Muhammad Rasulullah saww

advertisement
Rasulullah saww
Nama
Gelar
Julukan
Ayah
Lbu
Tempat/Tgl. Lahir
Hari/Tgl. Wafat
Umur
Makam
Jumlah Anak
Anak laki-laki
Anak perempuan

: Muhammad saww
: Al-Musthafa
: Abu Al-Qosim
: Abdullah bin Abdul Muththalib
: Aminah binti Wahab
: Makkah, Senin, 12 Rabiul Awal
: Senin, 28 Shofar Tahun 11 H.
: 63 tahun
: Madinah
: 7 orang, 3 laki-laki dan 4 perempuan
: Qosim, Abdullah dan lbrahim
: Zainab, Ruqoiyah, Ummu Kaltsum, dan
Fathimah.
Riwayat Hidup
Riwayat Hidup Nabi Muhammad saww di kala umat
manusia
dalam
hidupnya
kegelapan
lahirlah
seorang
dan
bayi
kehilangan
dan
pegangan
keluarga
yang
sederhana di kota Makkah, yang kelak akan membawa
perubahan
besar
bagi
sejarah
peradaban
manusia.
Ayahandanya bernama Abdullah putra Abdul Muththalib
yang wafat sebelum beliau dilahirkan 7 bulan. Kehadiran
bayi itu disambut oleh kakeknya Abdul Muththalib dengan
penuh kasih sayang dan kemudian bayi itu dibawanya ke
kaki Ka'bah. Di tempat suci inilah bayi itu diberi nama
Muhammad,
sebelumnya.
suatu
nama
yang
belum
pernah
ada
Dan dalam usia enam tahun beliau juga kehilangan
ibudanya yang tercinta, Aminah binti Wahab. Setelah
kematian kedua orang tuanya, datuk beliau Abdul Muthalib
mengambil alih pendidikan nya. Menjelang wafatnya,
Abdul Muththalib menunjuk putranya, Abu Thalib, sebagai
wali dari Nabi Muhammad saww. Beliau dikenal sebagai
orang yang tampan, ramah, jujur dan suka menolong
sesamanya. Dan pada usia 25 tahun, beliau menikah
dengan seorang bangsawan nan rupawan, Khadijah binti
Khuwailid.
Pada
usia
40
tahun,
Muhammad
saww
mendapat wahyu dari Allah SWT dan diangkat sebagai
Nabi untuk sekalian alam. Ketika itu beliau senantiasa
merenung dalam
kesunyian,
memikirkan nasib
umat
manusia. Hingga datanglah Jibril a.s. dengan membawa
berita
gembira,
lalu
menyapa
dan
memerintahkan:
"Bacalah dengan nama Tahanmu".
Kemudian
Rasululullah
saww
mulai
berdakwah
mengajak kerabatnya menuju kepada pengesaan Allah
SWT yang merupakan asal muasal dari segala yang wujud.
Khadijah, istrinya merupakan orang pertama dari kalangan
kaum wanita yang mempercayai kenabiaannya. Sedang
laki-laki
pertama
yang
mengikuti
dan
mengimani
ajarannya adalah, Ali bin Abi Thalib a.s. Selama tiga tahun
Rasululullah
saww
berdakwah
secara
diam-diam
di
kalangan keluarganya dan setelah turun ayat 94 dari
Surah Al-Hijr yang berbunyi: "Maka siarkanlah apa-apa
yang diperintahkan Allah kepadamu dan herpalinglah dari
orang-orang musyrik", Rasulullah saww mulai berdakwah
secara terang-terangan.
Namun, teryata kaum Qurays menolak ajakan suci
dari Rasulullah saww, bahkan pamannya sendiri, Abu
Lahab, termasuk salah seorang
yang memusuhinya.
Melihat permusuhan kaum Qurays pada beliau saww,
pamannya, Abu Thalib, berkata: "Bagaimana rencanamu
dalam menghadapi permusuhan ini, wahai keponakanku?
Akankah
engkau
menghentikan
misimu?".
Dengan
spontanitas Rasululllah saww menjawab: "Wahai pamanku!
Andai matahari diletakkan di tangan kiriku dan bulan di
tangan kananku, agar aku menghentikan misi ini, sungguh
aku tidak akan menghentikannya, hingga agama Allah ini
meluas ke segala penjuru atau aku binasa karenanya".
Bagi Muhammad saww demi proyek Allah apapun
boleh terjadi. Gangguan demi gangguan, penderitaan demi
penderitaan.
ejekan,
penganiayaan,
telah
fitnahan,
mewarnai
cemoohan
kehidupannya.
serta
Kaum
Qurays bukan hanya mengganggu Rasulullah saww akan
tetapi para sahahatnya seperti, Amar serta kedua orang
tuanya, Bilal dan
yang lainnya juga tidak luput dan
penyiksaan dan penganiyayaan.
Melihat tingkah laku umatnya, khususnya kaum
Qurays, Rasulullah saww sangat sedih sekali. Beliau saww
yang dikenal sebagai pembawa rahmat, penuh belas kasih,
terhiasi dengan kasih sayang, merasa sedih karena beliau
tahu bahwa penolakan dan gangguan kaumnya itu tidak
lain hanya akan mengakibatkan kesengsaraan dalam
kehidupan mereka di dunia dan di akhirat. Kesedihan itu
semakin bertambah ketika pada tahun kesepuluh dari
kenabiaannya,
istrinya,
Khadijah,
yang
sangat
menyanyanginya, yang membantu penyebaran misi Allah
dengan harta dan jiwanya, yang selalu menghibur dan
membahagiakan Rasulullah saww di saat beliau diganggu
dan dianiaya oleh kaumnya, meninggal dunia. Tidak hanya
itu, pamannya, Abu Thalib, yang memelihara sejak kecil
hingga dewasa, yang selalu membela dengan jiwa dan
raganya, juga meninggal dunia pada tahun yang sama.
Setelah kepergian dua orang terkemuka, pembela
Rasululah saww dalam segala keadaan, gangguan kaum
kafir Quraiys semakin menjadi-jadi. Dan pada tahun ke13 dari kenabiannya, Rasulullah saww berhijrah ke kota
Madinah, setelah kaum kafir Quraisy bersepakat untuk
membunuhnya. Di tempat hijrahnya itulah Rasulullah saww
mulai
mendapat
menyebarkan
sambutan,
misi
Allah
sehingga
dengan
beliau
lebih
mampu
leluasa
dan
mendirikan negara Islam di bawah pimpinan beliau sendiri.
Negara Islam yang masih muda belia itu dipaksa
untuk menghadapi lantangan dan serangan yang datang
dan kaum kafir Qurays Mekkah dan dan kaum Yahudi yang
ada disekitar Madinah. Kemudian terjadilah peperanganpeperangan yang dipaksakan kepada negara Islam
yang
masih muda itu, oleh pihak-pihak yang tidak setuju
terhadap misi suci yang dibawa oleh Nabi Muhammad
saww. Peperangan itu berawal dan perang Badar, Uhud,
Khandak dan peperangan yang lainnya. Berkat bantuan
Allah, dan kepandaian Rasulullah dalam mengatur siasat
serta berkat keberanian para sahabatnya, khususnya
keluarganya seperti Hamzah bin Abdul Muthalib, Ja'far bin
Abi Thalib, Ali bin Abi Thalib, akhirnya negara Islam yang
baru didirikan itu mampu menahan segala serangan dan
berdiri dengan kokoh. Setelah Rasulullah saww berhasil
mendirikan negara Islam kemudian beliau memberikan
pengajaran
dan
pengkaderan
yang
lebih
kepada
shabatnya.
Bukti keberhasilan yang beliau ajarkan adalah
banyaknya para sahabat yang menjadi cerdik pandai dan
yang paling pandai di antara sahabatnya adalah sepupunya
sendiri yang sekaligus suami dari putrinya yaitu Ali bin
Abi Thalib a.s. Karena banyaknya kegiatan yang beliau
laksanakan,
serta
bertambahnya
usia,
menyebabkan
kekuatan fisik beliau cepat menurun.
Akhirnya, tepat pada tanggal 28 Shafar tahun 11 H
dalam usianya 63 tahun, Nabi suci, Nabi pilihan yang
sekaligus
penutup
segala
nabi
yang
sejak
awal
kehidupannya senantiasa mengabdikan diri pada Allah
SWT, harus meninggalkan dunia fana ini menuju ke
hadirat Allah SWT. Beliau telah tiada, namun namanya
tetap terukir indah sepanjang masa.
Dan Manusia Suci itu Lahir...
SETIAP pergantian zaman selalu diikuti dengan lahirnya
tokoh-tokoh besar, yang besar tidaknya ditentukan oleh
perannya dalam menciptakan proses peru-bahan sosial
dalam masyarakat. Menurut ‘Ali Syari’ati, ada tiga hal
yang perlu diamati untuk mengenal ketoko-han setiap
pemimpin dunia.
Pertama, peran sosial dengan sistem kepribadian
yang
dibangunnya
pandangan-dunia
meng-gambarkan
yang
sistemik.
paradigma
Ajaran-ajarannya
membe-rikan inspirasi dan gairah hidup bagi pembelaan
nilai-nilai kemanusiaan.
Kedua, peninggalan dari ajaran-ajarannya sebagai
bukti-bukti dari sejarah per-adaban yang merupakan
representasi akumulatif dari di-rinya.
Ketiga, pendukung-nya merupakan hasil bentukan
sistem yang berdasarkan kerangka dasar paradigma
perubahan.
Di antara sosok manusia besar yang pernah hidup
dalam
blantika
Muhammad
sejarah
saww.
kemanusiaan
Kebesarannya
adalah
terbentuk
Nabi
karena
perpaduan harmonis antara nilai Rububiyah Ilahi dengan
semangat
pembelaan
terhadap
kemanusiaan
dan
kealaman. Tetapi sering terjadi, tokoh besar ini dipahami
secara keliru. Kesalahan itu antara lain karena latar
sejarah kelahirannya yang diterima oleh masyarakat telah
mengalami reduksi yang sedemikian rupa.
Dalam al-Quran, berita kelahiran nabi dan rasul
selalu
berbarengan
spektakuler.
Nabi
dengan
Musa
peristiwa-peristiwa
as
misalnya.
Sebelum
kelahirannya, para ahli nujum Fir’aun meramalkan bahwa
akan
lahir
seorang
menghancurkan
anak
kedudukannya
manusia
sebagai
yang
raja.
akan
Fir’aun
segera mengumumkan maklumat untuk mendeteksi setiap
bayi yang lahir dan memerintahkan untuk membunuhnya
jika
bayi
itu
laki-laki.
Tetapi
yang
terjadi
justru
berlawanan dengan skenario Fir’aun. Nabi Musa malah
tumbuh
besar
di
dalam
istananya,
secara
perlahan
menggerogoti dan menghancurkan kekuasaannya.
Nabi ‘Isa as lahir dalam keadaan tidak memiliki
bapak, seperti dijelaskan dalam al-Quran. Maryam as
ketika mendapat berita dari malaikat Jibril akan lahirnya
seorang bayi dari rahimnya. Maryam berkata, “Bagaimana
mungkin saya akan mendapatkan anak sementara saya
tidak
pernah
bersuami
dan
saya
bukanlah
pelacur
(pezina)”. Dengan mukjizat Allah, ‘Isa as setelah lahir
segera
memiliki
kemampuan
berbicara,
memberikan
pembelaan terhadap orang-orang yang akan bertindak
jahat kepada dirinya dan ibunya.
Melihat peristiwa yang pernah terjadi dan di alami
oleh para nabi dan rasul sebelum Muhammad, maka
kelahirannya dapat dipastikan diikuti pula oleh peristi-wa
spektakuler.
Kita ketahui dari sejarah dan hadis bahwa ketika
Nabi
Muhammad
saw
lahir,
dinding-dinding
istana
Khasrow retak dan menaranya roboh. Api di kuil-kuil
persembahan Persia padam. Danau dan sawah mengering.
Berhala-berhala
yang
memenuhi
pelataran
Ka’bah
tumbang. Cahaya dari tubuh Nabi memancar naik ke langit
dan menerangi semua tempat yang dilaluinya. Anusyirwan
dan pendeta-pendeta Zaratustra mendapatkan mimpi yang
menakutkan. Ketika lahir, Nabi kecil itu telah tersunat dan
tali pusar-nya pun sudah terpotong. Saat lahir ke dunia,
beliau berkata; “Allahu Akbar, al-Hamdulillah, Dia-lah
Allah yang harus disembah siang dan malam.”
Peristiwa yang mengawali kelahiran setiap Nabi
tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Semua peristiwa
itu
berada
khususnya
dalam
yang
skenario
berkenaan
dan
perencanaan
dengan
kelahiran
Allah,
Nabi
Muhammad baik dalam kitab Taurat maupun Injil. Allah
berfirman kepada Nabi ‘Isa:
Dan ingatlah ketika ‘Isa putra Maryam berkata,
“Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan
Allah padamu, membenarkan apa yang
sebelumnya dari Taurat pemberi kabar gembira
dengan seorang Rasul yang akan datang
sesudahku namanya Ahmad.” Maka tatkala dia
datang kepada mereka dengan keteranganketerangan, mereka berkata: “Ini adalah sihir
yang nyata.” (QS. 61:6).
Seandainya
telah
terjadi
keterputusan
proses
transformasi pendelegasian tugas kerasulan di bumi, maka
sistem
kesetimbangan
alam
raya
akan
mengalami
gangguan. Dan itu berarti kiamat pasti telah terjadi.
Dalam pandangan para arif dan ahli kalam, peristiwa
kelahiran Nabi Muhammad saw telah “dicatat” Allah Swt
sejak pertama kali Dia “merencanakan” penciptaan alam
semesta. Mereka mengatakan bahwa ketika alam akan
diciptakan,
Allah
pertama
kali
menciptakan
Nur
Muhammad. Dari Nur Muhammad kemudian Tajalliyyat
Allah diturunkan ke alam semesta. Allah menciptakan
alam semesta sebagai manifestasi atas kecintaannya
kepada Muhammad. Karenanya konsepsi dasar penciptaan
Allah diikadkan melalui tali cinta kasih Allah kepada Nur
Muhammad. Kelahiran Muhammad mengalami dua periode.
Periode pertama di alam arwah dan periode kedua di
dunia.
Banyak riwayat hadis menyebutkan bahwa seluruh
makhluk mengucapkan shalawat kepada Muhammad dan
keluarganya. Dalam perjalanan Isra’ dan Mi’raj, Nabi
Muhammad saw berhenti di Baitul Maqdis melaksanakan
shalat dan berjamaah dengan semua nabi dan rasul. Nabi
sebagai Imam. Pertemuan tersebut diawali dan diakhiri
dengan menyampaikan shalawat kepadanya sebagai tanda
perhormatan
tertinggi
yang
diberikan
Allah
kepada
Muhammad.
Sesungguhnya Allah dan malaikatNya
bersalawat atas Nabi. Hai orang-orang yang beriman
bersalawatlah kepadanya, dan berilah salam dengan
sungguh-sungguh. (QS. 33:56)
Dengan kedudukan Nabi Muhammad saww yang
mulia itu, maka proses kelahirannya dapat dipastikan
sangat spektakuler.
Manusia agung tersebut hadir ketika awan gelap
jahiliyah
telah
menutup
jazirah
Arab
sepenuhnya.
Perbuatan buruk dan haram, perang berdarah, penindasan
terhadap budak dan perempuan, perampokan, pembunuhan
bayi telah memusnahkan seluruh tatanan moral dan
menempatkan
masyarakat
Arab
dalam
situasi
kemerosotan budaya yang luar biasa.
Tapi tak dinyana bahwa di tengah kebejatan moral
yang sedemikian itu ada sekelompok keluarga yang
menjaga
kehormatannya,
harga
dirinya,
nilai-nilai
kemanusiaannya dan transendensi imannya. Keluarga ini
menata dan menjaga amanat yang digariskan oleh nenek
moyangnya Nabi Ibrahim as dalam meletakkan dasardasar agama Tauhid. Setelah membangun “Rumah Allah”
Ka’bah Ibrahim berdoa:
Dan ingatlah tatkala Ibrahim berkata (berdoa),
“Ya Tuhan kami, jadikanlah negeri ini
(Makkah) negeri yang aman, dan berikanlah
rezeki kepada penduduknya dengan buahbuahan (yaitu) terhadap orang-orang yang
beriman di antara mereka kepada Allah dan
hari kemudian.” Allah berfirman: “Dan
barangsiapa
yang
ingkar
maka
Aku
menyenang-nyenangkannya
sementara,
kemudian Aku memasukkannya ke dalam
azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat
kembali.” (Ibrahim berdoa) “Ya Tuhan kami,
utuslah seorang Rasul dari kalangan mereka
yang akan membacakan kepada mereka ayatayat-Mu dan mengajarkan kepada mereka
Kitab
(al-Quran)
dan
hikmah,
serta
membersihkan dosa mereka. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS. 2: 126, 129).
Sepeninggal Ibrahim as dan Ismail as, secara
temurun
mereka
menitipkan
urusan
pemeliharaan
Baitullah Ka’bah ke tangan orang-orang saleh dari
keturunannya. Dari merekalah datuk dan kakek Nabi
Muhammad secara bergantian memelihara Ka’bah; yang
kalau
diurut
adalah:
‘Abdullah,
‘Abd
al-Muththalib,
Hasyim, ‘Abd Manaf, Qushai, Kilab, Ka’ab, Lu’ai, Ghalib,
Fihr, Malik, Nazar, Kinanah, Khuzamah, Mudrikah, Ilyas,
Mazar, Nazar, Ma’ad bin Adnan. Silsilah inilah yang
senantiasa disampaikan oleh Nabi Muhammad saw tentang
datuk-datuk beliau.
Husein Haekal menggambarkan demikian indah
bagaimana kepercayaan dan keyakinan tauhid kakek
Rasulullah saw, ‘Abdul Muththalib, ketika menyambut
kelahiran Nabi Muhammad saw.
