MODUS EKSPANSI ISLAM 113 Modus Ekspansi Islam: Dari Periode Awal sampai Dinasti Umayah Febri Kusuma Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Abstrak: Artikel ini membahas modus ekspansi Islam pada masa Rasulullah dan Dinasti Umayah. Jihad merupakan salah satu perintah Allah untuk menyebarkan kalimat tauhid ke seluruh permukaan bumi. Dalam prosesnya, jihad selalu mengedepankan upaya damai, dan penawaran membayar jizyah bagi yang menolak masuk Islam namun mengakui dan meminta perlindungan kepada pemimpin Muslim. Namun, tidak sedikit yang menolak bahkan memberikan perlawanan secara langsung. Dalam hal inilah jihad secara senjata dilakukan oleh Islam yang bersifat defensif dan tidak berlebihan. Perlawanan ini oleh sebagian kalangan Barat disebut dakwah dengan pedang. Artikel ini membantah klaim anggapan tersebut dengan mengemukakan fakta bahwa kemajuan Eropa di antaranya karena jihad yang dilakukan Islam karena budaya ilmu dan peradaban yang dibawa para mujahid ke Eropa. Kata-kata Kunci: Ekspansi, jihad, dinasti, dakwah. Pendahuluan Dunia pada saat Islam lahir pada abad ke-7 adalah dunia yang keras di mana peperangan merupakan suatu hal yang alami. Arab dan kota Mekkah, dimana Nabi Muhammad SAW tinggal dan menerima wahyu Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 114 FEBRI KUSUMA dari Allah, sering diliputi peperangan antar suku dan siklus dendam kesumat. Wilayah Timur Tengah yang lebih luas lagi, di mana Arab terletak, terbagi dua di antara dua kekuatan besar yang saat itu saling berperang, Kekaisaran Bizantium (Romawi Timur) dan Imperium Persia (Sasanid). Masing-masing saling bersaing satu sama lain untuk mendominasi dunia. Serta, Arab pada abad ke-7 terletak di sepanjang jalur kritis yang menguntungkan bagi lalu lintas perdagangan Timur. Akibatnya ia menjadi pokok persaingan dan campur tangan dari tetangga-tetangga imperialnya yang kuat.1 Penaklukan dan pendudukan bangsa Arab, proses perubahan sosial dan ekonomi selama beberapa abad, dan pembentukan masyarakat kota kosmopolitan dan pembentukan sebuah imperium yang sangat luas tidak hanya menentukan sejumlah peristiwa politik tetapi juga merupakan dasar bagi tumbuhnya sebuah peradaban Islam. Bentuk-bentuk baru dari keagamaan dan kebudayaan Islam sebagai ekspresi komunitas dan imperium tersebut muncul bersamaan dengan penaklukan bangsa Arab. Jelaslah bahwasanya Islam berakar kepada Nabi Muhammad SAW, wahyu al-Qur’an, dan komunitas Muslim pertama di Madinah dan Mekkah, tetapi keagamaan Islam, sebagaimana yang kita kenali sekarang, merupakan penjelasan tambahan terhadap ajaran-ajaran tersebut yang selama beberapa abad belakangan tersebar luas tidak hanya di tanah kelahiran Islam yakni Arab, melainkan tersebar ke barbagai penjuru wilayah yang sangat luas sejak Spanyol sampai ke Asia Tengah yang ditaklukkan oleh pasukan Arab-Muslim.2 Transformasi besar ini berlangsung dalam tiga fase besar: pertama, fase penciptaan sebuah komunitas baru yang bercorak Islam di Arab sebagai hasil dari transformasi wilayah peripheral (pinggiran) dengan sebuah masyarakat kekerabatan yang telah berkembang sebelumnya menjadi sebuah tipe monotheistik Timur Tengah dan secara politik sebagai masyarakat sentralisasi. Fase kedua dimulai dengan penaklukan Timur Tengah oleh masyarakat Arab-Muslim yang baru terbentuk tersebut, dan mendorong kelahiran sebuah imperium dan kebudayaan Islam (selama periode kekhalifahan yang Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 MODUS EKSPANSI ISLAM 115 Masyarakat Perkampungan Petani Yang Pertama Sekitar 7000 SM Kota-kota Sekitar 3000 SM Imperium/Kerajaan Sekitar 2400 SM Zaman Aksial Dan Agama-Agama Monoteistik Sekitar 800 SM Muhammad Saw Sekitar 570 – 632 Masyarakat Islam T imur Tengah 622 sampai sekitar 1200 Penyebaran Islam Ke Seluruh Penjuru Dunia 650 sampai sekarang T imbulnya imperium Eropa yang mendunia 1200 – 1900 Transformasi masyarakat Islam 1800 sampai seka rang Tabel: Islam dalam sejarah dunia pertama sampai dengan 945 M). Akhirnya pada zaman post-imperium atau periode kesultanan (945-1200 M) pola dasar kultural dan institusional dari era khilafah berubah menjadi pola-pola negara dan institusi Islam. Dalam era ini Islam menjadi agama dan basis organisasi komunal dari masyarakat Timur Tengah. Dalam fase pertama kita melihat kelahiran Islam dalam sebuah masyarakat kesukuan. Dalam fase kedua kita memandang Islam sebagaimana ia menjadi agama dari sebuah Negara kerajaan dan kalangan elit perkotaan. Dalam fase ketiga kita melihat bagaimana nilai-nilai dan kelompok elit Islam mengubah mayoritas masyarakat Timur Tengah.3 Mengingat luasnya cakupan tentang usaha (jihad) dalam ekspansi perluasan Islam ini hingga Islam dapat berkembang dan menjadi salah satu imperium yang mendominasi kebijakan dunia, maka makalah ini akan menitikberatkan pada permasalahan modus ekspansi Islam yang dimulai pada periode awal (masa Nabi Muhammad SAW selanjutnya dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin) kemudian pada masa Dinasti Umayah yang berlangsung sekitar abad VII – XIII M, serta pada akhir tulisan ini, akan menjawab berbagai statemen miring Barat yang mengatakan bahwa Islam adalah agama pedang. Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 116 FEBRI KUSUMA Modus Ekspansi Islam pada Periode Awal Pada Masa Nabi Muhammad SAW (610-632) Dasawarsa pertama dakwah Nabi Muhammad SAW menghadapi penolakan dan penyiksaan dan hanya menghasilkan sedikit pengikut. Jumlah kaum muslimin tetap kecil dan senantiasa tertekan di bawah penindasan. Menghadapi ancaman dan penyiksaan yang makin menjadi-jadi, pada tahun 622 M Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya berhijrah (beremigrasi dari lingkungan jahiliyah yang bersikap memusuhi dan tidak islami) dari Mekkah ke Madinah yang berjarak sekitar 250 mil. Berpindah dari keamanan tradisional berdasarkan ikatan kesukuan dan kekerabatan di tengah-tengah bangsa Arab yang suka berperang untuk membentuk persekutuan dengan kabilah-kabilah asing berdasarkan nilai-nilai Islam yang lebih luas dan berserah diri secara kolektif kepada kehendak Allah adalah konsep-konsep revolusioner Nabi Muhammad SAW lainnya –penuh bahaya dan potensi perjuangan. Demikianlah, mengikuti apa yang diikuti banyak orang sebagai “jihad defensif” yang muncul pada ayat-ayat awal alQur’an, yang diturunkan tak lama setelah hijrah dari Mekkah ke Madinah tatkala Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya menyadari bahwa mereka terpaksa harus berperang demi mempertahankan hidup: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan Kami hanyalah Allah” (Q.S. 22:39-40). Sifat jihad yang defensif ini diperkuat dengan ayat “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (Q.S. 2:190).4 Semenjak tahun 622 M hingga wafatnya sepuluh tahun kemudian, Nabi Muhammad SAW telah sangat sukses mengkonsolidasikan Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 MODUS EKSPANSI ISLAM 117 kekuatannya di Madinah dan mempersatukan kabilah-kabilah yang saling bermusuhan di Arab. Pada titik-titik kritis di sepanjang tahuntahun inilah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu-wahyu dari Allah yang memberikan petunjuk untuk berjihad. Al-Qur’an memberikan petunjuk dan aturan yang rinci mengenai etika dalam peperangan: siapa yang dapat diperangi dan siapa yang tidak (Q.S. 48:17, 9:91), kapan pertikaian mesti diakhiri (Q.S. 2:192), bagaimana cara memperlakukan tawanan (Q.S. 47-4), aturan untuk berlaku proporsional dalam peperangan (Q.S. 2:194), dan ayat-ayat lainnya yang menekankan pentingnya untuk melakukan perdamaian (Q.S. 8:61, 4:90). Semenjak zaman permulaan telah ada larangan untuk membunuh mereka yang tidak ikut berperang seperti kaum perempuan, anak-anak, pendeta dan rahib, yang telah mendapatkan jaminan perlindungan kecuali bila mereka ikut ambil bagian di dalam pertempuran. Teladan Nabi Muhammad SAW (dan hukum Islam) juga menjawab masalah-masalah mengenai bagaimana masyarakat Islam mesti berbuat. Di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan kemudian para penerusnya dari generasi awal, masyarakat Islam menyebar dengan cepatnya, menciptakan sebuah imperium yang jauh lebih luas daripada Roma pada masa puncak kejayaannya dan membentang dari Afrika Utara hingga India. Tentara-tentara Islam –baik termotivasi oleh keuntungan-keuntungan ekonomis dari penaklukan terhadap masyarakat-masyarakat yang lebih kaya dan maju maupun semangat agama yaitu janji untuk mendapatkan ganjaran di surga nanti- berhasil menyerbu Imperium Bizantium dan Persia, yang telah letih karena saling berperang satu sama lain. Pertimbangan-pertimbangan agama (berbeda dengan politik praktis dan motif-motif ekonomi) dalam melakukan perluasan dan penaklukan bukanlah dalam rangka memaksakan pindah agama menjadi Islam atas keyakinan-keyakinan lainnya yang telah memiliki nabi-nabi dan kitab-kitab suci sendiri – al-Qur’an menyatakan dengan jelas, “Tak ada paksaan dalam beragama” (Q.S. 2:256)- namun adalah dalam rangka menyebarkan aturan dan tata tertib yang benar sehingga masyarakat-masyarakat jahiliyah dan kafir dapat digantikan dengan Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 118 FEBRI KUSUMA masyarakat-masyarakat yang adil di seluruh dunia. Justifikasi agama dalam melakukan jihad guna mendakwahkan agama berhubungan dengan dakwah universal Islam dalam rangka menyebarkan kalimat Allah dan pemerintahan yang adil berdasarkan kehendak Allah bagi seluruh umat manusia (Q.S. 3:104 dan 110).5 Pada Masa Al-Khulafa Al-Rasyidin (632-661) Daulat al-Khulafa al-Rasyidin (11-41 H/ 632-661 M), yang berkedudukan di Madinah selama tiga puluh tahun sangat menentukan kelanjuan dan perkembangan agama Islam.6 Sebelum Nabi Muhammad wafat pada tanggal 8 Juni 632 M7, seantero Jazirah Arab telah dapat ditaklukkan di bawah kekuasaan Islam. Usaha ekspansi ke luar jazirah Arab kemudian dimulai oleh khalifah pengganti Nabi Muhammad SAW, yaitu Abu Bakar Shiddiq.8 Setelah melewati masa-masa sulit di awal pemerintahannya karena harus menumpas pemberontakan kaum murtad dan pembangkang zakat, Abu Bakar kemudian mulai mengirimkan kekuatan militer ke berbagai negeri di luar jazirah Arab. Khalid bin Walid yang dikenal dengan gelar Pedang Allah, dikirim ke Irak sehingga dapat menduduki Al-Hirah pada tahun 12 H yang waktu itu di bawah kekuasaan Imperium Persia.9 Sedangkan ke Palestina, Abu Bakar mengirimkan balatentara di bawah pimpinan Amr bin al-Ash. Sementara ke Syam,10 sang khalifah mengirimkan balatentara di bawah pimpinan tiga orang, yaitu Yazid bin Abi Sufyan, Abu Ubaidah bin al-Jarrah, dan Syurahbil bin Hasanah. Karena mendapat perlawanan sengit pasukan Romawi yang menguasai wilayah itu, pasukan Islam pun kewalahan. Akhirnya untuk menambah kekuatan militer yang dipimpin ketiga jenderal itu, Khalid bin Walid yang telah berhasil menaklukkan Irak diperintahkan Abu Bakar untuk meninggalkan negara itu dan berangkat ke Syam.11 Setelah Khalid bin Walid berhasil menaklukkan