SEMINAR TUBERKULOSIS EVALUASI DAN MONITORING PENGOBATAN TB NASIONAL OLEH GRUP E (NO. ABSEN #14-17) MARIO MARKUS ARITONANG 0906639801 MELLISYA RAMADHANY 0906487884 MICHAEL CHRISTIAN 0906554352 MUNCIETO ANDREAS 0906508314 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA MODUL PRAKTIK KLINIK PULMONOLOGI JAKARTA NOVEMBER 2012 BAB I : PENDAHULUAN Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi paru menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (MTB). Walaupun sebagian besar kasus ditemukan pada organ paru, namun kuman ini mampu menyerang organ lain, seperti kulit, tulang, selaput jantung maupun selaput otak. Penyakit ini diduga sudah muncul di dalam populasi masyarakat Mesir sejak 2400 tahun SM berdasarkan analisis tulang punggung mumi. Dahulu, penyakit TB tidak dianggap sebagai suatu penyakit tunggal oleh karena gejala klinisnya yang bervariasi dan tidak khas. Hingga pada tahun 1882, Robert Koch berhasil mengidentifikasi basil MTB pada penderita TB. Temuan ini merupakan langkah awal dari pengobatan modern TB. 1 Beban penyakit TB di dunia sudah mulai berkurang sejak ditemukannya antibiotik streptomisin pada akhir Perang Dunia II. Terapi yang jauh lebih efektif, yang mampu mengganti terapi isolasi sanatorium dan bedah yang digunakan sebelumnya.1 Menurut estimasi WHO, prevalensi penderita TB pada tahun 2011 di Indonesia mencapai 680.000 jiwa. Dengan tingkat mortalitas yang mencapai 65.000 jiwa. 2 Gambar 1. Mortalitas (atas) dan prevalensi (bawah) kasus TB di Indonesia pada 2011 2 2 Kementrian kesehatan Republik Indonesia telah merancang program terpadu dalam menanggulangi penyakit TB ini. Program DOTS (Directly Observred Treatment Shortcourse) telah diadopsi dari WHO. Strategi ini telah terbukti sangat efektif. Komponen yang termasuk ke dalamnya antara lain 1) komitmen politis, 2) pemeriksaan dahak mikroskopis dengan mutu terjamin, 3) pengobatan jangka pendek terstandar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan, 4) jaminan ketersediaan OAT yang bermutu, dan 5) sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasi pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan. 3 Di setiap langkah strategi tersebut, evaluasi dan monitoring penting untuk dilakukan. Dimulai dari identifikasi, diagnosis, sampai pemberian obat TB. Agar dapat tercapainya sasaran penanggulangan berupa kesembuhan yang sempurna. Evaluasi dilakukan dalam konteks penanganan masalah klinis pasien. Sementara monitoring atau pemantauan dilakukan dalam konteks penanganan masalah di komunitas. Diharapkan pencatatan dan pelaporan dari setiap tidakan atau program dapat dinilai dan memberikan umpan balik yang dapat digunakan untuk memperbaik program yang telah ada menjadi lebih baik lagi. 3 BAB II : ISI Evaluasi pada pasien yang mengalami tuberkulosis meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan evaluasi pasien yang telah sembuh. II.1. Evaluasi klinis Poin evaluasi klinis yang penting untuk dinilai adalah: - Pasien dievaluasi secara periodik. - Evaluasi terhadap respon pengobatan dan efek samping yang muncul serta komplikasi dari penyakit. - Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, dan pemeriksaan fisik. II.2. Evaluasi bakteriologi Poin evaluasi bakteriologi yang yang penting untuk dinilai adalah: - Dilakukan untuk mendeteksi ada atau tidaknya konversi dahak. - Dilakukan pada saat: o Sebelum pengobatan dimulai. o Setelah 2 bulan pengobatan o Pada akhir pengobatan - Lakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan jika terdapat fasilitasnya. II.3. Evaluasi radiologi Poin evaluasi bakteriologi dilakukan pada saat: - Sebelum pengobatan - Setelah 2 bulan pengobatan (pada kasus kecurigaan keganasan dilakukan setelah 1 bulan. - Pada akhir pengobatan. II.4. Evaluasi pasien yang telah sembuh Pasien sembuh tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama masa kesembuhan, guna mengetahui kekambuhan. Dievaluasi melalui pemeriksaan mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. 4 Tabel 1. Definisi istilah yang digunakan dalam evaluasi dan monitor penyakit TB Hasil Definisi Sembuh - Pasien dengan hasil sputum BTA atau kultur positif sebelum pengobatan, dan hasil pemeriksaan sputum BTA atau kultur negatif pada akhir pengobatan serta sedikitnya satu kali pemerksaan sputum sebelumnya negatif. - Foto toraks atau gambaran radiologi serial menunjukkan perbaikan. - Hasil biakan negatif (bila terdapat fasilitas biakan). Pengobatan lengkap Gagal Pasien telah menyelesaikan pengobatan namun tidak atau belum memiliki hasil pemeriksaan sputum atau kultur pada akhir pengobatan. Hasil sputum atau kultur positif pada bulan kelima atau lebih dalam masa pengobatan pengobatan. Meninggal Pasien yang meninggal denan apapun penyebabnya selama pengobatan. Lalai berobat Pengobatan terputus dalam waktu dua bulan berturut – turut atau lebih. Pindah Pasien pindah ke unit berbeda dan hasil akhir pengobatan belum diketahui. Pengobatan Jumlah pasien yang