BAB II KAJIAN PUSTAKA

advertisement
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam kajian pustaka pada bab ini, akan dijelaskan beberapa teori tentang
siswa
underachiever,
karakteristik,
ciri-ciri,
penyebab
siswa
menjadi
underachiever, upaya pecegahan siswa menjadi underachiever dan strategi guru
dalam membantu keberhasilan belajar siswa underachiever.
A. Siswa Underachiever
1. Pengertian Siswa Underachiever
Menurut Davis dan Rimm (dalam Utami Munandar, 2012),
Underachiever
atau
berprestasi
di
bawah
kemampuan
adalah
ketidaksesuaian antara prestasi sekolah anak dan indeks kemampuannya
sebagaimana nyata dari tes intelegensi, prestasi atau kreativitas, atau dari
data observasi, di mana tingkat prestasi sekolah nyata lebih rendah dari
pada tingkat kemampuan anak. Rimm juga mengemukakan (dalam
Deden Saepul, 2013), anak underachiever merupakan peserta didik
dengan kecerdasan tinggi, tetapi tidak mencapai prestasi yang berkisar
50%. Oleh karena itu, anak underachiever ini termasuk peserta didik
cerdas istimewa, dan bukan anak berkebutuhan khusus. Mereka hanyalah
peserta didik cerdas istimewa yang kurang terlayani atau terabaikan oleh
program cerdas istimewa.
Jadi dapat peneliti simpulkan bahwa anak underachiever
memiliki tingkat kecerdasan dan keberbakatakan yang tidak seimbang.
Selain itu, gejala seorang anak menjadi underachiever muncul ketika
8
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
9
anak mulai terlibat kompetisi di dunia sekolah. Contohnya seorang anak
memiliki bakat yang luar biasa di sekolah, namun untuk prestasi
belajarnya sangat rendah.
2. Karakteristik Siswa Underachiever
Studi longitudinal terhadap 1.500 anak cerdas istimewa yang
dilakukan
oleh
Lewis
Terman
(dalam
Deden
Saepul,
2013),
mengungkapkan bahwa karakteristik cerdas istimewa berprestasi rendah
yaitu:
a. Rendahnya rasa kepercayaan diri
b. Ketidakmampuan untuk bertahan
c. Kurangnya tujuan/motivasi
d. Perasaan rendah diri
Pernyataan Lewis Terman mengenai karakteristik anak berbakat
berprestasi kurang diperkuat oleh Rimm (dalam Utami Munandar, 2013),
yang menjelaskan bahwa karakteristik anak berbakat berprestasi kurang
dapat dikategorikan menjadi tiga tingkat yang berbeda sehubungan
dengan sebab dan gejala yang tampak yaitu karakterisitik primer,
karakteristik sekunder, dan karakteristik tersier.
a. Karakteristik Primer: Rasa Harga Diri Rendah
Rasa harga diri yang rendah adalah salah satu karakteristik
yang paling sering ditemukan secara konsisten pada anak berprestasi
kurang. Mereka tidak memiliki kepercayaan diri bahwa mereka
mampu melakukan apa yang diharapkan orang tua dan gurunya.
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
10
Mereka menutupi rendahnya rasa harga diri mereka dengan perilaku
berani dan menentang atau dengan mekanisme pertahanan diri untuk
melindungi
diri.
Sikap
tersebut
dapat
dicontohkan
dengan
menyalahkan guru yang mengajar atau dengan menyatakan “tidak
peduli” atau “tidak berusaha dengan sungguh-sungguh” jika prestasi
mereka kurang memuaskan.
b. Karakteristik Sekunder: Perilaku Menghindari
Salah satu karakteristik gejala yang tampak pada anak
underachiever yaitu perilaku menghindari. Perilaku tersebut dapat
dicontohkan misalnya saja anak berbakat berprestasi kurang
menghindari upaya berprestasi dengan menyatakan bahwa tidak ada
gunanya untuk belajar. Selanjutnya mereka dapat mengatakan bahwa
jika mereka benar-benar berminat untuk belajar, mereka dapat
berprestasi baik. Dengan perilaku menghindari seperti itu, mereka
melindungi diri sendiri dari pengakuan bahwa mereka tidak mampu.
Pertahanan lain yang dilakukan anak berbakat berprestasi kurang
adalah dengan menyalahkan sekolah agar membantu anak berbakat
berprestasi kurang menghindari tanggung jawab untuk berprestasi.