Syam, ia kemudian bersama Yazid bin Abi Sufyan dan Syurahbil bin Hasanah berangkat menuju Palestina untuk membantu Amr bin al-Ash dalam Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 MODUS EKSPANSI ISLAM 119 menghadapi pasukan Romawi. Kedua pasukan pun akhirnya terlibat peperangan yang sengit di daerah Ajnadin. Karena itulah, peperangan ini dalam sejarah Islam dikenal dengan nama Perang Ajnadin. Meski kemenangan di pihak Islam, tapi banyak juga pasukan Islam yang gugur.12 Setelah Abu Bakar wafat pada tahun 13 H karena sakit,13 ekspansi tetap dilanjutkan oleh khalifah berikutnya, Umar bin Khattab. Pada era Umarlah gelombang ekspansi pertama pun dimulai. Wilayah demi wilayah di luar jazirah dapat ditaklukkan. Pada tahun 14 H, Abu Ubaidah bin al-Jarrah bersama Khalid bin Walid dengan pasukan mereka berhasil menaklukkan kota Damaskus dari tangan kekuasaan Bizantium.14 Selanjutnya, dengan menggunakan Suriah sebagai basis pangkalan militer, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan Amr bin al-Ash. 15 Sedangkan ke wilayah Irak, Umar bin Khattab mengutus Sa’ad bin Abi Waqqash untuk menjadi gubernur di sana.16 Pada tahun 640 M, Babilonia juga dikepung oleh balatentara Islam. Sedangkan pasukan Bizantium yang menduduki Heliopolis mampu dikalahkan sehingga Alexandria dikuasai oleh pasukan Islam pada tahun 641 M. Mesir pun jatuh ke tangan imperium Islam. Amr bin al-Ash yang menjadi komandan perang Islam lantas menjadikan tempat perkemahannya yang terletak di luar tembok Babilon sebagai ibukota dengan nama Al-Fustat.17 Di masa gelombang ekspansi pertama ini, al-Qadisiyah, sebuah kota yang terletak dekat Al-Hirah di Irak, dapat dikuasai oleh imperium Islam pada tahun 15 H18. Dari kota itulah, ekspansi Islam berlanjut ke al-Madain (Ctesiphon), ibukota Persia hingga dapat dikuasai. Karena al-Madain telah jatuh direbut pasukan Islam, Raja Sasan Yazdagrid III akhirnya menyelamatkan diri ke sebelah Utara.19 Selanjutnya pada tahun 20 H, kota Mosul yang notabene masih dalam wilayah Irak juga dapat diduduki.20 Gelombang ekspansi pertama di era Umar bin Khattab menjadikan Islam sebagai sebuah imperium yang tidak hanya menguasai jazirah Arab, tapi juga Palestina, Suriah, Irak, Persia, dan Mesir. Saat pemerintahan Umar bin Khattab berakhir karena ia wafat Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 120 FEBRI KUSUMA terbunuh pada tahun 23 H,21 Usman bin Affan sebagai khalifah ketiga tetap meneruskan kebijakan penaklukan ke berbagai wilayah di luar jazirah Arab. Meski pada zaman Umar bin Khattab telah dikirim balatentara ke Azerbaijan dan Armenia, pada era Usman bin Affanlah, yaitu pada tahun 23 H, kedua wilayah baru berhasil dikuasai saat ekspansi dipimpin oleh al-Walid bin Uqbah.22 Ketika Usman bin Affan menghadapi turbulensi politik di dalam negeri hingga akhirnya ia terbunuh pada tahun 35 H,23 Ali bin Abi Thalib pun naik ke tampuk kekuasaan sebagai khalifah keempat. Namun, suhu politik di pusat kekuasaan Islam semakin tinggi sehingga terjadi beberapa pemberontakan seperti yang dipimpin oleh Aisyah dalam Perang Jamal24 pada tahun 36 H. Khalifah Ali bin Thalib mau tak mau harus menumpas pemberontakan tersebut. Pada gilirannya, hal itu menguras kekuatan militer Islam sehingga akhirnya gelombang pertama ekspansi Islam ke luar jazirah Arab pun berhenti. Modus Ekspansi Islam pada Dinasti Umayah (661-750) Kelahiran Dinasti Umayah Dinasti Umayah mengambil nama keturunan dari Umayah ibn Abdi Syams ibn Abdi Manaf. Dari nama Umayah tersebut, maka dinasti itu disebut Dinasti Umayah yang selama pemerintahannya telah terjadi pergantian sebanyak 14 orang khalifah. Mereka adalah Muawiyah (661-680), Yazid I (680-683), Muawiyah II (683), Marwan (683-685), Abdul Malik (685-705), al-Walid I (705-715), Sulaiman (715-717), Umar II (717-720), Yazid II (720-724), Hisyam (724-743), al-Walid II (743-744), Yazid III (744), Ibrahim (744) tidak dibai’at oleh rakyat, dan Marwan II (744-750).25 Muawiyah dinobatkan sebagai khalifah di Iliya’ (Yerussalem) pada 40 H/660 M. Dengan penobatannya itu, ibu kota provinsi Suriah, Damaskus, berubah menjadi ibukota kerajaan Islam. Meskipun telah resmi dinobatkan sebagai khalifah, Muawiyah memiliki kekuasaan yang terbatas karena beberapa wilayah Islam tidak mengakui kekhalifahannya. Selama proses arbitrase berlangsung Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 MODUS EKSPANSI ISLAM 121 ‘Amr bin al-‘Ash, tangan kanan Muawiyah, telah merebut Mesir dari tangan pendukung ‘Ali. Meskipun demikian, para penduduk di wilayah Irak mengangkat al-Hasan, putra tertua ‘Ali, sebagai penerus ‘Ali yang sah, sedangkan penduduk di Mekkah dan Madinah tidak memiliki loyalitas yang kokoh kepada penguasa dari keturunan Sufyan, karena mereka baru mengakui kenabian Muhammad pada saat penaklukan Mekkah. Selain itu, pengakuan keislaman mereka lebih merupakan upaya menyelamatkan kehormatan, didasari oleh keyakinan yang jujur.26 Seiring berjalannya waktu, Muawiyah berhasil meredam perlawanan dari kaum yang awalnya menolaknya, kemudian pemerintahan Muawiyah tidak hanya ditandai dengan terciptanya konsolidasi internal, tetapi juga perluasan wilayah Islam. Pada masa pemerintahannya, peta kekuasaan Islam ‘ekspansi perluasan Islam’ melebar kearah Timur sampai Kabul, Kandahar, Ghazni, Balakh, bahkan sampai kota Bukhara. Selain itu Kota Samarkand dan Tirmiz menjadi wilayah kekuasaannya. Di Selatan tentaranya sampai ke tepi sungai Sind (Shindu/Indus). Sementara itu di front Barat