imam shalat yang bijaksana

advertisement
EDISI XIV . 12 FEBRUARI 2016 M . 3 JUMADIL AWAL 1437 H
EDISI XIV . 12 FEBRUARI 2016 M . 3 JUMADIL AWAL 1437 H
MUTIARA HIKMAH
“Dan orang yang sabar karena mengharap keridhaan Tuhannya, melaksanakan shalat
dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi
atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang itulah yang
mendapat tempat yang baik.”
(QS. Ar Ra’du : 22)
IMAM SHALAT YANG BIJAKSANA
Info Kajian
Hadirilah Kajian Mingguan Perkantoran Ciputat Indah Permai
Setiap Hari Selasa, Pukul 15.15 WIB (Ba’da Ashar)
Tempat
: Masjid Cordofa
Perkantoran CIP Blok C 25
Materi
: Al Qur’an, Al Hadits, Fiqh, Sirah Nabawi, dan Akhlaq
Pemateri
: Tim Dai Cordofa
LAYANAN DAKWAH CORDOFA
Graha Zakat Dompet Dhuafa
Jl. Ir. H. Juanda No. 55 A-B Rempoa Ciputat Tangerang SelatanTelp. (021) 74703703
ext. 200Hp. 0813 1470 7092 (Hardy Agusman)
BULETIN CORDOFA AL - QUDS (Dipahami Untuk Diamalkan)
Penanggung Jawab
: H. Ahmad Fauzi Qosim
Pemimpin Redaksi
: Imam Al-Faruq
Redaktur Pelaksana
: Fajar Shofari Nugraha
Editor
: Arrazy Hasyim
Pustaka & Dokumentasi : Rachmat Tullah
Distributor
: Hardy Agusman
Sekretariat
: Perkantoran Ciputat Indah Permai Jl. Ir. H. Juanda
No. 50 Ciputat, Tangerang Selatan (021) 7416050
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa berkata diamlah kepada temannya sedangkan khatib tengah
berkhutbah, maka rusaklah Jum’atnya (shalat Jum’atnya sia-sia).” (HR. Bukhari)
D
ICERITAKAN oleh Abu Mas’ud RA, seorang laki-laki mengadu kepada Rasulullah SAW. Ia
berkata, “Demi Allah! Ya Rasul Allah, aku luput shalat shubuh (berjama’ah) hanya
disebabkan karena Si Fulan (yang menjadi imam) terlalu memanjangkan bacaan shalat
dengan kami.”
Abu Mas’ud RA melanjutkan, “Belum pernah aku melihat Rasulullah SAW marah saat
memberi nasihat dengan kemarahan yang lebih hebat dari pada itu.” “Kemudian Rasulullah SAW
bersabda, “Sesungguhnya, di antara kamu telah menyebabkan orang menjauhkan diri (dari agama
ini). Maka, siapa saja yang shalat menjadi imam bagi orang banyak, hendaklah ia meringkaskan
shalatnya, karena di antara makmum itu terdapat orang yang lemah, orang tua, dan ada pula orang
yang sedang mempunyai urusan.”
Peristiwa ini dituturkan dalam Shahih Bukhari, kitab hadits paling terpercaya. Senada
dengan itu, Abu Hurairah RA meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seseorang
kamu shalat (menjadi imam), hendaklah dia meringkaskannya, karena di antara makmum ada
orang yang lemah, orang sakit, dan orang tua. Apabila dia shalat sendirian, panjangkanlah
sekendak hatinya.” (HR. Bukhari).
Ada pelajaran yang bisa kita tarik dari hadits ini. Sebagai pemimpin, seorang imam shalat
harus memahami makmumnya. Sebab, di antara orang-orang yang pergi shalat berjama’ah, boleh
jadi orang yang sedang terganggu kesehatannya, mempunyai keperluan yang membuatnya
terburu-buru untuk pergi, orang-orang yang telah tua renta sehingga tidak memungkinkan shalat
berlama-lama. Tingkat kesiapan dan pemahaman makmum juga berbeda-beda. Makmum yang
memperoleh binaan khusus dan berjama’ah di tempat yang khusus akan berbeda dengan
makmum yang terdiri dari orang-orang awam, baru tertarik kepada agama dan masih perlu
“dijinakkan” hatinya.
