Blue Tongue

advertisement
Blue Tongue
Penyakit lidah biru (bluetongue) termasuk penyakit infeksi tetapi ticlak menular secara
kontak . Penyakit bluetongue merupakan salah satu penyakit arbovirus yang dapat menimbulkan
gejala klinik sehingga bprdampak negatif bagi petani ternak . Penyakit ini dapat menyerang
ruminansia besar seperti kerbau clan sapi, clan ruminansia kecil termasuk domba clan kambing
(St George,1985) .
Di Indonesia, penyakit bluetongue pernah dilaporkan terjadi pada domba impor pada
tahun 1981 (Sudana clan Malole, 1982) . Namun kejadiannya pads ternak lokal belum pernah
dilaporkan . Hasil uji serologik menunjukkan bahwa kerbau clan sapi mempunyai angka
prevalensi yang tinggi (60%-70%) dibanding pada domba clan kambing (20%-30%) (Sendow
dkk. 1986) . Kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh penyakit ini antara lain abortus,
kemandulan sementara, penurunan berat badan ataupun penurunan produksi susu pada ternak
perah (Erasmus, 1975 ; Osburn, 1985) . Di Indonesia, isolasi virus yang berasal dari sapi perah
lokal telah diperoleh hasilnya (Sendow dkk,1991).
A. Etiologi
Penyakit blue tongue disebabkan oleh orbivirus RNA beruntai ganda (double stranded)
yang termasuk keluarga Reoviridae.
Virus ini tahan terhadap eter, kloroform dan deoksikholat, tetapi sensitive terhadap
tripsin. Dibandingkan dengan virus lain, virus blue tongue relative lebih stabil. Dalam darah
yang sudah tidak mengandung fibrinogen, darah berisi antikoagulan ataupun suspensi jaringan
limpa yang disimpan pada suhu 4oC, virus ini tahan selama beberapa tahun. Masa viremia pada
domba dapat mencapai 30 hari, sedangkan pada sapi 300 hari. Jadi sapi merupakan reservoir
yang potensial.
Virus blue tongue berukuran 100 – 150 mu, tahan terhadap keadaan busuk dan tumbuh
cepat pada telur ayam tertunas pada suhu 33,5oC, sedangkan dilaboratorium virus tumbuh pada
biakan sel dan telur embrio bertunas.
Dengan mikroskop electron para peneliti berhasil mengidentifikasi bahwa virion
mempunyai garis tengah antara 50 – 110 nm, tidak berkapsul dan mempunyai RNA beruntai
ganda.
Menurut jansen, partikel virus yang berlipat ganda di dalam sitoplasma sel induk semang,
virus ini dapat hidup selama 25 tahun dalam darah bersitrat pada suhu kamar. Nilai kestabilan pH
yang menguntungkan bervariasi dari 6 sampai 8. Pada suhu 60oC, virus dapat di nonaktifkan
dalam waktu 30 menit.
Neitz berhasil mengidentifikasikan 12 tipe antigen, sedangkan Howel menambah 4
tipedan menurut Bowne diantara tipe – tipe ini 6 tipe ditemukan di Amerika. Sampai saat ini,
telah diketahui ada 22 serotipe virus bluetongue, 4 serotipe ada di Amerika serikat sedangkan 3
serotipe ditemukan di Australia.
Beberapa serotype yang ada di Afrika, Timur Tengah, Amerika, Pakistan, India,
mempunyai patogenitas tinggi, sedangkan serotype yang ada di Australia dikatakan kurang
pathogen pada domba maupun ruminansia yang lain. Hewan yang sembuh mempunyai
kekebalan terhadap galur virus yang sama, selama kira – kira satu tahun.
B. Gejala Klinis
Pada infeksi percobaan, masa inkubasi penyakit 2-4 hari, ditandai dengan demam tinggi
(40,5-41°C) yang berlangsung 5-6 hari.
Pada domba, penyakit ini dicirikan oleh demam yang dapat berlangsung beberapa hari
sebelum hiperemia, pengeluaran air liur berlebihan (hipersalivasi), dan buih pada mulut menjadi
