Penerapan Multiple Attribute Decision Making dengan Simple

advertisement
Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1 Penelitian Terdahulu
Penerapan sistem pendukung keputusan pada saat ini telah
banyak digumakan untuk memecahkan suatu masalah dengan
berbagai
pilihan.
Salah
satunya
adalah
“Perancangan
Dan
Pembuatan Sistem Pendukung Keputusan Untuk Kenaikan Jabatan
Dan Perencanaan Karir Pada PT. Krakatau Steel” (Rachma Yunita,
2009). Dalam
pembuatan
sistem
tersebut,
diketahui
sistem
pendukung keputusan dapat mengatasi masalah yang dsebabkan oleh
pendeskripsian profil jabatan terlalu berbelit dan juga pengajuan
calon kandidat yang bisa menempati jabatan tersebut dengan cara
pencocokan profil karyawan dan profil jabatan berjalan lambat.
Dengan sistem pendukung keputusan maka dapat menganalisa
beberapa karyawan yang sesuai dengan profil jabatan yang ada
sehingga jabatan yang terisi tetap memperhatikan tiga aspek utama
yaitu Kapasitas Intelektual, Sikap Kerja dan Perilaku.
Dalam penelitian yang berjudul
”Penentuan Karyawan
Berprestasi oleh Departemen Sumber Daya Manusia di STMIK
AMIKOM Yogyakarta” (Amborowati, 2007) terdapat beberapa
faktor yang menjadi penilaian. Penilaian ini berdasarkan penilaian
kinerja,
yakni
pengetahuan
tentang
pekerjaan,
kreativitas,
perencanaan, pelaksanaan instruksi, pelaksanaan deskripsi tugas,
kualitas kerja, kerjasama dan sikap terhadap karyawan lain, inisiatif,
kehandalan, kehadiran, sikap pekerjaan, keuletan, dan kejujuran .
7
8
Demi efisiensi dan efektifitas kerja maka pengambilan
keputusan yang tepat sangat diperlukan. Penelitian tersebut
bertujuan untuk membangun sebuah sistem pendukung keputusan
yang
mempunyai
kemampuan
analisa
pemilihan
karyawan
berprestasi dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy
Process (AHP), dimana masing-masing kriteria dalam hal ini faktorfaktor penilaian dan alternatif dalam hal ini para karyawan
dibandingkan satu dengan yang lainnya sehingga memberikan
output nilai intensitas prioritas yang menghasilkan suatu sistem yang
memberikan penilaian terhadap setiap karyawan.
2.2 Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan merupakan proses pemilihan alternatif
tindakan untuk mencapai tujuan atau sasaran tertentu. Pengambilan
keputusan dilakukan dengan pendekatan sistematis terhadap
permasalahan melalui proses pengumpulan data menjadi informasi
serta ditambah dengan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam
pengambilan
keputusan
(Kadarsah,
2002).
Proses
pengambilan keputusan dalam suatu organisasi memiliki peranan
yang sangat penting sehingga pengambilan keputusan dianggap
sebagai sinonim dari proses keseluruhan dari manajemen. Hal ini
bisa dilihat dari bagaimana pentingnya fungsi manajerial dalam hal
perencanaan. Perencanaan itu sendiri meliputi satu seri keputusan,
yaitu: Apa yang harus dilakukan? Kapan? Di mana? Mengapa?
Bagaimana? Oleh siapa? Begitu juga dengan fungsi manajemen
lainnya, tentunya melibatkan proses pengambilan keputusan.
9
2.2.1 Tahap-Tahap Pengambilan Keputusan.
Menurut Simon ( Kadarsah, 2002), tahap-tahap yang harus
dilalui dalam proses pengambilan keputusan sebagai berikut :
1.
Tahap Pemahaman Inteligence Phase
Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari
lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data
masukan
diperoleh,
diproses
dan
diuji
dalam
rangka
mengidentifikasikan masalah.
2.
Tahap Perancangan Design Phase
Tahap ini merupakan proses pengembangan dan pencarian
alternatif tindakan atau solusi yang dapat diambil. Tersebut
merupakan representasi kejadian nyata yang disederhanakan,
sehingga diperlukan proses validasi dan vertifikasi untuk
mengetahui keakuratan model dalam meneliti masalah yang
ada.
3.