Selain itu, perfectionism juga merupakan mekanisme pertahanan
anak berbakat berprestasi kurang, anak memberi alasan untuk
prestasinya yang kurang ialah karena ia menentukan sasaran belajar
mereka lebih tinggi daripada siswa lain, dengan sendirinya mereka
tidak selalu dapat mencapainya.
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
11
c. Karakteristik Tersier
Dari karakteristik primer dan sekunder yang sudah dijelaskan
sebelumnya, maka pada anak berprestasi kurang juga timbul
karakteristik tersier. Karakteristik tersier yang timbul pada anak
berprestasi kurang antara lain kebiasaan belajar buruk, masalah
penerimaan oleh teman sebaya, daya konsentrasi kurang, dan
masalah disiplin di rumah dan di sekolah. Melalui karakteristik
inilah pendidik melakukan penanganan pertama, yaitu dengan
memperbaiki kebiasaan belajar anak dan interaksi anak dengan
teman-temannya.
Dari ketiga karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa
pendidik harus mampu mengatasi prestasi rendah anak berbakat,
yaitu dengan cara menangani ketiga tingkat karakterisitik secara
terbalik. Pertama dengan mengoreksi pada karakter tersier,
dilanjutkan dengan karakteristik sekunder perilaku menghindari
tugas, dan yang terakhir membantu anak berbakat berprestasi kurang
menangani masalah intinya yaitu rasa harga diri yang rendah.
3. Identifikasi Anak Berbakat Berprestasi Kurang (Underachiever)
Untuk mengetahui seorang siswa tergolong anak underachiever
atau tidak, diperlukan waktu minimal 2 minggu untuk mengetahuinya
dan berikut akan dijelaskan ciri-ciri atau identifikasinya menurut
Whitemore (dalam Utami Munandar, 2013).
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
12
Tabel 1
Daftar Identifikasi Ciri-Ciri Underachiever
Jika siswa menunjukkan ciri-ciri lebih dari sepuluh dalam daftar,
kemungkinan besar ia termasuk anak berbakat berprestasi kurang dan
memerlukan evaluasi lebih lanjut.
No.
Identifikasi
1.
Nilai rendah pada prestasi
2.
Mencapai nilai rata-rata atau di bawah rata-rata kelas dalam
keterampilan dasar, membaca, menulis, berhitung
Pekerjaan sehari-hari tidak lengkap atau buruk
3.
4.
6.
Memahami dan mengingat konsep-konsep dengan baik jika
berminat
Kesenjangan antara tingkat kualitatif pekerjaan lisan dan
tulisan (secara lebih baik)
Pengetahuan faktualnya sangat luas
7.
Daya imajinasi kuat
8.
Selalu tidak puas dengan tugas dan seninya
9.
Kecenderungan ke perfeksionisme dan mengkritik diri
sendiri menghindari kegiatan baru seperti untuk menghindari
kinerja yang tidak sempurna
Menunjukkan prakarsa dalam mengerjakan proyek di rumah
yang dipilih sendiri atau keinginannya sendiri
Mempunyai minat luas dan mungkin keahlian khusus
5.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Rasa harga diri rendah nyata dalam kecenderungan untuk
menarik diri atau menjadi agresif di dalam kelas
Tidak berfungsi konstruktif di dalam kelompok
Menunjukkan kepekaan dalam persepsi terhadap diri sendiri,
orang lain, dan terhadap hidup pada umumnya
Menetapkan tujuan yang tidak realistis untuk diri sendiri,
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
13
terlalu tinggi atau terlalu rendah
Tidak menyukai pekerjaan praktis atau hafalan
16.
17.
Tidak mampu memusatkan perhatian dan berkonsentrasi
pada tugas-tugas
Mempunyai sikap acuh atau negatif terhadap sekolah
18.
19.
Menolak upaya guru untuk memotivasi atau mendisiplinkan
perilaku di dalam kelas
Mengalami kesulitan dalam hubungan dengan teman sebaya,
kurang dapat mempertahankan persahabatan
20.
