PINJAMAN MODAL KERJA DAN TINGKAT KEUNTUNGAN PEDAGANG MIKRO Pudi Astiono, SE ,MM ABTRAKSI Program Pinjaman Dana/modal kerja adalah merupakan Program Investasi Bersama yang berupa pinjaman modal kerja. Program ini adalah program yang di peruntukkan bagi semua lapisan masyarakat Indonesia untuk mengumpulkan dana yang dapat di pergunakan untuk investasi dan lain-lain melalui lembaga-lembaga seperti perbankkan, koperasi dan lembaga-lembaga lainnya. Baru-baru ini PT Bank Rakyat Indonesia Tbk pun mulai serius menggarap segmen mikro pedagang pasar dengan berencana membangun 600 unit teras BRI di pasar-pasar tradisonal sepanjang tahun ini. Langka ini merupakan strategi meningkatkan kredit mikro, menjaring debitor potensial, sekaligus menyebarkan informasi seputar system perbankkan dan keuangan modern kepada pedagang pasar tradisonal. Melakukan pinjaman modal kerja dengan jumlah yang besar tidak akan merugikan para pedagang, sebaliknya justru akan menguntungkan karena akan berpengaruh terhadap bertambahnya atau meningkatnya keuntungan yang diperoleh pedagang (semakin besar jumlah pinjaman maka semakin besar pulah keuntungan yang didapat) dengan opsi bahwa pinjaman tersebut tidak dipergunakan untuk kebutuhan konsumtif.. Kata kunci : Pinjaman Modal, Tingkat keuntungan , Pedagang Mikro Mulai tahun 1997 sampai sekarang merupakan tahun badai dalam sistem moneter dan perbankan Indonesia misalnya, ketidakstabilan nilai tukar rupiah, tingginya inflasi, kelangkaan bahan baku dan komponen, maupun tingginya suku bunga kredit perbankan. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan 1997, telah menunjukkan eksistensi kekuatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam menopang perekonomian Indonesia. Bukan pada krisis 1997 saja, pada krisis kali ini (pertengahan 2008) Usaha Mikro, Kecil dan Menenga juga menunjukan kontribusinya yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia. Banyak kalangan tidak memperhitungkan keberadaan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang ternyata mampu menyerap banyak tenaga kerja, mengurangi pengangguran, bahkan menyumbang output nasional cukup besar. Namun di balik kesuksesan yang didapat oleh UMKM, tidak dapat dipungkiri UMKM pun memiliki beberapa permasalahan. Masalah yang klasik dan mendasar, yaitu keterbatasan modal, sumber daya manusia, pengembangan produk dan akses pasar. Keterbatasan modal merupakan masalah krusial yang dialami oleh UMKM. Tanpa modal yang cukup mustahil UMKM dapat berdiri. Tabel : A. 1. 1 Jenis Kesulitan Usaha Mikro No Jenis Kesulitan IKR IK 1 Kesulitan Modal 34,55 % 44,05 % 20,14 % 31,70 % 13,6 % 12,22 % 34,00 % 9,73 % 2 Pengadaan Bahan Baku 3 Pemasaran 4 Kesulitan Lainnya IKR : Industri Kecil Rumah Tangga IK : Industri Kecil Permodalan atau Keuangan Deddy Yusuf Arhapi dkk (2000 : 111), Permodalan atau keuangan maksudnya adalah bagaimana usaha dari suatu perusahaan untuk mencari dana atau kekayaan guna kelancarkan jalannya perusahaan tersebut. Sebelum dicari maka disusun dulu anggaran untuk apa dana itu digunakan. Setelah dana diperoleh baru diinvestasikan ke dalam barang-barang modal.misalnya, seorang pedagang ingin membuka usaha pertokoan. Dia harus memperkirakan apa saja yang harus dibelanjahi, misalnya mendirikan bangunan, mengontrak toko, membeli peralatan toko, dan membeli barang dagangan dan sebagainya. Kemudian dicari dana/kekayaan untuk digunakan, seperti rencana yang suda ditetapkan. Dana yang dicari ini dapat diperoleh dari tangan pertama atau tangan kedua. Pengertian modal. Deddy Yusuf Arhapi dkk (2000 : 111), memaparkan pengertian modal menurut para ahli dalam bukunya “Prestasi Ekonomi Dua” sebagai berikut : Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 |1 Menurut Moh. Hatta (deddy yusuf arhapi dkk, 2000 : 111), dalam bukunya “Beberapa Fatsal Ekonomi dan Koperasi”, menyatakan bahwa “dalam bahasa sehari-hari hampir tiap orang tahu apa yang disebut capital=modal. Tetapi dalam ilmu ekonomi pengertian tentang capital itu masi kusut…..” capital berasal dari kata “caput” artinya kepala, atau induk. Harry G. Gutmann dan Herbert E. Dougall (deddy yusuf arhapi dkk, 2000 : 111), mengemukakan bahwa pengertian capital/modal bisa ditinjau dalam beberapa penggunaan : 1) Accounting usage. 2) Business usage. 3) Economic usage. 4) Legal usage. Atau dengan istilah lain dikatakan : a) Accounting view of capital. Disini modal diartikan sebagai selisi antara total asset dengan total liabilities. Dalam bahasa sehari-hari kita kenal selisih antara harta dengan utang, ini yang disebut modal sendiri. b) Bisiness view of capital. Seperti yang dikatakan oleh Guthmann dan Dougall “businessman speaking of capital refers to the total of assets needed to operatet a business” memandang capital/modal pada titik tolak dari sisi kiri neraca, dan menganggap modal perusahaan sebagai totalitas dari barang-barang modal yang dimiliki oleh perusahaan. Sedang meurut Charles W. Gerstenberg yang menitikberatkan pengertian modal pada total assets, atau total investment dalam perusahaan (deddy yusuf arhapi dkk, 2000 : 112). c) Economic view of capital. Guthmann dan Dougall menulis “Economic, too different their definition if capital, although their general definition is wealth used in the production of further wealth”. Kalau ditinjau difinisi diatas, maka menurut Nyotoamijoyo, pandangan ekonomi ini mengenal tiga ungsur yaitu : Ungsur pertama adalah wealth atau kekayaan (sumber-sumber modal). Ungsur kedua adalah kekayaan yang ditarik perusahaan, digunakan untuk produksi (barang-barang modal). Ungsur ketiga adalah bawah produksi diselenggarakan untuk seterusnya (deddy yusuf arhapi dkk, 2000 : 112). d) Legal view of capital. Dari segi hukum, modal diartikan sebagai modal saham suatu perusahaan yang dibentuk dalam suatu perseroan terbatas. Sumber-sumber Permodalan. Deddy Yusuf Arhapi dkk (2000 : 113), Pada dasarnya kita kenal dua sumber permodalan, yaitu : 1) Modal sendiri (kekayaan sendiri/sumber intern) Sumber ini berasal dari pemilik perusahaan atau dari dalam perusahaan, misalnya penjualan saham, simpanan anggota pada bentuk koperasi, dan uang cadangan. Kekayaan sendiri ini mempunyai cirri, yaitu : terikat secara permanen dalam perusahaan. 2) Modal pinjaman (kekayaan asing/sumber ekstern) Sumber ini berasal dari luar perusahaan, yaitu berupa pinjaman jangka panjang atau jangka pendek. Pinjaman jangka pendek yaitu : pinjaman yang jangka waktunya maksimum satu tahun, Sedangkan pinjaman jangka panjang yaitu : pinjaman yang jangka waktunya lebih dari satu tahun. Ciri-ciri dari kekayaan asing ini yaitu : tidak terikat secara permanen, atau hanya terikat sementara, yang sewaktuwaktu akan dikembalikan lagi kepada yang meminjamkan. Dengan beberapa perbedaan tersebut, kita dapat melihat fungsi dari kekayaan sendiri, yaitu sebagai berikut: a) Garansi terhadap kekayaan asing (modal pinjaman). b) Modal sendiri. c) Ungsur pemikul risiko. d) Working capital (modal kerja). e) Alat penjaga likuiditas. Modal Kerja. Pada hakekatnya kebutuan modal kerja adalah kebutuan dana untuk jangka pendek, yaitu kebutuan dana yang, umumnya, untuk jangka waktu kurang dari satu tahun. 1) Pengertian Modal Kerja. Berdasarkan pengertian dan penjelasan diatas, maka sering dipergunakan beberapa pengertian modal kerja sebagai berikut : Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 2 a) Pertama, modal kerja dalam pengertian seluruh aktiva lancar disebut juga sebagai gross working capital, atau konsep kuantitatif. b) Kedua, modal kerja dalam pengertian aktiva lancar dikurangi hutang jangka pendek (net working capital), konsep kualitatif. c) Ketiga modal kerja dalam artian keseluruan dana yang diperlukan untuk menghasilkan laba tahun berjalan (modal kerja fungsional), atau konsep fungsional. 2) Program pinjaman/kredit modal kerja. Program Pinjaman Dana/modal kerja adalah merupakan Program Investasi Bersama yang berupa pinjaman modal kerja. Program ini adalah program yang di peruntukkan bagi semua lapisan masyarakat Indonesia untuk mengumpulkan dana yang dapat di pergunakan untuk investasi dan lain-lain melalui lembaga-lembaga seperti perbankkan, koperasi dan lembaga-lembaga lainnya. Baru-baru ini PT Bank Rakyat Indonesia Tbk pun mulai serius menggarap segmen mikro pedagang pasar dengan berencana membangun 600 unit teras BRI di pasar-pasar tradisonal sepanjang tahun ini. Langka ini merupakan strategi meningkatkan kredit mikro, menjaring debitor potensial, sekaligus menyebarkan informasi seputar system perbankkan dan keuangan modern kepada pedagang pasar tradisonal. Derektur operasional dan jaringan BRI Suprajarto mengatakan, ada alasan kini BRI menggarap segmen mikro . dengan bantuan alat electronic data capture (EDC) yang dapat berfungsi sebagai ATM bergerak, resiko kredit menjadi jauh lebih kecil. Dengan alat itu, petugas bank akan proaktif mendatangi pedagang yang akan membayar cicilan atau menabung. Pedagangpun diuntungkan karna tidak perlu meninggalkan dagangannya untuk menyetor cicilan (kompas, selasa, 10 maret 2009). Bukan hanya itu Pemerinta pun memberi dukungan penuh kepada UMKM dengan membentuk Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yaitu Suatu program pemerintah yang merupakan partisipasi BUMN dalam usaha meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN yang diberikan dalam bentuk pemberian pinjaman modal kerja (http://www.___ Taspen Corporate Site ___ - Pengertian dan Tujuan Program Kemitraan & Bina Lingkungan_files\joomlavisites.htm). Pada tanggal 1 januari 1978 Pemerinta perna memebrikan suatu bentuk kredit jangka menegah yang bisa dimangfaatkan oleh perusahaan-perusahaan kecil dalam mengembangkan perusahaannya yang di beri nama : “kredit modal kerja permanen”. Kredit modal kerja permanen adalah kredit modal kerja yang secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Kredit ini dapat diberikan untuk semua usaha terutama unit-unit produksi yang melakukan usaha rehabilitasi dan perluasan, yang menghasilkan barang dan jasa kecuali jasajasa yang bersifat hiburan/amusement, Bunga kredit sebesar 12% per tahun (Suad Husnan, 2001 : 104). Pengertian Bunga. Pembayaran ke atas modal yang dipinjam dari pihak lain dinamakan bunga. Ia biasanya dinyatakan sebagai persentasi dari modal yang dipinjam, seperti misalnya 1%, 2% atau 3%. Bunga yang dinyatakan sebagai persentasi dari modal dinamakan tingkat bunga. Pada umumnya persentasi yang dinyatakan menunjukan tingkat bunga dari sejumlah modal di dalam satu tahun. Dengan demikian kalau dinyatakan bunga 15 persen, artinya adalah : modal yang dipinjamkan memperoleh tingkat bunga sebanyak 15 persen setahun (Sadono Sukirno, 2004 : 381). Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 3 Penentuan tingkat bunga. Grafik : B. 2. 1 Penentuan Tingkat Bunga Menurut ahli ekonomi klasik tingkat bunga ditentukan oleh permintaan ke atas tabungan dan penawaran tabungan. Bagaimana kedua-duanya faktor ini menentukan tingkat bunga ditunjukan dalam Grafik : B. 2. 1, kurva S dan I berturut-turut adalah kurva penawaran dana modal dan permintaan dana modal. Maka keseimbangan tercapai di titik dan ini menunjukan bahwa jumlah dana modal yang akan di investasikan adalah dan tingkat bunga adalah Kalau dimisalkan permintaan keatas modal berubah menjdi Sedangkan penawaran modal tetap sebesar S, keseimbangan pada ke yang berarti tingkat bunga naik dari menjadi dan dana yang di investasikan bertambah dari menjadi dan apabila permintaan ke atas dana modal tetap sebesar I tetapi penawaran bertambah menjadi , maka keseimbangan pada ke dengan demikian perubahan tersebut menyebabkan tingkat bunga turun dari kepada dan dana yang di investasikan bertambah menjadi (Sadono Sukirno, 2004 : 380). Faktor penyebab perbedaan tingkat bunga. Menurut Sadono Sukirno (2004 : 389) Dalam teori, analisis mengenai penentuan tingkat bunga selalu menganggap bahwa dalam perekonomian terdapat hanya satu tingkat buga. Tapi kenyataanya sangat berbeda karena dalam perekonomian terdapat beberapa tingkat bunga. Misal seorang menabung uang di bank menerima bunga yang berbeda dari orang yang meminjam uang di bank. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Yang terpenti dijelaskan di bawa ini: 1) Perbedaan resiko. Pinjaman pemerinta membayar tingkat bunga lebih rendah dari tingkat pinjaman swasta. Walau begitu pemerinta masi dapat memperoleh pinjaman yang diperlukannya karena resiko dari meminjamkan kepada pemerinta sangat kecil. Bank-bank akan muda memberikan pinjaman kepada usaha yang telah lama berkembang, atau kepada usaha yang tidak banya resikonya dengan bunga yang rendah sedangkan pada usaha yang tinggi resikonya akan dikenakan bunga yang besar. 2) Jangka waktu pinjaman. Semakin lama sejumlah modal dipinjamkan, semakin besar tingkat bunga yang harus dibayar. Ini di sebabkan karna resiko yang ditanggung peminjam akan semakin besar apa bilah jangka waktu semakin panjang. 3) Biaya administrasi pinjaman. Jumlah dana yang dipinjam sangat berbeda, sedangkan jumlah administrasi untuk memproses pinjaman tersebut tidak banyak berbeda. Apaka suatu perusahaan meminjam 100 juta atau 10 juta, biaya administrasinya adalah sama. Maka diukur dari sudut biaya administrasi untuk pinjaman per rupia, pinjaman 10 juta akan menelan biaya yang lebih tinggi dari pinjaman 100 juta. Dengan demikian, pinjaman yang relative lebih kecil jumlanya akan membayar tingkat bunga yang lebih tinggi. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 4 Pengertian Keuntungan. Menurut Sadono Sukirno (2004 : 391-392), Dalam teori ekonomi, keuntungan mempunyai arti yang sedikit berbeda dengan pengertian keuntungan dari segi pembukuan. Ditinjau dari sudut pandangan perusahaan, Keuntungan adalah : perbedaan nilai uang dari hasil penjualan yang diperoleh dengan seluru biaya yang dikeluarkan. Seperti juga upah, sewa dan bunga, keuntungan adalah pembayaran ke atas “jasa” yang diberikan oleh sesuatu faktor produksi. Keuntungan merupakan pembayaran kepada “keahlian keusahawanan” yang disediakan para pengusaha. Keahlian tersebut akan digunakan pengusaha untuk membuat keputusan-keputusan berikut : 1) Menentukan barang apa yang akan diproduksi dan dijual kepasar, dan berapa banyaknya. 2) Menentukan cara memproduksi yang terbaik dengan kombinasi faktor-faktor yang efisien dalam memproduksinya. Apabila usaha mereka berhasil, mereka akan mendapat balas jasa dari jerih payanya dalam bentuk keuntungan ekonomi atau keuntungan murni. Ahli-ahli telah mengemukakan beberapa teori yang bertujuan untuk mengemukakan sumber dari wujudnya keuntungan ekonomi. Pada umumnya teori-teori tersebut menjelaskan bahwa keuntungan adalah: pendapatan yang diperoleh para pengusaha sebagai pembayara dari melakukan kegiatan berikut : a) Menghadapi resiko ketidak pastian dimasa yang akan datang. b) Melakukan inovasi/pembaharuan di dalam berbagai kegiatan ekonomi. c) Mewujudkan kekuasaan monopoli di dalam pasar. Keuntungan maksimum. Dalam menentukan keuntungan maksimum ini telah dinyatakan ada dua cara yaitu : 1) Dengan mengunakan pendekatan biaya total dan hasil total. 