deteksi mastitis subklinis pada sapi perah dengan aullendorfer

advertisement
Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1997
DETEKSI MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH
DENGAN AULLENDORFER MASTITIS
PROBE (AMP) TEST
Yudi Setiadi
Balai Penelitian Veteriner, Jalan R .E . Martadinata 30, Bogor 11614
PENDAHULUAN
Mastitis atau radang kelenjar ambing merupakan suatu penyakit yang
dapat menyerang pada sapi perah, kambing perah atau kerbau perah .
Penyakit ini sangat merugikan terutama pada sapi perah karena dapat
menurunkan atau mempengaruhi balk kualitas maupun kuantitas produksi
susu . Disamping itu dapat memperpendek masa produksi susu hewan tersebut
dan menambah biaya ekstra untuk mengobatinya .
Di Indonesia Mastitis tersebar di seluruh wilayah peternakan sapi perah
balk itu peternakan besar maupun peternakan kecil (rakyat) . Meskipun jarang
menyebabkan kematian tetapi akibat penyakit ini secara ekonomis akan
sangat merugikan . Kerugian ekonomi akibat mastitis di Indonesia pada tahun
1985 ditaksir sekitar 8,5 milyar rupiah per tahunnya bila tingkat infeksi mastitis
sub klinis sebesar 67% tanpa dilakukan pengendalian yang intensif (Hirst dkk .,
1985) . Bakteria merupakan penyebab utama terjadinya mastitis pada sapi
perah .
Pada dasarnya kejadian mastitis dapat dibedakan dalam dua katagori
yaitu mastitis klinis dan mastitis sub klinis (MSK) . Secara umum peternak
sudah dapat mengenal mastitis klinis tetapi untuk mastitis sub klinis peternak
umumnya belum mengetahui karena tidak tampak tanda-tanda klinisnya .
Kejadian mastitis klinis hanya sekitar 5% dari populasi sapi perah, tetapi
angka kejadian mastitis sub klinis dapat mencapai 63% atau lebih (Hirst dkk .,
1985) Kerugian ekonomi akibat mastitis sub klinis tidak dirasakan secara
langsung oleh peternak karena sapi perahnya masih tetap menghasilkan susu .
Dari hasil penelitian di Kabupaten Boyolali pada tahun 1984 penurunan
produksi susu per kuartir akibat mastitis sub klinis ringan adalah sebesar
19,0% per hari, sedangkan pada infeksi berat penurunan produksi susu dapat
mencapai 36,0% per hari (Hutabarat dkk ., 1985a,b) dan hal ini dapat
menyebabkan penurunan pendapatan peternak yang cukup besar .
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dianggap perlu dan penting
adanya teknik pengendalian serta cara deteksi cepat penyakit ini untuk
mengetahui bagaimana pendistribusian penyakit dan juga mencari gambaran
penyebabnya dengan cara isolasi dan identifikasi bakteri penyebab sehingga
dapat dilakukan pencegahan serta pengobatan yang efektif . Pada makalah ini
210
Lokakarya Fungsiona/ Non Peneliti 1997
akan diuraikan cara mendeteksi kasus mastitis sub klinis secara cepat dengan
menggunakan metode/teknik diagnosa dengan AMP test (Aullendorfer Mastitis
Probe) (Hirst dkk ., 1985) untuk menentukan status mastitis dari setiap kuartir
ambing sapi serta cara pencegahannya .
PENYEBAB MASTITIS
Penyebab mastitis adalah berbagai macam jenis bakteri patogen yang
masuk dalam ambing melalui saluran puting susu, dengan demikian distribusi
penularan bakteri penyebabnya dapat terjadi dari satu puting ke puting lain
pada waktu proses pemerahan . Disamping itu penyebab lain adalah kondisi
lingkungan dan sanitasi kandang yang kurang baik, akan mempengaruhi
tingkat penularan dan penyebaran patogen .selain kondisi hewan itu sendiri .
Teknik pemerahan yang tidak balk seperti kurangnya kebersihan (tidak
higienis) saat pemerahan juga dapat menyebabkan dan menjadi salah satu
penyebab mastitis, sebagai contoh seperti tangan atau mesin perah yang kotor
dan tidak dicuci dengan air bersih terlebih dahulu sebelum digunakan pada
sapi yang berikutnya, air pencuci ambing yang kotor, kain lap pembersih yang
kotor dan dipergunakan bersama-sama, serta peralatan lain yang dipergunakan dalam proses pemerahan .
