BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini kegiatan backpacking semakin banyak diminati, terutama
oleh kalangan anak muda. Hal tersebut dibuktikan dengan munculnya berbagai
situs yang memuat komunitas para backpacker dari seluruh penjuru dunia serta
munculnya banyak buku yang memuat berbagai kisah perjalanan para
backpacker, baik di media cetak maupun di media online.
Backpacker merupakan kata yang diserap dari kata berbahasa Inggris.
Backpack dalam bahasa Indonesia berarti „tas ransel‟ dan backpacker berarti
„pembawa tas ransel‟. Secara harfiah, backpacker yang diserap dari kata
berbahasa Inggris tersebut memiliki arti seorang pembawa tas ransel. Namun,
sebenarnya backpacking ialah kegiatan berwisata dengan harga yang relatif sangat
murah. Istilah backpacker berkaitan erat dengan seseorang yang suka melakukan
perjalanan dengan membawa ransel yang mudah dibawa untuk jarak jauh dengan
waktu yang relatif lama, menggunakan transportasi umum, menginap di
penginapan murah, memiliki minat bertemu penduduk setempat, dan memiliki
keinginan yang besar untuk melihat pemandangan.
Backpacker melakukan perjalanan dengan menekan biaya semurah
mungkin melalui berbagai cara yang bisa dikatakan unik, misalnya dengan
menumpang mobil-mobil pribadi pengguna jalan yang arahnya sama dengan
1
2
tujuan perjalanannya, mengetuk pintu rumah penduduk sekitar yang tidak dikenal
sebelumnya untuk menumpang makan dan tidur, serta banyak hal unik lainnya.
Kegiatan backpacking dengan kegiatan pecinta alam hampir mirip,
bahkan banyak orang tidak mengetahui perbedaan antara backpacker dan pecinta
alam. Pada dasarnya, backpacker berbeda dengan pecinta alam. Backpacker
memberi titik fokus kegiataannya pada proses perjalanan, pengalaman bertemu
penduduk sekitar, dan pengelolaan anggaran yang murah, sedangkan pecinta alam
memberi titik fokus kegiatannya pada petualangan yang cukup ekstrem untuk
sekadar menikmati alam. Walaupun memiliki instrumen yang sama, keduanya
memiliki fokus yang berbeda, terutama perihal istilah-istilah yang digunakan
untuk berinteraksi dalam komunitasnya masing-masing.
Backpacker, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial,
hidup bersama dengan orang lain dalam suatu kelompok sosial yang disebut
sebagai komunitas backpacker. Dalam upaya memenuhi kebutuhannya, mereka
saling berinteraksi sehingga terbentuklah komunikasi sosial dan komunikasi
bahasa. Komunikasi merupakan langkah awal suatu kelompok masyarakat untuk
saling memahami sehingga muncullah masyarakat bahasa, yaitu suatu komunitas
yang dibentuk oleh kumpulan orang secara bersama-sama dan yang memiliki
aturan-aturan bahasa yang sama (Bloomfield via Ohoiwutun, 2002:37). Seperti
kelompok-kelompok sosial yang lain, komunitas backpacker juga menggunakan
bahasa sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan konsep, pikiran, gagasan,
dan perasaan.
3
Bahasa memiliki beragam jenis dan varian. Suwito (2002:20)
mengungkapkan bahwa bahasa sering dianggap sebagai produk sosial atau produk
budaya. Sebagai produk sosial atau produk budaya, bahasa merupakan wadah
aspirasi sosial, kegiatan, dan perilaku masyarakat. Bahasa sebagai hasil budaya
mengandung nilai-nilai masyarakat penuturnya. Bahasa sebagai produk sosial
tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor linguistik, tetapi juga faktor-faktor
sosial.
