BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Defek penglihatan warna

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Definisi
Defek penglihatan warna atau yang lebih dikenal dengan buta warna adalah
gangguan penglihatan warna, ketidakmampuan untuk membedakan warna yang
orang normal mampu untuk membedakannya. Seseorang dapat melihat normal
apabila fungsi organ mata (makula dan saraf optik) normal, terdapat cukup cahaya
yang dipantulkan ke mata dan sistem penghantaran impuls melalui saraf normal
(Guyton & Hall,1997).
Retina sebagai salah satu bagian dari mata berperan di dalam proses ini
merupakan bagian yang peka terdapat cahaya, pada retina orang normal
mengandung dua jenis sel yang sensitif terhadap cahaya, yaitu sel batang yang
aktif pada cahaya gelap dan sel kerucut yang aktif pada cahaya terang. Ketika sel
batang dan sel kerucut dirangsang oleh cahaya, sinyal tersebut akan
ditransmisikan melalui neuron yang terkait melalui serat saraf optik menuju
korteks serebral. Normalnya ada tiga jenis sel kerucut yang masing-masing
mengandung pigmen yang berbeda-beda. Sel kerucut aktif ketika menyerap
cahaya, spektrum penyerapan cahayanya berbeda-beda. Sel kerucut yang pertama
cukup sensitif pada gelombang pendek (short wavelengths), yang kedua pada
gelombang medium (medium wavelengths), yang ketiga pada gelombang yang
panjang (long wavelengths), (sensitivitas puncak pada warna biru, kuning
kehijauan dan merah) . Sensitivitas penglihatan warna normal tergantung dari
Universitas Sumatera Utara
spektrum cahaya yang lebih banyak diserap dari ketiga sistem (merah hijau biru),
perbedaan warna yang terlihat tergantung dari tipe sel kerucut yang distimulasi
dan luasnya . Orang dengan defek penglihatan warna, mengalami kehilangan satu
sel kerucut atau sel kerucut memiliki puncak absorbsi yang berbeda dari normal
(Vaughan,1999).
2.
Klasifikasi Defek Penglihatan Warna
Banyak klasifikasi untuk defek penglihatan warna yang ada, para ahli ada
yang mengklasifikasikan defek penglihatan warna menjadi buta warna total, buta
warna parsial, buta warna merah-hijau (penderita tidak dapat membedakan warna
merah dan hijau) dan buta warna biru kuning (penderita tidak dapat membedakan
warna biru dan kuning), dalam penulisan penelitian ini digunakan klasifikasi
berdasarkan penyebabnya dengan penjelasan beberapa istilah yang dibuat di
bawah ini (Vaughan,1999).
Berdasarkan
etiologi
atau
penyebabnya
defek
penglihatan
warna
diklasifikasikan menjadi :
2.1. Defek Warna yang didapat
Defek warna yang didapat lebih sering dari varian biru-hijau, dan mengenai
pria dan wanita sama seringnya, defek ini mengenai salah satu mata lebih dari
yang lain biasanya bervariasi tipe dan keparahannya, yang bergantung dari letak
dan sumber patologi ocular melalui oftalmoskopis.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Defek Warna yang diturunkan
Defek warna kongenital herediter hampir selalu merah-hijau (red-green
deficiency), defek ini mengenai 2 mata dengan tingkat keparahan yang sama.
Sebagian besar defek warna congenital bersifat resesif terkait X, serta tipe
keparahannya konstan seumur hidup. Ada 3 tipe buta warna yang diturunkan,
yakni : monokromat, dikromat, dan anomali trikromat.
2.2.1. Monokromat
Biasa disebut buta warna total yang disebabkan oleh kerusakan atau
kehilangan sel kerucut (tipe S, L, M), dua dari tiga pigmen warna hilang.
Terdapat dua bentuk monokromatisme, walaupun penderitanya tidak memiliki
diskriminasi warna sama sekali dengan kata lain hanya mampu membedakan
tingkat kecerahan, akantetapi adalah dua entitas yang berbeda.
Rod
monochromacy (Monokromatisme Batang), yakni biasa disebut achromatopsia
retina tidak mengandung sel kerucut sama sekali. Tidak adanya sel kerucut
menyebabkan gejala-gejala seperti penurunan ketajaman penglihatan, tidak
adanya penglihatan warna, dan nistagmus. Kelainan ini diperlihatkan secara jelas
oleh elektroretinogram fotopik.
