PolMark Indonesia-Political Consulting Bangsawan di Panggung Kekuasaan 28 Juli 2011 - Ketika raja mesti berganti, para anak raja pun bersaing menduduki takhta. Saat pemilihan, seorang pa’lontara terlebih dulu membacakan semacam rekam jejak para kandidat berikut para nenek moyang mereka. Barulah kemudian kaum adat menjadi penentu siapa raja berikutnya. Begitulah proses suksesi kerajaan-kerajaan di tanah Mandar pada masa lalu. Mandar merupakan tanah dengan pitu ba’bana binanga (tujuh kerajaan di muara sungai) dan pitu ulunna salu (tujuh kerajaan di hulu sungai). Pada masa penjajahan, wilayah ini masuk Afdeling Mandar. Pada awal masa kemerdekaan, wilayah itu termasuk dalam Swatantra Mandar yang masuk Provinsi Sulawesi. Menurut sejarawan Ahmad Hasan yang kini Kepala Museum Mandar di Majene, di masa lalu pun raja di wilayah Mandar dipilih dan tidak ada sistem putra mahkota. Persaingan antarsaudara jamak terjadi dalam kerajaan-kerajaan di tanah Mandar. Demokrasi, meski terbatas, sudah berjalan di masa lalu. Kini proses suksesi diperluas, rakyat biasa pun menjadi penentu pemilihan. ”Sejak dulu, biasa saudara bersaing. Setelah itu ya sudah, baik lagi,” kata Ahmad. Kondisi itulah yang akan dihadapi Salim S Mengga, salah seorang calon gubernur Sulawesi Barat periode 2011-2016. Salim bakal bersaing dengan adik kandungnya, Aladin S Mengga, yang menjadi calon wakil gubernur mendampingi Anwar Adnan Saleh. Keduanya adalah putra Kolonel (Purn) S Mengga, Bupati Polewali Mamasa 1980-1990. Polewali Mamasa adalah daerah induk sebelum kemudian dipecah menjadi Polewali Mandar dan Mamasa pada tahun 2002. Pada pemilihan tahun 2006, Aladin tentu mendukung sang kakak. Setelah Salim kalah dari Anwar Adnan Saleh, karier Aladin yang pernah menjadi Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sulbar pun kemudian terhenti, ”dikotakkan” sebagai staf ahli gubernur. Namun, kini Aladin justru mendampingi kompetitor lama sang kakak. Menurut Ahmad, sekalipun lebih dikenal sebagai keturunan habib, Salim yang pensiunan jenderal berbintang dua dan Aladin yang berkarier di birokrasi sebenarnya masih terhitung keturunan Dg Rioso Tomatindo di Marica. Raja ke-12 Kerajaan Balanipa di Onder Afdeling Polewali ini terkenal karena keberhasilannya mengusir Aru Pallaka dari tanah Mandar. Suasana persaingan ”internal-keluarga” juga mesti dirasakan calon gubernur lain, Andi Ali Baal Masdar, yang harus ”berseberangan” dengan adiknya, Andi Ibrahim Masdar, yang Ketua Partai Golkar Polewali Mandar. Partai Golkar adalah pengusung utama Anwar Adnan yang kini Ketua Partai Golkar Sulbar. Bahkan, Ali Baal dan Andi Ibrahim pernah bersaing untuk menjadi Bupati Polewali Mandar pada pemilihan tahun 2008 yang dimenangi Ali Baal. ”Secara emosional, hubungan darah selalu dimaklumi. Tapi ini keputusan organisasi,” kata Ketua Harian Partai Golkar Sulbar Suhardi Duka. Keluarga Masdar masih terhitung bangsawan dari kerajaan Tapango. Dari garis ibu, Ali Baal pun terhitung keturunan raja. Tambahan lagi, Andi Ruskati Radjab (Bau Atti), istri Ali Baal, adalah cucu Ma’radia Banggae Rammang Patta Lolo, raja terakhir dari kerajaan Banggae di Onder Afdeling Majene. Di ranah politik modern, keluarga Mengga dan Masdar juga punya ”pertautan politik” yang panjang. S Mengga pernah menjadi bupati dua periode, sementara Masdar Pasmar adalah Ketua Golkar dan sempat