BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pemasaran Pemasaran berhubungan dengan mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan masyarakat. Asosiasi Pemasaran Amerika mendefinisikan pemasaran sebagai berikut : Pemasaran adalah satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya. Menurut definisi manajerial, pemasaran sering digambarkan sebagai “seni menjual produk.” Akan tetapi, Peter Drucker, seorang ahli manajemen terkemuka mengatakan sebagai berikut : Orang dapat mengasumsikan akan selalu ada kebutuhan penjualan. Tetapi tujuan pemasaran adalah mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk atau jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya menjual dirinya sendiri. Idealnya, pemasaran hendaknya menghasilkan seorang pelanggan yang siap untuk membeli. Semua yang dibutuhkan selanjutnya adalah menyediakan produk atau jasa itu. Pertukaran, yang merupakan konsep inti dari pemasaran, mencakup perolehan produk yang diinginkan dari seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai gantinya. Agar terdapat potensi pertukaran, ada 5 syarat yang harus dipenuhi : 1. Minimal ada 2 pihak. 2. Masing-masing pihak memiliki sesuatu yang mungkin bernilai bagi pihak lain. 3. Masing-masing pihak mampu berkomunikasi dan menyerahkan sesuatu. 4. Masing-masing pihak bebas untuk menerima atau menolak tawaran pertukaran. 5. Masing-masing pihak yakin bahwa bertransaksi dengan pihak lain merupakan hal yang tepat dan diinginkan. 11 12 Pada umumnya kegiatan pemasaran berkaitan dengan koordinasi beberapa kegiatan bisnis. Strategi pemasaran ini dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1. Faktor mikro, yaitu perantara pemasaran, pemasok, pesaing dan masyarakat 2. Faktor makro, yaitu demografi/ekonomi, politik/hukum, teknologi/fisik dan sosial/budaya. Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan untuk pemasaran : a) Dari sudut pandang penjual : 1. Tempat yang strategis (place) 2. Produk yang bermutu (product) 3. Harga yang kompetitif (price) 4. Promosi yang gencar (promotion) Untuk pemasaran jasa ditambahkan tiga hal lagi, yaitu : 5. Sumber daya manusia yang berkualitas pada perusahaan (people) 6. Sistem yang digunakan untuk memberikan layanan (process) 7. Dimana layanan disediakan dan hal-hal pendukungnya (physical evidence) b) Dari sudut pandang konsumen : 1. Kebutuhan dan keinginan konsumen (customer needs and wants) 2. Biaya konsumen (cost to the customer) 3. Kenyamanan (convenience) 4. Komunikasi (comunication) 2.1.2. Perilaku Konsumen Menurut Kotler (2009), “perilaku konsumen merupakan studi tentang cara individu, kelompok, dan organisasi menyeleksi, membeli, menggunakan, dan memposisikan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka”. The American Marketing Association menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afektif & kognitif, perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Dari definisi tersebut terdapat 3 ide penting perilaku konsumen, yaitu : 13 1. Perilaku konsumen bersifat dinamis. Itu berarti bahwa perilaku seorang konsumen, grup konsumen, ataupun masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. 2. Perilaku konsumen melibatkan interaksi antara afeksi (perasaan) dan kognisi (pemikiran), perilaku dan kejadian di sekitar. 3. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran, karena itu peran pemasaran adalah untuk menciptakan pertukaran dengan konsumen melalui formulasi dan penerapan strategi pemasaran. Hubungan antara consumer behaviour dengan brand equity yaitu brand equity merupakan bagian dari consumer behaviour, dimana consumer behaviour dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi salah satunya adalah brand equity, brand equity akan mempengaruhi perilaku konsumen dalam menentukan merek barang dan jasa yang akan digunakan oleh konsumen dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Cara kerja dan pengaruh dari brand equity sendiri dipelajari dalam consumer behaviour. 