Di tempat-tempat yang khusus, seorang imam dapat memanjangkan shalatnya sesuai
dengan kesiapan makmumnya. Bisa juga sebagai pembiasaan. Tetapi di tempat-tempat yang lebih
umum, menjadi persinggahan orang yang sedang bepergian, atau di waktu-waktu yang para
makmumnya secara umum memiliki keperluan mendesak, seorang imam harus mempersingkat
EDISI XIV . 12 FEBRUARI 2016 M . 3 JUMADIL AWAL 1437 H
shalatnya. Memanjangkan shalat di tempat yang seharusnya kita meringkasnya, justru bisa
menimbulkan fitnah.
Hanya karena ia merasa bacaan Al-Qur’annya paling fasih ataupun dengan suaranya
yang merdu, maka ia kemudian memilih bacaan surat yang ayatnya panjang. Ia mungkin beralasan
dengan hadits, “Hiasilah bacaan Al-Qur’anmu dengan suara yang merdu.” Tetapi, itu tidak berarti ia
seenaknya memanjangkan bacaan surat, tanpa memperhatikan kondisi jama’ah. Seorang imam
yang demikian, dapat dikatakan telah berlaku zhalim terhadap orang lain. Jama’ah pun yang
semula ingin shalat khusyu, malah menjadi tidak ikhlash dan konsentrasi dalam shalatnya. Setelah
itu, mungkin ia akan memilih-milih jadwal imam yang panjang shalatnya tidak terlalu lama. Bisa
pula, ia tidak akan shalat berjama’ah/bermakmum jika imamnya adalah Si A. Fitnah semacam
inilah yang dapat menjadikan jama’ah menjauh hingga enggan shalat ke mesjid. Bahkan, tidak
mungkin akan hinggap di hati orang-orang yang awam, mereka yang baru mempelajari Islam
(seperti mu’allaf), suatu pikiran ataupun anggapan, bahwa ajaran dalam Islam itu sulit dan rumit.
Bukannya mereka menjadi simpati, tetapi malah menjauh dan keluar dari Islam. Na’udzu billah.
Maka sangat wajar, jika hal itu membuat Rasulullah SAW marah dengan kemarahan yang besar.
Alhasil, seorang imam yang ingin membiasakan makmum shalat lebih lama, harus
memperhatikan, bahwa segala sesuatu membutuhkan proses. Setiap perubahan ada tahaptahapnya. Tidak bisa serta-merta. Tanpa memperhatikan hal ini, boleh jadi keinginan imam untuk
memperbaiki kualitas ibadah jama’ahnya, justru membuat mereka lari. Ada sebuah hadits untuk
direnungkan, “Mudahkanlah (segala urusan) dan jangan mempersulit. Dan gembirakanlah, jangan
membuat mereka lari.” (HR. Bukhari). Rasulullah SAW adalah orang yang paling kuat shalatnya,
paling lama ruku’nya, dan paling paling panjang shalatnya. Apabila shalat sendirian, kaki Beliau
sampai bengkak karena shalatnya yang sangat panjang. Tetapi, ketika menjadi imam, Rasulullah
SAW meringkaskan shalatnya. Pernah Beliau memendekkan shalatnya, kata Anas bin Malik RA,
sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Beliau melakukannya dengan sempurna.
Pernah Rasulullah SAW membaca Surat At-Tiin ketika mengimami shalat Isya, sementara
di saat yang lain membaca Surat Al-Insyiqaq. Sebuah surat yang tidak terlalu pendek dan tidak
juga terlalu panjang. Wallahu a’lam bish-shawab.
 disarikan dari Muhammad Fauzil Adhim, Membuka Jalan ke Surga
DUNIA ISLAM
DAI MUDA CORDOFA, MERETAS DAKWAH MELINTAS BATAS
Sebagai seorang muslim yang telah melafalkan dua kalimat syahadat maka pada dasarnya
seseorang itu memikul tanggung jawab mengemban amanah dakwah untuk sesnantiasa mengajak manusia
kepada Allah. Dakwah merupakan tugas mulia, pada setiap waktunya miliki beban semakin berat, karena
menghadapi berbagai tantangan yang semakin kompleks.
Di mata masyarakat, memandang seorang Dai hanya sebatas orang yang berdakwah di atas mimbar
dengan materi-materi keagamaan dan terkadang tidak menenyentuh kepada problematika secara langsung
“Tidak sempurna iman seseng sehingga ia mencintai saudaranya, seperti ia mencintai dirinya sendiri.”