Dalam upacara pemberian nama di hari ketujuh
kelahirannya, ‘Abdul Muththalib menyembelih unta dan
mengundang banyak orang. Sebagian orang bertanya
ihwal pemberian nama Muhammad kepada cucunya yang
keluar dari tradisi penamaan di kalangan orang Arab.
Abdul Muththalib menjawab, “Aku inginkan dia menjadi
orang yang paling terpuji bagi Tuhan di langit dan bagi
makhluk-Nya di bumi.” Sebuah ungkapan kesadaran dan
pengakuan tauhid terhadap keberadaan yang Mahakuasa.
Ketika pasukan Abrahah akan menyerang Makkah,
‘Abdul Muththalib berdoa kepada Allah sambil memeluk
dan menarik tali pintu Ka’bah:
Ya Allah! kami tidak meletakkan iman
kami kepada siapapun selain Engkau, untuk
selamat dari kejahatan dan bencana.
Ya Allah! Tolaklah mereka dari rumah
suci-Mu, musuh Ka’bah adalah musuh-Mu.
Wahai Pemberi Rezki, putuskan tangan
mereka agar mereka tidak mencemari
rumah-Mu.
Bagaimanapun,
keselamatan
Rumah-Mu adalah tanggung jawab-Mu.
Jangan biarkan datangnya hari ketika salib menjadi
jaya
atasnya
dan
penduduk
negeri-negeri
merebut negeri-Mu dan menguasainya.
mereka
Kelahiran Nabi Islam
Mata bersinar seterang cahaya matahari, kenyataan
kata-kata yang keluar dari bibirnya lebih jelas dari sinar
matahari, hatinya lebih segar dari bunga kebun Yatsrib
dan Thaif, kebiasaan dan moralnya lebih baik dari pada
cahaya bulan malam Hijaz, pikirannya lebih cepat dari
angin yang kencang, lidahnya yang mempesona, hatinya
yang penuh dengan cahaya, putusan yang kokoh bagaikan
pedang tajam dan kata-katanya yang menyenangkan
keluar dari mulut. Dialah Muhammad putra Abdullah, Nabi
yang berasal dari tanah Arab, Nabi penghancur berhala,
berhala
yang
memisahkan
seorang
saudara
dengan
saudaranya yang lain, dia tidak hanya meluluhlantakkan
berhala kayu dan batu tapi dia juga menghancurleburkan
berhala kekayaan, kebiasaan buruk dan penyembahan
pada roh nenek moyang.
Satu-satunya
perkara
yang
pengecut
Quraish
inginkan adalah uang, ia harus ditransfer dari tangan
pengembara
Arab
kekantong
mereka.
Sesuatu
yang
mereka anggap sangat berharga dalam kehidupannya
adalah
keuntungan
atau
laba,
dalam
mengusahakan
mereka harus mengadakan perjalanan di padang pasir
dengan mengendarai
unta, mereka siap menghadapi
kesulitan seberat apapun, setelah itu pulang ke kampung
halamannya Mekkah, yang merupakan kota berhala, di
mana uang adalah benda yang selalu mereka idamidamkan.
Tiba-tiba
mereka
mendengar
suara
yang
menggetarkan urat syaraf mereka, impian mereka hancur
berantakan. Dunia memalingkan wajahnya sambil berkata :
“Harga manusia tidak semurah yang kamu kira, keadaan
pengembara Arab tidak seperti apa yang kamu pikirkan,
inilah suara Muhammad”.
Orang-orang Arab pada zaman itu adalah orang
yang sangat
bangga dan egois, mereka menganggap
orang-orang ajam (selain Arab) adalah orang yang
rendah. Tidak hanya ini saja, mereka pun menilai bahwa
orang Ajam adalah bukan manusia. Muhammad tidak
menyetujui keyakinan mereka ini. Menanngapi sikap orang
Arab ini, beliau mengatakan :”Tidak ada orang Arab yang
lebih unggul dari bukan Arab kecuali kesalehannya. Tidak
peduli suka atau tidak, umat manusia adalah bersaudara.”
Orang-orang mustadh’afin (tertindas), tuna wisma
dan tak berdaya wajahnya terbakar oleh angin panas,
masyarakat
mengasingkannya
dan
menyesengsarakan
kehidupannya. Di mata masyarakat, mereka lebih rendah
dari pada butiran pasir dan kehidupannya tidak membuat
orang lain iri hati. Sebenarnya merekalah sahabat Nabi
yang sejati, sebagaimana sahabat Nabi Isa dan orangorang
besar
Muhammad
dunia
saaw
lainnya.
berusaha
Demi
merekalah
mencegah
Nabi
kediktatoran,
melarang perbudakan, membebaskan budak sahabatnya
dan mendirikan baitul mal sehingga seluruh rakyat bisa
mengambil
mengarahkan
manfaat
tanpa
masyarakt
diskriminasi.
untuk
berusaha
Beliau
mencapai
kesejahteraan umum. Dia menuntut orang Quraish yang
merupakan
kerabatnya
untuk
memperbaiki
tindak-
tanduknya, beramal saleh, serta mengerjakan sesuatu
karena Allah yan telah memadukan ciptaan-Nya yang
tersebar menjadi kesatuan yang lengkap.
Namun, kaum
Quraish
menghasut
orang-orang
jahiliah dan anak-anaknya sendiri untuk melempar dan
mengejek beliau.
Kaum budak yang tertindas, tidak berumah dan tak
mempunyai kemampuan apa-apa, di antaranya Bilal ,
muadzin Nabi, sangat gembira mendengar kata-kata Nabi,
“Semua manusia diberi rizqi oleh Allah dan Allah sangat
mencintai umat yang suka menolong makhluq-nya”. Ini
adalah da’wah Muhammad.
Orang-orang
yang
memusuhi,
melempari
dan
mengejeknya mendengar suara yang menggetarkan : “Bila
kamu (Muhammad) berbuat kejam dan berhati keras
niscaya mereka semua akan meninggalkanmu semenjak
dulu. Ampunilah mereka, bermohonlah kepada Allah untuk
menghapus dosa mereka dan bermusyawarahlah bersama
mereka dalam masalah tertentu. Tetapi ketika kamu sudah
mencapai suatu keputusan berimanlah kepada Allah. Allah
mencintai
orang-orang
yang
beriman.
Inilah
suara
Muhammad. “
Kata-kata suci berikut ini terpatri dalam pikiran
orang-orang yang berusaha berjalan menuju Allah demi
kehidupan yang lebih baik, mereka siap sedia mendukung
(Muhammad) dalam usaha menghancurkan penyembahan
berhala dan perbuatan jahat, mereka takut kalau-kalau
hak
dan
perbuatan
baiknya
tersia-sia
di
medan
pertempuran.
Ingatlah! Jangan berkhianat, jangan menyia-nyikan
amanat, jangan membunuh anak-anakmu baik laki-laki
ataupun perempuan, jangan membunuh orang tua renta,
jangan membunuh rahib di biara, jangan membakar pohon
kurma,
jangan
menebang
pohon
dan
meruntuhkan
bangunan. Ini adalah seruan Muhammad.
Orang-orang
Arab
mendengar
seruan
yang
menyejukkan ini dan menyebarkannya ke empat penjuru
dunia. Mereka mencelup pejabat dan raja perkasa dengan
permohonan ini, menjadikan persahabatan sesama umat
manusia dan menguntaikannya dalan satu keyakinan, serta
menciptakan hubungan antara manusia dan Tuhannya.
Naungan Muhammad tersebar sedemikian rupa
sehingga seluruh isi dunia menjemput kedatangannya,
negeri-negeri dari timur sampai barat mulai menghasilkan
buah
kebaikan,
persahabatan.
pengetahuan,
kedamaian,
dan
Nabi Islam membentangkan tangan dan
menebarkan benih-benih persahabatan dan persaudaraaan
ke seluruh dunia. Olah karena itu, pengikut Muhammad
ada di mana-mana. Satu di antara mereka mungkin ada
dari Pakistan dan ada yang lainnya dari Spanyol, tapi
walaupun demikian mereka menduduki derajat yang sama.
Nabi tetap menghormati dan menghargai orang-orang
Timur yang sampai saat ini masih memegang teguh
mahkota kerajaan.
Panggilan
Muhammad
adalah
panggilan
persaudaraan. Ia menghentikan tangan para penguasa
yang
berusaha
merenggut
harta
warganya
dan
menyamakan hak azasi manusia. Dalam agama yang dia
anut, tidak ada diskriminasi antara orang kecil, pejabat,
warga negara, orang Arab dan orang ajam karena mereka
semua adalah hamba Allah, hanya Allah-lah yang memberi
rizqi kepada mereka.
Suara mulia ini mampu memerdekakan perempuan
dari penindasan laki-laki, membebaskan para pekerja dari
ketidakadilan pemilik modal (kapitalis) dan melepaskan
budak dari ketaatan yang berlebihan kepada tuannya.
Islam menentang Plato dan para filosof lainnya yang
mencabut
hak
sosial
para
pekerja
hanya
karena
pekerjaannya yang hina, mereka membagi masyarakat ke
dalam kelas-kelas, sebaliknya Nabi Islam mendorong
manusia berpartisipasi dalam urusan pemerintah, beliau
mengharamkan riba dan eksploitasi manusia oleh yang
lainnya.
Makhluk yang murah hati ini adalah pribadi agung
yang menaburkan berkah pada umat manusia, yang
melenyapkan kesesatan, karenanyalah nilai kehidupan
menjadi dan mulia, kebebasan menjadi perkara
yang
besar, serta realitas atau kenyataan menjadi terangkat,
dialah Muhammad saaw.
Nabi Muhammad itu menjadi suari tauladan, dasar
bagi hubungan sosial kemasyarakatan, alasan bagi orang
yang menapaki jalannya, kebenaran yang menjelaskan
mana yang baik dan mana yang salah. Tidak pernah kita
melihat manusia yang tercerahkan ini di muka bumi, yang
diriya sendiri menderita dan mengalami kesakitan tetapi
memberi berkah dan membahagiakan orang lain tersebut.
Tidak pernah pula kita melihat penguasa yang tak pernah
makan kenyang bila rakyat sekelilingnya kelaparan, tidak
mau mengenakan pakaian yang bagus bila yang lain
berpakaian jelek, tidak mau mengumpulkan kekayaan
karena banyak orang miskin di sekitarnya. Demikianlah
kajian historis singkat yang dikemukakan oleh seorang
penulis Barat, bernama George Jordac. Memang, Nabi
mulia ini merupakan satu-satunya manusia terbesar yang
telah
mempengaruhi
sejarah
peradaban
manusia
sepanjang zamannya. Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa
aali Muhammad.
Nabi saww Tidak Bermuka Masam
Surah 80 (Abasa)
Dengan nama Allah yang amat Pemurah lagi amat
Mengasihani.
80:1 Dia (seorang pembesar Umayyah) berkerut muka
(bermuka masam) dan berpaling (sedang dia bersama nabi).
80:2 Kerana telah datang kepadanya seorang buta (Ibn UmMaktoom).
80:3 Tahukah kamu barangkali dia (si Buta) ingin
membersihkan dirinya (dari dosa).
80:4 Atau dia (ingin) mendapat pengajaran (dari Rasul sawa)
lalu pengajaran itu memberikan manfa'at kepadanya?
80:5 Adapun orang (ketua Umayyah) yang menganggap
dirinya serba cukup [kaya],
80:6 maka kamu melayaninya
80:7 Padahal tidak ada (celaan) ke atasmu kalau dia tidak
membersihkan diri (beriman),
80:8 Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan
bersegera,
80:9 Dan dia takut (kepada Allah),
80:10 maka kamu mengabaikannya,
80:11
Sekali-kali
jangan
(demikian)!
Sesungguhnya
ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan.
Peristiwa pada turunnya surah ini adalah suatu
kejadian sejarah. Suatu ketika Nabi [sawa] bersama
beberapa
pembesar
Quraish
yang
kaya
dari
kaum
Umayyah, diantara mereka adalah Uthman bin Affan, yang
menjadi
khalifah
kemudiannya.
Sedang
nabi
menyampaikan peringatan kepada mereka, Abdullah Ibn
Umm Maktoom yang buta dan seorang dari para sahabat
nabi [sawa] datang berjumpa dengan baginda. Nabi
menyambutnya
dengan
hormat
dan
mendudukkannya
dekat dengan baginda. Bagaimanapun baginda tidak terus
menjawab
soalan
yang
ditanyakan
olehnya,
kerana
baginda sedang bercakap dengan pembesar Quraish.
Oleh karena Abdullah miskin dan buta, pembesar
Quraish memandang rendah kepadanya, dan tidak suka
kepada
sanjungan
dan
kehormatan
yang
diberikan
kepadanya oleh nabi [sawa]. Mereka juga tidak suka
dengan kehadiran sibuta diantara mereka, dan menganggu
perbualan mereka dengan nabi [sawa]. Akhirnya seorang
dari
pembesar
Umayyah
[iaitu
Uthman
bin
Affan]
berkerut muka pada Abdullah dan berpaling dari dia.
Perbuatan pembesar Quraish ini telah membuat
Allah murka, dan Dia telah menurunkan Surah 80 [Abasa]
melalui Jibril pada masa itu juga. Surah ini menyanjung
kedudukan Abdullah walaupun dia miskin dan buta. Di
dalam 4 ayat pertama, Allah mengecam tindakkan buruk
pembesar
berikutnya,
Quraish.
Allah
Dan
di
dalam
memperingatkan
ayat-ayat
nabiNya
yang
[sawa]
bahawa menyampaikan kepada yang kafir tidaklah perlu
jika si kafir tidak berhasrat untuk membersihkan diri dan
menyakiti
pula
orang
yang
beriman,
kerana
tidak
mempunyai kekayaan dan kesehatan [cacat].
Terdapat beberapa pengulas sunni yang meletakkan
moral nabi [sawa] jauh lebih rendah dibawah purata
manusia umum, dan menuduh baginda menghina Abdullah,
dan dengan itu, mereka cuba mengatakan bahawa baginda
tidak terlepas dari bermoral dan berkelakuan yang
rendah. Sedangkan yang menghina simiskin adalah si
pembesar Umayad yang masih bukan muslim, atau baru
sahaja mengabungkan diri dengan para sahabat
[iaitu
Uthman]. Dan bahkan sebahagian manusia demi untuk
membersihkan
nama
Uthman
dari
perangai
yang
sedemikian, telah tidak teragak-agak menuduh nabi
[sawa] pada kelakuan tersebut, dan dengan itu telah
merendahkan moral nabi dan memuji Uthman. Memutar
belitkan kejadian yang sedemikian telah dilakukan oleh
Umayad semasa pemerintahan mereka, melalui Penyampai
yang digajikan. Telah diketahui umum bahwa Umayad
adalah musuh keluarga nabi [sawa] dan juga Islam,
dengan itu, tidak wajarlah bagi ketua mereka, Uthman,
telah diberikan teguran di dalam al-Quran, dari itu para
ulama yang berkerja untuk Umayad telah disuruh menulis
yang
ayat
nabi [sawa],
itu
telah
bukannya
diwahyukan
Uthman.
pada
menegur
Pendustaan
secara
terang-terangan ini adalah untuk memelihara kemuliaan
Uthman dengan harganya pada menghina ketua para-para
nabi. Ini adalah pendapat dari sebahagian pengulas sunni:
Telah
dikatakan
bahawa
ayat
ini
diturunkan
mengenai Abdullah Ibn Maktoom, dia adalah Abdullah Ibn
Shareeh Ibn Malik Ibn Rabi'ah al-Fihri dari suku Bani
'Amir Ibn Louay. Para mufassir banyak meriwayatkan
bahawa ketika itu dia datang kepada Pesuruh Allah
apabila baginda sedang cuba menyampaikan dakwah Islam
kepada manusia-manusia itu: al-Walid bin al-Mughirah,
Abu Jahl Ibn Husham, al-Abbas Ibn Abd al-Muttalib,
Umayyah bin Khalaf, Utbah dan Syaibah. Si buta itu
berkata: `Wahai Pesuruh Allah, bacakan dan ajarkan
kepada ku, apa-apa yang Allah telah ajarkan kepada
kamu.' Dia
berterusan memanggil
kepada nabi
dan
mengulangi permintaannya, dengan tidak diketahuinya
bahawa nabi sedang sibuk mengadap mereka-mereka
yang lain, sehinggalah kebencian kelihatan pada wajah
pesuruh Allah kerana telah diganggu. Nabi berkata kepada
dirinya bahwa pembesar-pembesar ini
akan berkata,
yang pengikutnya adalah orang-orang buta dan juga
hamba abdi, maka baginda berpaling dari diri dia [si buta],
dan
menghadap
dengannya
kepada
baginda
pembesar-pembesar
berbicara.
Kemudian
yang
ayat
itu
diwahyukan.
Selepas
itu
Rasulullah
[sawa]
akan
selalu
melayaninya dengan baik dan jika baginda melihatnya,
baginda akan berkata, kesejahteraan bagi dirinya yang
mana Tuhanku telah menegur ku dengan dirinya.' Baginda
akan bertanya jika dia memerlukan apa-apa, dan dua kali
dia ditinggalkan di Madinah sebagai pemangku baginda
ketika ada peperangan.
Ulasan oleh sunni yang diatas telah juga dinyatakan
di dalam "al-Durr al-Manthoor", oleh al-Suyuti, dengan
ada sedikit perbezaan. Abul Ala Maududi seorang lagi
pengulas al-Quran dari sunni, yang mempunyai pandangan
sederhana. Ini ada perterjemahannya untuk ayat 80:17 :
-Disini kecaman telah ditujukan terus kepada yang kafir,
yang
tidak
mengindahkan
kepada
pengkhabaran
kebenaran. Sebelum ini, semenjak mula surah sehingga ke
ayat 16, ianya ditujukan walaupun kelihatan kepada nabi
[sawas], tetapi yang sebenarnya bertujuan mengecam
mereka yang kafir. (Rujukan: Tafsir al-Quran, oleh Abul
Ala
Maududi,
halaman
1005, dibawah ulasan ayat 80:17 (Islamic Publications
(Pvt.), Lahore)
Bagaimanapun, yang sebenarnya, al-Quran TIDAK
memberikan sembarang bukti bahwa orang yang berkerut
muka pada si Buta adalah nabi [sawa], dan tidak juga
mengatakan kepada siapa ditujukan. Di dalam ayat alQuran di atas Allah awj TIDAK mengatakan kepada nabi
sama
ada
dengan
nama
atau
darjah
[iaitu
Wahai
Muhammad, atau Wahai Nabi atau Wahai Rasul] Lebihlebih lagi terdapat pertukaran gantinama `dia' di dalam
dua ayat pertama kepada `kamu' di dalam ayat yang
berikutnya diSurah tersebut. Allah TIDAK mengatakan:
Kamu
berkerut
muka
(bermuka
berpaling'. Bahkan Allah berfirman:
masam)
dan
80:1 Dia (seorang pembesar Umayyah) berkerut
muka (bermuka masam) dan berpaling (sedang dia
bersama nabi).