2.1.2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Consumer Behaviour Menurut (Kotler & Armstrong, 2009) mengatakan terdapat 4 faktor yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian konsumen, yaitu: 1. Faktor Budaya a. Budaya: serangkaian nilai, persepsi, keinginan, dan perilaku dasar yang dipelajari oleh anggota masyarakat dari keluarga dan instansi penting lain. b. Sub-budaya: kelompok orang yang memiliki sistem nilai yang sama berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang serupa. c. Kelas Sosial: pembagian kelompok masyarakat yang relatif permanen dan relatif teratur dimana anggota memiliki nilai, minat dan perilaku yang serupa. 2. Faktor Sosial a. Kelompok: terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang tersebut. b. Keluarga 14 c. Peran dan Status. (peran terdiri dari sejumlah aktivitas yang diharapkan untuk dilakukan menurut orang-orang disekitarnya, tiap peran membawa status yang menggambarkan penghargaan umum terhadap peran tersebut oleh masyarakat). 3. Faktor Pribadi a. Umur dan Tata Siklus Hidup, b. Pekerjaan, c. Situasi Ekonomi, d. Gaya Hidup: pola hidup seseorang yang tergambarkan pada aktivitas, interest, dan opinion (AIO) orang tersebut. e. Kepribadian dan Konsep Diri. (kepribadian, psikologis yang membedakan seseorang yang menghasilkan tanggapan secara konsisten dan terus-menerus terhadap lingkungan. Konsep diri adalah kepemilikan seseorang dapat menyumbang dan mencerminkan ke identitas diri mereka). 4. Faktor Psikologis Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologi utama yaitu: a. Motivasi adalah kebutuhan yang mendorong seseorang secara kuat mencari kepuasan atas kebutuhan tersebut. b. Persepsi, proses bagaimana menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan informasi guna membentuk gambaran yang berarti. c. Pembelajaran, meliputi perubahan perilaku seseorang karena pengalaman. d. Keyakinan dan Sikap, (keyakinan pemikiran deskripstif yang dipertahankan seseorang mengenai sesuatu. Sikap merupakan evaluasi, perasaan dan kecenderungan yang konsisten atas suka atau tidak seseorang terhadap suatu obyek atau ide). 2.1.3. Brand Equity Kotler dan Armstrong (2009) menyatakan bahwa merek lebih dari sekedar nama dan simbol. Merek merupakan elemen penting dalam hubungan perusahaan dengan konsumen. Merek mencerminkan persepsi dan perasaan 15 konsumen mengenai suatu produk dan performa produk tersebut – apapun yang merupakan arti produk dan jasa bagi konsumen tersebut. Sehingga, nilai sebenarnya dari suatu merek yang kuat adalah kekuatan merek tersebut untuk mendapatkan preferensi dan loyalitas konsumen. Suatu merek yang kuat memiliki ekuitas merek yang tinggi. Kompetisi menciptakan pilihan yang tak terhingga, sehingga menyebabkan perusahaan harus mencari cara untuk berhubungan secara emosional dengan konsumen, menjadi tidak tergantikan, dan menciptakan hubungan untuk jangka panjang. Konsumen jatuh cinta terhadap suatu brand, mempercayai merek tersebut dan percaya dengan keunggulan superior merek tersebut. Kotler dan Keller (2009) mendefinisikan ekuitas merek (brand equity) sebagai nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berfikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan. American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai suatu nama, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi tersebut, bertujuan untuk mengidentifikasikan produk atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakan mereka dari pesaingnya. Branding adalah mengenai menciptakan perbedaan. Keller (2013) menyatakan bahwa banyak peneliti pemasaran juga setuju dengan dasar prinsip branding dan brand equity sebagai berikut: 1. Perbedaan mulcul yang merupakan hasil dari “menambah nilai” (added value) untuk suatu produk sebagai hasil dari aktivitas pemasaran untuk merek tersebut. 2. Nilai dapat diciptakan untuk suatu merek dalam banyak cara berbeda. 