BAB I - Jurnal Penelitian Unisla

advertisement
PINJAMAN MODAL KERJA DAN TINGKAT KEUNTUNGAN PEDAGANG MIKRO
Pudi Astiono, SE ,MM
ABTRAKSI
Program Pinjaman Dana/modal kerja adalah merupakan Program Investasi Bersama yang berupa
pinjaman modal kerja. Program ini adalah program yang di peruntukkan bagi semua lapisan masyarakat
Indonesia untuk mengumpulkan dana yang dapat di pergunakan untuk investasi dan lain-lain melalui
lembaga-lembaga seperti perbankkan, koperasi dan lembaga-lembaga lainnya. Baru-baru ini PT Bank
Rakyat Indonesia Tbk pun mulai serius menggarap segmen mikro pedagang pasar dengan berencana
membangun 600 unit teras BRI di pasar-pasar tradisonal sepanjang tahun ini. Langka ini merupakan
strategi meningkatkan kredit mikro, menjaring debitor potensial, sekaligus menyebarkan informasi seputar
system perbankkan dan keuangan modern kepada pedagang pasar tradisonal. Melakukan pinjaman modal
kerja dengan jumlah yang besar tidak akan merugikan para pedagang, sebaliknya justru akan
menguntungkan karena akan berpengaruh terhadap bertambahnya atau meningkatnya keuntungan yang
diperoleh pedagang (semakin besar jumlah pinjaman maka semakin besar pulah keuntungan yang didapat)
dengan opsi bahwa pinjaman tersebut tidak dipergunakan untuk kebutuhan konsumtif..
Kata kunci : Pinjaman Modal, Tingkat keuntungan , Pedagang Mikro
Mulai tahun 1997 sampai sekarang merupakan tahun badai dalam sistem moneter dan perbankan
Indonesia misalnya, ketidakstabilan nilai tukar rupiah, tingginya inflasi, kelangkaan bahan baku dan
komponen, maupun tingginya suku bunga kredit perbankan.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan 1997, telah menunjukkan eksistensi
kekuatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam menopang perekonomian Indonesia. Bukan pada krisis
1997 saja, pada krisis kali ini (pertengahan 2008) Usaha Mikro, Kecil dan Menenga juga menunjukan
kontribusinya yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia.
Banyak kalangan tidak memperhitungkan keberadaan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) yang ternyata mampu menyerap banyak tenaga kerja, mengurangi pengangguran, bahkan
menyumbang output nasional cukup besar. Namun di balik kesuksesan yang didapat oleh UMKM, tidak
dapat dipungkiri UMKM pun memiliki beberapa permasalahan. Masalah yang klasik dan mendasar, yaitu
keterbatasan modal, sumber daya manusia, pengembangan produk dan akses pasar. Keterbatasan modal
merupakan masalah krusial yang dialami oleh UMKM. Tanpa modal yang cukup mustahil UMKM dapat
berdiri.
Tabel : A. 1. 1
Jenis Kesulitan Usaha Mikro
No
Jenis Kesulitan
IKR
IK
1
Kesulitan Modal
34,55 %
44,05 %
20,14 %
31,70 %
13,6 %
12,22 %
34,00 %
9,73 %
2
Pengadaan Bahan Baku
3
Pemasaran
4
Kesulitan Lainnya
IKR : Industri Kecil Rumah Tangga
IK : Industri Kecil
Permodalan atau Keuangan
Deddy Yusuf Arhapi dkk (2000 : 111), Permodalan atau keuangan maksudnya adalah bagaimana
usaha dari suatu perusahaan untuk mencari dana atau kekayaan guna kelancarkan jalannya perusahaan
tersebut. Sebelum dicari maka disusun dulu anggaran untuk apa dana itu digunakan. Setelah dana diperoleh
baru diinvestasikan ke dalam barang-barang modal.misalnya, seorang pedagang ingin membuka usaha
pertokoan. Dia harus memperkirakan apa saja yang harus dibelanjahi, misalnya mendirikan bangunan,
mengontrak toko, membeli peralatan toko, dan membeli barang dagangan dan sebagainya. Kemudian dicari
dana/kekayaan untuk digunakan, seperti rencana yang suda ditetapkan. Dana yang dicari ini dapat diperoleh
dari tangan pertama atau tangan kedua.
Pengertian modal.
Deddy Yusuf Arhapi dkk (2000 : 111), memaparkan pengertian modal menurut para ahli dalam
bukunya “Prestasi Ekonomi Dua” sebagai berikut :
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010
|1
Menurut Moh. Hatta (deddy yusuf arhapi dkk, 2000 : 111), dalam bukunya “Beberapa Fatsal
Ekonomi dan Koperasi”, menyatakan bahwa “dalam bahasa sehari-hari hampir tiap orang tahu apa yang
disebut capital=modal. Tetapi dalam ilmu ekonomi pengertian tentang capital itu masi kusut…..” capital
berasal dari kata “caput” artinya kepala, atau induk.
Harry G. Gutmann dan Herbert E. Dougall (deddy yusuf arhapi dkk, 2000 : 111), mengemukakan
bahwa pengertian capital/modal bisa ditinjau dalam beberapa penggunaan :
1) Accounting usage.
2) Business usage.
3) Economic usage.
4) Legal usage.
Atau dengan istilah lain dikatakan :
a) Accounting view of capital. Disini modal diartikan sebagai selisi antara total asset dengan total
liabilities. Dalam bahasa sehari-hari kita kenal selisih antara harta dengan utang, ini yang disebut modal
sendiri.
b) Bisiness view of capital. Seperti yang dikatakan oleh Guthmann dan Dougall “businessman speaking of
capital refers to the total of assets needed to operatet a business” memandang capital/modal pada titik
tolak dari sisi kiri neraca, dan menganggap modal perusahaan sebagai totalitas dari barang-barang
modal yang dimiliki oleh perusahaan. Sedang meurut Charles W. Gerstenberg yang menitikberatkan
pengertian modal pada total assets, atau total investment dalam perusahaan (deddy yusuf arhapi dkk,
2000 : 112).
c) Economic view of capital. Guthmann dan Dougall menulis “Economic, too different their definition if
capital, although their general definition is wealth used in the production of further wealth”. Kalau
ditinjau difinisi diatas, maka menurut Nyotoamijoyo, pandangan ekonomi ini mengenal tiga ungsur
yaitu : Ungsur pertama adalah wealth atau kekayaan (sumber-sumber modal). Ungsur kedua adalah
kekayaan yang ditarik perusahaan, digunakan untuk produksi (barang-barang modal). Ungsur ketiga
adalah bawah produksi diselenggarakan untuk seterusnya (deddy yusuf arhapi dkk, 2000 : 112).
d) Legal view of capital. Dari segi hukum, modal diartikan sebagai modal saham suatu perusahaan yang
dibentuk dalam suatu perseroan terbatas.
Sumber-sumber Permodalan.
Deddy Yusuf Arhapi dkk (2000 : 113), Pada dasarnya kita kenal dua sumber permodalan, yaitu :
1) Modal sendiri (kekayaan sendiri/sumber intern)
Sumber ini berasal dari pemilik perusahaan atau dari dalam perusahaan, misalnya penjualan saham,
simpanan anggota pada bentuk koperasi, dan uang cadangan. Kekayaan sendiri ini mempunyai cirri,
yaitu : terikat secara permanen dalam perusahaan.
2) Modal pinjaman (kekayaan asing/sumber ekstern)
Sumber ini berasal dari luar perusahaan, yaitu berupa pinjaman jangka panjang atau jangka pendek.
Pinjaman jangka pendek yaitu : pinjaman yang jangka waktunya maksimum satu tahun, Sedangkan
pinjaman jangka panjang yaitu : pinjaman yang jangka waktunya lebih dari satu tahun. Ciri-ciri dari
kekayaan asing ini yaitu : tidak terikat secara permanen, atau hanya terikat sementara, yang sewaktuwaktu akan dikembalikan lagi kepada yang meminjamkan.
Dengan beberapa perbedaan tersebut, kita dapat melihat fungsi dari kekayaan sendiri, yaitu
sebagai berikut:
a) Garansi terhadap kekayaan asing (modal pinjaman).
b) Modal sendiri.
c) Ungsur pemikul risiko.
d) Working capital (modal kerja).
e) Alat penjaga likuiditas.
Modal Kerja.
Pada hakekatnya kebutuan modal kerja adalah kebutuan dana untuk jangka pendek, yaitu
kebutuan dana yang, umumnya, untuk jangka waktu kurang dari satu tahun.
1) Pengertian Modal Kerja.
Berdasarkan pengertian dan penjelasan diatas, maka sering dipergunakan beberapa
pengertian modal kerja sebagai berikut :
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
2
a)
Pertama, modal kerja dalam pengertian seluruh aktiva lancar disebut juga sebagai gross
working capital, atau konsep kuantitatif.
b) Kedua, modal kerja dalam pengertian aktiva lancar dikurangi hutang jangka pendek (net
working capital), konsep kualitatif.
c) Ketiga modal kerja dalam artian keseluruan dana yang diperlukan untuk menghasilkan
laba tahun berjalan (modal kerja fungsional), atau konsep fungsional.
2) Program pinjaman/kredit modal kerja.
Program Pinjaman Dana/modal kerja adalah merupakan Program Investasi Bersama
yang berupa pinjaman modal kerja. Program ini adalah program yang di peruntukkan bagi
semua lapisan masyarakat Indonesia untuk mengumpulkan dana yang dapat di pergunakan
untuk investasi dan lain-lain melalui lembaga-lembaga seperti perbankkan, koperasi dan
lembaga-lembaga lainnya.
Baru-baru ini PT Bank Rakyat Indonesia Tbk pun mulai serius menggarap segmen
mikro pedagang pasar dengan berencana membangun 600 unit teras BRI di pasar-pasar
tradisonal sepanjang tahun ini. Langka ini merupakan strategi meningkatkan kredit mikro,
menjaring debitor potensial, sekaligus menyebarkan informasi seputar system perbankkan dan
keuangan modern kepada pedagang pasar tradisonal.
Derektur operasional dan jaringan BRI Suprajarto mengatakan, ada alasan kini BRI
menggarap segmen mikro . dengan bantuan alat electronic data capture (EDC) yang dapat
berfungsi sebagai ATM bergerak, resiko kredit menjadi jauh lebih kecil. Dengan alat itu,
petugas bank akan proaktif mendatangi pedagang yang akan membayar cicilan atau
menabung. Pedagangpun diuntungkan karna tidak perlu meninggalkan dagangannya untuk
menyetor cicilan (kompas, selasa, 10 maret 2009).
Bukan hanya itu Pemerinta pun memberi dukungan penuh kepada UMKM dengan
membentuk Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yaitu Suatu program pemerintah yang
merupakan partisipasi BUMN dalam usaha meningkatkan kemampuan usaha kecil agar
menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN yang
diberikan dalam bentuk pemberian pinjaman modal kerja (http://www.___ Taspen Corporate
Site ___ - Pengertian dan Tujuan Program Kemitraan & Bina Lingkungan_files\joomlavisites.htm).
Pada tanggal 1 januari 1978 Pemerinta perna memebrikan suatu bentuk kredit jangka
menegah yang bisa dimangfaatkan oleh perusahaan-perusahaan kecil dalam mengembangkan
perusahaannya yang di beri nama : “kredit modal kerja permanen”. Kredit modal kerja
permanen adalah kredit modal kerja yang secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran
usaha. Kredit ini dapat diberikan untuk semua usaha terutama unit-unit produksi yang
melakukan usaha rehabilitasi dan perluasan, yang menghasilkan barang dan jasa kecuali jasajasa yang bersifat hiburan/amusement, Bunga kredit sebesar 12% per tahun (Suad Husnan,
2001 : 104).
Pengertian Bunga.
Pembayaran ke atas modal yang dipinjam dari pihak lain dinamakan bunga. Ia biasanya
dinyatakan sebagai persentasi dari modal yang dipinjam, seperti misalnya 1%, 2% atau 3%.
Bunga yang dinyatakan sebagai persentasi dari modal dinamakan tingkat bunga. Pada umumnya
persentasi yang dinyatakan menunjukan tingkat bunga dari sejumlah modal di dalam satu tahun.
Dengan demikian kalau dinyatakan bunga 15 persen, artinya adalah : modal yang dipinjamkan
memperoleh tingkat bunga sebanyak 15 persen setahun (Sadono Sukirno, 2004 : 381).
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
3
Penentuan tingkat bunga.
Grafik : B. 2. 1
Penentuan Tingkat Bunga
Menurut ahli ekonomi klasik tingkat bunga ditentukan oleh permintaan ke atas tabungan
dan penawaran tabungan. Bagaimana kedua-duanya faktor ini menentukan tingkat bunga
ditunjukan dalam Grafik : B. 2. 1, kurva S dan I berturut-turut adalah kurva penawaran dana
modal dan permintaan dana modal. Maka keseimbangan tercapai di titik
dan ini menunjukan
bahwa jumlah dana modal yang akan di investasikan adalah dan tingkat bunga adalah
Kalau
dimisalkan permintaan keatas modal berubah menjdi
Sedangkan penawaran modal tetap
sebesar S, keseimbangan pada ke
yang berarti tingkat bunga naik dari menjadi dan dana
yang di investasikan bertambah dari
menjadi dan apabila permintaan ke atas dana modal
tetap sebesar I tetapi penawaran bertambah menjadi , maka keseimbangan pada ke
dengan
demikian perubahan tersebut menyebabkan tingkat bunga turun dari kepada dan dana yang di
investasikan bertambah menjadi (Sadono Sukirno, 2004 : 380).
Faktor penyebab perbedaan tingkat bunga.
Menurut Sadono Sukirno (2004 : 389) Dalam teori, analisis mengenai penentuan tingkat
bunga selalu menganggap bahwa dalam perekonomian terdapat hanya satu tingkat buga. Tapi
kenyataanya sangat berbeda karena dalam perekonomian terdapat beberapa tingkat bunga. Misal
seorang menabung uang di bank menerima bunga yang berbeda dari orang yang meminjam uang
di bank. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Yang terpenti dijelaskan di bawa
ini:
1) Perbedaan resiko.
Pinjaman pemerinta membayar tingkat bunga lebih rendah dari tingkat pinjaman
swasta. Walau begitu pemerinta masi dapat memperoleh pinjaman yang diperlukannya
karena resiko dari meminjamkan kepada pemerinta sangat kecil. Bank-bank akan muda
memberikan pinjaman kepada usaha yang telah lama berkembang, atau kepada usaha yang
tidak banya resikonya dengan bunga yang rendah sedangkan pada usaha yang tinggi
resikonya akan dikenakan bunga yang besar.
2) Jangka waktu pinjaman.
Semakin lama sejumlah modal dipinjamkan, semakin besar tingkat bunga yang harus
dibayar. Ini di sebabkan karna resiko yang ditanggung peminjam akan semakin besar apa
bilah jangka waktu semakin panjang.
3) Biaya administrasi pinjaman.
Jumlah dana yang dipinjam sangat berbeda, sedangkan jumlah administrasi untuk
memproses pinjaman tersebut tidak banyak berbeda. Apaka suatu perusahaan meminjam 100
juta atau 10 juta, biaya administrasinya adalah sama. Maka diukur dari sudut biaya
administrasi untuk pinjaman per rupia, pinjaman 10 juta akan menelan biaya yang lebih
tinggi dari pinjaman 100 juta. Dengan demikian, pinjaman yang relative lebih kecil jumlanya
akan membayar tingkat bunga yang lebih tinggi.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
4
Pengertian Keuntungan.
Menurut Sadono Sukirno (2004 : 391-392), Dalam teori ekonomi, keuntungan mempunyai
arti yang sedikit berbeda dengan pengertian keuntungan dari segi pembukuan. Ditinjau dari sudut
pandangan perusahaan, Keuntungan adalah : perbedaan nilai uang dari hasil penjualan yang
diperoleh dengan seluru biaya yang dikeluarkan.
Seperti juga upah, sewa dan bunga, keuntungan adalah pembayaran ke atas “jasa” yang
diberikan oleh sesuatu faktor produksi. Keuntungan merupakan pembayaran kepada “keahlian
keusahawanan” yang disediakan para pengusaha. Keahlian tersebut akan digunakan pengusaha
untuk membuat keputusan-keputusan berikut :
1) Menentukan barang apa yang akan diproduksi dan dijual kepasar, dan berapa banyaknya.
2) Menentukan cara memproduksi yang terbaik dengan kombinasi faktor-faktor yang efisien
dalam memproduksinya.
Apabila usaha mereka berhasil, mereka akan mendapat balas jasa dari jerih payanya
dalam bentuk keuntungan ekonomi atau keuntungan murni.
Ahli-ahli telah mengemukakan beberapa teori yang bertujuan untuk mengemukakan
sumber dari wujudnya keuntungan ekonomi. Pada umumnya teori-teori tersebut menjelaskan
bahwa keuntungan adalah: pendapatan yang diperoleh para pengusaha sebagai pembayara dari
melakukan kegiatan berikut :
a) Menghadapi resiko ketidak pastian dimasa yang akan datang.
b) Melakukan inovasi/pembaharuan di dalam berbagai kegiatan ekonomi.
c) Mewujudkan kekuasaan monopoli di dalam pasar.
Keuntungan maksimum.
Dalam menentukan keuntungan maksimum ini telah dinyatakan ada dua cara yaitu :
1) Dengan mengunakan pendekatan biaya total dan hasil total.
2) Dengan mengunakan pendekatan hasil marginal dan biaya marginal.
Hasil penjualan total, dan biaya total ini merupakan cara yang paling mudah untuk
menentukan tingkat produksi yang memaksimumkan keuntungan. untuk menentukan keadaan
tersebut yang perluh dilakukan adalah :
a) Membandingkan hasil penjualan total dan biaya total pada setiap tingkat produksi.
b) Menentukan tingkat produksi dimana hasil penjualan total melebihi biaya total pada jumlah
yang paling maksimum.
Hasil penjualan marginal, biaya marginal dan keuntungan. Untuk memahami pendekatan
hasil penjualan marginal – biaya marginal (MC = MR) dengan lebih baik untuk lebih jelasnya
lihat grafik dibawa ini :
Garfik : B. 2. 2
Keuntungan Maksimum
Grafik B. 2. 1,a di atas memperlihatkan fungsi biaya dan pendapatan yang umum.
Untuk tingkat keluaran yang rendah, biaya melebihi pendapatan sehingga keuntungan ekonomi
negatif. Dalam kisaran keluaran menengah, pendapatan melebihi biaya, hal ini berarti
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
5
keuntungan positif, dan yang terakhir ditingkat keluaran yang tinggi, biaya meningkat dengan
tajam dan sekali lagi melebihi pendapatan. Jarak vertikal antara kurva pendapatan dan biaya
(yaitu keuntungan) diperlihatkan dalam gambar B. 2. 1,b disini keuntungan mencapai
maksimum di q*, pada saat ini kemiringan kurva pendapatan (pendapatan marginal) = kurva
biaya (biaya marginal).
Keuntungan bersih.
Keuntungan bersih adalah keuntungan atau laba yang diperoleh perusahaan setelah
dikurangi jumlah produksi. Tetapi yang dimaksud penulis keuntungan bersi di sini adalah
keuntungan yang di dapat oleh pedagang mikro yang melakukan pinjaman modal kerja dimana
keuntungan/laba kotor di kurangi bunga pinjaman di tambah angsuran pinjaman. Untuk
menghitung keuntungan bersih maka digunakan rumus :
Keuntungan bersih = Keuntungan kotor - (Jumlah Bunga + Jumlah Pokok + Biaya
Operasional)
Contoh : Jumlah pinjaman = Rp. 10.000.000
Keuntungan kotor per bulan = Rp. 2.000.000
Bunga pinjaman per bulan = Rp. 100.000 (1%)
Jumlah Pokok = Rp. 834.000 (12 bulan)
Biaya Operasional = Rp. 300.000
Jawab :
Keuntungan bersih.= Rp. 2.000.000 – (Rp. 205.000 + Rp. 200.000)
= Rp. 1.050.000 – (Rp. 405.000)
= Rp. 645.000 / keuntungan bersi.
Pengertian Pedagang Mikro.
Menurut Bank Indonesia, usaha mikro adalah usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin
atau mendekati miskin dengan ciri-ciri : dimiliki oleh keluarga, mempergunakan teknologi
sederhana, memanfaatkan sumber daya lokal, serta lapangan usaha yang mudah dimasuki dan
ditinggalkan.
Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK.06/2003 Tanggal 29 Januari 2003,
usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan yang memiliki hasil penjualan
paling banyak Rp 100 juta per tahun, dan dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp
50 juta.
Ciri-ciri Usaha Mikro, antara lain:
1) Belum melakukan manajemen/catatan keuangan, sekalipun yang sederhana, atau masih sangat
sedikit yang mampu membuat neraca usahanya.
2) Pengusaha atau SDM-nya berpendidikan rata-rata sangat rendah, umumnya tingkat SD, dan
belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai.
3) Pada umumnya tidak/belum mengenal perbankan tapi lebih mengenal rentenir atau tengkulak.
4) Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.
5) Tenaga kerja atau karyawan yang dimiliki pada umumnya kurang dari 4 (empat) orang.
Dilihat dari kepentingan perbankan, usaha mikro adalah suatu segmen pasar yang
cukup potensial untuk dilayani dalam meningkatkan intermediasinya, karena usaha mikro
mempunyai karakteristik positif dan unik yang tidak selalu dimiliki oleh usaha non mikro,
antara lain:
a) Perputaran usaha (turn over) umumnya cepat. Kemampuannya menyerap dana yang
relatif mahal dan dalam situasi krisis ekonomi, kegiatan usahanya tetap berjalan bahkan
mampu berkembang, karena biaya manajemennya yang relatif rendah.
b) Pada umumnya para pelaku usaha mikro tekun, sederhana, serta dapat menerima
bimbingan asal dilakukan dengan pendekatan yang tepat.
Pengertian Pasar.
Pasar adalah suatu tempat di mana penjual dan pembeli bertemu untuk membeli atau
menjul barang dan jasa atau factor-faktor produksi. Di dalam bahasa sehari-hari pasar pada
umumnya diartikan sesuatu lokasi dalam artian geografis. Tetapi dalam pengertian Teori Ekonomi
Mikro adalah lebih luas lagi. Dalam Teori Ekonomi Mikro pasar meliputi juga “pertemuan”
antara pembeli dan penjual dimana keduanya tidak saling melihat satu sama lain (misalnya antra
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
6
importir karet yang bertempat tinggal di America dan eksportir karet di Indonesia yang
melakukan transaksi jual beli melalui telex), (Ari Sudarman, 2000 : 7).
Fungsi Pasar.
Pasar mempunyai lima fungsi utama. Kelima fungsi ini menunjukan pertanyaan-pertanya
yang harus dijawab setiap system ekonomi. Dalam system ekonomi persaingan bebas (free
enterprise capitalism) pasar menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dalam system ekonomi
komunistis (communism), dilain pihak, pertanyaan-pertanyaan tersbut dijawab oleh para
perancang Negara (planners). Fungsi fungsi tersebut adalah :
1) Pasar menetapkan nilai (sest value). Dalam ekonomi pasar, harga adalah ukuran nilai. Fungsi
ini memecakan masalah penentuan apa yang harus dihasilkan oleh suatu perekonomian.
2) Pasar mengorganisir produksi. Dengan adanya harga-harga factor produksi dipasar, maka akan
mendorong produsen ( entropreneur ) memilih metode produksi yang paling efisien.
3) Pasar mendistribusikan barang. Hal ini menyangkut pertanyaan untuk siapa barang dihasilkan.
4) Pasar berfungsi menyelenggarakan penjatahan (rationing). Penjatahan adalah inti dari adanya
harga.
5) Pasar mempertahankan dan mempersiapkan keperluan dimasa yang akan datang. Tabungan
dan investasi semuanya terjadi dipasar dan keduanya merupakan usaha untuk
mempertahankan dan mencapai kemajuan perekonomian yang bersangkutan.
Bekerjanya mekanisme pasar di dalam menjawab kelima pertanyaan tersebut dapat
dijelaskan dengan menggunakan gambar ; B. 2. 2 dimana sector rumah tangga memberi barang
dan jasa dari perusahaan disektor pasar barang, dan sebagai imbalannya sector perusahaan
menerima uang. Dalam aliran ini sector rumatangga sebagai pembeli barang dan jasa, sedangkan
sector perusahaan sebagai penjual. Penghasilan konsumen yang dibelanjakan dari penjualan factor
produksi yang dimilikinya (tanah, tenaga kerja, capital, dan ketrampilan) kepada sector
perusahaan.sebagai imbalanya sector rumah tangga menerima uang (penghasilan konsumen) dan
transaksi ini terjadi dipasar produksi (Ari Sudarman, 2000 : 7)
GAMBAR : B. 2. 2
Macam-macam pasar dalam perekonomian.
Soediyono (2000 : 10-12) Ada empat macam pasar dalam perekonomian di Indonesia
diantaranya melipui :
1) Pasar Komoditi :
a) Pengeluaran konsumsi rumah tangga.
b) Saving atau penabungan.
c) Investasi
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
7
d) Tingkat harga.
e) Pajak
f) Pengeluaran konsumsi pemerintah.
g) Transfer pemerintah.
h) Ekspor
i) Impor
2) Pasar Uang :
a) Permintaan uang untuk transaksi.
b) Permintaan uang untuk berjaga-jaga.
c) Permintaan uang untuk spekulasi.
d) Uang kertas dan uang logam.
e) Uang giral.
f) Alat-alat likuid lainnya.
g) Tingkat bunga.
3) Pasar Tenaga Kerja :
a) Permintaan akan tenaga kerja.
b) Penawaran tenaga kerja.
c) Upah riil.
d) Upah nominal.
e) Pengangguran dan tenaga kerja.
4) Pasar Modal :
a) Permintaan akan surat-surat berharga.
b) Harga surat-surat berharga.
c) Penawaran surat-surat berharga.
meningkatkan keinginan pedagang untuk meminjam dana dengan harapan akan membantu pedagang
untuk mengembangkan usahanya dan memperoleh keuntungan yang lebih besar lagi.
Dengan adanya pinjaman modal kerja pedagang mikor bukan hanya akan mendapatkan modal untuk
menjalankan usahanya, tapi juga akan berpengaruh terhadap pendapatan atau keuntungan (mendapat
keuntungan bahkan peningkatan keuntungan) bilah Pedagang Mikro melakukan Pinjaman Modal Kerja
tersebut.
Kesimpulan
Pedagang Mikro yang kekurangan atau tidak mempunyai modal untuk membuka atau
mengembangkan usahanya, hendaknya tidak takut atau ragu-ragu lagi untuk melakukan Kredit Pinjaman
Modal Kerja, karena Pinjaman Modal Kerja ini solusi yang tepat untuk mengatasi masalah permodalan yang
dialami. Melakukan pinjaman modal kerja dengan jumlah yang besar tidak akan merugikan para pedagang,
sebaliknya justru akan menguntungkan karena akan berpengaruh terhadap bertambahnya atau meningkatnya
keuntungan yang diperoleh pedagang (semakin besar jumlah pinjaman maka semakin besar pulah
keuntungan yang didapat) dengan opsi bahwa pinjaman tersebut tidak dipergunakan untuk kebutuan
konsumtif..
Pemberi modal hendaknya memberi informasi (penyuluan) tentang masalah kredit pinjaman modal
kerja kepada Pedagang Mikro agar mereka lebih tau mengenai seluk beluk (sisi positif dan negative) tentang
Kredit Pinjaman Modal Kerja, supaya saat mereka melakukan pinjaman tidak merasa kesulitan.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarman, Ari, 2000, Teori Ekonomi Mikro, Edisi Tiga, Yogyakarta, BPFE.
Soediyono, 2000, Ekonomi Makro, Yogyakarta, Liberty.
Priyatno, Dwi, 2008, Mandiri Belajar SPSS, Yogyakarta, Mediakom.
Yusuf Arhapi, Deddy. Zaenal Arifin. Dan Bambang Sugeng, 2000, Prestasi Ekonomi dua, Cetakan Pertama,
Bandung, Ganeca Exact.
http://www.___ Taspen Corporate Site ___ - Pengertian dan Tujuan Program Kemitraan & Bina
Lingkungan.htm
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
8
Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Tak Diterbitkan.
KOMPAS, Selasa 10 Maret 2009, BISNIS & KEUANGAN (BRI Garap Pasar Tradisional), Hal 19.
Sukirno, Sadono, 2004, Pengantar Teori Mikroekonomi, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada.
Husnan, Suad, 2001, Manajemen Keuangan (teori dan penerapan), Yogyakarta, BPFE.
Trihendradi, Cornelius, 2007, Langkah Mudah Mengguasai Statistik Menggunakan SPSS 15, Yogyakarta,
Penerbit ANDI.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
9
PEMBIAYAAN MURABAHAH DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS PT. BANK
SYARI’AH MANDIRI KANTOR CABANG PEMBANTU (KCB) BOJONEGORO
Abdul ghofur,SE,Ak)*
ABSTRAKSI
Krisis yang melanda dunia perbankan Indonesia sejak tahun 1997 telah menyadarkan semua pihak bahwa
perbankan dengan sistem konvensional bukan merupakan satu-satunya sistem yang dapat diandalkan, tetapi ada
sisitem perbankan lain yang lebih tangguh karena menawarkan prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu
perbankan syariah.Masyarakat lebih memilih mengajukan permohonan pembiayaan murabahah pada koperasi
karena tidak ada batas minimal harga barang dan tidak perlu jaminan.Berdasarkan hal diatas, maka penulis
mengangkat penelitian ini, Bagaimana sistem pembiayaan Murabahah dalam meningkatkan profitabilitas.
Tehnik analisis data yang di pakai adalah Analisis Ratio keuangan (Return On Assets (ROA), Loan to Deposit
Ratio (LDR), Credit Risk Ratio (CRR), Assets Utilization (AU)
Hasil penelitian adalah Pembiayaan Murabahah pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp. 4.188.687 menghasilkan
marjin sebesar Rp. 934.420 dan pada tahun 2009 dengan pembiayaan Murabahah sebesar Rp. 5.180.333 telah
menghasilkan marjin sebesar Rp. 1.197.274 sehingga mengalami kenaikan marjin sebesar Rp. 262.854 atau
sebesar 28,13 %. kinerja pembiayaan Murabahah dalam meningkatkan profitabilitas PT. Bank Syariah Mandiri
KCP Bojonegoro dari tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari penurunan
ROA sebesar 0,49 % dan LDR yang terlalu rendah yaitu kurang dari 85 % karena menurut ketentuan BI batas
aman untuk LDR adalah antara 85 % sampai 110 %. persentase CRR adalah 0%, yang berarti tidak ada resiko
dalam pembiayaan. Hal ini menunjukkan rentabilitas bank semakin baik.
(Kata kunci: pembiayaan, murabahah, profitabilitas)
A. Latar Belakang
Krisis yang melanda dunia perbankan Indonesia sejak tahun 1997 telah menyadarkan semua
pihak bahwa perbankan dengan sistem konvensional bukan merupakan satu-satunya sistem yang dapat
diandalkan, tetapi ada sisitem perbankan lain yang lebih tangguh karena menawarkan prinsip keadilan dan
keterbukaan, yaitu perbankan syariah.
Bank berdasarkan prinsip syariah, bank syariah berfungsi sebagai suatu lembaga intermediasi
(Intermediaty Institution), yaitu menyerap dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana
tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Bedanya hanyalah
bahwa bank syariah melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga tetapi berdasarkan prinsip
syariah, yaitu prinsip pembagian keuntungan (profit lost sharing principle).
Di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, telah muncul pula kebutuhan akan adanya
bank yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah. Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
dan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 disebut dengan tegas istilah “Prinsip Syariah” bank berdasarkan
prinsip syariah. Karena operasinya berpedoman ketentuan-ketentuan Syariah Islam, karenanya bank islam
disebut pula “Bank Syariah”
Bank Syariah juga memberikan jasa-jasa pembiayaan. Jasa-jasa pembiayaan yang diberikan
Bank Syariah jauh lebih beragam dari pada jasa-jasa pembiayaan yang diberikan oleh Bank Konvensional.
Mengenai jasa pembiayaan yang dapat diberikan oleh bank islam bukan saja pembiayaan dalam bentuk
kredit,tetapi juga memberikan jasa-jasa pembiayaan yang biasanya diberikan oleh lembaga pembiayaan
(multi finance company), seperti leasing,hire purchase, pembelian barang oleh nasabah Bank kepada Bank
Islam yang bersangkutan dengan cicilan, pembelian barang oleh Bank Islam kepada perusahaan manufaktur
dengan pembayaran dimuka, pernyataan modal (equity participation atau venture capital).
Jasa perbankan islam yang terkait dengan jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh Bank syariah
dikemas dalam produk-produk yang ada dalam Bank syariah, salah satunya adalah pembiayaan Murabahah.
Pembiayaan Murabahah merupakan jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaksi jual beli dengan
cicilan. Sedangkan pola pelayanannya dengan memakai jenis pembelian berdasarkan pesanan. Pada
perjanjian murabahah atau Mark-Up, bank membiayai pembelian barang atau asset yang dibutuhkan oleh
nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok barang dan kemudian menjualnya kepada nasabah
tersebut dengan menambah mark-up atau keuntungan. Penjualan barang oleh Bank kepada nasabah
dilakukan atas dasar cost-plust profit.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
10
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut :
a. Apa saja resiko yang dihadapi PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dalam memberikan
pembiayaan Murabahah kepada debitur?
b. Bagaimana sistem pembiayaan Murabahah dalam meningkatkan profitabilitas PT. Bank Syariah
Mandiri KCP Bojonegoro ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.
Untuk mengetahui resiko yang dihadapi PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dalam
memberikan pembiayaan Murabahah kepada debitur.
b.
Untuk mengetahui kinerja pembiayaan Murabahah dalam meningkatkan profitabilitas PT. Bank
Syariah Mandiri KCP Bojonegoro.
D. Landasan Teori
a. Pengertian Umum Bank Syariah
Menurut Warkum Sumitro (2002 : 5) Bank Syariah adalah badan usaha yang fungsinya sebagai
penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat, yang sistem dan
mekanisme usahanya berdasarkan hukum Islam. Sebagaimana yang diatur dalam Al- Qur’an dan Al’
Hadist. Artinya Bank tersebut dalam beroperasi mengikuti ketentuan-ketentuan syariat Islam, dan
menjauhi praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba dan diisi dengan kegiatankegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.
b. Fungsi dan Tujuan Bank Syariah
Fungsi Bank Syariah menurut Adiwarman Karim (2004 : 87-102), adalah :
1. Penyaluran Dana (Financing)
Dalam menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam
4 kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunaannya, adalah :
a).Pembiayaan dengan prinsip jual beli (Ba’i)
prinsip jual belum dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau
benda (Transfer of Property). Transaksi jual belum dapat dibedakan berdasarkan bentuk
pembayarannya dan waktu penyerahan barang, adalah :
b.) Pembiayaan Murabahah
Murabahah adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak
sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli.
c). Pembiayaan Salam
Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang dipejual belikan belum ada, oleh karena itu
barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai.
d.)Pembiayaan Istishna
Istishna menyerupai produk salam, tapi dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank
dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam syariah umumnya diaplikasikan pada
pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
e).Pembiayaan dengan prinsip sewa (ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi dengan adanya perpindahan manfaat. Pada dasarnya prinsip ijarah sama saja
dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek
transaksinya barang, sedangkan pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.
f).Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (syirkah)
c. Pengertian Pembiayaan Murabahah
Pengertian murabahah menurut Adi Warman Karim (2001 : 103), adalah akad jual beli barang dengan
menyatakan harga perolehan dan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Pengertian murabahah menurut M. Syafi’i Antonio (2003 : 270) Kontrak pembiayaan
murabahah yang harus dilakukan adalah :
1) Nasabah menyiapkan rincian biaya kontrak yang telah diberikan kepadanya, termasuk harga
bahan, tenaga kerja dan overhead.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
11
2)
Bank Islam membeli kontrak yang dimaksud senilai biayanya dan mencairkan dana pembiayaan
sesuai dengan penyelesaian kontrak.
3) Bank Islam dapat mengawasi dan menggunakan pihak ketiga, yaitu konsultan atau profesional
untuk mengawasi pekerjaan nasabah dengan persetujuan nasabah.
4) Pada saat selesainya kontrak, bank syariah menjual kepada nasabahnya dengan harga yang telah
disepakati bersama, yaitu harga beli ditambah dengan margin keuntungan bank.
5) Hasil pembayaran kontrak dibayarkan kepada bank digunakan untuk melunasi kepada bank.
b. Dasar Hukum Murabahah
Dasar Hukum Murabahah adalah :
1). Al Qur’an
Firman Allah QS. Al Baqorqh (2 : 282) yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan hutang piutang dalam waktu yang
ditentukan, tulislah! hendaklah ada diantaramu penulis yang akan menuliskannya sebagaimana
Allah telah mengajarkan kepadanya, hendaklah dituliskannya! hendaklah orang yang bersangkutan
membacakan apa yang hendak dituliskannya itu, dan hendaklah bertaqwa kepada Allah Tuhannya
dan janganlah bertindak mengurangi sedikitpun dari jumlahnya’.
Firman Allah QS. Al Baqoroh (2 : 280) yang artinya :
“Dan jika (orang berhutang itu) dalam keadaan sulit maka berilah tangguh sampai ia
berkelapangan…….”
2. Al Hadist
Hadist Rasulullah SAW yang dijadikan dasar pembiayaan murabahah yaitu :
Dari Abu Sa’id Al khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Sesungguhnya jual beli harus dilakukan suka sama suka”.
3. Ijma’ Mayoritas Ulama
Tentang jual beli dengan cara mudharabah (Ibnu Rusyid, Bidayah Al Mujtahid, II/161 : Al Kasani,
Bada’ i Sana’i V/220-222)
4. Kaidah Fiqih
“Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya”.
c.
Syarat Murabahah
menurut M. Syafi’i Antonio (2001 : 102) terdapat lima syarat dalam Murabahah yang harus dipenuhi
adalah
1) Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah
2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang telah ditetapkan
3) Kontrak harus bebas dari riba atau bunga
4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian
5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya pembelian
dilakukan secara hutang. Secara prinsip, jika syarat dalam (1), (2) dan (3) tidak dipenuhi, pembeli
memliki pilihan , melanjutkan pembelian seperti apa adanya, kembali kepada penjual dan
menyatakan ketidak setujuannya atas barang yang dijual, atau membatalkan kontrak.
d. Jenis-Jenis Murabahah
Pembayaran pembiayaan Murabahah dapat dilakukan secara tunai maupun cicilan (kredit). Menurut
Adiwarman Karim (2004 : 107) berdasarkan sumber dana yang digunakan, pembiayaan Murabahah secara
garis besar dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu :
1) Pembiayaan Murabahah didanai dengan Unrestricted Investment Account (URIA) atau investasi tidak
terikat. contohnya : Al Ba’i Naq dan wal Muajjal atau bayar dengan cicilan.
2) Pembiayaan Murabahah yang didanai dengan Restricted Investment Account (RIA) atau investasi
terikat. Contohnya : Al Ba’i Araq dan Wal Murabahah Muajjal yaitu bayar sekaligus (lum sum)
diakhir.
3) Pembiayaan Murabahah yang didanai dengan modal bank.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
12
D.
Kerangka Berfikir