panglima Uqbah ibn Nafi’ menaklukkan Carthage (Kartagona), ibu kota Bizantium di Ifriqiyah.27 Jadi, Muawiyah bukan saja menjadi bapak sebuah dinasti, tetapi pendiri kekhalifahan kedua setelah ‘Umar.28 Di ‘Akka (Acre), setelah penaklukan Suriah, ia berhasil menguasai galangan kapal (bahasa Arab tunggal dar al-shinaah) Bizantium dengan segala perlengkapannya, sehingga ia bisa memanfaatkannya untuk membangun angkatan laut Islam. Dalam sejarah maritim Islam, galangan kapal itu mungkin merupakan yang kedua setelah galangan kapal di Mesir. Modus ekspansi dinasti ini adalah meninggikan dan menyebarkan Kalimat Allah, sebagai orientasi ukhrawi dan ad-dunnia serta mendapatkan ghanimah sebagai hasil di dunia. Administrasi Pemerintahan dan Militer Dinasti ini dibagi ke dalam beberapa provinsi, sesuai dengan pembagian pada masa imperium Bizantium dan Persia. Provinsi- Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 122 FEBRI KUSUMA provinsi itu adalah: (1) Suriah-Palestina; (2) Kufah, termasuk Irak; (3) Bashrah, yang meliputi Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, mungkin ditambah Nejed dan Yamamah; (4) Armenia; (5) Hijaz; (6) Karman dan wilayah perbatasan India; (7) Mesir; (8) Afrika kecil; (9) Yaman dan kawasan Arab Selatan. 29 Secara bertahap beberapa provinsi digabung, sehingga tersisa lima provinsi yang masing-masing diperintah oleh seorang wakil khalifah. Muawiyah menggabungkan Bashrah dan Kufah di bawah satu pemerintahan, yaitu Irak, yang meliputi Persia dan Arab bagian timur, dengan Kufah sebagai ibukotanya. Pemerintahan di Irak memiliki wakul gubernur di Khurasan dan Transoxiana Sind, dan Punjab. Hijaz, Yaman, dan Arab Tengah, juga digabung ke dalam satu pemerintahan. Kawasan Jazirah (bagian utara Arab, antara Tigris dan Efrat) digabung dengan Armenia, Azerbaijan, dan Asia Kecil bagian timur digabung menjadi satu provinsi. Mesir atas dan bawah menjadi wilayah keempat. Afrika kecil, yang meliputi Afrika Utara di sebelah barat Mesir, Spanyol, Sisilia, dan pulau-pulau lain di perbatasan menjadi Negara bagian kelima dengan Kairawan sebagai pusat pemerintahannya. Pemerintah memiliki tiga tugas utama yang meliputi pengaturan administrasi publik, pengumpulan pajak, dan pengaturan urusan – urusan keagamaan. Ketiga tugas itu secara teoritis dikembangkan oleh tiga orang pejabat berbeda. Wakil khalifah (amir, shahib) mengangkat langsung ‘amil (agen, petugas administrasi) untuk sebuah distrik tertentu,dan menyampaikan mereka kepada khalifah. Sumber utama pemasukan Negara sama saja dengan sumber pemasukan pada masa Khulafa al-Rasyidun, yaitu pajak. Di setiap provinsi, semua biaya untuk administrasi lokal, belanja tahunan Negara, gaji pasukan, dan berbagai bentuk layanan masyarakat dipenuhi dari pemasukan lokal, dan sisanya dimasukkan ke dalam kas Negara. Kebijakan Muawiyah untuk menarik zakat, nilainya sama dengan pajak penghasilan di sebuah Negara modern dewasa ini. Dalam bidang organisasi militer, tentara Umayyah secara umum dirancang mengikuti struktur organisasi tentara Bizantium, kesatuannya dibagi ke dalam lima kelompok: tengah, dua sayap, Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 MODUS EKSPANSI ISLAM 123 depan, dan belakang, sedangkan formasi pasukan mengikuti pola lama. Formasi semacam itu terus dipakai hingga masa khalifah terakhir, Marwan II (744-750), yang meninggalkan pola lama dan memperkenalkan satu unit baru yang disebut kurdus (legion). Penampilan dan perlengkapan pasukan Arab sulit dibedakan dengan pasukan Yunani. Pada dasarnya senjata yang digunakan sama. Pasukan berkuda menggunakan pelana kuda yang datar dan bundar, mirip dengan yang kini digunakan di Timur Dekat. Perlengkapan artileri berat terdiri atas pelempar (‘arradah), pelontar (manjaniq), dan pendobrak (dabbabah, kabsy). Peralatan berat dan artileri pengepungan semacam itu, juga seluruh muatan lainnya dibawa oleh beberapa ekor unta yang berbaris di belakang pasukan. Angkatan laut Arab juga meniru angkatan laut Bizantium. Unit tempur ditempatkan di atas kapal berbadan besar dengan jumlah tempat duduk paling sedikit untuk 25 orang di dua dek bagian bawah. Masing-masing tempat duduk diisi dua orang, dan seluruh pendayung, lebih dari 100 orang, dipersentai, sedangkan tentara yang terlatih dalam pertempuran ditempatkan di dek paling atas.30 Keruntuhan Dinasti Umayah Berikut ini ada beberapa alasan mendasar mengenai kehancuran Dinasti Umayah. Kekuasaan wilayah yang sangat luas dalam waktu yang singkat tidak berbanding lurus dengan komunikasi yang baik. Selanjutnya adalah mengenai lemahnya para khalifah, di antara empat belas khalifah dari dinasti ini hanya beberapa khalifah yang cakap, kuat, dan pandai mengendalikan negera, selain Muawiyah, Abd alMalik, al-Walid I, Sulaiman, Umar II, dan Hisyam kesemuanya adalah lemah dan memiliki banyak kekurangan dan kelemahan dalam hal mengurusi dan memimpin Negara yang begitu luas. Menjadikan agama Islam sebagai alat dan symbol politik penguasa Umayah, tidak untuk perdamaian. Hal ini menyebabkan konflik antar golongan. Para wazir dan panglima sudah mulai korup dan mengendalikan Negara. Khalifah-khalifah lemah menjadi permainan mereka. Selain sebab- Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 124 FEBRI KUSUMA sebab tersebut, dari kalangan Bani Abbas dengan diplomasi mengampanyekan bahwa mereka adalah dari Bani Hasyim, maka Dinasti Umayah yang lalim harus ditumbangkan, serta mereka bekerjasama dengan Syi’ah dan Khawarij yang sejak