2) Dengan mengunakan pendekatan hasil marginal dan biaya marginal. Hasil penjualan total, dan biaya total ini merupakan cara yang paling mudah untuk menentukan tingkat produksi yang memaksimumkan keuntungan. untuk menentukan keadaan tersebut yang perluh dilakukan adalah : a) Membandingkan hasil penjualan total dan biaya total pada setiap tingkat produksi. b) Menentukan tingkat produksi dimana hasil penjualan total melebihi biaya total pada jumlah yang paling maksimum. Hasil penjualan marginal, biaya marginal dan keuntungan. Untuk memahami pendekatan hasil penjualan marginal – biaya marginal (MC = MR) dengan lebih baik untuk lebih jelasnya lihat grafik dibawa ini : Garfik : B. 2. 2 Keuntungan Maksimum Grafik B. 2. 1,a di atas memperlihatkan fungsi biaya dan pendapatan yang umum. Untuk tingkat keluaran yang rendah, biaya melebihi pendapatan sehingga keuntungan ekonomi negatif. Dalam kisaran keluaran menengah, pendapatan melebihi biaya, hal ini berarti Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 5 keuntungan positif, dan yang terakhir ditingkat keluaran yang tinggi, biaya meningkat dengan tajam dan sekali lagi melebihi pendapatan. Jarak vertikal antara kurva pendapatan dan biaya (yaitu keuntungan) diperlihatkan dalam gambar B. 2. 1,b disini keuntungan mencapai maksimum di q*, pada saat ini kemiringan kurva pendapatan (pendapatan marginal) = kurva biaya (biaya marginal). Keuntungan bersih. Keuntungan bersih adalah keuntungan atau laba yang diperoleh perusahaan setelah dikurangi jumlah produksi. Tetapi yang dimaksud penulis keuntungan bersi di sini adalah keuntungan yang di dapat oleh pedagang mikro yang melakukan pinjaman modal kerja dimana keuntungan/laba kotor di kurangi bunga pinjaman di tambah angsuran pinjaman. Untuk menghitung keuntungan bersih maka digunakan rumus : Keuntungan bersih = Keuntungan kotor - (Jumlah Bunga + Jumlah Pokok + Biaya Operasional) Contoh : Jumlah pinjaman = Rp. 10.000.000 Keuntungan kotor per bulan = Rp. 2.000.000 Bunga pinjaman per bulan = Rp. 100.000 (1%) Jumlah Pokok = Rp. 834.000 (12 bulan) Biaya Operasional = Rp. 300.000 Jawab : Keuntungan bersih.= Rp. 2.000.000 – (Rp. 205.000 + Rp. 200.000) = Rp. 1.050.000 – (Rp. 405.000) = Rp. 645.000 / keuntungan bersi. Pengertian Pedagang Mikro. Menurut Bank Indonesia, usaha mikro adalah usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin dengan ciri-ciri : dimiliki oleh keluarga, mempergunakan teknologi sederhana, memanfaatkan sumber daya lokal, serta lapangan usaha yang mudah dimasuki dan ditinggalkan. Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK.06/2003 Tanggal 29 Januari 2003, usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan yang memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100 juta per tahun, dan dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp 50 juta. Ciri-ciri Usaha Mikro, antara lain: 1) Belum melakukan manajemen/catatan keuangan, sekalipun yang sederhana, atau masih sangat sedikit yang mampu membuat neraca usahanya. 2) Pengusaha atau SDM-nya berpendidikan rata-rata sangat rendah, umumnya tingkat SD, dan belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai. 3) Pada umumnya tidak/belum mengenal perbankan tapi lebih mengenal rentenir atau tengkulak. 4) Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP. 5) Tenaga kerja atau karyawan yang dimiliki pada umumnya kurang dari 4 (empat) orang. Dilihat dari kepentingan perbankan, usaha mikro adalah suatu segmen pasar yang cukup potensial untuk dilayani dalam meningkatkan intermediasinya, karena usaha mikro mempunyai karakteristik positif dan unik yang tidak selalu dimiliki oleh usaha non mikro, antara lain: a) Perputaran usaha (turn over) umumnya cepat. Kemampuannya menyerap dana yang relatif mahal dan dalam situasi krisis ekonomi, kegiatan usahanya tetap berjalan bahkan mampu berkembang, karena biaya manajemennya yang relatif rendah. b) Pada umumnya para pelaku usaha mikro tekun, sederhana, serta dapat menerima bimbingan asal dilakukan dengan pendekatan yang tepat. Pengertian Pasar. Pasar adalah suatu tempat di mana penjual dan pembeli bertemu untuk membeli atau menjul barang dan jasa atau factor-faktor produksi. Di dalam bahasa sehari-hari pasar pada umumnya diartikan sesuatu lokasi dalam artian geografis. Tetapi dalam pengertian Teori Ekonomi Mikro adalah lebih luas lagi. Dalam Teori Ekonomi Mikro pasar meliputi juga “pertemuan” antara pembeli dan penjual dimana keduanya tidak saling melihat satu sama lain (misalnya antra Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 6 importir karet yang bertempat tinggal di America dan eksportir karet di Indonesia yang melakukan transaksi jual beli melalui telex), (Ari Sudarman, 2000 : 7). Fungsi Pasar. Pasar mempunyai lima fungsi utama. Kelima fungsi ini menunjukan pertanyaan-pertanya yang harus dijawab setiap system ekonomi. Dalam system ekonomi persaingan bebas (free enterprise capitalism) pasar menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dalam system ekonomi komunistis (communism), dilain pihak, pertanyaan-pertanyaan tersbut dijawab oleh para perancang Negara (planners). Fungsi fungsi tersebut adalah : 1) Pasar menetapkan nilai (sest value). Dalam ekonomi pasar, harga adalah ukuran nilai. Fungsi ini memecakan masalah penentuan apa yang harus dihasilkan oleh suatu perekonomian. 2) Pasar mengorganisir produksi. Dengan adanya harga-harga factor produksi dipasar, maka akan mendorong produsen ( entropreneur ) memilih metode produksi yang paling efisien. 3) Pasar mendistribusikan barang. Hal ini menyangkut pertanyaan untuk siapa barang dihasilkan. 4) Pasar berfungsi menyelenggarakan penjatahan (rationing). Penjatahan adalah inti dari adanya harga. 5) Pasar mempertahankan dan mempersiapkan keperluan dimasa yang akan datang. Tabungan dan investasi semuanya terjadi dipasar dan keduanya merupakan usaha untuk mempertahankan dan mencapai kemajuan perekonomian yang bersangkutan. Bekerjanya mekanisme pasar di dalam menjawab kelima pertanyaan tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan gambar ; B. 2. 2 dimana sector rumah tangga memberi barang dan jasa dari perusahaan disektor pasar barang, dan sebagai imbalannya sector perusahaan menerima uang. Dalam aliran ini sector rumatangga sebagai pembeli barang dan jasa, sedangkan sector perusahaan sebagai penjual. Penghasilan konsumen yang dibelanjakan dari penjualan factor produksi yang dimilikinya (tanah, tenaga kerja, capital, dan ketrampilan) kepada sector perusahaan.sebagai imbalanya sector rumah tangga menerima uang (penghasilan konsumen) dan transaksi ini terjadi dipasar produksi (Ari Sudarman, 2000 : 7) GAMBAR : B. 2. 2 Macam-macam pasar dalam perekonomian. Soediyono (2000 : 10-12) Ada empat macam pasar dalam perekonomian di Indonesia diantaranya melipui : 1) Pasar Komoditi : a) Pengeluaran konsumsi rumah tangga. b) Saving atau penabungan. c) Investasi Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 7 d) Tingkat harga. e) Pajak f) Pengeluaran konsumsi pemerintah. g) Transfer pemerintah. h) Ekspor i) Impor 2) Pasar Uang : a) Permintaan uang untuk transaksi. b) Permintaan uang untuk berjaga-jaga. c) Permintaan uang untuk spekulasi. d) Uang kertas dan uang logam. e) Uang giral. f) Alat-alat likuid lainnya. g) Tingkat bunga. 3) Pasar Tenaga Kerja : a) Permintaan akan tenaga kerja. b) Penawaran tenaga kerja. c) Upah riil. d) Upah nominal. e) Pengangguran dan tenaga kerja. 4) Pasar Modal : a) Permintaan akan surat-surat berharga. b) Harga surat-surat berharga. c) Penawaran surat-surat berharga. meningkatkan keinginan pedagang untuk meminjam dana dengan harapan akan membantu pedagang untuk mengembangkan usahanya dan memperoleh keuntungan yang lebih besar lagi. Dengan adanya pinjaman modal kerja pedagang mikor bukan hanya akan mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya, tapi juga akan berpengaruh terhadap pendapatan atau keuntungan (mendapat keuntungan bahkan peningkatan keuntungan) bilah Pedagang Mikro melakukan Pinjaman Modal Kerja tersebut. Kesimpulan Pedagang Mikro yang kekurangan atau tidak mempunyai modal untuk membuka atau mengembangkan usahanya, hendaknya tidak takut atau ragu-ragu lagi untuk melakukan Kredit Pinjaman Modal Kerja, karena Pinjaman Modal Kerja ini solusi yang tepat untuk mengatasi masalah permodalan yang dialami. Melakukan pinjaman modal kerja dengan jumlah yang besar tidak akan merugikan para pedagang, sebaliknya justru akan menguntungkan karena akan berpengaruh terhadap bertambahnya atau meningkatnya keuntungan yang diperoleh pedagang (semakin besar jumlah pinjaman maka semakin besar pulah keuntungan yang didapat) dengan opsi bahwa pinjaman tersebut tidak dipergunakan untuk kebutuan konsumtif.. Pemberi modal hendaknya memberi informasi (penyuluan) tentang masalah kredit pinjaman modal kerja kepada Pedagang Mikro agar mereka lebih tau mengenai seluk beluk (sisi positif dan negative) tentang Kredit Pinjaman Modal Kerja, supaya saat mereka melakukan pinjaman tidak merasa kesulitan. DAFTAR PUSTAKA Sudarman, Ari, 2000, Teori Ekonomi Mikro, Edisi Tiga, Yogyakarta, BPFE. Soediyono, 2000, Ekonomi Makro, Yogyakarta, Liberty. Priyatno, Dwi, 2008, Mandiri Belajar SPSS, Yogyakarta, Mediakom. Yusuf Arhapi, Deddy. Zaenal Arifin. Dan Bambang Sugeng, 2000, Prestasi Ekonomi dua, Cetakan Pertama, Bandung, Ganeca Exact. http://www.___ Taspen Corporate Site ___ - Pengertian dan Tujuan Program Kemitraan & Bina Lingkungan.htm Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 8 Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Tak Diterbitkan. KOMPAS, Selasa 10 Maret 2009, BISNIS & KEUANGAN (BRI Garap Pasar Tradisional), Hal 19. Sukirno, Sadono, 2004, Pengantar Teori Mikroekonomi, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada. Husnan, Suad, 2001, Manajemen Keuangan (teori dan penerapan), Yogyakarta, BPFE. Trihendradi, Cornelius, 2007, Langkah Mudah Mengguasai Statistik Menggunakan SPSS 15, Yogyakarta, Penerbit ANDI. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 9 PEMBIAYAAN MURABAHAH DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS PT. BANK SYARI’AH MANDIRI KANTOR CABANG PEMBANTU (KCB) BOJONEGORO Abdul ghofur,SE,Ak)* ABSTRAKSI Krisis yang melanda dunia perbankan Indonesia sejak tahun 1997 telah menyadarkan semua pihak bahwa perbankan dengan sistem konvensional bukan merupakan satu-satunya sistem yang dapat diandalkan, tetapi ada sisitem perbankan lain yang lebih tangguh karena menawarkan prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu perbankan syariah.Masyarakat lebih memilih mengajukan permohonan pembiayaan murabahah pada koperasi karena tidak ada batas minimal harga barang dan tidak perlu jaminan.Berdasarkan hal diatas, maka penulis mengangkat penelitian ini, Bagaimana sistem pembiayaan Murabahah dalam meningkatkan profitabilitas. Tehnik analisis data yang di pakai adalah Analisis Ratio keuangan (Return On Assets (ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR), Credit Risk Ratio (CRR), Assets Utilization (AU) Hasil penelitian adalah Pembiayaan Murabahah pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp. 4.188.687 menghasilkan marjin sebesar Rp. 934.420 dan pada tahun 2009 dengan pembiayaan Murabahah sebesar Rp. 5.180.333 telah menghasilkan marjin sebesar Rp. 1.197.274 sehingga mengalami kenaikan marjin sebesar Rp. 262.854 atau sebesar 28,13 %. kinerja pembiayaan Murabahah dalam meningkatkan profitabilitas PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dari tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari penurunan ROA sebesar 0,49 % dan LDR yang terlalu rendah yaitu kurang dari 85 % karena menurut ketentuan BI batas aman untuk LDR adalah antara 85 % sampai 110 %. persentase CRR adalah 0%, yang berarti tidak ada resiko dalam pembiayaan. Hal ini menunjukkan rentabilitas bank semakin baik. (Kata kunci: pembiayaan, murabahah, profitabilitas) A. Latar Belakang Krisis yang melanda dunia perbankan Indonesia sejak tahun 1997 telah menyadarkan semua pihak bahwa perbankan dengan sistem konvensional bukan merupakan satu-satunya sistem yang dapat diandalkan, tetapi ada sisitem perbankan lain yang lebih tangguh karena menawarkan prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu perbankan syariah. Bank berdasarkan prinsip syariah, bank syariah berfungsi sebagai suatu lembaga intermediasi (Intermediaty Institution), yaitu menyerap dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Bedanya hanyalah bahwa bank syariah melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga tetapi berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip pembagian keuntungan (profit lost sharing principle). Di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, telah muncul pula kebutuhan akan adanya bank yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah. Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 disebut dengan tegas istilah “Prinsip Syariah” bank berdasarkan prinsip syariah. Karena operasinya berpedoman ketentuan-ketentuan Syariah Islam, karenanya bank islam disebut pula “Bank Syariah” Bank Syariah juga memberikan jasa-jasa pembiayaan. Jasa-jasa pembiayaan yang diberikan Bank Syariah jauh lebih beragam dari pada jasa-jasa pembiayaan yang diberikan oleh Bank Konvensional. Mengenai jasa pembiayaan yang dapat diberikan oleh bank islam bukan saja pembiayaan dalam bentuk kredit,tetapi juga memberikan jasa-jasa pembiayaan yang biasanya diberikan oleh lembaga pembiayaan (multi finance company), seperti leasing,hire purchase, pembelian barang oleh nasabah Bank kepada Bank Islam yang bersangkutan dengan cicilan, pembelian barang oleh Bank Islam kepada perusahaan manufaktur dengan pembayaran dimuka, pernyataan modal (equity participation atau venture capital). Jasa perbankan islam yang terkait dengan jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh Bank syariah dikemas dalam produk-produk yang ada dalam Bank syariah, salah satunya adalah pembiayaan Murabahah. Pembiayaan Murabahah merupakan jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaksi jual beli dengan cicilan. Sedangkan pola pelayanannya dengan memakai jenis pembelian berdasarkan pesanan. Pada perjanjian murabahah atau Mark-Up, bank membiayai pembelian barang atau asset yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok barang dan kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut dengan menambah mark-up atau keuntungan. Penjualan barang oleh Bank kepada nasabah dilakukan atas dasar cost-plust profit. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 10 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : a. Apa saja resiko yang dihadapi PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dalam memberikan pembiayaan Murabahah kepada debitur? b. Bagaimana sistem pembiayaan Murabahah dalam meningkatkan profitabilitas PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro ? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui resiko yang dihadapi PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dalam memberikan pembiayaan Murabahah kepada debitur. b. Untuk mengetahui kinerja pembiayaan Murabahah dalam meningkatkan profitabilitas PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro. D. Landasan Teori a. Pengertian Umum Bank Syariah Menurut Warkum Sumitro (2002 : 5) Bank Syariah adalah badan usaha yang fungsinya sebagai penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat, yang sistem dan mekanisme usahanya berdasarkan hukum Islam. Sebagaimana yang diatur dalam Al- Qur’an dan Al’ Hadist. Artinya Bank tersebut dalam beroperasi mengikuti ketentuan-ketentuan syariat Islam, dan menjauhi praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba dan diisi dengan kegiatankegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan. b. Fungsi dan Tujuan Bank Syariah Fungsi Bank Syariah menurut Adiwarman Karim (2004 : 87-102), adalah : 1. Penyaluran Dana (Financing) Dalam menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam 4 kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, adalah : a).Pembiayaan dengan prinsip jual beli (Ba’i) prinsip jual belum dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (Transfer of Property). Transaksi jual belum dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang, adalah : b.) Pembiayaan Murabahah Murabahah adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. c). Pembiayaan Salam Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang dipejual belikan belum ada, oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai. d.)Pembiayaan Istishna Istishna menyerupai produk salam, tapi dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi. e).Pembiayaan dengan prinsip sewa (ijarah) Transaksi ijarah dilandasi dengan adanya perpindahan manfaat. Pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya barang, sedangkan pada ijarah objek transaksinya adalah jasa. f).Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (syirkah) c. Pengertian Pembiayaan Murabahah Pengertian murabahah menurut Adi Warman Karim (2001 : 103), adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pengertian murabahah menurut M. Syafi’i Antonio (2003 : 270) Kontrak pembiayaan murabahah yang harus dilakukan adalah : 1) Nasabah menyiapkan rincian biaya kontrak yang telah diberikan kepadanya, termasuk harga bahan, tenaga kerja dan overhead. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 11 2) Bank Islam membeli kontrak yang dimaksud senilai biayanya dan mencairkan dana pembiayaan sesuai dengan penyelesaian kontrak. 3) Bank Islam dapat mengawasi dan menggunakan pihak ketiga, yaitu konsultan atau profesional untuk mengawasi pekerjaan nasabah dengan persetujuan nasabah. 4) Pada saat selesainya kontrak, bank syariah menjual kepada nasabahnya dengan harga yang telah disepakati bersama, yaitu harga beli ditambah dengan margin keuntungan bank. 5) Hasil pembayaran kontrak dibayarkan kepada bank digunakan untuk melunasi kepada bank. b. Dasar Hukum Murabahah Dasar Hukum Murabahah adalah : 1). Al Qur’an Firman Allah QS. Al Baqorqh (2 : 282) yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan hutang piutang dalam waktu yang ditentukan, tulislah! hendaklah ada diantaramu penulis yang akan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, hendaklah dituliskannya! hendaklah orang yang bersangkutan membacakan apa yang hendak dituliskannya itu, dan hendaklah bertaqwa kepada Allah Tuhannya dan janganlah bertindak mengurangi sedikitpun dari jumlahnya’. Firman Allah QS. Al Baqoroh (2 : 280) yang artinya : “Dan jika (orang berhutang itu) dalam keadaan sulit maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan…….” 2. Al Hadist Hadist Rasulullah SAW yang dijadikan dasar pembiayaan murabahah yaitu : Dari Abu Sa’id Al khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Sesungguhnya jual beli harus dilakukan suka sama suka”. 3. Ijma’ Mayoritas Ulama Tentang jual beli dengan cara mudharabah (Ibnu Rusyid, Bidayah Al Mujtahid, II/161 : Al Kasani, Bada’ i Sana’i V/220-222) 4. Kaidah Fiqih “Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”. c. Syarat Murabahah menurut M. Syafi’i Antonio (2001 : 102) terdapat lima syarat dalam Murabahah yang harus dipenuhi adalah 1) Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah 2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang telah ditetapkan 3) Kontrak harus bebas dari riba atau bunga 4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian 5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya pembelian dilakukan secara hutang. Secara prinsip, jika syarat dalam (1), (2) dan (3) tidak dipenuhi, pembeli memliki pilihan , melanjutkan pembelian seperti apa adanya, kembali kepada penjual dan menyatakan ketidak setujuannya atas barang yang dijual, atau membatalkan kontrak. d. Jenis-Jenis Murabahah Pembayaran pembiayaan Murabahah dapat dilakukan secara tunai maupun cicilan (kredit). Menurut Adiwarman Karim (2004 : 107) berdasarkan sumber dana yang digunakan, pembiayaan Murabahah secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu : 1) Pembiayaan Murabahah didanai dengan Unrestricted Investment Account (URIA) atau investasi tidak terikat. contohnya : Al Ba’i Naq dan wal Muajjal atau bayar dengan cicilan. 2) Pembiayaan Murabahah yang didanai dengan Restricted Investment Account (RIA) atau investasi terikat. Contohnya : Al Ba’i Araq dan Wal Murabahah Muajjal yaitu bayar sekaligus (lum sum) diakhir. 3) Pembiayaan Murabahah yang didanai dengan modal bank. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 12 D. Kerangka Berfikir Pembiayaan Murabahah (X) Neraca L/R Kinerja Perusahaan Pengembangan Usaha LDR ROA CRR AU Kinerja Pembiayaan Murabahah (Y) laba Perusahaan Interprestasi : Dengan menggunakan metode analisa LDR, ROA, CRR, dan AU diharapkan mampu memberi gambaran tentang pembiayaan murabahah pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro. F. Hipotesis 1. Diduga bahwa pembiayaan Murabahah berpengaruh dalam meningkatkan profitabilitas pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro. 2. Diduga dengan pembiayaan murabahah dapat diketahui resiko yang dihadapi oleh PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro. G. Definisi Operasional Variabel Dalam penelitian ini kami tidak menggunakan varibel ( bebas dan terikat ) karena tidak ada faktor x dan y akan tetapi memprediksi pengaruh pembiayaan murobahah dalam meningkatkan profitabilitas perusahaan yaitu : 1. Pembiayaan Murabahah Yaitu Akad jual beli barang yang menyatakan harga perolehan dan keuntungan (marjin) yang disepakati penjual dan pembeli, 2. Profitabilitas perusahaan Besar kecilnya laba yang diperoleh suatu perusahaan menunjukkan ukuran keberhasilan manajemen ( produktifitas ) dalam mengelola suatu perusahaan. Untuk itu berapa besar laba yang diinginkan perlu direncanakan H. metode Analisa Adapun metode analisa yang di gunakan yaitu dengan menggunakanAnalisis Ratio keuangan 1. Return On Assets (ROA) Adalah rasio kemampuan bank dalam mnghasilkan laba dari pengelolaan asset yang dimilki, rumus : ROA 1. 2. 3. Laba Bersih x 100% Total Asset Loan to Deposit Ratio Untuk perbandingan antara pembiayaan yang terjadi disuatu bank dengan dana yang dimiliki bank yang terdiri dari pihak ketiga dan modal sendiri. Pembiayaan LDR x 100% Dana pihak ketiga modal sendiri Credit Risk Ratio (CRR) Untuk menutup kemungkinan kerugian tidak terbayarkan kredit diberikan kepada debitur dimana aktiva di klasifikasikan cadangan aktiva produktif. Assets Utilization (AU) Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 13 Kemampuan manajemen bank didalam mengelola assetnya untuk menghasilkan pendapatan operasional maupun non operasionalnya. AU Pendapatan Operasional Pendapatan Non Operasional x 100% Total Asset I. Hasil Penelitian Berikut analisa dan interprestasi pembiayaan Murabahah pada tahun 2006 - 2007 : Tabel 2 PT. Bank Syariah Mandri KCP Bojonegoro Persentase Pertumbuhan Penyaluran Pembiayaan Tahun 2008-2009 No 1 2 3 Jenis Pembiayaan Mudharabah Murabahah Qardh dana talangan haji Total Tahun 2008 Tahun 2009 Rp 1.119.112 4.188.687 241.429 % 20,17 % 75,48 % 4,35 % Rp 2.339.676 5.180.333 552.364 % 28,98 % 64,17 % 6,85 % 5.549.228 100 % 8.072.373 100 % Pertumb uhan (%) 109,07% 23,69% 116.36% Sumber : data PT. Bank Syariah Mandri KCP Bojonegoro yang diolah Untuk mengetahui pertumbuhan pembiayaan dan margin Murabahah dalam 2 tahun terakhir, berikut disajikan persentase pertumbuhan pembiayaan dan marjin Murabahah pada tabel 3 berikut Tabel 3 PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro Persentase Pertumbuhan pembiayaan Murabahah dan Marjin Murabahah Tahun 2008 – 2009 Tahun Tahun Pertumbuhan 2008 2009 (%) Murabahah Rp. Rp. 23,69 % Marjin 4.188.687 5.180.333 28,13 % Rp. Rp. 934.420 1.197.274 Sumber: data PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro diolah Untuk dapat memberikan gambaran tentang kinerja PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro sebagai perusahaan perbankan syariah, dilihat dari badan hukumnya, assetnya, dan pembiayaannya, berikut disajikan analisis rasio keuangan perbankan yang mengacu pada neraca komparatif per 31 Desember 2008 dan per 31 Desember 2009 PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro a. Return On Asset (ROA) ROA merupakan rasio kemampuan Bank dalam menghasilkan laba dari pengelolaan asset yang dimiliki. Tahun 2008 Laba Bersih ROA 100% Total Asset ROA pada pembiayaan Murabahah Rp.934.420 100% Rp.9.554.967 = 9,78 % ROA secara total pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro Rp . 95.236 100% Rp . 9.554.967 = 0,99 % Jadi rasio laba bersih terhadap total asset pada pembiayaan Murabahah adalah 9,78 %, sedangkan pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro secara total adalah 0,99 %. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 14 Tahun 2009 Laba Bersih ROA 100% Total Asset ROA pada pembiayaan Murabahah Rp.1.197.274 100% Rp.12.885.391 = 9,29 % ROA secara total pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro Rp.168.183 100% 12.885.391 = 1,31 % Jadi rasio laba bersih terhadap total asset pada pembiayaan Murabahah adalah 9,29 %, sedangkan pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro secara total adalah 1,31 %. Tabel 4 PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro Persentase Pertumbuhan Return On Asset (ROA) Per 31 Desember 2008-2009 Tahun ROA (%) Pertumbuhan (%) 2006 2007 Murabahah Total Murabahah Total 9,78 % 9,29 % 0,99 % 1,31 % (0,49) 0,32 Sumber: data PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro diolah b. Loan to Deposit Ratio (LDR) LDR merupakan perbandingan antara pembiayaan yang terjadi di suatu bank dengan dana yang dimiliki bank yang terdiri dari dana pihak ketiga dan modal sendiri. Dana pihak ketiga berasal dari giro, tabungan, deposito, dan kewajiban-kewajiban yang segera dibayar oleh bank yang juga merupakan modal bagi PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro karena modal bank ada pada kantor pusat LDR Pembiayaan 100% Dana Pihak Ketiga Modal Sendiri Rp. 4.188.687 100% Rp.9.554.967 LDR Pada Pembiayaan Murabahah = 43,84 % LDR pada total pembiayaan PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro Pembiayaan LDR 100% Dana Pihak Ketiga Modal Sendiri Rp. 7.414.757 100% Rp. 9.554.967 = 77,60 % LDR Pada Pembiayaan Murabahah Rp.5.180.333 100% Rp.12.885.391 = Rp. 40,20 % LDR pada total pembiayaan PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro Rp.10.326.374 100% Rp.12.885.391 = 80,14 % Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 15 Tabel 5 PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro Persentase Pertumbuhan Loan to Deposit Ratio (LDR) Per 31 Desember Tahun 2008-2009 Tahun 2006 2007 LDR (%) Murabahah Total Pembiayaan 43,84 % 77,60 % 40,20 % 80,14 % Pertumbuhan (%) Murabahah Total Pembiayaan - 3,64 2,54 Sumber: data PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro diolah a. b. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) menurut Dahlan Siamat (2005 : 239) adalah : Pembentukan cadangan umum Pembentukan cadangan umum terhadap aktiva produktif ditetapkan paling kurang sebesar 1 % dari aktiva produktif yang memiliki kualitas lancar. Aktiva produktif dalam bentuk sertifikat BI dan surat utang Negara serta bagian aktiva produktif yang dijamin dengan agunan tunai dikecualikan dari ketentuan pembentukan cadangan umum. Pembentukan cadangan khusus Pembentukan cadangan khusus untuk aktiva produktif dan non produktif ditetapkan paling kurang sebesar : 1) 5 % dari aktiva dengan kualitas dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan. 2) 15 % dari aktiva dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi nilai agunan. 3) 50 % dari aktiva dengan kualitas diragukan setelah dikurangi nilai agunan. 4) 100 % dari aktiva dengan kualitas macet setelah dikurangi nilai agunan. Untuk mengetahui rasio resiko kredit dari aspek keuangan digunakan Credit Risk Ratio (CRR). Untuk mengetahui CRR perlu diketahui terlebih dulu Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dan total pembiayaan dalam 2 tahun terakhir pada tabel 6 : Tabel 6 PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dan Total Pembiayaan Tahun 2008-2009 Tahun 2008 Tahun 2009 PPAP Rp. 0 Rp. 0 Total Pembiayaan Rp.7.414.757 Rp. 10.326.374 Sumber: data PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro diolah Dikarenakan tidak pernah terjadi pembiayaan bermasalah pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro, maka tidak ada Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Tahun 2008 CRR = (bad debs : total loans) x 100 % = (Rp. 0 : Rp. 7.414.757) x 100 % =0% Jadi rasio resiko kredit bank adalah 0 % Tahun 2009 CRR = (bad debs : total loans) x 100 % = (Rp. 0 : Rp. 10.326.374) x 100 % =0% Jadi rasio resiko kredit bank adalah 0 % CRR PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro pada tahun 2008 dan tahun 2009 sebesar 0 % karena tidak ada Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Hal ini menunjukkan bahwa PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dapat mengelola pembiayaannya dengan baik karena semakin rendah CRR suatu bank maka akan semakin baik. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 16 c. Asset Utilization (AU) Asset Utilization merupakan kemampuan manajemen bank didalam mengelola assetnya untuk menghasilkan pendapatan operasional maupun pendapatan non operasionalnya. Tahun 2008 AU Pendapatan Operasional Pendapatan Non Operasional 100% Total Asset Rp.1.079.546 Rp.5.595 100% Rp.9.554.967 = 30,21 % Jadi kemampuan manajemen bank dalam mengelola assetnya untuk menghasilkan pendapatan operasional maupun pendapatan non operasionalnya adalah 30,21 %. Tahun 2009 Pendapatan Operasional Pendapatan Non Operasional AU 100% Total Asset Rp.1.487.194 Rp.1.116 100% Rp.12.885.391 = 11,55 % Jadi kemampuan manajemen bank dalam mengelola assetnya untuk menghasilkan pendapatan operasional maupun pendapatan non operasionalnya adalah 11,55 %. Pada tahun 2008AU PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro sebesar 30,21 % dan tahun 2008 sebesar 11,55 % sehingga mengalami penurunan sebesar -18,66 %. Hal ini menunjukkan bahwa PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro tidak dapat mengelola assetnya dengan baik karena semakin rendah AU suatu bank maka akan semakin tidak baik. Berikut disajikan pertumbuhan rasio keuangan perbankan dalam 2 tahun terakhir Tabel 7 PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro Persentase Pertumbuhan Rasio Keuangan Perbankan Per 31 Desember Tahun 2008-2009 NO Rasio 1 ROA pada Murabahah 2 ROA total pada PT. Bank Syariah Mandiri 3 4 LDR pada Murabahah LDR total pada pembiayaan PT. Bank Syariah Mandiri Nilai (%) Tahun 2006 9,78 Nilai (%) Tahun 2007 Pertumbuhan (%) 9,29 (0,49) 1,31 % 0,32 43,84 40,20 (- 3,64) 77,60 80,14 2,54 0,99 % 5 CRR 0 0 0 6 AU 30,21 11,55 (-18,66) Sumber: data PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro diolah Dilihat dari persentase pertumbuhan rasio keuangan perbankan, kinerja pembiayaan Murabahah dalam meningkatkan profitabilitas PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dari tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari penurunan ROA sebesar 0,49 % dan LDR yang terlalu rendah yaitu kurang dari 85 % karena menurut ketentuan BI batas aman untuk LDR adalah antara 85 % Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 17 sampai 110 %. LDR yang rendah menunjukkan tingkat likuiditasnya tinggi. Sedangkan kinerja PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dalam meningkatkan profitabilitas secara total mengalami peningkatan, yang dapat dilihat dari kenaikan pertumbuhan pada ROA dan LDR. persentase CRR adalah 0%, yang berarti tidak ada resiko dalam pembiayaan. Hal ini menunjukkan rentabilitas bank semakin baik. Meskipun demikian, perlu untuk lebih berhati-hati dengan kondisi LDR-nya, karena LDR PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro mengalami pertumbuhan yang terlalu rendah jauh dibawah batas aman BI. LDR yang terlalu rendah menunjukkan tingkat likuiditasnya tinggi yang dapat berpotensi mempengaruhi kinerja bank J. Kesimpulan 1. Pembiayaan Murabahah pada tahun 2008 mencapai Rp. 4.188.687 dan pada tahun 2009 mencapai Rp. 5.180.333, sehingga pembiayaan Murabahah mengalami kenaikan pertumbuhan sebesar Rp. 991.646 atau sebesar 23,69 %. bila dibandingkan dengan pembiayaan Murabahah, maka pembiayaan Mudharabah masih sangat rendah, dengan perbandingan 75,48 % untuk pembiayaan Murabahah dan 20,17 % untuk pembiayaan Mudharabah pada tahun 2009. Sedangkan pada tahun 2009 perbandingannya adalah 64,17 % untuk pembiayaan Murabahah dan 28,98 % untuk pembiayaan Mudharabah. Tingginya pembiayaan Murabahah ini disebabkan banyaknya masyarakat golongan menengah kebawah atau yang kurang mampu, lebih memilih memanfaatkan pembiayaan 2. Pembiayaan Murabahah pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp. 4.188.687 menghasilkan marjin sebesar Rp. 934.420 dan pada tahun 2009 dengan pembiayaan Murabahah sebesar Rp. 5.180.333 telah menghasilkan marjin sebesar Rp. 1.197.274 sehingga mengalami kenaikan marjin sebesar Rp. 262.854 atau sebesar 28,13 %. Kenaikan tersebut disebabkan sistem perhitungan yang proporsional (flat) berjalan dengan baik, dimana dalam perhitungan ini jumlah angsuran harga pokok dan marjin keuntungan dibayar secara tetap setiap bulan dari satu periode ke periode selanjutnya. 3. kinerja pembiayaan Murabahah dalam meningkatkan profitabilitas PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dari tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari penurunan ROA sebesar 0,49 % dan LDR yang terlalu rendah yaitu kurang dari 85 % karena menurut ketentuan BI batas aman untuk LDR adalah antara 85 % sampai 110 %. LDR yang rendah menunjukkan tingkat likuiditasnya tinggi. Sedangkan kinerja PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro dalam meningkatkan profitabilitas secara total mengalami peningkatan, yang dapat dilihat dari kenaikan pertumbuhan pada ROA dan LDR. persentase CRR adalah 0%, yang berarti tidak ada resiko dalam pembiayaan. Hal ini menunjukkan rentabilitas bank semakin baik. Meskipun demikian, pdengan kondisi LDR-nya, karena LDR PT. Bank Syariah Mandiri KCP Bojonegoro mengalami pertumbuhan yang terlalu rendah jauh dibawah batas aman BI. LDR yanerlu untuk lebih berhati-hati g terlalu rendah menunjukkan tingkat likuiditasnya tinggi yang dapat berpotensi mempengaruhi kinerja bank. DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 1992, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Jakarta. , 1998, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, Jakarta. , 2003, Peraturan Bank Indonesia, Nomor 5/7/2003, Tentang Kualitas Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah, Jakarta. , 2004, Al-Qur’an dan Terjemahannya, CV. Penerbit Diponegoro, Bandung. , 2005, Indonesia Certificate in Banking Risk Regulation, Work Book Level 1, Jakarta, GARP dan BSMR. Adiwarman Karim, 2004, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Dahlan Siamat, 2002, Manajemen Lembaga Keuangan, Intermedia, Jakarta. Helfert, A Erich, 1997, Teknik Analisis Keuangan Petunjuk Praktis Untuk Mengelola dan Mengukur Kinerja Perusahaan, Erlangga, Jakarta. Imam Rusyamsi, 1996, Asset Leability Manajement Strategi Pengelolaan Aktiva dan Pasiva Bank, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Kasmir, 1998, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kuncoro Hadi, 2005, Interal Credit sebagai Early Warning System dari Default Pembiayaan (On line), (http://www.irpaweb.com, diakses 16 Februari 2006). Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 18 LukmanSyamsudin, 2001, Manajemen Keuangan Perusahaan : Konsep Aplikasi Dalam Perencanaan, Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Maleong Lexy J, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung. Muhamad, 2003, Manajemen Bank Syariah, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Muhammad Syafi’i Antonio, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Gema Insani Pers, Jakarta. Siswanto Sutojo, 19977, Menangani Kredit Bermasalah Konsep Teknik dan Kasus, PT Pustaka Binanian Pressindo, Jakarta. S, Munawir, 1993, Analisa Laporan Keuangan, Liberty, Yogyakarta. Suad Husnan, 2001, Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Suharsimi Arikunto, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendidikan dan Praktek, PT Rineka Cipta, Jakarta. Teguh Pudjo Muljono, 1996, Bank Budgeting Profit Planning and Control : Buku Petunjuk Tentang Penyusunan Anggaran Bank Terutama Dalam Rangka Perencanaan Laba Serta Pengendaliannya, BPFE, Yogyakarta. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 19 PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK DENGAN METODE DIRECT COSTING Nurul Badriyah,SE.,MPd)* Dosen unisla ABSTRAK Direct costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi. Manfaat informasi harga pokok produksi massa bagi manajemen menurut Mulyadi (2007:65) adalah : Menentukan harga jual produk, memantau realisasi biaya produksi, Menghitung laba atau ruperiodik, Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca. Penetapan harga pokok produksi sangat penting maka dalam penentuan harus diusahakan seteliti-telitinya. Karena kesalahan perhitungan harga pokok dapat mempengaruhi pengambilan keputusan tentang harga jual dari produk yang dihasilkan, tinggi rendahnya harga pokok produksi akan berpengaruh pada harga yang dibayarkan pada konsumen atas barang yang diterimannya semakin tinggi harga pokok suatu barang akan semakin tinggi pula harga jual produk. Kata kunci : Metode Direct costing, penentuan harga jual, produk Setiap perusahaan yang akan didirikan pasti mempunyai tujuan, dalam hal ini terdapat dua tujuan utama perusahaan yaitu: keuntungan (profit) dan maksimalisasi kemakmuran (wealth).Kegiatan yang dilakukan melalui langkah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan. Hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan antara lain meliputi kegiatan produksi dan memasarkan hasil produksi tersebut. Kegiatan dalam proses produksi harus memperhatikan cara-cara yang tepat, sehingga terjadi efisiensi biaya produksi untuk mencapai keuntungan yang optimal. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan harus diklasifikasikan secara tepat sehingga penentuan harga pokok produksi sesuai dengan apa yang diharapkan. Apabila penetapan harga pokok produksi terlalu tinggi maka mengakibatkan harga jual barang akan tinggi, dan apabila penetapan harga pokok produksi terlalu rendah akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan sendiri, karena laba yang dinikmati terlalu kecil atau terjadi penurunan keuntungan perusahaan. Keputusan penetapan harga jual dianggap merupakan suatu keputusan tunggal harus diambil seorang pemimpin, alasannya penentuan harga bukan hanya keputusan pemasaran atau finansial. Keputusan penentuan harga jual adalah keputusan yang menyangkut seluruh aspek aktivitas perusahaan dan akibatnya pada perusahaan. Bila penentuan harga jual tidak sesuai dengan harga pokok produksinya, maka terjadi adalah tidak adanya keseimbangan antara harga pokok produksi dan harga pokok penjualannya. Sehingga mengakibatkan tidak menentunya pendapatan dalam perusahaan. Maka sebab itulah penetapan harga pokok produksi harus disesuaikan dengan harga jual produk. Pengertian Biaya Menurut Mulyadi (2007:8) biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang memungkinkan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Menurut Usry (1994:25) biaya adalah nilai tukar prasyarat, pengorbanan yang dilakukan guna memperoleh manfaat. Sedangkan menurut Hansen (1999:40) biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa yang akan datang bagi organisasi. Klasifikasi Biaya Menurut Mulyadi (2007:13) biaya dapat digolongkan menjadi: 1) Penggolongan biaya berdasarkan obyek pengeluaran Dalam cara penggolongan ini, nama obyek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya 2) Penggolongan biaya berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan Biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi bahan jadi yang siap dijual. Menurut obyek pengeluarannya, secara garis besar biaya produksi ini dibagi menjadi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 20 Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk, contoh: biaya iklan, biaya promosi, biaya angkut dari gudang perusahaan ke gudang pembelian. Biaya administrasi dan umum adalah biaya-biaya untuk mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk. contoh: biaya gaji karyawan bagian keuangan, akuntansi, personalia dan bagian hubungan masyarakat. 3) Penggolongan biaya berdasarkan hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai biaya langsung adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Menurut Mulyadi (2007:14) Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung dalam hubunganya dengan produk disebut dengan istilah biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik (factory overhead cost). 4) Penggolongan biaya menurut perilakunya dalam hubungan dengan perubahan volume aktivitas Biaya variabel adalah biaya-biaya yang secara total selalu mengalami perubahan,dimana perubahan itu searah dan sebanding dengan perubahan tingkat kegiatan. Meliputi: Biaya bahan baku langsung dan biaya tenega kerja langsung. Biaya semivariabel adalah biaya-biaya yang tidak bersifat tetap, tetapi tidak pula bersifat variabel.Biaya ini mengalami perubahan,tetapi tidak sebanding dengan perubahan tingkat kegiatan yang meliputi: biaya bahan baku tidak langsung,biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya pemeliharaan dan biaya peralatan. Biaya semifixed adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar volume kegiatan tertentu yang meliputi: gaji direktur produksi, pajak kekayaan dan asuransi. 5) Penggolongan biaya berdasarkan jangka waktu manfaatnya Pengertian Biaya Produksi menurut Munandar (1997:25) biaya produksi dibagi kedalam 3 hal: biaya bahan mentah adalah biaya yang terdiri dari semua bahan yang dikerjakan dalam proses produksi untuk diubah menjadi barang jadi upah tenaga kerja adalah upah yang dibayarkan untuk tenga krja yang secara langsung memproses barang mentah mnejadi barang jadi. biaya pabrik tidak langsung adalah semua biaya yang terdapat serta terjadi dalam lingkungan pabrik tetapi tidak secara langsung berhubungan dengan proses produksi. Harga Pokok Produksi Menurut Mulyadi (2007:18) pengertian harga pokok produksi adalah sebagian dari seluruh biaya yang dibebankan atau dikeluarkan oleh perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba yang diharapkan. Harga pokok produksi mencerminkan total biaya barang yang diselesaikan selama periode berjalan, biaya yang hanya dibebankan ke barang yang diselesaikan adalah biaya manufaktur, biaya bahan langsung dan overhead (Hansen, 1999:49). Fungsi Perhitungan Harga Pokok Produksi manfaat informasi harga pokok produksi massa bagi manajemen menurut Mulyadi (2007:65) adalah: Menentukan harga jual produk memantau realisasi biaya produksi Menghitung laba atau ruperiodik Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca Variabel Costing/Direct Costing Variabel costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 21 Harga pokok produk menurut metode ini terdiri dari : 1) 2) 3) 4) Biaya bahan baku Biaya tenaga kerja langsung Biaya overhead variabel pabrik Harga pokok produk xx xx xx xx Dalam metode ini biaya overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai periode cost dan bukan sebagai unsur harga pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam priode terjadinya. Metode variabel costing ini dikenal dengan nama direct costing. Istilah direct costing sebenarnya sama sekali tidak berhubungan dengan istilah direct cost (biaya langsung). Pengertian langsung dan tidak langsungnya suatu biaya tergantung erat tidaknya hubungan biaya dengan obyek penentuan biaya, misalnya: produk, proses, departemen, dan pusat biaya yang lain. Proses Pengumpulan Biaya Produksi Dalam variabel costing dengan metode harga pokok proses, harga pokok produk persatuan dihitung setiap akhir periode, misalnya setiap akhir bulan, dengan cara membagi total biaya produksi variabel selama satu bulan dengan total ekuivalensi produksi selama periode yang sama. Dengan demikian biaya overhead pabrik variabel tidak dibebankan kepada produk berdasarkan tarif yang ditentukan di muka, namun dibebankan kepada produk menurut biaya yang sesungguhnya terjadi dalam periode tertentu. Karena variabel costing dengan metode harga pokok proses menghendaki biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk menurut biaya overhead pabrik variabel yang sesungguhnya terjadi selama periode akutansi tertentu, tidak sebesar tarif yang ditentukan di muka