Modus Ekspansi Islam: Dari Periode Awal sampai Dinasti Umayah

advertisement
MODUS EKSPANSI ISLAM 113
Modus Ekspansi Islam: Dari Periode
Awal sampai Dinasti Umayah
Febri Kusuma
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
Abstrak:
Artikel ini membahas modus ekspansi Islam pada masa
Rasulullah dan Dinasti Umayah. Jihad merupakan salah satu
perintah Allah untuk menyebarkan kalimat tauhid ke seluruh
permukaan bumi. Dalam prosesnya, jihad selalu mengedepankan upaya damai, dan penawaran membayar jizyah bagi
yang menolak masuk Islam namun mengakui dan meminta
perlindungan kepada pemimpin Muslim. Namun, tidak
sedikit yang menolak bahkan memberikan perlawanan
secara langsung. Dalam hal inilah jihad secara senjata
dilakukan oleh Islam yang bersifat defensif dan tidak
berlebihan. Perlawanan ini oleh sebagian kalangan Barat
disebut dakwah dengan pedang. Artikel ini membantah
klaim anggapan tersebut dengan mengemukakan fakta
bahwa kemajuan Eropa di antaranya karena jihad yang
dilakukan Islam karena budaya ilmu dan peradaban yang
dibawa para mujahid ke Eropa.
Kata-kata Kunci: Ekspansi, jihad, dinasti, dakwah.
Pendahuluan
Dunia pada saat Islam lahir pada abad ke-7 adalah dunia yang keras
di mana peperangan merupakan suatu hal yang alami. Arab dan kota
Mekkah, dimana Nabi Muhammad SAW tinggal dan menerima wahyu
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
114 FEBRI KUSUMA
dari Allah, sering diliputi peperangan antar suku dan siklus dendam
kesumat. Wilayah Timur Tengah yang lebih luas lagi, di mana Arab
terletak, terbagi dua di antara dua kekuatan besar yang saat itu saling
berperang, Kekaisaran Bizantium (Romawi Timur) dan Imperium
Persia (Sasanid). Masing-masing saling bersaing satu sama lain untuk
mendominasi dunia. Serta, Arab pada abad ke-7 terletak di sepanjang
jalur kritis yang menguntungkan bagi lalu lintas perdagangan Timur.
Akibatnya ia menjadi pokok persaingan dan campur tangan dari
tetangga-tetangga imperialnya yang kuat.1
Penaklukan dan pendudukan bangsa Arab, proses perubahan
sosial dan ekonomi selama beberapa abad, dan pembentukan
masyarakat kota kosmopolitan dan pembentukan sebuah imperium
yang sangat luas tidak hanya menentukan sejumlah peristiwa politik
tetapi juga merupakan dasar bagi tumbuhnya sebuah peradaban
Islam. Bentuk-bentuk baru dari keagamaan dan kebudayaan Islam
sebagai ekspresi komunitas dan imperium tersebut muncul bersamaan
dengan penaklukan bangsa Arab.
Jelaslah bahwasanya Islam berakar kepada Nabi Muhammad
SAW, wahyu al-Qur’an, dan komunitas Muslim pertama di Madinah
dan Mekkah, tetapi keagamaan Islam, sebagaimana yang kita kenali
sekarang, merupakan penjelasan tambahan terhadap ajaran-ajaran
tersebut yang selama beberapa abad belakangan tersebar luas tidak
hanya di tanah kelahiran Islam yakni Arab, melainkan tersebar ke
barbagai penjuru wilayah yang sangat luas sejak Spanyol sampai ke
Asia Tengah yang ditaklukkan oleh pasukan Arab-Muslim.2
Transformasi besar ini berlangsung dalam tiga fase besar:
pertama, fase penciptaan sebuah komunitas baru yang bercorak Islam
di Arab sebagai hasil dari transformasi wilayah peripheral (pinggiran)
dengan sebuah masyarakat kekerabatan yang telah berkembang
sebelumnya menjadi sebuah tipe monotheistik Timur Tengah dan
secara politik sebagai masyarakat sentralisasi. Fase kedua dimulai
dengan penaklukan Timur Tengah oleh masyarakat Arab-Muslim
yang baru terbentuk tersebut, dan mendorong kelahiran sebuah
imperium dan kebudayaan Islam (selama periode kekhalifahan yang
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
MODUS EKSPANSI ISLAM 115
Masyarakat Perkampungan Petani Yang Pertama
Sekitar 7000 SM
Kota-kota
Sekitar 3000 SM
Imperium/Kerajaan
Sekitar 2400 SM
Zaman Aksial Dan Agama-Agama Monoteistik
Sekitar 800 SM
Muhammad Saw
Sekitar 570 – 632
Masyarakat Islam T imur Tengah
622 sampai sekitar 1200
Penyebaran Islam Ke Seluruh Penjuru Dunia
650 sampai sekarang
T imbulnya imperium Eropa yang mendunia
1200 – 1900
Transformasi masyarakat Islam
1800 sampai seka rang
Tabel: Islam dalam sejarah dunia
pertama sampai dengan 945 M). Akhirnya pada zaman post-imperium
atau periode kesultanan (945-1200 M) pola dasar kultural dan
institusional dari era khilafah berubah menjadi pola-pola negara dan
institusi Islam. Dalam era ini Islam menjadi agama dan basis organisasi
komunal dari masyarakat Timur Tengah. Dalam fase pertama kita
melihat kelahiran Islam dalam sebuah masyarakat kesukuan. Dalam
fase kedua kita memandang Islam sebagaimana ia menjadi agama dari
sebuah Negara kerajaan dan kalangan elit perkotaan. Dalam fase
ketiga kita melihat bagaimana nilai-nilai dan kelompok elit Islam
mengubah mayoritas masyarakat Timur Tengah.3
Mengingat luasnya cakupan tentang usaha (jihad) dalam ekspansi
perluasan Islam ini hingga Islam dapat berkembang dan menjadi salah
satu imperium yang mendominasi kebijakan dunia, maka makalah
ini akan menitikberatkan pada permasalahan modus ekspansi Islam
yang dimulai pada periode awal (masa Nabi Muhammad SAW
selanjutnya dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin) kemudian pada
masa Dinasti Umayah yang berlangsung sekitar abad VII – XIII M,
serta pada akhir tulisan ini, akan menjawab berbagai statemen miring
Barat yang mengatakan bahwa Islam adalah agama pedang.
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
116 FEBRI KUSUMA
Modus Ekspansi Islam pada Periode Awal
Pada Masa Nabi Muhammad SAW (610-632)
Dasawarsa pertama dakwah Nabi Muhammad SAW menghadapi
penolakan dan penyiksaan dan hanya menghasilkan sedikit pengikut.
