BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan profesi dokter gigi meliputi pendidikan akademik dan
pendidikan profesional (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006). Sistem
pembelajaran pada pendidikan klinik kedokteran gigi berbeda dengan
pendidikan profesi kesehatan lainnya. Pembelajaran klinik kedokteran gigi
mewajibkan mahasiswa untuk memberikan perawatan dan kontrol kepada
pasien, di bawah pengawasan pembimbing klinik (Yoder, 2005; Fugill,
2005; Taleghani et al., 2006; Feather dan Fry dalam Ormrod, 2009). Sejak
dahulu, sistem pembelajaran pada pendidikan profesi kedokteran gigi
diselenggarakan
dengan
sistem
pemenuhan
jumlah
kasus
klinik
(numerical requirement system). Sistem ini bertujuan untuk memastikan
bahwa ketika lulus, mahasiswa telah memiliki sejumlah pengalaman
dalam melakukan tindakan klinis berupa perawatan gigi dan mulut. Hal ini
didasari oleh pemikiran bahwa secara umum, kegiatan praktik dan
pengulangan merupakan elemen dalam pencapaian kompetensi (Spector
et al., 2008; Chambers, 2012).
Standar pendidikan dokter gigi Indonesia ditetapkan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia dan dituangkan dalam buku Standar Pendidikan
Profesi Dokter Gigi. Standar tersebut mewajibkan institusi kedokteran gigi
di Indonesia untuk mengembangkan sistem pembelajaran dengan acuan
Standar Kompetensi Dokter Gigi Indonesia (SKDGI). Bab III menjelaskan
program, salah satu penjelasannya adalah mengenai metode evaluasi.
Menurut standar tersebut, metode evaluasi ditentukan oleh institusi
pendidikan
dan
disesuaikan
dengan
metode
pembelajaran
yang
digunakan. Kegiatan evaluasi dilakukan oleh dosen secara reguler untuk
mengetahui perkembangan pencapaian kompetensi (Konsil Kedokteran
Indonesia, 2006).
2
Merujuk pada standar pendidikan profesi dokter gigi, Jurusan
Kedokteran Gigi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) menerapkan
sistem evaluasi berupa observasi harian, ujian lisan dan tertulis serta ujian
komprehensif. Observasi harian dilakukan untuk melihat performa
mahasiswa dalam melakukan perawatan pasien sesuai dengan daftar
jumlah kasus yang telah ditetapkan. Sistem ini mewajibkan mahasiswa
untuk
melakukan
sejumlah
tindakan
klinis
sebagai
bagian
dari
pembelajaran dan sebagai upaya pelayanan kepada pasien, di bawah
pengawasan dosen pembimbing klinik. Selama melakukan tindakan
perawatan, mahasiswa akan diobservasi oleh pembimbing klinik dan
mendapatkan umpan balik sebagai penilaian formatif, kemudian setelah
kasus diselesaikan, mahasiswa akan mendapatkan skor atau nilai sebagai
penilaian sumatif. Sistem ini serupa dengan sistem pembelajaran yang
diaplikasikan pada beberapa institusi kedokteran gigi di Amerika dan
Inggris (Fugill, 2005; Formicola et al., 2006). Berikut ini merupakan contoh
daftar jumlah kasus dua bidang ilmu dari sembilan bidang ilmu yang wajib
diselesaikan oleh mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Gigi Universitas
Jenderal Soedirman:
Tabel 1.1 Daftar kasus klinik bidang ilmu konservasi gigi
No
Jenis kasus / tindakan
1 Restorasi amalgam kelas I
2 Restorasi amalgam kelas II
Restorasi dengan intervensi minimal (minimal mengerjakan
3 1x kelas IV/VI komposit dan 1x kelas III/V GIC/komposit)
4 Pulp capping direct/ indirect
5 Pulpektomi/ PSA akar tunggal
6 Pulpektomi/ PSA akar ganda
7 Restorasi mahkota pasak (non vital, follow up post endo)
8 Restorasi inlay (vital/non vital)
9 Restorasi onlay (vital/non vital, follow up post endo)
Jumlah
2
2
10
2
2
2
2
1
1
3
Tabel 1.2 Daftar kasus klinik bidang ilmu kedokteran gigi anak
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Jenis kasus/ tindakan
Jumlah
5
1
2
1
4
2
1
1
1
5
5
1
1
Profilaksis + DHE
Topikal aplikasi fluor
Fissure sealant
Restorasi amalgam kelas I
Restorasi dengan intervensi minimal
SSC
Pulpotomi
PSA
Space maintainer / regainer
Ekstraksi dengan CE
Ekstraksi dengan infiltrasi local
Ekstraksi dengan blok
Polykarboksilat crown
Penelitian untuk melihat pengaruh penerapan sistem pemenuhan
jumlah kasus klinik telah banyak dilakukan, terutama untuk melihat
pengaruhnya terhadap tingkat stres dan kecemasan, pencapaian
akademik mahasiswa serta produktivitas kerja mahasiswa (Hicks et al.,
1985; Dodge et al., 1993; Evangelidis-Sakellson, 1999; Holmes et al.,
2000; Henzi et al., 2007; Spector et al., 2008; Park et al., 2011).
Penerapan
sistem
pemenuhan
jumlah
kasus
klinik
dinilai
telah
menyebabkan stres dan kecemasan yang tinggi pada mahasiswa (Hicks
et al., 1985; Dodge et al., 1993). Tingkat stres dilaporkan dapat
mempengaruhi proses belajar mahasiswa, namun tidak dapat ditetapkan
sebagai faktor yang menghambat pembelajaran (Emilia, 2003; Joels et al.,
2006).
Hicks et al. (1985) melakukan studi mengenai pengaruh banyaknya
jumlah kasus klinik terhadap proses belajar mahasiswa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam nilai harian klinik,
performa pada ujian komprehensif, indeks prestasi kumulatif maupun
jumlah prosedur yang diselesaikan antara kelompok kontrol (jumlah tetap)
dan kelompok eksperimen (jumlah telah dikurangi). Penelitian tersebut
menegaskan bahwa banyaknya jumlah kewajiban untuk menyelesaikan
4
kasus tidak menyebabkan gangguan pada pencapaian akademik
mahasiswa.
Park et al. (2011) melaporkan temuan sejumlah permasalahan
dalam penerapan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik. Sistem ini dinilai
kurang memotivasi mahasiswa untuk melakukan perawatan secara
komprehensif. Mahasiswa dilaporkan cenderung tidak menambah jumlah
perawatan bila jumlah minimal telah tercapai, meskipun jenis perawatan
tersebut diperlukan oleh pasien. Sebagai contoh, ketika mahasiswa
menjumpai seorang pasien yang memiliki sejumlah gigi yang perlu
dilakukan perawatan saluran akar, namun mahasiswa tersebut hanya
memiliki kekurangan perawatan saluran akar sejumlah satu kasus, maka
mahasiswa cenderung hanya akan melakukan perawatan sesuai dengan
daftar kewajiban (requirement), bukan sesuai dengan kebutuhan pasien.