80:2 Kerana telah datang kepadanya seorang buta
(Ibn Um-Maktoom).
80:3 Tahukah kamu barangkali dia (si Buta) ingin
membersihkan dirinya (dari dosa).
Walaupun
jika
kita
menganggap
bahawa
`kamu' di dalam ayat yang ketiga ditujukan kepada
nabi [sawa], maka dengan ini jelaslah dari tiga ayat
yang diatas bahawa perkataan `dia' [orang yang
berkerut muka] dan `kamu' menunjukkan dua
individu yang berlainan. Dua ayat yang berikutnya
juga menyokong kata-kata itu:
80:5
Adapun
orang
(ketua
Umayyah)
yang
menganggap dirinya serba cukup [kaya],
80:6 maka kamu melayaninya
80:7 Padahal tidak ada (celaan) ke atasmu kalau dia
tidak membersihkan diri (beriman).
Dari itu orang yang berkerut adalah yang lain
(bukan) dari nabi sendiri disebabkan oleh perbezaan yang
nyata diantara `dia' dengan `kamu'. Di dalam ayat 80:6
Allah
berfirman
kepada
nabiNya
[sawa]
dengan
mengatakan bahawa, menyampaikan kepada ahli Quraish
yang sombong, yang berkerut muka kepada si Buta tidak
ada
faedahnya,
dan
tidak
perlu
diutamakan
dari
menyampaikan kepada sibuta, walaupun si buta datang
kemudian.
Sebabnya
sesaorang
yang
adalah,
tidak
menyampaikan
kepada
mensucikan
dirinya
mahu
[sehinggakan dia berkerut muka kepada orang yang
beriman] tidak akan ada hasilnya.
Namun demikian tidaklah juga mungkin dhamir
mukhatab
(lawan
bicara)
ayat
ini
ditujukan
kepada
Rasulullah [sawa] sebab beliau [sawa] baru sahaja
mendapatkan wahyu dari Allah SWT dalam Surah 53: 33,
supaya
menjauhi
peringatan
Allah
kehidupan
orang-orang
dan
duniawi
mereka
sahaja.
yang
berpaling
hanya
Ayat
dari
menginginkan
tersebut
menyatakan:"Maka apakah kamu melihat orang yang
berpaling ?(Apa-raaitalazhi tawalla)". Mustahil peringatan
ini di langgar oleh Nabi [sawa]. Apabila ditinjau dari ilmu
nahu, maka mendahulukan harf jarr atau isim majrur
memiliki
arti
pengkhususan
(ikhtisah).
Maka
lebih
layaklah jika dhamir ayat di atas ditujukan khusus kepada
pembesar Quraisy berkenaan iaitu al-Walid bin Mughirah
yang terkenal mempunyai motivasi seperti itu.
Lebih-lebih lagi, berkerut muka bukanlah dari
keperibadian atau tingkah laku nabi [sawa], walaupun
terhadap musuhnya, apa lagi jika terhadap mereka yang
beriman
yang
ingin
mendapat
petunjuk!
Sesaorang
mungkin boleh bertanya, bagaimana nabi [sawa] yang
telah dikirimkan kepada manusia sebagai RAHMAT boleh
berkelakuan
dengan
begitu
keji,
sedangkan orang yang mempunyai iman yang sederhana,
tidak berperangai dengan yang sedemikian? Tuduhan itu
juga bertentangan dengan keterangan mengenai moral dan
etika suci nabi [sawas] yang dikatakan oleh Allah sendiri:
`Sesungguhnya kamu (Muhammad sawa)
mempunyai akhlak yang amat agung (khuluqin-azim).'
[68:4]
Sesaorang yang menghina orang lain tidak berhak
kepada pujian tersebut. Telah dipersetujui Surah al-Qalam
[68] diwahyukan sebelum Surah Abasa [80]. Bahkan
ianya telah diwahyukan selepas Surah Iqra' [96 surah
yang pertama diwahyukan] Bagaimana boleh diterima
bahawa
Allah
makhlukNya
menganugerahkan
pada
kebesaran
terhadap
permulaan
kenabiannya, mengatakan bahawa dia mempunyai akhlak
yang termulia, dan kemudiannya berpatah balik mengecam
dan mengkritik dia terhadap sesuatu tindakkan kesalahan
dari dia yang tidak bermoral.
Juga Allah SWT berfirman:
`Dan berilah peringatan saudara terdekat, dan berlemah
lembutlah kepada mereka yang mengikut kamu dari
kalangan yang beriman.' [26:214-215]
Telah diketahui bahawa ayat ini diwahyukan pada
permulaan islam di Makah. Ayat yang sama juga boleh
didapati pada penghujung ayat 15:88. Allah yang maha
berkuasa, telah berkata lagi:
`Maka sampaikanlah secara terbuka apa yang kamu
diperintahkan dan berpalinglah dari mereka yang
musyrik.' [15:94]
Baginda
telah
diarahkan
untuk
berpaling
dari
mereka yang kafir di dalam ayat itu, yang diketahui telah
diwahyukan pada permulaan `panggilan terhadap Islam.'
[selepas tempuh secara rahsia pada mulanya]
Bagaimana boleh kita gambarkan bahawa setelah
segala arahan disampaikan pada permulaannya, nabi yang
agung dan mulia boleh membuat kesalahan sehingga
memerlukan kenyataan pada membetulkan baginda?
Para pentafsir al-Quran dari mazhab Ahlul-Bayt
berhujah bahwa, bahkan persoalan pada ayat ketiga dan
keempat pada surah tersebut mengenai keraguan terhadap
Abdullah mendapat faedah atau tidak dari berkata-kata
dengan nabi [sawa], telah terdapat di dalam fikiran
seorang dari mereka yang belum memeluk Islam, yang
tidak tahu akan keajaipan sinaran cahaya terhadap Islam.
Ini tidak pernah berlaku di dalam fikiran nabi [sawa] yang
telah dihantar untuk menyampaikan keimanan kepada
setiap seorang dan semuanya, tidak kira apa juga
kedudukan
Berdasarkan
mereka
di
dalam
kepada
kalangan
manusia.
itu,
mereka merumuskan bahawa perkataan `kamu' pada ayat
ketiga masih tidak ditujukan kepada nabi, bahkan ianya
menunjukkan kepada salah seorang dari Umayad yang
hadir, dan bahawa TIADA dari empat ayat pertama, dari
surah tersebut [80:1-4] mengatakan kepada nabi [sawa]
walaupun ayat yang kemudiannya dikatakan kepada nabi
[sawa].
Mereka yang biasa dengan bahasa al-Quran dan
membaca al-Quran Arab yang asal, sudah pasti tahu
dengan tata cara penulisan al-Quran pada pertukaran
diantara orang pertama, kedua dan ketiga. Terdapat
banyak ayat di dalam al-Quran; Allah terus sahaja
menukarkan terhadap yang diperkatakan, dan dengan
begitu,
biasanya
menentukan
mereka
siapa
yang
yang
tidak
mudah
diperkatakan,
diperkatakan
tidak
untuk
apabila
nama
disebutkan.
Itulah
makanya nabi telah mengarahkan kita untuk merujuk
kepada Ahlul-Bayt [as] untuk penghuraian ayat-ayat alQuran, oleh kerana mereka `mempunyai pengetahuan
yang mendalam' [3:7] dan adalah juga `Orang yang
Mengetahui' [16:43; 21:7] dan mereka adalah orang yang
telah disucikan, yang telah memahami pengertian maksud
al-Quran [56:79]
Telah dikatakan bahawa Imam Jafar al-Sadiq [as]
sebagai berkata:
Ia telah diwahyukan mengenai seorang dari kaum
Umayyah, dia berada bersama nabi [sawa], kemudian Ibn
Umm-Maktoom datang, apabila dia melihat beliau, dia
mengejinya;
menjauhkan
diri,
mengerutkan
muka
(bermuka masam) dan berpaling darinya. Maka Allah telah
mengatakan, apa yang tidak disukaiNya dari tindakkan
Umayyah itu.
Di dalam Tafsir Sayyid Shubbar, telah dikatakan
dari al-Qummi bahawa:
Ayat itu telah diwahyukan mengenai Uthman dan
Ibn Umm-Maktoom, dan dia seorang buta. Dia datang
kepada Pesuruh Allah [sawa], sedang baginda bersama
sekumpulan para sahabat, dan Uthman ada bersama. Rasul
memperkenalkan beliau kepada Uthman, dan Uthman
berkerut muka dan berpaling.
Allah yang maha berkuasa berfirman di dalam alQuran mengenai Muhammad bahawa:
`Tidak dia berkata-kata dari kehendaknya. Itu
adalah wahyu yang telah disampaikan.' [53:3-4]
Jadi bagaimana nabi [sawa] boleh mengatakan
sesuatu yang menghinakan jika segala perkataannya
adalah wahyu atau ilham dari Allah? !!!! Nabi TIDAK
PERNAH
berkata-kata
dari
kehendaknya.
Yang
menariknya adalah, ulama sunni mengesahkan bahawa
Surah Abasa [80] telah diwahyukan SELEPAS surah alNajm [53] dimana ianya telah mengatakan bahwa nabi
TIDAK PERNAH berkata-kata dari kehendaknya.
Juga
ayat
33:33
dari
al-Quran
mengesahkan
bahawa Ahlul-Bayt adalah sempurna bersih dan suci. Kita
semua tahu bahawa kemuliaan nabi jauh lebih tinggi dari
keluarganya. Dia juga terjumlah di dalam ahlul-Bayt. Jadi
bagaimana dia boleh menyakiti orang yang beriman dan
terus mengekalkan kesuciannya???
Seandainya masih ada lagi tanggapan bahawa ayat
itu ditujukan kepada Nabi [sawa] - sila perhatikan di
dalam ayat yang diwahyukan di mana Allah berfirman:
80:7 Padahal tidak ada (celaan) ke atasmu kalau dia
tidak membersihkan diri (beriman).
Maka perkataan diatas `tidak ada (celaan)' bererti
bahawa apa yang nabi lakukan bukanlah satu kesalahan.
Juga
apabila
Allah
berfirman:
Menyampaikan
kepada mereka, tidaklah perlu JIKA pembesar Quraish itu
tidak mahu mensucikan diri. Pada mulanya Nabi [sawa]
tidak tahu bahawa ketua kaum Quraish akan mengerutkan
muka pada si Buta, dengan itu, syarat `jika' belum
dilaksanakan,
dari
itu
nabi
perlulah
menyampaikan
peringatan sebelum peristiwa mengerutkan muka itu
berlaku [kerana nabi sedang berucap dengan Quraish
apabila si buta sampai]. Dan sebaik sahaja pembesar
Quraish
mengerutkan
muka,
nabi
berhenti
dari
menyampaikan peringatan, dan ayat itu diwahyukan.
Sebagaimana yang kita boleh lihat, apa yang nabi [sawa]
lakukan adalah melaksanakan tanggong jawabnya saat
demi saat.
Peringatan
itu
adalah
untuk
masa
hadapan,
sebagaimana dengan ayat al-Quran yang lain dimana Allah
mengingatkan rasulNya bahawa tidaklah perlu bersusah
yang amat sangat di dalam memberikan petunjuk kepada
manusia, oleh kerana sebahagian dari mereka tidak akan
dapat petunjuk, dan rasul tidaklah perlu bersusah hati
mengenainya.
Sebagai rumusannya, kami telah berikan keterangan
dari al-Quran, Hadith, Sejarah dan Nahu Arab, untuk
menyokong fakta bahawa pada permulaan ayat dari surah
tersebut TIDAKLAH merujuk kepada nabi Muhammad
[sawa] dan orang yang mengerutkan muka pada si buta
bukanlah nabi [sawa]. Kami juga menyatakan bahawa ayat
80:5-11
adalah
peringatan untuk waktu yang akan datang kepada nabi
Muhammad bahawa menyampaikan kepada mereka yang
kafir tidak akan berhasil, jika yang kafir tidak mahu
mensucikan dirinya dan apabila sikafir menghina mereka
yang beriman kerana tidak punya harta dan kurang
kesihatan [cacat].
Ulasan Tambahan:
Seorang saudara dari golongan sunni mengatakan
bahwa, ulama tafsir menulis, surah 80 telah diwahyukan
selepas nabi cuba untuk menyakinkan empat orang
Quraish yang terkemuka untuk memeluk Islam iaitu Utbah
Ibn Rabi'ah, Abu Jahl (Amr Ibn Hisham), Umayyah Ibn
Khalaf, dan saudaranya, Ubayy [tidak ada disebut Uthman
Ibn Affan]. Lebih lagi, al-Qurtubi menyebut di dalam buku
Tafsirnya
bahawa
ayat
itu
adalah
ayat
Madina
[diwahyukan di Madinah] bererti bahawa Uthman telah
memeluk Islam pada ketika itu.
Jawaban saya adalah seperti berikut: Kesemua
Muslim telah bersetuju bahawa Surah Abasa [80] telah
diwahyukan di Makah lama sebelum penghijrahan nabi ke
Madinah. Lebih menarik lagi mereka telah mengesahkan
bahawa Surah Abasa [80] telah diwahyukan `SEJURUS
SELEPAS' Surah al-Najm [53] dimana Allah berkata nabi
tidak
berkata-kata
dari
kehendaknya!!!
Sekali
lagi
berdasarkan dari sunni, Surah al-Najm adalah surah alQuran yang ke 23 diwahyukan dan Surah Abasa adalah
surah yang ke 24, dan keduanya adalah surah Makah yang
terawal. Mungkin, apa al-Qurtubi telah sebutkan hanya
sekadar untuk
memalingkan perhatian umum dari isu
Uthman yang ditegur di dalam surah tersebut, dan dengan
itu menyelamatkan kehormatannya dengan mengalihkan
tuduhan itu kepada nabi [sawa]
Satu
lagi
kecacatan
yang
terdapat
di
dalam
kenyataan diatas tadi adalah, bahawa dia berkata seorang
dari pembesar Quraish itu adalah Abu Jahl. Apa yang Abu
Jahl buat di Madinah? Tidakkah kamu tahu, wahai saudara,
bahawa Abu Jahl tinggal di Makah, dan seorang dari
musuh utama nabi, dan tidak pernah berpindah ke Madinah
untuk
nabi,
bertemu
dan
dia
diantara
mereka
yang
terbunuh
di
Peperangan Badr.
Mereka yang lain yang disebutkan dilaporan yang
diatas: Utbah dan Umayyah juga terbunuh bersama ketua
mereka, Abu Jahl, di dalam Peperangan Badr. Tiada dari
mereka yang mempunyai peluang untuk bertemu dengan
nabi [setelah penghijrahan nabi] melainkan di medan
peperangan di Badr di mana jasad mereka telah dibawa
keperigi yang terkenal itu.
Sejarah Muhammad Rasulullah saww
Lagi-lagi sebuah sejarah dilupakan, seakan-akan
mereka tidak pernah tahu atau mungkin tidak mau tahu, ini
adalah sejarah yang tak boleh dilupakan, karena inilah
sebab awal penciptaan dan akhir penciptaan, ia bermula
14 abad yang lalu di sebuah kota kecil, sebuah kota yang
panas dan tandus yang dipenuhi dengan penyembahan
terhadap kayu-kayu dan batu-batu yang tak dapat
berbuat apa-apa dan juga disana terdapat sebuah kotak
hitam
yang
sekarang
dikelilingi
telah
oleh
berubah
“berhala-berhala”
wujud
tapi
memiliki
yang
wujud
“berhala” yang sama. Sungguh tak terpikirkan betapa
bodoh manusia zaman itu, ialah sebuah jazirah yang
disebut jazirah Arabia, perbuatan buruk dan haram,
perampokan, pembunuhan bayi,minum-minuman keras,
yang
memusnahkan
segala
kebajikan
dan
moral
menempatkan masyarakat jazirah Arabia ini dalam situasi
kemerosotan yang luar biasa. Mereka terpecah-pecah
menjadi kabilah-kabilah (bani/kaum).
I. Kelahiran Sang Nabi
Pada saat yang sangat kritis ini muncullah sebuah
bintang pada malam yang gelap gulita, sinarnya semakin
terang membuat malam menjadi terang benderang, ia
bukan bintang yang biasa, tapi bintang yang sangat luar
biasa,
bahkan
matahari
di
siang
haripun
malu
menampakkan sinarnya karena bintang ini adalah maha
bintang yang terlahirkan
ke muka bumi, ialah cahaya
dalam kegelapan, ia adalah cahaya di dalam dada, ia
dikenal dengan Nama Muhammad, menurut sejarawan
bintang ini tepat terlahir tanggal 17 Rabi’ul Awwal (12
Rabi’ul awwal menurut mazhab sunni) 570 M, bintang ini
tak
pernah
padam
walaupun
14
abad
setelah
ketiadaannya, bahkan ia semakin terang dan semakin
terang, dari bintang ini terlahir 13 bintang yang lain, yang
selalu menjadi hujjah bagi bintang-bintang yang sulit
bersinar lainnya di setiap zamannya. Ia memiliki silsilah
yang berhubungan langsung dengan jawara Tauhid melalui
anaknya Ismail AS, yang dilahirkan melalui rahim-rahim
suci
dan
terpelihara
dari
perbuatan-perbuatan
mensekutukan Tuhan. Ia begitu suci sehingga Tuhan
memerintahkan kepada Para Malaikat dan Jin untuk
bersujud kepada Adam, karena cahayanya dibawa oleh
Adam AS untuk disampaikan kepada maksud, ia adalah
rencana Tuhan yang teramat besar yang langit dan bumi
pun tak kan sanggup memikulnya.
