Manifestasi Systematic Lupus Erythematosus pada Paru

advertisement
Manifestasi Systematic Lupus Erythematosus pada Paru
Luthfi Helmi
Departemen Ilmu Penyakit Paru
Fakultas Kedokteran Unsyiah
Abstrak: Systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan penyakit radang kronik sistemik yang
timbul akibat proses otoimun. Penyebab kematian tersering dari SLE adalah infeksi. Lupus bisa
hadir pada usia berapapun, dan yang paling sering pada wanita. SLE bisa menyerang berbagai
bagian tubuh, dan yang paling sering membahayakan jantung, persendian, kulit, paru-paru,
pembuluh darah, hati, ginjal, dan sistem saraf. Lupus bisa diobati secara simtosis, terutama
dengan kortikosteroid dan immunosupresan. Tipe lupus yang yang menunjukkan systemic lupus
erythematous meliputi drug induce erythematosus, lupus nephritis, discoid lupus erythematous,
subakut kutaneus lupus erythematous, neonatus lupus. Gejala dan keluhan yang sering ditemukan
pada orang dengan SLE adalah kelelahan, demam, hilangnya nafsu makan, nyeri otot, arthritis,
ulkus di mulut dan hidung, facial rash (buterflay rash), sensitive terhadap sinar matahari
(photosensitive), peradangan di sepanjang pinggir paru (pleuritis), dan jantung (perikarditis) dan
kurangnya sirkulasi di jari dan jari kaki pada paparan dingin (fenomena Raynauld). Tiga kriteria
yang diklasifikasikan sebagai SLE adalah: 1) pasien harus memiliki empat dari delapan gejala yang
dialami, 2) gejalanya bisa bersamaan atau berturut-turut, 3) gejala timbul selama masa observasi.
Namun, tidak ada pengobatan yang permanen untuk SLE. Tujuan dilakukannya pengobatan
adalah mengurangi gejala dan melindungi organ dengan mengurangi peradangan dan tingkat
aktifitas autoimun di tubuh. NSAID dan anti-malaria juga dapat digunakan. Perkembangan dalam
diagnosis dan pengobatan meningkatkan angka harapan hidup lebih dari 90% pasien bertahan
hidup lebih dari sepuluh tahun dan banyak yang tanpa gejala. Prognosis normalnya lebih buruk
pada pria dan anak-anak dibandingkan dengan wanita.
Kata kunci: systematic manifestasi erythematosus
Abstract: Systemic lupus erythematosus (SLE) is a systematical chronic inflammatory disease
occurred as the effect from the auto-immune process. The most frequent to the death is
infection. Lupus may attack all ages and it is mostly on women. SLE also attack some parts of the
body and it is most dangerous on the heart, joint, skin, lung, blood gland, liver, and nervous
system. Lupus can be treated simtosisly and it is particularly with corticosteroids and
immunosuppressant. The type of the lupus shows the Systemic lupus erythematosus includes
drug induce erythematosus, lupus nephritis, discoid lupus erythematous, subakut kutaneus lupus
erythematous, neonatus lupus. The symptoms which are frequently found are such as tiredness,
fever, reduced of appetite, arthritis, ulcus on the mouth, facial rash, photosensitive, pleuritis,
perikarditis and Raynauld’s phenomenon. Three criteria of the SLE includes 1) the patient suffers
four of eight symptoms, 2) similar symptom and 3) the symptom occurs during the observation
period. The objectives of the treatment is to reduce the symptoms and to protect the organ by
the treatment and activity of autoimmune in the body. NSAID and anti-malaria can be also used.
The development in the diagnosis and treatment may also add the life expectancy rate for 90%
and it will survive for more than ten years and even without the symptom. Its normal prognosis
may be worse on the men and children compared to the women.
Keywords: systemic lupus erythematosus
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 1 y Maret 2008
Universitas Sumatera Utara65
•
•
•
•
•
66
Majalah Kedokteran Nusantara Volume
41 y No.