Pembiayaan
Murabahah
(X)
Neraca
L/R
Kinerja
Perusahaan
Pengembangan
Usaha
LDR
ROA
CRR
AU
Kinerja
Pembiayaan
Murabahah
(Y)
laba
Perusahaan
Interprestasi :
Dengan menggunakan metode analisa LDR, ROA, CRR, dan AU diharapkan mampu memberi gambaran
tentang pembiayaan murabahah pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro.
F. Hipotesis
1. Diduga bahwa pembiayaan Murabahah berpengaruh dalam meningkatkan profitabilitas pada PT. Bank
Syariah Mandiri KCP Bojonegoro.
2. Diduga dengan pembiayaan murabahah dapat diketahui resiko yang dihadapi oleh PT. Bank Syariah
Mandiri KCP Bojonegoro.
G. Definisi Operasional Variabel
Dalam penelitian ini kami tidak menggunakan varibel ( bebas dan terikat ) karena tidak ada
faktor x dan y akan tetapi memprediksi pengaruh pembiayaan murobahah dalam meningkatkan
profitabilitas perusahaan yaitu :
1. Pembiayaan Murabahah
Yaitu Akad jual beli barang yang menyatakan harga perolehan dan keuntungan (marjin) yang disepakati
penjual dan pembeli,
2. Profitabilitas perusahaan
Besar kecilnya laba yang diperoleh suatu perusahaan menunjukkan ukuran keberhasilan manajemen (
produktifitas ) dalam mengelola suatu perusahaan. Untuk itu berapa besar laba yang diinginkan perlu
direncanakan
H. metode Analisa
Adapun metode analisa yang di gunakan yaitu dengan menggunakanAnalisis Ratio keuangan
1. Return On Assets (ROA)
Adalah rasio kemampuan bank dalam mnghasilkan laba dari pengelolaan asset yang dimilki, rumus :
ROA 
1.
2.
3.
Laba Bersih
x 100%
Total Asset
Loan to Deposit Ratio
Untuk perbandingan antara pembiayaan yang terjadi disuatu bank dengan dana yang dimiliki bank
yang terdiri dari pihak ketiga dan modal sendiri.
Pembiayaan
LDR 
x 100%
Dana pihak ketiga  modal sendiri
Credit Risk Ratio (CRR)
Untuk menutup kemungkinan kerugian tidak terbayarkan kredit diberikan kepada debitur dimana
aktiva di klasifikasikan cadangan aktiva produktif.
Assets Utilization (AU)
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
13
Kemampuan manajemen bank didalam mengelola assetnya untuk menghasilkan pendapatan
operasional maupun non operasionalnya.
AU 
Pendapatan Operasional  Pendapatan Non Operasional
x 100%
Total Asset
I. Hasil Penelitian
Berikut analisa dan interprestasi pembiayaan Murabahah pada tahun 2006 - 2007 :
Tabel 2
PT. Bank Syariah Mandri KCP Bojonegoro
Persentase Pertumbuhan Penyaluran Pembiayaan
Tahun 2008-2009
No
1
2
3
Jenis
Pembiayaan
Mudharabah
Murabahah
Qardh
dana
talangan haji
Total
Tahun 2008
Tahun 2009
Rp
1.119.112
4.188.687
241.429
%
20,17 %
75,48 %
4,35 %
Rp
2.339.676
5.180.333
552.364
%
28,98 %
64,17 %
6,85 %
5.549.228
100 %
8.072.373
100 %
Pertumb
uhan
(%)
109,07%
23,69%
116.36%
Sumber : data PT. Bank Syariah Mandri KCP Bojonegoro yang diolah
Untuk mengetahui pertumbuhan pembiayaan dan margin Murabahah dalam 2 tahun terakhir, berikut
disajikan persentase pertumbuhan pembiayaan dan marjin Murabahah pada tabel 3 berikut
Tabel 3
PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro
Persentase Pertumbuhan pembiayaan Murabahah dan Marjin Murabahah
Tahun 2008 – 2009
Tahun
Tahun
Pertumbuhan
2008
2009
(%)
Murabahah
Rp.
Rp.
23,69 %
Marjin
4.188.687 5.180.333
28,13 %
Rp.
Rp.
934.420 1.197.274
Sumber: data PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro diolah
Untuk dapat memberikan gambaran tentang kinerja PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro sebagai
perusahaan perbankan syariah, dilihat dari badan hukumnya, assetnya, dan pembiayaannya, berikut disajikan
analisis rasio keuangan perbankan yang mengacu pada neraca komparatif per 31 Desember 2008 dan per 31
Desember 2009 PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro
a.
Return On Asset (ROA)
ROA merupakan rasio kemampuan Bank dalam menghasilkan laba dari pengelolaan asset yang
dimiliki.
Tahun 2008
Laba Bersih
ROA 
 100%
Total Asset
ROA pada pembiayaan Murabahah 
Rp.934.420
 100%
Rp.9.554.967
= 9,78 %
ROA secara total pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro

Rp . 95.236
 100%
Rp . 9.554.967
= 0,99 %
Jadi rasio laba bersih terhadap total asset pada pembiayaan Murabahah adalah 9,78 %, sedangkan pada PT.
Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro secara total adalah 0,99 %.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
14
Tahun 2009
Laba Bersih
ROA 
 100%
Total Asset
ROA pada pembiayaan Murabahah 
Rp.1.197.274
 100%
Rp.12.885.391
= 9,29 %
ROA secara total pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro
Rp.168.183

 100%
12.885.391
= 1,31 %
Jadi rasio laba bersih terhadap total asset pada pembiayaan Murabahah adalah 9,29 %, sedangkan pada
PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro secara total adalah 1,31 %.
Tabel 4
PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro
Persentase Pertumbuhan Return On Asset (ROA)
Per 31 Desember 2008-2009
Tahun
ROA (%)
Pertumbuhan (%)
2006
2007
Murabahah
Total
Murabahah
Total
9,78 %
9,29 %
0,99 %
1,31 %
(0,49)
0,32
Sumber: data PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro diolah
b. Loan to Deposit Ratio (LDR)
LDR merupakan perbandingan antara pembiayaan yang terjadi di suatu bank dengan
dana yang dimiliki bank yang terdiri dari dana pihak ketiga dan modal sendiri. Dana pihak ketiga
berasal dari giro, tabungan, deposito, dan kewajiban-kewajiban yang segera dibayar oleh bank yang
juga merupakan modal bagi PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro karena modal bank ada
pada kantor pusat
LDR 
Pembiayaan
 100%
Dana Pihak Ketiga  Modal Sendiri
Rp. 4.188.687
 100%
Rp.9.554.967
LDR Pada Pembiayaan Murabahah 
= 43,84 %
LDR pada total pembiayaan PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro
Pembiayaan
LDR 
 100%
Dana Pihak Ketiga  Modal Sendiri

Rp. 7.414.757
 100%
Rp. 9.554.967
= 77,60 %
LDR Pada Pembiayaan Murabahah 
Rp.5.180.333
 100%
Rp.12.885.391
= Rp. 40,20 %
LDR pada total pembiayaan PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro

Rp.10.326.374
 100%
Rp.12.885.391
= 80,14 %
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
15
Tabel 5
PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro
Persentase Pertumbuhan Loan to Deposit Ratio (LDR)
Per 31 Desember Tahun 2008-2009
Tahun
2006
2007
LDR (%)
Murabahah
Total
Pembiayaan
43,84 %
77,60 %
40,20 %
80,14 %
Pertumbuhan (%)
Murabahah
Total
Pembiayaan
- 3,64
2,54
Sumber: data PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro diolah
a.
b.
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) menurut Dahlan Siamat (2005 : 239) adalah :
Pembentukan cadangan umum
Pembentukan cadangan umum terhadap aktiva produktif ditetapkan paling kurang sebesar 1
% dari aktiva produktif yang memiliki kualitas lancar.
Aktiva produktif dalam bentuk sertifikat BI dan surat utang Negara serta bagian aktiva
produktif yang dijamin dengan agunan tunai dikecualikan dari ketentuan pembentukan cadangan
umum.
Pembentukan cadangan khusus
Pembentukan cadangan khusus untuk aktiva produktif dan non produktif ditetapkan paling
kurang sebesar :
1) 5 % dari aktiva dengan kualitas dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan.
2) 15 % dari aktiva dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi nilai agunan.
3) 50 % dari aktiva dengan kualitas diragukan setelah dikurangi nilai agunan.
4) 100 % dari aktiva dengan kualitas macet setelah dikurangi nilai agunan.
Untuk mengetahui rasio resiko kredit dari aspek keuangan digunakan Credit Risk Ratio (CRR). Untuk
mengetahui CRR perlu diketahui terlebih dulu Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dan
total pembiayaan dalam 2 tahun terakhir pada tabel 6 :
Tabel 6
PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dan Total Pembiayaan
Tahun 2008-2009
Tahun 2008
Tahun 2009
PPAP
Rp. 0
Rp. 0
Total Pembiayaan
Rp.7.414.757
Rp. 10.326.374
Sumber: data PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro diolah
Dikarenakan tidak pernah terjadi pembiayaan bermasalah pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP
Bojonegoro, maka tidak ada Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP).
Tahun 2008
CRR = (bad debs : total loans) x 100 %
= (Rp. 0 : Rp. 7.414.757) x 100 %
=0%
Jadi rasio resiko kredit bank adalah 0 %
Tahun 2009
CRR = (bad debs : total loans) x 100 %
= (Rp. 0 : Rp. 10.326.374) x 100 %
=0%
Jadi rasio resiko kredit bank adalah 0 %
CRR PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro pada tahun 2008 dan tahun 2009
sebesar 0 % karena tidak ada Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Hal ini
menunjukkan bahwa PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dapat mengelola pembiayaannya
dengan baik karena semakin rendah CRR suatu bank maka akan semakin baik.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
16
c.
Asset Utilization (AU)
Asset Utilization merupakan kemampuan manajemen bank didalam mengelola assetnya
untuk menghasilkan pendapatan operasional maupun pendapatan non operasionalnya.
Tahun 2008
AU 
Pendapatan Operasional  Pendapatan Non Operasional
 100%
Total Asset

Rp.1.079.546  Rp.5.595
 100%
Rp.9.554.967
= 30,21 %
Jadi kemampuan manajemen bank dalam mengelola assetnya untuk menghasilkan
pendapatan operasional maupun pendapatan non operasionalnya adalah 30,21 %.
Tahun 2009
Pendapatan Operasional  Pendapatan Non Operasional
AU 
 100%
Total Asset

Rp.1.487.194  Rp.1.116
 100%
Rp.12.885.391
= 11,55 %
Jadi kemampuan manajemen bank dalam mengelola assetnya untuk menghasilkan
pendapatan operasional maupun pendapatan non operasionalnya adalah 11,55 %.
Pada tahun 2008AU PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro sebesar 30,21 %
dan tahun 2008 sebesar 11,55 % sehingga mengalami penurunan sebesar -18,66 %. Hal ini
menunjukkan bahwa PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro tidak dapat mengelola assetnya
dengan baik karena semakin rendah AU suatu bank maka akan semakin tidak baik.
Berikut disajikan pertumbuhan rasio keuangan perbankan dalam 2 tahun terakhir
Tabel 7
PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro
Persentase Pertumbuhan Rasio Keuangan Perbankan
Per 31 Desember Tahun 2008-2009
NO
Rasio
1
ROA pada
Murabahah
2
ROA total pada PT.
Bank Syariah
Mandiri
3
4
LDR pada
Murabahah
LDR total pada
pembiayaan PT.
Bank Syariah
Mandiri
Nilai (%)
Tahun
2006
9,78
Nilai (%)
Tahun 2007
Pertumbuhan
(%)
9,29
(0,49)
1,31 %
0,32
43,84
40,20
(- 3,64)
77,60
80,14
2,54
0,99 %
5
CRR
0
0
0
6
AU
30,21
11,55
(-18,66)
Sumber: data PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro diolah
Dilihat dari persentase pertumbuhan rasio keuangan perbankan, kinerja pembiayaan Murabahah
dalam meningkatkan profitabilitas PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dari tahun 2008 ke tahun
2009 mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari penurunan ROA sebesar 0,49 % dan LDR yang terlalu
rendah yaitu kurang dari 85 % karena menurut ketentuan BI batas aman untuk LDR adalah antara 85 %
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
17
sampai 110 %. LDR yang rendah menunjukkan tingkat likuiditasnya tinggi. Sedangkan kinerja PT. Bank
Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dalam meningkatkan profitabilitas secara total mengalami peningkatan,
yang dapat dilihat dari kenaikan pertumbuhan pada ROA dan LDR. persentase CRR adalah 0%, yang berarti
tidak ada resiko dalam pembiayaan. Hal ini menunjukkan rentabilitas bank semakin baik. Meskipun
demikian, perlu untuk lebih berhati-hati dengan kondisi LDR-nya, karena LDR PT. Bank Syariah Mandiri
KCP Bojonegoro mengalami pertumbuhan yang terlalu rendah jauh dibawah batas aman BI. LDR yang
terlalu rendah menunjukkan tingkat likuiditasnya tinggi yang dapat berpotensi mempengaruhi kinerja bank
J. Kesimpulan
1. Pembiayaan Murabahah pada tahun 2008 mencapai Rp. 4.188.687 dan pada tahun 2009 mencapai Rp.
5.180.333, sehingga pembiayaan Murabahah mengalami kenaikan pertumbuhan sebesar Rp. 991.646 atau
sebesar 23,69 %. bila dibandingkan dengan pembiayaan Murabahah, maka pembiayaan Mudharabah
masih sangat rendah, dengan perbandingan 75,48 % untuk pembiayaan Murabahah dan 20,17 % untuk
pembiayaan Mudharabah pada tahun 2009. Sedangkan pada tahun 2009 perbandingannya adalah 64,17 %
untuk pembiayaan Murabahah dan 28,98 % untuk pembiayaan Mudharabah. Tingginya pembiayaan
Murabahah ini disebabkan banyaknya masyarakat golongan menengah kebawah atau yang kurang
mampu, lebih memilih memanfaatkan pembiayaan
2. Pembiayaan Murabahah pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp. 4.188.687 menghasilkan marjin sebesar Rp.
934.420 dan pada tahun 2009 dengan pembiayaan Murabahah sebesar Rp. 5.180.333 telah menghasilkan
marjin sebesar Rp. 1.197.274 sehingga mengalami kenaikan marjin sebesar Rp. 262.854 atau sebesar
28,13 %. Kenaikan tersebut disebabkan sistem perhitungan yang proporsional (flat) berjalan dengan baik,
dimana dalam perhitungan ini jumlah angsuran harga pokok dan marjin keuntungan dibayar secara tetap
setiap bulan dari satu periode ke periode selanjutnya.
3. kinerja pembiayaan Murabahah dalam meningkatkan profitabilitas PT. Bank Syariah Mandiri KCP
Bojonegoro dari tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari penurunan
ROA sebesar 0,49 % dan LDR yang terlalu rendah yaitu kurang dari 85 % karena menurut ketentuan BI
batas aman untuk LDR adalah antara 85 % sampai 110 %. LDR yang rendah menunjukkan tingkat
likuiditasnya tinggi. Sedangkan kinerja PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dalam meningkatkan
profitabilitas secara total mengalami peningkatan, yang dapat dilihat dari kenaikan pertumbuhan pada
ROA dan LDR. persentase CRR adalah 0%, yang berarti tidak ada resiko dalam pembiayaan. Hal ini
menunjukkan rentabilitas bank semakin baik. Meskipun demikian, pdengan kondisi LDR-nya, karena
LDR PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro mengalami pertumbuhan yang terlalu rendah jauh
dibawah batas aman BI. LDR yanerlu untuk lebih berhati-hati g terlalu rendah menunjukkan tingkat
likuiditasnya tinggi yang dapat berpotensi mempengaruhi kinerja bank.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 1992, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Jakarta.
, 1998, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992, Jakarta.
, 2003, Peraturan Bank Indonesia, Nomor 5/7/2003, Tentang Kualitas Aktiva Produktif Bagi
Bank Syariah, Jakarta.
, 2004, Al-Qur’an dan Terjemahannya, CV. Penerbit Diponegoro, Bandung.
, 2005, Indonesia Certificate in Banking Risk Regulation, Work Book Level 1, Jakarta,
GARP dan BSMR.
Adiwarman Karim, 2004, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Dahlan Siamat, 2002, Manajemen Lembaga Keuangan, Intermedia, Jakarta.
Helfert, A Erich, 1997, Teknik Analisis Keuangan Petunjuk Praktis Untuk Mengelola dan Mengukur
Kinerja Perusahaan, Erlangga, Jakarta.
Imam Rusyamsi, 1996, Asset Leability Manajement Strategi Pengelolaan Aktiva dan Pasiva Bank, UPP
AMP YKPN, Yogyakarta.
Kasmir, 1998, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Kuncoro Hadi, 2005, Interal Credit sebagai Early Warning System dari Default Pembiayaan (On line),
(http://www.irpaweb.com, diakses 16 Februari 2006).
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
18
LukmanSyamsudin, 2001, Manajemen Keuangan Perusahaan : Konsep Aplikasi Dalam Perencanaan,
Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Maleong Lexy J, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung.
Muhamad, 2003, Manajemen Bank Syariah, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Muhammad Syafi’i Antonio, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Gema Insani Pers, Jakarta.
Siswanto Sutojo, 19977, Menangani Kredit Bermasalah Konsep Teknik dan Kasus, PT Pustaka Binanian
Pressindo, Jakarta.
S, Munawir, 1993, Analisa Laporan Keuangan, Liberty, Yogyakarta.
Suad Husnan, 2001, Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, UPP AMP YKPN,
Yogyakarta.
Suharsimi Arikunto, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendidikan dan Praktek, PT Rineka Cipta, Jakarta.
Teguh Pudjo Muljono, 1996, Bank Budgeting Profit Planning and Control : Buku Petunjuk Tentang
Penyusunan Anggaran Bank Terutama Dalam Rangka Perencanaan Laba Serta
Pengendaliannya, BPFE, Yogyakarta.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
19
PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK DENGAN METODE DIRECT COSTING
Nurul Badriyah,SE.,MPd)*
Dosen unisla
ABSTRAK
Direct costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya
produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi. Manfaat informasi harga pokok produksi
massa bagi manajemen menurut Mulyadi (2007:65) adalah : Menentukan harga jual produk, memantau realisasi
biaya produksi, Menghitung laba atau ruperiodik, Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk
dalam proses yang disajikan dalam neraca. Penetapan harga pokok produksi sangat penting maka dalam
penentuan harus diusahakan seteliti-telitinya. Karena kesalahan perhitungan harga pokok dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan tentang harga jual dari produk yang dihasilkan, tinggi rendahnya harga pokok produksi
akan berpengaruh pada harga yang dibayarkan pada konsumen atas barang yang diterimannya semakin tinggi
harga pokok suatu barang akan semakin tinggi pula harga jual produk.
Kata kunci : Metode Direct costing, penentuan harga jual, produk
Setiap perusahaan yang akan didirikan pasti mempunyai tujuan, dalam hal ini terdapat dua tujuan utama
perusahaan yaitu: keuntungan (profit) dan maksimalisasi kemakmuran (wealth).Kegiatan yang dilakukan melalui
langkah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan. Hal-hal yang harus
diperhatikan sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan antara lain meliputi kegiatan produksi dan memasarkan
hasil produksi tersebut. Kegiatan dalam proses produksi harus memperhatikan cara-cara yang tepat, sehingga
terjadi efisiensi biaya produksi untuk mencapai keuntungan yang optimal. Biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan harus diklasifikasikan secara tepat sehingga penentuan harga pokok produksi sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Apabila penetapan harga pokok produksi terlalu tinggi maka mengakibatkan harga jual barang akan
tinggi, dan apabila penetapan harga pokok produksi terlalu rendah akan mengakibatkan kerugian bagi
perusahaan sendiri, karena laba yang dinikmati terlalu kecil atau terjadi penurunan keuntungan perusahaan.
Keputusan penetapan harga jual dianggap merupakan suatu keputusan tunggal harus diambil seorang
pemimpin, alasannya penentuan harga bukan hanya keputusan pemasaran atau finansial. Keputusan penentuan
harga jual adalah keputusan yang menyangkut seluruh aspek aktivitas perusahaan dan akibatnya pada
perusahaan.
Bila penentuan harga jual tidak sesuai dengan harga pokok produksinya, maka terjadi adalah tidak
adanya keseimbangan antara harga pokok produksi dan harga pokok penjualannya. Sehingga mengakibatkan
tidak menentunya pendapatan dalam perusahaan. Maka sebab itulah penetapan harga pokok produksi harus
disesuaikan dengan harga jual produk.
Pengertian Biaya
Menurut Mulyadi (2007:8) biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis, yang diukur dalam satuan
uang, yang telah terjadi atau yang memungkinkan akan terjadi untuk tujuan tertentu.
Menurut Usry (1994:25) biaya adalah nilai tukar prasyarat, pengorbanan yang dilakukan guna
memperoleh manfaat.
Sedangkan menurut Hansen (1999:40) biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan
untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa yang akan datang
bagi organisasi.
Klasifikasi Biaya
Menurut Mulyadi (2007:13) biaya dapat digolongkan menjadi:
1) Penggolongan biaya berdasarkan obyek pengeluaran
Dalam cara penggolongan ini, nama obyek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya
2) Penggolongan biaya berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan
 Biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi bahan jadi yang
siap dijual. Menurut obyek pengeluarannya, secara garis besar biaya produksi ini dibagi menjadi biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
20
 Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk,
contoh: biaya iklan, biaya promosi, biaya angkut dari gudang perusahaan ke gudang pembelian.
 Biaya administrasi dan umum adalah biaya-biaya untuk mengkoordinasi kegiatan produksi dan
pemasaran produk. contoh: biaya gaji karyawan bagian keuangan, akuntansi, personalia dan bagian
hubungan masyarakat.
3)

Penggolongan biaya berdasarkan hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai
biaya langsung adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu
yang dibiayai. Menurut Mulyadi (2007:14)

Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai.
Biaya tidak langsung dalam hubunganya dengan produk disebut dengan istilah biaya produksi tidak
langsung atau biaya overhead pabrik (factory overhead cost).
4) Penggolongan biaya menurut perilakunya dalam hubungan dengan perubahan volume aktivitas
 Biaya variabel adalah biaya-biaya yang secara total selalu mengalami perubahan,dimana perubahan
itu searah dan sebanding dengan perubahan tingkat kegiatan. Meliputi: Biaya bahan baku langsung
dan biaya tenega kerja langsung.

Biaya semivariabel adalah biaya-biaya yang tidak bersifat tetap, tetapi tidak pula bersifat
variabel.Biaya ini mengalami perubahan,tetapi tidak sebanding dengan perubahan tingkat kegiatan
yang meliputi: biaya bahan baku tidak langsung,biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya
pemeliharaan dan biaya peralatan.

Biaya semifixed adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan
jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu.

Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar volume kegiatan tertentu yang
meliputi: gaji direktur produksi, pajak kekayaan dan asuransi.
5) Penggolongan biaya berdasarkan jangka waktu manfaatnya
Pengertian Biaya Produksi
menurut Munandar (1997:25) biaya produksi dibagi kedalam 3 hal:
 biaya bahan mentah adalah biaya yang terdiri dari semua bahan yang dikerjakan dalam proses produksi
untuk diubah menjadi barang jadi

upah tenaga kerja adalah upah yang dibayarkan untuk tenga krja yang secara langsung
memproses barang mentah mnejadi barang jadi.

biaya pabrik tidak langsung adalah semua biaya yang terdapat serta terjadi dalam
lingkungan pabrik tetapi tidak secara langsung berhubungan dengan proses produksi.
Harga Pokok Produksi
Menurut Mulyadi (2007:18) pengertian harga pokok produksi adalah sebagian dari seluruh biaya yang
dibebankan atau dikeluarkan oleh perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan atau laba yang diharapkan.
Harga pokok produksi mencerminkan total biaya barang yang diselesaikan selama periode berjalan, biaya
yang hanya dibebankan ke barang yang diselesaikan adalah biaya manufaktur, biaya bahan langsung dan
overhead (Hansen, 1999:49).
Fungsi Perhitungan Harga Pokok Produksi
manfaat informasi harga pokok produksi massa bagi manajemen menurut Mulyadi (2007:65) adalah:

Menentukan harga jual produk
 memantau realisasi biaya produksi
 Menghitung laba atau ruperiodik

Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca
Variabel Costing/Direct Costing
Variabel costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan
biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
21
Harga pokok produk menurut metode ini terdiri dari :
1)
2)
3)
4)
Biaya bahan baku
Biaya tenaga kerja langsung
Biaya overhead variabel pabrik
Harga pokok produk
xx
xx
xx
xx
Dalam metode ini biaya overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai periode cost dan bukan sebagai
unsur harga pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam priode
terjadinya.
Metode variabel costing ini dikenal dengan nama direct costing. Istilah direct costing sebenarnya sama
sekali tidak berhubungan dengan istilah direct cost (biaya langsung). Pengertian langsung dan tidak langsungnya
suatu biaya tergantung erat tidaknya hubungan biaya dengan obyek penentuan biaya, misalnya: produk, proses,
departemen, dan pusat biaya yang lain.
Proses Pengumpulan Biaya Produksi
Dalam variabel costing dengan metode harga pokok proses, harga pokok produk persatuan dihitung
setiap akhir periode, misalnya setiap akhir bulan, dengan cara membagi total biaya produksi variabel selama satu
bulan dengan total ekuivalensi produksi selama periode yang sama. Dengan demikian biaya overhead pabrik
variabel tidak dibebankan kepada produk berdasarkan tarif yang ditentukan di muka, namun dibebankan kepada
produk menurut biaya yang sesungguhnya terjadi dalam periode tertentu.
Karena variabel costing dengan metode harga pokok proses menghendaki biaya overhead pabrik
dibebankan kepada produk menurut biaya overhead pabrik variabel yang sesungguhnya terjadi selama periode
akutansi tertentu, tidak sebesar tarif yang ditentukan di muka seperti halnya dengan metode harga pokok
pesanan, maka akutansi biaya produksi dilakukan sebagai berikut:
a. Biaya produksi variabel, seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, dicatat langsung pada
saat terjadinya dengan mendebit rekening barang dalam proses yang bersangkutan.
b. Biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi dicatat dengan pertama kali mendebit rekening biaya
overhead pabrik Sesungguhnya. Pada akhir bulan, biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi, yang
didebitkan ke dalam rekening biaya overhead Pabrik Sesungguhnya, dianalisis untuk menentukan biaya
overhead pabrik variabel dan biaya overhead pabrik tetap. Teknik analisis yang digunakan dapat berupa
analisis statistik (analisis regresi) atau analisis yang lebih sederhana (misalnya metode titik tertinggi dan
terendah). Hasil analisis terhadap rekening biaya overhead pabrik sesungguhnya tersebut digunakan untuk
membuat jurnal berikut ini:
Biaya Overhead Pabrik Variabel Sesungguhnya
Biaya Overhead Pabrik Tetap Sesungguhnya
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya
xx
xx
xx
c. Biaya overhead pabrik variabel dibebankan kepada produk berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi
dalam periode akutansi tertentu dengan jurnal:
Barang dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik
Biaya Overhead Pabrik Variabel
xx
xx
d. Biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum juga perlu dipisahkan menurut perilaku biaya tersebut
dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum
sesungguhnya terjadi pertama kali dicatat ke dalam rekening kontrol biaya pemasaran atau biaya administrasi
dan umum. Pada akhir bulan, biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum yang didebitkan ke dalam
rekening biaya pemasaran atau biaya administrasi dan umum dianalisis untuk menentukan biaya yang
berperilaku variabel dan biaya yang berperilaku tetap. Teknik analisis yang digunakan dapat berupa analisis
statistik (analisis regresi) atau analisis yang lebih sederhana, misalnya metode titik tertinggi dan terendah.
Hasil analisis terhadap rekening biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum tersebut digunakan untuk
membuat jurnal berikut ini:
Biaya Pemasaran Variabel
Biaya Pemasaran Tetap
xx
xx
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
22
Biaya Pemasaran
Biaya Administrasi dan Umum Variabel
Biaya Administrasi dan Umum Tetap
Biaya Administrasi dan Umum
xx
xx
xx
xx
Akuntansi biaya produksi dan biaya nonproduksi dalam metode variabel costing dibagi menjadi tahap
berikut ini:
1) Pencatatan Pemakaian Bahan Baku dan Bahan Penolong
Pemakaian bahan baku selama periode tertentu tersebut jurnal sebagai berikut:
Barang dalam Proses-Biaya Bahan Baku Departemen 1
Persediaan Bahan Baku
xx
xx
2) Pencatatan Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja di departemen produksi dalam periode tertentu dijurnal sebagai berikut:
Barang dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja-Departemen 1
Barang dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja-Departemen 1
Gaji dan Upah
xx
xx
xx
3) Pencatatan Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya
Biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi dalam periode tertentu dicatat oleh PT X dengan jurnal
sebagai berikut:
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Departemen 1
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Departemen 2
Berbagai Rekening yang Dikredit
xx
xx
xx
Pembagian biaya overhead pabrik menurut perilakunya dicatat dengan jurnal sebagai berikut:
Barang dalam ProsesBiaya Overhead Pabrik Variabel
Biaya Overhead Pabrik Tetap
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya
xx
xx
xx
4) Pencatatan Harga Pokok Produk dalam Proses Departemen Pertama Pada Akhir Periode
Harga pokok persediaan produk dalam proses di Departemen 1
Persediaan Produk dalam Proses
Barang dalam Proses-Biaya Bahan Baku
Barang dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja
Barang dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik Variabel
xx
xx
xx
xx
5) Pencatatan Harga Pokok Produk Jadi yang Ditransfer ke Gudang
Harga pokok produk jadi yang ditransfer ke gudang dalam periode waktu tertentu sebagai berikut:
Persediaan Produk Jadi
Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku
Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja
Barang Proses-Biaya Overhead Pabrik Variabel
xx
xx
xx
xx
6. Pencatatan Harga Pokok Produk dalam Proses di Departemen Setelah Pertama Pada Akhir Periode
Harga pokok persediaan produk dalam proses di Departemen 2 pada akhir bulan dicatat sebagai berikut:
Persediaan Produk dalam Proses
Barang dalam Proses-Biaya Bahan Baku
Barang dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja
xx
xx
xx
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
23
BarangdalamProses-Biaya Overhead Pabrik Variabel
xx
7). Pencatatan Penjualan Produk
Hasil penjualan produk selama periode waktu tertentu dicatat sebagai berikut:
Piutang
Hasil penjualan
xx
xx
Harga pokok produk yang dijual dalam periode waktu tertentu dicatat sebagai berikut:
Harga Pokok Penjualan
Persediaan Produk Jadi
xx
xx
8). Pencatatan Biaya Komersial
Biaya nonproduksi yang terjadi dalam periode tertentu dicatat dengan jurnal sebagai berikut:
Biaya Pemasaran
Biaya Administrasi dan Umum
Berbagai Rekening yang Dikredit
xx
xx
xx
Menentukan Harga Jual Produk
a. Memantau Realisasi Biaya Produksi
Jika rencana produksi untuk jangka waktu tertentu tidak diputuskan untuk dilaksanakan, manajemen
memerlukan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan didalam pelaksanaan rencana
produksi tersebut. Oleh karena itu, akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan informasi biaya
produksi apakah proses produksi mengkonsumsi total biaya produksi sesuai dengan yang diperhitungkan
sebelumnya. Pengumpulan biaya produksi untuk jangka waktu tertentu tersebut dilakukan dengan
menggunakan metode harga pokok proses.
b. Menghitung Laba atau Rugi Bruto Periode Tertentu
Untuk mengetahui apakah kegiatan produksi dan pemasaran perusahaan dalam periode waktu
tertentu mampu menghasilkan laba bruto atau mengakibatkan rugi bruto, manajemen memerlukan informasi
biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk memproduksi produk dalam periode tertentu. Informasi laba
atau rugi bruto periodik diperlukan untuk mengetahui kontribusi produk dalam menutup biaya non produksi
dan menghasilkan laba atau rugi. Oleh karena itu, metode harga pokok dalam proses digunakan oleh
manajemen untuk mengumpulkan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan untuk periode
tertentu guna menghasilkan informasi laba atau rugi bruto tiap periode.
c. Menentukan Harga Pokok Persediaan Produk Jadi dan Produk Dalam Proses Yang Disajikan Dalam
Neraca
Metode harga pokok pesanan digunakan oleh manajemen untuk mengumpulkan informasi biaya
produksi yang sesungguhnya dikeluarkan untuk tiap pesanan guna menghasilkan informasi labar atau rugi
bruto tiap pesanan. Pada saat Manajemen dituntut untuk membuat pertanggungjawaban keuangan periodik,
manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba. Di dalam neraca,
manajemen harus menyajikan harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok produk yang pada
tanggal neraca masih dalam proses. Untuk tujuan tersebut, manajemen perlu menyelenggarakan catatan biaya
produksi tiap periode. Berdasarkan catatan biaya produksi tiap periode tersebut manajemen dapat
menentukan biaya produksi yang melekat pada produk jadi yang belum laku dijual pada tanggal neraca.
Pengertian Harga Jual
Harga jual adalah jumlah moneter yang dibebankan oleh suatu unit usaha kepada pembeli atau
pelanggan atas barang atau jasa yang dijual atau diserahkan dalam satuan uang (Sulastiningsih, 1999: 82).
Pada umumnya penentuan harga jual merupakan salah satu keputusan yang sangat penting bagi sebuah
perusahaan.
Menurut Sugiri (2004:16) harga jual merupakan salah satu keputusan manajemen, hidup atau matinya
perusahaan dalam jangka panjang bergantung pada keputusan ini. Dalam jangka panjang, harga jual harus cukup
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
24
untuk menutup seluruh biaya dan laba normal, agar perusahaan dapat bertahan. Jika biaya dan laba yang
diinginkan tidak dapat ditutup oleh harga jual, maka investor akan mencari peluang yang lebih menguntungkan.
Tujuan Penetapan Harga
1) Dalam laba maksimum
Dalam praktek terjadinya harga memang ditentukan oleh penjual dan pembeli. Makin besarnya daya
beli konsumen semakin besar pula kemungkinan bagi penjual menpunyai harapan untuk mendapatkan
keuntungan maksimal sesuai dengan kondisi yang ada.
2) Mendapatkan pengendalian investasi yang ditargetkan atau pengembalian pada penjualan bersih
Harga yang dapat dicapai dalam penjualan dimaksudkan pula untuk menutup investasi secara
berangsur-angsur. Dana yang dipakai untuk mengembalikan investasi hanya bisa diambil dari perusahaan,
dan laba hanya bisa diperoleh bilamana harga jual lebih besar dari jumlah seluruhnya.
3) Mencegah atau mengurangi saingan
Tujuan mencegah atau mengurangi saingan dapat dilakukan melalui kebijakan harga. Hal ini dapat diketahui
bilamana penjual menawarkan barang dengan harga yang sama. Oleh karena itu persaingan hanya dapat
dilakukan tanpa melalui kebijakan harga.
4) Mempertahankan atau memperbaiki market share (pangsa pasar)
Memperbaiki market share hany mungkin dilakukan bilamana kemampuan dan kapasitas produk perusahaan
masih cukup longgar, disamping juga kemampuan dibidang lain seperti pemasaran keuangan dan
sebagainya.
Penentuan Harga Jual Suatu Produk
Menurut Mas’ud (1995:113) Adalah Sebagai Berikut:
1) Gross marjin pricing
Dalam penentuan harga jual berupa gross marjin pricing, pada umumnya sangat tepat digunakan oleh
perusahaan yang beroperasi di bidang perdagangan dimana jenis perusahaan ini tidak membuat sendiri
produk yang dijual sehingga banyak aktiva tetap yang digunakan. Caranya dengan menentukan prosentase
tertentu diatas harga (cost) produk yang dibeli. Presentasi ini disebut “mark on prosentase” atau “mark up”
prosentase ini meliputi bagian untuk menutup biaya operasi dan bagian menentukan laba yang diinginkan.
Prosentase mark up besarnya berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya.
Perusahaan yang mempunyai resiko besar akan menentukan prosentase mark up ini lebih besar dibandingkan
dengan perusahaan yang resikonya tidak begitu besar. Sebagai contoh perusahaan fashion yang menjual
pakaian-pakaian mode mark up nya relatif besar dari pada perusahaan yang tidak dipengaruhi mode dalam
menjual produknya.
Penentuan harga jual dengan metode ini yaitu dengan menentukan cost barang yang dijual ditambah
mark up yang diinginkan, dirumuskan sebagai berikut:
Harga jual =
Cost Produk + ( % Mark up x Dasar
penentuan
2) Direct cost pricing
Mark up )
Metode ini dikenal dengan nama “marginal income pricing“ karena hanya memperhitungkan biaya
berhubungan dengan volume atau penjualan sehingga menghasilkan marginal income. Marginal income berapa
yang dikehendaki oleh perusahaan, hal ini sebagai dasar penentuan harga jual, dirumuskan :
Harga Jual
=
Biaya variabel + Biaya lain-lain
+ ( % Laba yang diinginkan x
3) Full cost pricing
Penentuan harga
jual dengan metode ini hampir sama dengan metode direct cost pricing.
Dasar penentuan laba )
Perbedaannya terletak pada dasar pembebanan costnya. Kalau dalam “direct cost pricing” hanya biaya-biaya
variabel saja sedang dalam metode ini semua jenis biaya dipakai sebagai dasar untuk harga jual. Jadi metode
ini memasukkan semua biaya untuk membuat produk ditambah prosentase yang diinginkan untuk menutup
biaya operasi dan laba yang diinginkan, dirumuskan sebagai berikut :
Harga Jual
=
Biaya produksi total +
Margin ( Biaya produksi
total ) + Biaya operasi
4) Time and material pricing
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
25
Dalam metode ini tarif tertentu ditentukan dari upah langsung dan tarif lainnya dari bahan baku masingmasing. Tarif ini dijadikan satu ditambah jumlah tertentu dari biaya tenaga kerja ini merupakan jumlah dari :
a) Upah langsung dari premi-premi pada karyawan
b) Bagian yang layak dan berhubungan dengan upah tenaga kerja
c) Bagian untuk laba
Yang dimaksud “material” adalah semua beban yang dimasukkan dalam faktur pembelian material
yang digunakan untuk job atau pekerjaan tertentu ditambah pemakaian material. Beban-beban material ini
biasanya ditentukan dengan prosentase dari harga pokok material.
5) Capital employed pricing cost
Metode ini prosedurnya dengan menentukan prosentase mark up tertentu dari kapital yang dianggap
mempunyai peranan dalam memproduksi barang atau produk. Harga jual ini dirumuskan sebagai berikut :
Harga Jual
=
Total Cost + (% dari capital employed)
Volume penjualan dalam unit
Atau menggunakan rumus sebagai berikut :
Harga Jual
=
Total Cost  (% x aktiva tetap )
Volume p enjualan dalam unit
1 - % x aktiva tetap
Peranan Penetapan Harga Pokok Produksi Untuk Menetapkan Harga Jual Produk
penetapan harga pokok produksi sangat penting maka dalam penentuan harus diusahakan setelititelitinya. Karena kesalahan perhitungan harga pokok dapat mempengaruhi pengambilan keputusan tentang
harga jual dari produk yang dihasilkan, tinggi rendahnya harga pokok produksi akan berpengaruh pada harga
yang dibayarkan pada konsumen atas barang yang diterimannya
Dengan demikian semakin tinggi harga pokok suatu barang akan semakin tinggi pula harga jualnya.
Setiap konsumen pada umumnya memberi harga jual terendah dari barang sejenis meskipun kualitas produk
suatu perusahaan lebih tinggi, maka konsumen akan membeli produk dari perusahaan yang lebih rendah dari
harga jualnya. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa harga pokok yang terlalu tinggi akan
mempersulit perusahaan.
Jika pendekatan variabel costing digunakan dalam penentuan biaya produk, harga jual produk harus
dapat menutup taksiran biaya penuh, yang merupakan jumlah biaya variabel (biaya produksi dan biaya non
produksi) biaya tetap (biaya produksi tetap dan biaya non produksi tetap) sebesar yang akan dikeluarkan,
ditambah dengan laba wajar. (Mulyadi, 2001: 79)
Adapun pendekatan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Penentuan Harga Pokok Produksi Dengan Metode Direct Costing
Metode direct costing: penentuan harga produksi yang hanya membebankan biaya produksi variabel saja ke
dalam harga pokok produksi.
Metode direct costing terdiri dari:
Biaya bahan baku
Biaya tenaga kerja langsung
Biaya overhead pabrik variabel
Harga pokok produk
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
2. Penentuan Harga Jual Dengan Menggunakan Metode Direct Costing
(Biaya produksi variabel + biaya lain variabel) + (laba yang diinginkan)
Biaya bahan baku
Biaya tenaga kerja langsung
Biaya overhead pabrik variabel
Jumlah biaya variabel
Mark up
Harga jual produk
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Rp. xxx
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
26
Pengertian mark up disini adalah: laba yang dikehendaki + biaya administrasi dan umum.
Prosentase mark up disini dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Laba yang dikehendaki + biaya pemasaran + biaya administrasi dan umum.
DAFTAR RUJUKAN
Carter, William K., and Milton F. Usry. 2006. Akuntansi Biaya. Buku 1. Edisi 13. Krista, Penerjemah. Jakarta:
Salemba Empat.
Halim, Abdul. 1999. Dasar-dasar Akuntansi Biaya. Edisi 4. Yogyakarta: BPFE.
Hansen, Don R., and Maryanne M. Mowen. 1999. Akuntansi Manajemen. Jilid 1. Edisi 4. Jakarta: Erlangga.
Hartanto. 1992. Akuntansi Biaya Untuk Perhitungan Harga Pokok Produk. Yogyakarta: BPFE.
Mas’ud, Machfoed. 1995. Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: STIE Widya Wiwaha
Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen. Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.
Mulyadi. 2007. Akuntansi Biaya. Edisi 5. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN.
Munandar. 1997. Budgeting. Edisi I. Yogyakarta: BPFE.
Sulastiningsih. 1999. Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN.
Sugiri, Slamet, dan Sulastiningsih. 2004. Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN.
Supriyono, R.A. 1999. Akuntansi Biaya. Buku 1. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE.
Usry, Milton F. 1994. Akuntansi Biaya Penentuan Harga Pokok Produk. Jakarta: Salemba Empat.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
27
Perencanaan Laba dan Pengendalian Produksi
Dengan Analisa Break Event Point (BEP)
Titin ,SE, MM)
DOSEN UNISLA
ABTRAKSI
Analisa Break Event Point ( BEP ) bertujuan untuk mengetahui apakah BEP dapat memberikan pengaruh pada
perencanaan laba dan pengendalian laba. Perencanaan laba dihitung berdasarkan laporan rugi laba dan
laporan penjualan, sedangkan laporan rugi laba dan laporan penjualan dapat diketahui berdasarkan besarnya
pengendalian laba pada perusahaan. Berdasarkan disini bertujuan untuk memprogram pelaksaanaan untuk
tujuan jangka pendek untuk memberikan pedoman pada aktifitas dimasa yang akan datang. Adanya
perencanaan yang baik akan memudahkan tugas menajemen dan kegiatan perusahaan dapat diarahkan untuk
mencapai tujuan yang telah direncanakan dan akan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan
pengendalian terhadap kegiatan perusahaan sedangkan pengendalian adalah perbandingan berlanjut akan
pelaksanaan sebenarnya (aktual) degan budget yang telah disisipkan melalui fungsi perencanaan sedangkan
budget menetapkan standart pelaksanaan.
Kata kunci : perencanaan laba, pendalian produksi, analisa break eventpoint.
Pengaruh krisis moneter yang besar dirasakan oleh beberapa pelaku bisnis yang mengakibatkan
perusahaan - perusahaan harus dapat mempertahankan usahanya secara efektif dan efisien. Dampak krisis
ekonomi juga berpengaruh terhadap naiknya harga bahan – bahan kebutuhan pokok, sehingga pelaku bisnis
berupaya keras agar tetap dapat mempertahankan usahanya.
Untuk mempertahankan kelangsungan usaha tidaklah mudah apalagi dalam keadaan perekonomian saat
ini diperlukan usaha yang keras untuk mencapai hasil yang maksimal. Pihak manajemen sangat diperlukan
kemampuannya untuk menyusun suatu rencana yang matang. Hal ini membutuhkan berbagai kebijaksanaan dan
strategi yang tepat sehingga dapat mewujudkan tujuan yang yang telah ditetapkan.
Adanya perencanaan yang baik akan memudahkan tugas menajemen dan kegiatan perusahaan dapat
diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan dan akan dapat digunakan sebagai dasar untuk
melakukan pengendalian terhadap kegiatan perusahaan sedangkan pengendalian adalah perbandingan berlanjut
akan pelaksanaan sebenarnya (aktual) degan budget yang telah disisipkan melalui fungsi perencanaan sedangkan
budget menetapkan standart pelaksanaan.
Analisis BEP dipelukan untuk mengetahui hubungan antara volume produksi, volume penjualan, harga
jual, biaya produksi, biaya lainnya baik yang bersifat tetap maupun variabel dan laba atau rugi.
Pengertian Perencanaan
Menurut Wilson dan Campbell ( 1991 : 125 ), Perencanaan adalah perumusan tujuan dan juga program
pelaksanaan untuk tujuan jangka pendek untuk memberikan pedoman pada aktifitas dimasa yang akan datang.
Adanya perencanaan yang baik akan memudahkan tugas manajemen, dan kegiatan perusahaan dapat diarahkan
untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan dan akan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan
pengendalian terhadap kegiatan perusahaan.
Menurut T. Hani Handoko ( 1994 : 78 ), Perencanaan adalah suatu proses yang tidak berakhir bila
rencana tersebut telah ditetapkan, rencana harus diimplementasikan.
Menurut Sumarni ( 1998 : 142 ), Perencanaan adalah menentukan jumlah dan jenis produk yang akan
dibuat agar tetap dalam hal kualitas, manfaat dan kuantitasnya agar dapat dicapai keuntungan yang maksimal.
Tujuan Perencanaan ( Objective of Planing )
Tujuan perencanaan menurut H. Malayu S.P. Hasibuan ( 2001 : 95 ) adalah sebagai berikut :
1) Untuk menentukan tujuan, kebijakan-kebijakan, prosedur, dan program serta memberikan pedoman cara-cara
pelaksanaan yang efektif dalam mencapai tujuan.
2) Untuk menjadikan tindakan ekonomis, karena semua potensi yang dimiliki terarah dengan baik kepada
tujuan.
3) Untuk memperkecil resiko yang dihadapi pada masa yang akan datang.
4) Untuk menyebabkan kegiatan agar dilakukan secara teratur dan bertujuan.
5) Untuk memberikan gambaran yang jelas dan lengkap tentang seluruh pekerjaan.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
28
6)
7)
8)
9)
Untuk membantu penggunaaan suatu alat pengukuran hasil kerja.
Untuk menjadikan suatu landasan untuk pengendalian.
Untuk membantu peningkatan daya guna dan hasil guna organisasi.
Untuk menghindari mismanagemen dan penempatan karyawan.
Jenis-jenis Perencanaan
Menurut H. Malayu S. P. Hasibuan ( 2001 : 96 – 102 ) jenis – jenis perencanaan adalah sebagai berikut :
1) Tujuan / objective
Yaitu pusat perhatian, sampai sejauh mana bidang - bidang atau pusat perhatian itu dapat direalisasikan pada
waktu tertentu ditentukan oleh perkiraan dan hasil yang hendak dicapai.
2) Kebijaksanaan / policy
Yaitu suatu jenis rencana yang memberikan bimbingan berfikir dan arah dalam pengambilan keputusan.
Karena dengan kebijakanaan ini, maka rencana akan semakin baik dan menjuruskan daya fikir dari
pengambil keputusan kearah tujuan yang diinginkan.
3) Prosedur
Yaitu suatu rangkaian tugas yang mewujudkan urutan waktu dan rangkaian itu harus dilaksanakan.
4) Rule
Yaitu suatu rencana tentang peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dan harus ditaati. Rule kadang-kadang
ditimbulkan oleh prosedur, tetapi keadaanya tidak sama. Perbedaannya terletak dalam hal bahwa rule tidak
menurut “urutan” tindakan dan waktu pelakasanaan pekerjaan.
5) Program
Yaitu suatu rencana yang pada dasarnya telah menggambarkan rencana yang kongrit. Karena dalam program
sudah tercantum, baik sasaran, kebijaksanaan, prosedur, waktu maupun anggaran.
6) Budget / anggaran
Yaitu suatu rencana yang menggambarkan penerimaan dan pengeluaran yang akan dilakukan pada setiap
bidang. Dalam anggaran ini hendaknya tercantum besarnya biaya dan hasil yang akan diperoleh.
7) Metode
Yaitu sebagai hasil cara pelaksanaan suatu tugas dengan suatu pertimbangan yang memadai menyangkut
tujuan, fasilitas yang tersedia dan jumlah penggunaan waktu, uang, dan usaha.
8) Strategi
Yaitu penentuan cara yang harus dilakukan agar memungkinkan memperoleh hasil yang optimal, efektif, .dan
dalam jangka waktu yang relatif singkat serta tepat menuju tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Manfaat Perencanaan
Menurut T. Hani Handoko ( 1994 : 81 ), antara lain :
1) Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan.
2) Membantu dalam kristalisasi persesuaian pada masalah-masalah utama.
3) Memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas.
4) Membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat.
5) Memberikan cara pemberian pemeritah untuk beroperasi.
6) Memudahkan dalam melakukan koordinasi diantara berbagai bagian organisasi.
7) Membuat tujuan khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami.
8) Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti.
9) Menghemat waktu, usaha dan dana.
Perencanaan Laba
Menurut Mulyadi ( 2001 : 226 ), Perencanaan Laba adalah merencanakan masa depan perusahaan
dengan satu dasar alternatif dan perumusan kebijakan dalam penyusunan anggaran yang harus dipertimbangkan
dampaknya terhadap laba perusahaan.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
29
Laba dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu :
1) Volume produk yang terjual.
2) Harga jual produk.
3) Biaya.
Biaya mempengaruhi harga jual untuk mencapai laba yang dikehendaki, harga jual mempengaruhi
volume penjualan, sedangkan volume penjualan langsung mempengaruhi volume produksi dan volume produksi
mempengaruhi biaya. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Dalam laporan laba-rugi yang disusun menurut metode variabel costing, perusahan dapat memperoleh
berbagai parameter sebagai berikut:
1)
1)
2)
3)
4)
Impas ( Break-event ).
Margin of Safety.
Shut-down Point.
Degree of operating leverage.
Laba kontribusi per Unit.
Laporan Rugi Laba
Menurut Schmidgall, Hayes, dan Ninemeier (2002, p. 80), “Income Statement also nown as a profit and
loss statement, this final output from the accounting cycle reports on the restaurant’s profitability, including
details regarding revenues earned and expenses incurred during a given period of time.” Yang artinya, Income
Statement juga dikenal sebagai laporan laba dan rugi, ini merupakan hasil akhir dari alur laporan akuntansi pada
perhitungan keuntungan, meliputi pendapatan dan biaya-biaya yang disajikan secara detail selama periode waktu
yang diberikan. Yang di sebut Neraca Keuangan (Balance Sheet),
Pengertian Pengendalian
Pengendalian merupakan aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengetahui sejauh mana
aktivitas operasional perusahaan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan semula. Jika terdapat penyimpangan penyimpangan yang mungkin timbul serta menyimpang dari perencanaan, maka fungsi pengendalian membantu
untuk mengatasi penyimpangan yang terjadi.
Pengendalian adalah untuk menjamin terciptanya kinerja yang efisien, memungkinkan tercapainya
tujuan tersebut. Kegiatan tersebut mencakup penetapan tujuan dan standar, membandingkan kinerja yang diukur
dengan tujuan dan standar yang telah ditetapkan, menekankan pencapaian sukses dan upaya untuk memperbaiki
kesalahan Welsch et al (115). Supriyanto (1994) menambahkan bahwa pengendalian (controlling) adalah proses
untuk menjamin bahwa pelaksanaan kerja yang efisien akan dapat mencapai tujuan perusahaan yang telah
ditetapkan.
Sedangkan menurut Glenn A. Welsch W. Hilton Poul N. Gordon( 1995 : 05 ), pengendalian adalah
proses untuk memastikan tindakan yang efesien untuk mencapai organisasi yang mencakup :
1. Penetapan sasaran dan standar
2. Membandingkan keberhasilan dengan sasaran dan standar
3. Mendorong keberhasilan dan memperbaiki kekurangan
Jadi dari beberapa definisi yang ada di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengendalian adalah suatu
proses control usaha sistematis perusahaan untuk memastikan rencana dan tindakan yang efisien dalam mencapai
suatu tujuan perusahaan.\
Tujuan Pengendalian
Dasar dari setiap tindakan adalah tujuan. Tujuan merupakan proses akhir dari terciptanya sesuatu yang
