1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor
seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan
meningkatkan jumlah limbah. Limbah merupakan bahan sisa atau buangan yang
dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga,
industri, pertambangan, dan sebagainya (Undang-Undang Republik Indonesia No. 32
Tahun 2009). Limbah dalam jumlah besar atau kecil dalam jangka panjang atau
pendek akan membuat perubahan terhadap lingkungan sehingga perlu diupayakan
suatu pengolahan limbah sesuai dengan karakter limbah itu sendiri sehingga tidak
mengganggu struktur lingkungan (Gintings, 1995). Selain itu, dengan adanya proses
pengolahan limbah terlebih dahulu, dapat menghasilkan kualitas limbah yang sama
dengan kualitas air lingkungan dan memenuhi standar baku mutu sesuai dengan
peruntukkannya (Wardhana, 2001).
Pengolahan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan upaya
untuk meminimalkan kadar pencemar yang terkandung dalam limbah cair sehingga
dapat memenuhi standar Baku Mutu. Di Bali sendiri sudah banyak dibangun IPAL
dengan sistem pengolahan baik secara fisika, kimia maupun biologis. Limbah
domestik merupakan jenis limbah yang paling banyak diolah pada IPAL karena
mencakup keseluruhan buangan ke dalam saluran pembuangan diantaranya berasal
dari rumah tangga, hotel, restoran, kegiatan perkantoran serta perdagangan. Beberapa
IPAL yang mengolah limbah domestik diantaranya IPAL Suwung Denpasar, IPAL
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya Denpasar dan IPAL PT. BTDC Nusa
1
2
Dua Bali. IPAL Suwung Denpasar mengolah air limbah domestik yang berasal dari
kegiatan rumah tangga di kawasan Denpasar, Sanur dan Kuta. IPAL RSUD
Wangaya mengolah air limbah domestik yang bersumber dari kegiatan rumah sakit
non medis seperti dapur, kamar perawatan, laundry, ruang operasi, septik tank dan
kantor. Untuk IPAL PT. BTDC Nusa Dua Bali dimanfaatkan untuk mengolah air
limbah domestik dari kegiatan hotel baik dari dapur, kamar, toilet, restoran, laundry,
kolam renang dan kantor.
Limbah domestik banyak mengandung bahan organik dan termasuk kategori
limbah penyebab penurunan kadar oksigen terlarut dalam perairan. Bahan organik
dalam limbah domestik mengandung berbagai senyawa kompleks diantaranya
protein (Effendi, 2003). Protein mengalami beberapa tahapan penguraian untuk
menghasilkan senyawa yang sangat sederhana. Protein akan dihidrolisis oleh
mikroorganisme menjadi senyawa organik terlarut yaitu asam amino. Proses tersebut
dilakukan oleh bakteri proteolitik seperti Bacillus cereus, Aeromonas sp,
Lactobacillus sp, Pseudomonas sp dan Staphylococcus sp dengan menggunakan
enzim protease. Asam amino selanjutnya mengalami proses acidogenesis yang
menghasilkan asam lemak. Asam lemak yang dihasilkan kemudian diuraikan melalui
proses acetogenesis menjadi asam asetat serta terbentuk gas seperti karbon dioksida
(CO2), amonia (NH4), hidrogen (H2) dan sulfur (S). Reaksi ini dilakukan oleh
bakteri acetogen seperti Desulfovibrio. Pada tahap akhir yaitu tahap methanogenesis,
senyawa-senyawa tersebut diubah menjadi gas metana (CH4) dan karbon dioksida
(CO2) oleh bakteri metanogen seperti Methanobacterium, Methanobacillus, dan
Methanococcus (Sumada, 2012).
3
Keberadaan amonia sebagai hasil dekomposisi protein dapat bersifat toksik
dalam perairan. Kadar amonia yang masih tinggi berkontribusi terhadap terjadinya
proses eutrofikasi, sehingga menghalangi penetrasi sinar matahari ke dalam perairan
dan mengganggu proses fotosintesis. Kondisi tersebut dapat menyebabkan
penurunan kadar oksigen terlarut pada air. Jika kadar oksigen terlarut dalam perairan
menurun, maka dapat menyebabkan proses respirasi biota akan terganggu bahkan
menyebabkan kematian (Widiyanto, 2002).
Salah satu cara untuk mendegradasi limbah domestik yang ramah lingkungan
adalah dengan cara biologis dengan sistem biofilter aerob. Pada biofilter aerob, air
limbah yang diolah akan mengalami kontak dengan mikroorganisme yang
tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media (biofilm). Hal
tersebut akan mempercepat proses degradasi bahan organik dan proses nitrifikasi,
sehingga efisiensi penghilangan polutan khususnya amonia menjadi lebih besar.