Jumlah kaum muslimin tetap kecil dan senantiasa tertekan di bawah
penindasan. Menghadapi ancaman dan penyiksaan yang makin
menjadi-jadi, pada tahun 622 M Nabi Muhammad SAW dan para
sahabatnya berhijrah (beremigrasi dari lingkungan jahiliyah yang
bersikap memusuhi dan tidak islami) dari Mekkah ke Madinah yang
berjarak sekitar 250 mil.
Berpindah dari keamanan tradisional berdasarkan ikatan
kesukuan dan kekerabatan di tengah-tengah bangsa Arab yang suka
berperang untuk membentuk persekutuan dengan kabilah-kabilah
asing berdasarkan nilai-nilai Islam yang lebih luas dan berserah diri
secara kolektif kepada kehendak Allah adalah konsep-konsep
revolusioner Nabi Muhammad SAW lainnya –penuh bahaya dan
potensi perjuangan. Demikianlah, mengikuti apa yang diikuti banyak
orang sebagai “jihad defensif” yang muncul pada ayat-ayat awal alQur’an, yang diturunkan tak lama setelah hijrah dari Mekkah ke
Madinah tatkala Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya
menyadari bahwa mereka terpaksa harus berperang demi
mempertahankan hidup:
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi,
karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya
Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu)
orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka
tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan
Kami hanyalah Allah” (Q.S. 22:39-40).
Sifat jihad yang defensif ini diperkuat dengan ayat “Dan
perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas” (Q.S. 2:190).4
Semenjak tahun 622 M hingga wafatnya sepuluh tahun kemudian,
Nabi Muhammad SAW telah sangat sukses mengkonsolidasikan
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
MODUS EKSPANSI ISLAM 117
kekuatannya di Madinah dan mempersatukan kabilah-kabilah yang
saling bermusuhan di Arab. Pada titik-titik kritis di sepanjang tahuntahun inilah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu-wahyu dari
Allah yang memberikan petunjuk untuk berjihad. Al-Qur’an
memberikan petunjuk dan aturan yang rinci mengenai etika dalam
peperangan: siapa yang dapat diperangi dan siapa yang tidak (Q.S.
48:17, 9:91), kapan pertikaian mesti diakhiri (Q.S. 2:192), bagaimana
cara memperlakukan tawanan (Q.S. 47-4), aturan untuk berlaku
proporsional dalam peperangan (Q.S. 2:194), dan ayat-ayat lainnya
yang menekankan pentingnya untuk melakukan perdamaian (Q.S.
8:61, 4:90). Semenjak zaman permulaan telah ada larangan untuk
membunuh mereka yang tidak ikut berperang seperti kaum
perempuan, anak-anak, pendeta dan rahib, yang telah mendapatkan
jaminan perlindungan kecuali bila mereka ikut ambil bagian di dalam
pertempuran. Teladan Nabi Muhammad SAW (dan hukum Islam)
juga menjawab masalah-masalah mengenai bagaimana masyarakat
Islam mesti berbuat. Di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW
dan kemudian para penerusnya dari generasi awal, masyarakat Islam
menyebar dengan cepatnya, menciptakan sebuah imperium yang jauh
lebih luas daripada Roma pada masa puncak kejayaannya dan
membentang dari Afrika Utara hingga India. Tentara-tentara Islam
–baik termotivasi oleh keuntungan-keuntungan ekonomis dari
penaklukan terhadap masyarakat-masyarakat yang lebih kaya dan
maju maupun semangat agama yaitu janji untuk mendapatkan
ganjaran di surga nanti- berhasil menyerbu Imperium Bizantium dan
Persia, yang telah letih karena saling berperang satu sama lain.
Pertimbangan-pertimbangan agama (berbeda dengan politik
praktis dan motif-motif ekonomi) dalam melakukan perluasan dan
penaklukan bukanlah dalam rangka memaksakan pindah agama
menjadi Islam atas keyakinan-keyakinan lainnya yang telah memiliki
nabi-nabi dan kitab-kitab suci sendiri – al-Qur’an menyatakan dengan
jelas, “Tak ada paksaan dalam beragama” (Q.S. 2:256)- namun adalah
dalam rangka menyebarkan aturan dan tata tertib yang benar sehingga
masyarakat-masyarakat jahiliyah dan kafir dapat digantikan dengan
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
118 FEBRI KUSUMA
masyarakat-masyarakat yang adil di seluruh dunia. Justifikasi agama
dalam melakukan jihad guna mendakwahkan agama berhubungan
dengan dakwah universal Islam dalam rangka menyebarkan kalimat
Allah dan pemerintahan yang adil berdasarkan kehendak Allah bagi
seluruh umat manusia (Q.S. 3:104 dan 110).5
Pada Masa Al-Khulafa Al-Rasyidin (632-661)
Daulat al-Khulafa al-Rasyidin (11-41 H/ 632-661 M), yang
berkedudukan di Madinah selama tiga puluh tahun sangat
menentukan kelanjuan dan perkembangan agama Islam.6 Sebelum
Nabi Muhammad wafat pada tanggal 8 Juni 632 M7, seantero Jazirah
Arab telah dapat ditaklukkan di bawah kekuasaan Islam. Usaha
ekspansi ke luar jazirah Arab kemudian dimulai oleh khalifah
pengganti Nabi Muhammad SAW, yaitu Abu Bakar Shiddiq.8
Setelah melewati masa-masa sulit di awal pemerintahannya
karena harus menumpas pemberontakan kaum murtad dan
pembangkang zakat, Abu Bakar kemudian mulai mengirimkan
kekuatan militer ke berbagai negeri di luar jazirah Arab. Khalid bin
Walid yang dikenal dengan gelar Pedang Allah, dikirim ke Irak
sehingga dapat menduduki Al-Hirah pada tahun 12 H yang waktu itu
di bawah kekuasaan Imperium Persia.9
Sedangkan ke Palestina, Abu Bakar mengirimkan balatentara di
bawah pimpinan Amr bin al-Ash. Sementara ke Syam,10 sang khalifah
mengirimkan balatentara di bawah pimpinan tiga orang, yaitu Yazid
bin Abi Sufyan, Abu Ubaidah bin al-Jarrah, dan Syurahbil bin
Hasanah. Karena mendapat perlawanan sengit pasukan Romawi yang
menguasai wilayah itu, pasukan Islam pun kewalahan. Akhirnya untuk
menambah kekuatan militer yang dipimpin ketiga jenderal itu, Khalid
bin Walid yang telah berhasil menaklukkan Irak diperintahkan Abu
Bakar untuk meninggalkan negara itu dan berangkat ke Syam.11
Setelah Khalid bin Walid berhasil menaklukkan Syam, ia
kemudian bersama Yazid bin Abi Sufyan dan Syurahbil bin Hasanah
berangkat menuju Palestina untuk membantu Amr bin al-Ash dalam
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
MODUS EKSPANSI ISLAM 119