Keberagaman bahasa dalam komunitas backpacker Indonesia tidak
hanya disebabkan oleh penuturnya heterogen, tetapi juga didukung oleh beragam
kegiatan yang dilaksanakan sehingga menimbulkan ciri khas dalam berinteraksi
sesuai dengan kebutuhan kelompok tersebut. Variasi bahasa seperti dalam
komunitas backpacker Indonesia ini muncul dalam berbagai wujud, baik dalam
wujud lisan maupun tulisan. Wujud lisan berkembang melalui komunikasi
langsung (menggunakan alat wicara) antaranggota dalam komunitas tersebut,
sedangkan wujud tulisan berkembang melalui media-media komunikasi tulis,
seperti surat kabar yang memuat berita-berita tentang komunitas backpacker,
internet
yang
memuat
laman
komunitas
backpacker
seperti
www.forimbackpackerindonesia.com, buku-buku yang memuat kisah perjalanan
para backpacker yang belakangan ini banyak bermunculan, buletin-buletin,
majalah-majalah seperti National Geographic Traveller: Indonesia, majalah
online seperti Backpackin Wajah Indonesia dalam Sekali Klik, dan lain
sebagainya. Dalam kaitannya dengan varian bahasa dan wujud bahasa yang
4
digunakan dalam komunitas backpacker Indonesia, majalah online Backpackin
Wajah Indonesia dalam Sekali Klik (BWISK) merupakan media bahasa tulis yang
menunjukkan adanya ciri khas tersendiri, yang digunakan oleh para backpacker
dalam berinteraksi dengan sesamanya. Berikut ini merupakan contoh bentuk
variasi bahasa yang digunakan oleh backpacker dalam majalah BWISK.
(1) Jaket windbreaker umumnya bagian dalamnya ada yang berjaring, ada
juga yang polar. Lebih keren lagi, ada yang jaket polar bagian dalamnya
bisa dilepas.
(2) Jaket waterproof bahan luarnya polyster. Dalamnya berjaring atau polar.
Tahan hujan dan memiliki fungsi windbreaker juga.
(3)
Jaket Quick Dry biasanya dipakai para pengguna sepeda. Bahannya tipis
sehingga mudah menyerap keringat.
(4) Penghuni dormitory diisi beberapa orang yang belum saling mengenal
sebelumnya. Dormitory diisi 4 sampai 10 orang yang tidur dalam ruangan
yang sama. Penghuni dormitory dituntut toleransi yang sangat tinggi,
seperti tidak merokok atau berisik di dalam ruangan.
(5) Penghuni hostel punya kesempatan lebih besar untuk bersosialisasi dengan
tamu yang lain. Selain dormitory, hostel juga menyediakan kamar privat
seperti layaknya hotel.
(6) Pemilik guesthouse tinggal di bangunan yang sama dan dikelola anggota
keluarganya sendiri.
(7) Pemilik pension biasanya juga tinggal di bangunan yang sama.
(8) Mereka menggunakan motel sebagai tempat beristirahat sebelum
kemudian melanjutkan perjalanannya kembali.
Istilah seperti windbreaker, waterproof, dan quickdry merupakan istilah untuk
membedakan jaket beserta fungsinya dalam komunitas backpacker, sedangkan motel,
5
pension, guesthouse, hostel, dan dormitory adalah istilah untuk membedakan tipe
penginapan. Pada umumnya, istilah tersebut tidak tidak hanya dikenal oleh komunitas
backpacker, namun juga dikenal oleh masyarakat awam (bukan backpacker). Akan
tetapi, untuk masyarakat awam, istilah tersebut tidak akrab didengar, bahkan
masyarakat awam pada umumnya tidak dapat membedakan antara hostel, motel,
guesthouse, dan lain sebagainya; lain halnya dengan komunitas backpacker yang
dapat membedakannya secara spesifik. Masyarakat pada umumnya juga kurang
memiliki istilah-istilah yang sangat spesifik untuk membedakan penginapan, seperti
yang dimiliki oleh komunitas backpacker.
Variasi bahasa yang terlihat dalam contoh (1) – (8) merupakan contoh variasi
bahasa yang digunakan dalam komunitas backpacker, termasuk para backpacker
Indonesia, yang timbul karena kebutuhan pemakaiannya. Istilah-istilah dalam
komunitas backpacker mayoritas merupakan variasi bahasa yang merupakan istilah
serapan atau pinjaman dalam bahasa asing, seperti bahasa Inggris dan bahasa Belanda
karena sebagian besar belum ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia.