kelahiran Umayah tidak pernah mengakui sebagai khalifah atau kekuatan politik yang sah dan Islami, puncaknya peperangan melawan Khalifah Marwan II, yang berakhir dengan kekalahan Marwan II dan lari ke Syam terus ke Palestina, akhirnya ia ditangkap di Mesir dan dibunuh (750).31 Jawaban terhadap Statemen Barat tentang “Islam Disebarkan dengan Pedang” Islam menekankan tindakan (amal), dalam melaksanakan kehendak Tuhan. Kaum muslim diseru untuk beramal atau melakukan tindakan, untuk berjihad dalam rangka mengimplementasikan keimanan mereka, menjalani kehidupan yang baik, melindungi agama, dan memberikan kontribusi bagi pengembangan masyarakat islami yang adil di seluruh dunia ini. Kehidupan dan pengalaman dari masyarakat terdahulu adalah model bagi penyebaran dan pertahanan Islam melalui jalan hijrah dan jihad. Ketika Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat beliau mengalami siksaan yang terus menerus di Mekkah, maka mereka pun berhijrah ke Yatsrib, yang kemudian berganti nama menjadi Madinah, “kota” Nabi. Setelah melakukan konsolidasi, memantapkan, dan memperkuat komunitasnya di Madinah, Muhammad SAW. pun mulai melancarkan jihad guna menyebarkan dan mempertahankan hukum dan Kalimah Allah.32 Tanggapan Barat tentang Islam Agama Pedang Jihad adalah sebuah istilah yang debatable (diperdebatkan) dan interpretable (multitafsir). Jihad memiliki makna yang beragam, baik eksoteris maupun esoteris. Jihad secara eksoteris, biasanya dimaknai sebagai “perang suci” (the holy war). Secara esoteris, jihad (atau lebih tepatnya: mujahadah) bermakna: suatu upaya yang sungguh-sungguh Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 MODUS EKSPANSI ISLAM 125 untuk mendekatkan diri (ber-taqarrub) kepada Allah. Ijtihad dalam konteks fikih –adalah kemampuan menalar dan upaya yang maksimal untuk mengistinbathkan hokum-hukum syari’ah- juga akar kata j-hd. Jihad dalam arti “perang suci” oleh sebagian pakar dipandang sebagai suatu pemaknaan yang terpengaruh oleh konsep Kristen (perang Salib).33 Tuduhan bahwa Islam disebarkan melalui pedang memang sudah lama dihembuskan oleh terutama para orientalis sejak dulu hingga sekarang. Tuduhan itu didasarkan Islam di antaranya pada fakta sejarah banyaknya terjadi ekspansi militer yang dilakukan kekuatan Islam ke seluruh pelosok dunia sejak zaman Nabi Muhammad hingga era Kesultanan Usmani. Di samping itu, ajaran Islam sendiri banyak yang mengemukakan konsep jihad yang sering diartikan semata-mata sebagai peperangan. Dalam al-Qur’an sendiri terdapat beberapa ayat “perang” yang sangat mungkin menimbulkan misinterpretasi jika dimaknai secara parsial dan terpisah dari konteksnya. Dalam lintasan sejarah Islam, memang pernah tercatat peristiwa Ain Tamr. Peristiwa inilah yang dijadikan salah satu alasan untuk menuding bahwa Islam memang sangat kejam dan menyebarkan Islam melalui kekerasan. Ath-Thabari menceritakan peristiwa tersebut dalam karyanya Tarikh al-Umam wa al-Mulk. Saat itu, Khalid bin Walid mengepung sebuah benteng yang dihuni oleh orang-orang Kristen Arab. Mereka yang sudah terkepung akhirnya mengajak berdamai Khalid. Namun Khalid menolak ajakan damai itu kecuali jika mereka mau mematuhi tawarannya: masuk Islam atau membayar jizyah. Jika mereka menerima tawaran itu, Khalid akan memperlakukan mereka dengan baik. Namun tawaran Khalid itu ditolak mereka. Akhirnya benteng itu pun diserbu oleh pasukan Khalid bin Walid. Semua orang yang di dalam benteng ditebas lehernya kecuali 40 orang anak muda yang sedang belajar Injil. Saat itu kelompok anak muda itu selamat karena berada di sebuah ruang yang tertutup saat terjadi penyerbuan.34 Perilaku Khalid bin Walid sendiri dalam peperangan memang cenderung sadis. Hal ini memang dipahami karena dia memang Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 126 FEBRI KUSUMA seorang bekas jenderal perang di zaman Jahiliyah. Ia baru masuk Islam pada tahun 8 H sehingga pemahamannya terhadap ajaran Islam pun masih minim.35 Namun sebagaimana juga dicatat dalam sejarah, sepak terjang Khalid bin Walid di berbagai penaklukan Islam terhenti saat ia dicopot dari jabatannya sebagai panglima perang oleh Khalifah Umar bin Khattab.36 Tampaknya, Umar mulai khawatir terhadap tingkah polah Khalid di medan perang yang bisa merusak citra Islam. Meskipun harus diakui pula, Khalid sangat berjasa atas kemenangan Islam di berbagai peperangan, terutama pada saat peperangan melawan kaum murtad. Terlepas dari kasus Khalid bin Walid tersebut, pada dasarnya para penguasa Islam yang menduduki sebuah negeri tidaklah memaksa rakyatnya untuk memeluk agama Islam. Dalam proses penaklukan sebuah negeri oleh penguasa Islam, opsi yang ditawarkan kepada rakyat yang ditaklukkan adalah apakah mereka bersedia masuk Islam dengan sukarela sehingga mereka berhak mendapat perlindungan atau mereka tidak mau masuk Islam tapi mereka harus membayar pajak (jizyah) sebagai tebusan atas perlindungan yang diberikan oleh penguasa Islam. Jika kedua opsi itu tidak diindahkan dan rakyat di sebuah negeri tersebut justeru berani melawan dan memerangi penguasa Islam, maka barulah jalan militer menjadi pilihan terakhir. Etika penyebaran Islam seperti inilah yang diajarkan dan diterapkan oleh Nabi Muhammad dan para pengikutnya di belakang hari. Jika tuduhan Islam disebarkan melalui pedang itu benar adanya, tentu di berbagai wilayah yang pernah ditaklukkan kekuasaan Islam akan banyak terjadi tragedi pemaksaan agama oleh pemerintah Islam saat itu. Dengan kekuasaan