menghadapi pasukan Romawi. Kedua pasukan pun akhirnya terlibat
peperangan yang sengit di daerah Ajnadin. Karena itulah, peperangan
ini dalam sejarah Islam dikenal dengan nama Perang Ajnadin. Meski
kemenangan di pihak Islam, tapi banyak juga pasukan Islam yang
gugur.12
Setelah Abu Bakar wafat pada tahun 13 H karena sakit,13 ekspansi
tetap dilanjutkan oleh khalifah berikutnya, Umar bin Khattab. Pada
era Umarlah gelombang ekspansi pertama pun dimulai. Wilayah demi
wilayah di luar jazirah dapat ditaklukkan. Pada tahun 14 H, Abu
Ubaidah bin al-Jarrah bersama Khalid bin Walid dengan pasukan
mereka berhasil menaklukkan kota Damaskus dari tangan kekuasaan
Bizantium.14 Selanjutnya, dengan menggunakan Suriah sebagai basis
pangkalan militer, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan
Amr bin al-Ash. 15 Sedangkan ke wilayah Irak, Umar bin Khattab
mengutus Sa’ad bin Abi Waqqash untuk menjadi gubernur di sana.16
Pada tahun 640 M, Babilonia juga dikepung oleh balatentara
Islam. Sedangkan pasukan Bizantium yang menduduki Heliopolis
mampu dikalahkan sehingga Alexandria dikuasai oleh pasukan Islam
pada tahun 641 M. Mesir pun jatuh ke tangan imperium Islam. Amr
bin al-Ash yang menjadi komandan perang Islam lantas menjadikan
tempat perkemahannya yang terletak di luar tembok Babilon sebagai
ibukota dengan nama Al-Fustat.17
Di masa gelombang ekspansi pertama ini, al-Qadisiyah, sebuah
kota yang terletak dekat Al-Hirah di Irak, dapat dikuasai oleh
imperium Islam pada tahun 15 H18. Dari kota itulah, ekspansi Islam
berlanjut ke al-Madain (Ctesiphon), ibukota Persia hingga dapat
dikuasai. Karena al-Madain telah jatuh direbut pasukan Islam, Raja
Sasan Yazdagrid III akhirnya menyelamatkan diri ke sebelah Utara.19
Selanjutnya pada tahun 20 H, kota Mosul yang notabene masih dalam
wilayah Irak juga dapat diduduki.20
Gelombang ekspansi pertama di era Umar bin Khattab
menjadikan Islam sebagai sebuah imperium yang tidak hanya
menguasai jazirah Arab, tapi juga Palestina, Suriah, Irak, Persia, dan
Mesir. Saat pemerintahan Umar bin Khattab berakhir karena ia wafat
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
120 FEBRI KUSUMA
terbunuh pada tahun 23 H,21 Usman bin Affan sebagai khalifah ketiga
tetap meneruskan kebijakan penaklukan ke berbagai wilayah di luar
jazirah Arab. Meski pada zaman Umar bin Khattab telah dikirim
balatentara ke Azerbaijan dan Armenia, pada era Usman bin Affanlah,
yaitu pada tahun 23 H, kedua wilayah baru berhasil dikuasai saat
ekspansi dipimpin oleh al-Walid bin Uqbah.22
Ketika Usman bin Affan menghadapi turbulensi politik di dalam
negeri hingga akhirnya ia terbunuh pada tahun 35 H,23 Ali bin Abi
Thalib pun naik ke tampuk kekuasaan sebagai khalifah keempat.
Namun, suhu politik di pusat kekuasaan Islam semakin tinggi sehingga
terjadi beberapa pemberontakan seperti yang dipimpin oleh Aisyah
dalam Perang Jamal24 pada tahun 36 H. Khalifah Ali bin Thalib mau
tak mau harus menumpas pemberontakan tersebut. Pada gilirannya,
hal itu menguras kekuatan militer Islam sehingga akhirnya gelombang
pertama ekspansi Islam ke luar jazirah Arab pun berhenti.
Modus Ekspansi Islam pada Dinasti Umayah (661-750)
Kelahiran Dinasti Umayah
Dinasti Umayah mengambil nama keturunan dari Umayah ibn Abdi
Syams ibn Abdi Manaf. Dari nama Umayah tersebut, maka dinasti itu
disebut Dinasti Umayah yang selama pemerintahannya telah terjadi
pergantian sebanyak 14 orang khalifah. Mereka adalah Muawiyah
(661-680), Yazid I (680-683), Muawiyah II (683), Marwan (683-685),
Abdul Malik (685-705), al-Walid I (705-715), Sulaiman (715-717),
Umar II (717-720), Yazid II (720-724), Hisyam (724-743), al-Walid
II (743-744), Yazid III (744), Ibrahim (744) tidak dibai’at oleh rakyat,
dan Marwan II (744-750).25
Muawiyah dinobatkan sebagai khalifah di Iliya’ (Yerussalem)
pada 40 H/660 M. Dengan penobatannya itu, ibu kota provinsi
Suriah, Damaskus, berubah menjadi ibukota kerajaan Islam. Meskipun
telah resmi dinobatkan sebagai khalifah, Muawiyah memiliki
kekuasaan yang terbatas karena beberapa wilayah Islam tidak
mengakui kekhalifahannya. Selama proses arbitrase berlangsung
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
MODUS EKSPANSI ISLAM 121
‘Amr bin al-‘Ash, tangan kanan Muawiyah, telah merebut Mesir dari
tangan pendukung ‘Ali. Meskipun demikian, para penduduk di wilayah
Irak mengangkat al-Hasan, putra tertua ‘Ali, sebagai penerus ‘Ali yang
sah, sedangkan penduduk di Mekkah dan Madinah tidak memiliki
loyalitas yang kokoh kepada penguasa dari keturunan Sufyan, karena
mereka baru mengakui kenabian Muhammad pada saat penaklukan
Mekkah. Selain itu, pengakuan keislaman mereka lebih merupakan
upaya menyelamatkan kehormatan, didasari oleh keyakinan yang
jujur.26
Seiring berjalannya waktu, Muawiyah berhasil meredam
perlawanan dari kaum yang awalnya menolaknya, kemudian
pemerintahan Muawiyah tidak hanya ditandai dengan terciptanya
konsolidasi internal, tetapi juga perluasan wilayah Islam. Pada masa
pemerintahannya, peta kekuasaan Islam ‘ekspansi perluasan Islam’
melebar kearah Timur sampai Kabul, Kandahar, Ghazni, Balakh,
bahkan sampai kota Bukhara. Selain itu Kota Samarkand dan Tirmiz
menjadi wilayah kekuasaannya. Di Selatan tentaranya sampai ke tepi
sungai Sind (Shindu/Indus). Sementara itu di front Barat panglima
Uqbah ibn Nafi’ menaklukkan Carthage (Kartagona), ibu kota
Bizantium di Ifriqiyah.27 Jadi, Muawiyah bukan saja menjadi bapak
sebuah dinasti, tetapi pendiri kekhalifahan kedua setelah ‘Umar.28 Di
‘Akka (Acre), setelah penaklukan Suriah, ia berhasil menguasai
galangan kapal (bahasa Arab tunggal dar al-shinaah) Bizantium
dengan segala perlengkapannya, sehingga ia bisa memanfaatkannya
untuk membangun angkatan laut Islam. Dalam sejarah maritim Islam,
galangan kapal itu mungkin merupakan yang kedua setelah galangan
kapal di Mesir. Modus ekspansi dinasti ini adalah meninggikan dan
menyebarkan Kalimat Allah, sebagai orientasi ukhrawi dan ad-dunnia
serta mendapatkan ghanimah sebagai hasil di dunia.