Tahap Pemilihan Choice Phase
Tahap ini dilakukan pemilihan terhadap diantara berbagai
alternatif solusi yang dimunculkan pada tahap perencanaan
agar ditentukan atau dengan memperhatikan kriteria–kriteria
berdasarkan tujuan yang akan dicapai.
4.
Tahap Impelementasi Implementation Phase
Tahap ini dilakukan penerapan terhadap rancangan sistem
yang telah dibuat pada tahap perancanagan serta pelaksanaan
alternatif tindakan yang telah dipilih pada tahap pemilihan.
2.2.2 Jenis Keputusan.
Keputusan-keputusan pada dasarnya dikelompokkan dalam 2
jenis, antara lain :
1.
Keputusan Terprogram
10
Keputusan ini bersifat berulang dan rutin, sedemikian hingga
suatu prosedur pasti telah dibuat menanganinya sehingga
keputusan tersebut tidak perlu diperlakukan de novo (sebagai
sesuatu yang baru) tiap kali terjadi.
2.
Keputusan Tak Terprogram
Keputusan ini bersifat baru, tidak terstruktur dan jarang
konsekuen. Tidak ada metode yang pasti untuk menangani
masalah ini karena belum ada sebelumnya atau karena sifat
dan struktur persisnya tak terlihat atau rumit atau karena begitu
pentingnya sehingga memerlukan perlakuan yang sangat
khusus.
2.3
Sistem Pendukung Keputusan (SPK)
Konsep Sistem Pendukung Keputusan (SPK) atau Decision
Support Sistem (DSS) pertama kali diungkapkan pada awal tahun
1970-an oleh Michael S. Scott Morton dengan istilah Management
Decision System. Sistem tersebut adalah suatu sistem yang berbasis
komputer yang ditujukan untuk membantu pengambil keputusan
dengan memanfaatkan data dan model tertentu untuk memecahkan
berbagai persoalan yang tidak terstruktur.
2.3.1 Pengertian SPK
Pengertian dari SPK itu sendiri menurut para ahli adalah
sebagai berikut :
1.
Menurut Keen dan Scoot Morton (Morton, 1970)
Sistem Pendukung Keputusan merupakan penggabungan
sumber-sumber kecerdasan individu dengan kemampuan
komponen untuk memperbaiki kualitas keputusan. Sistem
Pendukung Keputusan juga merupakan sistem informasi
11
berbasis komputer untuk manajemen pengambilan keputusan
yang menangani masalah-masalah semi struktur.
2.
SPK didefinisikan sebagai sistem berbasis komputer yang
terdiri dari komponen-komponen yang saling berinteraksi,
yaitu : sistem bahasa, sistem pengetahuan, dan sistem
pemrosesan masalah (Turban, 2001).
Dengan pengertian-pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa
Sistem Pendukung Keputusan (SPK) bukan merupakan alat
pengambilan
keputusan,
melainkan
merupakan
sistem
yang
membantu pengambil keputusan dengan melengkapi mereka dengan
informasi dari data yang telah diolah dengan relevan dan diperlukan
untuk membuat keputusan tentang suatu masalah dengan lebih cepat
dan akurat. SPK ditujukan untuk membantu para pengambil
keputusan untuk memecahkan masalah semi dan atau tidak
terstruktur dengan fokus menyajikan informasi yang nantinya bisa
dijadikan sebagai bahan alternatif pengambilan keputusan yang
terbaik. Sehingga sistem ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan
pengambilan keputusan dalam proses pembuatan keputusan.
2.3.2 Tujuan SPK
Sistem Pendukung Keputusan (SPK) yang bisa dikatakan
merupakan sistem yang terkomputerisasi sangat diperlukan dalam
proses pengambilan keputusan untuk pemecahan suatu masalah. Hal
tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa SPK memiliki berbagai
keunggulan dalam dukungannya dalam proses
pengambilan
keputusan. Berbagai keunggulan DSS ini dijabarkan sebagai tujuan
dari SPK itu sendiri (Alter, 1975) yaitu :
12
1.
Kecepatan komputasi
Komputer
memungkinkan
para
pengambil
keputusan
melakukan banyak perhitungan secara cepat dan tentunya
dengan biaya yang lebih murah.
2.