Cone Monochromacy, pada keadaan ini
penderita memiliki fotoreseptor kerucut, tetapi semua sel kerucut mengandung
pigmen penglihatan yang sama. Penderita tidak memiliki diskriminasi corak
warna tetapi ketajaman penglihatan yang normal dan tidak terdapat fotophobia
atau nistagmus.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Dikromat
Dikromat adalah orang-orang yang fotoreseptor kerucutnya hanya
mengandung dua dari tiga fotopigmen kerucut. Dikromat juga merupakan
kelainan buta warna tingkat moderate. Kelainan ini meliputi Protanopia,
penderita kehilangan sensitivitas sel kerucut terhadap gelombang panjang (long
wavelength/L-cones), mereka tidak bisa membedakan warna merah, oranye, dan
kuning. Nuetral point berada pada panjang gelombang 492 nm (titik dimana
penderita tidak bisa membedakan warna ini dengan warna putih). Penderita
hanya melihat satu warna yang mendekati warna kuning. Oranye yang
merupakan gabungan warna primer merah dan kuning hanya terlihat kuning oleh
penderita. Warna merah dibingungkan dengan warna hitam atau abu-abu tua.
Bunga warna merah muda yang merupakan kombinasi warna merah dan biru,
terlihat hanya berwarna biru oleh penderita, demikian halnya dengan warna
sekunder lain seperti ungu yang merupakan gabungan warna primer merah dan
biru, hanya terlihat biru oleh penderita dan lampu lalu lintas yang berwarna
merah dilihat padam oleh penderita,
[10]
dan warna biru-hijau terlihat abu-abu
oleh penderita. Seorang protanopia belajar membedakan warna merah dari hijau
dan kuning dari tigkat keterangan dan kecerahannya, bukan dari persepsi
perbedaan warnanya. Hal ini dialami 1 dari 100 laki-laki. Deuteranopia (1% dari
laki-laki), kekurangan sensitivitas sel kerucut terhadap gelombang medium
(medium wavelength/M-cones), juga dikenal sebagi Daltonism. Kelainannya
menyerupai pada protanope. Neutal point berada pada 498 nm, sehingga warna
yang memiliki panjang gelombang besar, lebih sulit dibedakan dengan warna
Universitas Sumatera Utara
putih. Warna hijau, kuning dan merah sulit dinilai karena dilihat sama
menyerupai warna merah, warna hijau gelap dilihat hitam, sedangkan warna
violet, ungu dan biru terlihat sama oleh penderita. Warna hijau terlihat abu-abu
oleh penderita. Pada defek penglihatan warna ini, intensitas cahayanya tidak
mengalami perubahan. Tritanopia (kurang dari 1% laki-laki). Berkurangnya sel
kerucut yang sensitive terhadap panjang gelombang pendek (Short wavelength/Scones), sehingga penderita tidak bisa membedakan antara warna biru dan kuning.
2.2.3. Anomali Trikromat
Merupakan defisit penglihatan warna yang sering dijumpai. Terdiri dari
Protanomaly (1 % laki-laki dan 0.01% wanita), penderita kurang sensitive
terhadap warna merah. Deuteranomaly (lebih umum pada 6 % laki-laki, 0.4 %
wanita) penderita lemah terhadap warna hijau, warna hijau tua diasumsikan
sebagai warna hitam. Tritanomaly (kejadiannya jarang pada laki-laki dan
wanita). Dua pigmen warna normal akantetapi anomaly pigmen berada dekat
dengan pigmen normal, penderita dapat melihat tiga warna (trichromacy) tapi
tidak mampu untuk membedakan warna. Pada penderita protanomaly tidak ada
spectrum warna yang terlihat abu-abu, warna yang terlihat abu-abu oleh
protanope terlihat keabu-abuan oleh penderita protanomaly, sedangkan warna
yang terlihat abu-abu oleh deuteranope sulit dibedakan oleh penderita
protanomaly.
Individu-individu ini memerlukan tiga warna primer untuk mencocokkan
suatu warna yang tidak diketahui tidak seperti orang trikromat normal. Masingmasih trikromat anomaly memiliki defek yang analog dengan kelainan dikromat.
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini protanomaly diartikan sebagai lemah warna merah,
sedangkan deuteranomaly diartikan sebagai lemah warna hijau, bila keadaan
protanomaly, deuteranomaly, protanopia dan deuteranopia terjadi bersama-sama
disebut sebagai buta warna merah-hijau (red-green deficiency) (Vaughan, 1999).
Tabel 1. Persamaan nama klasifikasi defek penglihatan warna
Nama generic
Nama Anomali
Nama
kelainan
trikromasi
Dikromasi
L-cone
Protan
Protanomaly
Protanopia
M-cone
Deutan
Deuteranomaly
Deuteranopia
S-cone
Tritan
-
Tritanopia
Tipe sel kerucut
3.
