BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo : Catarrhini Superfamili : Cercopithecoidea Famili : Cercopithecidae Subfamili : Cercopithecinae Genus : Macaca Spesies : Macaca fascicularis Beberapa populasi monyet ekor panjang yang mendiami wilayah-wilayah di Indonesia telah dinyatakan sebagai subspesies yang berbeda. Sody (1949) melaporkan ada sebelas subspecies Macaca fascicularis antara lain Macaca fascicularis fascicularis (Pulau Sumatera), Macaca fascicularis mordax (Pulau Jawa), Macaca fascicularis submordax (Pulau Bali), Macaca fascicularis sublimiatus (Pulau Lombok, Pulau Sumbawa, Pulau Flores, dan Pulau Sumba), dan Macaca fascicularis limiatus (Pulau Timor). 6 7 2.2. Morfologi Monyet ekor panjang berjalan dengan ke-empat kakinya (quadrupedalisme), memiliki ekor yang lebih panjang dari panjang kepala dan badan, serta memiliki bantalan duduk (ischial callosity) yang melekat pada tulang duduk (ischium) (Napier dan Napier, 1985). Monyet ekor panjang jantan yang telah dewasa akan memiliki kumis dan pada betinanya memiliki jenggot. Monyet ekor panjang yang baru lahir memiliki rambut berwarna hitam dan memiliki rambut tipis pada bagian wajahnya. Monyet ekor panjang atau Macaca fascicularis mendapatkan namanya karena memiliki ekor yang lebih panjang dari pada panjang kepala dan badannya yang berkisar 80% hingga 110% dari total panjang kepala dan badan (Lekagul dan McNeely, 1988). Monyet ekor panjang muda seringkali memiliki jambul yang tinggi. Monyet ekor panjang yang telah dewasa mempunyai cambang (crest di lateral wajah) bertipe tranzigomatikus atau infrazigomatikus yang lebat mengelilingi muka (Fooden, 1995). Ciri anatomi penting dari monyet ekor panjang adalah adanya kantong pipi (cheek pouch) yang berguna untuk menyimpan makanan sementara. Dengan adanya kantong pipi ini maka monyet ekor panjang dapat memasukkan makanan ke dalam mulut secara cepat dan mengunyahnya diwaktu lain (Lekagul dan McNeely, 1977). Monyet ekor panjang memiliki perbedaan dalam hal ukuran menurut jenis kelamin. Jantannya memiliki bobot tubuh 4,7-8,3 kg sedangkan yang betina 2,5-5,7 kg. Panjang kepala dan badan pada monyet ekor panjang jantan 412-648 mm dan 8 betinanya berkisar antara 385-503 mm. dengan panjang ekor jantan 435-655 mm dan betina 400-500 mm (Rowe, 1996). Jumlah gigi permanen genus Macaca 32 buah (2I – 1C – 2PM – 3M/2I – 1C – 2PM – 3M). Gigi seri atas agak lebar terutama pada gigi seri pertama, sedangkan gigi seri kedua lebih kecil dan sering lancip. Gigi seri bawah kedua lebih lebar dari gigi seri bawah pertama. Gigi taring atas berukuran panjang baik pada jantan maupun pada betina, tetapi yang jantan lebih panjang dari yang betina. Gigi taring bawah lebih pendek dari taring atas, namun tetap menonjol melebihi tepi deretan gigi lainnya. Premolar ketiga (P3) atas memiliki satu atau dua kuspis, sedangkan P4 umumnya memiliki tiga kuspis (Swindler, 1998). 