Peristiwa kelahiran sang bintang dipenuhi dengan
kejadian-kejadian
peristiwa
yang
luarbiasa,
dimulai
dengan
padamnya api “abadi” di kerajaan Persia,
hancurnya sesembahan batu di sana, dan penyerangan
pasukan bergajah untuk menghancurkan Ka’bah, yang di
kemudian hari menjadi kiblat baginya dan ummatnya
sampai akhir zaman, namun tentara yang besar ini
dihancurkan oleh burung-burung yang dikirimkan oleh
Sang
Pemilik
kiblat
(Ka’bah),
karenanya
tahun
ini
dinamakan tahun Gajah. Sudah menjadi tradisi kelahiran
manusia luar biasa harus juga didahului peristiwa yang
luar
biasa.
Muhammad
namanya,
ayahnya
bernama
Abdullah, Ibundanya Aminah, kedua orang tuanya berasal
dari silsilah yang mulia yang merupakan keturunan Jawara
Tauhid (Ibrahim AS). Abdullah lahir kedunia hanya untuk
membawa nur Muhammad dan “meletakkannya” ke dalam
rahim Aminah, Sang isteri saat itu mengandung (2 bulan)
bayi yang kelak menjadi manusia besar. Setelah lama
kepergian sang suami, sang isteri merasakan kesepian
yang amat dalam, walaupun suaminya selalu berkirim
surat. Namun pada saat lain surat tidak lagi ia terima,
begitu riang hatinya ternyata ia melihat rombongan
dagang suaminya telah pulang, tapi Ia amat terkejut
karena tak dilihatnya suaminya, datanglah seseorang dari
rombongan tersebut yang menyampaikan berita kepada
Aminah, mulutnya begitu berat untuk mengucapkan kata –
kata
ini
kepada
wanita
ini,
ia
tidak
sanggup
mengutarakannya, namun akhirnya terucap juga bahwa
sang suami telah berpulang ke hadirat Allah Swt dan
dimakamkan di abwa.
Begitu goncang hatinnya mendengarkan hal ini, tak
sanggup menahan tangisnya, ia menangis menahan sedih
dan tak makan beberapa hari, namun ia bermimpi, dalam
mimpinya seorang wanita datang dan berkata kepadanya
agar ia menjaga bayi dalam janinnya dengan baik – baik. Ia
berulang kali bermimpi bertemu dengan wanita tersebut
yang ternyata adalah Maryam binti Imran (Ibu Isa as).
Dalam mimpinya sang wanita mulia ini berkata : “Kelak
bayi yang ada didalam rahimmu akan menjadi manusia
paling mulia sejagat raya, maka jagalah ia baik – baik
hingga kelahirannya.
Saat ayahanda Muhammad yang mulia ini Wafat
dalam usia 20 tahun (riwayat lain – 17 tahun), sang
bintang kita ini sedang berada dalam kandungan ibunya,
beberapa tahun kemudian Bunda Sang bintang menyusul
suaminya dan dimakamkan di Abwa juga. Muhammad
dibawa pulang oleh Ummu Aiman dan diasuh oleh
kakeknya, belum lagi hilang duka setelah ditinggal Sang
Bunda, ia pun harus kehilangan kakeknya ketika umurnya
belum lagi menginjak delapan tahun. Setelah kepergian
sang kakek, sang bintang (Muhammad) diasuh oleh
pamannya, Abu Tholib, seorang putra Abdul Mutholib
yang
pertama
menyatakan
keimanannya
kepada
kemenakannya sendiri (Muhammad). Pemandu ilahi selalu
saja dipilihkan oleh Ilahi untuk memiliki profesi sebagai
seorang gembala, melalui profesi ini beliau mengarungi
beberapa waktu kehidupannya untuk menjadi “gembala”
domba
yang
lebih
besar,
inilah
pilihan
Ilahi
yang
memilihkan baginya sebuah jalan dimana hal ini penting
bagi orang yang akan berjuang melawan orang-orang hina
yang berpikiran sampai menyembah aneka batu dan
pohon, ilahi menjadikannya kuat sehingga tidak menyerah
kepada apapun kecuali keputusan-Nya. Ada penulis sirah
yang mengutip kalimat Nabi berikut ini, “ Semua Nabi
pernah
menjadi
gembala
sebelum
beroleh
jabatan
kerasulan.” Orang bertanya kepada Nabi,” Apakah Anda
juga pernah menjadi gembala?” Beliau menjawab,” Ya.
Selama beberapa waktu saya menggembalakan domba
orang Mekah di daerah Qararit.”
Sang bintang terlahir bukan dari kalangan orang
yang teramat kaya, belum lagi ia dilahirkan sebagai
seorang yatim, dan telah kehilangan Ayah, Ibu di masa
kecil sebagai tempat bernaung, apa yang dapat dikatakan
oleh anak kecil yang telah kehilangan kedua orang tuanya
sedangkan dia sendiri masih membutuhkan naungan kedua
orang tua dan kasih sayang mereka. Mari kita masuk ke
jazirah Arabia lebih jauh lagi, kita dapat melihat bahwa
kondisi
keuangan
Muhammad
terbilang
cukup
sulit.
Muhammad
terkenal
dengan
kemuliaan
rohaninya,
keluhuran budi, keunggulan ahklaq dan dirinya dikenal di
masyarakat sebagai “orang jujur” (al-Amin), ia menjadi
salah seorang kafilah dagang Khodijah yang terpercaya
dan Khodijah memberikan dua kali lipat dibandingkan yang
diberikannya kepada orang lain. Kafilah Quraisy, termasuk
barang dagangan Khodijah, siap bertolak, kafilah tiba di
tempat
tujuan.
Seluruh
anggotanya
mengeruk
laba.
Namun, laba yang diperoleh Nabi lebih banyak ketimbang
lain. Kafilah kembali ke Makkah. Dalam perjalanan, Sang
bintang melewati negeri ‘Ad dan Tsamud. Keheningan
kematian
yang
menimpa
kaum
pembangkang
itu
mengundang perhatian sang bintang.
Kafilah mendekati Mekah, Maisarah, berkata kepada
sang Bintang, “Alangkah baiknya jika Anda memasuki
Mekah
mendahului
kami
dan
mengabarkan
kepada
Khodijah tentang perdagangan dan keuntungan besar yang
kita dapatkan.” Nabi tiba di Mekah ketika Khodijah sedang
duduk di kamar atasnya. Ia berlari turun dan mengajak
Nabi
ke
ruangannya.
Nabi
menyampaikan,
dengan
menyenangkan, hal-hal menyangkut barang dagangan.
Maisarah menceritakan tentang Kebesaran jiwa Al-Amin
selama
perjalanan
dan
perdagangan.
Maisarah
menceritakan “Di Busra, Al-Amin duduk di bawah pohon
untuk istirahat. Seorang pendeta, yang sedang duduk di
biaranya,
kebetulan
melihatnya.
Ia
datang
seraya
menanyakan namanya kepada saya, kemudian ia berkata,
‘Orang yang duduk di bawah naungan pohon itu adalah
nabi, yang tentangnya telah saya baca banyak kabar
gembira di dalam Taurat dan Injil.
Kemudian
Khodijah
menceritakan
apa
yang
didengarnya dari Maisarah kepada Waraqah bin Naufal, si
hanif dari Arabia. Waraqah mengatakan, “Orang yang
memiliki sifat-sifat itu adalah nabi berbangsa Arab.
II. Pernikahan
Kebanyakan
menyampaikan
sejarawan
lamaran
percaya
Khadijah
bahwa
kepada
yang
Nabi
ialah
Nafsiah binti ‘Aliyah sebagai berikut:
“Wahai Muhammad! Katakan terus terang, apa
sesungguhnya yang menjadi penghalang bagimu untuk
memasuki kehidupan rumah tangga? Kukira usiamu sudah
cukup dewasa!” Apakah anda akan menyambut dengan
senang
hati
jika
saya
mengundang
Anda
kepada
kecantikan, kekayaan, keanggunan, dan kehormatan ?”
Nabi menjawab,”Apa maksud Anda?” Ia lalu menyebut
Khodijah. Nabi lalu berkata,” Apakah Khodijah siap untuk
itu, padahal dunia saya dan dunianya jauh berbeda?”
Nafsiah berujar “Saya mendapat kepercayaan dari dia,
dan akan membuat dia setuju. Anda perlu menetapkan
tanggal perkawinan agar walinya (‘Amar bin Asad) dapat
mendampingi Anda beserta handai tolan Anda, dan
upacara
perkawinan
dan
perayaan
dapat
diselenggarakan".
Kemudian Muhammad membicarakan hal ini kepada
pamannya yang mulia, Abu Tholib. Pesta yang agung pun
diselenggarakan,
sang
paman
yang
mulia
ini
menyampaikan pidato, mengaitkannya dengan puji syukur
kepada
Tuhan.
Tentang
keponakannya,
ia
berkata
demikian, “Keponakan saya Muhammad bin ‘Abdullah
lebih utama daripada siapapun di kalangan Quraisy.
Kendati tidak berharta, kekayaan adalah bayangan yang
berlalu, tetapi asal usul dan silsilah adalah permanen".
Waraqah, paman Khodijah, tampil dan mengatakan
sambutannya, “Tak ada orang Quraisy yang membantah
kelebihan
Anda.
Kami
sangat
ingin
memegang
tali
kebangsawanan Anda.” Upacara pun dilaksanakan. Mahar
ditetapkan empat puluh dinar-ada yang mengatakan dua
puluh ekor unta.
Sang bintang sekarang mulai dewasa, ia mempunyai
seorang istri yang begitu lengkap kemuliaannya, dari
perkawinan ini Khodijah melahirkan enam orang anak, dua
putra, Qasim, dan Abdulah, yang dipanggil At-Thayyib,
dan At-Thahir. Tiga
orang putrinya
masing-masing
Ruqayyah, Zainab, Ummu Kaltsum, dan Fatimah. Kedua
anak laki-lakinya meninggal sebelum Muhammad diutus
menjadi Rosul.
Ketika umur sang bintang mulai menginjak 35 tahun,
banjir dahsyat mengalir dari gunung ke Ka’bah. Akibatnya,
tak satu pun rumah di Makah selamat dari kerusakan.
Dinding ka’bah mengalami kerusakan. Orang Quraisy
memutuskan
untuk
membangun
Ka’bah
tapi
takut
membongkarnya. Walid bin Mughirah, orang pertama yang
mengambil linggis, meruntuhkan dua pilar tempat suci
tersebut. Ia merasa takut dan gugup. Orang Mekah
menanti jatuhnya sesuatu, tapi ketika ternyata Walid tidak
menjadi sasaran kemarahan berhala, mereka pun yakin
bahwa tindakannya telah mendapatkan persetujuan Dewa.
Mereka semua lalu ikut bergabung meruntuhkan bangunan
itu. Pada saat pembangunan kembali ka’bah, diberitahukan
pada semua pihak sebagai berikut, “Dalam pembangunan
kembali Ka’bah, yang dinafkahkan hanyalah kekayaan
yang diperoleh secara halal. Uang yang diperoleh lewat
cara-cara haram atau melalui suap dan pemerasan, tak
boleh dibelanjakan untuk tujuan ini.” Terlihat bahwa ini
adalah ajaran para Nabi, dan mereka mengetahui tentang
kekayaan yang diperoleh secara tidak
halal, tetapi
kenapa mereka masih melakukan hal demikian, inipun
terjadi
di
zaman
ini,
di
Indonesia,
rakyat
ataupun
pemerintahnya mengetahui tentang halal dan haramnya
suatu harta kekayaan atau pun perbuatan yang salah dan
benar, tapi mereka masih saja melakukan perbuatan itu
walaupun tahu itu adalah salah.
Mari kita kembali lagi menuju Mekah, ketika dinding
ka’bah telah dibangun dalam batas ketinggian tertentu,
tiba
saatnya
tempatnya.
untuk
Pada
pemasangan
tahap
ini,
Hajar
muncul
Aswad
pada
perselisihan
di
kalangan pemimpin suku. Masing-masing suku merasa
bahwa tidak ada suku yang lain yang pantas melakukan
perbuatan yang mulia ini kecuali sukunya sendiri. Karena
hal ini, maka pekerjaan konstruksi tertunda lima hari.
Masalah mencapai tahap kritis, akhirnya seorang tua yang
disegani di antara Quraisy, Abu Umayyah bin Mughirah
Makhzumi, mengumpulkan para pemimpin Quraisy seraya
berkata,”Terimalah sebagai wasit orang pertama yang
masuk melalui Pintu Shafa.” (buku lain mencatat Bab assalam).
Semua
menyetujui
gagasan
ini.
Tiba-tiba
Muhammad muncul dari pintu. Serempak mereka berseru,
“Itu Muhammad, al-Amin. Kita setuju ia menjadi wasit!”
Untuk menyelesaikan pertikaian itu, Nabi meminta
mereka menyediakan selembar kain. Beliau meletakkan
Hajar Aswad di atas kain itu dengan tangannya sendiri,
kemudian meminta tiap orang dari empat sesepuh Mekah
memegang setiap sudut kain itu. Ketika Hajar Aswad
sudah diangkat ke dekat pilar, Nabi meletakkannya pada
tempatnya dengan tangannya sendiri. Dengan cara ini,
beliau berhasil mengakhiri pertikaian Quraisy yang hampir
pecah menjadi peristiwa berdarah.
Tuhan, Sang Maha Konsep sudah membuat konsep
tentang semua ini, tanda-tanda seorang bintang telah
banyak ia tampakkan pada diri Muhammad, dari batinnya
yang mulia sampai pada bentuk lahirnya yang indah.
Kesabaran yang diabadikan di dalam Kitab suci menjadi
bukti yang tak terbantahkan, bahwa ia adalah manusia
sempurna, dalam wujud lahiriah (penampakan), maupun
batinnya. Tidak setitik cela apalagi kesalahan selama
hidupnya,
Sang
Maha
Konsep
benar-benar
telah
mengonsepnya menjadi manusia ‘ilahi’. Al-Amin telah
dikenal oleh masyarakat Mekah, sebagai manusia mulia,
sebagai manifestasi wujud kejujuran mutlak. Sebelum
pengutusannya
menjadi
Rosul,
Muhammad
selalu
mengamati tanda kekuasaan Tuhan, dan mengkajinya
secara
mendalam,
terutama
mengamati
keindahan,
kekuasaan, dan ciptaan Allah dalam segala wujud. Beliau
selalu melakukan telaah mendalam terhadap langit, bumi
dan isinya. Beliau selalu mengamati masyarakatnya yang
rusak,
dan
hancur,
menghancurkan
beliau
segala
mempunyai
bentuk
tugas
pemberhalaan.
untuk
Apalah
kiranya yang membuat masyarakatnya seperti ini, ia
mengembalikan
semua
ini
kepada
Tuhan,
yang
menurutnya tak mungkin sama dengan manusia.
Gunung Hira, puncaknya dapat dicapai kurang lebih
setengah jam,
gua
ini
adalah
saksi
atas
peristiwa
menyangkut “sahabat karib”-nya (Muhammad), gua ini
menjadi saksi bisu tentang wahyu, dan seakan-akan ia
ingin berkata,” disinilah dulu anak Hasyim itu tinggal,
yang selalu kalian sebut-sebut, disinilah ia diangkat
menjadi
Rosul,
dibacakan,
disinilah
wahai
mengatakannya,
Al-Furqon
manusia,
kalianlah
pertama
bukankah
(manusia)
aku
yang
tak
kali
telah
mau
menengarkannya, kalian menutup telinga kalian rapatrapat, dan menertawakanku, sedangkan sebagian dari
kalian
hanya
menjadikan
sejarah.“kata saksi bisu.
III. Diangkat Menjadi Rasul
aku
sebagai
museum
Hira, tempat diturunkannya kalimat Tuhan Yang
Maha Sakti, kalimat yang membuat iblis berputus asa
untuk menyesatkan manusia, kalimat yang dengannya
alam semesta berguncang. Al-Qur’an, susunan kalimatnya
yang mengandung makna yang banyak telah membuat
tercengang manusia-manusia manapun di jagat raya, yang
mengakui kebenarannya, akan mengikutinya, sedangkan
yang tidak mengakuinya harus tunduk atas kebenarannya,
dan bagi mereka yang menolak, dengan cara apapun akan
sia-sia, dan celaka. Jibril (Ruh Al-Qudus) diutus Tuhan
semesta
Alam,
menyampaikan
Sang
kalimat-Nya
Pemilik
secara
Konsep,
untuk
berangsur-angsur
kepada Al-amin yang berada di Gunung Hira’. Al-Amin
telah mempersiapkan dirinya selama empat puluh tahun
untuk memikul tugas yang maha berat ini, Jibril datang
kepadanya
dengan
membawa
beberapa
kalimat
dari
Tuhannya. Ialah kalimat pertama yang dikemukakan dalam
Al-qur’an sebagai berikut
“Bacalah dengan [ menyebut] nama Tuhanmu yang
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Paling Pemurah. Yang
mengajari [manusia] dengan perantaraan kalam. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Ayat ini dengan tegas menyatakan tentang program
Nabi, dan menyatakan dalam istilah-istilah jelas bahwa
fondasi
agamanya
diberikan
dengan
pengkajian,
pengetahuan, kebijaksanaan, dan penggunaan pena.
Muhammad, pembawa berita bahagia, ancaman, dan
perintah merupakan manusia teladan sepanjang masa, ia
adalah manusia dalam wujud Ilahiah, utusan Tuhan yang
kepadanya ummat manusia memohonkan syafa’at. Tidak
satupun mahkluq yang mencapai kesempurnaan yang
dicapai Muhammad, sejak kecil ia telah memperlihatkan
ketulusan, kejujuran, manusia yang seumur hidupnya tidak
pernah berbohong, yang tidak pernah menghianati janji,
dan sayang kepada yang miskin.