Biofilter aerob ini memiliki kelebihan diantaranya pengoperasiannya mudah, lumpur
yang dihasilkan relatif sedikit (dibanding proses lumpur aktif), dapat digunakan
untuk mengolah limbah dengan konsentrasi tinggi atau rendah serta tahan terhadap
fluktuasi jumlah limbah, konsentrasi dan suhu (Herlambang dan Nusa, 2001).
Penelitian terdahulu mengenai biofilter aerob untuk mendegradasi bahan
organik dalam air limbah diantaranya oleh Herlambang dan Nusa (2001) mengenai
penurunan kadar zat organik dalam air sungai dengan biofilter tercelup struktur
sarang tawon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reaktor aerobik biofilter struktur
sarang tawon efektif digunakan untuk menurunkan kadar parameter pencemar di
bawah baku mutu (Pergub 582 Tahun 1995) yaitu kekeruhan (60 mg/L), padatan
4
terlarut total (40 mg/L), amonia (0,35 mg/L) , nitrat (2 mg/L) dan deterjen (0,12
mg/L). Biofilter aerobik juga dapat digunakan dalam pengolahan limbah cair industri
tahu seperti penelitian yang dilakukan oleh Pohan (2008). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan waktu tinggal cairan (HRT) di dalam reaktor
berpengaruh terhadap penurunan COD, tetapi tidak berbeda nyata terhadap
penurunan mixed liquor suspended solid (MLSS). Penggunaan waktu tinggal (HRT)
5-9 jam dengan konsentrasi COD awal 500 mg/L dan tinggi unggun 125 cm
memberikan hasil terbaik terhadap penurunan konsentrasi COD (61,49%) dan MLSS
(71,34%).
Dalam pengolahan sistem biofilter aerob ini perlu diperhatikan faktor-faktor
yang mempengaruhi proses diantaranya sumber mikroorganisme, waktu pengolahan,
kondisi pH (derajat keasaman) dan kadar oksigen terlarut. Proses pengolahan air
limbah ini memerlukan mikroorganisme yang cocok untuk menguraikan bahan
organik yang terkandung di dalamnya. Untuk pengaruh waktu tinggal pengolahan
sendiri, semakin lama waktu tinggal maka penyisihan bahan organik yang terjadi
akan semakin besar (Said et al., 2001). Untuk nilai pH (derajat keasaman) sendiri,
menurut Tchobanoglous dan Burton (2003), mikroorganisme aerob dapat hidup dan
berkembang optimal pada pH 6,5 - 7,5 sedangkan berdasarkan penelitian Parasmita
et al. (2010) rentang pH pada reaktor aerob adalah 7,09 - 7,56 untuk meningkatkan
efisiensi penurunan kadar bahan organik. Kadar oksigen terlarut minimum 2 ppm
masih dapat mendukung proses nitrifikasi dan kehidupan organisme akuatik
(Kementerian Kesehatan RI, 2011).
5
Dengan melihat berbagai penelitian mengenai sistem biofilter aaerob ini,
penulis mencoba merancang penelitian untuk mengetahui tingkat efektivitas sistem
biofilter aerob dengan menggunakan sumber lumpur aktif yang berbeda sehingga
diharapkan mampu menurunkan kadar amonia pada air limbah artificial. Adanya
penentuan waktu tinggal optimal selama proses pengolahan juga menjadi kondisi
yang harus diperhitungkan sehingga diperoleh efektivitas pengolahan biofilter aerob
yang tinggi.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan suatu masalah yaitu:
a. Bagaimana memperoleh lumpur aktif terbaik dalam menurunkan kadar
amonia air limbah yang diterapkan pada sistem biofilter aerob?
b. Bagaimana tingkat efektivitas penurunan kadar amonia pada air limbah
dengan penerapan lumpur aktif pada sistem biofilter aerob?
1.3 Tujuan Penelitian
a. Untuk memperoleh sumber lumpur aktif terbaik dalam menurunkan kadar
amonia air limbah yang diterapkan pada sistem biofilter aerob.
b. Untuk menentukan tingkat efektivitas penurunan kadar amonia pada air
limbah dengan penerapan lumpur aktif pada sistem biofilter aerob.
6
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya serta
pihak yang terkait seperti pengelola Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk
memanfaatkan sistem biofilter aerob dalam pengolahan air limbah sebagai upaya
untuk menurunkan kadar amonia sehingga aman bagi lingkungan sekitar yang
menerima air hasil pengolahan. Selain itu, dengan mengetahui tingkat efektivitas
sistem biofilter aerob maka akan lebih memudahkan proses pengolahan dengan
penggunaan lumpur aktif terbaik dan waktu tinggal pengolahan sehingga
memaksimalkan hasil penurunan kadar amonia dalam air limbah.
Download