diinginkan. Seperti yang diungkapkan oleh soekarno ( 1986 ) menyebutkan tujuan pengendalian, yaitu :
1. Untuk mengetahui apakah sesuatu berjalanan dengan rencana yang ditetapkan.
2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan intruksi serta asas-asas yang telah
ditetapkan.
3. Untuk mengetahui kesulitan, kelemahan, serta kekurangan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan
pekerjaan.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
30
4. Untuk mengetahui segala sesuatu apakah berjalan secara efisien.
5. Untuk mngetahui jalan keluar bila ternyata dijumpai kesulitan, kelemahan, atau kegagalan kearah perbaikan.
Jenis – jenis Pengendalian
Pengendalian merupakan fungsi kelima dan terakhir dalam proses manajemen sama dengan
perencanaan, pengendalian juga dilakukan secara berkelanjutan. Oleh karena itu ada proses pengendalian yang
harus dilakukan dalam suatu organisasi. Pengendalian dapat didefinisikan suatu proses penguji dan mengevaluasi
untuk kerja sebenarnya setiap komponen organisasi suatu perusahaan, mengambil tindakan perbaikan kalau
diperlukan untuk memastikan pencapaian tujuan, sasaran, kebijaksanaan dan standard yang telah ditetapkan
secara efisien. Perencanaan menetapkan sasaran, tujuan, kebijaksanaan dan standard yang dipergunakan oleh
suatu perusahaan.
Pengendalian dilakukan dengan menggunakan evaluasi pribadi, laporan untuk kerja bekal, dan laporan
khusus
Pandangan lain mengatakan jenis Pengendalian sebagai berikut :
1. Pengendalian pendahuluan
Dipergunakan sebelum melakukan tindakan untuk memastikan bahwa sumber daya karyawan disisipkan dan
siap untuk memulai kegiatan.
2. Pengendalian keselarasan
Memantau dengan menggunakan pengamatan pribadi dan laporan atas kegiatan yang sedang berlangsung
untuk memastikan bahwa sasaran dapat dicapai, kebijaksanaan dan prosedur di patuhi selama melakukan
kegiatan.
3. Pengendalian umpan balik
Tindakan setelah kejadian ( pra perencanaan ) yang memusatkan perhatian pada hasil masa lalu untuk
mengendalikan kegiatan dimasa datang. ( Glenn A. Welsch Ronald W. Hilton Poul N. Gordon, 1995 : 16 )
Produksi
Menurut Sofyan Assauri ( 1999 : 75 ), Produksi diartikan suatu cara atau metode dan teknik untuk
menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber - sumber ( tenaga
kerja, mesin, bahan-bahan dan dana) yang ada.
Seperti yang diketahui bahwa metode dan teknik menghasilkan produk cukup banyak, tetapi secara
ekstrim dapat dijadikan menjadi dua yaitu:
1) Proses produksi secara terus menerus ( Continuous Process)
Perusahan ini beropersi secara terus menerus untuk memenuhi permintaan pasar selama permintaan akan
barang hasil produksi masih diperlukan konsumen.
2) Proses produksi terputus-putus ( Intermitten Process )
Perusahan ini akan berproduksi bila barang tersebut ada yang memesannya dan barang yang diproduksi
hanya sesuai dengan prmintaan pemesanan.
Hubungan antara Perencanaan dan Pengendalian
Perencanaan merupakan proses dalam pengambilan keputusan serta pelaksana tindakan secara terinci
yang ditujukan untuk mencapi tujuan perusahaan sedangkan pengendalian adalah tindakan yang dapat diterapkan
untuk menjamin tindakan yang dapat diterapkan untuk menjamin tindakan sesuai dengan rencana.
Stoner ( 1990 ) berpendapat bahwa pengendalian tidak akan terjadi bila tidak ada rencana, dan suatu
rencana mempunyai kemungkinan kecil untuk berhasil bila tidak dilakukan beberapa upaya untuk kemajuan
yang telah dicapai.
Hubungan antara perencanaan dan pengendalian yang berjalan beriringan akan menciptakan kondisi
yang dinamis dalam setiap kegiatan, perusahaan untuk mencapai target perusahaan yaitu tercapainya tujuan
secara optimal. Keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya sangat dipengaruhi dari perencanaan dan
pengendalian yang baik dalam perencanaan.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
31
Analisa Break-Event Point ( BEP )
Istilah Break-Event Point dipakai bilamana suatu perusahaan hanya menutup biaya produksi dan biaya
usaha yang diperlukan dalam menjalankan kegiatan. Dengan demikian pengertian Break-Event adalah suatu
keadaan dimana penghasilan dari penjualan hanya cukup untuk menutup biaya, baik yang bersifat variabel
maupun yang bersifat tetap. Dengan kata lain keadaan Break-Event menunjukan jumlah laba sama dengan nol
atau bahwa penghasilan total sama dengan biaya total.
Menurut M. Muslich ( 2003 : 66 ), Break Event Point adalah analisis yang menunjukkan hubungan
antara investasi dan volume produksi atau penjualan untuk mendapatkan suatu tingkat profitabilitas.
Menurut Andri Apriyono ( 20 february 2009 ), Break Event Point adalah suatu keadaan dimana dalam
suatu operasi perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi/ impas ( penghasilan = total biaya ).
Menurut Mulyadi ( 2001 : 232 ), Break Event Point adalah keadan suatu usaha yang tidak meperoleh
laba dan tidak menderita kerugian.
Menurut Bambang Riyanto ( 1992 : 76 ), Break Event Point adalah suatu teknik analisa untuk
mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan.
Menurut Adisaputro ( Anggaran Perusahaan, hal 93-94 ), Break Event Point adalah analisis yang
mampu menunjukan bagaimana jumlah keuntungan yang diperoleh akan berubah bilamana terjadi perubahan
pada salah satu atau lebih dari faktor berikut ini :
1. Harga jumlah produk : naik turunya harga jual akan berpengaruh terhadap penghasilan dan penjualan.
2. Jumlah unit yang terjual : juga perubahan dari jumlah unit terjual akan secara langsung mempengaruhi
penghasilan penjualan.
3. Biaya produksi dan atau biaya usaha : yang terakhir ini akan mempengaruhi biaya keseluruhan yang harus
diperhitungkan terhadap hasil penjualan.
Oleh karena laba adalah selisih antara penghasilan penjualan dengan keseluruhan biaya, maka
perubahan dari penghasilan atau biaya dengan sendirinya akan mempengaruhi laba yang diperoleh. Oleh karena
itu analisis Break-Event sering juga disebut sebagai analisa Cost-Volume-Profit ( Analisi CVP ).
Gambar 1
Kurva BEP
RP
BEP
s
Daerah laba
Biaya Variabel
Total
Biaya Semi
Variabel
Daerah Rugi
R2
R1
0
P1
P2
P3
P4
Garis Produksi / penjualan.
Volume
Penjualan
Keterangan :
OP
: Garis Produksi/ Penjualan (dalam unit)
OS
: Garis Penjualan (dalam rupiah)
OR
: Biaya
Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Laba dibagi menjadi 3, yaitu :
 Perubahan Volume produksi / Penjualan
 Perubahan harga Jual
Perubahan Biaya
Perubahan Volume Produksi.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
32
Asumsi - Asumsi Dasar Dalam Menggunakan Analisis Break-Event Point
( BEP )
Untuk dapat melakukan analisis Break-Event Point ( BEP ) atau titik impas dalam pengelolaan suatu
usaha jasa restoran dan bar, dalam hal ini bistro dan lounge perlu dipenuhi asumsi – asumsi dasarnya, karena
tanpa terpenuhi asumsi dasar tersebut maka tidak akan dapat dilakukan suatu dasar analisisnya. Adapun asumsi –
asumsi yang harus terpenuhi menurut Soekrisno, ( Manjemen Food and beverage service hotel, hal 172 173,2001 ) didalam menganailisis biaya volume laba adalah sebagai berikut :
1. Biaya didalam usaha bisnis dibagi atau dapat dipisahkan mana yang bersifat variabel ( variabel Cost ) dan
mana yang bersifat tetap ( Fixed cost ). Biaya – biaya yang bersifat meragukan, yaitu semivariabel harus
ditegaskan kelompoknya sehingga akhirnya hanya ada 2 kelompok biaya saja, yakni biaya tetap dan biaya
variabel
2. Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah – ubah secara proporsioanal dengan volume penjualan. Ini
berarti bahwa biaya perunitnya atau perpelangganya adalah tetap sama.
3. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan volume penjualan. Ini berarti
bahwa biaya tetap perunitnya atau perpelangganya berubah – ubah karena adanya perubahan volume
kegiatan atau penjualan.
4. Harga jual perunit tidak berubah selama periode yang dianalisis, jika dalam usaha menaikan volume
penjualan dilakukan penurunan harga jual atau dengan memberikan potongan harga, maka hal ini
mempengaruhi hubungan biaya, volume dan laba.
5. Usaha bisnis tertentu hanya memproduksi atau menjual satu macam produk saja, apabila diproduksi lebih
dari satu macam produk, pertimbangan penghasilan penjualan antara masing – masing produk atau sales mix
nya adalah tetap konstan.
6. Situasi ekonomi dan keadaan lain harus tetap dalam kondisi stabil. Pada masa inflasi tinggi sangat susah
untuk meramalkan penjualan atau harga jual untuk masa mendatang dan akan sangat beresiko untuk
menggunakan analisa BEP untuk pengambilan keputusan kedepan.
7. Bahwa analisa BEP hanya digunakan sebagai panduan untuk pengambilan keputusan pendekatan matematis
atau pendekatan grafis mungkin mengidikasikan suatu kepastian, tetapi ada hal lain yang perlu diperhatikan
seperti hubungan antara karyawan, niat baik pelanggan, keadaan sosial atau lingkungan, yang menjadi
kontradiksi dalam perhitungan analisa BEP.
Klasifikasi Biaya
Untuk menentukan BEP atau biasa kita sebut titik impas, biaya-biaya yang terjadi selama periode
tertentu harus diklasifikasikan ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Pada umumnya perilaku biaya diartikan
sebagai hubungan antara total biaya dengan perubahan volume kegiatan berdasarkan perilakunya dalam
hubungan dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu :
1. Biaya Tetap
adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran perubahan volume kegiatan tertentu tetapi biaya
perunit berubah dengan adanya perubahan volume kegiatan.
2. Biaya Variabel
adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahaan volume kegiatan sedangkan biaya
variabel perunitnya konstan ( tetap ) dengan adanya perubahaan volume.
3. Biaya Semi Variabel
adalah biaya yang memiliki elemen tetap dan variabel didalamnya.
Sifat biaya semi variabel memilki karakteristik seperti dibawah ini :
a.
b.
Total berubah mengikuti perubahan volume, tetapi perubahannya tidak proposional.
Perunitnya juga berubah, tetapi terbalik dengan perubahaan volume, dan tidak sebanding.
Pemisahaan biaya semi variabel / campuran
adalah pemisahan biaya campuran ini diperlukan dalam rangka penggunaannya sebagai perencanaan,
pengendalian dan sebagai informasi pengambilan keputusan.
Beberapa jenis biaya tertentu yang sifatnya campuran sulit untuk ditentukan dengan pasti,berapa bagian
yang bersifat variabel dan beberapa bagian yang bersifat tetap. Oleh karena pentingnya perencanaan dan
pengendaliaan, biaya campuran harus dipisahkan menjadi biaya variabel dan biaya tetap.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
33
Beberapa teknik untuk memisahkan biaya campuran menurut Sugiri, ( Akuntansi Manajemen hal 44-51
), antara lain :
1) Metode diagram pancar
2) Metode titik tertinggi dan rendah
3) Metode regresi linear
Ketiga teknik ini mendasarkan pada pengumpulan data historis yang menunjukan besarnya biaya
campuran / semi variabel dimasa lalu berbagai tingkat kegiatan.
Untuk menentukan perencanaan laba dan pengendaliaan produksi dengan menggunakan metode analisa
break event point dengan rumus yang dilakukan oleh Drs. R. A. Supriyono ( Akuntansi Manajemen 1, halaman
516-519 ) dapat dilakukan sebagai berikut :
1) BEP Dalam Unit
A
X =
A
=
P – B
CM per Unit
Ket :
X = Volume Penjualan
P = Harga Jual Per unit
A = Biaya Variabel dan Biaya Tetap
B = Biaya Variabel Per unit
2) BEP Dalam Rupiah
A
PX =
=
B
1- P
A
CM Ratio
b. Sedangkan Perhitungan laba yang direncanakan, Untuk menghitung perencanaan laba dapat
digunakan rumus sebagai berikut :
1) Perencanaan Laba Dalam Unit
A + I
X =
P – B
Ket :
X =
A =
P =
B =
I
=
A + I
=
CM per Unit
Volume Penjualan
Biaya Tetap
Harga Jual Per Unit
Biaya Variabel Per Unit
Laba yang Ditargetkan
2). Perencanaan Laba Dalam Rupiah
A + I
A + I
X =
=
B
CM per Unit
1–
P
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
34
Ket :
P = Harga Jual Per unit
X = Volume Penjualan
A = Biaya Variabel dan Biaya Tetap
B = Biaya Variabel Per unit
I = Laba yang ditargetkan
1 = Konstata
DAFTAR PUSTAKA
Adisaputra G-M Asri ( 2004 ), Anggaran Perusahaan, BPEE, Yogyakarta.
Ahyari Agus ( 1994 ), Manajemen Produksi, Edisi keempat, BPFE, Yogyakarta.
Apriyono,Andri ( 2009 ), WWW. Break Event Point.
Asri Adisaputro G-M, ( 2004 ), Anggaran Perusahaan, BPEE,Yogyakarta.
Gleen A Welsch-Ronald W. Hilton-Poul N. Gordon ( 1995 ),Budgeting, Edisis Kelima, Bumi Aksara, Jakarta.
H. Malayu. S.P. Hasibuan ( 2001 ), Pengantar Manajemen, Edisi revisi, PT Bumi Aksara.
Kamarudin, Ahmad, ( 2000 ), Akuntansi Manajemen, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Milton F. Usry Lawrence H. Hammer( 1995 ), Akuntansi Biaya, Edisi kesatu, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Multi Sumarni-Jhon Sueprihanto ( 1998 ), Pengantar Bisnis, Edisi Kelima, Liberty, Yogyakarta.
Mulyadi ( 2001 ), Akuntansi Manajemen, Edisi Ketiga, Penerbit Erlangga,Jakarta.
Muslich Mohamad, SE. M.BA, ( 2003 ), Manajemen Keuangan Modern, Penerbit Bumi Aksara , Jakarta.
Riyanto Bambang ( 1995 ), Dasar – Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Penerbit Gadja Mada,Yogyakarta.
Soekresno,( 2001 ), Manajemen Food and Beverage Service Hotel, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
T. Hani Handoko, ( 1994 ), Dasar-dasar Manajemen, Edisi kedua, cetakan ketujuh, BPFE, Yogyakarta.
Umar Husein ( 2003 ), Study Kelayakan Bisnis, Edisi Kedua, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
35
ANALISA PENGARUH SISTEM MANAJEMEN TQC TERHADAP
TINGKAT KERUSAKAN PRODUK
(STUDI KASUS PADA PT. SINAR KAYU ABADI SURABAYA)
Dr. imam Sutrisno)*
Dosen unisla
ABSTRAK
Pada hakekatnya suatu perusahaan didirikan untuk mencapai keuntungan yang optimal. Dengan
keuntungan yang diperolehnya itu perusahaan akan dapat mempertahankan usahanya, sehingga
kelangsungan hidup perusahaan akan terjamin. Oleh karna itu pelaksanaan pengawasan dan pengendalian
dalam perusahaan merupakan fungsi yang terakhir dalam akifitas perusahaan.
Berdasarkan uraan di atas maka Total Quality Control atau pengendalian mutu terpadu dilakukan dengan
jalan melaksanakan kegiatan pengawasan baik selama proses produksi atau pengawasan atas hasil barang
produksi. Oleh karna itu penulis mengangkat dalam penelitian ini adalah Adakah pengaruh antara system
pengendalian Total Quality Control terhadap tingkat kerusakan hasil produksi dan Apakah pelaksanaan
sistem pengendalian Total Quality Control dapat meminimalkan tingkat kerusakan produksi ,sehingga
penulis dapat menganalisa data dengan metode statistic.
Metode analisa data yang di pakai adalah Regresi sederhana dan koefisien koerelasi produk moment (r)
antara system manajemen TQC (X) dengan tingkat kerusakan produk (Y) selama 1tahun (bulan januari –
desember).Sedangkan uji t di gunakan untuk menguji hipotesa tentang nilai koefisien korelasi.
Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa Y=58,98 + 0,106X Artinya Apabila perusahaan tidak
melakukan kegiatan ( X = 0) maka tingkat kerusakan naik sebesar 58,98.,dan apabila Total Quality Control
ditambah/ dinaikan maka berpengaruh terhadap tingkat kerusakan sebesar 0,106. Dengan asumsi bahwa
(a=0) dan koefisien korelasi (r) = 0,61 sehingga R = 37,21 % dari data perhitungan diketahui t hitung > t
table yaitu 2,443 > 2,228 berarti system pengendalian total quality control berpengaruh terhadap tingkat
kerusakan produk yang rusak.
(Kata kunci :system manajemen, TQC, tingkat kerusakan, produk )
A. Latar Belakang
Pada hakekatnya suatu perusahaan didirikan untuk mencapai keuntungan yang optimal. Dengan
keuntungan yang diperolehnya itu perusahaan akan dapat mempertahankan usahanya, sehingga
kelangsungan hidup perusahaan akan terjamin.
Pelaksanaan pengawasan dalam perusahaan merupakan fungsi yang terakhir dalam akifitas perusahaan.
Seorang yang melakukan tugas pengawasan harus sungguh-sungguh mengerti tujuan dari tugas yang
dilaksanakan itu.
Total Quality Control atau pengendalian mutu terpadu dilakukan dengan jalan melaksanakan kegiatan
pengawasan baik selama proses produksi atau pengawasan atas hasil barang produksi. Maka pengawasan
telah ditetapkan pada perusahaan pengelola kayu PT. Sinar Kayu Abadi, mengingat produk perusahaan
merupakan produk pesanan yang mana secara tidak langsung baik buruknya membawa nama baik
perusahaan tersebut.
Dengan demikian penting sekali manajemen Total Quality Control diterapkan dalam perusahaan.
Usaha yang dilakukan merupakan produksi pesanan dimana produksi yang ditunjukkan untuk memenuhi
permintaan, terutama permintaan dari luar negeri.Selain itu pengawasan mutu (Quality Control) merupakan
spesifikasi produk yang telah ditetapkan sebagai standart yang tercermin dalam produk atau hasil akhir.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas, dapat di rumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Adakah pengaruh antara system manajemen Total Quality Control terhadap tingkat kerusakan hasil
produksi perusahaan pengelolaan kayu pada PT. Sinar Kayu Abadi, Surabaya?
2. Apakah pelaksanaan sistem manajemen Total Quality Control dapat meminimalkan tingkat kerusakan
produksi pada PT. Sinar Kayu Abadi, Surabaya ?
C. Tujuan Penelitian
3. Untuk mengetahui, apakah ada pengaruh Sistem manajemen Total Quality Control terhadap tingkat
kerusakan produk perusahaan pengolahan kayu pada PT. Sinar Kayu Abadi, Surabaya.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
36
4.
Untuk mengetahui, apakah pelaksanaan sistem manajemen Total Quality Control dapat meminimalkan
tingkat kerusakan produksi pada PT. Sinar Kayu Abadi, Surabaya.
D. Landasan Teori
1.
Pengertian Manajemen
Menurut Mary porker vollet , Manajemen adalah seni (kemampuan pribadi) dalam menyelesaikan
pekerjaan melalu orang lain.”
Sedangkan menurut Stoner , Manajemen adalh proses perencanaan, pengorganisasianm
pengarahan dan pengawasan usaha usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya
sumberdaya organisasi lainnya , agar mencapai tujuan oganisasi yang telah ditetapkan.
2.
Pengertian Pengendalian Mutu Terpadu (TQC)
Menurut Sofyan Assauri (1993 : 162), bahwa pengendalian mutu terpadu (TQC) adalah untuk
memastikan apakah kebijakan dalam hal standart mutu terpadu tercermin dalam hasil akhir.
Pengendalian Mutu Terpadu(TQC) menurut Suryadi Prawira Sentono (2002 : 71) “adalah kegiatan
terpadu mulai dari pengendalian standart mutu bahan, standart proses produksi, barang setengah
jadi, barang jadi,sampai standart pengiriman produk akhir konsumen, agar barang (jasa) yang
dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan”.
3.
Pengertian Produk Rusak (Spoiled Good)
Menurut pendapat Mari Mulyadi (1999 : 324) bahwa produk rusak adalah produk yang tidak
memenuhi standart mutu yang telah ditetapkan, yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi
produk yang baik.
Produk rusak berbeda dengan sisa bahan, Karena sisa bahan merupakan bahan yang mengalami
kerusakan dalam proses produksi yang telah menyerap biaya bahan, biaya tenaga kerja dan biaya
overhead pabrik.
4. Organisasi pengawasan mutu dalam fungsi suatu perusahaan
Pengawasan mutu merupakan fungsi yang terpenting dari suatu perusahaan. Oleh karena itu setiap
pabrik mempunyai pengawasan yang dilakukan oleh bagian pengawasan.
Setiap orang atau bagian yang berhubungan dengan kegiatan produksi mempunyai tanggung
jawab langsung atas pelaksanaan pekerjaan dan sesuainya barang hasil dengan spesifikasi yang telah
ditentukan.
Oleh karena itu tugas ini merupakan tugas yang beraneka ragam ini sangat sulit karena
menyangkut berbagai bidang, maka tanggung jawab pengawasan mutu ini begitu besar dan terletak
pada bagian manajer produksi.
Tugas-tugas dari organisasi pengawasan terhadap proses produksi ini adalah :
1) Pengawasan atas bahan-bahan yang rusak
2) Pengawasan atas kegiatan macam-macam tingkatan produksi
3) Pengawasan terhadap produksi akhir
4) Penyelidikan atas sebab-sebab kesalahan yang timbul
Adapun langkah-langkah pengawasan kualitas adalah sebagai berikut :
1) Pemilihan hal-hal yang penting, menentukan tingkat-tingkat dalam suatu proses, dimana harus
dilakukan cheeking. hal ini dilakukan dengan memperhatikan :
a) Tanggung jawab terhadap langganan, terutama dalam menyangkut nama baik perusahaan.
b) Sifat dari material dan reability supplier.
c) Kepentingan proses produksi itu sendiri stabilitas dan pentingnya untuk menjaga materialmaterial tetap berada dalam arus produksi.
2) Menentukan standart kualitas
Dalam hal ini harus ditetapkan dengan jelas macam kualitas yang akan diperlukan, banyaknya
jumlah yang harus dicapai.
Standart harus memenuhi :
a) Keinginan pembeli yang biasanya berhubungan dengan fungsi dari elastisitas hasil produksi
tersebut.
b) Kebutuhan teknik dan proses pekerjaan lebih lanjut.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
37
3) Pemeriksaan terhadap barang-barang yang sedang dikerjakan, pemeriksaan hendaknya dilakukan
setiap saat selama proses produksi berlangsung dan memperhatikan :
a) Hubungan antar biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menguji, serta akibat yang akan terjadi,
memberikan suatu pekerjaan yang salah, ditinjau dari hal menambah biaya proses lebih lanjut.
b) Akibat keterlambatan, bilamana hasil tes menunjukkan perlu diadakan tindakan koreksi.
4) Melaporkan hasil-hasil tersebut diatas
Hasil pengujian terutama langsng mengawasi jalannya pelasanaan produksi agar sebelum
terjadi pembuatan yang salah dapat diambil langkah tindakan. Oleh karena itu keterangan tentang
langkah-langkah tindakan koreksi yang perlu dilakukan harus jelas.
6.
5. Gugus Kendali Mutu
a. Pengertian gugus kendali mutu
Pendapat dari beberapa ahli mengenai gugus kendali mutu memberikan definisi yang
berbeda-beda akan tetapi pada prisipnya maksud dan tujuannya sama.
Menurut pendapat dari Rusli Syarif (1990 : 7) bahwa “gugus kendali mutu adalah suatu
kelompok kecil dari bidang pekerjaan yang sejenis dalam organisasi yang mengadakan pekerjaan
secara suka rela diluar jam kerja tertentu”.
Sedangkan menurut pendapat Kouru Ishikawa (1988 : 7), bahwa “gugus kendali mutu
adalah kelompok kerja yang secara suka rela mengadakan kegiatan pengendalian mutu ditempat
kerja mereka sendiri”.
Dari pendapat-pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
1) Gugus kendali mutu adalah pelaksanaan pengendalian mutu terpadu sebagai salah satu teknik
untuk meningkatkan mutu produk perusahaan.
2) Gugus kendali mutu adalah sekelompok kerja dalam unti yang sama dan bertemu secara
berkala dengan cara mengidentifikasikan, menganalisa dan mencari pemecahan masalah.
Dengan melalui gugus kendali mutu ini diharapkan mutu produksi yang dihasilkan dapat
ditingkatkan dan tingkat kerusakan dapat ditekan sekecil mungkin dan keadaan mutu produk dapat
diketahui sejak dini.
Ide dasar dilaksanakannya gugus kendali mutu perusahaan secara menyeluruh sebagai berikut :
1) Turut membantu perbaikan dan pengembangan perusahaan.
2) Menghargai kemanusiaan dan mengembangkan yang sesuai dan pantas.
3) Menggunakan kemampuan sepenuhnya dan bila perlu menggali kemampuan yang tak terbatas.
Ada 9 macam pedoman kegiatan dalam gugus kendali mutu :
1) Pengembangan diri
2) Kesukarelaan
3) Kegiatan kelompok
4) Partisipasi karyawan
5) Pemanfaatan teknik-teknik kendali mutu
6) Kegiatan yang berhubungan erat dengan tempat kerja
7) Vasilitas dan kesinambungan dalam kegiatan kendali mutu
8) Pengembangan bersama
9) Kesadaran akan pentingnya kendali mutu
b. Pelaksanaan Gugus Kendali Mutu
Mengingat masalah yang dihadapi setiap organisasi atau perusahaan berbeda maka jenis
ketertiban para karyawan setiap perusahaan atau orgaisasi juga akan berbeda-beda pula. Untuk
menghadapi hal yang demikian itu, maka setiap anggota organisasi atau perusahaan harus
dikembangkan rasa memiliki dan rasa ikut bangga pada perusahaannya.
Untuk mencapai tujuan diatas maka perlu dibentuk kelompok-kelompok atau gugus kendali
mutu disemua bagian dan semua bagian tingkat dalam organisasi.
.
Langkah-langkah Gugus Kendali Mutu dan Kegiatan Gugus Kendali Mutu
Langkah-langkah tugas gugus kendali mutu adalah sebagai berikut :
a. Mengumpulkan informasi
1) Menetapkan tolak ukur dan target hasil kerja
2) Mengukur dan mencatat hasil kerja untuk mendapatkan data-data yang akan digunakan sebagai
fakta
3) Mengolah data-data yang diperoleh unutk dijadikan bahan informasi
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
38
b.
c.
d.
Mengidentifikasi masalah
Dari informasi-informasi yang didapatkan akan diidentifikasikan masalah yang dihadapi
merupakan sumbang saran dari :
1) Anggota gugus kendali mutu sendiri
2) Manager atau atasan
3) Staf atau ahli
Pemilihan masalah
Pemilihan masalah dilakukan sendiri oleh gugus kendali mutu.
Analisa masalah dan rekomendasi penyelesaian
Analisa masalah dilakukan oleh anggota gugus kendali mutu dan bila diperlukan dapat meminta
bantuan ahli dalam bidang yang bersangkutan, yang diundang dalam pertemuan gugus kendali
mutu guna memberikan petunjuk dan pengarahan saja, sebab semua tanggung jawab tetap menjadi
beban gugus kendali mutu yang bersangkutan.
E. Kerangka Berpikir
Untuk memudahkan dan memahami dalam penelitian ini agar sesuai dengan kriteria yang sistematis dan
logis, maka diperlukan suatu kerangka konseptual yaitu membuat skema/ bagan yang menggambarkan alur
masalah.
Strategi
Perusahaan
Pendekatan
Total Quality
Control
(TQC) (X)
Tingkat
Kerusakan
Produk
(Y)
 Regresi Linier
 Korelasi
 Uji t
Keterangan :
Dengan menggunakan pendekatan Total Quality Control akan dapat mengendalikan tingkat kerusakan
produk.
F. Hipotesis
“ Di duga Sistem ManajemenTotal Quality Control berpengaruh terhadap tingkat kerusakan produk
pada PT. Sinar Kayu Abadi Surabaya”
G. Definisi Operasional Variabel
Variabel merupakan segala sesuatu yang menjadi obyek penelitian atau apa yang menjadi titik
pokok penelitian (suhartini,1992 : 91)
Menurut Sugiyono (2006 : 3), Variabel Bebas Adalah Variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain,
meliputi :
 Total Quality Contro,l sebagai varabel bebas (X)
Total Quality Control adalah suatu sistem yang efektif dengan cara mengikutsertakan seluruh jajaran
karyawan untuk secara aktif dan bertanggung jawab dalam pemeliharaan mutu dari berbagai produk yang
dihasilkan peerusahaan.
 Tingkat Kerusakan produk, sebagai varabel terikat (Y)
Tingkat kerusakan adalah mengetahui berapa produk yang mengalami kerusakan dengan didasarkan pada
ketentuan.
H. Metude Analisa Data
Analisa data yang di gunakan dalam penelitian kuantitaif ini yaitu :
1, Pearson Product Moment Correlation, yang ditunjukkan dengan rumus :
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
39
r
n. XY   X . Y
n. X 2   X  . n. Y 2   Y 
2
2
Keterangan :
r =
Koefisien korelasi
n =
Banyaknya tahun
X =
Jumlah Total Quality Control
Y =
Jumlah tingkat kerusakan produk
2.
Analisa Regresi Linier
Pada penelitian ini teknik analisa yang digunakan adalah regresi linier karena peneliti berasumsi
terdapat satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Dengan analisa ini diharapkan dapat
menjelaskan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian.
Rumus yang digunakan sebagai berikut :
Y = a + bx
Keterangan :
Y = Tingkat kerusakan
X = Pendekatan TQC
b = Koefisien regresi
a = Konstanta
b.
Uji t
Uji t digunakan untuk menguji tingkat signifikan pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat secara parsial (sendiri-sendiri) pada tingkat kepercayaan tertentu.
t 
n2
r
1 r2
Keterangan :
t = t hitung yang selanjutnya dikonsultasikan dengan t table
n = Banyaknya tahun
r = koefisien korelasi
Hi; Daerah penolakan
Hi : Daerah penolakan
Ho : daerah
penerimaan
- t table
t Tabel
Ho : 1  0 (tidak ada pengaruh variabel X atau pendekatan Total Quality Control terhadap variabel Y atau
tingkat kerusakan).
Hi : 1  0 (ada pengeruh variabel X atau sstem manajemen Total Quality Control terhadap variabel Y atau
tingkat kerusakan)
I .Hasil penelitian
Setelah penulisan mendapatkan data-data dari perusahaan mengenai data-data biaya Total Quality
Control, maka dapat diolah dan di analisa guna mengetahi seberapa besar pengaruh system pengendalian
Total Quality control terhadap tingkat kerusakan. Dari data diatas, kemudian dilakukan uji kebenarannya,
maka berikut ini ditetapkan langkah-langkah pengujian hipotesis sebagai berikut :
1. Analisa korelasi
n