Informasi dan pengetahuan yang sangat minim terhadap kegiatan backpacking
serta istilah-istilah khusus dan khas yang digunakan oleh komunitas backpacker
Indonesia membuat masyarakat pada umumnya kurang paham terhadap istilah-istilah
yang dianggap asing tersebut, padahal belakangan ini bermunculan buku-buku yang
memuat kegiatan backpacking oleh komunitas backpacker yang di dalamnya terdapat
banyak istilah khusus yang digunakan.
6
Hal unik dalam istilah-istilah yang digunakan oleh komunitas backpacker ini
adalah banyaknya bahasa asing yang diserap, padahal beberapa istilah dalam bahasa
Indonesia sebagian sudah ada padanan katanya, walaupun sebagian besar belum ada.
Penggunaan istilah-istilah asing yang diserap tersebut pada umumnya tidak sesuai
dengan arti yang sebenarnya. Contohnya, para backpacker Indonesia ini sering
menggunakan istilah „backpacker-an‟ untuk menyebut kegiatan backpacking atau
melakukan kegiatan jelajah alam. Dalam hal itu, terjadi kesalahan konsep dalam
penggunaan istilah tersebut. Akan tetapi, istilah „backpacker-an‟ tersebut terusmenerus digunakan oleh komunitas backpacker di Indonesia ini karena alasan
tertentu. Dalam hal itulah terdapat keunikan pemakaian bahasa pada komunitas ini.
Dari hal-hal itu diketahui bahwa dalam pemakaian bahasa (termasuk register
di dalamnya) tersebut banyak terjadi campur kode yang dilatarbelakangi oleh
berbagai sebab, di antaranya ialah latar belakang daerah penutur, prestise kelompok
yang tidak diimbangi dengan kemampuan berbahasa asing, dan terpengaruh bahasa
ibu sehingga variasi bahasa yang muncul pun beragam akibat adanya campur kode
tersebut. Jika dikaji lebih dalam, pemakaian bahasa komunitas backpacker ini akan
menjadi sangat menarik dan membantu masyarakat, khususnya yang belum
mengetahui istilah-istilah dalam komunitas backpacker menjadi mengerti kegiatan
backpacking.
Variasi bahasa dalam pemakaian bahasa dan register backpacker yang
dipadupadankan dengan bahasa Inggris serta bahasa asing lainnya sebagai bahasa
sumbernya dalam komunitas backpacker menarik perhatian penulis untuk
7
menganalisis istilah-istilah dalam bidang tersebut dengan kajian sosiolinguistik,
khususnya register backpacker. Peneliti menyadari bahwa keberadaan bahasa ini
sangat dinamis dalam perkembangannya. Bahasa dapat muncul dalam berbagai
bentuk dan variasi, begitu pula dengan register. Penelitian mengenai pemakaian
bahasa dan register backpacker ini merupakan upaya penulis untuk mendata dan
memberikan sumbangan pada kajian sosiolinguistik sebagai suatu fenomena
kebahasaan yang berkembang dan bersifat dinamis dalam kehidupan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dirumuskan
permasalahan sebagai berikut.
a.
Apa sajakah istilah-istilah yang memenuhi konsep sebagai register
dalam komunitas backpacker Indonesia dan apa sajakah manfaatnya?
b.
Bagaimana penggunaan istilah asing dan campur kode dalam
komunitas backpacker?
c.
Bagaimanakah fungsi sosial dalam komunitas backpacker?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut.
a.
Mendeskripsikan istilah-istilah dalam komunitas backpacker
Indonesia yang memenuhi konsep sebagai register dan
menganalisis manfaatnya dalam masyarakat.
8
b.
Menganalisis penggunaan istilah asing dan campus kode dalam
komunitas backpacker Indonesia di Indonesia.
c.