Hal ini dinilai mengakibatkan penurunan produktivitas mahasiswa dan
mengurangi kesempatan belajar. Masalah lain yang dijumpai adalah
seringnya pasien dipindahkan kepada mahasiswa lain karena mereka
berupaya untuk memenuhi jumlah kasus tertentu. Contohnya adalah
ketika
mahasiswa
menjumpai
seorang
pasien
yang
memerlukan
pencabutan tiga gigi, sedangkan mahasiswa tersebut hanya memiliki
kekurangan melakukan tindakan mencabut satu gigi, maka setelah pasien
selesai dirawat oleh mahasiswa tersebut (untuk pencabutan satu gigi),
pasien akan dipindahkan kepada mahasiswa lain yang masih memerlukan
tindakan mencabut gigi (untuk dua gigi lainnya). Kelulusan mahasiswa
juga
menjadi
alasan
tidak
selesainya
perawatan
pasien
secara
menyeluruh. Sebagai contoh, bila mahasiswa melakukan pencabutan gigi
untuk memenuhi jumlah yang ditetapkan kemudian mahasiswa tersebut
dinyatakan telah memenuhi syarat untuk lulus, padahal pasien yang telah
dicabut giginya masih memerlukan waktu untuk menunggu kesembuhan
jaringan pasca pencabutan untuk dapat dilanjutkan dengan pembuatan
gigi tiruan.
5
Jumlah banyaknya perawatan yang dapat diberikan mahasiswa
kepada pasien adalah indikasi penilaian produktivitas mahasiswa.
Produktivitas mahasiswa dinilai tidak dipengaruhi oleh sistem pemenuhan
jumlah kasus klinik (Holmes et al., 2000). Fakta lain dari sebuah studi
retrospektif yang dilakukan oleh Evangelidis-Sakellson (1999) di Columbia
University, School of Dental and Oral Surgery pada rentang tahun 19941999 menyebutkan bahwa terjadi peningkatan rencana perawatan yang
diselesaikan oleh mahasiswa setelah sistem pemenuhan jumlah kasus
diganti menjadi model perawatan komprehensif sesuai kebutuhan pasien.
Kesimpulan dari penelitian-penelitian terdahulu memberi informasi
bahwa sistem pemenuhan jumlah kasus klinik ternyata berkaitan dengan
tingkat stres dan produktivitas mahasiswa. Hal tersebut menjadi salah
satu pertimbangan beberapa institusi kedokteran gigi di Amerika untuk
meninggalkan sistem ini (Park et al., 2011). Murtomaa (2009) menuliskan
bahwa dalam 30 tahun terakhir telah terjadi perubahan sistem
pembelajaran pada perguruan tinggi di Eropa. Hal ini menyebabkan
terjadinya pula perubahan dan perkembangan pada sistem pembelajaran
di institusi kedokteran gigi negara-negara Eropa. Harvard School of Dental
Medicine menerapkan kurikulum PBL sejak tahun 2006. Hal ini dinilai
telah menyebabkan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik menjadi sistem
yang tidak sesuai lagi untuk pembelajaran klinik, kemudian diterapkan
sistem baru yang dikenal dengan comprehensive care system (CCS)
sejak tahun 2009 (Park et al., 2011).
Pengaruh suatu sistem terhadap pembelajaran merupakan faktor
penting untuk dipertimbangkan dalam penerapan sistem pembelajaran.
Kenyataannya, studi mengenai pengaruh sistem pemenuhan jumlah
kasus klinik terhadap proses belajar mahasiswa masih jarang dijumpai,
terutama di Indonesia.
Belajar merupakan proses kompleks dan unik yang terjadi di dalam
diri individu. Aktivitas belajar dipengaruhi banyak faktor, meliputi faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Ramsden (2003) menuliskan bahwa ketika
6
mahasiswa belajar, mereka akan menyesuaikan cara belajarnya dengan
tugas yang diberikan. Strategi – strategi yang dilakukan mahasiswa dalam
belajar merupakan upaya penyesuaian dalam proses belajar untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan, hal ini dikenal juga dengan istilah
pendekatan belajar (approaches to learning). Studi mengenai pendekatan
belajar telah banyak dipublikasikan sejak tahun 1970-an. Marton dan Säljő
(1976) membuktikan bahwa hasil belajar mahasiswa dipengaruhi oleh
pendekatan belajar yang dilakukan selama proses belajar. Pendekatan
belajar secara umum dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu : deep,
surface dan strategic. Deep approach merupakan pendekatan belajar
yang berorientasi pada pemahaman mendalam.