dan kekuataan yang ada, tentu para penguasa Islam saat itu mudah sekali memaksa rakyatnya untuk memeluk agama Islam. Namun sebaliknya, sejarah tidak pernah mencatat –sepanjang pengetahuan penulis—adanya tragedi pemaksaan agama yang dilakukan oleh para penguasa Islam. Bahkan di daerah-daerah yang pernah dikendalikan kekuasaan Islam seperti di India dan Spanyol (Andalusia), para penguasa Islam saat itu betulMedia Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 MODUS EKSPANSI ISLAM 127 betul membebaskan rakyatnya untuk memeluk agama masing-masing. Hal itulah salah satu faktor yang bisa menjelaskan mengapa sekarang di kedua wilayah itu, India37 dan Spanyol,38 Islam bukan menjadi agama mayoritas, tapi justeru menjadi agama minoritas yang banyak memperoleh penindasan saat berada di bawah kekuasaan non Islam. Sejarah mencatat, tragedi pengadilan gereja (inkuisisi) justru dilakukan oleh penguasa Kristen Spanyol. Tragedi ini terjadi saat kekuasaan Islam berhasil ditumbangkan oleh kekuasaan Kristen dan Spanyol dikuasai oleh Ratu Isabella. Saat itu ribuan orang Islam dan orang Yahudi disiksa, diusir, bahkan dibunuh karena tidak mau memeluk agama Kristen. Akhirnya, sebagian orang Muslim dan Yahudi memilih memeluk agama mereka secara sembunyi atau meninggalkan Spanyol.39 Dalam artikelnya di Republika, Rosihon Anwar membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa sesungguhnya Islam disebarkan dengan dakwah, bukan dengan pedang. 40 Hal itu didasarkan pada beberapa argumentasi historis berikut ini. Pertama, ketika berada di Makkah untuk memulai dakwahnya, Nabi tidak disertai senjata dan harta. Kendati demikian, justeru banyak pemuka Makkah seperti Abu Bakar, Utsman, Sa’ad ibn Waqqas, Zubair, Talhah, Umar bin Khattab, dan Hamzah yang masuk Islam. Kedua, ketika Nabi dan para pengikutnya mendapat tekanan yang sangat berat dari kafir Quraisy, penduduk Madinah banyak yang masuk Islam dan mengundang Nabi serta pengikutnya hijrah ke Madinah. Mungkinkah Islam tersebar di Madinah dengan senjata? Ketiga, pasukan Salib datang ke Timur ketika Khalifah Bani Abbas berada dalam masa kemunduran. Tak diduga, banyak anggota pasukan Salib tertarik kepada Islam dan kemudian menggabungkan diri dengan pasukan Salib lainnya. Keempat, pada abad VII H (XIII M) pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu memporak-porandakan Baghdad, ibu kota Khilafah Abbasiyah, beserta peradaban yang dimiliki Islam. Mereka menghancurkan masjid-masjid, membakar kitab-kitab, membunuh para ulama, dan serentetan perbuatan sadis lainnya. Tahun 1258 Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 128 FEBRI KUSUMA merupakan lonceng kematian bagi khilafah Abbasiyah. Akan tetapi, sungguh mencengangkan bahwa di antara orang-orang Mongol sendiri yang menghancurkan pemerintahan Islam ternyata banyak yang memeluk Islam. Kelima, sejarah menjelaskan bahwa masa terpenting Islam adalah masa damai ketika diadakan perjanjian Hudaibiyah antara orang-orang Quraisy dan Muslimin yang berlangsung selama dua tahun. Para sejarawan pun mengatakan bahwa orang yang masuk Islam pada masa itu lebih banyak dibanding masa sesudahnya. Ini menunjukkan bahwa penyebaran Islam banyak terjadi pada masa damai bukan masa peperangan. Keenam, tidak ada kaitan antara penyebaran Islam dan peperangan yang terjadi antara Muslimin dan Persia serta Romawi. Ketika peperangan antara mereka berkecamuk dan orang-orang Islam memperoleh kemenangan kemudian peperangan berhenti, pada saat itu para dai menjelaskan bangunan, dasar, dan filsafah Islam. Dakwah Islam itu yang kemudian menyebabkan orang-orang non-Islam – terutama mereka yang tertindas oleh penguasa– masuk Islam. Ketujuh, Islam tersebar luas di Indonesia, Malaysia, dan Afrika lewat orang-orang dari Hadramaut yang tidak didukung oleh harta dan penguasa, dan atau Islam diajarkan oleh orang-orang Indonesia yang berwatakkan Islam dalam kefakiran. Kedelapan, peneliti dunia Islam Jerman, Ilse Lictenstadter, dalam Islam and the Modern Age, mengatakan bahwa pilihan yang diberikan kepada Persia dan Romawi bukanlah antara Islam dan pedang, tetapi antara Islam dan jizyah (pembayaran pajak). Kenyataan bahwa sejarah Islam diwarnai dengan peperangan merupakan fakta yang tidak dapat dibantah. Bila Islam disebarkan dengan dakwah, lalu kenapa terjadi peperangan? Di antara motivasi peperangan dalam sejarah Islam adalah: Pertama, mempertahankan jiwa raga. Seperti disebutkan dalam sejarah, sebelum hijrah orangorang Islam belum diizinkan untuk berperang. Padahal umat Islam memperoleh berbagai siksaan dan tekanan dari kafir Quraisy. Ammar, Bilal, Yasir, dan Abu Bakar adalah di antara mereka yang mendapat Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 MODUS EKSPANSI ISLAM 129 perlakuan keras itu. Ketika perlakuan kafir Quraisy semakin keras dan umat Islam meminta izin kepada Nabi untuk berperang, Nabi belum juga mengizinkan karena belum ada perintah dari Allah SWT. Namun, ketika Nabi beserta pengikutnya hijrah ke Madinah dan kafir Quraisy bertekad untuk membebaskan kota itu dari Islam, maka Allah SWT akhirnya –karena demi membela diri orang-orang Islam sendiri– mengizinkan mereka berperang (QS al Hajj:37). Namun izin itu dikeluarkan dengan beberapa persyaratan seperti demi jalan Allah SWT, bukan demi harta atau prestise, mempertahankan diri, dan tidak berlebihan (QS al-Baqarah:190). Data historis yang dapat dikemukakan berkaitan dengan hal di atas adalah penyebaran Islam ke Habsyi, sebuah kota