BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Sumber Pendanaan Keputusan pendanaan suatu perusahaan merupakan keputusan yang dilakukan oleh manajer keuangan yang berkaitan dengan bagaimana membiayai keputusan investasi yang akan dilakukan perusahaan. Keputusan pendanaan meliputi : pertama, berkaitan dengan darimana dana perusahaan dipenuhi dan kedua, berkaitan dengan analisis biaya dana/modal yang dipergunakan perusahaan. Sumber pendanaan perusahaan dapat dibagi menjadi dua sumber yaitu sumber dana menurut asalnya dan sumber dana menurut jangka waktunya. 1) Sumber Dana Menurut Asalnya Wiagustini (2010:207) menyatakan bahwa sumber dana atau sumber modal perusahaan menurut asalnya dapat dikategorikan sebagai berikut : (1) Sumber internal Dana yang berasal dari sumber internal (internal sources) adalah dana atau modal yang dibentuk atau dihasilkan sendiri di dalam perusahaan seperti laba ditahan (retained earning) dan penyusutan (depreciation). Besarnya laba ditahan/cadangan dipengaruhi oleh besarnya laba yang diperoleh selama periode tertentu, deviden policy dan plowing back policy yang dijalankan oleh perusahaan. Meskipun jumlah laba yang diperoleh selama periode tertentu 15 besar, tetapi oleh karena perusahaan mengambil kebijakan bahwa sebagian besar dari laba tersebut dibagikan sebagai deviden, maka bagian laba yang ditahan akan kecil jumlahnya, dan sebaliknya laba ditahan akan cenderung besar jika perusahaan mengambil kebijakan penanaman kembali dalam perusahaan yang besar. Sumber intern selain berasal dari laba ditahan/cadangan juga berasal dari depresiasi. Besarnya depresiasi setiap tahunnya tergantung pada metode depresiasi yang digunakan oleh perusahaan yang bersangkutan. Sementara sebelum depresiasi tersebut digunakan untuk mengganti aktiva tetap yang akan diganti, dapat digunakan untuk membelanjai perusahaan meskipun waktunya terbatas sampai saat penggantian tersebut. Selama waktu itu depresiasi merupakan sumber dana atau modal di dalam perusahaannya sendiri. (2) Sumber eksternal Sumber eksternal (external sources) adalah sumber yang berasal dari luar perusahaan. Dana yang berasal dari sumber eksternal adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik, peserta atau pengambil bagian di dalam perusahaan. Dana atau modal yang berasal dari para kreditur adalah merupakan hutang bagi perusahaan yang bersangkutan dan modal yang berasal dari kreditur tersebut ialah apa yang disebut modal asing. Metode pembelanjaan dengan modal asing disebut dengan pembelanjaan asing atau pembelanjaan dengan hutang (debt financing). 16 Dana atau modal yang berasal dari pemilik, peserta atau pengambil bagian di dalam perusahaan adalah merupakan dana yang akan tetap ditanamkan dalam perusahaan yang bersangkutan, dan dana ini dalam perusahaan tersebut akan menjadi modal sendiri. Metode pembelanjaan dengan menggunakan dana yang berasal dari pemilik atau calon pemilik tersebut disebut pembelanjaan sendiri (equity financing). Maka dari itu, dana yang berasal dari sumber eksternal adalah dana yang terdiri dari modal asing dan modal sendiri. Pada dasarnya pihak-pihak pemberi dana atau modal ekstern yang utama dapat digolongkan dalam tiga golongan yaitu : a) supplier, b) bank dan c) pasar modal. Supplier memberikan dana kepada suatu perusahaan di dalam bentuk penjualan barang secara kredit, baik untuk jangka pendek (kurang dari 1 tahun), maupun untuk jangka menengah (lebih dari 1 tahun dan kurang dari 10 tahun). Bank adalah lembaga kredit yang mempunyai tugas utama memberikan kredit di samping pemberian jasa-jasa lain di bidang keuangan. Pemberian kredit oleh bank bisa jangka pendek (kurang dari 1 tahun), jangka menengah (lebih dari 1 tahun dan kurang dari 10 tahun), dan jangka panjang (lebih dari 10 tahun) . Pasar Modal (capital market) adalah merupakan sumber dana ektern bagi suatu perusahaan, dimana pasar modal didefinisikan sebagai suatu pengertian abstrak yang mempertemukan dua kelompok yang saling berhadapan tetapi yang kepentingannya saling mengisi, yaitu calon pemodal (investor) disatu pihak dan emiten yang membutuhkan dana jangka menengah atau jangka panjang dilain pihak, atau dengan kata lain adalah tempat (dalam artian abstrak) bertemunya 17 penawaran dan permintaan dana jangka menengah atau jangka panjang. Pemodal yang dimaksud adalah perorangan atau lembaga yang menanamkan dananya dalam efek, sedangkan emiten adalah perusahaan yang menerbitkan efek untuk ditawarkan kepada masyarakat. 