1 y Maret
2008
Universitas
Sumatera
Utara
Manifestasi Systematic Lupus Erythematosus…
dari siklus menstruasinya, dengan resolusi dari
2
gejalanya saat menstruasi.
o Gejala sistemik meliputi demam subfebris,
kelemahan, lesu, anoreksia, nausea, dan
kehilangan berat badan. Tampilan awal
biasanya juga mengikut sertakan satu atau
lebih dari sistem organ.
o Atralgia (53-95%) adalah keluhan utama
dari banyak pasien. Seringnya, keluhan
nyeri lebih berat dibandingkan temuan
pada fisiknya.
o Juga dilaporkan butterfly rash pada pipi
dan hidung dengan fotosensitif terhadap
sinar matahari (sering pada kulit putih).
Juga sering meliputi dagu dan telinga.
o Sering dikeluhkan ulkus dengan atau tanpa
nyeri di hidung dan mulut.
o Gejala pada CNS bisa dari yang ringan
(disfungsi kognitif) sampai riwayat kejang
(12-59%). Bagian apa saja dari otak,
mening, spinal cord, serta saraf kranial dan
saraf tepi bisa terkena. Kejadian di CNF
biasanya bisa SLE sudah ada di sistem
organ yang lain. Sakit kepala yang sulit
sembuh serta sulit untuk mengingat dan
mengambil keputusan adalah tampilan
tersering dari gangguan saraf pada pasien
SLE.
o Gejala psikiatrik (steroid dosis tinggi juga
bisa menimbulkan psikosis—5-37%). Bila
psikosis
memburuk
setelah
steroid
dihentikan, paling sering adalah akibat dari
proses penyakit ini.
o Nyeri pleura (31-57%), dyspnoe, batuk,
demam, dan nyeri dada adalah keluhan
jantung dan paru yang penting.
o Pasien bisa datang dengan nyeri perut,
diare, dan muntah. Pengecualian untuk
2
perforasi usus dan vaskulitis.
Manifestasi pada Paru
Selama sakit, sebagian besar pasien
dengan SLE menunjukkan gejala pada paruparu, pembuluh darah, pleura dan atau
diafragma. Radang pleura, batuk, dan atau
dyspnoe sering menjadi petunjuk pertama
adanya manifestasi di paru atau adanya SLE
itu sendiri. Pada beberapa kasus, tes fungsi
paru yang abnormal, termasuk diffusing
capacity for carbon monoxide (DLCO) dan
atau foto thorax yang abnormal bisa terlihat
pada pasien yang asimtomatis. Abnormalitas
paru tidak ada hubungannya dengan derajat
5
imunitas.
Pasien dengan SLE dan manifestasi di
paru harus selalu diawasi adanya infeksi,
khususnya infeksi bakteri dan virus. Termasuk
juga tuberkulosis, karena banyak dari
5
penderita yang immunocompromise.
Hampir 90% pasien dengan SLE
mengalami nyeri dada saat bernafas. Ini bisa
disebabkan dari muskuloskeletal atau radang
5
pleura.
Sebagian besar dari nyeri dada pada SLE
berasal dari otot, jaringan ikat, atau sendi
costochondral (costochondritis atau sendrom
Tietze). Nyari dada ditandai dengan rasa sakit
saat bernafas dalam, yang diperburuk oleh
gerakan dan perubahan posisi (khususnya saat
tidur), dan bisa dipicu dengan meraba daerah
5
yang nyeri.
Peradangan pada paru dan pleura bisa
menyebabkan pleuritis, efusi pleura, lupus
pneumoni, chronic diffuse interstitial lung
disease, hipertensi pulmonal, emboli paru, dan
3
perdarahan paru.
Takipnoe, batuk dan demam adalah
manifestasi tersering dari lupus pneumoni,
kadang-kadang dapat disertai dengan hemoptisis.