Administrasi Pemerintahan dan Militer
Dinasti ini dibagi ke dalam beberapa provinsi, sesuai dengan
pembagian pada masa imperium Bizantium dan Persia. Provinsi-
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
122 FEBRI KUSUMA
provinsi itu adalah: (1) Suriah-Palestina; (2) Kufah, termasuk Irak;
(3) Bashrah, yang meliputi Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman,
mungkin ditambah Nejed dan Yamamah; (4) Armenia; (5) Hijaz; (6)
Karman dan wilayah perbatasan India; (7) Mesir; (8) Afrika kecil; (9)
Yaman dan kawasan Arab Selatan. 29 Secara bertahap beberapa
provinsi digabung, sehingga tersisa lima provinsi yang masing-masing
diperintah oleh seorang wakil khalifah. Muawiyah menggabungkan
Bashrah dan Kufah di bawah satu pemerintahan, yaitu Irak, yang
meliputi Persia dan Arab bagian timur, dengan Kufah sebagai
ibukotanya. Pemerintahan di Irak memiliki wakul gubernur di
Khurasan dan Transoxiana Sind, dan Punjab. Hijaz, Yaman, dan Arab
Tengah, juga digabung ke dalam satu pemerintahan. Kawasan Jazirah
(bagian utara Arab, antara Tigris dan Efrat) digabung dengan Armenia,
Azerbaijan, dan Asia Kecil bagian timur digabung menjadi satu
provinsi. Mesir atas dan bawah menjadi wilayah keempat. Afrika kecil,
yang meliputi Afrika Utara di sebelah barat Mesir, Spanyol, Sisilia,
dan pulau-pulau lain di perbatasan menjadi Negara bagian kelima
dengan Kairawan sebagai pusat pemerintahannya.
Pemerintah memiliki tiga tugas utama yang meliputi pengaturan
administrasi publik, pengumpulan pajak, dan pengaturan urusan –
urusan keagamaan. Ketiga tugas itu secara teoritis dikembangkan oleh
tiga orang pejabat berbeda. Wakil khalifah (amir, shahib) mengangkat
langsung ‘amil (agen, petugas administrasi) untuk sebuah distrik
tertentu,dan menyampaikan mereka kepada khalifah. Sumber utama
pemasukan Negara sama saja dengan sumber pemasukan pada masa
Khulafa al-Rasyidun, yaitu pajak. Di setiap provinsi, semua biaya
untuk administrasi lokal, belanja tahunan Negara, gaji pasukan, dan
berbagai bentuk layanan masyarakat dipenuhi dari pemasukan lokal,
dan sisanya dimasukkan ke dalam kas Negara. Kebijakan Muawiyah
untuk menarik zakat, nilainya sama dengan pajak penghasilan di
sebuah Negara modern dewasa ini.
Dalam bidang organisasi militer, tentara Umayyah secara umum
dirancang mengikuti struktur organisasi tentara Bizantium,
kesatuannya dibagi ke dalam lima kelompok: tengah, dua sayap,
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
MODUS EKSPANSI ISLAM 123
depan, dan belakang, sedangkan formasi pasukan mengikuti pola
lama. Formasi semacam itu terus dipakai hingga masa khalifah
terakhir, Marwan II (744-750), yang meninggalkan pola lama dan
memperkenalkan satu unit baru yang disebut kurdus (legion).
Penampilan dan perlengkapan pasukan Arab sulit dibedakan dengan
pasukan Yunani. Pada dasarnya senjata yang digunakan sama.
Pasukan berkuda menggunakan pelana kuda yang datar dan bundar,
mirip dengan yang kini digunakan di Timur Dekat. Perlengkapan
artileri berat terdiri atas pelempar (‘arradah), pelontar (manjaniq),
dan pendobrak (dabbabah, kabsy). Peralatan berat dan artileri
pengepungan semacam itu, juga seluruh muatan lainnya dibawa oleh
beberapa ekor unta yang berbaris di belakang pasukan.
Angkatan laut Arab juga meniru angkatan laut Bizantium. Unit
tempur ditempatkan di atas kapal berbadan besar dengan jumlah
tempat duduk paling sedikit untuk 25 orang di dua dek bagian bawah.
Masing-masing tempat duduk diisi dua orang, dan seluruh pendayung,
lebih dari 100 orang, dipersentai, sedangkan tentara yang terlatih
dalam pertempuran ditempatkan di dek paling atas.30
Keruntuhan Dinasti Umayah
Berikut ini ada beberapa alasan mendasar mengenai kehancuran
Dinasti Umayah. Kekuasaan wilayah yang sangat luas dalam waktu
yang singkat tidak berbanding lurus dengan komunikasi yang baik.
Selanjutnya adalah mengenai lemahnya para khalifah, di antara empat
belas khalifah dari dinasti ini hanya beberapa khalifah yang cakap,
kuat, dan pandai mengendalikan negera, selain Muawiyah, Abd alMalik, al-Walid I, Sulaiman, Umar II, dan Hisyam kesemuanya adalah
lemah dan memiliki banyak kekurangan dan kelemahan dalam hal
mengurusi dan memimpin Negara yang begitu luas. Menjadikan
agama Islam sebagai alat dan symbol politik penguasa Umayah, tidak
untuk perdamaian. Hal ini menyebabkan konflik antar golongan. Para
wazir dan panglima sudah mulai korup dan mengendalikan Negara.