2) Sumber Dana Menurut Jangka Waktunya Selanjutnya sumber dana atau sumber modal perusahaan menurut jangka waktunya dapat dikategorikan sebagai berikut (Wiagustini, 2010:214) : (1) Sumber Dana Jangka Pendek Sumber dana jangka pendek merupakan sumber dana yang tertanam di dalam perusahaan selama maksimal satu tahun. Terdapat beberapa jenis sumber dana jangka pendek yang sering dipergunakan oleh perusahaan seperti : accrual account, hutang dagang, hutang bank, commercial paper, factoring, dan lainlainnya. a) Accural Account, merupakan jenis hutang bebas bunga, seperti misalnya kebiasaan perusahaan membayar gaji karyawannya mingguan, atau bulanan. Sebelum waktu pembayar gaji tersebut, perusahaan dapat menggunakan dana tersebut tanpa biaya bunga, dalam arti bahwa perusahaan tidak perlu membayar bunga atas hutang gaji. b) Hutang Dagang, merupakan sumber pembiayaan jangka pendek yang paling besar bagi perusahaan, misalnya perusahaan seringkali dapat membeli persediaan yang diperlukan secara kredit dari perusahaan lain. 18 c) Hutang Bank, merupakan sumber dana jangka pendek yang biasanya dikeluarkan oleh bank-bank komersial. Biaya hutang jangka pendek ini sangat bervariasi untuk berbagai peminjam pada suatu waktu tertentu. Secara teoritis tingkat bunga akan cenderung tinggi bagi peminjam yang berisikio tinggi dan sebaliknya relatif rendah untuk peminjam yang bonafide. d) Commercial Paper, merupakan satu bentuk promissory note tanpa jaminan yang dikeluarkan oleh perusahaan besar, profitable dan dijual kepada perusahaan lain seperti asuransi, money market mutual fund dan bank. Commercial paper ini biasanya dikeluarkan dalam satuan yang relatif besar dengan bunga yang lebih rendah dari pada prime rate dan biasanya jatuh tempo dalam waktu satu hingga sembilan bulan. e) Factoring (anjak piutang), berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 yang dimaksud dengan perusahaan anjak piutang adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri, disamping penata usahaan penjualan kredit serta penagihan piutang perusahaan nasabah. Kegiatan factoring bisa dilakukan oleh perusahaan anjak piutang dan bank. 19 (2) Sumber Dana Jangka Menengah Sumber dana jangka menengah merupakan sumber dana yang tertanam di dalam perusahaan selama lebih dari 1 tahun dan kurang dari 10 tahun. Adapun jenis sumber dana jangka menengah terdiri dari term loan, equipment loan, leasing, modal ventura, dan lain-lain. a) Term Loan, merupakan salah satu jenis pembiayaan jangka menengah. Dipandang dari biaya modalnya, term loan ini memiliki biaya yang lebih rendah daripada modal saham ataupun obligasi. Hal ini disebabkan karena jika perusahaan harus mengeluarkan saham atau obligasi, maka harus membayar biaya emisi, pendaftaran dan biaya lain yang berkaitan pengeluaran saham atau obligasi. Dengan demikian untuk keperluan dana yang tidak terlalu besar, penjualan saham dan obligasi ini biayanya terlalu besar. Dibandingkan dengan hutang jangka pendek, term loan lebih baik karena tidak segera jatuh tempo dan peminjam memberikan jaminan pembayaran secara periodik yang mencakup bunga dan pokok pinjaman. b) Equipment loan, merupakan pembiayaan yang dipergunakan untuk pengadaan perlengkapan baru. Equipment loan ini biasanya diberikan oleh bank komersial, penjual perlengkapan, perusahaan asuransi, dana pensiun dan lembaga pembiayaan lainnya. Ada dua instrumen yang dapat dipergunakan untuk membiayaai equipment ini yaitu melalui kontrak penjualan kondisional dan hipotek barang bergerak. 20 c) Leasing, merupakan suatu kontrak antara pemilik aktiva yang disebut dengan lessor dan pihak lain yang memanfaatkan aktiva tersebut yang disebut lessee untuk jangka waktu tertentu. Salah satu manfaat leasing adalah lessee dapat memanfaatkan aktiva tersebut tanpa harus memiliki aktiva tersebut. Sebagai kompensasi manfaat yang dinikmati, maka lessee mempunyai kewajiban membayar secara periodik sebagai sewa aktiva yang digunakan. Manfaat lain adalah bahwa lessee tidak perlu menanggung biaya perawatan, pajak dan asuransi. d) Modal Ventura, merupakan bentuk pembiayaan penyertaan modal yang bersifat sementara ke dalam Perusahaan Pasangan Usaha (PPU). Setelah PPU tersebut mandiri baik dari segi pasar, pengelolaan serta telah memiliki modal usaha yang cukup, maka saham PPU yang dimiliki oleh Perusahaan Modal Ventura akan dijual kembali kepada PPU atau pihak lain. (3) Sumber Dana Jangka Panjang Sumber dana jangka panjang adalah sumber dana yang tertanam pada perusahaan dalam jangka waktu lebih dari 10 tahun. Terdapat berbagai jenis sumber dana jangka panjang yang tersedia bagi perusahaan seperti misalnya hutang jangka panjang, obligasi, saham preferen dan saham biasa. a) Hutang jangka panjang, merupakan suatu bentuk perjanjian antara peminjam dengan kreditur diamana kreditur bersedia memberikan pinjaman sejumlah tertentu dan peminjam bersedia untuk membayar 21 secara periodik yang mencakup bunga dan pokok pinjaman. Hutang jangka panjang ini dapat diperoleh melalui