Surface approach
menekankan pada hapalan sehingga pemahaman mahasiswa terhadap
materi menjadi superficial atau dangkal. Strategic approach atau disebut
juga achieving approach merupakan pendekatan belajar yang berorientasi
pada pencapaian prestasi dengan proses belajar yang cenderung
menyesuaikan jenis metode evaluasi hasil belajar atau assessment
(Entwistle dan Ramsden, 1983; Ramsden, 2003; Wickramasinghe dan
Samarasekera, 2011). Al Kadri, et al. (2011) menuliskan bahwa
penerapan deep approach merupakan hal yang penting untuk mencapai
kesiapan mahasiswa dalam memecahkan masalah klinik dan mengatur
keselamatan pasien (safe patient management).
Sistem pemenuhan jumlah kasus klinik masih banyak diadopsi
sebagai sistem pembelajaran klinik pada institusi kedokteran gigi di
Indonesia, salah satunya pada Jurusan Kedokteran Gigi Unsoed yang
menerapkan sistem ini pada pendidikan profesi mulai tahun ajaran 20122013. Keluhan mengenai ketidaksiapan mahasiswa khususnya dalam
aspek kognisi sering dikeluhkan oleh dosen pembimbing klinik, padahal
mahasiswa sangat aktif memenuhi ketentuan jumlah requirement yang
disyaratkan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam
mengenai pengaruh sistem ini terhadap strategi belajar yang dilakukan
oleh mahasiswa.
7
Deskripsi dari strategi-strategi belajar yang dilakukan merupakan
perwujudan dari pendekatan belajar yang dilakukan mahasiswa. Oleh
karena itu, hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menambahkan bukti
baru mengenai pengaruh dari penerapan sistem pemenuhan jumlah kasus
klinik terhadap proses belajar mahasiswa profesi dokter gigi.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang ditemui
adalah penerapan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik terbukti
mempengaruhi stres dan produktivitas mahasiswa. Namun, pengaruhnya
terhadap proses belajar belum banyak dilaporkan, padahal hal ini penting
untuk dikaji secara mendalam, karena pengaruh penerapan suatu sistem
terhadap
proses
belajar
merupakan
aspek
yang
penting
untuk
diperhatikan agar kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menggali strategi belajar mahasiswa
dalam penerapan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik (numerical
requirement system) pada pendidikan profesi dokter gigi di Jurusan
Kedokteran Gigi Universitas Jenderal Soedirman.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Menambahkan
pemenuhan
jumlah
bukti
baru
mengenai
kasus
klinik
terhadap
mahasiswa pendidikan profesi dokter gigi.
pengaruh
pembelajaran
sistem
pada
8
2. Manfaat praktis
Memberi
masukan
kepada
institusi
mengenai
pengaruh
penerapan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik terhadap proses
belajar dan strategi belajar yang dilakukan mahasiswa, sehingga dapat
membantu meningkatkan kualitas pembelajaran.
E. Keaslian Penelitian
Proses pembelajaran klinik pada kedokteran gigi sejak dahulu telah
diselenggarakan dengan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik (Spector
et al., 2008). Sistem ini berbeda dengan pembelajaran klinik yang
diterapkan di fakultas kedokteran. Pembelajaran klinik kedokteran gigi
mewajibkan mahasiswa untuk memberikan perawatan dan kontrol kepada
pasien (Feather and Fry dalam Ormrod, 2009). Henzi et al. (2006)
melakukan penelitian untuk melihat persepsi mahasiswa kedokteran gigi
terhadap pendidikan profesi. Pandangan mahasiswa secara umum
menunjukkan bahwa pendidikan profesi merupakan pengalaman belajar
yang positif. Namun, mahasiswa melaporkan adanya empat hambatan
yang dijumpai dalam pembelajaran klinik. Salah satu hambatan yang
disampaikan adalah mengenai daftar kewajiban pemenuhan kasus klinik
(requirement). Laporan tersebut menuliskan bahwa hambatan tidak terkait
dengan jumlah kasus, melainkan terkait dengan tindakan prosedural yang
dilakukan. Sebagian besar mahasiswa mempertanyakan etika ketika
mereka diwajibkan melakukan sejumlah perawatan kepada pasien,
padahal mereka masih dalam proses belajar sehingga mungkin belum
memiliki kompetensi untuk melakukan perawatan tersebut.