Menganalisis fungsi sosial dalam komunitas backpacker Indonesia di
Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini mencakup dua hal, yaitu manfaat teoretis dan manfaat
praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
dan dapat disumbangkan untuk melengkapi kajian sosiolinguistik serta dapat
digunakan sebagai sumber data leksikografi, yaitu leksikon backpacker. Penelitian ini
juga diharapkan mampu memaparkan perkembangan bahasa, khususnya bahasa yang
digunakan sebagai identitas suatu kelompok dan dipergunakan sebagai alat
komunikasi intrakelompok. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat
mengenalkan kepada khalayak umum berbagai istilah yang digunakan dalam
komunitas backpacker.
1.5 Data dan Ruang Lingkup Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tulis dari majalah online
BWISK edisi 1 – 20, National Geographic Traveller Indonesia edisi Januari – Maret
2013, dan laman www.backpackerindonesia.com. Data berupa istilah-istilah khusus
yang digunakan dalam komunitas backpacker. Data diambil dari ketiga sumber
tersebut karena dianggap representatif dan sering digunakan oleh para backpacker
9
sebagai acuan kegiatan komunitas tersebut. Dari populasi, diambil 81 sampel data
berupa istilah. Majalah yang digunakan peneliti sebagai sumber data juga merupakan
rekomendasi dari komunitas Backpacker Jogja.
Pengambilan data dilakukan secara acak untuk menghindari adanya data
ganda. Peneliti membatasi kajiannya pada pemakaian bahasa dalam komunitas
backpacker, yaitu pemenuhan konsep register backpacker dan kedudukannya dalam
masyarakat, istilah-istilah berbahasa asing dalam komunitas backpacker dan alasan
penggunaannya, serta campur kode dalam komunitas backpacker. Penelitian ini pun
dibatasi pada kajian eksternal linguistik untuk memeroleh hasil maksimal pada
analisis eksternal.
1.6 Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai pemakaian bahasa, khususnya register telah banyak
dilakukan, baik untuk menempuh jenjang sarjana maupun untuk menempuh jenjang
magister. Andriyanti (2005) dalam skripsinya yang berjudul “Register Sertifikat”
menguraikan komponen pembentuk sertifikat yang diklasifikasikan dalam jenis
sertifikatnya, misalnya ijazah, seminar, BPKB, sertifikat tanah, dan sertifikat surat
izin mengemudi. Selanjutnya, Andriyanti memaparkan fungsi komponen pembentuk
sertifikat berdasarkan klasifikasi yang telah dilakukan kemudian menguraikannya
dalam struktur wacana. Andriyanti membahas komponen tutur berdasarkan teori
Dell Hymes dan satuan lingual register sertifikat dan istilah-istilah khusus pada
10
register sertifikat yang diklasifikasi berdasarkan leksikon khas dan makna leksikon
khas.
Prastinindya (2007) dalam skripsinya yang berjudul “Register Pertelevisian
sebagai Bentuk Variasi Bahasa” mengklasifikasi leksikon-leksikon pertelevisian
berdasarkan tahapan-tahapannya, yaitu tahapan praproduksi, tahapan produksi, dan
tahapan pascaproduksi. Setelah mengklasifikasi, Prastinindya mendeskripsikan
bentuk satuan gramatikal register pertelevisian yang dipaparkan berdasarkan register
bentuk tunggal dan kompleks, etimologi register pertelevisian, dan register bentuk
abreviasi, serta campur kode dalam register pertelevisian.
Nugroho (2008) dalam skripsinya “Leksikon dalam Register Tato” membahas
klasifikasi leksikon pada register tato. Hal tersebut diuraikan berdasarkan tahap
produksi tato, yakni tahap praproduksi; produksi; dan pascaproduksi, model tato, dan
jenis tato. Selanjutnya, Nugroho menguraikan proses pembentukan istilah leksikon
tato berdasarkan register bentuk tunggal dan bentuk kompleks, etimologi register
tato, dan register bentuk abreviasi, yakni abreviasi bentuk singkatan dan akronim.
Nugroho juga menguraikan campur kode dalam register tersebut. Campur kode
diuraikan berdasarkan bentuknya, yaitu bentuk kata dan bentuk frase dan alasan
pemakaian campur kode.