bank, perusahaan, asuransi, atau dapat juga ke dana pensiun. b) Obligasi, merupakan surat tanda hutang yang dikeluarkan oleh perusahaan sejumlah dan akan jatuh tempo pada waktu tertentu dan memberikan pendapatan sebesar bunga tertentu. Obligasi sebenarnya sama dengan hutang jangka panjang yang diperoleh bank, hanya saja obligasi ini penjualannya dipublikasikan dan dijual kepada investor langsung. c) Saham preferen, seperti halnya long term debt, saham preferen juga memberikan pendapatan yang relatif konstan disamping itu biaya modal saham preferen cenderung lebih tinggi daripada biaya hutang, karena risiko yang dihadapi pemegang saham preferen lebih besar dari risiko pemegang obligasi. Pemegang saham preferen memiliki preferensi atau prioritas dalam pembayaran deviden. d) Saham biasa, merupakan sumber dana yang permanen, karena akan tertanam dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas selama perusahaan masih menjalankan kegiatan operasi. Pendapatan yang diterima oleh pemegang saham biasa adalah laba setelah dikurangi pajak dan deviden saham preferen. 22 2.1.2 Struktur Modal Keputusan bidang keuangan yang sangat penting bagi perusahaan yakni keputusan dalam memilih sumber pembiayaan dalam menentukan bagaimana seluruh aktiva perusahaan dibiayai, apakah hanya dengan menggunakan modal sendiri, pinjaman atau menggunakan kombinasi dari keduanya. Rasio hutang jangka panjang terhadap modal sendiri menggambarkan struktur modal perusahaan dan rasio hutang terhadap modal akan menentukan besarnya leverage keuangan yang digunakan perusahaan (Sartono, 2010:221). Struktur modal merupakan pembelanjaan permanen dimana mencerminkan perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Struktur modal merupakan perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang bersifat permanen, jangka panjang dengan saham preferen dan saham biasa (Riyanto, 2011:22). Sementara struktur keuangan merupakan perimbangan antara total hutang dengan modal sendiri. Dengan kata lain, struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan (Sartono, 2010:225). Keputusan struktur modal berkaitan dengan pemilihan sumber dana yang berasal dari dalam perusahaan berupa laba ditahan dan depresiasi serta dari luar perusahaan berasal dari kreditur dan pemilik perusahaan. Penambahan hutang akan memperbesar risiko perusahaan sekaligus juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan (Saleem et al. 2013). Risiko yang semakin tinggi mengakibatkan membesarnya hutang dan cenderung menurunkan harga saham, namun dapat 23 meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan dan menaikkan harga saham tersebut. Dengan demikian untuk mencapai struktur modal yang optimal dikehendaki agar perusahaan dalam keadaan bagaimanapun juga jangan mempunyai jumlah utang yang lebih besar dari jumlah modal sendiri sehingga modal yang dijamin tidak lebih besar dari modal yang menjadi jaminan (Riyanto, 2011:298). Kesalahan pada struktur modal akan meningkatkan risiko financial, yaitu risiko dimana perusahaan tidak lagi mampu membayar bunga ataupun pelunasan utang-utangnya. Struktur modal merupakan masalah penting bagi setiap perusahaan karena mempunyai efek langsung terhadap posisi keuangan perusahaan sehingga manajer keuangan harus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal agar dapat memaksimalkan kemakmuran pemegang saham perusahaan. Salah satu alat ukur yang digunakan untuk menilai tingkat struktur modal perusahaan adalah debt to equity ratio. Struktur modal yang diukur dengan menggunakan debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk dapat menilai hutang dengan ekuitas dengan cara membandingkan antara seluruh hutang, termasuk hutang lancar dengan seluruh ekuitas (Sartono,2010:267). Untuk menentukan struktur modal yang optimal, para manajer keuangan perlu mempertimbangkan beberapa faktor penting (Brigham dan Houston, 2011:188) diantaranya : 24 1) Stabilitas Penjualan Suatu perusahaan yang penjualannya relatif stabil dapat secara aman mengambil hutang dalam jumlah yang lebih besar dan mengeluarkan beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. 2) Struktur Asset Perusahaan yang assetnya memadai untuk digunakan sebagai jaminan pinjaman cenderung akan cukup banyak menggunakan utang. Asset umum yang digunakan oleh banyak perusahaan dapat menjadi jaminan yang baik, sementara tidak untuk asset dengan tujuan khusus. 3) Leverage operasi Jika hal lain dianggap sama, perusahaan dengan leverage operasi yang lebih rendah akan lebih mampu menerapkan leverage keuangan karena perusahaan tersebut akan memilki usaha yang lebih rendah. 