yang tidak begitu jauh dari jazirah Arab dan kota yang pernah menjadi tujuan hijrah Nabi. Orang-orang Islam tidak pernah memerangi kota itu karena tidak mengancam keselamatan mereka. Bila penyebaran Islam dengan kekuatan, tentunya orang-orang Islam sudah menghancurkan kota itu. Seperti diketahui, umat Islam saat itu sudah memiliki angkatan perang yang cukup kuat. Kedua, melindungi dakwah dan orang-orang lemah yang hendak memeluk Islam. Seperti diketahui bahwa dakwah Nabi memperoleh tantangan keras dari kafir Quraisy Makkah. Mereka menempuh jalan apa saja untuk menghalanginya (QS al-Fath:25). Banyak penduduk Makkah dan Arab lainnya bermaksud memeluk Islam, tetapi mereka takut terhadap ancaman itu. Allah lalu mengizinkan Rasul-Nya beserta pengikutnya untuk melindungi dakwah dengan cara berperang. Ketiga, mempertahankan umat Islam dari serangan pasukan Persia dan Romawi. Keberhasilan dakwah Nabi dalam menyatukan kabilah-kabilah Arab di bawah bendera Islam ternyata dianggap ancaman oleh penguasa Persia dan Romawi –dua adikuasa saat itu. Itu sebabnya, mereka mengumumkan perang dengan umat Islam. Tahun 629 M Nabi mengutus satu kelompok berjumlah 15 orang ke perbatasan Timur Ardan untuk berdakwah, tetapi semuanya dibunuh atas perintah penguasa Romawi. Pada tahun 627 M Farwah Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 130 FEBRI KUSUMA bin Umar Al Judzami, gubernur Romawi di Amman, memeluk Islam. Untuk itu, ia mengutus Mas’ud bin Sa’ad Al Judzami menghadap Nabi untuk menyampaikan hadiah. Ketika berita itu sampai ke telinga 49 orang-orang Romawi, mereka memaksa Farwah untuk keluar dari Islam, tetapi paksaan itu ditolaknya. Akibatnya, ia dipenjara dan akhirnya disalib. Atas alasan itu dan demi melindungi umat Islam dari serangan-serangan Romawi dan Persia berikutnya, Nabi kemudian mengumumkan perang. Sumbangsih Peradaban Islam bagi Kebangkitan Eropa (pada abad XIII M) Peradaban Islam telah memberikan sumbangsih yang jelas bagi kebangkitan Eropa. Menyelamatkan mereka dari kegelapan, kebodohan, dan perbudakan di Abad Pertengahan. Melalui Andalusia dan Cordova, yang menjadi jalur penghubung antara Eropa dan Timur ketika itu, peradaban Islam membawa Eropa kepada cahaya dan ilmu pengetahuan pada era Renaisans. Peradaban Islam menunjukkan langkah maju para filosof, ulama, fuqaha, dan para pemikir muslim, terutama pada empat abad pertama Hijriah. Mereka menghadirkan kemajuan dalam kebangkitan ilmu pengetahuan dan peradaban yang besar. Islam memberikan sumbangsih kepada dunia secara umum dan terutama kepada BaratEropa. Pencapaian peradaban ini tak lain dimungkinkan karena sifat keterbukaan ulama muslim terhadap kebudayaan-kebudayaan lain. Mereka bisa bersenyawa dan berinteraksi bersama kebudayaan lain. Terutama peradaban-peradaban Yunani, Romawi, Persia, India, dan Mesir Kuno. Interaksi ini kemudian memberikan peran besar dalam memperkaya ilmu pengetahuan manusia dalam bidang ilmiah, sastra, dan teknik. Peradaban Islam dengan futuhat-nya datang ke beberapa bagian Eropa yang ketika itu sedang tenggelam dalam kebodohan dan keterbelakangan yang diakibatkan oleh sikap permusuhan gereja terhadap ilmu dan ilmuwan. Mereka bahkan melakukan pengadilan inkuisisi yang menindas para ilmuwan, filosof, dan para pemikir. Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 MODUS EKSPANSI ISLAM 131 Melalui kontak tersebut, peradaban Islam mengeluarkan Eropa dari kemacetan dan keterbelakangan serta mengantarkan mereka kepada era renaisans.41 Penutup Islam merupakan agama bangsa-bangsa yang tersebar di pertengahan bumi ini yang terbentang dari tepi laut Afrika sampai tepi Samudra Pasifik Selatan dari padang rumput Siberia sampai ke pelosok kepulauan di Asia Tenggara – bangsa Berber, Afrika Barat, Sudan, Afrika Timur yang berbahasa Swahili, bangsa Arab di Timur Tengah, Iranian, bangsa Turki dan Persi yang tinggal di Asia Tengah, bangsa Afghan, Pakistan, India, Cina, mayoritas bangsa Malaysia dan Indonesia, minoritas Muslim bangsa Philipina- yang secara keseluruhan jumlah mereka mencapai 1.000.000.000 jiwa lebih. Dari sisi latar belakang etnis, bahasa, adat, organisasi politik, dan pola kebudayaan dan teknologi, mereka menampilkan keberagaman kemanusiaan, namum Islam menyatukan mereka. Meskipun seringkali tidak menjadikan totalitas kehidupan mereka, namun Islam terserap dalam konsep, aturan keseharian, memberikan tata ikatan kemasyarakatan, dan memenuhi hasrat mereka meraih kebahagian hidup. Lantaran keragaman tersebut, Islam berkembang menjadi keluarga terbesar ummat manusia. Catatan: 1 . John L. Esposito, Unholy War: Teror Atas Nama Islam (Yogyakarta: Ikon Teralitera, cet-1, 2003) hlm. 33. 2 . Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, cet-2, 2000) hlm. 123. 3 . Lapidus, Sejarah Sosial, hlm. 14. 4 . Esposito, Unholy War, hlm. 36. 5 . Esposito, Unholy War, hlm. 37-38. 6 . Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin (Jakarta: Bulan Bintang, cet-1, 1979), hlm. 9. 7 . Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah (Jakarta: Litera AntarNusa, 2006), hlm. 583. Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 132 FEBRI KUSUMA 8. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 2001), jilid I, hlm. 50-51. 9 . Ismail bin Umar bin Katsir al-Qarsyi Abu al-Fida, al-Bidayah wa an-Nihayah, (Beirut: Maktabah al-Ma’arif, tt.), juz 6, hlm. 34234 3. 