xy


x
.

y
r

xy
2
2
2
2


n

x


x
.n

y


y
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
40
Dimana :
r = Koefesien Korelasi
n = Jumlah yang diteliti
x = jumlah total quality control
y = Jumlah tingkat kerusakan
Tabel 1
Pengaruh Total Quality Control dengan
Tingkat Kerusakan pada PT. Sinar Kayu Abadi Surabaya
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Jumlah
X
1.272
1.249
1.223
1.187
1.161
1.144
1.120
996
811
782
628
571
12.144
Y
225
197
202
191
197
121
183
86
173
156
144
120
1.995
n

xy


x
.

y
r

xy
2
2
2
2


n

x


x
.n

y


yrxy 
rxy 
rxy
Y2
50.625
38.809
40.804
36.481
38.809
14.641
33.489
7.396
29.929
24.336
20.736
14.400
350.455
XY
286.200
246.053
247.046
226.717
228.717
138.424
204.960
85.656
140.303
121.992
90.432
68.520
2.085.020
12(2.085.020) (12.144)(1.995)
12 (12.914.378)  12.144 . 12 (350.450)  1995
2
2
25.020.240  24.227.280
154.972.536  147.476.736 . 4.205.400  3.980.025
792.960
rxy 
rxy
X2
1.617.984
1.560.001
1.495.729
1.347.921
1.347.921
1.308.736
1.254.400
992.016
657.721
611.524
394.384
326.041
12.914.378
7.495.800 . 225.375
792.960