Sumber
: Whitmore (dalam Utami Munandar, 2013)
4. Penyebab Siswa menjadi Underachiever
Underachiever bukanlah sebuah kelainan bawaan dari lahir atau
gen yang dibawa sejak kandungan, karena underachiever merupakan
sebuah perilaku yang terjadi karena beberapa sebab. Berikut penyebab
siswa menjadi underachiever, antara lain:
Menurut penelitian Balitbang Diknas (dalam Deden Saepul,
2013), menyimpulkan bahwa ada 2 faktor peserta didik cerdas istimewa
mengalami gejala prestasi kurang (underachiever) yaitu:
a. Lingkungan belajar yang kurang menantang mereka untuk
mewujudkan potensinya secara optimal.
b. Model pembelajaran yang kurang kondusif.
Selain
faktor
di
atas
penyebab
seorang
anak
menjadi
underachiever, disebabkan juga dari diri anak dan yang bersumber dari
luar atau lingkungan (Deden Saeful, 2013). W.H Burton (dalam Syamsu
Yusuf, 2006) mengklarifikasikan faktor-faktor yang menyebabkan anak
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
14
menjadi underachiever yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor
Internal dan faktor eksternal.
a. Faktor Internal
1) Ketidakseimbangan mental atau gangguan fungsi mental
a) Kurangnya kemampuan mental yang bersifat potensial
(kecerdasan)
b) Kurangnya kemampuan mental, seperti kurang perhatian,
adanya kelainan, lemah dalam berusaha, menunjukkan
kegiatan yang berlawanan, kurangnya energi untuk bekerja
atau belajar karena kekurangan makanan yang bergizi,
kurangnya penguasaan terhadap kebiasaan belajar dan halhal fundamental.
c) Kesiapan diri yang kurang matang.
2) Gangguan fisik
a) Kurang berfungsinya organ-organ perasaan, alat-alat bicara,
dan
b) Gangguan kesehatan (sakit-sakitan).
3) Gangguan emosi
a) Merasa tidak aman.
b) Kurang bisa menyesuaikan diri, baik dengan orang, situasi,
maupun kebutuhan.
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
15
c) Adanya perasaan yang kompleks (tidak karuan), perasaan
takut yang berlebihan (phobi), perasaan ingin melarikan diri
atau menghindar dari masalah yang dialami, dan
d) Ketidakmatangan emosi.
Ada beberapa faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang
meliputi 2 aspek yang harus dipenuhi siswa agar proses belajarnya
berhasil menurut Muhibbin Syah (2010), yaitu:
1) Aspek Fisiologis
Merujuk dari pernyataan Muhibbin (2010), dapat penulis
simpulkan bahwa aspek fisiologis adalah sebuah aspek yang
bersifat jasmaniyah seperti gangguan kesehatan, cacat tubuh,
gangguan penglihatan, gangguan pendengaran dan tonus
(tegangan otot) yang dapat mempengaruhi semangat siswa
dalam mengikuti pembelajaran.
2) Aspek Psikologis
Beberapa aspek psikologis yang mempengaruhi perolehan
belajar siswa, antara lain: tingkat kecerdasan/intelegensi siswa,
sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, motivasi siswa.
a) Intelegensi Siswa
Intelegensi ialah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang
memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara
tertentu (Ngalim, 2011). Intelegensi pada tiap anak tidak
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
16
sama, adapun rumus untuk mengukur intelegensi menurut
William Stern dalam buku Desmita (2009:164), yaitu:
Keterangan:
-
IQ = Intelligence Quotient
-
MA = Rasio antara usia mental
-
CA = Rasio antara usia kronologis
b) Sikap Siswa
Sikap adalah cara seseorang menerima atau menolak
sesuatu yang didasarkan pada cara dia memberikan
penilaian terhadap objek tertentu yang berguna ataupun
tidak bagi dirinya (Nuryanti, 2008).
Dapat disimpulkan bahwa sikap seseorang dapat muncul
melalui dari hasil yang diterima dan dipelajari melalui
indranya. Jika seorang anak sering melihat sekelilingnya
atau orang yang terdekat di rumahnya bersikap sangat baik,
maka akan menghasilkan sikap yang baik dan sopan pada
diri anak. Sikap yang baik dan sopan dapat ditunjukkan
pada anak saat belajar, ini ditujukkan dengan maksud agar
anak memiliki sikap positif. Sikap yang demikian dapat
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
17
membentuk anak bersikap baik terhadap proses belajar dan
usaha pengembangan potensi dirinya.
c) Bakat Siswa
Menurut Chaplin (dalam Muhibbin Syah, 2010), bakat
(aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang
akan datang. Sedangkan menurut Lusi Nuryanti (2008),
bakat adalah kapasitas untuk belajar dan baru akan muncul
setelah melalui proses latihan dan usaha pengembangan.