3. Ekuitas merek memberikan suatu sebutan untuk mengintepretasikan strategi pemasaran dan menilai value merek tersebut. 4. Ada banyak cara agar nilai merek dapat dimanisfestasikan atau diekploitasi untuk keuntungan perusahaan (proses yang lebih baik, biaya yang lebih rendah, atau keduanya). Jadi brand equity adalah kekuatan suatu merek yang dapat menambah atau mengurangi nilai dari merek itu sendiri yang dapat diketahui dari respon 16 konsumen terhadap barang atau jasa yang dijual. Bagi pelanggan, brand equity dapat memberikan nilai dalam memperkuat pemahaman mereka akan proses informasi, memupuk rasa percaya diri dalam pembelian, serta meningkatkan pencapaian kepuasan. Nilai brand equity bagi pemasar/perusahaan dapat mempertinggi keberhasilan program pemasaran dalam memikat konsumen baru atau merangkul konsumen lama. Hal ini dimungkinkan karena dengan merek yang telah dikenal maka promosi yang dilakukan akan lebih efektif Contoh brand equity pada PT KDB Daewoo Securities Indonesia adalah keunggulan-keunggulan perusahaan yaitu best system, best fee, dan best service. Dimana dengan adanya keunggulan-keunggulan ini memberikan dampak yang luar biasa terhadap perkembangan jumlah nasabah serta minat masyarakat dalam berinvestasi saham. Penjelasan lebih lengkap dapat dilihat di bab 4 (profil perusahaan). Brand equity dapat dikelompokkan ke dalam 4 dimensi: a. Brand awareness Adalah kemampuan konsumen untuk mengingat suatu brand dan yang menjadikannya berbeda bila dibandingkan dengan brand lainnya. Ada 4 tingkatan brand awareness yaitu: 1. Unaware of brand Merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek. 2. Brand recognition Pada tahapan ini, pelanggan mampu mengenditifikasi merek yang disebutkan. 3. Brand recall Pada tahapan ini, pelanggan mampu mengingat merek tanpa diberikan stimulus. 4. Top of mind Pada tahapan ini, pelanggan mengingat merek sebagai yang pertama kali muncul di pikiran saat berbicara mengenai kategori produk tertentu. b. Perceived Quality (Persepsi Kualitas) 17 Menurut Durianto (2004) “perceived quality adalah persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau jasa layanan dengan maksud yang diharapkan konsumen”. Aaker mendefinisikan perceived quality sebagai persepsi pelanggan terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa sehubungan dengan tujuan yang diinginkannya, dibandingkan dengan alternatif lain” (Handayani, 2010). Perceived quality yang tinggi dapat mempengaruhi keputusan konsumen, dimana dapat meningkatkan ekuitas merek. c. Brand Association (Asosiasi Merek) Aaker dalam bukunya Managing Brand Equity seperti yang diikuti oleh Handayani (2010) mendefinisikan brand association sebagai “Segala sesuatu yang terhubung di memori pelanggan terhadap suatu merek”. Asosiasi merek merupakan kesan yang muncul di benak konsumen yang terkait dengan ingatan mengenai suatu merek (Durianto, 2004). Kesan tersebut akan semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek. Merek yang memiliki kesan kuat di benak konsumen akan mempengaruhi konsumen dalam menentukan pilihan dalam pembelian. d. Brand Loyalty Merupakan ukuran kesetiaan seorang pelanggan pada sebuah merek. Berikut adalah tingkatan brand loyalty : a) Switchers / price sensitive, pada tingkat ini merek dipersepsikan memberi kepuasan yang sama. Merek berperan kecil dalam keputusan pembelian. Pada tingkatan ini, pelanggan lebih sensitif dengan perbedaan harga. b) Satisfied / habitual buyer, pada tingkat ini pelanggan merasa puas terhadap produk .Konsumen akan memperhatikan benefit yang ditawarkan sebuah produk. c) Satisfied buyer with switching cost, pada tahap ini pelanggan merasa puas terhadap produk. Mereka harus mengeluarkan biaya tertentu apabila ingin berpindah merek. 