Penggunaan Sampling Stratifikasi Dalam Audit Oleh Auditor APIP Oleh: Muhammad Fuat*) Abstrak Sampling stratifikasi merupakan teknik sampling yang memisahkan populasi ke dalam dua atau lebih tingkatan dan kemudian mengambil sampel dari masingmasing tingkatan. Auditor APIP dapat menggunakan prinsip-prinsip stratifikasi tersebut dalam auditnya. Caranya auditor APIP menyisihkan unit dalam populasi yang paling besar atau paling mahal atau paling signifikan/material untuk diperiksa lengkap dan kemudian memilih sampel dari sisanya. Untuk menentukan apakah digunakan sampling stratifikasi, dalam setiap populasi auditor harus mengenali variasi yang besar dalam ukuran jumlah atau karakteristik unit yang membentuk populasi. Jika auditor APIP melihat adanya variasi yang besar, makar harus mempertimbangkan sampling stratifikasi. Sampling stratifikasi lebih sederhana dan mudah digunakan, serta dapat membantu auditor APIP dalam dua hal penting yaitu mengendalikan distorsi dan memungkinkan ukuran sampel yang lebih kecil, serta terhindar dari risiko deteksi. Bila populasi telah distratifikasi, unit sampel bisa dipilih melalui sampling nomor acak atau sampling interval, tergantung keadaan. I. PENDAHULUAN Sampling adalah proses menerapkan prosedur-prosedur audit pada sampel yang merupakan bagian dari keseluruhan populasi guna mengambil kesimpulan mengenai total populasi. Teori sampling mengasumsikan bahwa kualitas yang dimiliki sampel representatatif bisa diperhitungkan kedalam populasi. Sampling pada hakekatnya adalah proses mempelajari keseluruhan dengan menelaah hanya sedikit (kurang dari 100%). Pada saat yang sama dengan sampling auditor harus menerima resiko bahwa sampel yang dipilih tidak benar-benar mencerminkan populasi yaitu bahwa karakteristik yang diproyeksikan/diestimasikan dari sampel tidak sama dengan yang akan ditemukan jika keseluruhan populasi atau sampel dalam jumlah lebih besar dilakukan audit. Sampling bukanlah akhir tujuan itu sendiri, justru hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Sampel dan hasil sampel hanyalah data mentah 1 yaitu data yang harus diberikan bobot dan dipelajai. Data tersebut harus dianalisis materialitasnya, alasan, penyebab dan dampak actual atau potensial. Jadi sampel yang diambil merupakan langkah pertama untuk memberikan opini audit. Dengan meningkatnya penggunaan teknologi informasi, auditor APIP (Aparat Pengawasan Internal Pemerintah) harus menetukan apakah sampling merupakan cara yang paling efisien dan efektif untuk mendapatkan bukti dan kesimpulan. Dengan pendekatan bank data dan pencarian informasi, mungkin lebih efisien melakukan pengujian berbantuan komputer pada keseluruhan populasi. Permasalahan yang dihadapi auditor APIP dalam penggunaan teknik sampling adalah: 1. pendekatan sampling apa yang akan digunakan 2. berapa banyak unit sampel yang akan dipilih 3. bagaimana auditor memilih unit sampel tersebut 4. bagaimana mengevaluasi hasil-hasilnya terkait dengan tujuan Dalam pemilihan sampel auditor dapat memilih dua jalur yaitu pertama mengarah ke sampel terarah (directed sample) dan yang kedua merupakan sampel acak (random sample). Sampel terarah atau sampel bertujuan digunakan bila auditor mencurigai adanya kesalahan serius atau manipulasi dan ingin mendapatkan bukti untuk