Suryanti (2009) dalam skripsinya “Leksikon Register Fotografi” menguraikan
proses pembentukan leksikon register fotografi berdasarkan bentuk kata yang berasal
dari proses penerjemahan dan kata hasil proses penyerapan. Suryanti juga
11
memaparkan campur kode dalam register tersebut. Campur kode tersebut diuraikan
berdasarkan bentuk, jenis, dan alasan pemakaiannya.
Penelitian mengenai register juga pernah dilakukan oleh Pitaloka (2011)
dalam skripsi “Register Layanan Café: Studi Kasus di Coklat Café”. Pitaloka
menguraikan pembahasannya mengenai konteks pemakaian register dan bentuk
kebahasaan. Pitaloka membagi konteks pemakaian register menjadi dua bagian, yakni
konteks intern (penjual) dan konteks ekstern (pembeli). Konteks tersebut kemudian
dianalisis bentuk-bentuk kebahasaannya. Selanjutnya, Pitaloka juga menguraikan
campur kode berdasarkan bentuk-bentuk dan faktor-faktor penyebabnya.
Penelitian mengenai register selanjutnya dilakukan oleh Ningrum (2011)
dalam skripsinya berjudul “Register Olahraga Biliar dalam Majalah Berita Biliar”.
Dalam penelitiannya, Ningrum menguraikan bentuk satuan gramatikal dan bentuk
kebahasaan leksikon register olahraga biliar kemudian mengklasifikasi menjadi
leksikon bentuk tunggal, leksikon bentuk kompleks, leksikon bentuk reduplikasi, dan
leksikon bentuk abreviasi. Ningrum mengklasifikasi leksikon-leksikon tersebut
berdasarkan kategorinya, yakni kegiatan, alat, serta perlengkapan yang memuat
istilah-istilah dalam olahraga biliar. Selanjutnya, Ningrum menganalisis campur kode
dalam register olahraga biliar. Campur kode tersebut dianalisis berdasarkan bentuk,
jenis, serta alasan penggunaannya.
Dari keenam penelitian di atas, analisis tidak dilakukan secara mendalam.
Dalam penelitian ini, penelitian mengenai pemakaian bahasa beserta register
diuraikan secara lebih detail dan lebih fokus pada sisi eksternal linguistik, khususnya
12
sosiolinguistik. Selain alasan itu, dari tinjauan pustaka yang dilakukan penulis, belum
ada peneliti yang membahas pemakaian bahasa, khususnya register dalam komunitas
backpacker Indonesia, padahal komunitas backpacker ini sedang hangat dibicarakan
oleh masyarakat Indonesia secara luas, bahkan kegiatan backpacking sedang sangat
digemari oleh masyarakat dari berbagai elemen di Indonesia. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk meneliti hal tersebut. Penulis menggunakan penelitian register
backpacker sebagai tinjauan penelitiannya karena penulis menitik fokuskan penelitian
sosiolinguistik, khususnya pemakaian bahasa ini pada segi pemakaiannya atau
registernya.
1.7 Landasan Teori
Penelitian ini memanfaatkan kajian sosiolinguistik sebagai tuntunan kerja.
Sosiolinguistik (Wardaugh via Wijana dan Rohmadi, 2006:11) adalah cabang ilmu
bahasa yang berusaha menerangkan korelasi antara perwujudan struktur atau elemen
bahasa
dengan
faktor-faktor
sosiokultural
pertuturannya
dan
tentu
saja
mengasumsikan pentingnya pengetahuan dasar-dasar linguistik dengan berbagai
cabangnya,
seperti
fonologi,
morfologi,
sintaksis,
dan
semantik
dalam
mengidentifikasi dan menjelaskan fenomena-fenomena yang menjadi objek
kajiannya, yakni bahasa dengan berbagai variasi sosial atau regionalnya.
Sosiolinguistik sebagai cabang ilmu linguistik memandang atau menempatkan
kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa di dalam masyarakat
karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu,
13
melainkan sebagai masyarakat sosial (Wijana dan Rohmadi, 2006:7). Sosiolinguistik
mengkaji bahasa dengan mempertimbangkan hubungan antara bahasa dengan
masyarakat, khususnya masyarakat penutur bahasa itu. Jadi, sosiolinguistik
mempertimbangkan dua hal, yaitu dengan linguistik untuk segi kebahasaannya dan
dengan
sosiologi
untuk
segi
kemasyarakatannya
(Rahardi,
2001:12–13).