seperti halnya dengan metode harga pokok pesanan, maka akutansi biaya produksi dilakukan sebagai berikut: a. Biaya produksi variabel, seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, dicatat langsung pada saat terjadinya dengan mendebit rekening barang dalam proses yang bersangkutan. b. Biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi dicatat dengan pertama kali mendebit rekening biaya overhead pabrik Sesungguhnya. Pada akhir bulan, biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi, yang didebitkan ke dalam rekening biaya overhead Pabrik Sesungguhnya, dianalisis untuk menentukan biaya overhead pabrik variabel dan biaya overhead pabrik tetap. Teknik analisis yang digunakan dapat berupa analisis statistik (analisis regresi) atau analisis yang lebih sederhana (misalnya metode titik tertinggi dan terendah). Hasil analisis terhadap rekening biaya overhead pabrik sesungguhnya tersebut digunakan untuk membuat jurnal berikut ini: Biaya Overhead Pabrik Variabel Sesungguhnya Biaya Overhead Pabrik Tetap Sesungguhnya Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xx xx xx c. Biaya overhead pabrik variabel dibebankan kepada produk berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi dalam periode akutansi tertentu dengan jurnal: Barang dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik Biaya Overhead Pabrik Variabel xx xx d. Biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum juga perlu dipisahkan menurut perilaku biaya tersebut dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum sesungguhnya terjadi pertama kali dicatat ke dalam rekening kontrol biaya pemasaran atau biaya administrasi dan umum. Pada akhir bulan, biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum yang didebitkan ke dalam rekening biaya pemasaran atau biaya administrasi dan umum dianalisis untuk menentukan biaya yang berperilaku variabel dan biaya yang berperilaku tetap. Teknik analisis yang digunakan dapat berupa analisis statistik (analisis regresi) atau analisis yang lebih sederhana, misalnya metode titik tertinggi dan terendah. Hasil analisis terhadap rekening biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum tersebut digunakan untuk membuat jurnal berikut ini: Biaya Pemasaran Variabel Biaya Pemasaran Tetap xx xx Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 22 Biaya Pemasaran Biaya Administrasi dan Umum Variabel Biaya Administrasi dan Umum Tetap Biaya Administrasi dan Umum xx xx xx xx Akuntansi biaya produksi dan biaya nonproduksi dalam metode variabel costing dibagi menjadi tahap berikut ini: 1) Pencatatan Pemakaian Bahan Baku dan Bahan Penolong Pemakaian bahan baku selama periode tertentu tersebut jurnal sebagai berikut: Barang dalam Proses-Biaya Bahan Baku Departemen 1 Persediaan Bahan Baku xx xx 2) Pencatatan Biaya Tenaga Kerja Biaya tenaga kerja di departemen produksi dalam periode tertentu dijurnal sebagai berikut: Barang dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja-Departemen 1 Barang dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja-Departemen 1 Gaji dan Upah xx xx xx 3) Pencatatan Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi dalam periode tertentu dicatat oleh PT X dengan jurnal sebagai berikut: Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Departemen 1 Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Departemen 2 Berbagai Rekening yang Dikredit xx xx xx Pembagian biaya overhead pabrik menurut perilakunya dicatat dengan jurnal sebagai berikut: Barang dalam ProsesBiaya Overhead Pabrik Variabel Biaya Overhead Pabrik Tetap Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xx xx xx 4) Pencatatan Harga Pokok Produk dalam Proses Departemen Pertama Pada Akhir Periode Harga pokok persediaan produk dalam proses di Departemen 1 Persediaan Produk dalam Proses Barang dalam Proses-Biaya Bahan Baku Barang dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Barang dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik Variabel xx xx xx xx 5) Pencatatan Harga Pokok Produk Jadi yang Ditransfer ke Gudang Harga pokok produk jadi yang ditransfer ke gudang dalam periode waktu tertentu sebagai berikut: Persediaan Produk Jadi Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Barang Proses-Biaya Overhead Pabrik Variabel xx xx xx xx 6. Pencatatan Harga Pokok Produk dalam Proses di Departemen Setelah Pertama Pada Akhir Periode Harga pokok persediaan produk dalam proses di Departemen 2 pada akhir bulan dicatat sebagai berikut: Persediaan Produk dalam Proses Barang dalam Proses-Biaya Bahan Baku Barang dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja xx xx xx Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 23 BarangdalamProses-Biaya Overhead Pabrik Variabel xx 7). Pencatatan Penjualan Produk Hasil penjualan produk selama periode waktu tertentu dicatat sebagai berikut: Piutang Hasil penjualan xx xx Harga pokok produk yang dijual dalam periode waktu tertentu dicatat sebagai berikut: Harga Pokok Penjualan Persediaan Produk Jadi xx xx 8). Pencatatan Biaya Komersial Biaya nonproduksi yang terjadi dalam periode tertentu dicatat dengan jurnal sebagai berikut: Biaya Pemasaran Biaya Administrasi dan Umum Berbagai Rekening yang Dikredit xx xx xx Menentukan Harga Jual Produk a. Memantau Realisasi Biaya Produksi Jika rencana produksi untuk jangka waktu tertentu tidak diputuskan untuk dilaksanakan, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan didalam pelaksanaan rencana produksi tersebut. Oleh karena itu, akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan informasi biaya produksi apakah proses produksi mengkonsumsi total biaya produksi sesuai dengan yang diperhitungkan sebelumnya. Pengumpulan biaya produksi untuk jangka waktu tertentu tersebut dilakukan dengan menggunakan metode harga pokok proses. b. Menghitung Laba atau Rugi Bruto Periode Tertentu Untuk mengetahui apakah kegiatan produksi dan pemasaran perusahaan dalam periode waktu tertentu mampu menghasilkan laba bruto atau mengakibatkan rugi bruto, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk memproduksi produk dalam periode tertentu. Informasi laba atau rugi bruto periodik diperlukan untuk mengetahui kontribusi produk dalam menutup biaya non produksi dan menghasilkan laba atau rugi. Oleh karena itu, metode harga pokok dalam proses digunakan oleh manajemen untuk mengumpulkan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan untuk periode tertentu guna menghasilkan informasi laba atau rugi bruto tiap periode. c. Menentukan Harga Pokok Persediaan Produk Jadi dan Produk Dalam Proses Yang Disajikan Dalam Neraca Metode harga pokok pesanan digunakan oleh manajemen untuk mengumpulkan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan untuk tiap pesanan guna menghasilkan informasi labar atau rugi bruto tiap pesanan. Pada saat Manajemen dituntut untuk membuat pertanggungjawaban keuangan periodik, manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba. Di dalam neraca, manajemen harus menyajikan harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok produk yang pada tanggal neraca masih dalam proses. Untuk tujuan tersebut, manajemen perlu menyelenggarakan catatan biaya produksi tiap periode. Berdasarkan catatan biaya produksi tiap periode tersebut manajemen dapat menentukan biaya produksi yang melekat pada produk jadi yang belum laku dijual pada tanggal neraca. Pengertian Harga Jual Harga jual adalah jumlah moneter yang dibebankan oleh suatu unit usaha kepada pembeli atau pelanggan atas barang atau jasa yang dijual atau diserahkan dalam satuan uang (Sulastiningsih, 1999: 82). Pada umumnya penentuan harga jual merupakan salah satu keputusan yang sangat penting bagi sebuah perusahaan. Menurut Sugiri (2004:16) harga jual merupakan salah satu keputusan manajemen, hidup atau matinya perusahaan dalam jangka panjang bergantung pada keputusan ini. Dalam jangka panjang, harga jual harus cukup Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 24 untuk menutup seluruh biaya dan laba normal, agar perusahaan dapat bertahan. Jika biaya dan laba yang diinginkan tidak dapat ditutup oleh harga jual, maka investor akan mencari peluang yang lebih menguntungkan. Tujuan Penetapan Harga 1) Dalam laba maksimum Dalam praktek terjadinya harga memang ditentukan oleh penjual dan pembeli. Makin besarnya daya beli konsumen semakin besar pula kemungkinan bagi penjual menpunyai harapan untuk mendapatkan keuntungan maksimal sesuai dengan kondisi yang ada. 2) Mendapatkan pengendalian investasi yang ditargetkan atau pengembalian pada penjualan bersih Harga yang dapat dicapai dalam penjualan dimaksudkan pula untuk menutup investasi secara berangsur-angsur. Dana yang dipakai untuk mengembalikan investasi hanya bisa diambil dari perusahaan, dan laba hanya bisa diperoleh bilamana harga jual lebih besar dari jumlah seluruhnya. 3) Mencegah atau mengurangi saingan Tujuan mencegah atau mengurangi saingan dapat dilakukan melalui kebijakan harga. Hal ini dapat diketahui bilamana penjual menawarkan barang dengan harga yang sama. Oleh karena itu persaingan hanya dapat dilakukan tanpa melalui kebijakan harga. 4) Mempertahankan atau memperbaiki market share (pangsa pasar) Memperbaiki market share hany mungkin dilakukan bilamana kemampuan dan kapasitas produk perusahaan masih cukup longgar, disamping juga kemampuan dibidang lain seperti pemasaran keuangan dan sebagainya. Penentuan Harga Jual Suatu Produk Menurut Mas’ud (1995:113) Adalah Sebagai Berikut: 1) Gross marjin pricing Dalam penentuan harga jual berupa gross marjin pricing, pada umumnya sangat tepat digunakan oleh perusahaan yang beroperasi di bidang perdagangan dimana jenis perusahaan ini tidak membuat sendiri produk yang dijual sehingga banyak aktiva tetap yang digunakan. Caranya dengan menentukan prosentase tertentu diatas harga (cost) produk yang dibeli. Presentasi ini disebut “mark on prosentase” atau “mark up” prosentase ini meliputi bagian untuk menutup biaya operasi dan bagian menentukan laba yang diinginkan. Prosentase mark up besarnya berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya. Perusahaan yang mempunyai resiko besar akan menentukan prosentase mark up ini lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang resikonya tidak begitu besar. Sebagai contoh perusahaan fashion yang menjual pakaian-pakaian mode mark up nya relatif besar dari pada perusahaan yang tidak dipengaruhi mode dalam menjual produknya. Penentuan harga jual dengan metode ini yaitu dengan menentukan cost barang yang dijual ditambah mark up yang diinginkan, dirumuskan sebagai berikut: Harga jual = Cost Produk + ( % Mark up x Dasar penentuan 2) Direct cost pricing Mark up ) Metode ini dikenal dengan nama “marginal income pricing“ karena hanya memperhitungkan biaya berhubungan dengan volume atau penjualan sehingga menghasilkan marginal income. Marginal income berapa yang dikehendaki oleh perusahaan, hal ini sebagai dasar penentuan harga jual, dirumuskan : Harga Jual = Biaya variabel + Biaya lain-lain + ( % Laba yang diinginkan x 3) Full cost pricing Penentuan harga jual dengan metode ini hampir sama dengan metode direct cost pricing. Dasar penentuan laba ) Perbedaannya terletak pada dasar pembebanan costnya. Kalau dalam “direct cost pricing” hanya biaya-biaya variabel saja sedang dalam metode ini semua jenis biaya dipakai sebagai dasar untuk harga jual. Jadi metode ini memasukkan semua biaya untuk membuat produk ditambah prosentase yang diinginkan untuk menutup biaya operasi dan laba yang diinginkan, dirumuskan sebagai berikut : Harga Jual = Biaya produksi total + Margin ( Biaya produksi total ) + Biaya operasi 4) Time and material pricing Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 25 Dalam metode ini tarif tertentu ditentukan dari upah langsung dan tarif lainnya dari bahan baku masingmasing. Tarif ini dijadikan satu ditambah jumlah tertentu dari biaya tenaga kerja ini merupakan jumlah dari : a) Upah langsung dari premi-premi pada karyawan b) Bagian yang layak dan berhubungan dengan upah tenaga kerja c) Bagian untuk laba Yang dimaksud “material” adalah semua beban yang dimasukkan dalam faktur pembelian material yang digunakan untuk job atau pekerjaan tertentu ditambah pemakaian material. Beban-beban material ini biasanya ditentukan dengan prosentase dari harga pokok material. 5) Capital employed pricing cost Metode ini prosedurnya dengan menentukan prosentase mark up tertentu dari kapital yang dianggap mempunyai peranan dalam memproduksi barang atau produk. Harga jual ini dirumuskan sebagai berikut : Harga Jual = Total Cost + (% dari capital employed) Volume penjualan dalam unit Atau menggunakan rumus sebagai berikut : Harga Jual = Total Cost (% x aktiva tetap ) Volume p enjualan dalam unit 1 - % x aktiva tetap Peranan Penetapan Harga Pokok Produksi Untuk Menetapkan Harga Jual Produk penetapan harga pokok produksi sangat penting maka dalam penentuan harus diusahakan setelititelitinya. Karena kesalahan perhitungan harga pokok dapat mempengaruhi pengambilan keputusan tentang harga jual dari produk yang dihasilkan, tinggi rendahnya harga pokok produksi akan berpengaruh pada harga yang dibayarkan pada konsumen atas barang yang diterimannya Dengan demikian semakin tinggi harga pokok suatu barang akan semakin tinggi pula harga jualnya. Setiap konsumen pada umumnya memberi harga jual terendah dari barang sejenis meskipun kualitas produk suatu perusahaan lebih tinggi, maka konsumen akan membeli produk dari perusahaan yang lebih rendah dari harga jualnya. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa harga pokok yang terlalu tinggi akan mempersulit perusahaan. Jika pendekatan variabel costing digunakan dalam penentuan biaya produk, harga jual produk harus dapat menutup taksiran biaya penuh, yang merupakan jumlah biaya variabel (biaya produksi dan biaya non produksi) biaya tetap (biaya produksi tetap dan biaya non produksi tetap) sebesar yang akan dikeluarkan, ditambah dengan laba wajar. (Mulyadi, 2001: 79) Adapun pendekatan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Penentuan Harga Pokok Produksi Dengan Metode Direct Costing Metode direct costing: penentuan harga produksi yang hanya membebankan biaya produksi variabel saja ke dalam harga pokok produksi. Metode direct costing terdiri dari: Biaya bahan baku Biaya tenaga kerja langsung Biaya overhead pabrik variabel Harga pokok produk Rp. xxx Rp. xxx Rp. xxx Rp. xxx 2. Penentuan Harga Jual Dengan Menggunakan Metode Direct Costing (Biaya produksi variabel + biaya lain variabel) + (laba yang diinginkan) Biaya bahan baku Biaya tenaga kerja langsung Biaya overhead pabrik variabel Jumlah biaya variabel Mark up Harga jual produk Rp. xxx Rp. xxx Rp. xxx Rp. xxx Rp. xxx Rp. xxx Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 26 Pengertian mark up disini adalah: laba yang dikehendaki + biaya administrasi dan umum. Prosentase mark up disini dihitung dengan rumus sebagai berikut: Laba yang dikehendaki + biaya pemasaran + biaya administrasi dan umum. DAFTAR RUJUKAN Carter, William K., and Milton F. Usry. 2006. Akuntansi Biaya. Buku 1. Edisi 13. Krista, Penerjemah. Jakarta: Salemba Empat. Halim, Abdul. 