mendukung kecurigaan mereka atau menemukan sebanyak mungkin hal yang mencurigakan. Proses ini tidak ada kaitannya dengan sampling statistik, jadi murni merupakan pekerjaan mendeteksi. Makin baik naluri detektif auditor, makin berguna sampel yang diambilnya. Tetapi auditor tidak bisa mengambil kesimpulan tentang populasi dari sampel terarah. Kesimpulan seperti ini jelas tidak bisa memberikan jaminan karena sampel tidak mencerminkan populasi. Sampel acak berusaha mencerminkan populasi tempat diambilnya sampel sedekat mungkin, sehingga apabila seorang auditor mengambil sampel secara acak berarti auditor mencoba mengambil gambar berupa miniatur dari catatan atau data dalam jumlah besar yang membentuk populasi tempat sampel 2 dipilih. Makin besar sampel yang dipilih, makin dekat sampel tersebut mencerminkan populasi (mewakili atau representatif) Sampling statistik memungkinkan auditor APIP mengukur resiko pengambilan sampel yaitu risiko bahwa suatu sampel tidak mencerminkan populasi. Untuk mengukur risiko tersebut secara statistik maka pemilihan sampel haruslah acak. Pemilihan acak berarti bahwa setiap unit dalam populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih. Sampling nonstatistik tidak memungkinkan auditor untuk mengukur risiko pengambilan sampel secara objektif, karena setiap unit populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk terpilih. Namun, sampling nonstatistik bisa bernilai untuk rancangan sampling terarah (bertujuan) atau bentuk lain dari sampling menggunakan pertimbangan. Tentu saja dimungkinkan bagi auditor untuk memilih sampel secara acak tanpa berupaya mengambil inferensi statistik tentang keseluruhan populasi. Tetapi dengan menggunakan pemilihan acak auditor bisa menghindari bias dan juga lebih yakin karena sampel yang dipilih cenderung mencerminkan nilai populasi. Ada beberapa aturan pengambilan sampel yang representatif. Berikut ini tiga prinsip dasar pemilihan yang berlaku dalam setiap prosedur sampling: 1. Kenali populasi secara jelas , karena kesimpulan audit bisa didasarkan semata-mata dari sampel yang diambil dari populasi tersebut. 2. Definisikan unit sampling sesuai tujuan audit. 3. Biarkan setiap unit sampel dalam populasi memiliki peluang yang sama (atau peluang tertentu) untuk terpilih. Jika tiga prinsip di atas dilanggar, maka pengujian tersebut dipertanyakan dasar-dasar teknisnya, dan kesimpulan dibuat tanpa dukungan yang objektif. Jika populasi atau unit sampelnya tidak didefinisikan dengan baik sesuai tujuan audit maka akan menghasilkan sampling dan audit yang salah. Jika populasi dan unit sampel didefinisikan dengan baik, maka keseluruhan arah dan pendekatan audit akan meningkat. Teknik yang baik adalah memetakan 3 populasi sebelum mengambil sampel untuk mengidentifikasi subpopulasi atau strata. Gambar 1: Gambaran Umum Sampling ESTIMASI POPULASI SAMPLING KONDISI SAMPEL II. PEMBAHASAN 1. Sampling Stratifikasi (Stratified Sampling) SAMPEL Dalam setiap populasi auditor APIP harus mengenali variasi yang besar dalam ukuran jumlah atau karakteristik unit yang membentuk populasi. Jika auditor APIP melihat mempertimbangkan adanya stratifikasi. variasi Sampling yang besar, stratifikasi auditor (stratified harus sampling) menyusun populasi sehingga memberikan efisiensi sampling yang