Infiltrat pada paru dapat terlihat pada foto
2
thorax.
2. Diagnosa
Pasien harus memenuhi tiga kriteria untuk
bisa diklasifikasikan sebagai SLE: (1) pasien
harus memiliki empat dari delapan gejala
dibawah, (2) gejalanya bisa bersamaan atau
berturut-turut, (3) gejala timbul selama masa
observasi.
a. Malar rash (rash pada pipi)
b. Diskoid lupus
c. Fotosensitif (paparan matahari menyebabkan
rash)
d. Ulkus di mulut, termasuk ulkus nasofaring
e. Arthritis: nonerosif arthritis pada dua atau
lebih sendi perifer, dengan perlunakan,
pembengkakan atau effuse
f. Kelainan ginjal: proteinuria lebih dari 0,5
gr perhari
g. Kelainan saraf: kejang atau psikosis
h. Serositis: pleuritis atau perikarditis
i. Kelainan hematologik: anemia hemolitik
atau
leukopeni,
lympopenia,
atau
trombositopenia
j. Tes anti nuclear antibody positif
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 1 y Maret 2008
Universitas Sumatera Utara67
Tinjauan Pustaka
k. Kelainan immunolgik: anti-Sm positif,
anti-ds DNA, anti-fosfolipid antibody dan
atau false positif dari tes serologis untuk
3
syphilis.
Tes anti-nuclear antibody dan antiextractable nuclear antigen (anti-ENA) adalah
bentuk dari tes serologis untuk lupus.
Antiphospolipid timbul lebih sering pada SLE
dan bisa menjadi predisposisi untuk
trombosis. 3
Ekoardiogram bisa dilakukan untuk
mengevaluasi efusi yang menyebabkan nyeri
pericardial atau adanya patologi lainnya pada
pembuluh darah dan untuk memastikan
2
adanya tanda hipertensi pulmonal.
MRI sangat berguna dalam menilai
2
patologi dari otak.
3. Terapi
Tidak ada pengobatan yang permanen
untuk SLE. Tujuan dari terapi adalah
mengurangi gejala dan melindungi organ
dengan mengurangi peradangan dan atau
tingkat aktifitas autoimun di tubuh. Banyak
pasien dengan gejala yang ringan tidak
membutuhkan pengobatan atau hanya obatobatan anti inflamasi yang intermitten. Pasien
dengan sakit yang lebih serius yang meliputi
kerusakan organ
dalam membutuhkan
kortikosteroid
dosis
tinggi
yang
dikombinasikan dengan obat-obatan lain yang
4
menekan sistem imunitas.
Pasien dengan SLE lebih membutuhkan
istirahat selama penyakitnya aktif. Penelitian
melaporkan bahwa kualitas tidur yang buruk
adalah
faktor
yang
signifikan
dalam
menyebabkan kelelahan pada pasien dengan
SLE. Laporan ini memperkuat pentingnya
bagi pasien dan dokter untuk meningkatkan
kualitas tidur. Selama periode ini, latihan
tetap penting untuk menjaga tekanan otot dan
4
luas gerakan dari persendian.
Terapi Obat-obatan
Penyakit yang ringan atau remitten bisa
dibiarkan tanpa pengobatan. Bila diperlukan,
3
NSAID dan anti malaria bisa digunakan.
NSAID membantu mengurangi peradangan
dan nyeri pada otot, sendi, dan jaringan
lainnya. Contoh NSAID adalah aspirin,
ibuprofen, naproxen, dan sulindac. Karena
respon individual tiap pasien bervariasi,
68
penting untuk mencoba NSAID yang berbeda
untuk menemukan yang paling efektif dengan
efek samping paling kecil. Efek samping yang
paling sering adalah tidak enak perut, nyeri
abdomen, ulkus, dan bisa perdarahan ulkus.