Hicks et al. (1985) melakukan penelitian untuk melihat efek dari
berkurangnya jumlah kasus klinik yang menjadi kewajiban. Laporan hasil
penelitian menyebutkan bahwa dengan jumlah kasus klinik yang lebih
sedikit, mahasiswa menunjukkan tingkat stres dan kecemasan yang lebih
9
rendah. Penelitian Dodge et al. (1993) membandingkan dua kelompok
mahasiswa, satu kelompok mengikuti sistem pemenuhan jumlah kasus
klinik, sedangkan pada kelompok lainnya tidak diberlakukan sistem
tersebut. Hasil penelitian tersebut tidak berbeda dari sebelumnya.
Kelompok yang tidak menerapkan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik
menunjukkan tingkat stres yang lebih rendah.
Evangelidis-Sakellson (1999) menyimpulkan bahwa penerapan
sistem comprehensive care pada pendidikan profesi dokter gigi ternyata
meningkatkan
jumlah
rencana
perawatan
yang
diselesaikan
oleh
mahasiswa dibandingkan dengan pada penerapan sistem pemenuhan
jumlah kasus klinik. Produktivitas mahasiswa dinyatakan lebih baik pada
sistem comprehensive care. Hasil penelitan yang dilakukan oleh Holmes
et al. (2000) juga menyatakan bahwa sistem pemenuhan jumlah kasus
klinik bukan faktor penting yang menyebabkan peningkatan produktivitas
mahasiswa. Hal ini disimpulkan dari fakta penelitian yang menunjukkan
jumlah prosedur klinis yang dikerjakan mahasiswa lebih sedikit pada
mahasiswa yang menerapkan sistem pemenuhan jumlah kasus klinik
dibandingkan dengan mahasiswa pada angkatan lain yang menerapkan
sistem comprehensive care.
Berdasarkan tinjauan beberapa penelitian sebelumnya, maka
peneliti tertarik untuk menambah bukti baru mengenai efek dari penerapan
sistem pemenuhan jumlah kasus klinik terhadap proses pembelajaran,
yaitu terhadap strategi belajar yang dilakukan mahasiswa dalam
memenuhi jumlah kasus klinik yang diwajibkan. Rencana penelitian yang
akan dilakukan
adalah
penelitian
kualitatif
fenomenografi dengan
menerapkan observasi dan wawancara mendalam untuk menggali
pengalaman belajar mahasiswa. Keaslian dari penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini memiliki sudut pandang yang berbeda dari penelitian
sebelumnya. Penelitian ini akan menggambarkan variasi strategi belajar
mahasiswa pada pembelajaran klinik dengan penerapan sistem
pemenuhan jumlah kasus klinik.
10
2. Metode pada penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian terdahulu.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan
fenomenografi yang bertujuan untuk menggali informasi dan fakta yang
dialami oleh mahasiswa berupa pengalaman belajar klinik. Penelitian ini
dilakukan dengan kegiatan observasi pada saat pembelajaran klinik dan
kegiatan wawancara mendalam kepada mahasiswa secara individual.
3. Penelitian ini merupakan penelitian pertama mengenai strategi belajar
mahasiswa pada pembelajaran klinik dengan penerapan sistem
pemenuhan jumlah kasus klinik yang diselenggarakan pada pendidikan
profesi dokter gigi di Indonesia.
Download