Malaikat
Jibril
menyelesaikan
tugasnya
menyampaikan wahyu itu, dan Muhammad pun turun dari
Gua Hira menuju rumah “Khodijah”. Jiwa agung Nabi
disinari cahaya wahyu. Beliau merekam di hatinya apa
yang didengarnya dari malaikat Jibril. Setelah kejadian ini,
Jibril menyapanya,”Wahai Muhammad! Engkau Rosul Allah
dan aku Jibril”. Muhammad menerima kalimat Tuhannya
secara bertahap, secara berangsur-angsur, fakta sejarah
mengakui bahwa di antara wanita, Khodijah adalah wanita
yang pertama memeluk Islam, dan pria pertama yang
memeluk Islam adalah ‘Ali.
Muhammad mengadakan perjamuan makan dengan
kerabatnya, selesai makan, beliau berpaling kepada para
sesepuh keluarganya dan memulai pembicaraan dengan
memuji Allah dan memaklumkan keesaan-Nya. Lalu beliau
berkata,” Sesungguhnya, pemandu suatu kaum tak pernah
berdusta kepada kaumnya. Saya bersumpah demi Allah
yang tak ada sekutu bagi-Nya bahwa saya diutus oleh Dia
sebagai Rosul-Nya, khususnya kepada Anda sekalian dan
umumnya kepada seluruh penghuni dunia. Wahai kerabat
saya! Anda sekalian akan mati. Sesudah itu, seperti Anda
tidur, Anda akan dihidupkan kembali dan akan menerima
pahala menurut amal Anda. Imbalannya adalah surga Allah
yang abadi (bagi orang lurus) dan neraka-Nya yang
kekal(bagi
orang
yang
berbuat
jahat).
“Lalu
beliau
menambahkan, “Tak ada manusia yang pernah membawa
kebaikan untuk kaumnya ketimbang apa yang saya
bawakan untuk Anda. Saya membawakan kepada Anda
rahmat dunia maupun Akhirat. Tuhan saya memerintahkan
kepada saya untuk mengajak Anda kepada-Nya. Siapakah
diantara Anda sekalian yang akan menjadi pendukung
saya sehingga ia akan menjadi saudara, washi (penerima
wasiat), dan khalifah (pengganti) saya?”.
Ketika pidato Nabi mencapai poin ini, kebisuan total
melanda pertemuan itu. ‘Ali, remaja berusia lima belas
tahun, memecahkan kebisuan itu. Ia bangkit seraya
berkata dengan mantap,” Wahai Nabi Allah, saya siap
mendukung
Anda.”
Nabi
menyuruhnya
duduk.
Nabi
mengulang tiga kali ucapannya, tapi tak ada yang
menyambut kecuali ‘Ali yang terus melontarkan jawaban
yang sama. Beliau lalu berpaling kepada kerabatnya
seraya berkata,” Pemuda ini adalah saudara, washi, dan
khalifah saya diantara kalian. Dengarkanlah kata-katanya
dan ikuti dia".
Pemakluman khilafah (imamah) ‘Ali di hari-hari
awal kenabian Muhammad memperlihatkan bahwa dua
kedudukan ini berkaitan satu sama lain. Ketika Rosulullah
diperkenalkan
kepada
masyarakat,
khalifahnya
juga
ditunjuk dan diperkenalkan pada hari itu juga. Ini dengan
sendirinya menunjukkan bahwa kenabian dan imamah
merupakan dua hal yang tak terpisahkan.
Peristiwa diatas membuktikan heroisme spiritual
dan kebenaran ‘Ali. Karena, dalam pertemuan di mana
orang-orang tua dan berpengalaman tenggelam dalam
keraguan dan keheranan, ia menyatakan dukungan dan
pengabdian
dengan
keberanian
sempurna
dan
mengungkapkan permusuhannya terhadap musuh Nabi
tanpa menempuh jalan politisi yang mengangkat diri
sendiri. Kendati waktu itu ia yang termuda diantara yang
hadir,
pergaulannya
menyiapkan
sementara
yang
pikirannya
para
lama
untuk
sesepuh
dengan
Nabi
menerima
bangsa
telah
kenyataan,
ragu-ragu
untuk
menerimanya.
Setelah berdakwah kepada kaum kerabatnya, Nabi
berdakwah
terang-terangan
kepada
kaum
Quraisy.
Muhammad, berbekal kesabaran, keyakinan, kegigihan,
dan keuletan dalam berdakwah terus-menerus dan tidak
menghiraukan orang-orang musrik yang terus menghardik
dan mengejeknya. Banyak yang cara yang dilakukan kaum
Quraisy untuk menghentikan Muhammad, suatu saat Abu
Tholib sedang duduk bersama keponakannya. Juru bicara
rombongan yang mendatangi rumah Abu Tholib membuka
pembicaraan
dengan
berkata,”
Muhammad
mencerai-beraikan
Wahai
barisan
Abu
Tholib!
kita
dan
menciptakan perselisihan diantara kita. Ia merendahkan
kita dan mencemooh kita dan berhala kita. Jika ia
melakukan itu karena kemiskinan dan kepapaannya, kami
siap menyerahkan harta berlimpah kepadanya. Jika ia
menginginkan kedudukan, kami siap menerimanya sebagai
penguasa kami dan kami akan mengikuti perintahnya. Bila
ia
sakit
dan
membutuhkan
pengobatan,
kami
akan
membawakan tabib ahli untuk merawatnya…”.
Abu Tholib berpaling kepada Nabi seraya berkata,“
Para sesepuh anda datang untuk meminta Anda berhenti
mengkritik berhala supaya mereka pun tidak mengganggu
Anda.” Nabi menjawab,” Saya tidak menginginkan apa pun
dari mereka. Bertentangan dengan empat tawaran itu,
mereka harus menerima satu kata dari saya, yang dengan
itu mereka dapat memerintah bangsa Arab dan menjadikan
bangsa Ajam sebagai pengikut mereka.” Abu Jahal bangkit
sambil
berkata,
“
Kami
siap
sepuluh
kali
untuk
mendengarnya.” Nabi menjawab,” Kalian harus mengakui
keesaan Tuhan.” Kata-kata tak terduga dari Nabi ini
laksana air dingin ditumpahkan ke ceret panas. Mereka
demikian heran, kecewa, dan putus asa sehingga serentak
mereka berkata,” Haruskah kita mengabaikan 360 Tuhan
dan menyembah kepada satu Allah saja?”
Orang Quraisy meninggalkan rumah Abu Tholib
dengan wajah dan mata terbakar kemarahan. Mereka
terus memikirkan cara untuk mencapai tujuan mereka.
Dalam ayat berikut, kejadian itu dikatakan,
“Dan mereka heran karena mereka kedatangan
seorang pemberi peringatan dari kalangan mereka; dan
orang-orang kafir berkata,’Ini adalah seorang ahli sihir
yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan tuhantuhan itu Tuhan Yang Satu saja ? Sesungguhnya ini
benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.’ Dan
pergilah pemimpin-pemimpin mereka [seraya berkata],
‘Pergilah
kamu
dan
tetaplah
[menyembah]
tuhan-
tuhanmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang
dikehendaki. Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam
agama yang terakhir ini; ini(mengesakan Allah) tidak lain
kecuali dusta yang diada-adakan.”
Banyak sekali contoh penganiayaan dan penyiksaan
kaum Quraisy, Tiap hari nabi menghadapi penganiayaan
baru. Misalnya, suatu hari Uqbah bin Abi Mu’ith melihat
Nabi bertawaf, lalu menyiksanya. Ia menjerat leher Nabi
dengan serbannya dan menyeret beliau ke luar masjid.
Beberapa orang datang membebaskan Nabi karena takut
kepada Bani Hasyim.
Dan masih banyak lagi. Nabi
menyadari dan prihatin terhadap kondisi kaum Muslim.
Kendati beliau mendapat dukungan dan lindungan Bani
Hasyim, kebanyakan pengikutnya budak wanita dan – pria
serta beberapa orang tak terlindung. Para pemimpin
Quraisy menganiaya orang-orang ini terus-menerus ,
para
pemimpin
terkemuka
berbagai
suku
menyiksa
anggota suku mereka sendiri yang memeluk Islam. Maka
ketika para sahabatnya meminta nasihatnya menyangkut
hijrah, Nabi menjawab, “Ke Etiopia akan lebih mantap.
Penguasanya kuat dan adil, dan tak ada orang yang
ditindas di sana. Tanah negeri itu baik dan bersih, dan
Anda boleh tinggal di sana sampai Allah menolong Anda.
Pasukan
Syirik
Quraisy
kehabisan
akal
untuk
menghancurkan Muhammad, maka mereka melakukan
propaganda
anti
Muhammad,
diantaranya
mereka
memfitnah Nabi, Bersikeras menjuluki Nabi Gila, larangan
mendengarkan
Al-Qur’an,
menghalangi
orang
masuk
Islam, sehingga Allah mengabadikan perkataan orangorang keji ini dan menunjukkan sesatnya perkataan
mereka, dalam Al-Qur’an Allah berfirman
“Demikianlah, tiada seorang rosul pun yang datang
kepada
orang-orang
yang
sebelum
mereka
selain
mengatakan,’ Ia adalah seorang tukang sihir atau orang
gila.’ Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang
dikatakan itu ? Sebenarnya mereka adalah kaum yang
melampaui batas.”
Kaum
Quraisy
pun
gagal
melakukan
berbagai
macam cara untuk menghalangi usaha Muhammad, dan
menghalangi orang-orang untuk mengikuti agama Tuhan
Yang Esa. Mereka pun melakukan Blokade ekonomi yang
membuat banyak kaum muslim, terutama kaum wanita dan
anak-anak kelaparan. Nabi dan para pengikutnya masuk
ke Syi’ib Abu Tholib, yang diikuti pendamping hidupnya,
Khodijah, dengan membawa serta Fatimah AS. Orangorang Quraisy mengepung mereka di Syi’ib itu selama tiga
tahun. Dan akhirnya tahun-tahun blokade itu pun berakhir.
Dan
keluarlah
sang
bintang
bersama
keluarga
dan
sahabatnya dari pengepungan. Allah telah menetapkan
kemenangan bagi mereka, dan Khodijah pun berhasil pula
keluar dari pengepungan dalam keadaan amat berat dan
menderita, Beliau telah hidup dengan kehidupan yang
menjadi teladan Istimewa bagi kalangan kaum wanita. Ajal
Khodijah sudah dekat. Allah telah memilihnya untuk
mendampingi Rosulullah Saww., dan dia telah berhasil
menunaikan
tugas
dengan
baik.
Khodijah
akhirnya
meninggal pada tahun itu juga. Yakni, pada saat kaum
Muslim keluar dari blokade orang-orang Quraisy, tahun
kesepuluh sesudah Kenabian. Pada tahun yang sama,
paman
Rosul
(Abu
Tholib)
meninggal
dunia,
yang
sekaligus sebagai pelindung dakwa Muhammad. Sungguh
Nabi mengalami kesedihan yang amat berat. Beliau
kehilangan Khodijah, dan juga pamannya yang menjadi
pelindung, dan pembelanya. Itu sebabnya, maka tahun ini
dinamakan ‘Am Al-Huzn (Tahun Duka cita). Bukan hanya
Rosul
yang
terpukul
hatinya,
Fatimah,
yang
belum
kenyang mengenyam kasih sayang seorang ibu dan
kelembutan
belaiannya,
ikut
pula
menanggungnya.
Kedukaan menyelimuti dan menindihnya di tahun penuh
kesedihan itu.Fatimah kehilangan ibundanya, berpisah dari
orang
yang
menjadi
sumber
cintanya
dan
kasih
sayangnya. Acap kali dia bertanya kepada ayahandanya,”
Ayah, kemana Ibu?” Kalau sudah begini, tangisnya pecah,
air matanya meleleh, dan kesedihan menerpa hatinya.
Rosul merasakan betapa berat kesedihan yang ditanggung
putrinya. Setelah wafatnya Abu Tholib kaum Kafir Quraisy
semakin
berani
menganggu
Muhammad,
akhirnya
Muhammad berhijrah ke Yastrib, peristiwa hijrahnya Nabi
ke Yastrib, merupakan momen awal dari lahirnya negara
Islam. Penduduk Yastrib bersedia memikul tanggung
jawab bagi keselamatan Nabi. Di bulan Robi’ul Awwal
tahun ini, saat hijrahnya Nabi terjadi, tak ada seorang
muslim pun yang tertinggal di Mekah kecuali Nabi, ‘Ali
dan Abu Bakar, dan segelintir orang yang ditahan Quraisy
atau karena sakit,dan lanjut usia.
Kaum Quraisy yang berada di Mekah akhirnya
membuat kesepakatan untuk membunuh Muhammad di
malam hari, dan masing-masing suku mempunyai wakil,
sehingga Bani Hasyim tidak dapat menuntut balas atas
kematian Muhammad. Orang-orang ini memang bodoh,
mereka mengira Muhammad dapat dihancurkan hanya
dengan cara seperti ini, seperti urusan duniawi mereka.
Jibril datang memberitahu Nabi tentang rencana kejam
kaum kafir itu. Al-Qur’an merujuk pada kejadian itu
dengan kata-kata,
“Dan [ingatlah] ketika orang-orang kafir (Quraisy)
memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan
memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu.
Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan
tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.
Ali berbaring melewati cobaan yang mengerikan
demi keselamatan Islam menggantikan Nabi, sejak sore.
Ia bukan orang tua yang lanjut usia, tapi seorang anak
muda yang begitu berani mengorbankan nyawanya untuk
sang Nabi, ia, yang bersama Khodijah adalah orang yang
pertama-tama beriman kepada Nabi, dialah orang yang
rela berkorban untuk Nabi, Ali, sekali lagi ‘Ali. Kepadanya
Nabi berkata,”Tidurlah di ranjang saya malam ini dan
tutupi tubuh Anda dengan selimut hijau yang biasa saya
gunakan, karena musuh telah bersekongkol membunuh
saya. Saya harus berhijrah ke Yastrib. ‘Ali menempati
ranjang Nabi sejak sore. Ketika tiga perempat malam
lewat, empat puluh orang mengepung rumah nabi dan
mengintipnya melalui celah. Mereka melihat keadaan
rumah seperti biasanya, dan menyangka bahwa orang
yang sedang tidur di kamar itu adalah Nabi.
IV. Hijrah
Kini tiba fajar. Semangat dan gairah besar tampak
di kalangan musyrik itu. Mereka begitu yakin akan segera
berhasil. Dengan pedang terhunus mereka memasuki
kamar Nabi, yang menimbulkan suara gaduh. Serentak ‘Ali
mengangkat kepalanya dari bantal dan menyingkirkan
selimutnya lalu berkata dengan sangat tenag,”Apa yang
terjadi ?” Mereka menjawab,”Kami mencari Muhammad.
Di mana dia?” ’Ali berkata,” Apakah anda menitipkannya
kepada
saya
sehingga
saya
harus
menyerahkannya
kembali kepada Anda? Bagaimanapun, sekarang ia tak ada
di
rumah.”
Muhammad
pengetahuan mereka.
telah
pergi
jauh
di
luar
Nabi, tiba di Quba tanggal 12 Rabi’ul Awwal, dan
tinggal di rumah Ummu Kultsum ibn al-Hadam. Sejumlah
Muhajirin dan Ansor sedang menunggu kedatangan Nabi.
Beliau tinggal di situ sampai akhir pekan. Sebagian orang
mendesak agar beliau segera berangkat ke Madinah,
tetapi beliau menunggu kedatangan ‘Ali. Orang Quraisy
mengetahui
hijrahnya
‘Ali
dan
rombongannya
–
diantaranya ialah Fatimah, puteri Nabi, Fatimah binti
‘Asad dan Fatimah binti Hamzah bin Abdul Mutholib –
karena itu, mereka memburunya dan berhadap-hadapan
dengan dia di daerah Zajnan. Perselisihan pun terjadi dan
‘Ali
berkata
“Barangsiapa
menghendaki
tubuhnya
terpotong-potong dan darahnya tumpah, majulah! Tanda
marah nampak di wajahnya. Orang-orang Quraisy yang
merasa bahwa masalah telah menjadi serius, mengambil
sikap damai dan berbalik pulang.” Ketika ‘Ali tiba di Quba,
kakinya berdarah, dikarenakan menempuh perjalanan
Makah Madinah dengan berjalan kaki. Nabi dikabari
bahwa, ‘Ali telah tiba tapi tak mampu menghadap beliau.
Segera nabi ke tempat ‘Ali lalu merangkulnya. Ketika
melihat kaki ‘Ali membengkak, air mata Nabi menetes".
Penduduk Yastrib – yang kemudian berganti menjadi
nama Madinah -
menyambut kedatangan Nabi. Mereka
mengucapkan berbagai macam syair untuk menyambut
manusia mulia ini. Disinilah manifestasi sebuah negara
Islam
pertama
kali
didirikan.
Muhammad
menyusun
kekuatannya di Madinah bersama keluarga dan sahabat
setianya yang rela meninggalkan tanah air dan hartanya
untuk Tuhannya, islam yang muda ini menyusun kekuatan
untuk menghadapi kekuatan kaum Quraisy yang setiap
saat siap untuk menghancurkan Islam yang dibangun ini,
perang demi perang mulai dari Badar, Uhud, Khandaq,
yang disetiap perang tampillah Al-Washi Muhammad yang
selalu menjadi pemberi moral kepada pasukan untuk
menghancurkan
kafir
Quraisy
dengan
Iman
yang
membara. Pada perang Badar ‘al-washi (‘Ali) dan Hamzah
tampil
sepucuk
menghadapi
suratnya
pemberani
kepada
kafir
Quraisy,
dalam
Muawiyah,
‘Ali
mengingatkannya dalam kata-kata ‘Pedang saya yang
saya gunakan untuk membereskan kakek anda dari pihak
ibu (Utbah, ayah dari Hindun Ibu Muawiyah), paman anda
dari pihak Ibu (Walid bin Uthbah) dan saudara Anda
(Hanzalah) masih ada pada saya. Pada perang Uhud Nabi
dan lagi-lagi Hamzah dan ‘Ali tidak pernah Absen, ‘Ali
adalah pembawa panji dalam setiap peperangan. Nabi
mengungkapkan nilai pukulan ‘Ali pada perang Khandaq
(parit) – disebut juga dengan Ahzab – kepada ‘Amar bin
‘Abdiwad itu,” Nilai pengorbanan itu melebihi segala
perbuatan baik para pengikutku, karena sebagai akibat
kekalahan jagoan kafir terbesar itu kaum Muslim menjadi
terhormat dan kaum kafir menjadi aib dan terhina".