18 d) Committed buyer, pada tingkatan ini pelanggan merasa bangga menggunakan sebuah merek dan merekomendasikannya kepada orang lain. Brand equity akan mempengaruhi consumer trust jika brand equity yang dimiliki oleh perusahaan penyedia barang atau jasa sesuai dengan standar yang telah diterapkan konsumen. Jadi, ketika brand equity suatu perusahaan dikatakan bagus oleh konsumen, maka timbulah rasa percaya dari konsumen kepada perusahaan, sehingga kemungkinan konsumen menggunakan merek perusahaan barang/jasa tersebut lebih besar, demikian juga sebaliknya. Brand equity mempengaruhi purchase intention karena purchase intention adalah hasil dari brand equity yang kuat. Sehingga munculah minat beli konsumen terhadap produk atau jasa yang disediakan oleh perusahaan. 2.1.4 Consumer Trust Kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang lain dimana orang tersebut memiliki keyakinan pada orang yang bersangkutan. Kepercayaan merupakan kondisi mental yang didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya. Ketika seseorang mengambil suatu keputusan, ia akan lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan dari orang- orang yang lebih dapat ia percaya dari pada yang kurang dipercayai. Menurut Rousseau et al (1998) kepercayaan adalah wilayah psikologis yang merupakan perhatian untuk menerima apa adanya berdasarkan harapan terhadap perilaku yang baik dari orang lain. Kepercayaan konsumen didefinisikan sebagai kesediaan satu pihak untuk menerima resiko dari tindakan pihak lain berdasarkan harapan bahwa pihak lain akan melakukan tindakan penting untuk pihak yang mempercayainya, terlepas dari kemampuan untuk mengawasi dan mengendalikan tindakan pihak yang dipercaya. Menurut Ba dan Pavlou (2002) mendefinisikan kepercayaan sebagai penilaian hubungan seseorang dengan orang lain yang akan melakukan transaksi tertentu sesuai dengan harapan dalam sebuah lingkungan yang penuh ketidakpastian. Kepercayaan terjadi ketika seseorang yakin dengan reliabilitas dan integritas dari orang yang dipercaya. 19 Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepercayaan konsumen adalah kesediaan satu pihak menerima resiko dari pihak lain berdasarkan keyakinan dan harapan bahwa pihak lain akan melakukan tindakan sesuai yang diharapkan, meskipun kedua belah pihak belum mengenal satu sama lain. 2.1.4.1 Dimensi dan Indikator Consumer Trust Dimensi dan indikator Consumer Trust (Keh & Xie, 2009). Berikut detail dari variabel Consumer Trust : Tabel 2.1. Dimensi dan Indikator Consumer Trust Variabel Dimensi Indikator Integrity Perusahaan berintegritas tinggi Competence Perusahaan kompeten dibidangnya Dapat Consumer Trust dipercaya / Perusahaan Trustworthy dipercaya Responsive Responsif dapat pada konsumen Merespon masalah Perusahaan merespon akan untuk mengetahui masalah Sumber : Industrial Marketing Management Journal(2009) 2.1.4.2 Komponen – komponen Customer Trust Young (2006) dalam jurnalnya yang berjudul “ trust : looking forward and back” merangkum komponen dan hubungan yang akan membentuk trust dalam hubungan bisnis. Terdapat dua elemen penting didalamnya, yaitu emotional element (element mix) dan calculations elements (assesment mix). Dalam hal ini, komponen emosi dibedakan atas tiga fungsi, antara lain ; 1. Membangun sebuah hubungan (to allow the building) Emosi yang dapat membangun sebuah hubungan yang baik antara konsumen dengan penyedia jasa, adalah suatu perasaan terhadap konsumen yang tertarik mengagumi dan menyukai hasil atau kinerja penyedia jasa. 20 2. Menjaga sebuah hubungan (sustaining) Jenis emosi yang dapat membantu menjaga hubungan positif antara konsumen dan penyedia jasa adalah seperti rasa aman, menghargai dan percaya atas kinerja penyedia jasa. 3. Menikmati sebuah hubungan (enjoying) Sikap konsumen yang memberikan apresiasi atau penilaian yang tinggi terhadap kinerja penyedia jasa serta kepuasan yang didapatkan, merupakan kunci dalam menikmati hubungan yang saling menguntungkan. Ketiga jenis fungsi emosi tersebut dapat kita gabungkan ke dalam satu komponen, yaitu emotional elements yang sesungguhnya dapat kita bagi atas enam perasaan emosi yang utama, di antaranya : 1. Menyukai Sikap konsumen yang di nilai berdasarkan kesan konsumen terhadap penyedia jasa, serta kesukaan konsumen atas produk maupun jasa yang ditawarkan. 