1999. Dasar-dasar Akuntansi Biaya. Edisi 4. Yogyakarta: BPFE. Hansen, Don R., and Maryanne M. Mowen. 1999. Akuntansi Manajemen. Jilid 1. Edisi 4. Jakarta: Erlangga. Hartanto. 1992. Akuntansi Biaya Untuk Perhitungan Harga Pokok Produk. Yogyakarta: BPFE. Mas’ud, Machfoed. 1995. Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: STIE Widya Wiwaha Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen. Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat. Mulyadi. 2007. Akuntansi Biaya. Edisi 5. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN. Munandar. 1997. Budgeting. Edisi I. Yogyakarta: BPFE. Sulastiningsih. 1999. Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN. Sugiri, Slamet, dan Sulastiningsih. 2004. Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN. Supriyono, R.A. 1999. Akuntansi Biaya. Buku 1. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE. Usry, Milton F. 1994. Akuntansi Biaya Penentuan Harga Pokok Produk. Jakarta: Salemba Empat. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 27 Perencanaan Laba dan Pengendalian Produksi Dengan Analisa Break Event Point (BEP) Titin ,SE, MM) DOSEN UNISLA ABTRAKSI Analisa Break Event Point ( BEP ) bertujuan untuk mengetahui apakah BEP dapat memberikan pengaruh pada perencanaan laba dan pengendalian laba. Perencanaan laba dihitung berdasarkan laporan rugi laba dan laporan penjualan, sedangkan laporan rugi laba dan laporan penjualan dapat diketahui berdasarkan besarnya pengendalian laba pada perusahaan. Berdasarkan disini bertujuan untuk memprogram pelaksaanaan untuk tujuan jangka pendek untuk memberikan pedoman pada aktifitas dimasa yang akan datang. Adanya perencanaan yang baik akan memudahkan tugas menajemen dan kegiatan perusahaan dapat diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan dan akan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengendalian terhadap kegiatan perusahaan sedangkan pengendalian adalah perbandingan berlanjut akan pelaksanaan sebenarnya (aktual) degan budget yang telah disisipkan melalui fungsi perencanaan sedangkan budget menetapkan standart pelaksanaan. Kata kunci : perencanaan laba, pendalian produksi, analisa break eventpoint. Pengaruh krisis moneter yang besar dirasakan oleh beberapa pelaku bisnis yang mengakibatkan perusahaan - perusahaan harus dapat mempertahankan usahanya secara efektif dan efisien. Dampak krisis ekonomi juga berpengaruh terhadap naiknya harga bahan – bahan kebutuhan pokok, sehingga pelaku bisnis berupaya keras agar tetap dapat mempertahankan usahanya. Untuk mempertahankan kelangsungan usaha tidaklah mudah apalagi dalam keadaan perekonomian saat ini diperlukan usaha yang keras untuk mencapai hasil yang maksimal. Pihak manajemen sangat diperlukan kemampuannya untuk menyusun suatu rencana yang matang. Hal ini membutuhkan berbagai kebijaksanaan dan strategi yang tepat sehingga dapat mewujudkan tujuan yang yang telah ditetapkan. Adanya perencanaan yang baik akan memudahkan tugas menajemen dan kegiatan perusahaan dapat diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan dan akan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengendalian terhadap kegiatan perusahaan sedangkan pengendalian adalah perbandingan berlanjut akan pelaksanaan sebenarnya (aktual) degan budget yang telah disisipkan melalui fungsi perencanaan sedangkan budget menetapkan standart pelaksanaan. Analisis BEP dipelukan untuk mengetahui hubungan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, biaya lainnya baik yang bersifat tetap maupun variabel dan laba atau rugi. Pengertian Perencanaan Menurut Wilson dan Campbell ( 1991 : 125 ), Perencanaan adalah perumusan tujuan dan juga program pelaksanaan untuk tujuan jangka pendek untuk memberikan pedoman pada aktifitas dimasa yang akan datang. Adanya perencanaan yang baik akan memudahkan tugas manajemen, dan kegiatan perusahaan dapat diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan dan akan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengendalian terhadap kegiatan perusahaan. Menurut T. Hani Handoko ( 1994 : 78 ), Perencanaan adalah suatu proses yang tidak berakhir bila rencana tersebut telah ditetapkan, rencana harus diimplementasikan. Menurut Sumarni ( 1998 : 142 ), Perencanaan adalah menentukan jumlah dan jenis produk yang akan dibuat agar tetap dalam hal kualitas, manfaat dan kuantitasnya agar dapat dicapai keuntungan yang maksimal. Tujuan Perencanaan ( Objective of Planing ) Tujuan perencanaan menurut H. Malayu S.P. Hasibuan ( 2001 : 95 ) adalah sebagai berikut : 1) Untuk menentukan tujuan, kebijakan-kebijakan, prosedur, dan program serta memberikan pedoman cara-cara pelaksanaan yang efektif dalam mencapai tujuan. 2) Untuk menjadikan tindakan ekonomis, karena semua potensi yang dimiliki terarah dengan baik kepada tujuan. 3) Untuk memperkecil resiko yang dihadapi pada masa yang akan datang. 4) Untuk menyebabkan kegiatan agar dilakukan secara teratur dan bertujuan. 5) Untuk memberikan gambaran yang jelas dan lengkap tentang seluruh pekerjaan. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 28 6) 7) 8) 9) Untuk membantu penggunaaan suatu alat pengukuran hasil kerja. Untuk menjadikan suatu landasan untuk pengendalian. Untuk membantu peningkatan daya guna dan hasil guna organisasi. Untuk menghindari mismanagemen dan penempatan karyawan. Jenis-jenis Perencanaan Menurut H. Malayu S. P. Hasibuan ( 2001 : 96 – 102 ) jenis – jenis perencanaan adalah sebagai berikut : 1) Tujuan / objective Yaitu pusat perhatian, sampai sejauh mana bidang - bidang atau pusat perhatian itu dapat direalisasikan pada waktu tertentu ditentukan oleh perkiraan dan hasil yang hendak dicapai. 2) Kebijaksanaan / policy Yaitu suatu jenis rencana yang memberikan bimbingan berfikir dan arah dalam pengambilan keputusan. Karena dengan kebijakanaan ini, maka rencana akan semakin baik dan menjuruskan daya fikir dari pengambil keputusan kearah tujuan yang diinginkan. 3) Prosedur Yaitu suatu rangkaian tugas yang mewujudkan urutan waktu dan rangkaian itu harus dilaksanakan. 4) Rule Yaitu suatu rencana tentang peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dan harus ditaati. Rule kadang-kadang ditimbulkan oleh prosedur, tetapi keadaanya tidak sama. Perbedaannya terletak dalam hal bahwa rule tidak menurut “urutan” tindakan dan waktu pelakasanaan pekerjaan. 5) Program Yaitu suatu rencana yang pada dasarnya telah menggambarkan rencana yang kongrit. Karena dalam program sudah tercantum, baik sasaran, kebijaksanaan, prosedur, waktu maupun anggaran. 6) Budget / anggaran Yaitu suatu rencana yang menggambarkan penerimaan dan pengeluaran yang akan dilakukan pada setiap bidang. Dalam anggaran ini hendaknya tercantum besarnya biaya dan hasil yang akan diperoleh. 7) Metode Yaitu sebagai hasil cara pelaksanaan suatu tugas dengan suatu pertimbangan yang memadai menyangkut tujuan, fasilitas yang tersedia dan jumlah penggunaan waktu, uang, dan usaha. 8) Strategi Yaitu penentuan cara yang harus dilakukan agar memungkinkan memperoleh hasil yang optimal, efektif, .dan dalam jangka waktu yang relatif singkat serta tepat menuju tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Manfaat Perencanaan Menurut T. Hani Handoko ( 1994 : 81 ), antara lain : 1) Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan. 2) Membantu dalam kristalisasi persesuaian pada masalah-masalah utama. 3) Memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas. 4) Membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat. 5) Memberikan cara pemberian pemeritah untuk beroperasi. 6) Memudahkan dalam melakukan koordinasi diantara berbagai bagian organisasi. 7) Membuat tujuan khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami. 8) Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti. 9) Menghemat waktu, usaha dan dana. Perencanaan Laba Menurut Mulyadi ( 2001 : 226 ), Perencanaan Laba adalah merencanakan masa depan perusahaan dengan satu dasar alternatif dan perumusan kebijakan dalam penyusunan anggaran yang harus dipertimbangkan dampaknya terhadap laba perusahaan. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 29 Laba dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : 1) Volume produk yang terjual. 2) Harga jual produk. 3) Biaya. Biaya mempengaruhi harga jual untuk mencapai laba yang dikehendaki, harga jual mempengaruhi volume penjualan, sedangkan volume penjualan langsung mempengaruhi volume produksi dan volume produksi mempengaruhi biaya. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Dalam laporan laba-rugi yang disusun menurut metode variabel costing, perusahan dapat memperoleh berbagai parameter sebagai berikut: 1) 1) 2) 3) 4) Impas ( Break-event ). Margin of Safety. Shut-down Point. Degree of operating leverage. Laba kontribusi per Unit. Laporan Rugi Laba Menurut Schmidgall, Hayes, dan Ninemeier (2002, p. 80), “Income Statement also nown as a profit and loss statement, this final output from the accounting cycle reports on the restaurant’s profitability, including details regarding revenues earned and expenses incurred during a given period of time.” Yang artinya, Income Statement juga dikenal sebagai laporan laba dan rugi, ini merupakan hasil akhir dari alur laporan akuntansi pada perhitungan keuntungan, meliputi pendapatan dan biaya-biaya yang disajikan secara detail selama periode waktu yang diberikan. Yang di sebut Neraca Keuangan (Balance Sheet), Pengertian Pengendalian Pengendalian merupakan aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengetahui sejauh mana aktivitas operasional perusahaan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan semula. Jika terdapat penyimpangan penyimpangan yang mungkin timbul serta menyimpang dari perencanaan, maka fungsi pengendalian membantu untuk mengatasi penyimpangan yang terjadi. Pengendalian adalah untuk menjamin terciptanya kinerja yang efisien, memungkinkan tercapainya tujuan tersebut. Kegiatan tersebut mencakup penetapan tujuan dan standar, membandingkan kinerja yang diukur dengan tujuan dan standar yang telah ditetapkan, menekankan pencapaian sukses dan upaya untuk memperbaiki kesalahan Welsch et al (115). Supriyanto (1994) menambahkan bahwa pengendalian (controlling) adalah proses untuk menjamin bahwa pelaksanaan kerja yang efisien akan dapat mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Glenn A. Welsch W. Hilton Poul N. Gordon( 1995 : 05 ), pengendalian adalah proses untuk memastikan tindakan yang efesien untuk mencapai organisasi yang mencakup : 1. Penetapan sasaran dan standar 2. Membandingkan keberhasilan dengan sasaran dan standar 3. Mendorong keberhasilan dan memperbaiki kekurangan Jadi dari beberapa definisi yang ada di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengendalian adalah suatu proses control usaha sistematis perusahaan untuk memastikan rencana dan tindakan yang efisien dalam mencapai suatu tujuan perusahaan.\ Tujuan Pengendalian Dasar dari setiap tindakan adalah tujuan. Tujuan merupakan proses akhir dari terciptanya sesuatu yang diinginkan. Seperti yang diungkapkan oleh soekarno ( 1986 ) menyebutkan tujuan pengendalian, yaitu : 1. Untuk mengetahui apakah sesuatu berjalanan dengan rencana yang ditetapkan. 2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan intruksi serta asas-asas yang telah ditetapkan. 3. Untuk mengetahui kesulitan, kelemahan, serta kekurangan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan pekerjaan. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 30 4. Untuk mengetahui segala sesuatu apakah berjalan secara efisien. 5. Untuk mngetahui jalan keluar bila ternyata dijumpai kesulitan, kelemahan, atau kegagalan kearah perbaikan. Jenis – jenis Pengendalian Pengendalian merupakan fungsi kelima dan terakhir dalam proses manajemen sama dengan perencanaan, pengendalian juga dilakukan secara berkelanjutan. Oleh karena itu ada proses pengendalian yang harus dilakukan dalam suatu organisasi. Pengendalian dapat didefinisikan suatu proses penguji dan mengevaluasi untuk kerja sebenarnya setiap komponen organisasi suatu perusahaan, mengambil tindakan perbaikan kalau diperlukan untuk memastikan pencapaian tujuan, sasaran, kebijaksanaan dan standard yang telah ditetapkan secara efisien. Perencanaan menetapkan sasaran, tujuan, kebijaksanaan dan standard yang dipergunakan oleh suatu perusahaan. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan evaluasi pribadi, laporan untuk kerja bekal, dan laporan khusus Pandangan lain mengatakan jenis Pengendalian sebagai berikut : 1. Pengendalian pendahuluan Dipergunakan sebelum melakukan tindakan untuk memastikan bahwa sumber daya karyawan disisipkan dan siap untuk memulai kegiatan. 2. Pengendalian keselarasan Memantau dengan menggunakan pengamatan pribadi dan laporan atas kegiatan yang sedang berlangsung untuk memastikan bahwa sasaran dapat dicapai, kebijaksanaan dan prosedur di patuhi selama melakukan kegiatan. 3. Pengendalian umpan balik Tindakan setelah kejadian ( pra perencanaan ) yang memusatkan perhatian pada hasil masa lalu untuk mengendalikan kegiatan dimasa datang. ( Glenn A. Welsch Ronald W. Hilton Poul N. Gordon, 1995 : 16 ) Produksi Menurut Sofyan Assauri ( 1999 : 75 ), Produksi diartikan suatu cara atau metode dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber - sumber ( tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana) yang ada. Seperti yang diketahui bahwa metode dan teknik menghasilkan produk cukup banyak, tetapi secara ekstrim dapat dijadikan menjadi dua yaitu: 1) Proses produksi secara terus menerus ( Continuous Process) Perusahan ini beropersi secara terus menerus untuk memenuhi permintaan pasar selama permintaan akan barang hasil produksi masih diperlukan konsumen. 2) Proses produksi terputus-putus ( Intermitten Process ) Perusahan ini akan berproduksi bila barang tersebut ada yang memesannya dan barang yang diproduksi hanya sesuai dengan prmintaan pemesanan. Hubungan antara Perencanaan dan Pengendalian Perencanaan merupakan proses dalam pengambilan keputusan serta pelaksana tindakan secara terinci yang ditujukan untuk mencapi tujuan perusahaan sedangkan pengendalian adalah tindakan yang dapat diterapkan untuk menjamin tindakan yang dapat diterapkan untuk menjamin tindakan sesuai dengan rencana. Stoner ( 1990 ) berpendapat bahwa pengendalian tidak akan terjadi bila tidak ada rencana, dan suatu rencana mempunyai kemungkinan kecil untuk berhasil bila tidak dilakukan beberapa upaya untuk kemajuan yang telah dicapai. Hubungan antara perencanaan dan pengendalian yang berjalan beriringan akan menciptakan kondisi yang dinamis dalam setiap kegiatan, perusahaan untuk mencapai target perusahaan yaitu tercapainya tujuan secara optimal. Keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya sangat dipengaruhi dari perencanaan dan pengendalian yang baik dalam perencanaan. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 31 Analisa Break-Event Point ( BEP ) Istilah Break-Event Point dipakai bilamana suatu perusahaan hanya menutup biaya produksi dan biaya usaha yang diperlukan dalam menjalankan kegiatan. Dengan demikian pengertian Break-Event adalah suatu keadaan dimana penghasilan dari penjualan hanya cukup untuk menutup biaya, baik yang bersifat variabel maupun yang bersifat tetap. Dengan kata lain keadaan Break-Event menunjukan jumlah laba sama dengan nol atau bahwa penghasilan total sama dengan biaya total. Menurut M. Muslich ( 2003 : 66 ), Break Event Point adalah analisis yang menunjukkan hubungan antara investasi dan volume produksi atau penjualan untuk mendapatkan suatu tingkat profitabilitas. Menurut Andri Apriyono ( 20 february 2009 ), Break Event Point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi/ impas ( penghasilan = total biaya ). Menurut Mulyadi ( 2001 : 232 ), Break Event Point adalah keadan suatu usaha yang tidak meperoleh laba dan tidak menderita kerugian. Menurut Bambang Riyanto ( 1992 : 76 ), Break Event Point adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Menurut Adisaputro ( Anggaran Perusahaan, hal 93-94 ), Break Event Point adalah analisis yang mampu menunjukan bagaimana jumlah keuntungan yang diperoleh akan berubah bilamana terjadi perubahan pada salah satu atau lebih dari faktor berikut ini : 1. Harga jumlah produk : naik turunya harga jual akan berpengaruh terhadap penghasilan dan penjualan. 2. Jumlah unit yang terjual : juga perubahan dari jumlah unit terjual akan secara langsung mempengaruhi penghasilan penjualan. 3. Biaya produksi dan atau biaya usaha : yang terakhir ini akan mempengaruhi biaya keseluruhan yang harus diperhitungkan terhadap hasil penjualan. Oleh karena laba adalah selisih antara penghasilan penjualan dengan keseluruhan biaya, maka perubahan dari penghasilan atau biaya dengan sendirinya akan mempengaruhi laba yang diperoleh. Oleh karena itu analisis Break-Event sering juga disebut sebagai analisa Cost-Volume-Profit ( Analisi CVP ). Gambar 1 Kurva BEP RP BEP s Daerah laba Biaya Variabel Total Biaya Semi Variabel Daerah Rugi R2 R1 0 P1 P2 P3 P4 Garis Produksi / penjualan. Volume Penjualan Keterangan : OP : Garis Produksi/ Penjualan (dalam unit) OS : Garis Penjualan (dalam rupiah) OR : Biaya Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Laba dibagi menjadi 3, yaitu : Perubahan Volume produksi / Penjualan Perubahan harga Jual Perubahan Biaya Perubahan Volume Produksi. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 32 Asumsi - Asumsi Dasar Dalam Menggunakan Analisis Break-Event Point ( BEP ) Untuk dapat melakukan analisis Break-Event Point ( BEP ) atau titik impas dalam pengelolaan suatu usaha jasa restoran dan bar, dalam hal ini bistro dan lounge perlu dipenuhi asumsi – asumsi dasarnya, karena tanpa terpenuhi asumsi dasar tersebut maka tidak akan dapat dilakukan suatu dasar analisisnya. Adapun asumsi – asumsi yang harus terpenuhi menurut Soekrisno, ( Manjemen Food and beverage service hotel, hal 172 173,2001 ) didalam menganailisis biaya volume laba adalah sebagai berikut : 1. Biaya didalam usaha bisnis dibagi atau dapat dipisahkan mana yang bersifat variabel ( variabel Cost ) dan mana yang bersifat tetap ( Fixed cost ). Biaya – biaya yang bersifat meragukan, yaitu semivariabel harus ditegaskan kelompoknya sehingga akhirnya hanya ada 2 kelompok biaya saja, yakni biaya tetap dan biaya variabel 2. Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah – ubah secara proporsioanal dengan volume penjualan. Ini berarti bahwa biaya perunitnya atau perpelangganya adalah tetap sama. 3. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan volume penjualan. Ini berarti bahwa biaya tetap perunitnya atau perpelangganya berubah – ubah karena adanya perubahan volume kegiatan atau penjualan. 4. Harga jual perunit tidak berubah selama periode yang dianalisis, jika dalam usaha menaikan volume penjualan dilakukan penurunan harga jual atau dengan memberikan potongan harga, maka hal ini mempengaruhi hubungan biaya, volume dan laba. 5. Usaha bisnis tertentu hanya memproduksi atau menjual satu macam produk saja, apabila diproduksi lebih dari satu macam produk, pertimbangan penghasilan penjualan antara masing – masing produk atau sales mix nya adalah tetap konstan. 6. Situasi ekonomi dan keadaan lain harus tetap dalam kondisi stabil. Pada masa inflasi tinggi sangat susah untuk meramalkan penjualan atau harga jual untuk masa mendatang dan akan sangat beresiko untuk menggunakan analisa BEP untuk pengambilan keputusan kedepan. 7. Bahwa analisa BEP hanya digunakan sebagai panduan untuk pengambilan keputusan pendekatan matematis atau pendekatan grafis mungkin mengidikasikan suatu kepastian, tetapi ada hal lain yang perlu diperhatikan seperti hubungan antara karyawan, niat baik pelanggan, keadaan sosial atau lingkungan, yang menjadi kontradiksi dalam perhitungan analisa BEP. Klasifikasi Biaya Untuk menentukan BEP atau biasa kita sebut titik impas, biaya-biaya yang terjadi selama periode tertentu harus diklasifikasikan ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Pada umumnya perilaku biaya diartikan sebagai hubungan antara total biaya dengan perubahan volume kegiatan berdasarkan perilakunya dalam hubungan dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu : 1. Biaya Tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran perubahan volume kegiatan tertentu tetapi biaya perunit berubah dengan adanya perubahan volume kegiatan. 2. Biaya Variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahaan volume kegiatan sedangkan biaya variabel perunitnya konstan ( tetap ) dengan adanya perubahaan volume. 3. Biaya Semi Variabel adalah biaya yang memiliki elemen tetap dan variabel didalamnya. Sifat biaya semi variabel memilki karakteristik seperti dibawah ini : a. b. Total berubah mengikuti perubahan volume, tetapi perubahannya tidak proposional. Perunitnya juga berubah, tetapi terbalik dengan perubahaan volume, dan tidak sebanding. Pemisahaan biaya semi variabel / campuran adalah pemisahan biaya campuran ini diperlukan dalam rangka penggunaannya sebagai perencanaan, pengendalian dan sebagai informasi pengambilan keputusan. Beberapa jenis biaya tertentu yang sifatnya campuran sulit untuk ditentukan dengan pasti,berapa bagian yang bersifat variabel dan beberapa bagian yang bersifat tetap. Oleh karena pentingnya perencanaan dan pengendaliaan, biaya campuran harus dipisahkan menjadi biaya variabel dan biaya tetap. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 33 Beberapa teknik untuk memisahkan biaya campuran menurut Sugiri, ( Akuntansi Manajemen hal 44-51 ), antara lain : 1) Metode diagram pancar 2) Metode titik tertinggi dan rendah 3) Metode regresi linear Ketiga teknik ini mendasarkan pada pengumpulan data historis yang menunjukan besarnya biaya campuran / semi variabel dimasa lalu berbagai tingkat kegiatan. Untuk menentukan perencanaan laba dan pengendaliaan produksi dengan menggunakan metode analisa break event point dengan rumus yang dilakukan oleh Drs. R. A. Supriyono ( Akuntansi Manajemen 1, halaman 516-519 ) dapat dilakukan sebagai berikut : 1) BEP Dalam Unit A X = A = P – B CM per Unit Ket : X = Volume Penjualan P = Harga Jual Per unit A = Biaya Variabel dan Biaya Tetap B = Biaya Variabel Per unit 2) BEP Dalam Rupiah A PX = = B 1- P A CM Ratio b. Sedangkan Perhitungan laba yang direncanakan, Untuk menghitung perencanaan laba dapat digunakan rumus sebagai berikut : 1) Perencanaan Laba Dalam Unit A + I X = P – B Ket : X = A = P = B = I = A + I = CM per Unit Volume Penjualan Biaya Tetap Harga Jual Per Unit Biaya Variabel Per Unit Laba yang Ditargetkan 2). Perencanaan Laba Dalam Rupiah A + I A + I X = = B CM per Unit 1– P Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 34 Ket : P = Harga Jual Per unit X = Volume Penjualan A = Biaya Variabel dan Biaya Tetap B = Biaya Variabel Per unit I = Laba yang ditargetkan 1 = Konstata DAFTAR PUSTAKA Adisaputra G-M Asri ( 2004 ), Anggaran Perusahaan, BPEE, Yogyakarta. Ahyari Agus ( 1994 ), Manajemen Produksi, Edisi keempat, BPFE, Yogyakarta. Apriyono,Andri ( 2009 ), WWW. Break Event Point. Asri Adisaputro G-M, ( 2004 ), Anggaran Perusahaan, BPEE,Yogyakarta. Gleen A Welsch-Ronald W. Hilton-Poul N. Gordon ( 1995 ),Budgeting, Edisis Kelima, Bumi Aksara, Jakarta. H. Malayu. S.P. Hasibuan ( 2001 ), Pengantar Manajemen, Edisi revisi, PT Bumi Aksara. Kamarudin, Ahmad, ( 2000 ), Akuntansi Manajemen, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Milton F. Usry Lawrence H. Hammer( 1995 ), Akuntansi Biaya, Edisi kesatu, Penerbit Erlangga, Jakarta. Multi Sumarni-Jhon Sueprihanto ( 1998 ), Pengantar Bisnis, Edisi Kelima, Liberty, Yogyakarta. Mulyadi ( 2001 ), Akuntansi Manajemen, Edisi Ketiga, Penerbit Erlangga,Jakarta. Muslich Mohamad, SE. M.BA, ( 2003 ), Manajemen Keuangan Modern, Penerbit Bumi Aksara , Jakarta. Riyanto Bambang ( 1995 ), Dasar – Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Penerbit Gadja Mada,Yogyakarta. Soekresno,( 2001 ), Manajemen Food and Beverage Service Hotel, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. T. Hani Handoko, ( 1994 ), Dasar-dasar Manajemen, Edisi kedua, cetakan ketujuh, BPFE, Yogyakarta. Umar Husein ( 2003 ), Study Kelayakan Bisnis, Edisi Kedua, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 35 ANALISA PENGARUH SISTEM MANAJEMEN TQC TERHADAP TINGKAT KERUSAKAN PRODUK (STUDI KASUS PADA PT. SINAR KAYU ABADI SURABAYA) Dr. imam Sutrisno)* Dosen unisla ABSTRAK Pada hakekatnya suatu perusahaan didirikan untuk mencapai keuntungan yang optimal. Dengan keuntungan yang diperolehnya itu perusahaan akan dapat mempertahankan usahanya, sehingga kelangsungan hidup perusahaan akan terjamin. Oleh karna itu pelaksanaan pengawasan dan pengendalian dalam perusahaan merupakan fungsi yang terakhir dalam akifitas perusahaan. Berdasarkan uraan di atas maka Total Quality Control atau pengendalian mutu terpadu dilakukan dengan jalan melaksanakan kegiatan pengawasan baik selama proses produksi atau pengawasan atas hasil barang produksi. Oleh karna itu penulis mengangkat dalam penelitian ini adalah Adakah pengaruh antara system pengendalian Total Quality Control terhadap tingkat kerusakan hasil produksi dan Apakah pelaksanaan sistem pengendalian Total Quality Control dapat meminimalkan tingkat kerusakan produksi ,sehingga penulis dapat menganalisa data dengan metode statistic. Metode analisa data yang di pakai adalah Regresi sederhana dan koefisien koerelasi produk moment (r) antara system manajemen TQC (X) dengan tingkat kerusakan produk (Y) selama 1tahun (bulan januari – desember).Sedangkan uji t di gunakan untuk menguji hipotesa tentang nilai koefisien korelasi. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa Y=58,98 + 0,106X Artinya Apabila perusahaan tidak melakukan kegiatan ( X = 0) maka tingkat kerusakan naik sebesar 58,98.,dan apabila Total Quality Control ditambah/ dinaikan maka berpengaruh terhadap tingkat kerusakan sebesar 0,106. Dengan asumsi bahwa (a=0) dan koefisien korelasi (r) = 0,61 sehingga R = 37,21 % dari data perhitungan diketahui t hitung > t table yaitu 2,443 > 2,228 berarti system pengendalian total quality control berpengaruh terhadap tingkat kerusakan produk yang rusak. (Kata kunci :system manajemen, TQC, tingkat kerusakan, produk ) A. Latar Belakang Pada hakekatnya suatu perusahaan didirikan untuk mencapai keuntungan yang optimal. Dengan keuntungan yang diperolehnya itu perusahaan akan dapat mempertahankan usahanya, sehingga kelangsungan hidup perusahaan akan terjamin. Pelaksanaan pengawasan dalam perusahaan merupakan fungsi yang terakhir dalam akifitas perusahaan. Seorang yang melakukan tugas pengawasan harus sungguh-sungguh mengerti tujuan dari tugas yang dilaksanakan itu. Total Quality Control atau pengendalian mutu terpadu dilakukan dengan jalan melaksanakan kegiatan pengawasan baik selama proses produksi atau pengawasan atas hasil barang produksi. Maka pengawasan telah ditetapkan pada perusahaan pengelola kayu PT. Sinar Kayu Abadi, mengingat produk perusahaan merupakan produk pesanan yang mana secara tidak langsung baik buruknya membawa nama baik perusahaan tersebut. Dengan demikian penting sekali manajemen Total Quality Control diterapkan dalam perusahaan. Usaha yang dilakukan merupakan produksi pesanan dimana produksi yang ditunjukkan untuk memenuhi permintaan, terutama permintaan dari luar negeri.Selain itu pengawasan mutu (Quality Control) merupakan spesifikasi produk yang telah ditetapkan sebagai standart yang tercermin dalam produk atau hasil akhir. B. Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas, dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Adakah pengaruh antara system manajemen Total Quality Control terhadap tingkat kerusakan hasil produksi perusahaan pengelolaan kayu pada PT. Sinar Kayu Abadi, Surabaya? 2. Apakah pelaksanaan sistem manajemen Total Quality Control dapat meminimalkan tingkat kerusakan produksi pada PT. Sinar Kayu Abadi, Surabaya ? C. Tujuan Penelitian 3. Untuk mengetahui, apakah ada pengaruh Sistem manajemen Total Quality Control terhadap tingkat kerusakan produk perusahaan pengolahan kayu pada PT. Sinar Kayu Abadi, Surabaya. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 36 4. Untuk mengetahui, apakah pelaksanaan sistem manajemen Total Quality Control dapat meminimalkan tingkat kerusakan produksi pada PT. Sinar Kayu Abadi, Surabaya. D. Landasan Teori 1. Pengertian Manajemen Menurut Mary porker vollet , Manajemen adalah seni (kemampuan pribadi) dalam menyelesaikan pekerjaan melalu orang lain.” Sedangkan menurut Stoner , Manajemen adalh proses perencanaan, pengorganisasianm pengarahan dan pengawasan usaha usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya sumberdaya organisasi lainnya , agar mencapai tujuan oganisasi yang telah ditetapkan. 2. Pengertian Pengendalian Mutu Terpadu (TQC) Menurut Sofyan Assauri (1993 : 162), bahwa pengendalian mutu terpadu (TQC) adalah untuk memastikan apakah kebijakan dalam hal standart mutu terpadu tercermin dalam hasil akhir. Pengendalian Mutu Terpadu(TQC) menurut Suryadi Prawira Sentono (2002 : 71) “adalah kegiatan terpadu mulai dari pengendalian standart mutu bahan, standart proses produksi, barang setengah jadi, barang jadi,sampai standart pengiriman produk akhir konsumen, agar barang (jasa) yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan”. 3. Pengertian Produk Rusak (Spoiled Good) Menurut pendapat Mari Mulyadi (1999 : 324) bahwa produk rusak adalah produk yang tidak memenuhi standart mutu yang telah ditetapkan, yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi produk yang baik. Produk rusak berbeda dengan sisa bahan, Karena sisa bahan merupakan bahan yang mengalami kerusakan dalam proses produksi yang telah menyerap biaya bahan, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. 