2.737,85 x 474,74
792.960

1.299.766,91
rxy  0,61
2. Analisa Regresi Linier
Analisa regresi linier digunakan untuk mengukur intensitas hubungan dua variabel dan membuat nilai Y
atas dasar nilai X dengan rumus :
Y=
b=
a + bx
n XY  ( X )( Y )
n(  X
2
)  ( X ) 2
b=
12 (2.085.020)  (12.144)(1.995)
12(12.914.536)  (12.144) 2
b=
25.020.240  24.227.280
154.972.536  147.476.736
b=
b=
a=
792.960
7.495.800
0,106
Y
 b X
n
=
1.995  (0,106)(12.144)
12
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
41
=
=
a=
1.995  (1.287,3)
12
707,7
12
58,98
Y = 58,98 + 0,106X
J. Pengujian Hipotesis
Hipotesis sebagai jawaban sementara atas permasalahan yang dihadapi Dengan Tingkat Signifikan
Uji dua arah = a/2 = 0,025 (2,5%) ,Df = N – K – 1 Df = 12 – 1 – 1 = 10
Di mana :
Ho : β = 0 ( tidak ada pengaruh variabel X atau sytem
manajemen Total Quality Control terhadap
variabel Y atau tingkat kerusakan)
Hi : β≠ 0 ( terdapat pengaruh variabel X atau sytem manajemen Total Quality control terhadap variabel
Y atau tingkat kerusakan)
Ttabel
=
2,228
t hitung 
r (n - 2)
t hitung 
0,61 (12 - 2)
t hitung 
t hitung 
1 r2
1  (0,61) 2
0,61 10
1  0,3721
0,61 x 3,16
0,6279
1,9276
t hitung 
0,7924
t hitung  2,433
Dari hasil diatas menunjukkan bahwa t hitung > t table yaitu 2,433 > 2,228 berarti variabel system
manajemen dengan menggunakan pendekatanTotal Quality Control dengan tingkat kerusakan produk
mempunyai pengaruh yang signifikan dimana Ho Ditolak dan Hi Diterima
K.
Kesimpulan
Dari hasil penelitiaan maka penulis menarik beberapa kesimpulan berdasarkan data – data pada
perusahaan pengolahan kayu PT SINAR KAYU ABADI –Surabaya yang telah diolah dari analisis sebelumnya
adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan analisa korelasi produk moment ada hubungan yang kuat antara systm manajemen TQC dengan
tingkat kerusakan produk dengan nilai r = 0,61 dan R = 37,21 % dari data perhitungan diketahui t hitung > t
table yaitu 2,443 > 2,228 , hal ini berarti system manajemen total quality control terhadap tingkat kerusakan
mempunyai pengaruh, dimana Ho diterima dan Hi ditolak.
2.Dari hasil analisa Regresi Linier Sederhana bahwa persamaan Y = a + b X , Y=58,98 + 0,106X
a =58,98 Artinya Apabila koperasi tidak melakukan kegiatan ( X = 0) maka tingkat kerusakan naik sebesar
58,98.
b= 0,106 Artinya.apabila Total Quality Control ditambah/dinaikaan maka berpengaruh terhadap tingkat
kerusakan sebesar 0,106. Dengan asumsi bahwa ( a = 0 ).
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
42
DAFTAR PUSTAKA
Iqbal hasan, 2004. Analisi Data Penelitian dan Statistik, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta
Kouru Ishikawa, 1990. Teknik Penentuan Pengendalian Mutu, Edisi 1, Penerbit Mediyatma sarana
Perkasa, Jakarta
Lalu Sumayang, 2003. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Penerbit Salemba Empat, Jakarta
Manulang M, 1981. Dasar-Dasar Manajemen Produksi, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta
Muhdarsah Sinungan, 1997. Pengendalian Mutu Terpadu, Edisi 11, Penerbit PPM, Jakarta
Mulyadi, 1999. Akuntansi Biaya, Edisi V, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta
Sofyan Assaury, 1993. Manajemen Produksi Dan Operasi, Edisi V, Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta
Sudjana, 1989. Metode Statistik, Edisi V, Penerbit Tarsito, Bandung
Suryadi Prawirosentono, 2002. Manajemen Mutu Terpadu, Penerbit Bumi Aksara,
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
43
LEASING SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PEMBELANJAAN
DALAM PENAMBAHAN SARANA ANGKUT
(studi kasus Perusahaan Tenun El Resas Lamongan)
Abid Muhtarom,SE)*
Dosen Unisla
ABTRAKSI
Persaingan yang semakin ketat ini perusahaan dituntut untuk lebih mengutamakan kepuasan pelayanan
bagi konsumen, dengan tidak mengabaikan tujuan perusahaan. Dengan semakin pesatnya pertumbuhan ekonomi
yang baik ditimbulkan oleh perusahaan yang berskala besar maupun yang berskala kecil sangatlah
membutuhkan adanya sumber pembelanjaan yang tepat agar menunjang kelancaran produksi.
Adapun masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah apakah dengan menggunakan leasing
merupakan alternatif sumber pembelanjaan terbaik dari pada membeli melalui kredit bank dalam penambhan
sarana angkut sedangkan tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah leasing merupakan alternatif sumber
pembelanjaan terbaik dari pada membeli melalui kredit bank dalam penambahan sarana angkut pada
perusahaan tenun. Sehubungan dengan masalah tersebut dan hipotesis penelitian ini adalah diduga dengan
menggunakan cara leasing ( sewa guna usaha) merupakan alternatif yang terbaik dan lebih efesien mendapat
sarana angkut dibandingkan dengan melalui kredit bank pada Perusahaan Tenun Elresa Lamongan.
Sejalan dengan masalah tersebut dan hipotesis, maka untuk menganalisa Leasing (X) terhadap sumber
pembelanjaan maka metode yang digunakan yaitu NPV,CF,IRR, hasil yang diperoleh adalah Dengan melakukan
perhitungan angsuran pembayaran antara kredit bank dan leasing menggunakan metode NVP perbandingan
antara kredit bank sebesar Rp. 838.235.963,2 sedangkan Leasing sebesar 795.501.506, maka usulan investasi
diterima dan layak. Perhitungan IRR kredit bank 74,48% sedangkan Leasing 72,01%, maka IRR diterima
karena IRR lebih besar dari Cost of Capital.
Dari perhitungan analisa diatas maka dapat disimpulkan bahwa pembiayaan melalui leasing lebih
efesien dibandingkan dengan pembiayaan melalui kredit bank untuk pembelanjaan sarana angkut pada
perusahaan Elresas.
Kata kunci : leasing, sumber pembelanjaan, penambahan sarana
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan dunia usaha di Indonesia pada dewasa ini tumbuh dengan pesatnya. Pertumbuhan
dan perkembangan ini meliputi segala bentuk badan usaha, baik yang bergerak di bidang industri, jasa,
perdagangan dan lainnya. Hal ini merupakan salah satu wujud nyata dari alam kebebasan atau kemerdekaan
yang diraih oleh para pendiri bangsa dengan pengorbanan baik harta, nyawa, dan lainnya.
Beberapa alternatif sumber pembelanjaan dalam penambahan sarana angkut yaitu menggunakan
dana yang dimiliki perusahaan itu sendiri, dana yang diperoleh melalui kredit bank, atau dengan sewa guna
usaha (leasing). Perusahaan harus mengambil suatu tindakan bijaksana dalam menetapkan alternatif yang
ada.
B. Perumusan Masalah
“Apakah dengan menggunakan leasing merupakan alternatif sumber pembelanjaan terbaik dari pada
membeli melalui kredit Bank dalam penambahan sarana angkut Perusahaan Tenun Elresas?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk mengetahui apakah leasing merupakan alternatif sumber pembelanjaan
terbaik dari pada membeli melalui kredit Bank dalam penambahan sarana angkut pada Perusahaan Tenun.
D.
Landasan teori
Pengertian Manajemen Pembelanjaan
Menurut Bambang Riyanto pengertian Pembelanjaan adalah sebagai berikut :
Pembelanjaan dalam arti sempit adalah aktivitas perusahaan yang hanya bersangkutan dengan
usaha mendapatkan dana saja yang sering dinamakan pembelanjaan pasif. Sedangkan arti pembelanjaan
secara luas yaitu meliputi semua aktivitas perusahaan yang bersangkutan dengan usaha mendapatkan
dana tersebut seefisien mungkin.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
44
Jenis-jenis Pembelanjaan Dalam Perusahaan
Ditinjau dari sudut pemberi dana manapun dari pihak penerima dana, masalah pembelanjaan dapat
dikatagorikan atas 2 jenis pembelanjaan, yakni :
a. Pembelanjaan Aktif
Pembelanjaan aktif adalah usaha menanamkan dana yang ada dalam perusahaan lain atau
menanamkan dalam usaha sendiri dengan memilih alternatif’ cara yang paling efisien dan
menguntungkan.
b. Pembelanjaan Pasif
Pembelanjaan pasif adalah usaha memperoleh dana dari berbagai sumber dana yang paling
menguntungkan.
Sumber Pembelanjaan perusahaan
Jika ditinjau dari sumber modal atau dana yang diperoleh perusahaan, maka sumber
pembelanjaan dapat dikategorikan atas :
1. Pembelanjaan yang bersumber dari dalam perusahaan
Pembelanjaan dari dalam perusahaan adalah bentuk pembelanjaan dimana pemenuhan kebutuhan
dana tidak diambil dari luar perusahaan, melainkan diambil dari dana yang dibentuk atau
dikategorikan atas :
a. Pembelanjaan intern (Interne finazierung)
Adalah bentuk pembelanjaan dengan menggunakan dana dari laba cadangan.
b. Pembelanjaan intensive (Intensive finazierung)
Pembelanjaan intensive adalah bentuk pembelanjaan dengan menggunakan dana dari
penyusutan aktiva tetap.
2. Pembelanjaan dari luar perusahaan (Aussenfina zierung)
Pembelanjaan dari luar perusahaan adalah bentuk pembelanjaan dimana pemenuhan kebutuhan
modal adalah diambil dari sumber-sumber modal di luar perusahaan.
Sumber-sumber modal diluar perusahaan dapat dibedakan menjadi 3 tipe pembelanjaan yaitu :
1) Hutang jangka pendek (short term debt) yang meliputi periode kurang dari satu tahun, dapat
berupa :
- Kredit dari penjual (trade credit)
Perusahaan dapat meminta kepada supplier untuk menjual barangnya dengan pembayaran
di belakang biasanya tidak perlu ada jaminan atas hutang dagang tersebut.
- Commercial paper
Biasanya tingkat bunga kurang dari “prima rate” yang diperhitungkan dalam bank.
- Bank
Untuk mendapatkan pinjaman dari Bank, perlu memiliki posisi keuangan yang lebih baik
dan modal yang cukup. Kredit dari bank dapat berupa fasilitas over draff dan lain-lain.
2) Hutang jangka menengah (intermediate term) yang meliputi jangka waktu antara l tahun
sampai dengan 5 tahun dapat berupa :
- Inventory financing
Inventory ini harus berupa barang yang mempunyai nilai pasar atau harus dapat
dipasarkan (marketable)
- Leasing
Leasing dapat berupa “Leasing Property” dengan membuat persetujuan menyangkut
purchase option dapat dilaksanakan dengan cara “Sates and lease back”, ataupun
“financial lease” dan “Operating lease”.
- Lembaga keuangan
Salah satu alternatif selain Bank, yang kadang kala menawarkan tingkat bunga yang relatif
lebih tinggi dan menghendaki jaminan yang cukup besar.
3) Hutang jangka panjang (long term) yang meliputi jangka waktu lebih dari 5 tahun dapat berupa
:
- Bonds
Merupakan kewajiban jangka panjang dan salah satu alternatif yang cukup menarik karena
stock deviden, bisa berupa pinjaman obligasi.
- Mortgages
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
45
-
Mempunyai tingkat bunga yang menguntungkan, skedul pembayarannya dalam waktu
yang cukup lama, dan selalu bersedia.
Kredit investasi kecil
Pinjaman Bank Berjangka
Menurut Karta Dinata, pinjaman melalui bank memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Si peminjam wajib membayar bunga.
b. Wajib membayar administrasi yang harus dikeluarkan untuk membuat perjanjian tersebut.
c. Selain itu bank juga memperhitungkan untuk jumlah kredit yang belum dipergunakan.
d. Suatu bentuk persyaratan lain yang mungkin diminta bank adalah yang disebut
Compensating Balance yaitu jumlah uang yang harus ada dalam rekening biro peminjam.
Pengertian Leasing
Leasing berasal dan bahasa Inggris “to lease“ yang berarti menyewakan, namun berbeda
dengan istilah rent/rental yang masing-masing mempunyai arti dan hakekat yang berlainan.
Definisi leasing menurut IAI dalam Pedoman SAK dituangkan dalam pasal Surat
Keputusan Bersama Tiga Menteri dengan No. Kep-122/MK/1974, No. 32/MSK/2/1974 dan No.
30/Kpb/I/1974 menyatakan bahwa
Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang modal
untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaranpembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (Pile) bagi perusahaan tersebut untuk
membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing
berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.
Adapun pihak yang bersangkut dalam perjanjian kontrak (lease) atau juga subyek
perjanjian lease, terdiri dan beberapa pihak yaitu :
1) Lessor
Adalah pihak yang menyewakan barang, dapat terdiri dari beberapa perusahaan.
2) Lessee
Adalah pihak yang menikmati barang tersebut dengan membayar sewa dan yang mempunyai
hak opsi.
3) Kreditur
Dalam transaksi leasing umumnya terdiri dari beberapa bank, insurance company, trust,
yayasan.
4) Supplier
Adalah penjual dan pemilik barang yang disewakan, dapat terdiri dari perusahaan yang berada
di dalam negeri atau yang mempunyai kantor pusat di luar negeri.
Jenis-jenis Leasing
Berdasarkan Pernyataan SAK Nomor 30 jenis-jenis leasing adalah :
1) Finance Lease (sewa guna usaha pembiayaan)
Dalam sewa guna usaha ini lessor adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal.
Lessee memilih barang modal yang dibutuhkan, dan atas nama perusahaan leasing melakukan
pemesanan. Pemeriksaan serta pemeliharaan barang modal yang menjadi obyek transaksi
lease. Selama masa lease, lessee melakukan pembayaran secara berkala dimana jumlah
seluruhnya ditambah pembayaran nilai sisa (kalau ada) akan mencakup pengembalian harga
perolehan barang modal yang dibiayai beserta bunganya yang merupakan pendapatan lessor.
2) Operating Lease (sewa menyewa biasa)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan
selanjutnva disewakan kepada penyewa guna usaha. Jumlah pembayaran sewa guna usaha
tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut
berikut bunganya.
3) Sales Type Lease (Sewa guna usaha penjualan)
Merupakan transaksi pembiayaan sewa guna usaha secara langsung (direct finance lease)
dimana jumlah transaksi termasuk laba yang diperhitungkan oleh pabrikan atau penyalur yang
juga merupakan perusahaan sewa guna usaha. Sewa guna usaha ini seringkali merupakan suatu
jalur pemasaran bagi produk perusahaan tertentu.
4) Levarage Lease
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
46
Transaksi sewa guna usaha ini melibatkan minimal tiga pihak yaitu penyewa guna usaha,
perusahaan sewa guna usaha dan kreditur jangka panjang yang membiayai bagian terbesar dari
transaksi ini. Biasanya metode ini dipergunakan untuk pembiayaan barang modal yang
nilainya sangat besar sehingga tidak mungkin dipikul sendiri oleh pihak lessor.
Mekanisme Leasing
Menurut Achmad Anwari prosedur dan mekanisme yang berkaitan dalam kontrak leasing,
secara garis besarnya dapat diuraikan sebagai
berikut :
1) Pemilihan barang modal oleh lessee
Lessee bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran
harga dan menunjuk supplier peralatan yang di maksud.
2) Permohonan lease
Setelah lessee mengisi formulir permohonan lease, menyerahkan kepada lessor disertai
dokumen pelengkap.
3) Evaluasi oleh lessor
Lessor mengevaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease
dengan syarat dan kondisi yang disetujui lease (lama kontrak pembayaran sewa lease), maka
kontrak lease dapat ditandatangani.
4) Penandatangan kontrak leasing
Pada saat yang sama, lessee dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang
dilease dengan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti yang tercantum dalam
kontrak utama.
5) Kontrak pembelian
Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan.
6) Penyerahan barang modal
Supplier dapat mengirim peralatan yang dilease ke lokasi untuk mempertahankan dan
memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian pelayanan
purna jual.
7) Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier.
8) Supplier menyerahkan surat tanda terima (yang diterima dari lessee). Bukti pemilikan dan
pemindahan pemilikan kepada lessor.
9) Pembayaran harga barang modal.
Lessor membayar harga peralatan yang di lease kepada supplier
10) Pembayaran sewa
Lessee membayar sewa secara periodik sesuai jadwal pembayaran yang telah ditentukan dalam
kontrak lease.
11) Lease dapat menggunakan hak opsi diakhir kontrak lease. Diakhir masa kontrak lessee
mempunyai hak untuk membeli barang modal tersebut atau tidak membelinya.
12) Pengembalian barang modal kepada lessor jika lessee tidak menggunakan haknya maka ia
harus mengembalikan barang modal tersebut. Kepada lessor dan berakhirlah kontrak leasing
tersebut
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, berikut ini disertakan
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
47
Gambar 2.1
Sumber : Ahmad Anwari (Leasing di Indonesia, 1987 : 50)
Cost of Capital / Biaya Modal
- Pengertian Cost of Capital
Menurut Drs. Agus Sartono pengertian Cost Of Capital (biaya modal) adalah :
Biaya yang harus dikeluarkan atau yang harus dibayar untuk mendapatkan modal baik yang
berasal dari utang, saham preferen, saham biasa maupun laba ditahan untuk membiayai investasi
perusahaan.
Menurut Bambang Riyanto, pengertian biaya modal adalah :
Biaya yang bersifat “Explicit” dari suatu sumber dana adalah sama dengan ”Discount Rate”
yang dapat menjadikan nilai sekarang dari dana netto yang diterima perusahaan dari suatu
sumber dana sama dengan nilai sekarang dari semua dana yang harus dibayarkan, karena
penggunaan dana tersebut beserta pelunasannya.
Cash Flows (arus kas)
Arus kas suatu perusahaan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
a. Initial cash flow atau arus kas permulaan
Adalah arus kas yang terjadi pada waktu investasi yang dilakukan (T=0). Arus kas ini biasanya
terdiri : harga beli suatu aktiva ditambah biaya transportasi dan pemasangan, perubahan pada net
working capital, dan lain-lain. Jumlah bersih semua item pada (T=0) merupakan pengeluaran
investasi dan bertanda negatif.
b. Operational cash flow atau arus kas operasi
Adalah arus kas yang dihasilkan dari operasi proyek. Mula-mula kita melihat efek baru terhadap
biaya dan penghasilan. Penghasilan incremental merupakan arus kas masuk, biaya incremental
merupakan kas keluar. Kemudian biaya-biaya depresiasi setiap tahun dihitung dan disesuaikan
dengan pajak yang bertanda positif.
c. Terminal cash flow atau arus kas terminal
Adalah arus kas yang terjadi pada akhir proyek misalnya :
1) Nilai sisa pada tahun terakhir, dampak pajak harus diperhitungkan.
2) Net working capital yang terjadi pada awal proyek harus dikembalikan (off set)
Penilaian Investasi
Dalam penilaian investasi ada beberapa metode yang dapat digunakan, tetapi penulis hanya
membatasi pada metode penilaian investasi Net Present Value Internal Rate of Return yang akan
dibahas sebagai berikut :
a. Net Present Value
Menurut metode ini, penerimaan kas (cash inflows) pada masa yang akan datang selama investasi
berlangsung, dihitung berdasarkan nilai sekarang. Penilaian atas usulan investasi nilai sekarang.
Penilaian atas usulan investasi berdasarkan metode ini adalah dengan cara membandingkan nilai
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
48
b.
sekarang atau nilai tunai dari penerimaan kas (cash inflows) dengan nilai sekarang dari pengeluaran
kas (cash outflows) selama investasi modal berlangsung. Kriteria penilaiannya adalah suatu usulan
investasi dinilai layak untuk dilaksanakan jika nilai sekarang aliran kas bersihnya positif.
Internal Rate of Return
Metode ini didefinisikan sebagai suku bunga yang akan menyamakan present value cash inflows
dengan present value cash outflows atau suatu tingkat diskonto yang menyamakan NPV = 0 r atau
IRR dapat dicari dengan bantuan tabel PVIF, untuk itu kita harus menggunakan teknik coba-coba
atau “Trial and Error”, dapat dilakukan dengan :
- Menghitung nilai sekarang arus kas dari suatu investasi, dengan menggunakan suku bunga
yang wajar kemudian membandingkan nilai sekarang yang didapat dengan biaya investasi, jika
nilai bersih yang didapat lebih besar dari biaya investasi, maka coba lagi dengan suku bunga
yang lebih tinggi dan seterusnya. Sebaliknya jika nilai sekarang dari arus kas lebih kecil dari
biaya investasi, maka menggunakan suku bunga yang lebih rendah.
E. Kerangka Berpikir
Alternatif Sumber
Pembelanjaan
Leasing
1.
Discounted Cash Flow
Methods
2. Metode leas square
F. Hipotesis
diduga dengan menggunakan cara leasing (sewa guna usaha) merupakan alternatif yang terbaik dan
lebih efisien mendapatkan sarana angkut dibandingkan dengan melalui kredit bank pada Perusahaan Tenun
Elresas Lamongan.
G. Operasional Variabel
Arikunto (1993) bahwa “Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian.”
Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yang terdiri dari :
1. Leasing / Sewa guna usaha
Cara pembiayaan yang digunakan untuk memperoleh sumber pembelanjaan dalam penambahan
sarana angkut tanpa harus membeli aktiva tersebut, dengan sistem sewa guna usaha. Pembiayaan
dilakukan dengan secara berkala sesuai dengan jangka waktu yang disepakati. Indikator yang
digunakan adalah Net Present Value aliran kas keluar yang dinyatakan dalam bentuk satuan rupiah.
2. Alternatif Sumber Pembelanjaan
Cara yang harus ditempuh oleh perusahaan dalam merencanakan dan penentuan sumber dana yang
akan digunakan dalam melaksanakan kegiatannya.
H. Metode Analisis Data
. Model analisis yang dipergunakan antara membeli yang dananya melalui kredit Bank atau
dengan cara leasing (menyewa) adalah Discounted Cash Flow Methods (dengan menggunakan
perbandingan Net Present Value)
1. Untuk menentukan nilai sekarang, bersih atas pembelian digunakan :
n
NPV
= - Ao +
At
 (1  r)
t 0
t
Dimana :
A0
= Initial investment
At
= Cash flow atau arus kas pada waktu t
r
= Biaya modal proyek (project cost of capital)
t
= Periode waktu
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
49
2.
3.
1.
n
= Usia proyek
Untuk menentukan besarnya arus kas setiap tahunnya dapat digunakan rumus sebagai berikut :
CF
= Angsuran – T (Bunga + DEP)
Dimana :
CF
= Perubahan cash flow
T
= Pajak
DEP = Depresiasi
Untuk menentukan besarnya Discount rate (IRR) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
n
At
NPV1
NPV =
= 0 atau IRR = IR2 x IR2 - IR1