(HR. Bukhari-Muslim)
EDISI XIV . 12 FEBRUARI 2016 M . 3 JUMADIL AWAL 1437 H
yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Tidak jarang para
pelaku dakwah dituntut keterampilan yang melengkapi
pengetahuan atau lebih dari sekadar mengandalkan dakwah
verbal (konvensional). Sehingga para pelaku dakwah atau Dai
harus dapat memposisikan diri sebagai pendamping
masyarakat secara langsung dan problem solver di tengahtengah masyarakat. Dengan demikian dakwah dapat
memperkukuh dalam aspek religius dan memperkukuh basis
sosial untuk mewujudkan nilai-nilai yang lebih menyeluruh
untuk masyarakat madani.
Hal ini melatar belakangi Corps Dai Dompet Dhuafa (Cordofa) menggelar acara Cordofa Leadership
Camp (CLC) selama lima hari pada minggu lalu di Suku Baduy, Banten, sebagai upaya menjawab kebutuhan
Dakwah di tengah masyarakat yang menuntut Dai memiliki keterampilan ganda, dengan mengusung tema
“Meretas Dakwah, Melintas Batas”.
“Setiap diri kita itu adalah pemimpin, yang bukan hanya berkata-kata indah di atas mimbar tapi dapat
memahami dan memetakan problematika umat dan mencari solusi. Sehingga inilah yang kita harapkan sebagai
dakwah transformatif yang dilakukan oleh pelaku dakwah,” ujar Fauzi Qosim selaku manager Cordofa.
Acara ini mengundang lebih dari 12 perwakilan kampus di Jabodetabek yang tergabung dalam
Lembaga Dakwah Kampus (LDK) untuk menjadi peserta dan sebagai Dai Muda Cordofa, di antaranya SALAM
Universitas Indonesia, LDK Al-Iqtishod STEI TAZKIA, LDK Syahid, UKMI Al-Faruq Universitas Mercu Buana,
LDK Al-Ukhuwah Universitas Islam Negeri ’45, LDK Al-Azzam Universitas Budi Luhur, LDK Al-Hurriyyah IPB,
LDK Baabussalam UNTIRTA, LDK Al-Intisyar Universitas Ibnu Khaldun, SENADA STT NF, SSP STEI SEBI,
dan LDK Fikri PNJ. Para peserta dibekali materi dan pelatihan yang terangkum dalam rangkaian acara, seperti
Integrasi Intelektual dan Spiritual, Mengkaji Kepemimpinan Rasulullah SAW dan Para Sahabat, Manajemen
Dakwah, Diskusi Muslim Negarawan, Fiqh Ikhtilaf dalam Dakwah, Aliran Gerakan Dakwah di Indonesia,
Intervensi dan Retorika Dakwah, dan Social Entrepeneur dan Community Development. Turut mengundang
Disaster Management Center (DMC) dalam Materi dan Praktek Dai Siaga Bencana, Layanan Kesehatan CumaCuma (LKC) untuk siap siaga dalam penanganan pertama kecelakaan dan Lembaga Pelayan Masyarakat
(LPM) untuk mengedukasi kemasyarakatan pada Dai Muda, serta para peserta diajak Wisata Budaya Suku
Baduy sebagai bentuk interaksi sosial dengan masyarakat.
Fauzi Qosim menuturkan, “Banyak hal dapat dipetik dari materi-materi yang diterima oleh seluruh
peserta. Semoga tertanam solidaritas dari lembaga kampus yang ada, memupuk hubungan atau empati kepada
masyarakat, dan dapat mengangkat rasa kepemimpinan.”
“Secara kebutuhan sebagai organisator, materi sangat bagus dan memenuhi kebutuhan, dan dapat
berafiliasi dengan masyarakat, belajar untuk bisa memberi manfaat,” tanggapan Umi Azizah dari LDK AlHurriyyah IPB, salah satu peserta CLC. “Banyak pelajaran tentang dakwah masyarakat, dan pembentukan visimisi yang bagus untuk diri pribadi seorang pelaku dakwah muda,” Ummay dari SSP SEBI menambahkan
tanggapan.
Cordofa berharapa ke depannya para Dai muda ini siap diterjunkan ke daerah-daerah bencana,
dapat menggali potensi yang ada di sekitar kampus mengenai komunitas-komunitas yang bisa diintervensi
program dakwah dengan perubahan-perubahan yang lebih baik, sehingga memberikan manfaat bagi
masyarakat. (Rachmat Tullah/Cordofa)
“Menggosok gigi itu membuat bersih mulut, membuat ridha Allah, dan membuat berseri-seri pandangan.”
(HR. Thabrani)
Download