Dapat penulis simpulkan bahwa bakat muncul ketika
seorang anak diberi kesempatan untuk mencoba dan berlatih
secara terus menerus. Anak berbakat akan memberikan hasil
yang jauh lebih baik dari pada anak yang sejak awal tidak
menyimpan bakat dalam suatu bidang tertentu. Bakat juga
mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar siswa, jika
siswa tidak sadar akan bakatnya sendiri dalam memilih
jurusan di sekolahnya atau bahkan melalui pemaksaan
orang tua, maka akan berpengaruh buruk terhadap kinerja
akademiknya.
d) Minat Siswa
Minat adalah kecenderungan seseorang terhadap sesuatu
atau bisa dikatakan apa yang disukai seseorang untuk
dilakukan (Nuryanti, 2008). Minat sangat berpengaruh
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
18
terhadap prestasi belajar anak, jika saat belajar keadaan hati
anak senang dan sangat berminat untuk menyelesaikan
tugas-tugasnya tentu saja akan menghasilkan sebuah hasil
belajar yang baik.
e) Motivasi Siswa
Menurut Nuryanti (2008), motivasi adalah dorongan pada
diri seseorang untuk meraih yang terbaik dalam bidang
tertentu. Motivasi yang terkait dalam bidang akademik akan
muncul dalam bentuk:
-
Usaha untuk mendapatkan nilai yang baik
-
Dapat mengatasi rintangan belajar
-
Mempertahankan kualitas prestasi belajar yang baik
-
Bersaing dengan orang lain untuk menjadi yang terbaik
Dimyati (2010), mengemukakan pentingnya motivasi
belajar bagi siswa, antara lain:
-
Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses, dan
hasil akhir.
-
Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar,
yang dibandingkan teman sebaya.
-
Mengarahkan kegiatan belajar.
-
Membesarkan semangat belajar.
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
19
-
Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan
kemudian bekerja (disela-selanya adalah istirahat atau
bermain) yang berkesinambungan, individu dilatih
untuk menggunakan kekuatannya sedemikian rupa
sehingga dapat berhasil.
b. Faktor Eksternal
Menurut Muhibbin Syah (2010), faktor eksternal adalah faktor yang
terdapat di luar diri siswa meliputi semua situasi dan kondisi
lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa.
Faktor eksternal yang menyebabkan siswa kesulitan belajar sehingga
menyebabkan anak menjadi underachiever, antara lain:
1) Lingkungan Keluarga
Pusat pendidikan yang utama dan pertama adalah keluarga,
namun terkadang, dalam lingkungan keluarga juga sebagai
faktor penyebab kesulitan belajar. Sikap atau perlakuan orang
tua terhadap anak di rumah juga sangat berpengaruh terhadap
kondisi akademik anak di sekolah. Jane Brooks (2011),
mengemukakan
bahwa
orangtua
harus
bertindak
untuk
menyelesaikan kesulitan karena pencapaian di sekolah memiliki
dampak jangka panjang. Terkadang masalah yang ada di rumah
dibawa anak hingga ke sekolah, sehingga menyebabkan
konsentrasi dan semangat belajar anak menurun.
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
20
2) Lingkungan Sekolah
Utami Munandar (2012), menyatakan bahwa ada beberapa
kondisi pribadi dan sekolah yang dapat menimbulkan masalah
bagi anak berbakat yang merupakan awal dari pola perilaku
berprestasi di bawah taraf kemampuan, antara lain mengenai
kondisi di sekolah.
Whitemore (dalam Utami Munandar, 2012), menggambarkan
lingkungan
kelas
yang
menyebabkan
terjadinya
underachievement, yaitu kurang menghargai anak sebagai
individu, iklim yang sangat kompetitif, penekanan pada evaluasi
eksternal, kekakuan, perhatian yang berlebih terhadap kesalahan
dan
kegagalan,
dan
kurikulum
yang
tidak
menunjang
keberbakatan.