Etiopatogenesis Defek Penglihatan Warna
Banyak tipe dari buta warna, tipe yang paling sering adalah buta warna
merah-hijau yang bersifat herediter/genetik karena kerusakan pada photoreseptor
oleh karena kehilangan gen pembentuk pigmen warna atau gen tersebut gagal
bekerja. Seseorang tidak mampu membedakan warna ketika kehilangan gen ini
yang bisa saja terjadi pada salah satu kelompok pigmen sel kerucut (warna hijau,
kuning, oranye dan merah), warna – warna ini memiliki panjang gelombang
antara 525–675 nanometer bisa dibedakan apabila memiliki pigmen warna merah
dan hijau, ketika salah satunya hilang, orang ini tidak akan dapat membedakan
keempat warna tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Pada laki-laki, gen yang membentuk protein opsin yang bergabung dengan
retinol dalam penentuan pigmen warna biru berada pada kromosom 3, sedangkan
gen penentu untuk pigmen merah hijau terletak pada lengan panjang kromosom
X . Pada penglihatan warna normal pada kromosom X banyak ditemukan gen
yang terkait dengan pigmen warna, oleh karena itu jarang ditemukan penderita
perempuan, karena paling tidak satu dari dua kromosom X nya merupakan gen
normal untuk masing-masing sel kerucut.
Buta warna yang didapat bisa karena pengaruh dari kerusakan retina, saraf
optik, dan daerah otak bagian atas (cranial) karena daerah otak bagian atas
memiliki peran dalam identifikasi warna yang meliputi “parvocellular pathway”
dari nuklei lateral geniculate dari talamus, visual area V4 dari korteks
penglihatan. Buta warna yang didapat tidak sama dengan buta warna karena
pengaruh genetik. Misalnya sangat mungkin mengalami buta warna pada satu
porsi dari daerah penglihatan warna namun daerah lainnya berfungsi normal.
Penurunan penglihatan warna merupakan indikator sensitif untuk beberapa
bentuk dari kelainan makula yang didapat atau penyakit saraf , seperti pada optik
neuritis atau tekanan saraf optik oleh karena adanya massa, kelainan penglihatan
warna lebih awal muncul dibanding penurunan tajam penglihatan. Usia juga
berpengaruh terhadap kejadian buta warna, kejadian buta warna meningkat pada
penderita alzheimer.Tidak ada pengaruh neuroendokrin pada kelainan buta warna
ini.
Jenis yang berbeda dari buta warna yang diturunkan terjadi oleh karena
kehilangan fungsi sistem sel kerucut secara parsial atau komplit. Ketika satu
Universitas Sumatera Utara
sistem sel kerucut yang terkena, akan terjadi buta warna dichromacy. Bentuk
yang paling sering dari buta warna terjadi oleh karena masalah pada sistem sel
kerucut yang sensitif terhadap gelombang cahaya sedang dan panjang sehingga
nantinya sulit untuk membedakan warna merah, kuning, hijau. Kelainan ini
disebut buta warna merah-hijau. Bentuk buta warna yang lainnya jarang
ditemukan, dan bentuk yang paling jarang terjadi adalah buta warna komplit atau
buta warna monochromacy, dimana seseorang tidak bisa membedakan warna
dari warna abu-abu, serperti yang terlihat dalam siaran televisi hitam putih.
Penyakit genetik buta warna merah-hijau lebih banyak menyerang laki-laki
dibandingkan perempuan, karena gen yamg mengkodekan pigmen merah dan
hijau berada pada lengan panjang kromosom X, dimana laki-laki hanya punya
satu dan wanita memiliki dua (XX). Wanita yang memiliki genotipe 46 XX akan
menjadi buta warna, apabila kedua kromosom X mengalami kelainan, sedangkan
pada laki-laki 46 XY, akan terjadi buta warna bila satu kromosom X nya
mengalami kelainan.
Gen yang mengkode pigmen merah-hijau diturunkan dari laki-laki yang
buta warna kepada semua anak perempuan mereka yang heterozigot carrier , dan
wanita carrier berkesempatan menurunkan sifat buta warna 50% kepada anak
laki-laki mereka. Jika seorang laki-laki buta warna menikah dengan wanita
carrier buta warna, anak perempuan mereka kemungkinan akan lahir dengan buta
warna (Vaughan,1999).
Universitas Sumatera Utara
4. Mekanisme melihat tiga warna (Tricolor mechanism)
4.1. Proses pengenalan cahaya
Setelah cahaya melewati lensa mata kemudian melewati vitreous humor
kemudian masuk ke dalam retina dari dalam ke arah luar. Yang pertama
melewati sel ganglion, lalu melewati lapisan plexiform (plexiform layer), lapisan
inti (nuclear layer) dan limiting membran, sebelum akhirnya menuju sel batang
dan sel kerucut. Pigmen warna pada sel kerucut memiliki komposisi kimia yang
sama dengan rhodopsin didalam sel batang, perbedaannya hanya terletak pada
protein yang diberi nama photopsin yang berbeda dengan scotopsin pada sel
batang. Tiga pigmen warna yang berbeda berada pada sel kerucut yang berbeda,
yang membuat sel kerucut sensitif pada warna tertentu, pigmen warna ini
dinamakan (blue-sensitif pigment, green sensitif pigment, dan red-sensitif
pigment) yang menunjukkan puncak absorbsi pada panjang gelombang 445, 535,
570 nanometer.(Guyton & hall,1997).