NSAID biasanya diberikan bersamaan dengan
makanan untuk mengurangi efek samping.
Kadang-kadang, obat yang mencegah ulser bisa
4
diberikan bersamaan, seperti misoprostol.
Kortikosteroid lebih baik dari NSAID
dalam
mengatasi
peradangan
dan
mengembalikan fungsi ketika penyakitnya
aktif. Kortikosteroid lebih berguna terutama
bila organ dalam juga terkena. Kortikosteroid
bisa diberikan peroral, injeksi langsung ke
persendian atau jaringan lainnya, atau
diberikan intra vena. Sayangnya, kortokosteroid
memiliki efek samping yang serius bila
diberikan dalam dosis tinggi selama periode
yang lama, dan harus dimonitor aktifitas dari
penyakitnya untuk menurunkan dosisnya bila
memungkinkan.
Efek
samping
dari
kortikosteroid adalah penurunan berat badan,
penipisan tulang dan kulit, infeksi, diabetes,
wajah membengkak, katarak, dan kematian
4
(nekrosis) dari persendian yang besar.
Hydroxychloroquine adalah obat anti
malaria yang ditemukan efektif untuk pasien
SLE dengan kelemahan, penyakit kulit dan
sendi. Efek samping termasuk diare, tidak
enak perut, dan perubahan pigmen mata.
Perubahan pigmen mata jarang, tetapi
diperlukan, monitor oleh ahli mata selama
pemberian obat ini. Peneliti menemukan
bahwa obat ini mengurangi frekwensi bekuan
darah yang abnormal pada pasien dengan SLE.
Jadi, obat ini tidak hanya mengurangi
kemungkinan serangan dari SLE, tetapi juga
berguna untuk “menipiskan” darah untuk
mencegah pembekuan darah abnormal yang
4
luas.
Untuk penyakit kulit yang resisten, obat
anti malaria lainnya, seperti chloroquine atau
quinacrine
bisa
diberikan,
dan
bisa
dikombinasikan dengan hydroxychloroquine.
Pengobatan alternatif untuk penyakit di kulit
adalah dapsone dan asam retinoat (Retin-A).
Untuk penyakit pada kulit yang lebih berat,
dibutuhkan imminosupresif seperti yang
4
disebutkan dibawah.
Pengobatan yang menekan sistem imun
disebut juga obat yang sitotoxic. Pengobatan
immunosupresan digunakan pada pasien
Majalah Kedokteran Nusantara Volume
41 y No.
1 y Maret
2008
Universitas
Sumatera
Utara
Luthfi Helmi
dengan manifestasi SLE berat dan kerusakan
organ dalam. Contohnya adalah methotrexate,
azathioprine, cyclophosphamide, chlorambucil
dan cyclosporine. Semua immunosupresan
menyebabkan jumlah sel darah menurun dan
meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan
perdarahan. Efek samping lainnya berbeda
pada tiap obat. Methotrexate menyebabkan
keracuann hati, cyclosporine bisa mengganggu
4
fungsi ginjal.
Tahun-tahun belakangan, mycophenolate
mofetil digunakan sebagai obat yang efektif
terhadap SLE, khusunya bila dikaitkan dengan
penyakit ginjal. Obat ini menolong dalam
mengembalikan dari keadaan lupus renal
disease dan untuk mempertahankan remisi
setelah stabil. Efek samping yang lebih sedikit
membuatnya lebih bermanfaat dibandingkan
4
pengobatan imunosupresan yang tradisional.
Pada pasien SLE dengan penyakit otak
dan ginjal yang serius, plasmapharesis
(mengeluarkan plasma dan menggantikannya
dengan plasma beku yang spesifik) kadangkadang dibutuhkan untuk menghilangkan
antibodi dan bahan-bahan imunitas lainnya
dari darah untuk menekan imunitas. Pada
beberapa pasien SLE bisa menyebabkan
tingkat platelet yang sangat rendah, yang
meningkatkan resiko perdarahan spontan dan
luas. Karena spleen dipercaya sebagai tempat
penghancuran platelet yang utama, operasi
pengangkatan spleen kadang kala dilakukan
untuk
meningkatkan
jumlah
platelet.