a) Kelas yang tidak fleksibel
Anak berbakat intelektual belajar lebih cepat dan lebih
mudah memadukan informasi. Anak berbakat mengamati
bahwa jika menyelesaikan tugas dengan cepat akan
diberikan tugas-tugas lain yang tidak menantang tetapi
sekedar untuk menyibukkan anak, sehingga anak menjadi
bosan dan menganggap tugas tambahan sebagai hukum
untuk bekerja cepat. Agar tidak diberi tugas-tugas lain ia
bekerja lebih lambat sehingga selesai bersama dengan anakanak lain. Namun, karena pikirannya tetap aktif, ia mencari
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
21
kesibukan lain, seperti diam-diam membaca buku lain yang
menarik, melamun, atau mengganggu tata tertib kelas. Ia
kurang memperhatikan tugas-tugas belajar reguler, yang
baginya membosankan, sehingga prestasinya menurun.
b) Kelas yang kompetitif
Pengumuman nilai-nilai siswa dan perbandingan hasil tes
siswa secara terus menerus sangat mendorong persaingan di
dalam kelas. Anak yang berprestasi baik dan selalu
mendapat prestasi tinggi akan menjadi termotivasi, namun
untuk siswa yang berprestasi kurang akan merasakan
dampak yang tidak baik dari persaingan tersebut. Setiap hari
mereka mengalami bahwa mereka tidak dapat memenuhi
standar keunggulan di kelas. Guru hanya menghargai
prestasi dan karena anak-anak ini tidak percaya bahwa
mereka mampu memperoleh penghargaan guru, maka
mereka mencari cara-cara lain di dalam kelas untuk
mendapat penghargaan atau bersikap defensive untuk
mempertahankan diri.
3) Lingkungan Masyarakat Luas
Menurut Erikson (dalam Sudarwan Danim, 2010), pada fase
sekolah usia 6-12 tahun merupakan tahap yang sangat penting
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
22
bagi pengembangan sosial dan jika manusia mengalami
perasaan
yang
belum
terselesaikan,
ketidak
cukupan
kemampuan, dan inferioritas di antara rekan-rekannya, dia dapat
memiliki masalah serius dalam hal kompetensi dan harga diri.
Dapat disimpulkan bahwa interaksi anak dengan teman sebaya
atau lingkungan bermainnya sangat berpengaruh terhadap
prestasi belajar anak.
B. Upaya Pencegahan Siswa menjadi Underachiever
Mencegah lebih baik dari pada mengobati, itulah yang sering
dikatakan orang sebagai motivasi diri agar menjadi individu yang sehat
jasmani dan rohani. Begitu pula dengan kasus underachiever ini dapat
dicegah oleh guru maupun orangtua siswa. Ada beberapa upaya yang perlu
dilakukan untuk mencegah siswa menjadi underachiever menurut Jeanne
Ellis (2008) yaitu:
a. Terima anak apa adanya dan beri dorongan
Kemampuan yang dimiliki anak terbatas, sebagai orangtua maupun guru
janganlah menuntut anak untuk menjadi seperti yang kita inginkan atau
di luar kemampuan anak. Apapun prestasi anak, orangtua harus percaya
kepada anak, menghargainya bahwa dia telah berusaha maksimal, dan
jangan berkata kasar ketika prestasi yang diperoleh anak tidak sesuai
dengan keinginan orangtua.
b. Target yang realistis
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
23
Orangtua dan guru harus membuat target yang diperkirakan sesuai
dengan kemampuan anak. Jangan terlalu berharap anak akan cepat
mengatasi masalahnya, karena semua membutuhkan proses.
c. Kuasai seni menuntut
Menuntut anak dengan target tidak terlalu tinggi, tetapi juga tidak terlalu
rendah adalah sebuah seni yang harus dikuasai guru. Berikanlah tugas
kepada anak sesuai dengan kemampuannya, karena tugas yang terlalu
mudah juga tidak membuat anak tertantang untuk menunjukkan
kemampuannya. Sebaliknya, kegagalan yang terus-menerus karena soal
yang terlalu sulit akan membunuh motivasi anak.
d. Ajari dan beri contoh belajar aktif dan memecahkan masalah
Pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung
untuk menemukan solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang
spesifik (Robert Solso, 2012:434). Seperti halnya pernyataan Solso
mengenai pemecahan masalah, sebagai orangtua dan guru harus mampu
memberikan penerapan pada anak bahwa mengajukan pertanyaan dan
mencari jawaban itu mengasyikkan, dan belajar itu menyenangkan.
Penerapan yang sederhana tersebut dapat membantu anak untuk
memecahkan masalah dengan rasa senang tanpa ada ketegangan.
e. Berikan imbalan atau reward ketika anak menunjukkan prestasi belajar
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
24
Anak underachiever biasanya kurang memiliki rasa tanggung jawab atas
dirinya sendiri, termasuk prestasinya. Anak yang selalu dihargai karena
prestasinya, pada umumnya akan lebih termotivasi untuk berprestasi.