2.3. Penyebaran dan Habitat Monyet ekor panjang Indonesia diperkirakan berasal dari daratan Asia Tenggara antara 200 Lintang Utara (LU)-100Lintang Selatan (LS) dan antara 920 Bujur Timur (BT)-1280 Bujur Timur (BT) (Wheatley, 1980). Penyebarannya terjadi lebih dari satu jutaan tahun yang lalu (awal Pleistocene) saat Daratan Asia Tenggara menyatu dengan Lempeng Sunda akibat pembentukan lempengan es (glasiasi) dan penurunan permukaan air laut (Fooden, 1995). Di Indonesia monyet ekor panjang tersebar di Sumatera, Kepulauan Lingga dan Riau, Bangka, Belitung, Kepulauan Tambelan, Kepulauan Natuna, Nias, Kalimantan, Jawa, Bali, Mantasari, Bawean, Maratua, Lombok, Sumba, dan Sumbawa (Wheatley, 1989; Santosa, 1996; Suaryana et al., 2000). Monyet ekor panjang dapat hidup diberbagai habitat dan mudah beradaptasi dengan keadaan lingkungan yang berbeda. Seperti daerah riparian (tepi sungai, tepi danau, atau 9 sepanjang pantai) dan hutan sekunder yang dekat dengan areal perladangan. Selain itu, monyet ekor panjang juga terdapat di rawa mangrove (Santosa, 1996) yang terkadang monyet ini satu-satunya spesies dari anggota primata yang menempati daerah tersebut. Di daerah pantai kadang-kadang monyet ekor panjang terdapat secara bersama dengan spesies lain seperti lutung (Presbytis cristata) (Crockett dan Wilson, 1977). Kemampuan monyet ekor panjang yang dapat hidup selain di habitat aslinya terkait dengan kelenturan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan iklim yang berbeda (Napier dan Napier, 1985). Kondisi habitat berpengaruh terhadap kerapatan populasi monyet ekor panjang. Kepadatan populasi di hutan sekunder umumnya lebih tinggi daripada hutan primer. Ukuran kelompok juga bervariasi menurut kondisi habitatnya (Crockett dan Wilson, 1977). 2.4. Taman Nasional Alas Purwo Taman Nasional Alas Purwo itu sendiri merupakan Taman Nasional yang terletak di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi. Secara geografis Taman Nasional Alas Purwo terletak diujung timur Pulau Jawa yaitu tepatnya di wilayah Pantai Selatan antara 8º26’45”-8º47’00” LS dan 114 º20’16”-114º20’16”-114 º36’00” BT. Taman Nasional Alas Purwo memiliki luas 43.420 Ha dengan wilayah yang terdiri dari beberapa zonasi seperti Zona Inti dengan luas wilayah 17.200 Ha, Zona Rimba dengan luas wilayah 24.767 Ha, Zona Pemanfaatan dengan luas wilayah 250 Ha, dan Zona Penyangga dengan Luas 1.203 Ha (Departemen Kehutanan, 2013). 10 Monyet ekor panjang dapat dijumpai di Trianggulasi dengan populasi total 93 individu dari 5 koloni yang ada pada 4 jalur transek. Jalur populasi tersebut adalah jalur Rowobendo-Trianggulasi, jalur Sadengan-Pura Luhur Giri Salaka, jalur Pancur-Gua Istana, dan jalur Sadengan-Gua Istana. Perbedaan distribusi disebabkan oleh ketersediaan pakan, jarak jalur jelajah dan kondisi lingkungan disekitarnya (Purnomo, 2003). 2.5. Taman Nasional Baluran Taman Nasional Baluran adalah taman nasional yang terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo. Secara Geografis Taman Nasional Baluran berada ada 7 º55’17,76” Lintang Selatan dan 114º23’15’27” Bujur Timur dengan luas kawasan 25.000 Ha yang terbagi menjadi beberapa daerah zonasi yaitu Zona Inti seluas 12.000 Ha, Zona Rimba seluas 5.537 Ha, Zona Pemanfaatan dengan luas 800 Ha, Zona Pemanfaatan khusus dengan luas 5.780 Ha, dan Zona Rehabilitasi dengan luas 783 Ha (Departemen Kehutanan, 2013).