Kerusakan ginjal stadium akhir akibat SLE
membutuhkan dialysis atau transplantasi
4
ginjal.
Sebagian besar penelitian menunjukkan
keuntungan rituximab dalam mengobati
lupus. Rituximab intra vena memasukkan
antibodi yang menekan sejumlah sel darah
putih, sel B, dan menurunkan jumlahnya
dalam sirkulasi. Sel B ditemukan memainkan
peranan penting dalam aktifitas lupus, dan
bila ditekan, penyakitnya memasuki masa
4
remisi.
Perubahan Pola Hidup
Menghindari
sinar
matahari
atau
menutupinya dengan pakaian yang melindungi
dari sinar matahari bisa efektif mencegah
masalah
yang
disebabkan
fotosensitif.
Penurunan berat badan juga disarankan pada
pasien yang obesitas dan kelebihan berat
Manifestasi Systematic Lupus Erythematosus…
badan untuk mengurangi beberapa efek dari
penyakit ini, khususnya ketika ada masalah
3
dengan persendian.
4. Prognosa
Pada tahun 1950an, sebagian besar pasien
yang didiagnosis SLE hidup kurang dari lima
tahun. Perkembangan dalam diagnosis dan
pengobatan meningkatkan angka harapan
hidup lebih dari 90% pasien bertahan hidup
lebih dari sepuluh tahun dan banyak yang
relatif tanpa gejala. Penyebab kematian yang
paling
sering
adalah
infeksi
akibat
imunosupresan sebagai hasil dari pengobatan
dari penyakit ini. Prognosis normalnya lebih
buruk pada pria dan anak-anak dibandingkan
pada wanita. Untungnya, bila gejala timbul
setelah umur 60 tahun, penyakitnya menjadi
3
lebih jinak.
5. Kesimpulan
Sistemic Lupus Erytemathosus adalah
penyakit auto imun, dengan manifestasi bisa
terjadi pada banyak organ. Tidak ada obat
yang bisa mengobati penyakit ini. Pengobatan
ditujukan hanya untuk mengurangi gejala dan
mencegah kekambuhan.
Penyebab kematian tersering dari SLE ini
adalah infeksi, yang justru adalah efek terapi
immunosupresan yang digunakan untuk
mengatasi SLE ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi ke-3,
FK UI, Jakarta, 2001.
2. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, “Lupus
Eritematosus” Hal 246 - 249 Edisi ketiga,
Cetakan Kelima, FK UI, Jakarta, 2004.
3. Albar, Zuljasri. Keterlibatan Paru dan
Pleura pada SLE. www.kalbe.co.id/
files/cdk/files/12_KeterlibatanParudanPle
ura.pdf/12_KeterlibatanParudanPleura.ht
ml. 2004.
4. Lamont, David E, DO. Systemic Lupus
Erythematosus.
www.emedicine.com/
emerg/topic564.htm. Januari 2006.
5. Lupus
Erythematosus.
http://
en.wikipedia.org/wiki/Lupus_erythematos
us. Desemnber 2007.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 1 y Maret 2008
Universitas Sumatera Utara69
Tinjauan Pustaka
6. Systemic
Lupus.
www.medicinenet.
com/systemic_lupus/page2.htm#3whatca
uses. nNovember 2007.
70
7. Schur, Peter H, MD. Pulmonary
Manifestation
of
Systemic
Lupus
Erythematosus
in
Adult.
http:
//patients.uptodate.com/topic.asp?file=lu
pus/7797. Maret 2007.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume
41 y No.
1 y Maret
2008
Universitas
Sumatera
Utara
Download