Dibanding dengan mikroba lain seperti jamur atau kapang, bakteri
adalah penyebab yang paling banyak dijumpai didalam hasil pemeriksaan
laboratorium dan jenis-jenis bakteri yang dapat/sering dijumpai pada kasus
mastitis sebagai penyebab utama adalah sebagai berikut : Streptococcus
agalactiae, Streptococcus dysgalactiae, Streptococcus uberis, Streptococccus
faecalis clan juga dari genus Staphylococcus seperti Staphylococcus aureus,
serta Staphylococcus epidermidis . (Hirst dkk ., 1984 ; Poeloengan dkk ., 1984,
Rompis dkk ., 1985) (Budiharta dan Warudju, 1985) serta kuman-kuman
seperti E coil, Klebsiella sp (Poeloengan dkk ., 1984) serta Candida sp
(Hastiono dkk ., 1983) Tetapi jenis bakteri dari genus Streptococcus adalah
yang paling dominan dan patogen dalam kasus mastitis .
PREVALENSI MASTITIS
Dari hasil penelitian secara intensif yang dilakukan di beberapa peternakan di daerah pengembangan ternak perah seperti Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur prevalensi mastitis sub klinis berkisar antara 37
sampai 67% dan mastitis klinis antara 5 sampi 30% . Dari hasil penelitian yang
tertera pada Tabel 1 terlihat jelas bahwa prevalensi mastitis sub klinis jauh
Iebih tinggi dari pada yang klinis .
211
Lokakarya Fungsionel Non Peneliti 1997
Tabel 1 . Prevaleni mastitis pada sapi perah pada beberapa daerah di Jawa
Lokasi
mastitis (%)
Peternakan
Subklinis
Sumber Data
Klinis
Sukabumi, Bandung
63,3
5,0
Rompis dkk. (1985)
Sukabumi, Bandung, Bogror
75,2
7,8
Supar (1994)
Pasuruan (Jawa Timur)
67,0
5,0
Hirst dkk . (1985)
Pasuruan (Jawa Timur)
38,3
20,0
Sudibyo dkk. (1991)
Baturaden (Jawa Tengah)
55,8
24,3
Hirst dkk. (1984)
Boyolali (Jawa Tengah)
62,5
30,0
Hutabarat dkk . (1985b)
Daerah Istimewa Yogyakarta
36,9
10,7
Warudju dan Budiharta
(1985)
PENGENALAN MASTITIS
Mastitis dapat dibedakan menjadi mastitis akut, mastitis sub akut dan
mastitis kronis (Hirst dkk ., 1984 ; Rompis dkk ., 1995) . Bentuk akut biasanya
ditandai dengan gejala ambing merah dan sapi akan merasa sakit bila ambing
dipegang, bengkak dan pangs, air susu biasanya pecah atau mengumpal
bahkan dapat bercampur darah serta nanah dan hal ini biasanya mengakibatkan sapi menjadi lesu, lemah dan demam serta nafsu makan berkurang . Pada
mastitis sub akut gejala yang diperlihatkan hampir sama dengan yang akut
tetapi agak ringan dan perubahan pada ambing tidak terlihat tetapi susu yang
dihasilkan tetap rusak .
Pada mastitis kronis bila ambing diraba akan terasa adanya benjolan
atau pengerasan dan susu yang dihasilkan biasanya agak encer.
Disamping itu pada kasus-kasus mastitis subklinis gejala-gejala ini
biasanya tidak dijumpai atau tidak terlihat, sapi tampak sehat tetapi apabila
dilakukan uji laboratorium dengan uji AMP maka kelainan baru akan terlihat .
PEMERIKSAAN MASTITIS SUB KLINIS DENGAN AMP TEST
Pengambilan contoh sampel
Contoh susu dari peternakan diambil dengan menggunakan botol bijou
yang sebelumnya telah disucihamakan sebagai tempat penampung air susu .
Kemudian disimpan dalam suhu dingin untuk mencegah berkembangnya
kuman-kuman penyebab (selama dalam perjalanan disimpan dalam rak dan
21 2
Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1997
tempat khusus/eski), pemeriksaan status mastitis dapat dilakukan kemudian
dari setiap kuartir kelenjar ambing di laboratorium .
Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan uji AMP untuk menentukan status mastitis dari setiap kuartir
ambing sapi dan apabila fasilitas memungkinkan dilakukan uji penghitungan
jumlah sel somatik dalam susu untuk memperkuat atau melengkapi dalam
penentuan status mastitis sub klinis .
Uji AMP yang dimodifikasi oleh Hirst dkk . (1985) dapat diterangkan
sebagai berikut
Bahan dalam uji AMP
Natrium-dodecyl hydrogen sulfate
Harnstoff UREA
40 gr
240 gr
Indikator Phenolphalein 2%
10 cc
Aquadest (air suling) sampai
. . . .1000 cc
Kemudian ukur pH 7 s/d 7,5
Cara mengerjakan UJI AMP
Tiga ml sampel susu dimasukan ke dalam tabung reaksi khusus untuk
AMP dengan menggunakan pipet (pipet Finn) atau dengan pipet yang lain .
Pereaksi AMP ditambahkan ke dalam susu tersebut dengan perbandingan yang sama 1 : 1, kemudian kocok hingga rata (bila meng-gunakan
alat pengisi khusus tidak perlu dikocok, karena sudah tercampur saat
pengisian .
Kemudian tabung didiamkan dalam suhu ruangan selama 24 jam .
Reaksi AMP dibaca dengan menggunakan skala/penggaris mulai skala 0
sampai dengan 8 .
Pengamatan hasil reaksi dan penilaian
Setelah disimpan selama 24 jam reaksi yang terjadi yaitu adanya
larutan yang bersifat gelatinous yang terbentuk . Bila terbentuk disepanjang
tabung reaksi menunjukkan indikasi positif mastitis (Hirst dkk ., 1984), nilai
AMP dapat diukur dengan cara menghitung panjang dari suspensi gelatinous
tersebut . Adapun nilai yang menunjukkan status mastitis sub klinis pada skala
3 s/d 5, ini termasuk katagori sedang, dan nilai 6 s/d 8 sudah termasuk
katagori mastitis sub klinis berat . Dan untuk skala 0 s/d 2 status hewan ini
masih dalam keadaan sehat, tahap yang tidak membahayakan namun
demikian perlu dilakukan penanganan yang balk dan berkelanjutan .
21 3
Lokakarya Fungsional
Non Peneliti 1997
Aplikasi metode AMP dalam medeteksi kasus mastitis sub klinis akan
berdampak positif dalam pengendalian mastitis dan hasil evaluasi ini dapat
dipakai untuk menentukan apakah sapi laktasi perlu diobati atau tidak, dan
secara ekonomis uji AMP ini dapat mengurangi dan menekan penggunaan
obat-obatan pada sapi dalam periode kering kandang . Cara uji ini sangat
sederhana dan biaya yang cukup murah serta kemungkinan besar dapat
diterapkan di daerah peternakan sapi perah atau KUD yang menangani ternak
sapi perah, sehingga peternak dapat mengetahui dan mencegah kasus
mastitis sesegera mungkin dan melakukan pengobatan agar memberikan hasil
produksi susu yang optimal .
Gam bar 1 . Petunjuk penilaian Uji AMP
(Sumber : Dokumen petunjuk kerja laboratorium Bakteriologi BALITVET)
PENGENDALIAN MASTITIS
Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa dalam setiap kasus mastitis klinis
selalu diikuti oleh kasus mastitis sub klinis dan hampir semua kasus mastitis
klinis berasal dari mastitis sub klinis, untuk itu perlu upaya-upaya penanggulangan yang efektif dan sederhana yang dapat disampaikan kepada
peternak rakyat (tradisional) agar mereka dapat mengetahui masalah mastitis
sub klinis, sehingga ada usaha untuk menekan kasus mastitis dan pada
gilirannya dapat memberikan hasil produksi yang optimal .
Ada beberapa cara untuk mencegah kasus mastitis antara lain
- Menjaga kebersihan kandang terutama lantai kandang sebaiknya harus
bebas dari sisa makanan atau kotoran (sebaiknya dibersihkan kembali sisa
makanan setelah pemberian pakan) .
214
Lokakarya Fungsional Non Penelrti 1997
- Sebelum pemerahan sebaiknya sapi dibersihkan dahulu, bagian ambing
harus dicuci bersih dengan menggunakan desikfektan dan dikeringkan
dengan kain lap bersih (sebaiknya menggunakan kain yang halus) .