Peningkatan produktifitas
SPK dapat mengurangi jumlah personil dalam kelompok
pengambil keputusan, yang biasanya untuk membangun satu
kelompok yang terdiri dari para pakar membutuhkan biaya
yang tinggi. Selain itu juga memungkinkan para anggota
kelompok tersebut untuk berada pada lokasi atau tempat yang
berbeda-beda, sehingga menghemat biaya perjalanan dan
akomodasi.
3.
Peningkatan atau perbaikan komunikasi
Pada sistem yang berbasis web, memungkinkan untuk
kolaborasi dan komunikasi antar kelompok secara efektif dan
efisien. Dalam hal ini kelompok yang saling berinteraksi
adalah bagian dari sub sistem dari SPK, misalnya pelanggan
dan penjual.
4.
Dukungan teknis
SPK memungkinkan data disimpan dalam beberapa database,
baik pada sistem standalone, client-server, maupun yang
berbasis web, di manapun di dalam organisasi dan bahkan
mungkin di luar organisasi. Aspek kemampuan transmisi data
oleh komputer juga merupakan bagian dari dukungan teknis
SPK.
5.
Akses data warehouse
Data warehouse yang besar, seperti yang dioperasikan oleh
Wal Mart, berisi petabyte data. Diperlukan metode-metode
13
khusus, dan terkadang komputasi paralel untuk mengorganisasi
dan mencari data.
6.
Dukungan kualitas
Komputer dapat meningkatkan kualitas keputusan yang dibuat.
Sebagai contoh, semakin banyak data yang diakses, makin
banyak alternatif yang dapat dievaluasi, analisis resiko dapat
dilakukan dengan cepat, dan pandangan dari para pakar
(walaupun mungkin beberapa dari mereka berada di lokasi
yang jauh) dapat dilakukan dengan cepat dan dengan biaya
rendah.
7.
Berdaya saing
DSS membantu organisasi untuk meningkatkan daya saing
dengan proses pengambilan keputusan yang cepat, tepat, dan
efisien.
8.
Mengatasi keterbatasan kognitif dalam pemrosesan dan
penyimpanan. Komputer membantu manusia dalam hal
memproses
dan
menyimpan
informasi
dengan
tingkat
kesalahan yang lebih rendah.
2.3.3 Jenis SPK
Sistem pendukung keputusan dapat dibedakan menurut tingkat
dukungannya terhadap pemecahan masalah (Alter, 1975) yaitu :
1.
Retrieve information elements.
Ini adalah dukungan terendah yang dapat diberikan oleh SPK
yakni berupa akses selektif terhadap informasi. Misalkan
manajer bermaksud mencari tahu informasi mengenai data
penjualan atas suatu area pemasaran tertentu.
14
2.
Analize entire file.
Dalam tahap ini para manajer diberikan akses untuk melihat
dan menganalisa file secara lengkap. Misalnya, manajer dapat
membuat laporan khusus penilaian persediaan dengan melihat
file persediaan, atau manajer dapat memperoleh laporan gaji
bulanan dari file penggajian.
3.
Prepare report from multile files.
Dukungan seperti ini cenderung dibutuhkan mengingat para
manajer berhubungan dengan banyak aktifitas dalam satu
momen tertentu. Contoh tahapan ini antara lain kemampuan
melihat laporan rugi laba, analisa penjualan produk per
pelanggan, dan lain-lain.
4.
Estimate decision consequences.
Dalam tahap ini manajer dimungkinkan untuk melihat dampak
dari setiap keputusan yang mungkin diambil. Misalkan seorang
manajer memasukkan unsur harga dalam sebuah model untuk
melihat
pengaruhnya
pada
laba
usaha.
Model
akan
memberikan masukan, misalnya jika harga diturunkan menjadi
Rp 25.000,00 keuntungan akan meningkat Rp 5.000,00. Model
tersebut tidak dapat menentukan apakah harga sebesar Rp
25.000,00 adalah harga terbaik, sistem hanya memberikan
informasi apa yang mungkin jika keputusan harga tersebut
diambil.
5.
Propose decision consequences.
Dukungan di tahap ini sedikit lebih maju lagi. Suatu alternatif
keputusan dapat disodorkan ke hadapan manajer untuk
dipertimbangkan. Contoh penerapannya antara lain manajer
pabrik memasukkan data mengenai pabrik dan peralatan yang
15
dimilikinya, maka SPK dapat menentukan rancangan tata letak
(lay out) yang paling efisien.