lebih besar. Jika digunakan dengan tepat, sampling stratifikasi akan menghasilkan varians yang lebih kecil dalam sampel tersebut dibandingkan sampling acak sederhana. Pengertian sampling stratifikasi adalah (Arens:2008) auditor memisahkan populasi ke dalam dua atau lebih tingkatan sebelum auditor melakukan audit sampling. Auditor sering menggunakan prinsip-prinsip stratifikasi dan biasanya, auditor menyisihkan unit dalam populasi yang paling besar atau paling mahal atau paling signifikan/material untuk diperiksa lengkap dan kemudian memilih sampel dari sisanya. 4 Gambar 2: Gambaran Sampling Stratifikasi Sub Populasi Sub. Populasi Sub Populasi = sampel Sampel Sampel . Sub Populasi yang nilainya tidak material Sub Populasi yang nilainya sangat material Sub Populasi yang nilainya material Kadang-kadang dimungkinkan untuk mengalokasikan populasi ke dalam banyak tingkatan untuk mengurangi jumlah unit yang diperlukan untuk memperoleh sampel yang representatif dalam populasi. Sebagaimana yang seharusnya auditor APIP ketahui, variabilitas dalam populasi, bukan ukurannya, yang menyebabkan kenaikan tajam dalam jumlah sampel yang dibutuhkan guna memberikan gambaran lengkap tentang populasi. Jika populasi terdiri atas unit-unit yang identik maka mengambil sampel satu saja akan representatif. Misalnya, jika auditor APIP ingin mengestimasikan konsumsi bahan bakar 1.000 mobil, dan setiap kendaraan benar-benar sama satu dengan yang lain, auditor hanya perlu mempelajari konsumsi satu unit dan mengalikannya dengan 1.000. Auditor APIP akan memiliki keyakinan yang cukup bahwa proyeksi akan menjadi indikator yang andal atas kondisi sebenarnya. Namun, jika armada kendaraan terdiri atas motor, truk pengangkut yang besar, dan banyak jenis lainnya, auditor perlu memilih sampel dari setiap jenis; dengan kata lain, auditor APIP harus menstratifikasikan populasi. Dalam situasi dunia nyata, kualitas populasi biasanya sangat bervariasi. Misalnya bukti pengeluaran kas dari suatu instansi pemerintah besarnya sangat bervariasi. Makin berbeda kualitas atau karakter setiap unit dalam karakteristik yang sedang dipelajari, makin banyak sampel yang harus auditor pilih untuk 5 mendapatkan representasi yang wajar atas populasi. Auditor APIP berupaya mendapatkan gambaran utuh tentang populasi dari sampel auditor. Gambaran tersebut cenderung terdistorsi oleh unit-unit yang tidak biasa atau variabilitas yang besar. Biasanya satu-satunya cara untuk mendapatkan gambaran tersebut adalah melalui stratifikasi. Jadi, stratifikasi membantu auditor dalam dua hal penting yaitu mengendalikan distorsi dan memungkinkan ukuran sampel yang lebih kecil. Hanya saja cara menstratifikasi, berapa banyak strata yang harus dibentuk, dan unit-unit apa yang akan dikelompokkan bersama-sama, memerlukan pertimbangan auditor agar bisa dilakukan dengan memadai Setiap stratifikasi yang wajar lebih baik daripada tidak sama sekali. Bila populasi telah distratifikasi, unit sampel bisa dipilih melalui sampling nomor acak atau sampling interval, tergantung keadaan. 