Khalifah-khalifah lemah menjadi permainan mereka. Selain sebab-
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
124 FEBRI KUSUMA
sebab tersebut, dari kalangan Bani Abbas dengan diplomasi
mengampanyekan bahwa mereka adalah dari Bani Hasyim, maka
Dinasti Umayah yang lalim harus ditumbangkan, serta mereka
bekerjasama dengan Syi’ah dan Khawarij yang sejak kelahiran
Umayah tidak pernah mengakui sebagai khalifah atau kekuatan politik
yang sah dan Islami, puncaknya peperangan melawan Khalifah
Marwan II, yang berakhir dengan kekalahan Marwan II dan lari ke
Syam terus ke Palestina, akhirnya ia ditangkap di Mesir dan dibunuh
(750).31
Jawaban terhadap Statemen Barat tentang “Islam
Disebarkan dengan Pedang”
Islam menekankan tindakan (amal), dalam melaksanakan kehendak
Tuhan. Kaum muslim diseru untuk beramal atau melakukan tindakan,
untuk berjihad dalam rangka mengimplementasikan keimanan
mereka, menjalani kehidupan yang baik, melindungi agama, dan
memberikan kontribusi bagi pengembangan masyarakat islami yang
adil di seluruh dunia ini. Kehidupan dan pengalaman dari masyarakat
terdahulu adalah model bagi penyebaran dan pertahanan Islam
melalui jalan hijrah dan jihad. Ketika Nabi Muhammad SAW beserta
para sahabat beliau mengalami siksaan yang terus menerus di Mekkah,
maka mereka pun berhijrah ke Yatsrib, yang kemudian berganti nama
menjadi Madinah, “kota” Nabi. Setelah melakukan konsolidasi,
memantapkan, dan memperkuat komunitasnya di Madinah,
Muhammad SAW. pun mulai melancarkan jihad guna menyebarkan
dan mempertahankan hukum dan Kalimah Allah.32
Tanggapan Barat tentang Islam Agama Pedang
Jihad adalah sebuah istilah yang debatable (diperdebatkan) dan
interpretable (multitafsir). Jihad memiliki makna yang beragam, baik
eksoteris maupun esoteris. Jihad secara eksoteris, biasanya dimaknai
sebagai “perang suci” (the holy war). Secara esoteris, jihad (atau lebih
tepatnya: mujahadah) bermakna: suatu upaya yang sungguh-sungguh
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
MODUS EKSPANSI ISLAM 125
untuk mendekatkan diri (ber-taqarrub) kepada Allah. Ijtihad dalam
konteks fikih –adalah kemampuan menalar dan upaya yang maksimal
untuk mengistinbathkan hokum-hukum syari’ah- juga akar kata j-hd. Jihad dalam arti “perang suci” oleh sebagian pakar dipandang
sebagai suatu pemaknaan yang terpengaruh oleh konsep Kristen
(perang Salib).33
Tuduhan bahwa Islam disebarkan melalui pedang memang sudah
lama dihembuskan oleh terutama para orientalis sejak dulu hingga
sekarang. Tuduhan itu didasarkan Islam di antaranya pada fakta
sejarah banyaknya terjadi ekspansi militer yang dilakukan kekuatan
Islam ke seluruh pelosok dunia sejak zaman Nabi Muhammad hingga
era Kesultanan Usmani. Di samping itu, ajaran Islam sendiri banyak
yang mengemukakan konsep jihad yang sering diartikan semata-mata
sebagai peperangan. Dalam al-Qur’an sendiri terdapat beberapa ayat
“perang” yang sangat mungkin menimbulkan misinterpretasi jika
dimaknai secara parsial dan terpisah dari konteksnya.
Dalam lintasan sejarah Islam, memang pernah tercatat peristiwa
Ain Tamr. Peristiwa inilah yang dijadikan salah satu alasan untuk
menuding bahwa Islam memang sangat kejam dan menyebarkan Islam
melalui kekerasan. Ath-Thabari menceritakan peristiwa tersebut
dalam karyanya Tarikh al-Umam wa al-Mulk. Saat itu, Khalid bin
Walid mengepung sebuah benteng yang dihuni oleh orang-orang
Kristen Arab. Mereka yang sudah terkepung akhirnya mengajak
berdamai Khalid. Namun Khalid menolak ajakan damai itu kecuali
jika mereka mau mematuhi tawarannya: masuk Islam atau membayar
jizyah. Jika mereka menerima tawaran itu, Khalid akan
memperlakukan mereka dengan baik. Namun tawaran Khalid itu
ditolak mereka. Akhirnya benteng itu pun diserbu oleh pasukan
Khalid bin Walid. Semua orang yang di dalam benteng ditebas
lehernya kecuali 40 orang anak muda yang sedang belajar Injil. Saat
itu kelompok anak muda itu selamat karena berada di sebuah ruang
yang tertutup saat terjadi penyerbuan.34
Perilaku Khalid bin Walid sendiri dalam peperangan memang
cenderung sadis. Hal ini memang dipahami karena dia memang
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
126 FEBRI KUSUMA
seorang bekas jenderal perang di zaman Jahiliyah. Ia baru masuk
Islam pada tahun 8 H sehingga pemahamannya terhadap ajaran Islam
pun masih minim.35 Namun sebagaimana juga dicatat dalam sejarah,
sepak terjang Khalid bin Walid di berbagai penaklukan Islam terhenti
saat ia dicopot dari jabatannya sebagai panglima perang oleh Khalifah
Umar bin Khattab.36 Tampaknya, Umar mulai khawatir terhadap
tingkah polah Khalid di medan perang yang bisa merusak citra Islam.
Meskipun harus diakui pula, Khalid sangat berjasa atas kemenangan
Islam di berbagai peperangan, terutama pada saat peperangan
melawan kaum murtad.
Terlepas dari kasus Khalid bin Walid tersebut, pada dasarnya
para penguasa Islam yang menduduki sebuah negeri tidaklah
memaksa rakyatnya untuk memeluk agama Islam. Dalam proses
penaklukan sebuah negeri oleh penguasa Islam, opsi yang ditawarkan
kepada rakyat yang ditaklukkan adalah apakah mereka bersedia
masuk Islam dengan sukarela sehingga mereka berhak mendapat
perlindungan atau mereka tidak mau masuk Islam tapi mereka harus
membayar pajak (jizyah) sebagai tebusan atas perlindungan yang
diberikan oleh penguasa Islam. Jika kedua opsi itu tidak diindahkan
dan rakyat di sebuah negeri tersebut justeru berani melawan dan
memerangi penguasa Islam, maka barulah jalan militer menjadi pilihan
terakhir. Etika penyebaran Islam seperti inilah yang diajarkan dan
diterapkan oleh Nabi Muhammad dan para pengikutnya di belakang
hari.
Jika tuduhan Islam disebarkan melalui pedang itu benar adanya,
tentu di berbagai wilayah yang pernah ditaklukkan kekuasaan Islam
akan banyak terjadi tragedi pemaksaan agama oleh pemerintah Islam
saat itu. Dengan kekuasaan dan kekuataan yang ada, tentu para
penguasa Islam saat itu mudah sekali memaksa rakyatnya untuk
memeluk agama Islam. Namun sebaliknya, sejarah tidak pernah
mencatat –sepanjang pengetahuan penulis—adanya tragedi
pemaksaan agama yang dilakukan oleh para penguasa Islam. Bahkan
di daerah-daerah yang pernah dikendalikan kekuasaan Islam seperti
di India dan Spanyol (Andalusia), para penguasa Islam saat itu betulMedia Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
MODUS EKSPANSI ISLAM 127
betul membebaskan rakyatnya untuk memeluk agama masing-masing.