4) Tingkat pertumbuhan Jika hal lain dianggap sama maka perusahaan yang memiliki partumbuhan yang lebih cepat harus lebih mengandalkan diri pada modal eksternal. Selain itu biaya emisi yang berkaitan dengan penjualan saham biasa akan melebihi biaya emisi yang terjadi ketika perusahaan menjual hutang, mendorong perusahaan yang mengalami pertumbuhan pesat untuk lebih mengendalikan diri pada hutang. 25 5) Profitabilitas Sering kali diamati bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian atas investasi yang sangat tinggi ternyata menggunakan hutang dalam jumlah yang relatif sedikit. Tingkat pengembalian hutang yang tinggi memungkinkan perusahaan-perusahaan tersebut melakukan sebagian besar pendanaan melalui dana yang dihasilkan secara internal. 6) Pajak Bunga merupakan suatu beban pengurangan pajak, dan pengurangan ini lebih bernilai bagi perusahaan dengan tarif pajak yang tinggi. Jadi makin tinggi tarif pajak suatu perusahaan maka makin besar keunggulan dari hutang. 7) Kendali Pengaruh hutang dibandingkan saham pada posisi kendali suatu perusahaan dapat memengaruhi struktur modal. Pertimbangan kendali dapat mengarah pada penggunaan baik itu hutang maupun ekuitas karena jenis hutang yang memberikan perlindungan terbaik kepada manajemen akan bervariasi dari satu situasi yang lain. Apapun kondisinya jika manajemen merasa tidak aman, maka manajemen akan mempertimbangkan situasinya kendali. 8) Sikap manajemen Tidak ada yang dapat membuktikan bahwa satu struktur modal akan mengarah pada harga saham yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur yang lain. Manajemen dapat melaksanakan pertimbangannya sendiri tentang struktur modal yang tepat. Beberapa manajemen cenderung lebih konservartif 26 dibandingkan yang lain dan menggunakan hutang dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata perusahaan di dalam industrinya, sementara manajemen yang agresif menggunakan lebih banyak hutang dalam usaha mereka untuk mendapat laba yang lebih tinggi. 9) Sikap pemberi pinjaman dan lembaga pemeringkat Tanpa mempertimbangkan analisis manajemen sendiri atas faktor leverage yang tepat bagi perusahaan, sikap pemberi pinjaman dan lembaga pemeringkat sering kali akan memengaruhi keputusan struktur keuangan. Perusahaan sering kali membahas struktur modalnya dengan pihak pemberi pinjaman dan lembaga pemeringkatan serta sangat memperhatikan saran mereka. 10) Kondisi pasar Kondisi pasar saham dan obligasi mengalami perubahan dalam jangka panjang maupun jangka pendek yang dapat memberikan arah penting pada struktur modal optimal suatu perusahaan. Perusahaan yang membutuhkan modal akan pergi ke pasar saham atau pasar hutang jangka pendek tanpa melihat sasaran struktur modalnya, namun ketika kondisi melonggar, perusahaan-perusahaan ini menjual obligasi jangka panjang untuk mengembalikan struktur modalnya kembali pada sasaran. 11) Kondisi internal perusahaan Kondisi internal suatu perusahaan sendiri juga akan berpengaruh pada sasaran struktur modalnya. 27 12) Fleksibilitas keuangan Fleksibilitas keuangan memiliki tujuan yang dimana jika dilihat dari sudut operasional berarti mempertahankan kecukupan kapasitas pinjaman cadangan. Menentukan cadangan yang memadai adalah sesuatu yang dilakukan berdasarkan pertimbangan, tetapi bergantung pada faktor-faktor yang bersifat perimbangan seperti kebutuhan dana yang diramalkan perusahaan, prediksi kondisi pasar modal, keyakinan manajemen akan hasil ramalannya, dan konsekuensi dari kurangnya modal. Terdapat sembilan faktor yang mempengaruhi struktur modal (Riyanto, 2011:297), diantaranya : 1) Struktur asset Perusahaan yang assetnya memadai untuk digunakan sebagai jaminan pinjaman cenderung akan cukup banyak menggunakan hutang. 2) Pertumbuhan perusahaan Perusahaan yang memiliki peluang pertumbuhan yang tinggi cenderung memiliki agency cost of debt yang tinggi. Perusahaan dengan peluang pertumbuhan yang rendah cenderung memiliki agency cost of debt yang rendah. 3) Ukuran perusahaan Semakin besar ukuran suatu perusahaan, maka kesempatan untuk meminjam atau berhutang akan lebih banyak. 28 4) Profitabilitas Perusahaan yang memiliki rate of return yang tinggi pada investasinya cenderung menggunakan lebih sedikit hutang sebagai sumber dananya. 5) Research and Development Expenses Perusahaan dengan research and development expenses yang besar cenderung membutuhkan lebih banyak dana jangka panjang untuk produknya. 6) Risiko Semakin tinggi operating risk yang dimiliki oleh suatu perusahaan maka akan semakin tinggi pula probability of financial distress dan bankruptcy cost yang dimilikinya. 7) Faktor pajak Biaya bunga merupakan biaya yang dapat mengurangi pembayaran pajak, sedangkan pembayaran dividen tidak mengurangi pembayaran pajak. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat pajak perusahaan, semakin besar keuntungan dari penggunaan pajak. 