2. Risiko Audit Risiko audit (BPKP:2009) adalah kondisi ketidak pastian yang dihadapi oleh auditor yang menyebabkan audit tidak mencapai sasaran. Risiko audit tidak hanya ada pada general audit (audit untuk laporan keuangan perusahaan komersial), tetapi juga pada jenis audit operasional yang sering dilakukan oleh auditor APIP terhadap instansi pemerintah, karena pada dasarnya sasaran audit adalah informasi yang disajikan manajemen. Yang berbeda adalah bentuk informasi yang diaudit dan tujuan melakukan audit. Jika dalam general audit, yang diuji adalah informasi keuangan yang termuat dalam laporan manajemen terdiri dari pos-pos neraca dan laba rugi dengan tujuan memberikan pendapat terhadap informasi keuangan tersebut, pada audit operasional, yang diuji adalah informasi kuantitatif yang, disajikan manajemen unit yang diaudit (Kementerian, Kanwil, Dinas, Proyek dan sebagainya) berkaitan dengan kegiatan operasional suatu unit organisasi, baik yang bersifat keuangan maupun non keuangan. Informasi keuangan yang dimaksud meliputi pendapatan seperti; jumlah pendapatan negara yang 6 dihasilkan (baik pajak dan non-pajak/retribusi), yang dipungut, dan yang disetorkan ke kas negara, dan belanja seperti; belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, biaya perjalanan dan sebagainya. Sedangkan informasi yang, bersifat non keuangan, seperti jumlah permohonan izin yang masuk dari masyarakat, jumlah yang dapat dilayani dan yang ditolak, jumlah izin yang diterbitkan, jangka waktu pelayanan per pemohon, dan sebagainya. Adapun tujuan audit operasional adalah untuk menentukan apakah kegiatan operasional yang diuji telah dilaksanakan secara ekonomis, efisien, efektif, dan sesuai dengan ketentuan/peraturan perundang-undangan vang berlaku. Derajat keekonomisan, efisiensi, efisiensi, efektivitas, dan ketaatan terhadap ketentuan/peraturan perundang-undangan tersebut dapat diketahui apabila telah dilakukan berbagai telaahan/analisis, dengan menggunakan informasi kuantitatif yang disajikan manajemen Dalam audit operasional instansi pemerintah, yang dimaksud "risiko audit" adalah risiko bahwa auditor, tanpa sadar, mempercayai informasi yang disajikan manajemen, padahal informasi itu mengandung salah saji material, kemudian berdasarkan informasi itu, dia melakukan penelaahan mengenai keekonomisan, efisiensi, efektivitas, dan ketaatan auditannya. Akibatnya, laporan hasil audit, temuan dan rekomendasinya yang berasal dari hasil telaahan atas informasi tersebut, juga diyakini akan mengandung kesalahan. Tujuan mempelajari risiko audit adalah untuk mengingatkan kepada para auditor APIP agar selalu berhati-hati dalam pelaksanaan audit, karena mereka selalu akan berhadapan dengan risiko yang harus ditanggungnya. Di samping itu, pengetahuan mengenai risiko audit dapat membantu auditor APIP dalam menyusun rencana penugasan dan prosedur audit. Adapun jenis-jenis risiko audit (audit risk = AR) terdiri dari (BPKP:2008) yaitu risiko melekat (inherent risk = IR), risiko pengendalian (control risk = CR), dan risiko deteksi (detection risk = DR), dengan rumus sebagai berikut: AR = IR x CR x DR 7 Risiko melekat dan risiko pengendalian secara mutlak berada pada pihak manajemen, sehingga tidak dapat dikendalikan oleh auditor. Yang dapat dikendalilan oleh auditor hanyalah risiko deteksi.Sesuai dengan rumus di atas, risiko deteksi dapat diukur dengan rumus: DR = AR / (IR x CR) Auditor APIP berkepentingan terhadap risiko deteksi dalam rangka mencapai audit yang efektif, yaitu yang berhasil