6.
Make decision.
Ini adalah jenis dukungan yang sangat diharapkan dari SPK.
Tahapan ini akan memberikan sebuah keputusan yang tinggal
menunggu legitimasi dari manajer untuk dijalankan.
2.3.4 Karakteristik SPK
Seperti telah dijelaskan tidak adanya sebuah konsensus yang
memastikan mengenai apa sebenarnya SPK, maka hal tersebut juga
mempengaruhi tidak adanya kesepakatan mengenai karakteristik
standar SPK. Namun secara garis besar, berdasarkan beberapa
definisi yang diterangkan, dapat disusun beberapa karakteristik dari
sebuah SPK, yaitu (Amborowati, 2010) :
1.
Dukungan untuk pengambilan keputusan, terutama pada situasi
semi terstruktur dan tidak terstruktur, dengan menyertakan
penilaian manusia dan informasi terkomputerisasi.
2.
Dukungan untuk semua level manajerial, dari tingkat eksekutif
puncak hingga manajer lini.
3.
Dukungan untuk individu dan kelompok. Masalah yang kurang
terstruktur sering memerlukan keterlibatan individu dari
departemen dan tingkat organisasional yang berbeda atau
bahkan dari organisasi lain.
4.
Dukungan untuk keputusan independen dan atau sekuensial.
Keputusan dapat dibuat satu kali, beberapa kali, atau berulang
dalam interval yang sama.
5.
Dukungan di semua fase proses pengambilan keputusan, yaitu
intelegensi, desain, pilihan, dan implementasi.
16
6.
Dukungan di berbagai proses dan gaya pengambilan
keputusan.
7.
Adaptivitas sepanjang waktu. Pengambil keputusan seharusnya
reaktif, dapat menghadapi perubahan kondisi secara cepat, dan
dapat mengadaptasikan SPK untuk memenuhi perubahan
tersebut. SPK bersifat fleksibel dan oleh karena itu pengguna
dapat menambahkan, menghapus, menggabungkan, mengubah,
atau menyusun kembali elemen-elemen dasar. SPK juga
fleksibel dalam hal dapat dimodifikasi untuk memecahkan
masalah lain yang sejenis.
8.
Pengguna merasa seperti di rumah sendiri. Artinya bersifat
ramah-pengguna, kapabilitas grafis yang sangat kuat, dan
antarmuka manusia-mesin yang bersifat interaktif.
9.
Lebih cenderung untuk peningkatan keefektifan pengambilan
keputusan (akurasi, timeliness, kualitas) daripada aspek
efisiensi (biaya pengambilan keputusan). Secara umum, ketika
SPK disebarkan, pengambilan keputusan sering membutuhkan
waktu yang lebih lama, namun diimbangi dengan keputusan
yang lebih baik.
10.
Kontrol penuh terletak pada si pengambil keputusan terhadap
semua
langkah
proses
pengambilan
keputusan.
SPK
menekankan untuk mendukung pengambil keputusan, bukan
untuk menggantikannya.
11.
Pengguna akhir dapat mengembangkan dan memodifikasi
sendiri sistem yang sederhana. Untuk sistem yang lebih besar
dapat dibangun dengan bantuan ahli sistem informasi.
12.
Penggunaan
model-model
pengambilan keputusan.
untuk
menganalisis
situasi
17
13.
Akses disediakan untuk berbagai sumber data, format, dan
tipe, mulai dari sistem informasi geografis sampai sistem
berorientasi objek.
14.
DSS dapat berupa sistem standalone yang digunakan oleh
seorang
pengambil
keputusan
pada
satu
lokasi
atau
didistribusikan di satu organisasi sepanjang rantai persediaan.
Dapat pula diintegrasikan dengan SPK lain dan atau aplikasi
lain, serta dapat didistribusikan baik secara internal maupun
eksternal dengan menggunakan teknologi web.
Karakteristik dan kapabilitas kunci dari SPK tersebut
membolehkan para pengambil keputusan untuk membuat keputusan
yang lebih baik dan konsisten. Kemampuan tersebut disediakan oleh
berbagai komponen utama dari SPK.