Sosiolinguistik sebagai ilmu mempelajari ciri dan pelbagai bahasa, serta hubungan di
antara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa di dalam suatu masyarakat
bahasa (Kridalaksana dalam Chaer, 1995:3).
1.7.1
Variasi Bahasa
Variasi bahasa sebagai sebuah langue mempunyai sistem dan subsistem yang
dipahami oleh penutur bahasa tersebut. Terjadinya variasi bahasa ini bukan hanya
disebabkan oleh penuturnya yang heterogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi
sosial masyarakat yang sangat beragam.
Fenomena variasi bahasa dapat terjadi
karena berbagai segi. Berikut ini akan dipaparkan bagan mengenai variasi bahasa.
14
Bagan 1
Variasi Bahasa
Disarikan dari Chaer dan Agustina (1995:62)
idiolek: variasi bahasa
bersifat
perseorangan
dialek: variasi bahasa
dari sekelompok
penutur yang
jumlahnya relatif
segi penutur
kronolek: variasi bahasa
oleh kelompok masyarakat
pada masa tertentu
sosiolek: variasi bahasa yang
berkenaan dengan status,
golongan, dan kelas sosial
penuturnya (akrolek, basilek,
vulgar, slang, kolokial, jargon,
argot, dan ken
variasi bahasa
segi pemakaian/
fungsiolek/
register
segi keformalan
ragam bahasa berdasarkan
bidang jurnalistik, bahasa
ilmiah, bahasa militer,
bahasa sastra, bahasa
pada suatu komunitas
tertentu, dll
ragam baku, ragam resmi
atau formal, ragam usaha
atau konsulatif, ragam
santai atau kasual, ragam
akrab atau intim
tingkat keformalan
segi sarana
telepon, telegram, sms,
dll
15
1.7.2
Register
Variasi bahasa berdasarkan segi pemakaian atau fungsioleknya sering juga
disebut sebagai register. Register merupakan pemakaian istilah khusus yang berkaitan
dengan jenis pekerjaan dan kelompok sosial tertentu. Adanya variasi bahasa
menyebabkan munculnya register. Variasi bahasa menyangkut bahasa yang
digunakan untuk keperluan atau bidang tertentu, misalnya bidang sastra, jurnalistik,
militer, pelayaran, perekonomian, perdagangan, dan kegiatan keilmuan (Chaer dalam
Suryati 2009:10). Menurut Wardaugh (dalam Suryati 2009:10) register adalah variasi
bahasa yang terjadi karena adanya perbedaan bidang pemakaian. Objek kajian
register adalah leksikon. Jadi, register merupakan istilah khusus (leksikon) yang
digunakan oleh sekelompok masyarakat yang memiliki kesamaan hobi atau pekerjaan
atau penggunaan bahasa dalam situasi yang dihubungkan dengan kelompok semacam
itu. Halliday (dalam Utomo, 2006:20) menyatakan bahwa register ditentukan oleh
situasi yang mendasarkan pada unsur medan (field), sarana (mode), dan partisipan
pelibat (tenor). Dalam hal ini, Halliday membedakan register dengan dialek, yaitu
bahwa register merupakan variasi bahasa berdasarkan pemakaiannya (the uses),
sedangkan dialek merupakan variasi bahasa berdasarkan pemakainya (the users).
Menurut Holmes (dalam Utomo, 2006:20), register dapat dibentuk dengan
kebutuhan fungsional untuk situasi tertentu atau pekerjaan. Sementara itu,
Poedjosoedarmo (dalam Utomo, 2006:20) menyatakan bahwa register merupakan
variasi bahasa yang digunakan dalam bidang-bidang tertentu, yang memiliki
kekhasan.
16
Biber dan Conrad (2009:6) menyatakan bahwa register secara umum
berkaitan dengan variasi bahasa yang penggunaannya berkaitan dengan kelompok
dan situasi tertentu (termasuk tujuan komunikasi dan fungsi sosial tuturannya).