Hal itulah salah satu faktor yang bisa menjelaskan mengapa sekarang
di kedua wilayah itu, India37 dan Spanyol,38 Islam bukan menjadi
agama mayoritas, tapi justeru menjadi agama minoritas yang banyak
memperoleh penindasan saat berada di bawah kekuasaan non Islam.
Sejarah mencatat, tragedi pengadilan gereja (inkuisisi) justru
dilakukan oleh penguasa Kristen Spanyol. Tragedi ini terjadi saat
kekuasaan Islam berhasil ditumbangkan oleh kekuasaan Kristen dan
Spanyol dikuasai oleh Ratu Isabella. Saat itu ribuan orang Islam dan
orang Yahudi disiksa, diusir, bahkan dibunuh karena tidak mau
memeluk agama Kristen. Akhirnya, sebagian orang Muslim dan
Yahudi memilih memeluk agama mereka secara sembunyi atau
meninggalkan Spanyol.39
Dalam artikelnya di Republika, Rosihon Anwar membantah
tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa sesungguhnya Islam
disebarkan dengan dakwah, bukan dengan pedang. 40 Hal itu
didasarkan pada beberapa argumentasi historis berikut ini. Pertama,
ketika berada di Makkah untuk memulai dakwahnya, Nabi tidak
disertai senjata dan harta. Kendati demikian, justeru banyak pemuka
Makkah seperti Abu Bakar, Utsman, Sa’ad ibn Waqqas, Zubair,
Talhah, Umar bin Khattab, dan Hamzah yang masuk Islam.
Kedua, ketika Nabi dan para pengikutnya mendapat tekanan
yang sangat berat dari kafir Quraisy, penduduk Madinah banyak yang
masuk Islam dan mengundang Nabi serta pengikutnya hijrah ke
Madinah. Mungkinkah Islam tersebar di Madinah dengan senjata?
Ketiga, pasukan Salib datang ke Timur ketika Khalifah Bani Abbas
berada dalam masa kemunduran. Tak diduga, banyak anggota
pasukan Salib tertarik kepada Islam dan kemudian menggabungkan
diri dengan pasukan Salib lainnya.
Keempat, pada abad VII H (XIII M) pasukan Mongol di bawah
pimpinan Hulagu memporak-porandakan Baghdad, ibu kota Khilafah
Abbasiyah, beserta peradaban yang dimiliki Islam. Mereka
menghancurkan masjid-masjid, membakar kitab-kitab, membunuh
para ulama, dan serentetan perbuatan sadis lainnya. Tahun 1258
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
128 FEBRI KUSUMA
merupakan lonceng kematian bagi khilafah Abbasiyah. Akan tetapi,
sungguh mencengangkan bahwa di antara orang-orang Mongol sendiri
yang menghancurkan pemerintahan Islam ternyata banyak yang
memeluk Islam.
Kelima, sejarah menjelaskan bahwa masa terpenting Islam
adalah masa damai ketika diadakan perjanjian Hudaibiyah antara
orang-orang Quraisy dan Muslimin yang berlangsung selama dua
tahun. Para sejarawan pun mengatakan bahwa orang yang masuk
Islam pada masa itu lebih banyak dibanding masa sesudahnya. Ini
menunjukkan bahwa penyebaran Islam banyak terjadi pada masa
damai bukan masa peperangan.
Keenam, tidak ada kaitan antara penyebaran Islam dan
peperangan yang terjadi antara Muslimin dan Persia serta Romawi.
Ketika peperangan antara mereka berkecamuk dan orang-orang Islam
memperoleh kemenangan kemudian peperangan berhenti, pada saat
itu para dai menjelaskan bangunan, dasar, dan filsafah Islam. Dakwah
Islam itu yang kemudian menyebabkan orang-orang non-Islam –
terutama mereka yang tertindas oleh penguasa– masuk Islam.
Ketujuh, Islam tersebar luas di Indonesia, Malaysia, dan Afrika
lewat orang-orang dari Hadramaut yang tidak didukung oleh harta
dan penguasa, dan atau Islam diajarkan oleh orang-orang Indonesia
yang berwatakkan Islam dalam kefakiran. Kedelapan, peneliti dunia
Islam Jerman, Ilse Lictenstadter, dalam Islam and the Modern Age,
mengatakan bahwa pilihan yang diberikan kepada Persia dan Romawi
bukanlah antara Islam dan pedang, tetapi antara Islam dan jizyah
(pembayaran pajak).
Kenyataan bahwa sejarah Islam diwarnai dengan peperangan
merupakan fakta yang tidak dapat dibantah. Bila Islam disebarkan
dengan dakwah, lalu kenapa terjadi peperangan? Di antara motivasi
peperangan dalam sejarah Islam adalah: Pertama, mempertahankan
jiwa raga. Seperti disebutkan dalam sejarah, sebelum hijrah orangorang Islam belum diizinkan untuk berperang. Padahal umat Islam
memperoleh berbagai siksaan dan tekanan dari kafir Quraisy. Ammar,
Bilal, Yasir, dan Abu Bakar adalah di antara mereka yang mendapat
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
MODUS EKSPANSI ISLAM 129
perlakuan keras itu.
Ketika perlakuan kafir Quraisy semakin keras dan umat Islam
meminta izin kepada Nabi untuk berperang, Nabi belum juga
mengizinkan karena belum ada perintah dari Allah SWT. Namun,
ketika Nabi beserta pengikutnya hijrah ke Madinah dan kafir Quraisy
bertekad untuk membebaskan kota itu dari Islam, maka Allah SWT
akhirnya –karena demi membela diri orang-orang Islam sendiri–
mengizinkan mereka berperang (QS al Hajj:37). Namun izin itu
dikeluarkan dengan beberapa persyaratan seperti demi jalan Allah
SWT, bukan demi harta atau prestise, mempertahankan diri, dan tidak
berlebihan (QS al-Baqarah:190).
Data historis yang dapat dikemukakan berkaitan dengan hal di
atas adalah penyebaran Islam ke Habsyi, sebuah kota yang tidak
begitu jauh dari jazirah Arab dan kota yang pernah menjadi tujuan
hijrah Nabi. Orang-orang Islam tidak pernah memerangi kota itu
karena tidak mengancam keselamatan mereka. Bila penyebaran Islam
dengan kekuatan, tentunya orang-orang Islam sudah menghancurkan
kota itu. Seperti diketahui, umat Islam saat itu sudah memiliki
angkatan perang yang cukup kuat.