2.3.5 Komponen-Komponen SPK
Sistem Pendukung Keputusan terdiri dari tiga komponen
utama atau subsistem, yaitu (Amborowati, 2007):
1.
Subsistem Manajemen Basis Data
Subsistem data merupakan bagian yang menyediakan data-data
yang dibutuhkan oleh Data Base Management Subsystem (DBMS).
DBMS sendiri merupakan susbsistem data yang terorganisasi dalam
suatu basis data. Data-data yang merupakan suatu Sistem Pendukung
Keputusan dapat berasal dari luar lingkungan. Keputusan pada
manajemen level atas seringkali harus memanfaatkan data dan
informasi yang bersumber dari luar perusahaan.
Kemampuan subsistem data yang diperlukan dalam suatu
Sistem Pendukung Keputusan, antara lain :
18
-
Mampu mengkombinasikan sumber-sumber data yang relevan
melalui proses ekstraksi data.
-
Mampu menambah dan menghapus secara cepat dan mudah.
-
Mampu menangani data personal dan non official, sehingga
user dapat bereksperimen dengan berbagai alternatif keputusan.
-
Mampu mengolah data yang bervariasi dengan fungsi
manajemen data yang luas.
2.
Subsistem Manajemen Model
Subsistem model dalam Sistem Pendukung Keputusan
memungkinkan pengambil keputusan menganalisa secara utuh
dengan mengembangkan dan membandingkan alternatif solusi.
Intergrasi model-model dalam Sistem Informasi Manajemen yang
berdasarkan integrasi data-data dari lapangan menjadi suatu Sistem
Pendukung Keputusan. Kemampuan Sistem Manajemen Basis
Model (MBMS) antara lain :
-
Mampu menciptakan model-model baru dengan cepat dan
mudah.
-
Mampu
mengkatalogkan
dan
mengelola
model
untuk
mendukung semua tingkat pemakai.
-
Mampu menghubungkan model-model dengan basis data
melalui hubungan yang sesuai.
-
Mampu mengelola basis model dengan fungsi manajemen yang
analog dengan database manajemen.
3.
Subsistem Dialog
Subsistem dialog merupakan bagian dari Sistem Pendukung
Keputusan yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan representasi
dan mekanisme kontrol selama proses analisa dalam Sistem
Pendukung Keputusan ditentukan dari kemampuan berinteraksi
19
anatara sistem yang terpasang dengan user. Pemakai terminal dan
sistem perangkat lunak merupakan komponen-komponen yang
terlibat dalam susbsistem dialog yang mewujudkan komunikasi
anatara user dengan sistem tersebut. Komponen dialog menampilkan
keluaran sistem bagi pemakai dan menerima masukkan dari pemakai
ke dalam Sistem Pendukung Keputusan. Adapun subsistem dialog
dibagi menjadi tiga, antara lain :
-
Bahasa Aksi (The Action Language)
Merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan user dalam usaha
untuk membangun komunikasi dengan sistem. Tindakan yang
dilakukan oleh user untuk menjalankan dan mengontrol sistem
tersebut tergantung rancangan sistem yang ada.
-
Bahasa Tampilan (The Display or Presentation Langauage)
Merupakan keluaran yang dihasilakn oleh suatu Sistem
Pendukung Keputusan dalam bentuk tampilan-tampilan akan
memudahkan user untuk mengetahui keluaran sistem terhadap
masukan-masukan yang telah dilakukan.
-
Bahasa Pengetahuan (Knowledge Base Language)
Meliputi pengetahuan yang harus dimiliki user tentang
keputusan dan tentang prosedur pemakaian Sistem Pendukung
Keputusan agar sistem dapat digunakan secara efektif.
Pemahaman user terhadap permasalahan
yang dihadapi
dilakukan di luar sistem, sebelum user menggunakan sistem
untuk mengambil keputusan.
20
4.
Subsistem manajemen berbasis pengetahuan.
Subsistem ini dapat mendukung semua subsistem lain atau
bertindak sebagai suatu komponen independen. Selain itu, subsistem
ini juga dapat memberikan intelegensi untuk memperbesar
pengetahuan kepada si pengambil keputusan.