mengungkapkan kesalahan yang terkandung dalam laporan auditan. Hal itu dapat dicapai apabila risiko deteksi dapat diperkecil sampai pada tingkat yang dapat diterima. Ini berarti diperlukan hasil audit yang tinggi tingkat keakuratannya atau tidak mengandung salah saji yang material. Untuk mencapainya diperlukan hal-hal sebagai berikut: - audit harus dilakukan secara luas dan mendalam - penugasan harus diberikan kepada tenaga yang sudah berpengalaman - prosedur auditnya harus rinci - supervisinya harus lebih ketat Gambar 3: Gambaran Umum Risiko Audit Sampling Risk (SR) Controllable Detection Risk (DR) Risiko Non Sampling Audit Inherent (AR) Uncontrollable Risk (IR) Risk (NSR) Control Risk (CR) 8 3. Penggunaan Sampling Stratifikasi oleh Auditor APIP Ilustrasi penggunaan sampling stratifikasi oleh auditor APIP. Auditor APIP dari Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian ”A” sedang melakukan audit atas pengeluaran kas yang terdapat dalam Laporan Realisasi Anggaran Satuan Kerja (Satker) ”B” Kementerian ”A” tahun anggaran 2010. Jumlah belanja (pengeluaran kas) sebesar Rp.1.640.001.000,00 yang terdiri dari belanja/pengeluaran kas mulai dari Januari 2010 sampai dengan Desember 2010 dengan jumlah bukti pengeluaran kas sebanyak 1104 bukti.. Auditor APIP memilih metode sampling stratifikasi dalam pelaksanaan audit, dengan alasan bahwa sampling tersebut dapat mengurangi risiko deteksi dan mudah dilaksanakan. Rumus-rumus sederhana yang digunakan auditor adalah sebagai berikut (BPKP:2008): - Unit sampelnya ditetapkan dengan rumus : n = (NB x FK) / TS - Hasil samplingnya berupa proyeksi salah saji: PS = (NB /NS) x SS Dimana: NB = Nilai Buku Populasi SS = Salah Saji yang ditemukan dalam sampel FK = Faktor Keandalan, ditetapkan dengan memperhatikan risiko salah saji (risiko melekat dan risiko pengendalian) dan keyakinan terhadap keandalan melalui tabel faktor keandalan (FK) - Simpulan auditnya didasarkan pada perbandingan TS dan PS, - Toleransi Salah Saji (TS) adalah tingkat penyimpangan dalam populasi yang dapat ditolerir oleh auditor. TS ditetapkan berdasarkan pertimbangan materialitas, yaitu tingkat penyimpangan yang dianggap mengganggu keandalan data. Nilai materialitas dipengaruhi oleh persepsi auditor terhadap arti penting data bagi pemakainya (data users). Jika menurut auditor suatu populasi dianggap penting, berarti kesalahan sedikit saja dianggap sangat berarti, sehingga perlu 9 dipertimbangkan untuk menerapkan TS yang rendah. Jika sebaliknya, dapat menerapkan TS yang tinggi. - Proyeksi Salah Saji adalah merupakan penyimpangan yang terjadi dari hasil pengujian sampling yang nilainya diestimasikan kedalam populasi, sehingga dapat diestimasikan besarnya dalam populasi. Tahapan dan proses pelaksanaan Sampling Stratifikasi dalam audit (6 tahap) adalah sebagai berikut (BPKP:2008): 1. Menyusun Rencana Audit 2. Menetapkan Jumlah /Unit Sampel 3. Memilih Sampel 4. Menguji Sampel 5. Mengestimasi Keadaan Populasi 6. Membuat Simpulan Hasil Audit Pelaksanaan tahap-tahap sampling stratifikasi dalam audit: 1. Tahap menyusun rencana audit ditetapkan sebagai berikut: 1) Tujuan Audit adalah meneliti kewajaran pengeluaran kas. 2) Strata pengelompokan nilai anggota populasi dan kebijakan audit, Auditor mengelompokkan populasi dalam tiga