V. Benteng Khaibar
Pada perang Khaibar ketika semangat kaum muslim
mengendur
dan
merasa
tidak
mampu
untuk
menghancurkan benteng Khaibar, orang-orang menunggu
dengan gelisah dan ketakutan, karena sebelumnya Abu
Bakar dan Umar tidak ada yang mampu menghancurkan
benteng, bahkan ‘Umar memuji keberanian pemimpin
benteng, Marhab,yang luar biasa yang membuat Nabi dan
para komandan Islam kecewa atas pernyataan ‘Umar ini.
Kebisuan orang-orang sedang menunggu dengan
gelisah dipecahkan oleh kata-kata Nabi,” Dimanakah ‘Ali?
“ Dikabarkan kepada beliau bahwa ‘Ali menderita sakit
mata dan sedang beristirahat di suatu pojok. Nabi
bersabda,” Panggil dia.” ‘Ali diangkut dengan unta dan
diturunkan
di
depan
kemah
Nabi.”
Pernyataan
ini
menunjukkan sakit matanya demikian serius sampai tak
mampu berjalan. Nabi menggosokkan tangannya ke mata
‘Ali seraya mendoakannya. Mata ‘Ali langsung sembuh
dan tak pernah sakit lagi sepanjang hidupnya. Nabi
memerintahkan ‘Ali maju, menurut riwayat pintu benteng
Khaibar itu terbuat dari batu, panjangnya 60 inci, dan
lebarnya 30
inci. Mengutip
kisah pencabutan
pintu
benteng Khaibar itu dari ‘Ali melalui jalur khusus,” Saya
mencabut pintu Khaibar dan menggunakannya sebagai
perisai.
Seusai
pertempuran,
saya
menggunakannya
sebagai jembatan pada parit yang digali kaum Yahudi.”
Seseorang bertanya kepadanya,” Apakah Anda merasakan
beratnya?” ‘Ali menjawab,” Saya merasakannya sama
berat dengan perisai saya.” Masih banyak lagi peristiwaperistiwa lain selain peperangan untuk melawan kebejatan
kaum
kafir
Quraisy,
banyak
juga
peristiwa
yang
menggembirakan, misalnya peristiwa pernikahan al-Washi
dan Fatimah, putri Nabi, perubahan kiblat dari Bait alMaqdis ke Ka’bah di Makah. Selain serangan dari luar
Kota Madinah, kaum Yahudi yang berada di dalam kota
selalu
mencoba
melakukan
rongrongan
terhadap
pemerintahan Islam yang masih muda ini, namun Sang
Maha Konsep telah menentukan Drama yang berbeda,
walaupun mereka mencoba memadamkan nur cahayaNya,
namun
Ia
terus
menerangi
walaupun orang-orang kafir itu benci.
VI. Fath Makkah
Nur
Cahaya-Nya,
Tahun kedelapan Hijrah, perjanjian
Hudaibiyah
dikhianati oleh orang-orang Quraisy mekah, Nabi segera
mengeluarkan perintah kesiagaan umum. Beliau siapkan
pasukan
besar
yang
belum
pernah
disaksikan
kehebatannya selama ini. Ketika pasukan telah lengkap
dan siap bergerak, Nabi pun menyampaikan bahwa
sasarannya adalah Mekah. Pasukan bergerak laksana
migrasi kawanan burung menuju arah selatan. Nabi
memerintahkan
kepada
pasukannya
yang
berjumlah
10.000 orang untuk membagi diri, dan menyalakan api
unggun di malam hari agar pasukan musuh melihat betapa
besar pasukan musuh tersebut.
Di dekat kuburan Abu Tholib dan Khodijah yang
terletak di punggung Mekah, kaum muslimin membuat
kubah untuk Nabi. Dari kubah inilah Nabi mengamati
dengan cermat arus pasukan Islam yang masuk ke kota
dari empat penjuru.
Makkah...
pendukungnya.
Membisu
Ya
Mekah
di
depan
membisu
dan
Nabi
tidak
dan
lagi
menyerukan teriakan Fir’aun-fir’aun, digantikan hiruk
pikuk suara 10.000 prajurit Muslim yang menggema yang
seakan-akan sedang menunggu kedatangan sahabatnya
Gua itu menatap kepada orang yang dulu berada
dalam perutnya dalam keadaan terusir yang kini telah
berdiri tegap dengan gagah dan dikelilingi puluhan ribu
pengikut dan pembelanya.
Nabi
memasuki
Mekah
dan
bertawaf,
menghancurkan berhala-berhala bersama al-Washi, tidak
ada darah yang tertumpah. Orang-orang Quraisy yang
berada di Makkah menunggu bibir Muhammad berucap
tentang mereka, apakah yang akan terjadi pada mereka,
namun bibir itu begitu mulia untuk menjatuhkan hukuman,
ia memberikan kepada mereka yang telah memeranginya
pengampunan dan beliau berkata “... Pergilah, Anda
semua adalah orang-orang yang dibebaskan!”
Kini, di Shafa, laki-laki yang telah membuat sejarah
itu telah kembali, berdiri di depan kehidupannya yang
sarat dengan berbagai peristiwa dan yang ditangannya
tergenggam masa depan yang gemilang. Selama dua puluh
tahun penggembalaannya tak pernah henti, ia tak pernah
merasakan letih, kesabarannya begitu tinggi, tak pernah
menyerah. Orang –orang Quraisy berdesak-desakkan di
bukit Shafa untuk memberikan Ba’iat.
Setelah penaklukan Mekah masih ada beberapa
peperangan besar berlanjut – semasa hidup Nabi - yaitu
Hunain, Tabuk. Al-Washi tampil dengan gagah perkasa
dalam peperangan ini, sesudah membuat kocar-kacir
musuh, al-washi segera menghambur untuk bergabung
dengan
Nabi,
ia
memutari
Nabi,
dan
menghambur
membabat musuh untuk melindungi Nabi, dan pada kali
yang
lain
menemui
menghadang
prajurit
kejaran
musuh
musuh.
yang
Sesudah
lari
itu
dan
kembali
memutari Nabi. Nabi memanggil sahabat-sahabatnya yang
lari cerai-berai “ Ayyuhan Nas, mau kemana kalian ?”
Wahai orang-orang yang ikut bai’at al-Ridwan! Wahai,
orang-orang
yang
kepadanya
diturunkan
surat
Al-
Baqarah! Wahai orang-orang yang berbaiat di bawah
pohon...! orang-orang Madinah yang gagah berani segera
sadar akan diri mereka! Dan ingat bahwa hingga saat ini
mereka
adalah
tulang
punggung
Nabi.
Kini
Nabi
memanggil mereka di tengah 12.000 orang prajurit, dua
ribu diantaranya adalah kaum kerabatnya. Mereka segera
menghambur ke arah Nabi menyambut panggilannya
dengan, “Labbaik, Labbaik... Kami datang, kami datang...!”
Pasukan Islam kembali memenangkan pertempuran,
peran individual Muhammad dalam menyampaikan risalah
agungnya telah selesai, dan kini – tidak bisa – tidak di
harus
melihat
pasukannya,
untuk
kesekian
kalinya,
mengingat dan mengenang kembali pelajaran yang telah
diberikannya selama dua puluh tiga tahun, agar di bisa
mengevaluasidan menelitinya kembali.
VII. Haji Wada
Tahun kesebelas Hijrah, haji pertama Nabi dan
kaum Muslimin tanpa ada seorang musrik pun yang ikut
didalamnya, untuk pertama kalinya pula, lebih dari 10.000
orang berkumpul di Madinah dan sekitarnya, menyertai
Nabi melakukan perjalanan ke Makkah, dan .. sekaligus
inilah haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi. Rombongan
haji meninggalkan Madinah tanggal 25 Dzulqa’idah , Nabi
disertai semua isterinya, menginap satu malam di Dzi AlHulaifah, kemudian melakukan Ihram sepanjang Subuh,
dan mulai bergerak... seluruh padang terisi gema suara
mereka yang mengucapkan,”Labbaik, Allahumma labaik...
Labbaik, la syarika laka, ! Aku datang memenuhi
panggilanmu, Allahumma, ya Allah, aku datang memenuhi
panggilan-Mu.
Tiada
sekutu
bagi-Mu...Labbaik,
aku
datang memenuhi panggilan-Mu. Segala puji, kenikmatan,
dan kemaharajaan, hanya bagi-Mu. Tiada sekutu bagiMu... Labbaik, aku datang memenuhi panggilan-Mu...”
Langit, hingga hari itu, belum pernah menyaksikan
pemandangan di muka bumi seperti yang ada pada saat
itu. Lebih dari 100.000 orang, laki-laki dan perempuan –
dibawah sengatan Matahari yang amat terik dan di padang
pasir yang sebelumnya tak pernah dikenal orang –
bergerak menuju satu arah. Medan ini merupakan lukisan
paling indah dari satu warna yang menghiasi kehidupan
manusia. Dan sejarah, adalah kakek tua yang terbelenggu
dalam pengabdian terhadap kepentingan-kepentingan. Ia
adalah tukang cerita yang membacakan hikayat-hikayat
Fir’aun,
Kisra
dan
Kaisar.
Sejarah
sekali
melihat
Muhammad dan orang-orang yang bergerak bersamanya
dengan heran! Aneh sekali. Pasukan apa ini? Komandan
berjalan kaki kelelahan, dan pengikut-pengikutnya pun
demikian pula. Nabi memang berjalan kaki bersama
umatnya. Sejarah memang mendengar bahwa “penguasa”
itu berada di tengah-tengah pasukan itu, tapi ketika
dicari-carinya, dia tak bisa menemukannya. Rombongan
itu masuk Mekah 4 Dzulhijjah, disitu telah berkumpul
Allah, Ibrahim, Ka’bah dan Muhammad. Dia juga ingin
memperlihatkan kepada Ibrahim, bahwa karya besarnya,
kita sudah diantarkan kepada Maksud.
Matahari tepat di tengah siang hari itu. Seakanakan ia menumpahkan seluruh cahayannya yang memakar
ke atas kepala semua orang. Nabi berdiri di depan lebih
dari 100.000 orang. Laki-laki dan perempuan yang
mengelilinginya.
Nabi
memulai
pidatonya,
berkata,”Tahukah kalian, bulan apa ini ?”
Rosulullah
Mereka serentak menjawab,”Bulan Haram!” .....
...”Ayyuhan Nas, camkan baik-baik perkataanku.
Sebab, aku tidak tahu, mungkin aku tidak lagi akan
bertemu dengan kalian sesudah tahun ini, di tempat ini,
untuk selama-lamanya... Ayyuhan Nas, sesungguhnya
darah dan hartamu adalah haram bagimu hingga kalian
menemui Tuhanmu sebagaimana diharamkannya hari dan
bulanmu ini. Sesudah itu, kamu sekalian akan menemui
Tuhanmu dan ditanya tentang amal-amalmu. Sungguh, aku
telah sampaikan hal ini. Maka, barangsiapa yang masih
mempunyai
amanat,
hendaknya
segera
disampaikan
kepada orang yang berhak menerimanya.....”
Akar-akar syirik telah dihapuskan dari Mekah, dan
Mekah menjadi sebuah kota suci bagi kaum muslim,
tempat berkumpulnya muslimin dari seluruh penjuru dunia,
dengan
menggunakan
pakaian
yang
sama,
menuju
Tuhannya, tidak ada perbedaan, baik kaya, miskin, raja,
rakyat,
semuanya
sama
dihadapan
Tuhan,
yang
tugasnya,
dan
membedakannya adalah takwa.
Muhammad
telah
melaksanakan
sekarang beliau berada di pembaringan, Nabi membuka
mata seraya berkata kepada putrinya dengan suara pelan
“Muhammad tidak lain hanyalah seorang Rosul, sungguh
telah berlalu sebelumnya beberapa orang rosul. Apakah
jika dia wafat atau dibunuh kamu akan berbalik ke
belakang? Barangsiapa berpaling ke belakang, maka tidak
akan mendatangkan mudarat kepada Allah sedikitpun; dan
Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang
bersyukur”.
Ghadir Khum dan Saqifah
Salam,
Setelah turunnya [Q.S. Al-Maidah 67], maka kemudian Rasul
SAWW menyampaikan
khutbahnya, di antara isinya yaitu :
1. Memerintahkan manusia untuk berpegang pada Al-Qur'an
dan mentaati Ahlul Bait Rasul (AS) sepeninggal beliau, karena
keduanya tak akan pernah berpisah sampai bertemu dengan
beliau di Surga (Al-Haudh). Lihat posting saya yang bertajuk
"Mentaati Ahlul Bait (AS)".
2. Mengumumkan bahwa penerus kepemimpinan beliau
adalah Ali (AS) dan memerintahkan seluruh manusia untuk
mengikuti kepemimpinan Ali (AS) sepeninggal beliau.
Kalimat Rasul SAWW adalah :
"Siapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka inilah Ali
pemimpinnya, Ya Allah tolonglah orang yang menolong Ali,
dan Musuhilah orang yang memusuhi Ali".
Tentang pengangkatan Ali (AS) telah banyak diriwayatkan oleh
segala kalangan ulama, seperti ahli hadits, ahli tarikh, tafsir,
dll.
Berikut referensinya.
A. Ahli Hadits :
1. Al-Hakim, dalam "Mustadrak"
2. Adz-Dzahabi, dalam "Talkhisul Mustadrak"
3. Turmudzi, dalam "Nawadirul Ushul"
4. Muslim, dalam shohihnya
5. Nasa'i, dalam shohihnya
6. Ahmad bin Hambal, dalam musnadnya
7. Muttaqi Al-Hindi, dalam "Kanzul Ummal"
8. Ibnu Majah, dalam Sunan-nya
B. Sanad periwayatan :
110 sahabat, seperti Zaid bin Arqam, Anas bin Malik, Jabir Al-
Anshori, Hudhaifah bin Usaid Al-Ghifari, Ibnu Abbas, Abu Said
Al-Khudri, Ibnu Mas'ud, Abu Hurairah,.....dst.
[selebihnya pada kitab: "Al-Ghodir" oleh Al-Amini].
C. Pemikir Muslim :
1. Ibn Taimiyyah dalam "Al-Aqidatul Wasithiyyah"
2. Al-Ghazali, dalam "Siyar Al-Alamin"
3. Ibnu Al-Jauzi, dalam "Tazkirah Al-Khawas"
4. Ibnu Katsir, dalam "Al-Bidayah Wan Nihayah"
D. Ahli Tarikh :
1. Al-Ya'qubi, dalam tarikhnya
2. Ibn Abil Hadid, dalam tarikhnya
3. Thabari, dalam "Riyadh An-Nadhirah" dan "Al-Wilayah fi
Thuruqi Hadits Al-Ghodir"
4. Ibnu Asakir, dalam tarikhnya
5. Ibnu Atsir, dalam "Usudul Ghobah"
6. Ibnu Abdil Barr, dalam "Al-Isti'ab"
7. Ibnu Abdu Rabbih, dalam "Al-'Iqd al-Farid"
8. Al-Jahidz, dalam "Utsmaniyyah"
9. Ibn Katsir, dalam Tarikh-nya
10. Ibnu Abi Hatim.
11. Ibn Mardawaih.
E. Ahli Tafsir :
1. Fakhrur-Razi, dalam tafsirnya
2. Abu Ishaq Ats-Tsa'labi, dalam tafsirnya
3. Suyuthi, dalam "Al-Hawi lil Fatawi"
F. Penyair Muslim :
1. Hasan bin Tsabit Al-Anshori
2. Abu Tamam At-Tha'iy
3. Al-Kumait Al-Asdiy
Sumber-Sumber Rujukan lain :
1. Al-Hamid Al-Husaini, dalam "Imamul Muhtadin", penerbit
Yayasan Al-Hamidiy.
2. KH. Abdullah Bin Nuh, dalam "Keutamaan Keluarga
Rasulullah SAW", penerbit Toha Putra.
Saat terjadi peristiwa Ghodir Khum, dimana Ali bin Abi
Tholib dinobatkan sebagai Pemimpin kaum muslimin,
maka Abubakar dan Umar mengatakan :
"Selamat untukmu wahai putera Abi Tholib. Kini engkau
adalah pemimpinku dan pemimpin kaum mukmin dan
mukminat"
Ref. ahlusunnah :
1. Ahmad, dalam Musnad, jilid 4, hal. 281.
2. Al-Ghazali, dalam "Siyar Al-Alamin".
3. Ibnu Al-Jauzi, dalam "Tarikh Al-Khawas".
4. Thabari, dalam "Riyadh An-Nadzirah".
5. Muttaqi Al-Hindi, dalam "Kanzul Ummal".
6. Tafsir Ar-Razi.
7. Ibnu Katsir, dalam "Al-Bidayah Wan Nihayah".
8. Tarikh Ibnu Asakir.
9. Habib Al-Hamid Al-Husaini, dalam "Imamul Muhtadin".
dll.
Berdasarkan keterangan saya di atas dan posting
sebelumnya. Bahwa Rasul SAWW (atas perintah Allah
SWT) telah mengangkat Imam Ali (AS) sebagai
penggantinya.
Yang hal ini diketahui oleh Abubakar dan Umar serta
semua sahabat. Bahkan mereka memberikan selamat pada
Imam Ali.
Sehingga kalau kemudian terjadi peristiwa Saqifah, jelas ini
bertentangan dengan wasiat dan ketentuan Rasul SAWW
tersebut. Sehingga tidak ada alasan lain selain alasan
politik.
Pertemuan tersebut terjadi saat keluarga Rasul SAWW
masih sibuk mengurusi jenazah Rasul SAWW.