1 0 . Syam adalah sebutan untuk wilayah Suriah di zaman dulu. Sekarang Syam digunakan untuk sebutan nama lain dari Damaskus, ibukota Suriah. Lihat, Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa alA’lam, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1986), hlm. 382. 1 1 . Ibnu Hibban, as-Sirah li Ibn Hibban, (tk: tp, tt), juz 1, hlm. 430 dalam al-Maktabah asy-Syamilah. 12 . Hibban, as-Sirah li Ibn Hibban, juz I, hlm. 450. 13 . Lihat Abdur Rahman bin Abu Bakar as-Suyuthi, Tarikh al-Khulafa, (Mesir: Mathba’ah as-Sa’adah, 1952), hlm. 74. 14 . Lihat Khalifah bin Khayyath al-Laitsi al-Ushfuri Abu ‘Amr, Tarikh Khalifah bin Khayyath, (Damaskus: Darul Qalam, 1397 H), hlm. 22-23. Bizantium adalah nama asli kota modern Istanbul. Bizantium awalnya diduduki koloni Yunani dari Megara pada 667 SM dan dinamakan menurut raja mereka, Byzas. Nama “Bizantium” adalah Latinisasi nama Yunani asli Byzantion. Kota ini kemudian direbut oleh Roma dan mengalami kerusakan parah pada tahun 196. Bizantium kemudian dibangun kembali oleh kaisar Romawi Septimius Severus. Konstantinus yang Agung pada 330, menamakannya ulang menjadi Nova Roma (Roma Baru) atau Konstantinoupolis (Konstantinopel). Sejak saat itu, Kekaisaran Romawi Timur yang menjadikan Konstantinopel sebagai ibukota hingga 1453. Setelah direbut oleh Turki Usmani, dan menjadi bagian wilayah Turki modern, Bizantium atau Konstantinopel diganti menjadi Istambul pada 1930. Lihat, http:// id.wikipedia.org/wiki/ Bizantium. 1 5 . Muhammad bin Jarir at-Thabari, Tarikh al-Umam wal Mulk, (Beirut: Darul Kitab al-Ilmiyyah, 1407 H), juz 2, hlm. 511-512. 16 . Ibnu Katsir, al-Bidayah, juz 7, hlm. 30. 1 7 . Ibnu Katsir, al-Bidayah, juz 7, hlm. 100. 18 . Ibnu Katsir, al-Bidayah, juz 7, hlm. 47. 19 . Ibnu Khaldun, Tarikh, juz 2, hlm. 536. 20 . Ibnu Khaldun, Tarikh, juz 2, hlm. 543. 21 . At-Thabari, Tarikh al-Umam, juz 2, hlm. 587. 22. At-Thabari, Tarikh al-Umam, juz 2, hlm. 591. 23. Ibnu Katsir, al-Bidayah, juz 7, hlm. 170. 24 . Ibnu Katsir, al-Bidayah, juz 7, hlm. 229-230. 25 . M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Bagaskara Yogyakarta, cet-IV, 2012), hlm. 113. 26 . Philip K. Hitti, History of the Arabs, terj (Jakarta: PT Serambi Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 MODUS EKSPANSI ISLAM 133 Ilmu Semesta, cet-2, 2006), hlm. 236. 2 7 . Karim, Sejarah Pemikiran, hlm. 114. 28. Hitti, History of the Arabs, hlm. 241. 29 . Hitti, History of the Arabs, hlm. 280. 30 . Hitti, History of the Arabs, hlm. 283. 31 . Karim, Sejarah Pemikiran, hlm. 141. 32. Esposito, Unholy War, hlm. 4. 33. Gamal al-Banna, Jihad (Jakarta: MataAir Publishing, cet-1, 2006), hlm. v. 34 . At-Thabari, Tarikh al-Umam, juz 2, hlm. 324. 35 . Ali bin Burhan, as-Sirah al-Halbiyah, (Program al-Maktabah asySyamilah, versi 2.09), juz 7, hal 138. 36 . At-Thabari, Tarikh al-Umam, juz 2, hlm. 491. 3 7 . Saat ini penganut Islam di India berjumlah sekitar 147 juta orang atau 13,4 % dari total rakyat India. Islam masih menjadi agama minoritas dibandingkan dengan Hindu sebagai agama mayoritas yang penganutnya mencapai 828 juta orang atau 80,4 persen. Populasi penganut Islam di India menempati peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Indonesia (210 juta orang) dan Pakistan (166 juta orang). Lihat www.wikipedia.com. 38. Saat ini penganut Islam di Spanyol diperkirakan sekitar 3 % dari seluruh penduduk negara matador tersebut. Sementara Kristen Katolik Roma dianut oleh sekitar 90 % penduduknya. Lihat www.wikipedia.com. 39 . http://id.wikipedia.org/wiki/Inkuisisi_Spanyol. 40 . Rosihon Anwar, “Islam dan Jalan Pedang”, Republika, 20 September 2006. 4 1. Lathifah Ibrahim Khadhar, Ketika Barat Memfitnah Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, cet-1, 2005) hlm. 26. Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013 134 FEBRI KUSUMA DAFTAR PUSTAKA Anwar, Rosihon. “Islam dan Jalan Pedang”. Republika. 20 September 2006. Banna, Gamal al-. Jihad, Jakarta: MataAir Publishing, cet-1, 2006. Burhan, Ali bin, as-Sirah al-Halbiyah, (Program al-Maktabah asySyamilah, versi 2.09), juz 7, hal 138. Esposito, John L. Unholy War: Teror Atas Nama Islam, Yogyakarta: Ikon Teralitera, cet-1, 2003. Haekal, Muhammad Husain. Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah. Jakarta: Litera AntarNusa, 2006. Hibban, Ibnu. as-Sirah li Ibn Hibban, tk: tp, tt. Hitti, Philip K. History of the Arabs. Terj. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, cet-2, 2006. http://id.wikipedia.org/wiki/Inkuisisi_Spanyol. Karim, M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Bagaskara Yogyakarta, cet-IV, 2012. Katsir al-Qarsyi Abu al-Fida, Ismail ibn Umar ibn. al-Bidayah wa anNihayah. Beirut: Maktabah al-Ma’arif, tt. Khadhar, Lathifah Ibrahim, Ketika Barat Memfitnah Islam, Jakarta: Gema Insani Press, cet-1, 2005. Khalifah bin Khayyath al-Laitsi al-Ushfuri Abu ‘Amr. Tarikh Khalifah bin Khayyath. Damaskus: Darul Qalam, 1397 H. Lapidus, Ira. M. Sejarah Sosial Ummat Islam. Terj. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, cet-2. 2000. Ma’luf, Louis. al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam. Beirut: Dar alMasyriq, 1986. Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press, 2001. Sou’yb, Joesoef, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Jakarta: Bulan Bintang, cet-1, 1979. Suyuthi, Abdur Rahman bin Abu Bakar as-. Tarikh al-Khulafa, Mesir: Mathba’ah as-Sa’adah, 1952. Thabari, Muhammad bin Jarir ath. Tarikh al-Umam wal Mulk. Beirut: Darul Kitab al-Ilmiyyah, 1407 H. www.wikipedia.com. Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013