strata yaitu: - Di atas Rp 4.000.000,00 - Antara Rp 1.000.000,00 sd Rp 4.000.000,00 - Di bawah Rp 1.000.000,00 3) Data di atas Rp 4.000.000,00 diperiksa seluruhnya, data lainnya diperiksa secara sampling 4) Toleransi salah saji (TS) ditetapkan sebesar Rp 16.000.000,00 5) Faktor keandalan (FK) yang terdiri dari risiko salah saji = "rendah", dan keyakinan terhadap keandalan prosedur audit lainnya = "cukup'", maka "faktor keandalan/FK" = 1.2 (dari tabel FK) 10 Tabel Faktor Keandalan Keyakinan terhadap keandalan prosedur audit lainnya RM & RK*) Tidak Dapat Rendah Cukup Tinggi Sangat Tinggi 3.0 2.7 2.3 2.0 Tinggi 2.7 2.4 2.0 1.6 Cukup 2.3 2.1 1.6 1.2 Rendah 2.0 1.9 1.2 1.0 *) Resiko Melekat(RM) & Resiko Pengendalian (RK) yang merupakan bagian dari risiko audit, . 2. Menetapkan Jumlah /Unit Sampel Untuk menetapkan unit sampel, populasi harus dikelompokkan lebih dahulu menurut strata yang direncanakan. Strata yang ditentukan oleh auditor adalah sebagai berikut: Strata - Diatas Rp 4.000.000,00 Unit Nilai Buku 34 bukti Rp 166.065.000,00 - Antara Rp 1.000.000,00 sd Rp4.000.000,00 705 bukti Rp 1.216.706.000,00 - Dibawah Rp 1.000.000,00 Rp - Jumlah 365 bukti Rp 257.230.000,00 1.104 bukti Rp 1.640.001.000,00 4.000.000,00 Kebijakan yang telah diambil oleh auditor APIP yaitu: Anggota populasi yang nilainya di atas Rp4.000.000,00 dikeluarkan lebih dahulu dari populasi karena akan diteliti seluruhnya (diperiksa 100%) yaitu sebanyak 34 transaksi, sehingga rinciannya sebagai berikut: 11 - Total pengeluaran kas - Pengeluaran > Rp 1.104 bukti 34 bukti Rp. 1.640.001.000,00 1070 bukti Rp. 1.473.936.000,00 Rp. 166.065.000,00 4.000.000,00 - Pengeluaran < Rp 4.000.000,00 Jadi besarnya sampel yang nilainya dibawah Rp.4.000.000,00 adalah: n = (1.473.936.000 x 1,2)/16.000.000 = 110 unit Distribusi sampel pada masing-masing strata: - Dibawah Rp 1.000.000,00 = (257.230.000/1.473.936.000) x 110 = 19 bukti - Antara Rp1.000.000 sd Rp 4.000.000 = (1.216.706.000/1.473.936.000) x 110 = 91 bukti 110 bukti - Diatas Rp 4.000.000,00 (diperiksa 100%) Jumlah 3. = 34 bukti 144 bukti Memilih Sampel Dalam melakukan audit sampel dipilih secara acak. 4. Menguji Sampel Besarnya sampel yang harus diuji oleh auditor sebanyak 144 bukti pengeluaran dengan nilai sebesar Rp. 319.020.000,00. Berikut ini adalah rincian pengujian sampel: 12 Keterangan Dibawah 1.000.000 s/d 4.000.000 Diatas 1.000.000 4.000.000 Toleransi Salah Saji (TS) Populasi: - Jumlah Bukti (N) 365 705 34 - Nilai Buku (NB) 257.300.00 1.216.706.00 166.065.000 0 0 Sampel: - Bukti (n) 19 91 34 - Nilai Sampel (NS) 15.088.000 163.770.000 166.065.000 Hasil Audit 15.088.000 162.600.000 165.065.000 Salah Saji Sampel (SS) 0 1.170.000 1.000.000 Proyeksi Salah Saji (PS) 0 8.688.063 1.000.000 Jumlah 16.000.000 1.104 1.640.001.000 144 319.020.000 316.850.000 2.170.000 9.688.063 (NB / NS) x SS 5. Mengestimasi keadaan populasi: Dari hasil pengujian sampel diperoleh temuan penyimpangan sebesar Rp. 2.170.000,00 dan setelah diestimasikan kedalam populasi diperoleh proyeksi salah saji populasi sebesar Rp. 9.688.063 6. Simpulan Hasil Audit Auditor telah menetapkan besarnya Toleransi Salah Saji (TS) sebesar Rp16.000.000,00 sedangkan proyeksi salah saji populasi sebesar Rp9.688.063 Dapat disimpulkan bahwa nilai populasi tidak terdapat salah saji yang material, sehingga populasi layak dipercaya. 