8) Negara Home country atau asal negara dari suatu perusahaan dipercaya memiliki pengaruh terhadap struktur modal perusahaan tersebut. 9) Industri Industry group atau kelompok industry dipercaya memiliki pengaruh terhadap struktur modal perusahaan. 29 2.1.3 Teori Struktur Modal Terdapat teori mengenai struktur modal diantaranya : 1) Pecking Order Theory Secara singkat teori ini menyatakan bahwa : (1) perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan), (2) perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian deviden yang ditargetkan, dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran deviden secara drastis, (3) kebijakan deviden yang relatif segan untuk diubah, disertai dengan fluktuasi profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga, mengakibatkan bahwa dana hasil operasi kadang-kadang melebihi kebutuhan dana untuk investasi, meskipun pada kesempatan yang lain mungkin kurang. Apabila dana hasil operasi kurang dari kebutuhan investasi (capital expenditure), maka perusahaan akan mengurangi saldo kas atau menjual sekuritas yang dimiliki, (4) apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling “aman” terlebih dulu yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan (Husnan, 2012:325). Pecking order theory menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan yang profitable umumnya meminjam dalam jumlah yang sedikit. Hal tersebut bukan disebabkan karena mereka mempunyai target debt ratio yang rendah, tetapi karena mereka memerlukan external financing yang sedikit. Perusahaan yang kurang profitable akan cenderung mempunyai hutang yang lebih besar karena dua alasan, 30 yaitu : (1) dana internal tidak cukup, dan (2) hutang merupakan sumber eksternal yang lebih disukai (Husnan, 2012:324). Perusahaan memiliki pilihan untuk mendapatkan sumber dana yaitu dengan pendanaan internal eksternal. Perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi akan menggunakan dana pinjaman yang sedikit hal ini sesuai dengan pecking order theory, karena kebutuhan dana sudah tercukupi dari menggunakan sumber dana internal yaitu laba ditahan sedangkan perusahaan yang kurang profitable akan menggunaan hutang yang lebih besar (Sartono, 2010:249). 2) Trade - Off Theory (Teori Pertukaran) Trade - off theory merupakan adanya fakta bahwa bunga yang dibayarkan sebagai beban pengurang pajak membuat hutang menjadi lebih murah dibandingkan dengan saham biasa atau saham preferen, secara tidak langsung pemerintah membayar sebagian biaya hutang atau dengan kata lain hutang memberikan manfaat perlindungan pajak (Brigham dan Houston, 2011:183). Dengan kerangka trade- off theory manajer akan berpikir antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas tinggi akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak dan pada kenyataannya tidaklah sering manajer keuangan yang dapat berpikir demikian. Semakin besar proporsi hutang maka semakin besar biaya kebangkrutan yang mungkin akan muncul. Oleh karena itu, struktur modal yang optimal dapat dicapai 31 dengan cara menyeimbangkan keuntungan perlindungan pajak dengan beban sebagai akibat dari penggunaan hutang yang semakin besar (Sartono, 2010:247). 2.1.4 Profitabilitas Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya (Harapan, 2011:304). Profitabilitas dapat mempengaruhi struktur modal perusahaan, dimana perusahaan yang menghasilkan laba lebih besar cenderung mempunyai laba ditahan lebih besar sehingga dapat memenuhi kebutuhan dananya untuk melakukan ekspansi dari sumber internal perusahaan (Brigham dan Houston, 2011:43). Terdapat beberapa rasio profitabilitas (Brigham dan Houston, 2010:107) diantaranya : 1) Margin Laba (profit Margin) Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan yang dimana semakin besar rasio ini maka semakin baik pula karena dianggap kemampuan perusahaan dalam mendapat laba cukup tinggi. Oleh karena itu, untuk menghitung margin laba dapat dihitung dengan rumus : Margin Laba = Laba Bersih Penjualan ………………………….….…………………. (1) 32 2) Basic Earning Power (BEP) Rasio ini menunjukkan kemampuan dasar untuk menghasilkan laba dari aktiva- aktiva perusahaan, sebelum ada pengaruh dari pajak dan leverage, dan ini akan bermanfaat untuk membandingkan perusahaan-perusahaan dengan berbagai situasi pajak dan tingkat pengukitan keuangan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, rasio ini dapat dihitung dengan rumus : BEP = 3) EBIT Total Aktiva …………………………………………………. (2) Return On Equity (ROE) Rasio ini mengukur atau menunjukkan berapa persen yang diperoleh laba bersih bila diukur dari modal pemilik yang dimana semakin besar hasilnya akan semakin bagus. Oleh karena itu, rasio ini dapat dihitung dengan rumus : ROE = 4) Laba Bersih Ekuitas ………………………………...