Sistem imbalan atau reward ini akan membantu anak untuk
membangkitkan rasa tanggung jawabnya, namun dengan begitu orangtua
juga harus pandai dalam memilih reward yang diberikan pada anak.
C. Strategi
Guru
dalam
Membantu
Keberhasilan
Belajar
Siswa
Underachiever
Sebelum
menetapkan
alternatif
pemecahan
masalah
perilaku
underachiever pada anak, guru sangat dianjurkan untuk terlebih dahulu
melakukan identifikasi (upaya mengenali gejala dengan cermat) terhadap
fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang
melanda siswa tersebut (Muhibbin, 2010). Langkah-langkah yang harus
ditempuh guru dalam memberikan bantuan atau penanganan yang efektif bagi
siswa underachiever, antara lain:
1. Mengenali Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar
Tes diagnostik merupakan instrumen untuk mengungkapkan
adanya kesalahan-kesalahan yang dialami oleh siswa dalam bidang
pelajaran tertentu (Prayitno dan Erman, 2004). Weener dan Senf (dalam
Muhibbin Syah, 2010), mengemukakan banyak langkah diagnostik yang
dapat ditempuh guru, yaitu:
a. Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang
siswa ketika mengikuti pelajaran.
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
25
b. Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang
diduga mengalami kesulitan belajar.
c. Mewawancarai orangtua siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga
yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
d. Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk
mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
e. Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada
siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.
2. Memahami Sifat dan Jenis Kesulitan Belajarnya
Data dan informasi yang diperoleh guru melalui diagnostik
kesulitan belajar tadi perlu dianalisis sedemikian rupa, sehingga jenis
kesulitan khusus yang dialami siswa yang berprestasi rendah tersebut
dapat diketahui secara pasti (Muhibbin, 2010).
Terkadang siswa dilihat berhasil atau tidaknya di sekolah terlihat
sebelumnya dari IQ tinggi yang ia miliki, namun hal tersebut tidak
menjadi jaminan seorang anak berhasil dan tidak mengalami kesulitan
dalam belajar. Ada seorang anak yang memiliki IQ rendah namun
prestasinya tinggi, ini kemungkinan saja anak tersebut termasuk anak
yang terisolasi di dalam kelasnya. Begitu juga sebaliknya siswa memiliki
IQ tinggi, namun berprestasi rendah. Hal yang demikianlah yang harus
mendapat pemahaman yang lebih mendalam tentang jenis kesulitan
belajar yang dihadapi anak.
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
26
Jadi dapat penulis simpulkan, bahwa setiap kesulitan belajar yang
dialami anak memiliki sifat dan jenis yang berbeda. Guru harus pintarpintar dalam mendiagnosis kesulitan belajar pada anak, agar dalam
penanganannya dilakukan tindakan yang tepat.
3. Menetapkan Latar Belakang Kesulitan Belajar
Kegiatan yang dilakukan dalam langkah ini menurut Muhibbin
(2010) yaitu mengumpulkan data dengan mengadakan studi terhadap
individu dengan menggunakan berbagai teknik pengumpulan data untuk
mencari
latar belakang permasalahan
yang menyebabkan anak
mengalami kesulitan belajar. Setelah menemukan kelas atau individu
siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, maka selanjutnya
masalah-masalah yang harus ditelaah menurut Makmun Abin (2005),
antara lain:
a. Mendeteksi kesulitan belajar pada bidang studi tertentu.
b. Mendeteksi pada kawasan tujuan belajar dan bagian ruang lingkup
bahan pelajaran manakah kesulitan terjadi.
c. Analisis terhadap catatan mengenai proses pembelajaran.
4. Menetapkan Usaha-Usaha Bantuan
Dalam menetapkan usaha bantuan harus berdasarkan hasil
diagnostik yang sudah dilakukan sebelumnya, sehingga dari hasil
diagnostik tersebut dapat ditentukan bidang kecakapan masalah dan
perbaikannnya. Kategori bidang kecakapan menurut Muhibbin (2010),
antara lain:
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
27
a. Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru
sendiri.
b. Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru
dengan bantuan orangtua.
c. Bidang kecakapan bermasalah yang tidak dapat ditangani baik oleh
guru maupun orangtua.