sembuh ditambah pengobatan lengkap. sukses / berhasil II. 5. Pemantauan dan Evaluasi Program Pemantauan dan evaluasi program merupakan salah satu hal penting untuk menilai keberhasilan suatu program. Evaluasi dilakukan setelah interval sekitar 6 bulan sampai 1 tahun. Melalui hasil evaluasi dapat dinilai pencapaian program dan berguna untuk perencanaan dan pengembangan program selanjutnya. Setiap tingkat pelaksana program, (fasyankes: fasilitas layanan kesehatan, Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat) bertanggung jawab dalam pemantauan di wilayah masing-masng. Aspek yang dinilai adalah input, proses, dan output. Indikator program pengendalian tuberkulosis secara nasional, yaitu: - Angka penemuan pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate: CDR) Presentasi jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Nilai ini menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah 5 tersebut. Target minimal CDR pada program penanggulangan tuberkulosis nasional adalah 70%. - Angka keberhasilan pengobatan (success rate: SR) Angka yang menunjukkan presentase pasien baru TB paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap) di antara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat. Angka ini juga merupakan penjumlahan angka kesembuhan dengan angka pengobatan lengkap. Selain itu, terdapat beberapa indikator proses lain , yaitu: - Angka penjaringan suspek Jumlah suspek yang diperiksa dahaknya di antara 100.000 penduduk pada suatu wilayah dalam 1 tahun. - Proporsi pasien TB paru BTA positif di antara suspek yang diperiksa dahaknya Presentasi pasien BTA positif yang ditemukan di antara seluruh suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutut dari proses penemuan sampai diagnosis pasien serta kepekaan menetapkan kriteria suspek. Angka ini berkisar 5-15%. - Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru Presentase pasien tuberkulosis paru BTA positif di anara semua pasien tuberkulosis yang tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien tuberkulosis yang menular di antgara seluruh pasien tuberkulosis yang diobati. Sebaiknya angka ini tidak kurang dari 65% dan jika angka menunjukkan sangat jauh dari nilai tersebut, 6 hal tersebut menandakan mutu diagnosis yang rendah, prioritas untuk menemukan pasien menular yang rendah (pasien dengan BTA positif). - Proporsi pasien TB anak di antara seluruh pasien Presentase pasien TB anak (< 15 tahun) di antara seluruh pasien TB yang tercatat. Angka ini berkisar sebesar 15%. - Angka notifikasi kasus Angka yang menunjukkan julah pasien baru yang ditemukan dan tercatat di antara 100.0000 penduduk di suatu wilyaha tertentu. Jika dikumpulkan secara serial, nilai ini akan menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun ke tahun di suatu wilayah. - Angka konversi Presentase pasien baru TB paru BTA positif yang emngalami perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan intensif. Inidikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk megnetahui apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar. Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%. - Angka kesembuhan Angka yang menunjukkan presentase pasien baru TB paru BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan di antara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat. Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. 7 - Angka kesalahan laboratorium Dalam hal ini laboratorium yang akan diuji dibandingkan dengan laboratorium rujukan.Terdapat dua metode untuk penghitangan ini, yaitu dengan Lot Sampling Quality Assessment (LSQA) dan Error rate. 1. LSQA Suatu laboratorium dinyatakan memiliki kesalahan jika: o Terdapat PPT atau NPT o Menunjukkan peningkatan kesalahan kecil dibandingkan periode sebelumnya atau memiliki kesalahan yang lebih tinggi jika dibandingkan rata-rata semua fasilitas layanan kesehatan di kabupaten/kota tersebut atau terjadi kesalahan kecil beberapa kali dalam jumlah yang signifikan o Terdapat 3 NPR 2. Error rate Angka kesalahan laboratorium yang menyatakan presentase kesalahan pembacaan slide/sediaan yang dilakukan oleh laboratorium pemeriksa pertama setelah dibandingkan dengan laboratorium rujukan lain. Nilai maksimum yang dapat ditolerir adalah 5%. 8 Setelah indikator diketahui, setiap data yang telah didapatkan dan dianalisis harus memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu: 1. Sahih 2. Sensitif dan spesifik 3. Dapat dipercaya 4. Dapat diukur 5. Dapat dicapai 9 DAFTAR PUSTAKA 1. New Jersey Medical School. A History of Tuberculosis Treatment. Diunduh dari http://www.umdnj.edu/ntbcweb/tbhistory.htm. Diakses pada 8 November 2012. 2. WHO. Global Tuberculosis report 2012. Diunduh dari http://www.who.int/tb/publications/global_report/gtbr12_annex2.pdf. Diakses pada 8 November 2012. 3. Surya A, Basri C, Kamso S, editor. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2nd ed. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2011. 10