kentara; cairan hidung pada awalnya encer kemudian menjadi kental dan bercampur darah. Bibir,
lidah, gusi dan bantalan gigi bengkak dan oedema. Jika selaput lender mulut terkikis lamakelamaan akan berubah menjadi bentuk luka dan air liur terangsang keluar dan mulut berbau
busuk.
Luka-luka tersebut juga dapat ditemukan di bagian samping lidah. Hewan sulit menelan
ludah dan gerak pernafasannya meningkat, sering pula diikuti dengan diare dan disentri. Luka
juga dapat ditemukan pada teracak mengakibatkan kaki pincang dan, sering rebah-rebah, malas
berjalan dan menyebabkan rasa sakit yang hebat. Kepala sering dibengkokkan ke samping mirip
penyakit milk fever. Bulu-bulu wool rontok dan kotor.
Penyakit yang menyerang rusa serupa, sebaliknya pada sapi tidak kentara dan jarang
bersifat akut. Pada pedet dan anak domba yang terinfeksi in utero, viremia dapat terjadi pada saat
lahir dan berlangsung sampai beberapa hari.
Pada kambing, gejala yang terlihat berupa demam, konjungtivitis, lekopenia dan
kemerahan pada selaput lender mulut.
C. Patogenesa
Virus BT mengadakan perbanyakan dalam sel hemopoietik dan sel endotel pembuluh
darah, yang kemudian menyebabkan lesi epithelial BT yang tersifat. Viremia biasanya terjadi
pada stadium awal penyakit. Domba dewasa kadang-kadang menderita viremia paling lama 1428 hari, dan pada sapi virus dapat bertahan selama 10 minggu.
D. Diagnosa
Bluetongue dapat didiagnosa berdasarkan epidemiologis, gejala klinis, patologis, isolasi
dan identifikasi virus. Kambing yang memperlihatkan lekopenia, limfopenia dan anemia adalah
konsisten seperti pada domba. Antigen virus BT dalam C. variipennis dapat dideteksi dengan
FAT, sedangkan antibodi grup spesifik dapat dideteksi pada minggu pertama atau kedua
pascainfeksi dengan beberapa uji serologis seperti agar gel precipitation (AGP), enzyme linked
immunosorbent assay (ELISA) immunoprecipitating dan immunoblotting. Antibodi virus
spesifik dapat dideteksi dalam waktu 9 hari pascainfeksi dengan competitive ELISA (C-ELISA).
Semua protein virus struktur dan non struktur dapat dideteksi dengan immunoblotting atau dot
blot immunobinding assay (DIA) dan immunoprecipitation serta fragmen DNA dapat dideteksi
dengan polymerase chain reaction (PCR).
Virus BT sering sulit diisolasi di laboratorium. Peluang untuk mengisolasi virus
meningkat bila darah diambil dari hewan yang menunjukkan tanda-tanda klinis awal atau demam
yang hebat, dan isolasi virus kemungkinan besar berhasil bila lapis sel darah putih diinokulasikan
secara intravena ke dalam embrio ayam umur 10 atau 11 hari.
E. Epidemiologi
Bluetongue tersebar luas di dunia. Afrika dilaporkan telah ditemukan lebih dari 100 tahun
lalu, kemudian terjadi pula di Siprus, Yunani, Israel, Portugal, Spanyol, Turki, Lebanon, Oman,
yaman, Syria, Saudi Arabia, Mesir, Pakistan, India, Bangladesh, Jepang, Amerika Serikat,
Amerika Latin, Kanada, Australia, New Zealand, Papua New Guinea, Thailand, Malaysia dan
Indonesia.
Di Indonesia ditemukan pada beberapa propinsi, diantaranya Sumatera Utara, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Papua, Bali, NTB, NTT, dan Timor Leste terdeteksi antibodinya.
Hewan Terserang
Bluetongue menyerang domba, kambing, sapi, kerbau, dan ruminansia lain seperti rusa.
Domba merupakan hewan paling peka terutama yang berumur 1 tahun, sedangkan anak domba