Adapun upaya guru dalam membantu siswa yang mengalami
kesulitan belajar menurut Prayitno dan Erman (2004), yaitu dengan:
a. Pengajaran perbaikan
b. Kegiatan pengayaan
c. Peningkatan motivasi belajar
d. Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif
5. Pelaksanaan Bantuan
Langkah
pelaksanaan
bantuan
untuk
menangani
siswa
underachiever harus secara sistematis dan berkelanjutan. Menurut Rimm
(dalam Utami Munandar, 2012), dalam mengatasi siswa underachiever
memerlukan strategi dan kerja sama antara sekolah dan keluarga dalam
menerapkan lima langkah penting, yaitu:
a. Asesmen Kemampuan Anak dan Kemungkinan Penguatan
Langkah pertama yang harus ditempuh untuk mengatasi prestasi
kurang dari anak berbakat yaitu sebaiknya dengan kerjasama antara
psikolog, guru, dan orangtua, yang mampu melakukan pengukuran
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
28
atau pengetesan, memahami berbagai gaya, masalah belajar, dan
motivasi,
menguasai
teori
belajar
perilaku
dan
mengenal
karakteristik khusus dari anak berbakat dan kreatif.
Wawancara dengan orangtua membantu untuk menemukan pola
berprestasi kurang yang nyata di rumah dan di sekolah. Analisis dari
kemampuan anak dan sejauh mana lingkungan rumah dan sekolah
memperkuat pola berprestasi kurang, penting untuk langkah kedua
dari program menangani anak underachiever.
b. Modifikasi Penguatan di Rumah dan di Sekolah
Dari hasil analisis perilaku anak dan wawancara orangtua pada
langkah pertama dapat ditemukan keadaan di rumah dan sekolah
yang menyebabkan anak berprestasi kurang. Perilaku anak perlu
diubah dengan menentukan tujuan jangka panjang dan beberapa
sasaran jangka pendek yang menjamin anak mengalami keberhasilan
langsung, meskipun kecil baik di rumah maupun di sekolah.
Pengalaman keberhasilan ini perlu diperkuat dengan penghargaan
atau hadiah yang tidak perlu mahal.
c. Mengubah Harapan Orang yang Penting
Terkadang mengubah lingkungan sekolah anak merupakan cara yang
efektif. Sebelum melakukan hal tersebut, kita harus yakin bahwa
perubahan lingkungan sekolah akan bermakna, jika anak berbakat
luar biasa dihambat dalam lingkungan sekolah yang hanya
menentukan tujuan dan harapan yang rata-rata, anak dapat mengubah
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
29
pola prestasinya jika ditempatkan di dalam lingkungan yang
menghargai dan mengharapkan prestasi tinggi. Namun, bagi
kebanyakan anak lebih realistis untuk mencoba mengubah harapan
di dalam sekolah.
d. Identifikasi Model yang Ditingkatkan
Menemukan model identifikasi bagi anak berprestasi kurang sangat
penting
melebihi treatment lainnya. Anak berbakat berprestasi
kurang, memerlukan tokoh yang berhasil dan berprestasi sebagai
model. Identifikasi model tersebut sebaiknya memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1) Kepedulian yang sungguh-sungguh terhadap anak.
2) Jenis kelamin yang sama.
3) Kesamaan agama, minat, talenta, latar belakang ekonomi,
pengalaman masalah khusus dan sifat-sifat lain.
4) Keterbukaan
5) Kesediaan memberi waktu
6) Menunjukkan rasa kepuasan pada anak underachiever, bahwa
prestasi memberikan kepuasan tersendiri dalam diri.
e. Mengoreksi Keterampilan yang Kurang
Anak
berbakat
berprestasi
kurang
sebagai
akibat
tidak
memperhatikan di dalam kelas dan kebiasaan belajar yang buruk
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
30
menunjukkan kekurangan keterampilan yang perlu dikoreksi.
Namun, karena ia berbakat ia dapat mengatasinya dengan cukup
cepat dengan bantuan tutor dari luar (bukan orangtua). Memperbaiki
kekurangan-kekurangan akademis ini perlu dilakukan dengan tepat
sehingga anak dapat belajar mandiri, anak tidak dapat memanipulasi
tutor, dan anak melihat hubungan antara usaha dan prestasi.
Strategi Guru Dalam…, Vinda Praba Puspita, FKIP, UMP, 2014
Download