………………. (3) Return On Assets (ROA) Rasio ini menunjukkan seberapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila diukur dari nilai aktiva yang dimiliki perusahaan. Oleh karena itu, rasio ini dapat dihitung dengan rumus : ROA= EAT Total Asset …………………………………………………... (4) 33 Untuk mengukur profitabilitas dalam penelitian ini diproksikan dengan Return on Assets (ROA). 2.1.5 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan dimana perusahaan yang besar akan lebih mudah mendapatkan pinjaman dari luar baik dalam bentuk hutang maupun modal saham karena biasanya perusahaan besar disertai dengan reputasi yang cukup baik di mata masyarakat (Sartono, 2010:249). Penentuan besar kecilnya ukuran perusahaan dapat ditentukan berdasarkan total penjualan, total aktiva, rata-rata tingkat penjualan, dan rata-rata total aktiva (Seftianne dan Handayani, 2011). Hal ini memungkinkan perusahaan besar memiliki tingkat leverage yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang berukuran kecil. Hal tersebut dikarenakan untuk perusahaan dengan ukuran yang lebih besar akan memiliki akses yang lebih besar guna mendapatkan sumber pendanaan dari berbagai sumber, sehingga untuk memperoleh pinjaman dari kreditur akan lebih mudah karena perusahaan dengan ukuran besar memiliki probabilitas lebih besar untuk memenangkan persaingan atau bertahan dalam industri. Sedangkan untuk perusahaan dengan skala kecil akan lebih fleksibel dalam menghadapi ketidakpastian, karena perusahaan kecil lebih cepat bereaksi terhadap perubahan yang mendadak. Rendahnya risiko perusahaan besar juga akan menyebabkan biaya hutang perusahaan besar lebih rendah apabila dibandingkan dengan perusahaan kecil, sehingga hal ini akan mendorong perusahaan besar untuk menggunakan hutang lebih banyak lagi (Indrajaya dan Herlina, 2011). Ukuran perusahaan dapat dihitung dengan rumus : 34 Ukuran Perusahaan = Ln (Total Asset) …………………………………….……… (5) 2.1.6 Likuiditas Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya dalam jangka pendek dengan dana lancar yang tersedia (Kasmir, 2009:129). Likuiditas berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membiayai dan memenuhi kewajiban atau hutang pada saat ditagih atau pada saat jatuh tempo (Kasmir, 2011:145). Terdapat beberapa rasio yang dapat digunakan untuk menghitung likuiditas perusahaan serta memiliki fungsi guna mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek (Brigham dan Houston, 2010:134) diantaranya : 1) Rasio lancar (Current ratio) Rasio Lancar atau current ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau hutang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Rumus yang digunakan untuk mencapai rasio lancar yaitu : Current Ratio = 2) Aktiva Lancar Hutang Lancar …………………………………....... (6) Rasio Cepat ( quick ratio) Rasio cepat atau quick ratio merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi atau membayar kewajiban atau hutang lancar dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan nilai sediaan (inventory). Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio cepat yaitu : 35 Quick ratio (Acid Test Ratio) = 3) Current assets-Invent Current Liabilities …………………..…. (7) Rasio Kas ( Cash Ratio) Rasio kas merupakan rasio yang mengukur seberapa besar uang yang benar- benar siap untuk digunakan untuk membayar hutangnya. Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio kas yaitu : Cash ratio = Cash or Cash equivalent ………………………………………. (8) Current Liabilities Oleh karena itu, semakin tinggi angka rasio likuiditas akan semakin baik bagi investor karena rasio likuiditas yang baik dapat membuat suatu jaminan bagi investor untuk melakukan investasi di perusahaan tersebut sehingga mempengaruhi struktur modal perusahaan (Ilyas dan Triyono, 2010). Untuk mengukur likuiditas dalam penelitian ini diproksikan dengan Current Ratio (CR). 2.1.7 Risiko Bisnis Risiko usaha akan menunjukkan seberapa besar risiko perusahaan jika suatu perusahaan tidak menggunakan hutang. Oleh karena itu keputusan perusahaan untuk menggunakan hutang dalam menjalankan operasinya akan menimbulkan suatu risiko salah satunya yakni risiko bisnis. Risiko bisnis merupakan risiko dari perusahaan saat tidak mampu menutupi biaya operasionalnya dan dipengaruhi oleh stabilitas pendapatan dan biaya (Brigham dan Houston, 2011:157). Perusahaan dan risiko bisnis yang tinggi cenderung menghindari pendanaan dengan menggunakan hutang 36 dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki risiko bisnis lebih rendah. Risiko bisnis merupakan salah satu risiko yang dihadapi oleh perusahaan ketika menjalankan kegiatan operasinya, yaitu kemungkinan ketidakmampuan perusahaan untuk membiayai kegiatan operasionalnya (Gitman, 2003:215). Biaya operasional yang dimaksud terdiri dari gaji karyawan, biaya asuransi dan depresiasi gedung dan peralatan. Risiko bisnis bergantung pada beberapa faktor (Brigham dan Houston, 2011:159) yaitu : 1) Variabilitas permintaan Makin stabil permintaan akan produk suatu perusahaan, jika hal-hal yang lain dianggap konstan, akan makin rendah risiko usahanya. 