Sistem pendukung keputusan harus mencakup tiga komponen
utama dari DBMS, MBMS, dan antarmuka pengguna. Sedangkan
subsistem manajemen berbasis pengetahuan adalah opsional. Namun
subsistem berbasis pengetahuan dapat memberikan banyak manfaat
karena memberikan inteligensi bagi 3 (tiga) komponen utama
tersebut. Di luar keempat komponen di atas, seperti layaknya semua
sistem informasi manajemen, pengguna dapat dianggap sebagai
salah satu komponen DSS.
Dari komponen-komponen ini jika digambarkan dalam bentuk
bagan, maka akan menjadi seperti Gambar 2.1:
Gambar 2.1 Model Konseptual SPK (Kadarsah, 2002)
2.4
Sarana dan Prasarana
Sarana adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan
fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam
21
pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang
sedang berhubungan dengan organisasi kerja (Moenir, 1992).
Pengertian tersebut
prasarana adalah
jelas memberi arah bahwa sarana dan
merupakan seperangkat alat yang digunakan
dalam suatu proses kegiatan baik alat tersebut sebagai peralatan
pembantu maupun peralatan utama, yang keduanya berfungsi untuk
mewujudkan tujuan yang hendak dicapai.
2.5 Lelang
Lelang adalah suatu sistem penawaran kepada kontraktor /
penyedia jasa
untuk diberi kesempatan
mengajukan besarnya
perencanaan biaya untuk melaksanakan proyek yang ditawarkan
(Damayanti, 2009). Dalam pemilihan kontraktor secara langsung,
sulit menentukan adanya kontraktor terbaik sebagai pihak pelaksana
di lapangan. Dengan adanya lelang proyek dapat membantu
penentuan dalam membandingkan dan memilih kontraktor sehingga
mendapat hasil yang maksimal.
2.5.1 Tujuan Lelang
Lelang proyek yang diadakan mempunyai beberapa tujuan
yang ingin dicapai antara lain (Damayanti, 2009):
1. Menguji
kemampuan
teknis,
bonafiditas,
keuangan,
keahlian, pengalaman, peralatan yang dimiliki oleh setiap
kontraktor.
2. Mendapatkan kontraktor terbaik sebagai pihak pelaksana
dilapangan.
3. Pelaksanaan proyek dilapangan dapat mencapai hasil yang
maksimal.
22
2.5.2 Jenis-Jenis Lelang
Adapun jenis-jenis lelang antara lain :
1.
Lelang Umum
Lelang yang diadakan untuk semua kontraktor peminat
meskipun di luar daerah lokasi proyek.
2.
Lelang Terbatas
Lelang yang dibatasi pada jumlah undangan peserta
kontraktor penawar berdasarkan hasil prakualifikasi.
3.
Lelang Bawah Tangan
Lelang yang dilakukan dengan hanya mengundang satu
kontraktor yang telah ditetapkan.
2.6
Kontraktor
Kontraktor adalah suatu badan usaha atau perusahaan yang
bersifat perorangan yang berbadan hukum dan menawarkan jasa
dibidang
pelaksanaan
bangunan/konstruksi
sesuai
dengan
kemampuan dari perusahaan tersebut. Perusahaan tersebut dapat
berupa : CV, Fa, PT, PD, dan lain-lain (Damayanti, 2009).
2.7
FMADM (Fuzzy Multiple Attribute Decision Making)
Fuzzy
Multiple Attribute Decision Making (FMADM)
adalah suatu metode yang digunakan untuk mencari alternatif
optimal dari sejumlah alternatif dengan kriteria tertentu. Inti dari
FMADM adalah menentukan nilai bobot untuk setiap atribut,
kemudian dilanjutkan dengan proses perankingan yang akan
menyeleksi alternatif yang sudah diberikan. Pada dasarnya, ada 3
pendekatan untuk mencari nilai bobot atribut, yaitu pendekatan
23
subyektif, pendekatan obyektif dan pendekatan integrasi antara
subyektif dan obyektif. Masing-masing pendekatan memiliki
kelebihan dan kelemahan. Pada pendekatan subyektif, nilai bobot
ditentukan berdasarkan subyektifitas dari para pengambil keputusan,
sehingga beberapa faktor dalam proses perankingan alternatif bisa
ditentukan secara bebas. Sedangkan pada pendekatan obyektif, nilai
bobot
dihitung
secara
matematis
sehingga
mengabaikan
subyektifitas dari pengambil keputusan (Kusumadewi, 2007). Salah
satu metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah
FMADM adalah Simple Additive Weighting (SAW).
