebih
buruk bila ditemukan adanya : 1-4 minggu gerak aktif masih nol
(negatif); 4-6 minggu fungsi tangan belum kembali dan adanya
hipotonia dan arefleksia yang menetap.
30
Download