- Pemerah harus mencuci tangannya dengan sabun atau desinfektan
sebelum memulai pemerahan dan sebaiknya setiap berpindah dari satu sapi
ke sapi yang lainnya .
- Air susu harus diperah sampai habis .
- Setelah pemerahan ambing harus disemprot dengan desinfektan seperti
larutan losan 2,5 % atau larutan lodophore 0 - 0,5 % atau dapat juga
dipergunakan larutan Kaporit 4% .
- Sapi-sapi penderita mastitis yang sedang diobati sebaiknya disimpan
terpisah dari sapi-sapi yang sehat .
- Disarankan agar dilakukan pemeriksaan sampel susu secara berkala bagi
sapi-sapi yang sedang Iaktasi agar dapat secara cepat diketahui apabila
ada kasus mastitis sub klinis dan secepatnya dilakukan pencegahan
ataupun pengobatan .
- Dari keseluruhan Iangkah-Iangkah pencegahan kasus mastitis titik berat
perlakuan pengendalian mastitis ialah mencegah terjadinya infeksi silang
antara puting yang terinfeksi dengan puting yang sehat dalam satu ternak
atau antara ternak dan setelah itu diikuti oleh penekanan jumlah sapi yang
terinfeksi mastitis .
Penggunaan obat/desinfektan balk secara semprot atau dicelup dewasa ini
sudah banyak dilakukan oleh peternak namun pemantauan untuk evaluasi
efektifitas obat tersebut terhadap kuman petogen penyebab mastitis dan
resistensinya terhadap obat yang beredar di lapangan belum banyak
dilakukan penelitian, padahal telah dipergunakan selama bertahun-tahun .
KESIMPULAN DAN SARAN
Keberhasilan program pengendalian mastitis perlu adanya upaya-upaya
pemantauan terhadap kesehatan dan kondisi sapi perah, agar apabila terjadi
kelainan-kelainan yang menyebabkan terjadinya penurunan balk produksi
susu atau penurunan kesehatan sapi maka segera dapat diketahui . Upaya
pendekatan dan pemberan informasi yang teratur pada para peternak
hususnya peternak rakyat tradisioanal perlu terus dilakukan, agar mereka lebih
mengerti dan mengetahui cara-cara penanggulangan kasus mastitis .
Dengan mengetahui derajad mastitis sub klinis maka penanggulangan
dan langkah pengobatan dapat dilakukan secara cepat, hemat dan benar
sehingga dapat membantu peternak menekan kerugian ekonomis yang cukup
besar .
21 5
Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1997
DAFTAR BACAAN
Budiharta dan Warudju . 1985 . Mastitis di Daerah Istimewa Yogyakarta . Isolasi
Bakteri penyebab dan resistensi terhadap beberapa antibiotika .
Hemerezoa . 72 (1) : 58-68 .
Hirst, R . G ., Supar, J . Emin, Y . Setiadi and Supartono . 1984 . Report on Milk
Examination for clinical mastitis at Baturaden, Purwokwerto Central
Java .
Hirst, R G ., A . Nurhadi, A . Rompis, J . Emins, Supartono and Y Setiadi . 1985 .
The detection subclinical mastitis in the tropic and the essesment of
associated milk production losses . Proceedings of the third .
AAAP animal science congres . Seuol, Korea . Vol 1 : 498-500, 510-512
Poeloengan, M . ; E . D . Setiawan dan S . Hardjoutomo . 1984 . Inventerisasi
bakteri dari kejadian mastitis pada sapi perah di daerah Bogor dan
sekitarnya . Penyakit Hewan Vol .16 (28) : 221-223 .
Sudibyo, A ., M . Poeloengan, S . Bahri, Supartono dan Y . Setiadi . 1992 .
Pengendalian mastitis pada sapi perah di Pasuruan Jawa Timur .
Laporan Penelitian Balai Penelitian Veteriner . Tahun anggaran 19911992 . hal 75-83
Hutabarat, T .P .N ., S . Witono and D .H .A . Unruh . 1985b . Problematik mastitis
pada peternakan sapi perah rakyat di Kabupaten Boyolali .
Penurunan produksi susu akibat mastitis . Laporan tahunan hasil penyidikan
penyakit hewan di Indonesia periode 1983-1984, hal 33-34 .
21 6
Download