2.7.1 Algoritma FMADM
Algoritma FMADM adalah:
1. Memberikan nilai setiap alternatif (Ai) pada setiap kriteria
(Cj) yang sudah ditentukan, dimana nilai tersebut diperoleh
berdasarkan nilai crisp; i=1,2,…m dan j=1,2,…n.
2. Memberikan nilai bobot (W) yang juga didapatkan
berdasarkan nilai crisp.
3. Melakukan normalisasi matriks dengan cara menghitung
nilai rating kinerja ternormalisasi (rij) dari alternatif Ai pada
atribut Cj berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan
jenis atribut (keuntungan/benefit = maksimum
atribut
biaya/cost = minimum). Apabila berupa artibut keuntungan
maka nilai crisp (Xij) dari setiap kolom atribut dibagi dengan
nilai crisp Max (Max Xij) dari tiap kolom, sedangkan untuk
atribut biaya, nilai crisp Min (Min Xij) dari tiap kolom
atribut dibagi dengan nilai crisp (Xij) setiap kolom.
24
4. Melakukan proses perankingan dengan cara mengalikan
matriks ternormalisasi (R) dengan nilai bobot (W).
5. Menentukan nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi)
dengan cara menjumlahkan hasil kali antara matriks
ternormalisasi (R) dengan nilai bobot (W). Nilai Vi yang
lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih
terpilih (Kusumadewi , 2007).
2.8
Metode SAW (Simple Additive Weighting)
Metode SAW (Simple Additive Weighting) sering juga
dikenal istilah metode penjumlahan terbobot. Konsep dasar metode
SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada
setiap alternatif pada semua atribut (MacCrimmon,1968). Metode
SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke
suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating
alternatif yang ada, dengan menggunakan Rumus 2.1.
xij
rij =
Max xij
Jika j adalah atribut keuntungan (benefit)
Min xij
Jika j adalah atribut biaya (cost)
xij
Rumus 2.1 Normalisasi pada Metode SAW (MacCrimmon, 1968)
Dimana rij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif
Ai pada atribut Cj; i=1,2,...,m dan j=1,2,...,n. Nilai preferensi untuk
setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai:
n
Vi   w j rij
j 1
Rumus 2.2 Nilai Preferensi (MacCrimmon, 1968)
25
Nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih
terpilih.
Adapun langkah-langkah dalam menyelesaikan sebuah kasus
FMADM dengan SAW:
1. Menentukan kriteria-kriteria yang akan dijadikan acuan
dalam pengambilan keputusan, yaitu Ci.
2. Menentukan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap
kriteria.
3. Membuat matriks keputusan berdasarkan kriteria (Ci),
kemudian melakukan normalisasi matriks berdasarkan
persamaan yang disesuaikan dengan jenis atribut (atribut
keuntungan ataupun biaya) sehingga diperoleh matriks
ternormalisasi R.
4. Hasil akhir diperoleh dari proses perankingan yaitu
penjumlahan dari perkalian matriks ternormalisasi R dengan
nilai bobot sehingga diperoleh nilai terbesar yang dipilih
sebagai alternatif terbaik (Ai) sebagai solusi (Kusumadewi,
2006).
2.9
Multi-Attribute Global Inference of Quality (MAGIQ)
Multi-Attribute Global Inference of Quality (MAGIQ) adalah
salah satu metode dari MCDA yang berdasarkan dari dekomposisi
perbandingan hierarkis atribut dan indeks peringkatan urutan
centroids (Ranking Order Centroids atau ROC’s). Teknik MAGIQ
digunakan untuk menetapkan keseluruhan penilaian atau kualitas
dari setiap faktor yang berpengaruh dari suatu sistem, dimana sistem
26
tersebut memiliki faktor-faktor yang memiliki nilai tertentu dan
saling terkait baik secara langsung dan tidak langsung. Teknik
MAGIQ memiliki beberapa kesamaan dengan Analytic Hierarchy
Process (AHP) dan Simple Multi-Attribute Rating Technique
Exploiting Ranks (SMARTER). Proses MAGIQ diawali dengan
menentukan atribut evaluator yang akan digunakan sebagai dasar
pembanding. Atribut ini akan diurutkan sesuai dengan nilai
kepentingannya sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh
pembuat keputusan, dan setelah itu akan diubah ke dalam urutan
peringkat centroids. Keseluruhan hasilnya dari setiap faktor yang
dibandingkan akan dipertentangkan dengan atribut yang dirasa
terpenting pada saat itu oleh pengambil keputusan dari beberapa
pilihan alternatif yang ada ( McCaffrey, 2006).