Deskripsi mengenai register mencakup tiga hal, yakni konteks situasional, fitur
linguistik, dan hubungan fungsional antarkeduanya. Hal yang paling menonjol adalah
konteks fungsional karena register bersinggungan langsung dengan fungsi tuturan
suatu kelompok dalam kehidupan sosial yang berkaitan dengan segi pemakaiannya.
Oleh karena itu, register yang terdapat dalam suatu kelompok pasti memiliki fungsi
sosial pemakaian bahasa yang timbul akibat adanya faktor-faktor sosial bahasa.
1.8 Metode dan Teknik Penelitian
Penelitian mengenai pemakaian bahasa pada komunitas bacpacker Indonesia
dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap penyediaan atau pengumpulan data, tahap
penganalisisan data, dan tahap penyajian data (Sudaryanto, 1993:5). Pada tahap
pengumpulan data atau penyediaan data, data dikumpulkan dengan metode simak
yaitu menyimak istilah-istilah yang digunakan oleh komunitas backpacker di majalah
online BWISK, majalah National Geographic Traveller Indonesia, dan situs
www.backpackerindonesia.com. Data yang diambil berupa data tulis. Teknik dasar
yang digunakan adalah teknik sadap, yaitu menyadap penggunaan bahasa ragam tulis,
kemudian dilanjutkan dengan teknik catat, yaitu mencatat data yang diperoleh dari
majalah atau laman kemudian dicatat ke dalam kartu data.
17
Dari data tersebut dipilih bentuk-bentuk register backpacker yang khas dan
memenuhi konsep sebagai register serta sesuai dengan ruang lingkup penelitian. Data
yang diperoleh merupakan data yang mayoritas diserap dari bahasa asing karena
komunitas backpacker secara historis pertama kali muncul di daratan Eropa sehingga
istilah-istilah yang digunakan pun merupakan istilah-istilah berbahasa Eropa,
khususnya bahasa Inggris. Oleh karena itu, dicari padanan katanya dalam bahasa
Indonesia melalui literatur yang memuat istilah-istilah dalam komunitas backpacker.
Setelah itu dilakukan pengecekan terhadap penerjemahan istilah. Setelah dilakukan
pengecekan, data kemudian diklasifikasikan.
Data yang telah diklasifikasi dan dicatat tersebut diuji dengan metode padan.
Metode padan adalah teknik yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi
bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Dalam penelitian ini,
metode padan dilakukan untuk mengetahui alasan-alasan penggunaan istilah-istilah
pada komunitas backpacker karena alat penentunya berupa nonverbal. Selanjutnya,
data yang terkumpul dan telah diklasifikasi berdasarkan permasalahan yang ingin
diteliti kemudian dianalisis.
Pada tahap ketiga, hasil analisis yang telah diperoleh kemudian disajikan
dengan metode penyajian formal (perumusan dengan kata-kata biasa) dan informal
(perumusan dengan tanda dan lambang-lambang). Hasil analisis disajikan dengan
mendeskripsikan pemakaian bahasa dalam komunitas backpacker, sedangkan
klasifikasi disajikan dengan tabel.
18
1.9 Sistematika Penyajian Hasil Penelitian
Hasil penelitian disajikan dalam lima bab. Bab I berisi pendahuluan yang
berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, landasan teori, metode dan teknik penelitian, serta sistematika penyajian.
Bab II berisi uraian mengenai konsep dan manfaat register komunitas backpacker
dalam masyarakat. Bab III berisi tentang pendeskripsian istilah-istilah asing dalam
komunitas backpacker dan campur kode yang terdapat di dalamnya. Bab IV berisi
tentang fungsi sosial dalam komunitas backpacker Indonesia. Bab V adalah penutup
yang berisi kesimpulan yang diambil berdasarkan uraian yang terdapat pada bab-bab
sebelumnya.
BAB II
Konsep Register
maksud
Istilah masyarakat
umum
Manfaat Register
Backpacker
Istilah komunitas
backpacker
Download