2) Variabilitas harga jual Perusahaan yang produknya dijual ke dalam pasar yang sangat labil akan menghadapi risiko usaha yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan serupa yang harga keluarannya lebih stabil. 3) Variabilitas biaya masukan Perusahaan yang biaya masukannya sangat tidak pasti akan menghadapi tingkat risiko usaha yang tinggi. 4) Kemampuan untuk menyesuaikan harga keluaran terhadap perubahan dalam biaya masuk 37 Makin besar kemampuan untuk menyesuaikan harga keluaran untuk mencerminkan kondisi biaya, makin rendah tingkat risiko usaha suatu perusahaan. 5) Kemampuan untuk mengembangkan produk baru dengan cara yang tepat waktu dan efektif biaya Makin cepat produk yang diproduksi menjadi uang maka semakin besar risiko usaha suatu perusahaan. 6) Pemaparan risiko luar negeri Perusahaan yang menghasilkan laba di luar negeri akan menjadi subjek dari penurunan laba akibat fluktuasi nilai tukar. 7) Sejauh mana tingkat biaya-biaya yang merupakan biaya tetap : leverage operasi Biaya perusahaan yang sebagian besar merupakan biaya tetap, biaya tidak akan turun meskipun permintaan merosot, maka perusahaan tersebut menghadapi tingkat risiko usaha yang relatif tinggi. Besar kecilnya Degree of Operating Leverage (DOL) akan berdampak pada tinggi rendahnya risiko bisnis perusahaan (Sartono, 2010:263) dengan rumus sebagai berikut : DOL = % Perubahan EBIT % Perubahan Penjualam ………………………………………. (11) 38 2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh Profitabilitas (ROA) Terhadap Struktur Modal (DER) Profitabilitas (ROA) merupakan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya (Harapan, 2011:304). Sesuai dengan pecking order theory bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas (ROA) yang tinggi cenderung tidak meningkatkan penggunaan struktur modal (DER). Perusahaan lebih cenderung memakai dana internal dalam memenuhi kebutuhannya (Husnan,2012: 324). Penelitian yang dilakukan oleh Sheikh (2011), menyatakan bahwa profitabilitas (ROA) mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). Penelitian yang dilakukan oleh Sabir (2012) juga menyatakan bahwa profitabilitas (ROA) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fauzi (2013) juga menyatakan bahwa profitabilitas (ROA) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). Penelitian berikutnya oleh Alzomaia (2014) juga menyatakan bahwa profitabilitas (ROA) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). Penelitian berikutnya dilakukan oleh Umer (2014) juga menyatakan bahwa profitabilitas (ROA) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). Hasil penelitian dari pada Sheikh (2011), Sabir (2012), Fauzi (2013), Alzomaia (2014), Umer (2014) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara 39 profitabilitas (ROA) dan struktur modal (DER). Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 : Profitabilitas (ROA) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). 2.2.2 Pengaruh Ukuran Perusahaan (Ln TA) Terhadap Struktur Modal (DER) Ukuran perusahaan (Ln TA) menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan dimana perusahaan yang besar akan lebih mudah mendapatkan pinjaman dari luar baik dalam bentuk hutang maupun modal saham karena biasanya perusahaan besar disertai dengan reputasi yang cukup baik di mata masyarakat (Sartono, 2010:249). Perusahaan yang memiliki ukuran besar cenderung tidak menggunakan hutang karena perusahaan dengan ukuran besar telah memiliki total aset yang besar dalam melunasi total hutangnya. Perusahaan-perusahaan yang memiliki ukuran kecil tidak memiliki banyak pilihan untuk meningkatkan ukuran perusahaannya (Ln TA). Dalam hal ini, perusahaan kecil tidak mempunyai pilihan pendanaan selain mengandalkan pinjaman bank (hutang). Sesuai dengan trade off theory bahwa perusahaan kecil dituntut meningkatkan hutang agar dapat memanfaatkan besaran hutang menjadi pendapatan untuk meningkatkan total aset perusahaan (Sartono, 2010:247). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Akinlo (2011) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan (Ln TA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). Penelitian yang dilakukan oleh AL- Shubiri (2010) menyatakan bahwa ukuran perusahaan (Ln TA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). Selain itu penelitian oleh Parlak (2010) yang menyatakan bahwa 40 ukuran perusahaan (Ln TA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). Penelitian lainnya oleh Ahmed (2010) yang juga menyatakan bahwa ukuran perusahaan (Ln TA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). Berikutnya penelitian dari Sheikh (2011) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan (Ln TA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). Hasil penelitian dari pada Akinlo (2011), AL- Shubiri (2010), Parlak (2010), Ahmed (2010), Sheikh (2011) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara ukuran perusahaan (Ln TA) dengan struktur modal (DER). Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H2 : Ukuran perusahaan (Ln TA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). 2.2.3 Pengaruh Likuiditas (CR) Terhadap Struktur Modal (DER) Likuiditas (CR) merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya dalam jangka pendek dengan dana lancar yang tersedia. Likuiditas (CR) berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membiayai dan memenuhi kewajban atau hutang pada saat ditagih atau pada saat jatuh tempo (Kasmir, 2009:129). Semakin tinggi liquidity (CR), maka akan mengurangi penggunaan hutang (Ramlall, 2009). Sesuai dengan pecking order theory bahwa perusahaan yang likuiditasnya (CR) tinggi lebih memilih pendanaan dengan dana internal, sehingga lunasnya hutang lancar akan menurunkan tingkat hutang perusahaan. 41 Hasil penelitian oleh Kühnhausen (2014) menyatakan bahwa likuiditas (CR) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). Penelitian berikutnya oleh AL- Shubiri (2010) yang menyatakan bahwa likuiditas (CR) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). Hasil penelitian berikutnya oleh Ramlall (2009) menyatakan bahwa likuiditas (CR) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). Verena dan Haryanto (2013) menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif dan signifikan antara likuiditas (CR) terhadap struktur modal (DER). Penelitian berikutnya oleh Sheikh dan Zongjun (2011) juga menyatakan bahwa likuiditas (CR) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). Hasil penelitian dari pada Kühnhausen (2014), ALShubiri (2010), Ramlall (2009), Verena dan Haryanto (2013), Sheikh dan Zongjun (2011) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara likuiditas (CR) dengan struktur modal (DER). Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H3 : Likuiditas (CR) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). 2.2.4 Pengaruh Risiko Bisnis (DOL) Terhadap Struktur Modal (DER) Risiko bisnis (DOL) merupakan salah satu risiko yang dihadapi oleh perusahaan ketika menjalankan kegiatan operasinya, yaitu kemungkinan ketidakmampuan perusahaan untuk membiayai kegiatan operasionalnya (Gitman, 2003:215). Perusahaan yang memiliki risiko tinggi akan memakai hutang yang kecil karena hutang dapat meningkatkan suatu risiko kebangkrutan perusahaan (Brigham 42 dan Houston, 2011:157). Dalam pecking order theory, perusahaan dengan risiko bisnis (DOL) tinggi cenderung sedikit menggunakan hutang, agar menghindari kebangkrutan dari pemakai hutang, agar menghindari kebangkrutan dari pemakai hutang. Sehingga perusahaan dituntut menggunakan retained earning agar tidak memiliki risiko kebangkrutan dari hutang (Ticoalu, 2013). Hasil penelitian oleh Handayani (2011) menyatakan bahwa risiko bisnis (DOL) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). Berikutnya penelitian oleh Alzomaia (2014) yang menyatakan bahwa risiko bisnis (DOL) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). Hasil penelitian yang sama oleh AL- Shubiri (2010) juga menyatakan bahwa risiko bisnis (DOL) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). Penelitian lainnya oleh Parlak (2010) yang menyatakan bahwa risiko bisnis (DOL) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). Berikutnya penelitian oleh Ahmed (2010) yang menyatakan bahwa risiko bisnis (DOL) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). Hasil penelitian dari pada Handayani (2011), Alzomaia (2014), AL- Shubiri (2010), Parlak (2010), Ahmed (2010) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara risiko bisnis (DOL) dengan struktur modal (DER). Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H4 : Risiko bisnis (DOL) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal (DER). 43 Berdasarkan hipotesis yang telah dipaparkan, dapat digambarkan kerangka konseptual yaitu sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Hubungan Profitabilitas (ROA), Ukuran Perusahaan (Ln TA), Likuiditas (CR), dan Risiko Bisnis (DOL) terhadap Struktur Modal (DER) pada Perusahaan Property dan Realestate di Bursa Efek Indonesia (BEI). Profitabilitas (ROA) (X1) (-) Ukuran Perusahaan (Ln TA) (+) Struktur Modal (DER) (X2) (Y) (-) Likuiditas (CR) (-) (X3) Risiko Bisnis (DOL) (X4) 44