t
NPV2  NPV1
t  0 (1  r )
Dimana :
r
= IRR atau Tingkat Diskonto
Sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan dimuka, maka :
- Kriteria penerimaan : NPV nol atau positif, yang berarti present value dari arus kas masuk sama
dengan atau lebih besar dari presen value dari arus kas keluar.
- Dengan demikian, jika NPV proyek negatif, proyek tersebut harus ditolak.
- Jika 2 proyek bersifat “Mutually Exclusive” (artinya hanya 1 yang dipilih), maka proyek yang
memiliki NPV positif yang tersebar yang dipilih.
Hasil penelitian
Analisa Aspek Keuangan
Dalam hal ini akan dilakukan proyeksi pendapatan perusahaan selama
5 tahun
mendatang setelah adanya penambahan sarana angkut :
a. Estimasi penjualan
Dalam hal ini penulis menggunakan rumus Leas Square dengan perhitungan sebagai berikut
Y
= a + bx
a
=
b
Y
n
 XY
=
 X2
Keterangan :
Y
= Estimasi yang akan diperoleh
a
= Rata-rata estimasi yang akan diperoleh pada tahun sebelumnya
b
= Rata-rata selisih dari tahun sebelumnya
X
= Jumlah sampel
Tabel 4.1
Trend Penjualan Tahun 2004-2008
Tahun
Penjualan (Y)
X
X2
XY
2004
2.193.051.000
-2
- 4.386.102.000
4
2005
4.126.050.000
-1
- 4.126.050.000
1
2006
6.098.520.000
0
0
0
2007
7.829.640.000
1
7.829.640.000
1
2008
9.759.858.000
2
19.519.716.000
4
30.007.119.000
0
18.837.204.000
10
Sumber data : diolah oleh penulis
Y
a
= a + bx
= Y
n
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
50
=
30.007.119.000
5
= 6.001.423.800
=  XY
b
 X2
=
Y2009
18.837.204.000
10
= 1.883.720.400
= a + bx
= 6.001.423.800 + 1.883.720.400 (3)
= 11.652.585.000
Tabel 4.2
Estimasi Penjualan Tahun 2009-2013
Tahun
Penjualan
2009
11.652.585.000
2010
13.536.305.400
2011
15.420.025.800
2012
17.303.746.200
2013
19.187.466.600
Sumber data : diolah oleh penulis
b.
Estimasi Harga Pokok Produksi
Tabel 4.3
Trend Harga Pokok Produksi Tahun 2004-2008
Tahun
HPP (Y)
X
X2
XY
2004
1.063.900.000
-2
-2.127.800.000
4
2005
2.346.890.500
-1
-2.346.890.500
1
2006
3.823.052.000
0
0
0
2007
5.580.748.000
1
5.580.748.000
1
2008
6.804.302.000
2
13.608.604.000
4
14.714.661.500
10
19.618.892.500
Sumber data : diolah oleh penulis
Y
= a + bx
a
Y
n
19.618.892.500
=
5
=
= 3.923.778.500
 XY
 X2
14.714.661.500
=
10
b
=
Y2009
= 1.471.466.150
= a + bx
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
51
= 3.923.778.500 + 1.471.466.150 (3)
= 8.338.176.950
Tabel 4.4
Estimasi HPP Tahun 2009-2013
Tahun
Harga Pokok Produksi
2009
8.338.176.950
2010
9.809.643.100
2011
11.281.109.250
2012
12.752.575.400
2013
14.224.041.550
Sumber data : diolah oleh penulis
c.
Estimasi Biaya Penjualan
Tabel 4.5
Trend Biaya Penjualan Tahun 2004-2008
Tahun
Biaya Penjualan (Y)
X
X2
XY
2004
324.105.000
-2
-648.210.000
4
2005
459.869.775
-1
-459.869.775
1
2006
614.495.000
0
0
0
2007
892.710.342
1
892.710.342
1
2008
875.630.433
2
1.751.260.866
4
3.166.810.550
0
1.535.891.433
10
Sumber data : diolah oleh penulis
Y
= a + bx
a
=
Y
n
3.166.810.550
=
5
= 633.362.110
b
Y2009
 XY
 X2
1.535.891.433
=
10
=
= 153.589.143
= a + bx
= 633.362.110 + 153.589.143 (3)
= 1.094.129.539
Tabel 4.6
Estimasi Biaya Penjualan Tahun 2009-2013
Tahun
Biaya Penjualan
2009
1.094.129.539
2010
1.247.718.682
2011
1.401.307.825
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
52
2012
d.
1.554.896.968
2013
Sumber data : diolah oleh penulis
Estimasi Biaya Administrasi dan Umum
1.708.486.111
Tabel 4.7
Trend Biaya Administrasi dan Umum Tahun 2004-2008
Tahun
Biaya Adm & Umum (Y)
X
XY
X2
2004
675.337.000
-2
-1.350.674.000
4
2005
898.790.000
-1
-898.790.000
1
2006
918.870.000
0
0
0
2007
1.232.210.500
1
1.232.210.500
1
2008
1.410.750.000
5.135.957.500
2
2.821.500.000
1.804.246.500
4
10
0
Sumber data : diolah oleh penulis
Y
= a + bx
a
=
Y
n
= 5.135.957.500
5
= 1.027.191.500
b
Y2009
 XY
 X2
1.804.246.500
=
10
=
= 180.424.650
= a + bx
= 1.027.191.500 + 180.424.650 (3)
= 1.568.465.450
Tabel 4.8
Estimasi Biaya Administrasi dan Umum Tahun 2009-2013
Tahun
Biaya Adm & Umum
2009
1.568.465.450
2010
1.748.890.100
2011
1.929.314.750
2012
2.109.739.400
2013
2.290.164.050
Sumber data : diolah oleh penulis
e.
Perhitungan Depresiasi
Harga 2 unit kendaraan jenis Colt Diesel @ Rp 800.000.000
Harga 3 unit kendaraan jenis Truck Fuso @ Rp 150.000.000
Harga Perolehan
Umur ekonomis masing-masing kendaraan 5 tahun
Depreasi per tahun adalah :
Rp 610.000.000 = Rp 122.000.000,5
Rp
Rp
Rp
160.000.000
450.000.000
610.000.000
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
53
2.
Analisa Penilaian Alternatif Sumber Pembelanjaan
a. Alternatif Kredit Bank
Data yang diperlukan jika perusahaan mengambil alternatif kredit bank dalam penambahan sarana
angkut adalah :
- Dana yang diperlukan perusahaan dalam penambahan sarana angkut sebesar Rp 610.000.000,- Bank memperhitungkan bunga atas pinjaman sebesar 20%.
- Umur ekonomis masing-masing kendaraan diperkirakan 5 tahun.
- Metode penyusutan yang digunakan adalah metode garis lurus.
- Jangka waktu kredit 5 tahun.
- Besarnya tarif pajak 30%.
- Biaya bunga bebas resiko sebesar 14% dengan dasar perhitungannya dengan rumus :
Ki = Kb (1-T)
Dimana :
Kb = Besarnya bunga pinjaman
Ki = Biaya Modal
T = Tarif pajak yang dikenakan
Jadi Ki = Kb (1-T)
= 20% (1-30%)
= 0,14 atau 14%
Setelah mengetahui data-data diatas maka dapat diketahui besarnya angsuran yang harus
dibayar setiap tahunnya dengan perhitungan sebagai berikut :
Pan = A (P VIFA i, n)
610.000.000 = A (P VIFA 20%, 5)
610.000.000 = A (2,9906)
A = 203.972.447
Tabel 4.9
Skedul Pembayaran Angsuran dan Bunga Pinjaman
Alternatif Kredit Bank Tahun 2009-2013
Tahun
Angsuran per th
(1)
Bunga per th
(2)
Pokok Pinjaman
(3)
Hutang Pokok
(4)
1
203.972.447
122.000.000
81.972.447
610.000.000
2
203.972.447
105.605.510,6
98.366.936,4
528.027.553
3
203.972.447
85.932.123,3
118.040.323,7
429.660.616,6
4
203.972.447
62.324.058,6
141.648.388,5
311.620.292,9
5
203.972.447
33.994.380,9
169.978.066,2
169.971.904,4
Sumber data : diolah oleh penulis
Keterangan tabel :
Bunga
= 20% x 610.000.000
= 122.000.000
Pokok Pinjaman
= (1) – (2)
Hutang Pokok
= Hutang pokok tahun sebelumnya – (3)
Tabel 4.10
Skedul Aliran Kas Keluar Alternatif Kredit Bank
Th
(1)
Pembayaran
Hutang
(2)
Bunga
(3)
Penyusutan
(4)
Perlindungan Pajak
(2+3) 0,3
(5)
Aliran kas keluar
(1-4)
1
203.972.447
122.000.000
122.000.000
73.200.000
130.772.447
2
203.972.447
105.605.510,6
122.000.000
68.281.653,2
135.690.793,8
3
203.972.447
85.932.123,3
122.000.000
62.379.636
141.592.810
4
203.972.447
62.324.058,6
122.000.000
55.297.217,6
148.675.229,4
5
203.972.447
33.994.380,9
122.000.000
46.798.314,3
157.174.132,7
871.580.641,8
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
54
Sumber data : diolah oleh penulis
Tabel 4.11
Present Value Aliran Kas Keluar Alternatif Kredit Bank
Th
Aliran Kas Keluar
DF 14%
PV Aliran Kas Keluar
1
130.772.447
0,877
114.687.436
2
135.690.793,8
0,769
104.346.220,4
3
141.592.810
0,675
95.575.146,7
4
148.675.229,4
0,592
88.015.735,8
5
157.174.132,7
0,519
81.573.374,9
871.580.641,8
484.197.913,8
Sumber data : diolah oleh penulis
b.
Alternatif Leasing
Ketentuan yang disepakati dalam penambahan sarana angkut alternatif leasing adalah sebagai
berikut :
- Dana yang dibutuhkan untuk pengadaan 5 unit sarana angkut sebesar
Rp 610.000.000,- Perusahaan leasing mengharapkan tingkat keuntungan sebesar 17%
- Umur ekonomis kendaraan diperkirakan 5 tahun.
- Metode penyusutan yang digunakan perusahaan yaitu metode garis lurus.
- Jangka waktu periode leasing 5 tahun.
- Besarnya tarif pajak yang dikenakan diasumsikan sebesar 30%.
- Karena leasing dibandingkan dengan pinjaman maka tingkat bunga yang digunakan adalah
biaya hutang maka biaya bunga bebas resiko sebesar 14% dihitung dengan rumus :
Ki = Kb (1-T)
= 20% (1-30%)
= 14%
Sedangkan untuk mengetahui berapa pembayaran sewa yang harus dibayar setiap tahunnya adalah :
PV = R (PVIFA n-1, i+1) + A (PVIF n.1)
610.000.000 = R (PVIFA 5-1, 17%+1) + A (PVIF 17%,5)
610.000.000 = R (3.743) + 0(0,456)
R (3.743) = 162.970.879
Tabel 4.12
Skedul Aliran Kas Keluar Alternatif Leasing
Th
(1)
Pembayaran sewa
(2)
Perlindungan pajak
(3)
Kas keluar setelah pajak
(1-2)
0
162.970.879
-
162.970.879
1
162.970.879
48.894.263,7
114.079.615,3
2
162.970.879
48.894.263,7
114.079.615,3
3
162.970.879
48.894.263,7
114.079.615,3
4
162.970.879
48.894.263,7
114.079.615,3
5
-
48.894.263,7
- 48.891.263,7
Sumber data : diolah oleh penulis
Tabel 4.13
Present Value Aliran Kas Keluar Alternatif Leasing
Th
(3)
Kas keluar setelah pajak
DF 14 %
PV Aliran Kas Keluar
0
162.970.879
0,877
162.970.879
1
114.079.615,3
0,769
100.047.822,6
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
55
2
114.079.615,3
0,675
87.727.224,2
3
114.079.615,3
0,592
77.003.740,3
4
114.079.615,3
0,519
5
- 48.891.263,7
67.535.132,3
- 25.374.565,8
469.910.232,6
Sumber data : diolah oleh penulis
Dari perhitungan tabel 4.11 dan tabel 4.12 diatas maka dapat diketahui bahwa leasing
memberikan total biaya yang lebih rendah bila dibandingkan dengan alternatif sumber pembelanjaan
melalui kredit Bank,
Sedangkan penilaian terhadap usulan investasi perusahaan tersebut layak atau tidaknya dapat
digunakan beberapa metode penilaian investasi untuk masing-masing alternatif sumber pembelanjaan
yaitu dengan menggunakan metode sebagai berikut :
a. Metode Net Present Value
Metode ini menghitung beberapa nilai uang pada saat ini untuk nilai tertentu di masa yang akan
datang yaitu dengan membandingkan biaya hutang dan biaya leasing pada tabel berikut ini :
Tabel 4.14
Perbandingan Total Biaya dari Kredit dan Leasing
Pembayaran per tahun
NPV dari Biaya
Kredit Bank
Leasing
Kredit Bank
Leasing
203.972.447
162.970.879
484.197.913,8
469.910.232,6
Sumber data : diolah oleh penulis
Dari tabel 4.14 diatas dapat dinyatakan bahwa leasing memberikan aliran kas keluar (total biaya)
yang lebih rendah daripada kredit bank.
Penilaian terhadap usulan investasi metode Net Present Value dapat dilihat dibawah ini :
1) Alternatif Kredit Bank
Penilaian terhadap investasi metode Net Present Value dengan cara kredit bank adalah sebagai
berikut :
NPV = PV of Proceeds – PV initial Investment
 1 



r 1 1  r 
n
PV Proceeds
b.
= PMT
1
= PMT (PVIFA r.n)
= 484.197.913,8 (PVIFA, 20%.5)
= 484.197.913,8 (2.991)
= 1.448.235.960,2
NPV
= PV of Proceeds – PV Initial Investment
= 1.448.235.960,2 – 610.000.000
= 838.235.960,2
2) Alternatif Leasing
Penilaian terhadap usulan investasi metode Net Present Value dengan cara Leasing
dapat dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut :
PV Proceeds
= PMT (PVIFA, r.n)
= 469.910.232,6 (2.991)
= 1.405.501.506
Maka dapat diketahui Net Present Value alternatif Leasing adalah sebesar :
NPV
= PV Proceeds – PV Initial Investment
= 1.405.510.506 – 610.000.000
= 795.501.506
Dari perhitungan kedua alternatif diatas dapat diketahui bahwa dengan menggunakan
metode penilaian Net Present Value usulan investasi kendaraan dapat diterima dan layak untuk
dijalankan karena usulan investasi tersebut dapat menghasilkan Total Present Value yang lebih
besar dari pada Net Investment, sehingga valuenya positif
(NPV > 0)
Metode Internal Rate of Return
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
56
Metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan
penerimaan kas bersih di masa yang akan datang dengan membandingkan biaya hutang dan biaya
leasing dapat dilihat pada tabel 4.14, maka dilakukan perhitungan sebagai berikut :
1) Alternatif Kredit Bank
Penilaian terhadap usulan investasi Internal Rate of Return cara kredit bank, dengan
menggunakan tingkat bunga 74% dan 75%.
r atau IRR yang sesungguhnya dapat dicari dengan menggunakan tabel PVIFA untuk itu
digunakan teknik coba-coba atau Trial Error :
PV Proceeds
= PMT (PVIFA, 74%.5)
= 484.197.913,8 (1.267)
= 613.478.756,8
NPV1
= PV Proceeds – PV Initial Investment
= 613.478.756,8 – 610.000.000
= 3.478.756,8
PV Proceeds
= PMT (PVIFA, 75%.5)
= 484.197.913,8 (1.252)
= 606.262.920,1
NPV1
= PV Proceeds – PV Initial Investment
= 606.262.920,1 – 610.000.000
= - 3.737.079,9
Maka dapat diketahui :
r = 74%, NPV = 3.478.756,8
r = 75%, NPV = - 3.737.079,9
artinya r atau IRR yang membuat NPV = 0 ada diantara 74% dan 75% maka untuk
menemukan IRR yang sesungguhnya penulis menggunakan teknik interpolasi sebagai berikut :
NPV1
IRR = IR1 x IR2 – IR1
NPV2  NPV1
= 75% -
3.478.756,7
x 75% - 74%
 3.737.079,9  3.478.756,8
= 75% + 0,482%
= 75,48%
2) Alternatif Leasing
Penilaian terhadap usulan investasi Internal Rate of Return dengan cara leasing
dengan menggunakan tingkat bunga 72% dan 73%.
r atau IRR yang sesungguhnya dapat dicari dengan bantuan tabel PVIFA untuk itu digunakan
tehnik coba-coba atau Trial Error :
PV Proceeds
= PMT (PVIFA r.n)
= 469.910.232,6 (PVIFA 72%.5)
= 616.052.314,9
NPV1
= PV Proceeds – PV Initial Investment
= 616.052.314,9 – 610.000.000
= 6.052.314,9
PV Proceeds
= PMT (PVIFA r.n)
= 469.910.232,6 (PVIFA 73%.5)
= 469.910.232,6 (1.296)
= 609.003.661,5
NPV2
= PV Proceeds – PV Initial Investment
= 609.003.661,5 – 610.000.000
= - 996.338,5
Jadi dapat diketahui :
r = 72%, NPV = 6.052.314,9
r = 73%, NPV = - 996.338,5
artinya r atau IRR yang membuat NPV = 0 ada diantara 72% sampai 73%, untuk menemukan
IRR yang sesungguhnya maka penulis menggunakan tehnik interpolasi sebagai berikut :
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
57
IRR
3.
NPV1
x IR2 – IR1
NPV2  NPV1
6.052.314,9
= 72% x 73% - 72%
 996.338,5  6.052.314,9
= IR1 -
= 72% + 0,001%
= 72,01%
Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa investasi penambahan sarana angkut
yang baru layak untuk dijalankan karena IRR lebih besar dari pada tingkat bunga yang
diisyaratkan oleh perusahaan (20%) yaitu IRR alternatif kredit bank sebesar 74,48% dan
72,01% untuk alternatif leasing.
Analisa Penilaian Investasi Terhadap Laporan Rugi Laba
Adapun perhitungan penilaian investasi laporan rugi laba untuk 5 tahun yang akan datang
masing-masing alternatif sumber pembelanjaan adalah :
a. Laporan rugi laba alternatif kredit bank
Perhitungan penilaian investasi alternatif kredit bank adalah sebagai berikut :
Tabel 4.15
Perusahaan Tenun Elresas
Proyeksi Laporan Rugi Laba Tahun 2009-2011
Uraian
2009
Penjualan
2010
2011
11.652.584.200
13.536.304.600
15.536.304.600
Harga pokok produksi
8.338.176.750
9.809.643.000
11.281.109.250
Laba kotor
3.314.407.450
3.726.661.600
4.255.195.350
Biaya penjualan
1.094.129.539
1.247.718.683
1.401.307.826
Biaya adm & umum
1.568.465.450
1.748.890.100
1.929.314.826
122.000.000
122.000.000
122.000.000
Biaya operasional :
Biaya depresiasi
Laba sblm bunga & pajak
Biaya bunga
Laba sebelum pajak
Pajak 30%
Laba setelah pajak
529.812.461
608.052.817
802.572.774
96.839.582,8
96.839.582,8
96.839.582,8
432.972.878,2
511.213.234,2
705.733.191,2
129.891.863,5
153.363.970,3
211.719.957,4
303.081.014,7
357.849.263,9
494.013.233,8
Sumber data : Perusahaan Tenun Elresas
Sedangkan untuk perhitungan laporan rugi laba alternatif kredit bank untuk tahun 20122013 :
Tabel 4.16
Perusahaan Tenun Elresas
Proyeksi Laporan Rugi Laba Tahun 2012-2013
Uraian
2012
2013
Penjualan
Harga pokok produksi
17.303.745.400
12.752.575.500
19.187.463.800
14.224.041.750
Laba kotor
4.551.169.900
4.963.422.050
Biaya penjualan
1.504.896.969
1.708.486.133
Biaya adm & umum
Biaya depresiasi
2.109.739.400
122.000.000
2.290.164.050
122.000.000
Laba sblm bunga & pajak
Biaya bunga
814.533.531
96.839.582,8
842.771.987
96.839.582,8
Laba sebelum pajak
717.693.948,2
745.932.404
215.308.184,5
502.285.763,7
223.779.721,3
522.152.682,9
Biaya operasional :
Pajak 30%
Laba setelah pajak
Sumber data : Perusahaan Tenun Elresas
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
58
b.
Alternatif Leasing
Adapun perhitungan penilaian laporan rugi laba dengan cara leasing untuk tahun 2009-2011 adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.17
Perusahaan Tenun Elresas
Laporan Rugi Laba Tahun 2009-2011
Uraian
2009
Penjualan
Harga pokok produksi
Laba kotor
Biaya operasional :
Biaya penjualan
Biaya adm & umum
Biaya depresiasi
Laba sblm bunga & pajak
Biaya bunga
Laba sebelum pajak
Pajak 30%
Laba setelah pajak
Sumber data : Perusahaan Tenun Elresas
2010
2011
11.652.584.200
8.338.176.750
3.314.407.450
13.536.304.600
9.809.643.000
3.726.661.600
15.536.304.600
11.281.109.250
4.255.195.350
1.094.129.539
1.568.465.450
122.000.000
529.812.461
93.982.046,5
435.830.414,5
130.749.124,3
305.081.290,2
1.247.718.683
1.748.890.100
122.000.000
608.052.817
93.982.046,5
514.070.770,5
154.221.232,2
359.849.539,5
1.401.307.826
1.929.314.826
122.000.000
802.572.774
93.982.046,5
708.590.727,5
212.577.218,3
496.013.509,3
Sedangkan untuk perhitungan laporan rugi laba alternatif leasing untuk tahun 2012-2013 :
Tabel 4.18
Perusahaan Tenun Elresas
Laporan Rugi Laba Tahun 2012-2013
Uraian
Penjualan
Harga pokok produksi
Laba kotor
Biaya operasional :
Biaya penjualan
Biaya adm & umum
Biaya depresiasi
Laba sblm bunga & pajak
Biaya bunga
Laba sebelum pajak
Pajak 30%
Laba setelah pajak
2012
17.303.745.400
12.752.575.500
4.551.169.900
2013
19.187.463.800
14.224.041.750
4.963.422.050
1.504.896.969
2.109.739.400
122.000.000
814.533.531
93.982.046,5
720.551.484,5
216.165.445,4
504.386.039,2
1.708.486.133
2.290.164.050
122.000.000
842.771.987
93.982.046,5
748.789.940,5
224.636.982,2
524.152.958,4
Sumber data : Perusahaan Tenun Elresas
Dari laporan rugi laba diatas maka dapat diketahui bahwa alternatif leasing lebih
menguntungkan dibandingkan dengan kredit bank, karena leasing menghasilkan total laba yang
lebih baik.
J. Kesimpulan
1.
2.
Perusahaan menambah sarana angkut dengan memilih atas 2 alternatif sumber pembelanjaan yaitu
alternatif kredit dan leasing dengan melakukan penilaian perbandingan Present Value aliran kas keluar
(total biaya) masing-masing alternatif dengan asumsi memilih alternatif yang memberikan pengeluaran
bersih yang lebih rendah.
Melakukan perbandingan perhitungan angsuran pembayaran antara kredit dan leasing dengan
menggunakan metode Net Present Value (NPV) untuk menentukan apakah usulan investasi tersebut
dapat diterima dan layak untuk dijalankan.
Angsuran pembayaran per tahun
Kredit Bank
Leasing
Kredit Bank
Leasing
203.972.447
162.970.879
838.235.963,2
795.501.506
Diterima
Diterima
Keputusan Investasi
3.
Net Present Value
Melakukan perhitungan Internal Rate of Return dengan menggunakan alternatif kredit dan leasing yang
menentukan apakah usulan investasi dapat diterima dan layak untuk dijalankan.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
59
Internal Rate of Return
(IRR)
Keputusan Investasi
Kredit Bank
74,48%
Diterima
Leasing
72,01%
Diterima
Sumber data : diolah oleh penulis
4.
Melakukan perhitungan penilaian investasi terhadap laporan rugi laba masing-masing alternatif sumber
pembelanjaan dengan perbandingan alternatif manakah yang memberikan total laba yang lebih besar
pada periode 5 tahun yang akan datang.
Tahun
Laba Setelah Pajak (EAT)
Kredit Bank
Leasing
2009
303.081.014,7
305.081.290,2
2010
357.849.263,9
359.849.539,4
2011
494.013.233,8
496.013.509,3
2012
502.285.763,7
504.386.039,2
2013
522.152.682,9
2.179.381.959,0
524.152.958,4
2.189.483.336,5
Dari perbandingan laporan rugi laba tersebut maka alternatif leasing lebih menguntungkan
dibandingkan dengan alternatif kredit bank, karena leasing lebih menghasilkan total laba yang lebih besar
daripada kredit bank
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Anwari, Leasing Indonesia, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta 1987.
Agus Sartono, Manajemen Keuangan, Edisi 3, Cetakan ke empat, UGM, Yogyakarta 1997.
Amin Wijaya Tunggal dan Arief Johan Tunggal, Akuntansi Leasing, Cetakan ke satu, PT. Reneke Cipta, Jakarta 1994.
Arikunto, Suharsimi, 1993, Manajemen Penelitian, edisi refisi, Rineka Cipta : Yogyakarta.
Bambang Riyanto, Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Empat, UGM Yogyakarta, 1995.
Ikatan Akuntan Indonesia, Standart Akuntansi Keuangan, PSAK No. 30, PT. Salemba Empat, Jakarta 1999.
James C. Van Horne, John, Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan, Edisi Indonesia, Jilid 2 Jakarta 1999.
Jay Smith dan Freds Skolnsen, Akuntansi Intermedite, Jilid satu Airlangga, Jakarta 1996.
Kartadinata, Analisa Belanja Dasar dan Perhitungan Dalam Keputusan Keuangan, Cetakan ke empat, Jakarta 1995.
Marcel Go, Manajemen Group Bisnis, Cetakan Kesatu, Jakarta, 1992.
Mas’ud Mahfoeds, Akuntansi Manajemen, Edisi Revisi ,UGM Yogyakarta 1995.
Mulyadi, Akuntansi Biaya Untuk Manajemen, Cetakan Kedua, Edisi 4, Penerbit BPFE, Yogyakarta 1992.
Mulyadi Riyanto Pudjosunarto, Evaluasi Proyek, Edisi 2, Cetakan Kedua, Liberty Yogyakarta 1995.
Suad Husnan, Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Cetakan kesatu, Liberty Yogyakarta 1993
Syamsudin Alwi, Alat-alat Analisa Dalam Pembelanjaan, Edisi Revisi, Jakarta 1992.
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
60
1
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
2
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
3
Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |
4
Download