Terbukti pemilihan di saqifah tersebut telah menyebabkan
perpecahan di antara sahabat. Antara kubu Sa'ad bin
Ubadah dan kubu Abubakar & Umar. Saat terjadi
perdebatan dan keributan di situ, lalu dengan serta merta
Umar mengumumkan bahwa kekhalifahan dipegang oleh
Abubakar, dan yang menentangnya akan dibunuh.
Sampai akhirnya Sa'ad bin Ubadah tidak mau sholat
bersama Abubakar dan Umar.
Ref. ahlusunnah :
1. Ibn Qutaibah, dalam "Tarikh Khulafa".
2. Ibnu Hisyam, dalam "Siroh Nabawiyyah".
3. Abubakar Al-Jauhari, dalam "Saqifah".
dll.
Namun kemudian setelah peristiwa Saqifah tersebut, Umar
sendiri mengatakan bahwa pemilihan Abubakar di Saqifah
oleh beberapa sahabat tersebut adalah "faltah" (kesalahan),
dan yang mengulangi cara bai'at tersebut mesti dibunuh,
atau paling tidak bai'at-nya tidak sah (tidak diakui). Atau
istilah lain, faltah yang terjadi sebagaimana faltah-nya
jahiliyah.
Ref. ahlusunnah :
1. Shohih Bukhori, jilid 4, hal. 127.
2. Tarikh Thabari, jilid 2, hal. 244, bab "Saqifah".
Itulah akibat pelanggaran dari perintah Allah dan RasulNya, yang akhirnya justru menyebabkan perpecahan umat
sampai sekarang.
Sejarah Politik Rasul & Ahli Bait
Pengantar
Menjelang wafat Rasulullah saww, telah mewasiatkan
tentang keberadaan Ali as. sebagai pengganti beliau saww.
Sabdanya :
" Barang siapa yang menjadikan aku Nabinya maka Ali
adalah pemimpinnya – Ya Allah pimpinlah orang yang
menjadikannya pemimpin dan musuhilah orang yang
menjadikannya musuh dan jangan hiraukan orang yang tidak
menghiraukannya "
Ucapan beliau disampaikan di saat haji wada’ usai, di
depan telaga khum yang mana saat itu rasul berhenti dan
memanggil mereka yang sudah melewatinya di depan dan
menunggu hingga semua kalangan yang ikut haji saat itu
berkumpul seluruhnya. Dalam pada itu, Rasul mengaatakan
apa yang diperintahkan al-Qur’an :
" Wahai Rasul sampaikan apa yang diturnkan Allah
padamu – sekiranya tidak niscaya engkau tidak
menyampaikan apa yang pernah diturnkan Allah padamu.
Allah akan menjagamu dari ( rencana jahat) manusia " (Q.s. ).
Ayat tersebut menampakkan tugas Rasul terakhir yang
dipandang setara dengan apa yang sebelumnya telah
disampaikan sebelumnya. Padahal urusan sholat – puasa –
zakat – haji dan mu’amalah sesama serta hukum-hukum lain
telah ditunaikan secara sempurna oleh rasul, namun Allah
tetap menganggapnya tidak cukup sebelum memproklamirkan
kedudukan Ali as.
Hadir saat itu muslimin kurang lebih 125.000 jama’ah
yang hadir. Rasul mengatakan kewajibana atas mereka yang
mendengar untuk menyampaikannya pada yang belum
mendengarnya – dari tyang hadir kepada yang tidak hadir saat
itu. Atau yang belum lahir hingga penyampaian ini menjadi
hujjah atas manusia seluruhnya.
Dalam hadist itu, yang diterima secara mutawatir dari
kalangan dua mazhab besar – menampakkan suksesi
rasulullah saww yang juga merupakan tugas kerasulannya
telah ditunaikan rasulullah saww. Hal ini, karena rasul telah
mengetahui rencana kekabilan yang akan timbul kelak
sepeninggal beliau saww – kejahiliyahan yang telah
dihilangkan selama da’wahnya akan timbul kembali dan
membahayakan da’wah beliau saww. Itulah sebabnya Allah
menganggap penting peristiwa itu, dengan memerintahkan
rasul untuk mengangkat Ali as. dan mengukuhkannya. Bai’at
pada Ali as. juga dilakukan di hadapan rasulullah saww.
Upaya-upaya Rasulullah menjelang wafat
Kondisi
kesehatan
Rasulullah
saww
semakin
memburuk, kali ini beberapa sahabat mulai membicarakan
kepemimpinan pengganti Nabi dengan menolak Ali as. dari
golongan masing-masing. Dari itu, rasul yang mengetahuai
apa yang akan terjadi – maka diutusnya pasukan yang
dipimpin oleh Usamah dengan menyertakan orang- orang yang
kelak menjadi biang keladi peristiwa saqifah. Dengan tegas
Rasul mengatakan " terkutuk bagi mereka yang kembali dari
pasukan Usamah ". Berbagai alasan ditimbulkan – dengan
menganggap Usama masih terlampau muda untuk memimpin
peperangan . Selain mereka berselisih dihadapan Rasul yang
sedang sakit, membuat keadaan Rasul menjadi sedemikian
parah. Hingga Rasul mengusir mereka yang berdebat di
depannya. Ahal itu, yang membuat peristiwa Kamis kelabu
atau yang dikenal dengan tragedi hari Kamis – 8 rabi’ul awwal
dimana Rasul dicegah Umar untuk menuliskan wasi’at bagi
kaum muslimin.
Akhirnya, pasukan Usamah diberangkatkan menuju
mu’tah untuk melawan Romawi di Suriah. Beberapa tokohtokoh Anshor seperti Sa’ad bin Ubadah – Abu Bakar dan Umar
disertakan dalam pasukan ini. Sebaliknya Ali as. dipertahankan
Rasul untuk tetap di Madinah. Pasukan yang kemudian
dipaksakan tetap berjalan kemudian kembali setelah
mendengan wafatnya Rasulullah saww.
Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.
Salam padamu ya Rasulullah
aku bersaksi bahwa tiada tuhan melainkan Allah
dan telah engkau tunaikan tugas-tugasmu
Hingga menjelang hayatmu.
Pengingkaran yang terjadi
setelah engkau melakukan tugas
dan pilihan terbaik bagi walimu Ali as.
Rasulullah wafat
Rasul wafat dipangkuan Ali as. – beliau telah
mewasi’atkan pada Ali as. untuk memandikan – mengkafani
dan mengimami sholat jenazah Rasulullah saww hingga
menguburkannya. Dari dalam rumah duka- makhluk terbaik
ciptaan Allah SWT. Berita wafatnya Rasul segera menyebar di
seluruh daerah muslimin dan orang kemudian berkerumun di
depan pintu rumah Rasul. Abu bakar & Umar yang ikut dalam
pasukan Usamah ikut kembali dan hadir di depan rumah
Rasulullah saww. Sementara Abu Bakar masuk ke dalam
rumah Rasul, Umar mengancam akan membunuh orang yang
mengatakan Rasul telah wafat. Dalam pada itu, di tengah
perasaan duka seperti itu, diikuti rasa dongkol atas sikap
Umar. Sesaat kemudian Abu Bakar keluar dan berbisik-bisik
sebentar dengan Umar – mengumumkan : " Inna lillahi wq inna
ilaihi rajiun – siapa yang telah menyembah Allah
sesungguhnya Allah hidup dan tidak mati – barang siapa
menyembah Muhammad saww maka Muhammad telah wafat
". Mendengar hal itu, ekspresi Umar pun berubah tidak
sebagaimana sebelumnya. Tak berselang beberapa lama,
kedua orang ini keluar dari kerumunan dan menuju tempat di
saqifah bani sa’idah meninggalkan jenazah Rasul. Menurut
sejarah mereka berdua – tidak hadir pemakaman Rasulullah
disebabkan kesibukannya di saqifah bani sa’idah.
Abu Bakar jadi Khalifah
Perdebatan di saqifah seperti isyarat Rasulullah saww,
dimana kaum anshor hendak mengangkat ketuanya sa’ad bin
ubadan dan kaum muhajirin demikian juga. Dengan
menganggap keadaan yang tak menentu seperti itu, Umar dan
Abu Bakar hadir seperti dengan skenario yang sudah dapat
diperkirakan sebelumnya. Saat itu, Abu Bakar berpidato- yang
isinya menyangkut bahwa pemimpin harus dari qurays – dan
orang yang paling awal masuk Islam dan dekat dengan
Rasulnya. Seluruh pidatonya seakan menunjuk dirinya sendiri.
Akhirnya, terdengar salah seorang yang hadir mengatakan
kriteria seperti itu, ada pada Ali as. Ali yang merupakan bani
hasyim dan orang terdekat dengan Rasulnya – gemuruh
ruangan dan berkecamuk hingga menimbulkan perkelahian
yang mengakibatkan terbunuhnya Sa’ad bin Abu Ubadah.
Dalam suasana mencekam – Abu Bakar dijadikan rujukan.
Ucapannya kemudian, baiklah aku pilihkan pada kalian dua
orang yang dapat kalian pilih yaitu Umar dan Abu Ubaidah bin
al-Jarrah. Keduanya spontan berkata – tidak layak bagi kami
selama Abu Bakar ada di tengah-tengah kami. Sehingga jelas
nyata persekongkolan ketiganya.
Yang unik, dalam saqifah tak ada satupun bani hasyim
yang hadir, sehingga dengan terpilihnya Abu Bakar saat itu –
tanpa menyertakan bani hasyim yaitu kabilah rasulullah saww
itu sendiri. Seusai pengangkatan Abu Bakar – kini saatnya
membangun alasan pengangkatan dan pembenaran terhadap
peristiwa saqifah itu yang dilakkukan intern. Alasan apapun
tidak akan mendapat kekuatan sebelum Ali as. berbai’at
sehingga akan menjadi bumerang dan syahnya pengangkatan.
Ali as. yang mendengar peristiwa itu, saat penguburan
Rasulullah saww bersabda :
"apa yang dikatakan kaum Anshar ? kami angkat seorang dari
kami sebagai pemimpin dan kalian ( kaum Muhajirin)
mengangkat seorang dari kalian sebagai pemimpin ! Mengapa
kamu tidak berhujjah atas mereka bahwa Rasulullah saww.
Telah berpesan agar berbuat baik dan memaafkan siapa
diantara mereka yang berbuat salah ", tanya Imam Ali as. lagi.
Hujjah apa yang terkandung dalam ucapan seperti itu
?Sekiranya mereka berhak atas kepemimpinan ummat ini,
niscaya Rasulullah saww tidak perlu berpesan sepereti itu
tentang mereka. Kemudian Imam Ali as. bertanya : Lalu apa
yang dikatakan oleh orangt-orang qurays ? Mereka berhujjah
bahwa qurays adalah pohon Rasulullah saww. Kalau begitu,
mereka aberhujjah dengan pohonnya dan menelantarkan
buahnya."
Sejak peristiwa itu, Ali as. menolak berbaiat pada Abu
Bakar dan Umar. Sebagian kalangan menganggap persoalan
tersebut adalah persoalan perbedaan pandangan politik dan
kekuasaan – namun dalam pandangan Ahli bait tidak
demikian. Jika Ali as. saat itu melakukan bai’at terhadap Abu
Bakar – niscaya akan menyebabkan Ali as. merestui
penyimpangan –penyimpangan yang terjadi. Namun
sebaliknya, jika Ali as. melakukan penyerangan secara
langsung terhadap Abu Bakar – sejarah akan berkata bahwa
Ali as. telah rakus kekuasaan dan persoalan berubah menjadi
persoalan politik kekuasaan bukan agama lagi. Dalam pada
itu, orang yang paling tepat uintuk membela Ali as. dari
kalangan ahli bait Nabi adalah Fatimah - istrinya.
Kemarahan Fatimah az-Zahra’ atas peristiwa saqifah –
menunjukkan peranannya dalam menegakkan agama yang Ali
adalah simbolnya. Pembelaan fatimah sudah kita ungkap
sebelumnya dalam materi yang sudah bukan karena
ahubungan keluarga semata a- melainkan penegakan agama
itu sendiri. Dalam pada itu, Fatimah kemudian mendatangi
rumah-rumah mereka yang hadir saat di Ghodir khum dan
meminta bai’at mereka yang dahulu telah dilakukan pada Ali
as. dihadapan Rasulullah . Berbagai alasan kemudian muncul
0 hingga kurang dari empat puluh orang yang tetap setia untuk
bersaksi dihadapan Ali as. Melihat kampanye Fatimah yang
demikian rupa- Umar kemudian mengepung rumah Fatimah
bahkan menurut sejarah hendak membakarnya. Pintu rumah
didobrak dengan keras sehingga Fatimah yang berada di balik
pintu itu keguguran. Melihat hal itu Imam Ali as. ke belakang
mengambil pedangnya dan mengejar Umar yang lari tunggang
langgang. Peristiwa demi peristiwa menyakitkan hati Ahli bait
mulai di saat harum jasad Rasulullah belum hilang dari rumah
Ahli bait as.
Selang sepuluh hari setelah peristiwa saqifah – Fatimah
meminta tanah fadak yang kelak akan dijadikan sebagai simbol
perlawanan ahli bait as. terhadap Abu Bakar. Karena Fatimah
tahu – pengangkatan Abu Bakar yanag tidak didasarkan oleh
syare’at agama akan menghadapi banyak kendala-kendala
yang tak mungkin diatasinya. Disinilah terjadi perdebatan yang
kelak akan dimengerti mengapa Fatimah mempersoalkan
fadak ini.
Tanah fadak ini, yang kemudian di masa Utsman
diberikan pada Marwan bin Hakam – seorang sepupunya
sendiri yang telah dilarang Rasulullah memasuki haramain dan
dijadikan penasehat pribadi kekhilafahannya. Sejarah fadak
yang dijadikan simbol perlawanan ahli bait terhadap dinasti
Umayyah dimiliki para penguasa Umawiyah. Hingga masa
Imam Ja’far as-Shodiq as. dimasa pemerintahan Umawi –
Umar bin Abdul Aziz hendak dikembalikan pada cucu Fatimah
ini. Imam Ja’far mengatakan daerah yang ditunjuk (Fadak itu)
seluas kekuasaan Umar bin Abdul Aziz. Mengapa demikian –
karena Fatimah memprotes tanah itu bukan karena rakus akan
dunia seperti yang ditududhkan padanya, atau bagai mereka
yang hendak menafikan kisah fadak dalam sejarah Ahli bait as.
Hingga sejarah terlampau besar untuk ditutupi –
muslimin seluruh masa akan mengetahui pertengkaran
Fatimah dengan Abu Bakar – dalam saat itu, seorang harus
memilih yang benar dari yang salah. Itulah sebabnya,
kemudian sebagian kalangan muslimin menutup persoalan
dengan menganggapnya selesai dan tidak perlu diungkit-ungkit
lagi karena mereka tahu persis apa yang terjadi dapat
berdampak terhadap kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan
Ustman.
Fatimah wafat dalam keadaan marah pada kedua orang
ini (Abu Bakar dan Umar) hingga hal itu tampak dalam wasi’at
beliau as. Sejak itu, pergeseran nilai-nilai mulai terasa ketika
hukum-hukum agama kehilangan rujukan dan agama mulai
diada-adakan tidak lagi terjaga sebagaimana ketika rasul
masih hidup.
I. Ali as. priode ketiga khalifah
Sepeninggal Fatimah as. – Ali as. tetap dianggap
menjadi ancaman – kondisi muslimin menjadi takuta bertemu
dengan Ali as. membuat Imam Ali as. tercegah untuk
menyampaikan pandangan-pandangannya. Pada saat yang
tepat – Ali as. kemudian dipaksakan berbai’at dan
melakukannya. Hal ini merupakan pi lihannya yang terbaik
dalam menjalankan tugas-tugas sepeninggal Rasulullah saww.
Namun Ali as. menunjukkan pada ummat mendatang bahwa
bai’atnya itu bukanlah bai’at karena tampak dengan tidak
pernahnya Ali as. ikut berperang di masa kekhalifahan Abu
Bakar, Umar dan Ustman. Hal ini, selintas kontradiktif antara
bai’atnya dengan ketidakikutan serta berperang di bawah
kepemimpinan "Abu Bakar – Umar dan Ustman ini. Seluruhnya
menjadi pelajaran bagi manusia mendatang yang berfikir. Lalu
apakah sebenarnya bai’at itu ?. Bai’at itu pengakuan
seseorang secara merdeka tanpa adanya unsur paksaan untuk
dipimpin. Sedangkan hal itu, tidak memenuhi syarat bagi bai’at
Imam Ali as. bagaimana hal itu disebut sebagai bai’at.
Sedangkan dari fihak Abu Bakar yang dibutuhkan adalah
pengakuan dari masyarakat- sehingga apa yang dilakukan Ali
as. melegakan hatinya – sehingga dapat melestarikan
kekuasaan hingga kemudian dapat melakukan mekanisme
sesuai dengan apa yang dikehendakinya dan di bawah
kendalinya. Kemudian wafatnya, Abu Bakar-kekhalifahan
berpindah pada Umar dengan proses yang berbeda dengan
mekanisme pengangkatan dirinya. Terbunuhnya Umar – juga
menunjukkan mekanisme pemilihan yang berbeda dengan dua
khalifah sebelumnya.
Masa terakhir pemerintahan Ustman
Berbagai kebijaksanaan politik Ustman saat itu, dinilai
terlampau berani sehingga banyak hal yang dahulu telah
dilarang Rasulullah kini berubah . Marwan salah satunya,
orang yang tergolong kaum tulaqo’ ( Islam saat terakhir
kehidupan Rasulullah ) yang dilarang Rasul masuk Makkah
dan Madinah kini bukan saja diizinkan masuk Makkah dan
Madinah – tetapi diberi jabatan strategis sekretaris
kekhilafahannya. Demikian Mu’awiyah yang mendapatkan
jabatan luas di Syam di masa Umar bin Khottob kini
mendapatkan areal yang lebih luas lagi. Sahabat-sahabat Nabi
yang tinggal dan setia hidup miskin di penghujung Mu'’wiyah
membangun istana hijau yang dibangun dari darah dan cawancawan keringat kaum muslimin. Ketimpangan sosial
melupakan tugas dasar ummat Islam – yang mulai mabuk oleh
keindahan duniawi. Ali as. tidak lagi didengar – nasehatnya
ditinggalkan. Seluruhnya dampak atas apa yang terjadi
sebelumnya – sejak ditinggalkannya wasi’at Rasulullah saww
oleh kaum muslimin – berupa walinya Ali as. Dalam pada itu,
fitnah terbesar muncul bukan dari luar tetapi dari dalam istana
Ustman sendiri – oleh Marwan bin Hakam yang mencoreng
luka sejarah dan berakibat terbunuhnya Ustman sendiri.