yang masih menyusui relative tahan karena telah memperoleh kekebalan pasif dari induk
(antibodi
maternal)
dan
antibodi
ini
biasanya
bertahan
sampai
2
bulan.
Ras domba Inggris dan Merino lebih peka dibandingkan dengan domba Afrika.
F. Preventif
Di beberapa negara yang secara klinik BT ditemukan, pencegahan penyakit ini dapat
dilakukan dengan vaksinasi . Vaksin yang digunakan dapat berbentuk vaksin aktif maupun
inaktif.
Jenis vaksin yang digunakan dapat terdiri dari :
1 . Vaksin monovalen, yang terdiri dari 1 tipe virus BT .
2 . Vaksin bivalen, yang terdiri dari 2 tipe virus BT .
3. Vaksin polivalen, yang terdiri lebih dari 2 tipe virus BT .
Di Indonesia, pencegahan dengan vaksinasi terhadap ternak lokal tidak dilakukan,
mengingat gejala klinik yang ditimbulkan belum dilaporkan ada dan tipe virus BT yang berada di
Indonesia saat ini masih dalam proses penelitian . Namun perlu dipertimbangkan vaksinasi
terhadap domba yang akan diimpor ke Indonesia, terutama domba yang berasal dari daerah bebas
BT, agar tidak terinfeksi oleh virus BT yang ada di Indonesia . Sampai saat ini belum diketahui
apakah pemberian vaksin dari tipe tertentu akan memberikan proteksi silang terhadap infeksi tipe
lainnya .
Alternatif lain adalah dengan pemberantasan vektor penyakit . Namun hal ini sangat sulit
untuk dilakukan, baik dari segi ekonomik maupun efisiensi . Beberapa jenis Culicoides sp . yang
dapat bertindak sebagai vektor BT, mempunyai media perkembang biakan pada campuran
kotoran sapi dan lumpur . Perkembangbiakan serangga tadi mungkin dapat dihambat apabila
sanitasi kandang diperhatikan dengan baik .
G. Pemberantasan
Virus BT sekarang diketahui dapat menginfeksi ruminansia di tiap benua yang ada
ternaknya. Geografi dan iklim mendorong terjadinya epidemik lidah biru di daerah tertentu
tergantung
kepada
masuknya
vektor
serangga
ke
daerah
yang
ternaknya
rentan.
Hewan yang sakit dipisah dan tidak memasukkan hewan tertular ke daerah yang bebas.
Melakukan penyemprotan dengan insektisida pada kandang atau lokasi disekitarnya untuk
mengurangi populasi nyamuk dan vektor mekanis lainnya.
Pengendalian melalui vaksinasi sangat perlu di daerah endemik virus BT yang virulen.
Vaksin BT telah dikembangkan yaitu vaksin hidup dan vaksin mati. Vaksin hidup yang
dilemahkan seringkali menimbulkan kasus pascavaksinasi, sedangkan vaksin mati lebih aman,
akan tetapi daya rangsangan pembentukan antibodi sangat lemah dan pemberian dosis yang
besar.
Penelitian selanjutnya dikembangkan vaksin rekayasa genetik yaitu digunakan vaksin
yang berasal dari protein P2 virus BT dan disuntikkan 3X100mcg P2 yang dapat memproteksi
100% dan titer antibodi yang tinggi setelah 40-42 hari.
Referensi :

http://adhona-gsm.blogspot.com/2010_08_01_archive.html

Sendow,Indrawati.1993.Infeksi virus lidah biru (bluetongue) pada ternak ruminansia di
Indonesia.Balai Penelitian Veteriner.Bogor

http://drhyudi.blogspot.com/2009/02/penyakit-viral-hewan-kecil.html

Pudjawati,Lilik.1983. Cwliceides (DIPTERA:CERATOPOGONIDAE) DAN
PERAWATANNYA DALAM EPIDEMIOLOGI PENYAKIT BLUETONGUE.Institut
Pertanian Bogor.Bogor.
Tugas Penyakit Infeksius
BLUE TONGUE
KHOLLYSHUL ARKHAM
LATIFAHANNISAA’ G
RIFQY HAFIZ
RIZKY PUTRA
WALFA HIDAYAT
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2013
Download