Kedua, melindungi dakwah dan orang-orang lemah yang hendak
memeluk Islam. Seperti diketahui bahwa dakwah Nabi memperoleh
tantangan keras dari kafir Quraisy Makkah. Mereka menempuh jalan
apa saja untuk menghalanginya (QS al-Fath:25). Banyak penduduk
Makkah dan Arab lainnya bermaksud memeluk Islam, tetapi mereka
takut terhadap ancaman itu. Allah lalu mengizinkan Rasul-Nya beserta
pengikutnya untuk melindungi dakwah dengan cara berperang.
Ketiga, mempertahankan umat Islam dari serangan pasukan
Persia dan Romawi. Keberhasilan dakwah Nabi dalam menyatukan
kabilah-kabilah Arab di bawah bendera Islam ternyata dianggap
ancaman oleh penguasa Persia dan Romawi –dua adikuasa saat itu.
Itu sebabnya, mereka mengumumkan perang dengan umat Islam.
Tahun 629 M Nabi mengutus satu kelompok berjumlah 15 orang
ke perbatasan Timur Ardan untuk berdakwah, tetapi semuanya
dibunuh atas perintah penguasa Romawi. Pada tahun 627 M Farwah
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
130 FEBRI KUSUMA
bin Umar Al Judzami, gubernur Romawi di Amman, memeluk Islam.
Untuk itu, ia mengutus Mas’ud bin Sa’ad Al Judzami menghadap Nabi
untuk menyampaikan hadiah. Ketika berita itu sampai ke telinga 49
orang-orang Romawi, mereka memaksa Farwah untuk keluar dari
Islam, tetapi paksaan itu ditolaknya. Akibatnya, ia dipenjara dan
akhirnya disalib. Atas alasan itu dan demi melindungi umat Islam
dari serangan-serangan Romawi dan Persia berikutnya, Nabi
kemudian mengumumkan perang.
Sumbangsih Peradaban Islam bagi Kebangkitan Eropa
(pada abad XIII M)
Peradaban Islam telah memberikan sumbangsih yang jelas bagi
kebangkitan Eropa. Menyelamatkan mereka dari kegelapan,
kebodohan, dan perbudakan di Abad Pertengahan. Melalui Andalusia
dan Cordova, yang menjadi jalur penghubung antara Eropa dan Timur
ketika itu, peradaban Islam membawa Eropa kepada cahaya dan ilmu
pengetahuan pada era Renaisans.
Peradaban Islam menunjukkan langkah maju para filosof, ulama,
fuqaha, dan para pemikir muslim, terutama pada empat abad pertama
Hijriah. Mereka menghadirkan kemajuan dalam kebangkitan ilmu
pengetahuan dan peradaban yang besar. Islam memberikan
sumbangsih kepada dunia secara umum dan terutama kepada BaratEropa. Pencapaian peradaban ini tak lain dimungkinkan karena sifat
keterbukaan ulama muslim terhadap kebudayaan-kebudayaan lain.
Mereka bisa bersenyawa dan berinteraksi bersama kebudayaan lain.
Terutama peradaban-peradaban Yunani, Romawi, Persia, India, dan
Mesir Kuno. Interaksi ini kemudian memberikan peran besar dalam
memperkaya ilmu pengetahuan manusia dalam bidang ilmiah, sastra,
dan teknik. Peradaban Islam dengan futuhat-nya datang ke beberapa
bagian Eropa yang ketika itu sedang tenggelam dalam kebodohan dan
keterbelakangan yang diakibatkan oleh sikap permusuhan gereja
terhadap ilmu dan ilmuwan. Mereka bahkan melakukan pengadilan
inkuisisi yang menindas para ilmuwan, filosof, dan para pemikir.
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
MODUS EKSPANSI ISLAM 131
Melalui kontak tersebut, peradaban Islam mengeluarkan Eropa dari
kemacetan dan keterbelakangan serta mengantarkan mereka kepada
era renaisans.41
Penutup
Islam merupakan agama bangsa-bangsa yang tersebar di pertengahan
bumi ini yang terbentang dari tepi laut Afrika sampai tepi Samudra
Pasifik Selatan dari padang rumput Siberia sampai ke pelosok
kepulauan di Asia Tenggara – bangsa Berber, Afrika Barat, Sudan,
Afrika Timur yang berbahasa Swahili, bangsa Arab di Timur Tengah,
Iranian, bangsa Turki dan Persi yang tinggal di Asia Tengah, bangsa
Afghan, Pakistan, India, Cina, mayoritas bangsa Malaysia dan
Indonesia, minoritas Muslim bangsa Philipina- yang secara
keseluruhan jumlah mereka mencapai 1.000.000.000 jiwa lebih. Dari
sisi latar belakang etnis, bahasa, adat, organisasi politik, dan pola
kebudayaan dan teknologi, mereka menampilkan keberagaman
kemanusiaan, namum Islam menyatukan mereka. Meskipun
seringkali tidak menjadikan totalitas kehidupan mereka, namun Islam
terserap dalam konsep, aturan keseharian, memberikan tata ikatan
kemasyarakatan, dan memenuhi hasrat mereka meraih kebahagian
hidup. Lantaran keragaman tersebut, Islam berkembang menjadi
keluarga terbesar ummat manusia.
Catatan:
1 . John L. Esposito, Unholy War: Teror Atas Nama Islam
(Yogyakarta: Ikon Teralitera, cet-1, 2003) hlm. 33.
2 . Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, cet-2, 2000) hlm. 123.
3 . Lapidus, Sejarah Sosial, hlm. 14.
4 . Esposito, Unholy War, hlm. 36.
5 . Esposito, Unholy War, hlm. 37-38.
6 . Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin (Jakarta: Bulan
Bintang, cet-1, 1979), hlm. 9.
7 . Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali
Audah (Jakarta: Litera AntarNusa, 2006), hlm. 583.
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
132 FEBRI KUSUMA
8. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta:
UI Press, 2001), jilid I, hlm. 50-51.
9 . Ismail bin Umar bin Katsir al-Qarsyi Abu al-Fida, al-Bidayah wa
an-Nihayah, (Beirut: Maktabah al-Ma’arif, tt.), juz 6, hlm. 34234 3.
1 0 . Syam adalah sebutan untuk wilayah Suriah di zaman dulu.
Sekarang Syam digunakan untuk sebutan nama lain dari Damaskus,
ibukota Suriah. Lihat, Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa alA’lam, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1986), hlm. 382.
1 1 . Ibnu Hibban, as-Sirah li Ibn Hibban, (tk: tp, tt), juz 1, hlm. 430
dalam al-Maktabah asy-Syamilah.
12 . Hibban, as-Sirah li Ibn Hibban, juz I, hlm. 450.
13 . Lihat Abdur Rahman bin Abu Bakar as-Suyuthi, Tarikh al-Khulafa,
(Mesir: Mathba’ah as-Sa’adah, 1952), hlm. 74.