 Ranking Order Centroids
Esensi utama dari metode MAGIQ adalah matematika
sederhana, membangun sebuah urutan peringkat yang disebut urutan
peringkat centroid (Ranking Order Centroids atau ROC’s). ROCs
pada dasarnya adalah pemetaan dari satu set peringkat (seperti 1, 2,
3) peringkat normalisasi, contoh nyata akan memperjelas bagaimana
yang dimaksud. Misalnya terdapat satu set objek, A, B, C, peringkat
objek berdasarkan beberapa atribut perbandingan 1, 2, 3. Tetapkan
peringkat numerik ke objek dalam beberapa cara yang berarti.
Diasumsikan apabila peringkat normalisasi pada interval [0, 1] unit.
Dengan mudah dapat menggunakan [0%, 100%] atau yang lain.
Dengan mengasumsikan bahwa peringkat yang sama pada interval
unit, maka hal ini akan menyebabkan peringkat menjadi
0.50,0.25 ( McCaffrey, 2006).
0.75,
27
Disajikan dalam notasi sigma, jika N adalah jumlah atribut
maka atribut ke –i, terlihat pada Rumus 2.3.
Rumus 2.3 ROC’s (McCaffry, 2006)
Hal ini mempermudah untuk menghitung pemrograman. Dan
karena urutan peringkat centroid nilai pada dasarnya adalah
konstanta (untuk sejumlah objek tertentu) ROC’s nilai hanya perlu
dihitung sekali dan kemudian dapat disimpan dalam tabel untuk
kemudahan referensi ( McCaffrey, 2006).
2.10
Framework CodeIgniter (CI)
Framework dapat diartikan sebagai kumpulan perintah atau
fungsi dasar yang dapat membantu menyelesaikan proses-proses
yang kompleks. Sebuah framework umumnya telah menyertakan
perintah-perintah siap pakai yang dibutuhkan dalam membuat suatu
aplikasi, namun pihak developer tetap harus menulis kode sendiri
dan harus menyesuaikan dengan lingkungan framework yang
digunakan (Novianto,2010).
CodeIgniter walnya ditulis Rick Ellis, pendiri dan CEO
EllisLab.com. CodeIgniter adalah aplikasi open source yang berupa
framework dengan model MVC (Model, View, Controller) dimana
programmer yang menangani bagian model dan controller,
28
sedangkan designer yang menangani bagian view, sehingga
penggunaan arsitektur MVC dapat meningkatkan maintanability dan
organisasi kode. Sehingga dapat dibangun website dinamis dengan
menggunakan PHP. CodeIgniter memudahkan developer untuk
membuat aplikasi web dengan cepat dan mudah dibandingkan
dengan membuatnya dari awal (Novianto,2010).
Gambar 2.2 MVC dalam Aplikasi Web (Novianto,2010)
Seperti pada Gambar 2.2 arsitektur pola pengembangan
MVC dalam CodeIgniter adalah :
a. model : bagian dimana programer membentuk struktur dari data
yang akan diolah lagi akan ditampilkan langsung, bagian ini
berkaitan erat dengan basis data. Data yang telah dibentuk akan
dilempar ke controller yang kemudian akan ditampilkan di view.
b. view : bagian yang langsung terhubung dengan user, berupa
syntax html dengan isi yang dinamis yang isi halamanhalamannya akan dapat diubah-ubah dengan pengendaliaan
yang ada pada controller.
c. controller : merupakan bagian logic yang menyatukan antar
bagian atau sebagai jembatan untuk model, view dan library atau
helper yang ada pada CodeIgniter. Bagian ini menangani proses
logika dari aplikasi yang akan dibuat, seluruh proses logika akan
29
dideskripsikan dibagian ini sehingga tercipta kesatuan dari
model view dan library atau helper sehingga tercipta aplikasi
yang diharapkan (Novianto,2010)
Download