2. Mengagumi Merupakan ketertarikan konsumen atas produk atau jasa yang ditawarkan. 3. Menghargai Terdiri atas kepercayaan konsumen pada kemampuan penyedia jasa dalam mewujudkan harapan yang mereka inginkan. 4. Yakin Keyakinan konsumen untuk mempercayai jasa atau produk yang diberikan oleh penyedia jasa atau produk untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka serta kepuasan konsumen atas pelayananyang diberikan oleh pihak penyedia jasa. 5. Menerima Persepsi konsumen terhadap produk dan jasa yang ditawarkan pihak penyedia. 6. Keamanan Perasaan aman dan yaklin kinerja penyedia jasa serta mempercayai dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Sedangkan 21 komponen asssesment mix menurut Young (2006) Dalam Jurnal yang berjudul “Trust : Looking forward and back” dilihat atas perhitungan biaya, manfaat dan resiko sesuai dengan situasi yang berbeda – beda berdasarkan persepsi konsumen. Serta dapat diukur dengan indikator pengorbanan konsumen sesuai dengan hasil yang didapatkan, persepsi konsumen atas kinerja penyedia jasa dan penilaian konsumen terhadap pengalaman yang didapat selama melakukan co-creation bersama dengan pihak penyedia jasa. 2.1.5. Purchase Intention Pengertian minat beli adalah kecenderungan untuk membeli sebuah merek dan secara umum berdasarkan kesesuaian antara motif pembelian dengan atribut atau karakteristik dari merek yang dapat dipertimbangkan (Belch & Belch, 2009). Minat beli ini menciptakan suatu motivasi yang terus terekam dalam benak seseorang dan menjadi suatu keinginan yang sangat kuat dan akhirnya ketika seorang konsumen harus memenuhi kebutuhannya akan mengaktualisasikan apa yang ada didalam benaknya itu. Menurut Oliver (2006) efek hierarki minat beli digunakan untuk menggambarkan urutan proses munculnya keyakinan (beliefs). Sikap (attitudes) dan perilaku pengetahuan kognitif yang dimiliki konsumen dengan mengaitkan atribut, manfaat, dan objek (dengan mengevaluasi informasi), sementara itu sikap mengacu pada perasaan atau respon efektifnya. Sikap berlaku sebagai acuan yang mempengaruhi dari lingkungannya (Loudon dan Bitta, 2004). 2.1.5.1 Indikator Purchase Intention Menurut Ferdinand (2006), minat beli dapat diidentifikasi melalui indikator-indikator sebagai berikut: a. Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli produk. b. Minat referensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan produk kepada orang lain. 22 c. Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang yang memiliki preferensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini hanya dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan produk preferensinya. 2.2 Kerangka Pemikiran Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran X Y Z (Brand Equity) (Consumer Trust) (Purchase Intention) Sumber : Peneliti, 2014 2.3 Hipotesis Hipotesis untuk penelitian ini berdasarkan identifikasi masalah yang ada adalah sebagai berikut : 1. Hipotesis 1 Ada pengaruh yang signifikan antara variabel brand equity terhadap variabel consumer trust dalam hal berinvestasi di PT KDB Daewoo Securities Indonesia cabang Kebon Jeruk. 2. Hipotesis 2 Ada pengaruh yang signifikan antara variabel brand equity terhadap variabel purchase intention pada nasabah PT KDB Daewoo Securities Indonesia cabang Kebon Jeruk. 3. Hipotesis 3 Ada pengaruh yang signifikan antara variabel consumer trust terhadap variabel purchase intention pada nasabah PT KDB Daewoo Securities Indonesia cabang Kebon Jeruk. 4. Hipotesis 4 Ada pengaruh yang signifikan antara variabel brand equity dan variabel consumer trust secara simultan terhadap variabel purchase intention PT KDB Daewoo Securities Indonesia cabang Kebon Jeruk.