14 . Lihat Khalifah bin Khayyath al-Laitsi al-Ushfuri Abu ‘Amr, Tarikh
Khalifah bin Khayyath, (Damaskus: Darul Qalam, 1397 H), hlm.
22-23. Bizantium adalah nama asli kota modern Istanbul.
Bizantium awalnya diduduki koloni Yunani dari Megara pada 667
SM dan dinamakan menurut raja mereka, Byzas. Nama “Bizantium”
adalah Latinisasi nama Yunani asli Byzantion. Kota ini kemudian
direbut oleh Roma dan mengalami kerusakan parah pada tahun
196. Bizantium kemudian dibangun kembali oleh kaisar Romawi
Septimius Severus. Konstantinus yang Agung pada 330,
menamakannya ulang menjadi Nova Roma (Roma Baru) atau
Konstantinoupolis (Konstantinopel). Sejak saat itu, Kekaisaran
Romawi Timur yang menjadikan Konstantinopel sebagai ibukota
hingga 1453. Setelah direbut oleh Turki Usmani, dan menjadi
bagian wilayah Turki modern, Bizantium atau Konstantinopel
diganti menjadi Istambul pada 1930. Lihat, http://
id.wikipedia.org/wiki/ Bizantium.
1 5 . Muhammad bin Jarir at-Thabari, Tarikh al-Umam wal Mulk,
(Beirut: Darul Kitab al-Ilmiyyah, 1407 H), juz 2, hlm. 511-512.
16 . Ibnu Katsir, al-Bidayah, juz 7, hlm. 30.
1 7 . Ibnu Katsir, al-Bidayah, juz 7, hlm. 100.
18 . Ibnu Katsir, al-Bidayah, juz 7, hlm. 47.
19 . Ibnu Khaldun, Tarikh, juz 2, hlm. 536.
20 . Ibnu Khaldun, Tarikh, juz 2, hlm. 543.
21 . At-Thabari, Tarikh al-Umam, juz 2, hlm. 587.
22. At-Thabari, Tarikh al-Umam, juz 2, hlm. 591.
23. Ibnu Katsir, al-Bidayah, juz 7, hlm. 170.
24 . Ibnu Katsir, al-Bidayah, juz 7, hlm. 229-230.
25 . M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam
(Yogyakarta: Bagaskara Yogyakarta, cet-IV, 2012), hlm. 113.
26 . Philip K. Hitti, History of the Arabs, terj (Jakarta: PT Serambi
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
MODUS EKSPANSI ISLAM 133
Ilmu Semesta, cet-2, 2006), hlm. 236.
2 7 . Karim, Sejarah Pemikiran, hlm. 114.
28. Hitti, History of the Arabs, hlm. 241.
29 . Hitti, History of the Arabs, hlm. 280.
30 . Hitti, History of the Arabs, hlm. 283.
31 . Karim, Sejarah Pemikiran, hlm. 141.
32. Esposito, Unholy War, hlm. 4.
33. Gamal al-Banna, Jihad (Jakarta: MataAir Publishing, cet-1, 2006),
hlm. v.
34 . At-Thabari, Tarikh al-Umam, juz 2, hlm. 324.
35 . Ali bin Burhan, as-Sirah al-Halbiyah, (Program al-Maktabah asySyamilah, versi 2.09), juz 7, hal 138.
36 . At-Thabari, Tarikh al-Umam, juz 2, hlm. 491.
3 7 . Saat ini penganut Islam di India berjumlah sekitar 147 juta orang
atau 13,4 % dari total rakyat India. Islam masih menjadi agama
minoritas dibandingkan dengan Hindu sebagai agama mayoritas
yang penganutnya mencapai 828 juta orang atau 80,4 persen.
Populasi penganut Islam di India menempati peringkat ketiga
terbesar di dunia setelah Indonesia (210 juta orang) dan Pakistan
(166 juta orang). Lihat www.wikipedia.com.
38. Saat ini penganut Islam di Spanyol diperkirakan sekitar 3 % dari
seluruh penduduk negara matador tersebut. Sementara Kristen
Katolik Roma dianut oleh sekitar 90 % penduduknya. Lihat
www.wikipedia.com.
39 . http://id.wikipedia.org/wiki/Inkuisisi_Spanyol.
40 . Rosihon Anwar, “Islam dan Jalan Pedang”, Republika, 20
September 2006.
4 1. Lathifah Ibrahim Khadhar, Ketika Barat Memfitnah Islam,
(Jakarta: Gema Insani Press, cet-1, 2005) hlm. 26.
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
134 FEBRI KUSUMA
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon. “Islam dan Jalan Pedang”. Republika. 20 September
2006.
Banna, Gamal al-. Jihad, Jakarta: MataAir Publishing, cet-1, 2006.
Burhan, Ali bin, as-Sirah al-Halbiyah, (Program al-Maktabah asySyamilah, versi 2.09), juz 7, hal 138.
Esposito, John L. Unholy War: Teror Atas Nama Islam, Yogyakarta:
Ikon Teralitera, cet-1, 2003.
Haekal, Muhammad Husain. Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali
Audah. Jakarta: Litera AntarNusa, 2006.
Hibban, Ibnu. as-Sirah li Ibn Hibban, tk: tp, tt.
Hitti, Philip K. History of the Arabs. Terj. Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, cet-2, 2006.
http://id.wikipedia.org/wiki/Inkuisisi_Spanyol.
Karim, M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam,
Yogyakarta: Bagaskara Yogyakarta, cet-IV, 2012.
Katsir al-Qarsyi Abu al-Fida, Ismail ibn Umar ibn. al-Bidayah wa anNihayah. Beirut: Maktabah al-Ma’arif, tt.
Khadhar, Lathifah Ibrahim, Ketika Barat Memfitnah Islam, Jakarta:
Gema Insani Press, cet-1, 2005.
Khalifah bin Khayyath al-Laitsi al-Ushfuri Abu ‘Amr. Tarikh Khalifah
bin Khayyath. Damaskus: Darul Qalam, 1397 H.
Lapidus, Ira. M. Sejarah Sosial Ummat Islam. Terj. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, cet-2. 2000.
Ma’luf, Louis. al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam. Beirut: Dar alMasyriq, 1986.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta:
UI Press, 2001.
Sou’yb, Joesoef, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Jakarta: Bulan
Bintang, cet-1, 1979.
Suyuthi, Abdur Rahman bin Abu Bakar as-. Tarikh al-Khulafa, Mesir:
Mathba’ah as-Sa’adah, 1952.
Thabari, Muhammad bin Jarir ath. Tarikh al-Umam wal Mulk. Beirut:
Darul Kitab al-Ilmiyyah, 1407 H.
www.wikipedia.com.
Media Akademika, Vol. 28, No. 1, Januari 2013
Download