Arus kebencian mulai menyebar. Fitnah demikian
banyak, politik lebih terarah pada kekuasaan bukan lagi
memenangkan nilai-nilai akhlak rasulullah saww dan berbagai
penyimpangan untuk pembenaran aqidah kekuasaan hingga
syare’at dan akhlak mulai ampuh meracuni muslimin saat itu.
Dalam keadaan demikian orang mulai merasakan
betapa tingginya peranan seorang Imam yang bijaksana dan
melirik pada Ali as. Disaat kekacauan sudah merata seperti itu,
sekelompok orang mendesak Ali as. untuk tampil memimpin.
Untuk beberapa saat Ali as. menolak – dan khawatir akan
menjadi kesinambaungan sikap dengan garis yang muncul di
saqifah. Saqifah telah berbunga – kuncupnya telah dirasakan
dengan ketimpangan dan bid’ah yang bertebaran di seantero
jajaran jazirah muslimin. Kali ini, tugas berat Imam Ali as.
adalah memutus garis simpang yang bertolak dari saqifah bani
sa’idah yang dahulu jarang dirasakan banyak kalangan dan
sedikitnya orang memiliki kepekaan terhadap sikap Fatimah
az-Zahra’.
Masa Pemerintahan Ali as.
Ibarat mengumpulkan dan menyisihkan puing-puing,
Imam Ali as. melakukan kerja berat ketika menjadi khalifah.
Berbeda dengan pengangkatan Abu Bakar yang dipilih atas
upaya bertiga dengan Abu Ubaidah bin Jarrah – Umar dan
dirinya, sehingga melalui mekanisme syura’ seakan sepakat
memilihnya. Kemudian Umar dipilih Abu Bakar melalui wasi’at
dan memproklamirkan dirinya di masjid sedangkan Ustman
dipoling dengan mekanisme yang diatur Umar lewat seakan
tidak melupakan Ali as. guna menghindarkan polemik bagi
pecinta-pecinta Ahli bait dalam pengangkatan Ustman setelah
wafatnya. Terlebih lagi Ali as. disyaratkan saat itu, untuk
meneruskan garis haluan kekhalifahan sebelumnya yang pasti
akan ditolaknya. Kini kekacauan akan ditimpakan pada Ali as.
sehingga sejarah dapat menyalahkan sikapnya kelak bila
melangkah salah. Maka guna memutuskan hubungan dengan
kekhalifahan sebelumnya Ali as. memecat seluruh pejabat
yang pernah diangkat oleh Ustman. Para politisi yang
menganggp sikap Imam ali as. ini berbahaya – tetap tidak
dihiraukan – karena inilah bentuk demonstratif yang dapat
dijadikan bukti bahwa Ali as. menolak kekhalifahan
sebelumnya – dan tidak ada alasan bagi yang akan
menghubungkannya dengan ketiga khalifah sebelumnya. Ini
dilakukan ketika tiba hujjah pada beliau yang dipaksa untuk
dibai’at di depan kaum muslimin yang menyatakan setia pada
beliau as. Termasuk didalamnya Talhah dan Zubair yang kelak
bergabung Aisyah memerangi Ali as.
Belum beberapa saat, Mu’awiyyah yang merasa
terancam kedudukannya dengan naiknya Ali as. sebagai
khalifah – mulai memainkan peran dengan alasan menuntut
bela kematian Ustman. Seakan Ali as. yang telah melakukan
pembunuhan terhadap Ustman. Jauh hari Imam Ali as. melihat
hal ini, maka oapini Mu’awiyyah menjadi mandul karena saat
terbunuhnya Ustman- kedua pautra Ali as. – Al-Hasanain ikut
menjaga pintu gerbang agar tidak terjadinya pembunuhan itu.
Akhirnya, persoalan diarahkan untuk mengusut tentang siapa
yang membunuh Ustman – harus diselidiki sehingga muslimin
lega. Semua adalah upaya penekanan terhadap Imam Ali as.
agar disibukkan oleh persoalan internal sehingga dapat
dilakukan penyerang terhadapnya dengan alasan-alasan yang
diisukannya. Belum lagi opini itu berkembang- Mu’awiyyah
berhasil memanfaatkan Aisyah untuk memerangi Ali as.
dengan alasan isu politiknya yang sama – menuntut bela
kematian Ustman. Talhah dan Zubair yang semula berbai’at
tiba-tiba berbalik karena harapan-harapan untuk beroleh
kesempatan dalam jabatannya telah pupus dengan melihat
sikap Imam Ali as. yang non- kompromistis.
Perang Jamal meletus, Mu’awiyyah berharap Aisyah
terbunuh. Sehingga dapat tersebar bahwa Ali as. telah
membunuh istri Nabi. Namun kelicikan seperti itu, telah
dimengerti Ali as. -–kekalahan pasukan Aisyah dalam perang
Jamal tidak sampai terbunuhnya Aisyah. Berbagai upaya
penekanan politik dan penyebaran keburukan sikap tidak dapat
dilakukan pada Imam Ali as. Kini saatnya – Mu’awiyyah harus
berhadapan dengan Imam Ali as. dalam pertempuran di
Shiffin.
Meletusnya perang Shiffin merupakan puing terakhir
yang seharusnya dapat tersingkirnya kotoran sejarah - kabut
yang menyelimuti cahaya Islam terbongkar. Namun dalam
keadaan pertarungan seperti itu, Mu’awiyyah atas usulan Amru
bin Ash mengangkat Al-Qur’an sebagai simbol perdamaian di
saat pasukannya terdesak. Hal ini dilakukan karena
pengalaman Mu-awiyyah terhadap sikap-sikap muslimin
sebelumnya sehingga dapat menciptakkan perpecahan dari
pasukan Ali as. Benar apa yang terjadi- Imam Ali as. menyeru
pasukannya untuk terus melawan pasukan Mu’awiyyah yang
sedikit lagi akan menemui kekalahan. Tetapi tidak, pasukan Ali
as. yang terlena pada hal0hyal dhohiri – tidak melihat apa yang
dipikirkan oleh Imam. Akhirnya, pasukan Ali as. lah yang
memaksa pertikaian di Shiffin dihentikan – yang akhirnya Imam
Ali as. secara terpaksa harus menerima keadaan pahit atas
pengingkaran terhadap dirinya yang sebelumnya telah juga
dilakukan ummat ini pada Rasulnya dihadapannya. Kali ini,
Imam Ali as. sadar sepenuhnya selaku pemimpin Islam jika
terbunuh oleh pasukannya sendiri akan mencoreng agama
Islam nantinya, itulah paksaan yang ditimpakan pada Ali as.
Belum cukup dengan penerimaan damai, utusan damai
dari fihak Ali as. dipaksakan pada Abu Musa Al-Asy’ari – orang
tua yang lemah tak mampu berdiplomasi dan lugu. Dari fihak
Mu’awiyyah – Amru bin Ash yang penuh dengan kelicikan.
Untuk ketiga kalinya setelah Saqifah – pemaksaan berhenti
perang- Ali as. dipaksakan menerima Abu Musa Al-Asy’ari ini.
Dengan lembut Amru bin Ash menyanjung Abu Musa dalam
pertemuan itu, sebagai orang yang banyak ibadahnya dan
taatnya pada Rasulullah – sehingga dapat diputuskan untuk
menurunkan kedudukan Ali dan Mu’awiyyah dalam jabatan
kekhalifahan untuk kemudian diserahkan urusan ini pada kaum
muslimin. Abu Musa yang lugu setuju terhadap usulan yang
dianggapnya seimbang ini. Ketika depan khalayak – untuk
mengumumkan – Amru bin Ash mempersilahkan Abu Musa
untuk memulai pembicaraan kesepakatannya itu . Setelah
dirinya, mewakili Ali as. dan menurunkannya-kini saatnya bagi
Amru bin Ash yang tidak menurunkan Mu’awiyyah melainkan
mengukuhkannya. Fitnah besar kemudian terjadi-timbullah
Khawarij sejak peristiwa itu, berbagai opini di tengah-tengah
muslimin kembali kepangkuan Mu’awiyyah . Hingga dalam
waktu yang singkat – Ali kembali diberi kasus untuk
menyelesaikan persoalan intern pasukannya. Kali ini, keadaan
demikian parah sehingga kaum khawarij berkumpul menyusun
kekuatan melawan Imam Ali as. Mereka yang dahulu menjadi
pengikut Ali as. kini menjadi orang yanag memusuhi Ali as.
karena hasutan opini yang diperankan Mu’awiyyah dari Syam.
Perang yang berat yang dirasakan Imam Ali as. ialan
peperangannya melawan khawarijh ini, sehingga untuk
sementara Mu’awiyyah disisihkan dalam kasus pertarungan–
pertarungan. Dalam masa perang Nahrawan itu, Ali as.
dibunuh oleh kaum khawaraij – Abdurrahman ibnu Muljam l.a –
yang berada dalam rekayasa Mu’awiyyah. Kini Ali as. telah
menunaikan tugas berat di masa-masa hidupnya sepeninggal
Rasulullah saww.
Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun
Salamsejahtera atasmu wahai abal hasan – amirul mu’minin –
Ali as
Aku bersaksi – bahwa engkau yang pertama dalamIslam
Yang membela rasulnya di saat semuanya menentangnya
Aku bersaksi – engkau saudara rasul yang paling dicintainya
Yang melunasi hutang (pelanjut) misi rasulnya
Tugas berat dipundakmu telah usai engkau lakukan dengan
sempurnya
Salam kami wahai abal hasan pada rasulullah
Yang telah engkau tegakkan garisnya melalui sikapmu sejak di
Saqifah
Hingga pemnbersihan misi rasul itu
Dalam perang jamal – shiffin dan nahrawan
Hasan bin Ali bin Abi Thalib as.
Sebagaimana telah diuraikan di atas- keadaan setelah
nahrawan – pasukan Imam Ali menjadi porak poranda –
hingga tersisa sedikit pasukan Imam yang tersisa. Kini
Mu’awiyyah dapat leluasa memerintah dengan kesewenangwenangannya- namun masih belum berani secara terbuka
menentang Islam. Karenanya opini yang dimainkan dengan
melaknati Ali bin Abi Thalib di masjid-masjid. Hal ini karena
kehendak Mu’awiyyah hilangnya pengaruh Ali as. pada kurun
waktu sehingga dapat melestarikan kekuasaan dan
membangun dinasti Umawiyyah-seperti yang pernah
direncanakan oleh ayahnya Abu Sufyan dan kakek-kakeknya.
Namun sebelum seluruh ahli bait as. habis di muka
bumi, maka ancaman itu masih ada bagi mereka. Pertama kali,
setelah syahidnya Imam Ali as. , al-Hasan yang diminta
berbai’at kepadanya. Al-Hasan mengalami keadaan yang mirip
di masa Saqifah dalam bentuk yang berbeda. Jika masa
Saqifah – ayahnya Ali as. tidak beroleh dukungan yang cukup
dari ummatnya- kini dukungan padanya dari sisa pengikut
ayahnya tidak memadai lagi – terlebih mereka sudah capai
berperang. Sekali lagi-pemimpin Islam yang dibunuh oleh
pengikutnya sendiri merupakan aib besar yang mencoreng
sejarah agama itu sendiri. Karenanya, al-Hasan bersedia suluh
dengan Mu’awiyyah – bukan karena takut terbunuh atau
lainnya melainkan melakukan strategi kembalil yang pernah
dilakukan ayahn ya setelah wafat ibunya Fatimah az-Zahra’ as.
Al-Hasan bersedia damai dengan syarat-syarat yang
diantaranya Mu’awiyyah harus menghentikan laknatannya
pada ayahnya Ali as. Hal itu diterima dan kemudian
diingkarinya sendiri. Bagi Mu’awiyyah pelaknatan pada Ali itu
diterima dan kemudian diingkarinya sendiri. Bagi Mu’awiyyah
pelaknatan pada Ali as. akan melangsungkan kekuasaannya –
jika tidak niscaya simpatik ummat ini akan kembali pada Ahli
bait as. Demikian juga syarat-syarat lain yang diajukan –
merupakan statement politik Imam Hasan yang dianggap
membahayakan posisi Mu’awiyyah di masa mendatang.
Karena itu, usaha membunuh Imam Hasan dilakukan oleh
Mu’awiyyah setelah upaya melokalisasi gerakan Imam Hasan
menemui kegagalan-kegagalan. Jangan sampai dirinya
melakukan pembunuhan terbuka pada al-Hasan merupakan
alasan utama sehingga dapat membahayakan kekuasaannya
di masa-masa mendatang. Melalui kaki tangannya – al-Hasan
kemudian diracun dan menemui syahadahnya.
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un
Salam sejahtera padamu wahai aba Muhammad – al-Hasan
Peranmu yang utama adalah suluh yang membuat garis Ali as.
tidak terputus
Juga peranmu dalam menghidupkan semangat baru bagi
pengikut adikmu
al-Husein
Aku bersaksi bahwa engkau telah bertugas sebagaimana
tugas yang diperankan
Kakek-mu Rasulullah – Ibumu Fatimah az-Zahra’ as. serta Ali
as. ayahmu
Salamku pada Rasulullah – Fatimah dan Ali as.
Kami berjanji untuk setia menegakkan apa yang telah engkau
tegakkan
Hingga kami semua berjumpa disisimu beserta ayah, ibu dan
kakekmu Rasulullah
I. Husein bin Ali bin Abi Thalib as.
Sepeninggal Imam Hasan as. muslimin tidak lagi
menganggap ahli bait as. perlu memperjuangkan kekuasaan.
Imam Husein di masa Mu’awiyyah tidak dipaksakan untuk
berbai’at sebagaiman kakaknya al-Hasan as. Terlebih ketika
diminta pendapat-melalui surat ancaman Mu’awiyyah pada alHusein as. yang menunjukkan kekhawatiran Mu’awiyyah jika
al-Husein akan bangkit melawan pemerintahannya. Al-Husein
as. membalas dengan tegas- bahwa pandangannya sama
dengan pandangan dan pendapat kakaknya al-Hasan.
Selang beberapa waktu, al-Husein as. setelah
menguburkan abangnya menghabiskan waktu untuk mengajar
kaum muslimin. Dari istana, Mu’awiyyah uzur dan jatuh sakit.
Dalam pada itu, Mu’awiyyah melakukan wasi’at yang
merupakan tindakan fatalnya, yaitu mengangkat Yazid
anaknya sebagai penggantinya. Tindakan inilah yang
kemudian mengakhiri rencana panjang kebusukannya. Walau
telah dinasehatkan dalam wasi’atnya pada Yazid untuk tidak
melakukan peperangan terbuka pada al-Husein as. yang akan
meruntuhkan apa yang telah dicita-citakan kakek-kakeknya
hingga ayahnya Mu’awiyyah l.a. Tetapi Yazid yang pemabuk
dan tidak mengenali politik sedikitpun akhirnya melakukan
kecerobohan besar yang membongkar apa yang selama ini
terselubung.
Karbala meletus-sejarah terbongkar-aib-aib terbuka –
apa yang selama ini terselimuti terbuka lebar. Kisah sejarah
membuktikan ahli bait as. yang senantiasa setia pada
Rasulullah saww berhadapan dengan musuh-musuh Islam
yang berkedok pakaian Islam dan kekhalifahan selama ini.
Semua menjadi sulit untuk ditutupi sehingga kelak akan
menjadi bukti garis Rasulullah yang dikaburkan dan
disimpangkan dari masa ke masa. Itulah sebabnya rasul
bersabda :
" Husein dari aku dan aku dari al-Husein "
terlebih sikap al-Husein as. membuat pengikutnya
bersih dari kepentingan-kepentingan duniawi, jabatan dan
kekuasaan. Melalui jalan kemerdekaan dan kerelaan, Yazid
yang tak memahami sedikitpun apa yang dicucapkan al-Husein
as. kemudian menjadi cemoohan sejarah dan laknatan. Jika
dahulu muslimin tidak tahu mengapa harus melaknati Ali as.,
kini mereka sadar dan berbalik melaknati Mu’awiyyah dan p
ohon kesesatan-putra-putra iblis berwajahkan manusia. Inilah
keberhasilan di balik kisah Karbala’. Al-Husein telah berhasil
membongkar apa yang ditunggu oleh ibunya Fatimah dengan
protes di Fadak- Ali as. di shiffin dan nahrawan sereta
persiapan yang dilakukan abangnya al-Hasan as. Kini mereka
berkumpyul kembali dengan Rasulullah saww. Atas garis
perjuangan Islam yang telah mereka lakukan sesuai dengan
tugas menjaga Islam.
Inna lillahi wa inna ilaihi rajia’un
Salam sejahtera padamu Husein as.
Salam sejashtera padamu wahai Ali – ibnul Husein as.
Salam sejahtera padamu wahai putra-putra al-Husein as.
Salam sejahtera padamu wahai keluarga al-Husein as.
Salam sejahtera padamu wahai sahabat-sahabat al-Husein di
Karbala’
Kalian semua telah berjuang di jalan Allah
Menegakkan garis Rasulullah yang disimpangkan
Kami senantiasa berjanji setia untuk beserta dalam garismyu
Tegak menegakkan apa yang telah digariskan kakekmu
melaluimu
Dan imam-imam setelahmu
Agar kami dapat berkumpul kelak dengan kalian semua
Wahai putera-putera Rasulullah
Sumber : http://www.fatimah.org/
Download