13 III. SIMPULAN dan SARAN Dari hasil pengujian sampling diperoleh hasil bahwa populasi layak untuk diterima yang berarti bahwa populasi tidak mengandung salah saji yang material, hal ini terbukti dari hasil pengujian sampel yang telah diestimasikan ke populasi (proyeksi salah saji = PS) sebagai berikut: - Toleransi Salah Saji (TS) sebesar Rp16.000.000,00 - Proyeksi salah saji populasi sebesar Rp9.688.063,00 Dilihat dari hasil proyeksi salah saji (PS) dapat dikatakan bahwa data-data yang ada dalam populasi dapat diyakini kewajarannya karena populasi mengandung salah saji yang tidak material, tetapi hal ini harus juga dianalisis terlebih dulu apakah penentuan TS sebesar Rp.16.000.000,00 memang sudah memadai dalam arti ditinjau dari segi materialitasnya. Dalam hal ini TS hanya sebesar 0,98% {(16.000.000 : 1.640.001.000,00) x 100%} dari populasi sehingga dapat dikatakan bahwa toleransi salah saji sangat kecil sekali dan dapat dikatakan bahwa toleransi tersebut tidak material. Tetapi dibalik analisis tersebut mungkin auditor mempunyai keyakinan sendiri bahwa makin kecil toleransi salah saji berarti makin teliti hasil pengujian sampel atas populasi yang diuji dari angka-angka pertanggungjawaban pengeluaran uang . Kesimpulan mengenai populasi dapat berubah apabila TS berubah atau jumlah sampel dirubah. Jadi dari hasil pengujian yang menggunakan sampling startifikasi diatas dapat dikatakan bahwa tingkat resiko deteksi dari data populasi sangat kecil, karena semua pengeluaran yang nilainya besar yaitu diatas Rp.4.000.000,00 diuji 100% demikian juga auditor dalam menentukan toleransi salah saji sangat kecil (0,98%) dari nilai populasi sehingga hasil pengujiannya sangat telita dan terhindar dari resiko salah saji yang yang material dan resiko deteksi. Dari penyajian tersebut diatas ternyata penggunaan sampling stratifikasi sangat mudah dan sederhana cara menggunakannya, serta bisa menghasilkan simpulan bagi auditor APIP dengan cermat serta dapat mengurangi adanya risiko deteksi, karena untuk nilai yang besar atau penting dijadikan strata 14 tersendiri dan diperiksa semuanya, sehingga tidak terdapat kesalahan material/besar yang tidak terdeteksi Untuk itu disarankan kepada para auditor APIP dapat menggunakan sampling stratifikasi dalam kegiatan auditnya, agar laporan hasil audit yang dihasilkan bisa dihandalkan dan terbebas dari risiko deteksi dalam jumlah yang besar/material. *)Widyaiswara Utama pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP Ciawi, Juli 2013 ============================================================= DAFTAR PUSTAKA 1. Arrens, Alvin A; Elder, Randal j; Elder, Beasley, Mark E LS (2008) “Auditing and Assurance Services: An Integrated Approach”, 12th edition, New Jersey, Pearson Education, Inc. 2. Boynton, William C; Johnson, Raymond N; (2006), “Modern Auditing” 8th edition, New York, John Wiley & Sons, Inc. 3. Guy, Dan M, Carmichael Douglas R, Whittington, O. Ray (1998), “Audit Sampling An Introduction” 4th edition, New York, John Wiley & Sons, Inc. 4. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan, BPKP (2008), Modul Sampling Audit 5. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan, BPKP (2008), Dasar Auditing. Modul Dasar- 15