menjadi Ketua DPRD Polewali Mamasa. Masyarakat amat mengenal tiga keluarga ternama di Polewali: Mengga, Masdar, dan Manggabarani. Dari klan Manggabarani, ada Hasyim yang pernah menjabat Bupati Polewali Mamasa dan juga Yusuf Manggabarani yang pernah menjadi Wakil Kepala Kepolisian RI. Calon lain pun terhitung berdarah bangsawan. Sekalipun sebelumnya lebih dikenal sebagai pengusaha asal Kendari, Anwar Adnan Saleh merupakan putra Aralle, salah satu kerajaan di hulu sungai tanah Mandar. Menurut Ahmad, Tashan Burhanuddin terhitung keturunan raja Mallunda. Persaingan program Bisa jadi sebuah kebetulan jika para bangsawan itu kini bersaing ke pucuk kekuasaan. Investasi panjang secara sosial dan politik yang dimulai nenek moyang kini mereka teruskan. ”Harus diakui, saat itu hanya anak bangsawan yang bisa bersekolah dengan baik,” kata Ahmad. http://www.polmarkindonesia.com Powered by Joomla! Generated: 27 October, 2017, 13:26 PolMark Indonesia-Political Consulting Popularitas, ketokohan, dan bahkan jejak masa lalu para pendahulu menjadi modal para kandidat saat ini. Padahal, menurut Direktur Pusat Kajian Politik, Demokrasi, dan Perubahan Sosial Sulbar Wahyuddin, persaingan para calon kini semestinya lebih maju ketimbang pada masa lalu. Misalnya, para calon tidak lagi sekadar mengandalkan faktor primordialisme dan kesukuan. Faktanya, faktor geopolitik menjadi pertimbangan penting menjodohkan pasangan calon. Informasi yang dihimpun Kompas, Aladin dipilih antara lain untuk ”menggembosi” massa pendukung Salim Mengga dan Ali Baal Masdar di Polewali Mandar dan Majene. Sementara Anwar Adnan dianggap lebih kuat di Mamuju, Mamuju Utara, dan juga Mamasa. Demikian juga Salim Mengga yang dilengkapi kekuatan Abdul Jawas Gani yang merupakan putra Mamuju. Pasangan Ali Baal dan Tashan diprediksi bakal mendulang suara di Polewali Mandar, Majene, dan juga Mamuju Utara yang relatif lebih heterogen. Posisi Ali Baal sebagai Bupati Polewali Mandar juga mesti diperhitungkan sebagai ”peredam” calon lain di daerah itu. Polewali Mandar dan Mamuju yang berpemilih besar ketimbang tiga kabupaten lain merupakan ladang persaingan yang diprediksi bakal ketat. Ketiga pasangan calon memiliki basis sosial, politik, dan kultural yang memadai untuk berebut simpati pemilih di daerah itu. Menurut peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Veri Junaidi, mekanisme pencalonan lebih didominasi faktor popularitas dan kepemilikan modal. Partai politik lebih suka mengambil jalan pintas, sebatas event organizer, menjadi tunggangan orang yang populer dan berduit. Jika parpol menjalankan sistem kaderisasi yang baik, siapa pun dapat diusung sebagai calon kepala daerah. Wahyuddin menekankan, masa depan Sulbar butuh pemimpin terbaik dan rakyat pemilih memiliki kekuasaan untuk memilih pemimpin yang terbaik. Mereka mesti menawarkan visi, misi, dan programnya kepada calon pemilih. Calon petahana (incumbent) berkesempatan merealisasikan janjinya terdahulu yang bisa dinilai rakyat. Di sisi lain, para pesaingnya berkesempatan menawarkan alternatif visi, misi, dan program yang mesti lebih baik untuk bisa mengalahkan petahana. Apa pun, ibarat pepatah: jika para raja sudah bersaing, jangan sampai rakyat di tengah-tengahnya yang menjadi korban. (sumber: Kompas) http://www.polmarkindonesia.com Powered by Joomla! Generated: 27 October, 2017, 13:26