4.2. Sensitivitas spektrum warna pada sel kerucut
Mata manusia bisa mendeteksi seluruh gradasi warna yang terbentuk dari
kombinasi yang berbeda antara cahaya monokromatik merah, hijau, biru.
Sensitivitas pada ketiga tipe sel kerucut pada manusia sama dengan kurva
penyerapan cahaya dari ketiga tipe pigmen warna pada sel kerucut.(Guyton &
hall,1997)
4.3. Interpretasi warna oleh sistem saraf
Orang bisa melihat cahaya oranye monokromatik dengan panjang
gelombang 580 nanometer karena menstimulasi sel kerucut 99 % dari puncak
Universitas Sumatera Utara
stimulasi panjang gelombang optimal, dan sinar ini juga menstimulasi sel kerucut
pigmen hijau sekitar 42 % tetapi tidak seluruhnya. Jadi perbandingan stimulasi
dari ketiga sel kerucut pada keadaan ini merah : hijau : biru = 99 : 42 : 0, sistem
saraf menginterpretasikan perbandingan ini sebagai sensasi warna oranye. Pada
keadaan lain cahaya biru monokromatik dengan panjang gelombang 450
nanometer tidak menstimulasi pigmen merah sel kerucut dan 97 % menstimulasi
pigmen biru sel kerucut, hal ini memberikan perbandingan 0 : 0 : 97 yang
diinterpretasikan sebagai warna biru oleh sistem saraf.(Guyton & hall,1997).
4.4. Persepsi cahaya putih
Stimulasi yang sama besarnya antara pigmen merah, hijau, biru pada sel
kerucut memberikan sensasi melihat warna putih.(Guyton & hall,1997).
6. Diagnosis Defek Penglihatan Warna
Diagnosis defek penglihatan warna dibuat berdasarkan anamnesis, dan
pemeriksaan penunjang, anamnesis yang sesuai seperti terdapat riwayat buta
warna di dalam keluarga atau terdapat riwayat trauma kranial yang menyebabkan
kelainan saraf atau makula. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dengan
menggunakan Buku Ishihara. Pada Penelitian ini digunakan Buku Ishihara edisi
38 plate. Plate 1-25 bergambar angka (numeral) yang sebaiknya dijawab dalam
waktu tidak lebih dari 3 detik, jika anak tersebut tidak mampu membaca angka,
digunakan plate 26 – 38 yang diminta untuk menghubungkan menjadi garis
diantara 2 ‘x’ yang harus diselesaikan dalam waktu 10 detik. Pada penelitian
dilakukan tes menggunakan 38 plate atau 6 plate, yang mana plate 2,3,4,5 bisa
Universitas Sumatera Utara
diwakilkan satu plate, plate 6,7,8,9 bisa diwakilkan satu plate, plate 10,11,12,13
bisa diwakilkan satu plate, demikian pula dengan plate 14,15,16,17 dan plate
18,19,20,21. Penggunaan seluruh plate (38 plate) dilakukan bila dtemukan
ketidaksesuaian dengan menggunakan 6 plate tersebut.
Pembacaan plate 1-21 menentukan normal atau anak tersebut mengalami
defek penglihatan warna. Jika anak tersebut mampu membaca 17 plate atau lebih
dengan benar, anak tersebut memiliki penglihatan warna yang normal. Bila
hanya mampu membaca 13 plate atau kurang dari 13 plate dengan benar, anak ini
tergolong mengalami penurunan penglihatan warna (color vision deficiency)
yang di dalam penelitian ini disebut sebagai defek penglihatan warna, keadaan
ini bisa juga dilihat jika anak tersebut lebih mudah membaca plate 18,19,20,dan
21 sebagai 5,2,45,dan 73 dibandingkan dengan plate 14,10,13,17.
Buku ishihara dapat mendiagnosa defek penglihatan warna dengan
klasifikasi red-green deficiency, buta warna total, protanopia atau strong
protanomaly, protanomaly, deuteranopia atau strong deuteranomaly , dan
deuteranomaly. Kelainan tritanomaly tidak dapat dilihat disini. Tes Ishihara
digunakan untuk mendiagnosis defek penglihatan warna congenital, untuk
mengetahui penyebab yang didapat (saraf, kelainan macula, trauma kranial) perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut (Vaughan, 1999).
Universitas Sumatera Utara
Download