4. Organisasi pengawasan mutu dalam fungsi suatu perusahaan Pengawasan mutu merupakan fungsi yang terpenting dari suatu perusahaan. Oleh karena itu setiap pabrik mempunyai pengawasan yang dilakukan oleh bagian pengawasan. Setiap orang atau bagian yang berhubungan dengan kegiatan produksi mempunyai tanggung jawab langsung atas pelaksanaan pekerjaan dan sesuainya barang hasil dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Oleh karena itu tugas ini merupakan tugas yang beraneka ragam ini sangat sulit karena menyangkut berbagai bidang, maka tanggung jawab pengawasan mutu ini begitu besar dan terletak pada bagian manajer produksi. Tugas-tugas dari organisasi pengawasan terhadap proses produksi ini adalah : 1) Pengawasan atas bahan-bahan yang rusak 2) Pengawasan atas kegiatan macam-macam tingkatan produksi 3) Pengawasan terhadap produksi akhir 4) Penyelidikan atas sebab-sebab kesalahan yang timbul Adapun langkah-langkah pengawasan kualitas adalah sebagai berikut : 1) Pemilihan hal-hal yang penting, menentukan tingkat-tingkat dalam suatu proses, dimana harus dilakukan cheeking. hal ini dilakukan dengan memperhatikan : a) Tanggung jawab terhadap langganan, terutama dalam menyangkut nama baik perusahaan. b) Sifat dari material dan reability supplier. c) Kepentingan proses produksi itu sendiri stabilitas dan pentingnya untuk menjaga materialmaterial tetap berada dalam arus produksi. 2) Menentukan standart kualitas Dalam hal ini harus ditetapkan dengan jelas macam kualitas yang akan diperlukan, banyaknya jumlah yang harus dicapai. Standart harus memenuhi : a) Keinginan pembeli yang biasanya berhubungan dengan fungsi dari elastisitas hasil produksi tersebut. b) Kebutuhan teknik dan proses pekerjaan lebih lanjut. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 37 3) Pemeriksaan terhadap barang-barang yang sedang dikerjakan, pemeriksaan hendaknya dilakukan setiap saat selama proses produksi berlangsung dan memperhatikan : a) Hubungan antar biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menguji, serta akibat yang akan terjadi, memberikan suatu pekerjaan yang salah, ditinjau dari hal menambah biaya proses lebih lanjut. b) Akibat keterlambatan, bilamana hasil tes menunjukkan perlu diadakan tindakan koreksi. 4) Melaporkan hasil-hasil tersebut diatas Hasil pengujian terutama langsng mengawasi jalannya pelasanaan produksi agar sebelum terjadi pembuatan yang salah dapat diambil langkah tindakan. Oleh karena itu keterangan tentang langkah-langkah tindakan koreksi yang perlu dilakukan harus jelas. 6. 5. Gugus Kendali Mutu a. Pengertian gugus kendali mutu Pendapat dari beberapa ahli mengenai gugus kendali mutu memberikan definisi yang berbeda-beda akan tetapi pada prisipnya maksud dan tujuannya sama. Menurut pendapat dari Rusli Syarif (1990 : 7) bahwa “gugus kendali mutu adalah suatu kelompok kecil dari bidang pekerjaan yang sejenis dalam organisasi yang mengadakan pekerjaan secara suka rela diluar jam kerja tertentu”. Sedangkan menurut pendapat Kouru Ishikawa (1988 : 7), bahwa “gugus kendali mutu adalah kelompok kerja yang secara suka rela mengadakan kegiatan pengendalian mutu ditempat kerja mereka sendiri”. Dari pendapat-pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa : 1) Gugus kendali mutu adalah pelaksanaan pengendalian mutu terpadu sebagai salah satu teknik untuk meningkatkan mutu produk perusahaan. 2) Gugus kendali mutu adalah sekelompok kerja dalam unti yang sama dan bertemu secara berkala dengan cara mengidentifikasikan, menganalisa dan mencari pemecahan masalah. Dengan melalui gugus kendali mutu ini diharapkan mutu produksi yang dihasilkan dapat ditingkatkan dan tingkat kerusakan dapat ditekan sekecil mungkin dan keadaan mutu produk dapat diketahui sejak dini. Ide dasar dilaksanakannya gugus kendali mutu perusahaan secara menyeluruh sebagai berikut : 1) Turut membantu perbaikan dan pengembangan perusahaan. 2) Menghargai kemanusiaan dan mengembangkan yang sesuai dan pantas. 3) Menggunakan kemampuan sepenuhnya dan bila perlu menggali kemampuan yang tak terbatas. Ada 9 macam pedoman kegiatan dalam gugus kendali mutu : 1) Pengembangan diri 2) Kesukarelaan 3) Kegiatan kelompok 4) Partisipasi karyawan 5) Pemanfaatan teknik-teknik kendali mutu 6) Kegiatan yang berhubungan erat dengan tempat kerja 7) Vasilitas dan kesinambungan dalam kegiatan kendali mutu 8) Pengembangan bersama 9) Kesadaran akan pentingnya kendali mutu b. Pelaksanaan Gugus Kendali Mutu Mengingat masalah yang dihadapi setiap organisasi atau perusahaan berbeda maka jenis ketertiban para karyawan setiap perusahaan atau orgaisasi juga akan berbeda-beda pula. Untuk menghadapi hal yang demikian itu, maka setiap anggota organisasi atau perusahaan harus dikembangkan rasa memiliki dan rasa ikut bangga pada perusahaannya. Untuk mencapai tujuan diatas maka perlu dibentuk kelompok-kelompok atau gugus kendali mutu disemua bagian dan semua bagian tingkat dalam organisasi. . Langkah-langkah Gugus Kendali Mutu dan Kegiatan Gugus Kendali Mutu Langkah-langkah tugas gugus kendali mutu adalah sebagai berikut : a. Mengumpulkan informasi 1) Menetapkan tolak ukur dan target hasil kerja 2) Mengukur dan mencatat hasil kerja untuk mendapatkan data-data yang akan digunakan sebagai fakta 3) Mengolah data-data yang diperoleh unutk dijadikan bahan informasi Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 38 b. c. d. Mengidentifikasi masalah Dari informasi-informasi yang didapatkan akan diidentifikasikan masalah yang dihadapi merupakan sumbang saran dari : 1) Anggota gugus kendali mutu sendiri 2) Manager atau atasan 3) Staf atau ahli Pemilihan masalah Pemilihan masalah dilakukan sendiri oleh gugus kendali mutu. Analisa masalah dan rekomendasi penyelesaian Analisa masalah dilakukan oleh anggota gugus kendali mutu dan bila diperlukan dapat meminta bantuan ahli dalam bidang yang bersangkutan, yang diundang dalam pertemuan gugus kendali mutu guna memberikan petunjuk dan pengarahan saja, sebab semua tanggung jawab tetap menjadi beban gugus kendali mutu yang bersangkutan. E. Kerangka Berpikir Untuk memudahkan dan memahami dalam penelitian ini agar sesuai dengan kriteria yang sistematis dan logis, maka diperlukan suatu kerangka konseptual yaitu membuat skema/ bagan yang menggambarkan alur masalah. Strategi Perusahaan Pendekatan Total Quality Control (TQC) (X) Tingkat Kerusakan Produk (Y) Regresi Linier Korelasi Uji t Keterangan : Dengan menggunakan pendekatan Total Quality Control akan dapat mengendalikan tingkat kerusakan produk. F. Hipotesis “ Di duga Sistem ManajemenTotal Quality Control berpengaruh terhadap tingkat kerusakan produk pada PT. Sinar Kayu Abadi Surabaya” G. Definisi Operasional Variabel Variabel merupakan segala sesuatu yang menjadi obyek penelitian atau apa yang menjadi titik pokok penelitian (suhartini,1992 : 91) Menurut Sugiyono (2006 : 3), Variabel Bebas Adalah Variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain, meliputi : Total Quality Contro,l sebagai varabel bebas (X) Total Quality Control adalah suatu sistem yang efektif dengan cara mengikutsertakan seluruh jajaran karyawan untuk secara aktif dan bertanggung jawab dalam pemeliharaan mutu dari berbagai produk yang dihasilkan peerusahaan. Tingkat Kerusakan produk, sebagai varabel terikat (Y) Tingkat kerusakan adalah mengetahui berapa produk yang mengalami kerusakan dengan didasarkan pada ketentuan. H. Metude Analisa Data Analisa data yang di gunakan dalam penelitian kuantitaif ini yaitu : 1, Pearson Product Moment Correlation, yang ditunjukkan dengan rumus : Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 39 r n. XY X . Y n. X 2 X . n. Y 2 Y 2 2 Keterangan : r = Koefisien korelasi n = Banyaknya tahun X = Jumlah Total Quality Control Y = Jumlah tingkat kerusakan produk 2. Analisa Regresi Linier Pada penelitian ini teknik analisa yang digunakan adalah regresi linier karena peneliti berasumsi terdapat satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Dengan analisa ini diharapkan dapat menjelaskan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Rumus yang digunakan sebagai berikut : Y = a + bx Keterangan : Y = Tingkat kerusakan X = Pendekatan TQC b = Koefisien regresi a = Konstanta b. Uji t Uji t digunakan untuk menguji tingkat signifikan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial (sendiri-sendiri) pada tingkat kepercayaan tertentu. t n2 r 1 r2 Keterangan : t = t hitung yang selanjutnya dikonsultasikan dengan t table n = Banyaknya tahun r = koefisien korelasi Hi; Daerah penolakan Hi : Daerah penolakan Ho : daerah penerimaan - t table t Tabel Ho : 1 0 (tidak ada pengaruh variabel X atau pendekatan Total Quality Control terhadap variabel Y atau tingkat kerusakan). Hi : 1 0 (ada pengeruh variabel X atau sstem manajemen Total Quality Control terhadap variabel Y atau tingkat kerusakan) I .Hasil penelitian Setelah penulisan mendapatkan data-data dari perusahaan mengenai data-data biaya Total Quality Control, maka dapat diolah dan di analisa guna mengetahi seberapa besar pengaruh system pengendalian Total Quality control terhadap tingkat kerusakan. Dari data diatas, kemudian dilakukan uji kebenarannya, maka berikut ini ditetapkan langkah-langkah pengujian hipotesis sebagai berikut : 1. Analisa korelasi n xy x . y r xy 2 2 2 2 n x x .n y y Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 40 Dimana : r = Koefesien Korelasi n = Jumlah yang diteliti x = jumlah total quality control y = Jumlah tingkat kerusakan Tabel 1 Pengaruh Total Quality Control dengan Tingkat Kerusakan pada PT. Sinar Kayu Abadi Surabaya Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah X 1.272 1.249 1.223 1.187 1.161 1.144 1.120 996 811 782 628 571 12.144 Y 225 197 202 191 197 121 183 86 173 156 144 120 1.995 n xy x . y r xy 2 2 2 2 n x x .n y yrxy rxy rxy Y2 50.625 38.809 40.804 36.481 38.809 14.641 33.489 7.396 29.929 24.336 20.736 14.400 350.455 XY 286.200 246.053 247.046 226.717 228.717 138.424 204.960 85.656 140.303 121.992 90.432 68.520 2.085.020 12(2.085.020) (12.144)(1.995) 12 (12.914.378) 12.144 . 12 (350.450) 1995 2 2 25.020.240 24.227.280 154.972.536 147.476.736 . 4.205.400 3.980.025 792.960 rxy rxy X2 1.617.984 1.560.001 1.495.729 1.347.921 1.347.921 1.308.736 1.254.400 992.016 657.721 611.524 394.384 326.041 12.914.378 7.495.800 . 225.375 792.960 2.737,85 x 474,74 792.960 1.299.766,91 rxy 0,61 2. Analisa Regresi Linier Analisa regresi linier digunakan untuk mengukur intensitas hubungan dua variabel dan membuat nilai Y atas dasar nilai X dengan rumus : Y= b= a + bx n XY ( X )( Y ) n( X 2 ) ( X ) 2 b= 12 (2.085.020) (12.144)(1.995) 12(12.914.536) (12.144) 2 b= 25.020.240 24.227.280 154.972.536 147.476.736 b= b= a= 792.960 7.495.800 0,106 Y b X n = 1.995 (0,106)(12.144) 12 Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 41 = = a= 1.995 (1.287,3) 12 707,7 12 58,98 Y = 58,98 + 0,106X J. Pengujian Hipotesis Hipotesis sebagai jawaban sementara atas permasalahan yang dihadapi Dengan Tingkat Signifikan Uji dua arah = a/2 = 0,025 (2,5%) ,Df = N – K – 1 Df = 12 – 1 – 1 = 10 Di mana : Ho : β = 0 ( tidak ada pengaruh variabel X atau sytem manajemen Total Quality Control terhadap variabel Y atau tingkat kerusakan) Hi : β≠ 0 ( terdapat pengaruh variabel X atau sytem manajemen Total Quality control terhadap variabel Y atau tingkat kerusakan) Ttabel = 2,228 t hitung r (n - 2) t hitung 0,61 (12 - 2) t hitung t hitung 1 r2 1 (0,61) 2 0,61 10 1 0,3721 0,61 x 3,16 0,6279 1,9276 t hitung 0,7924 t hitung 2,433 Dari hasil diatas menunjukkan bahwa t hitung > t table yaitu 2,433 > 2,228 berarti variabel system manajemen dengan menggunakan pendekatanTotal Quality Control dengan tingkat kerusakan produk mempunyai pengaruh yang signifikan dimana Ho Ditolak dan Hi Diterima K. Kesimpulan Dari hasil penelitiaan maka penulis menarik beberapa kesimpulan berdasarkan data – data pada perusahaan pengolahan kayu PT SINAR KAYU ABADI –Surabaya yang telah diolah dari analisis sebelumnya adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan analisa korelasi produk moment ada hubungan yang kuat antara systm manajemen TQC dengan tingkat kerusakan produk dengan nilai r = 0,61 dan R = 37,21 % dari data perhitungan diketahui t hitung > t table yaitu 2,443 > 2,228 , hal ini berarti system manajemen total quality control terhadap tingkat kerusakan mempunyai pengaruh, dimana Ho diterima dan Hi ditolak. 2.Dari hasil analisa Regresi Linier Sederhana bahwa persamaan Y = a + b X , Y=58,98 + 0,106X a =58,98 Artinya Apabila koperasi tidak melakukan kegiatan ( X = 0) maka tingkat kerusakan naik sebesar 58,98. b= 0,106 Artinya.apabila Total Quality Control ditambah/dinaikaan maka berpengaruh terhadap tingkat kerusakan sebesar 0,106. Dengan asumsi bahwa ( a = 0 ). Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 42 DAFTAR PUSTAKA Iqbal hasan, 2004. Analisi Data Penelitian dan Statistik, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta Kouru Ishikawa, 1990. Teknik Penentuan Pengendalian Mutu, Edisi 1, Penerbit Mediyatma sarana Perkasa, Jakarta Lalu Sumayang, 2003. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Penerbit Salemba Empat, Jakarta Manulang M, 1981. Dasar-Dasar Manajemen Produksi, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta Muhdarsah Sinungan, 1997. Pengendalian Mutu Terpadu, Edisi 11, Penerbit PPM, Jakarta Mulyadi, 1999. Akuntansi Biaya, Edisi V, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta Sofyan Assaury, 1993. Manajemen Produksi Dan Operasi, Edisi V, Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta Sudjana, 1989. Metode Statistik, Edisi V, Penerbit Tarsito, Bandung Suryadi Prawirosentono, 2002. Manajemen Mutu Terpadu, Penerbit Bumi Aksara, Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 43 LEASING SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PEMBELANJAAN DALAM PENAMBAHAN SARANA ANGKUT (studi kasus Perusahaan Tenun El Resas Lamongan) Abid Muhtarom,SE)* Dosen Unisla ABTRAKSI Persaingan yang semakin ketat ini perusahaan dituntut untuk lebih mengutamakan kepuasan pelayanan bagi konsumen, dengan tidak mengabaikan tujuan perusahaan. Dengan semakin pesatnya pertumbuhan ekonomi yang baik ditimbulkan oleh perusahaan yang berskala besar maupun yang berskala kecil sangatlah membutuhkan adanya sumber pembelanjaan yang tepat agar menunjang kelancaran produksi. Adapun masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah apakah dengan menggunakan leasing merupakan alternatif sumber pembelanjaan terbaik dari pada membeli melalui kredit bank dalam penambhan sarana angkut sedangkan tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah leasing merupakan alternatif sumber pembelanjaan terbaik dari pada membeli melalui kredit bank dalam penambahan sarana angkut pada perusahaan tenun. Sehubungan dengan masalah tersebut dan hipotesis penelitian ini adalah diduga dengan menggunakan cara leasing ( sewa guna usaha) merupakan alternatif yang terbaik dan lebih efesien mendapat sarana angkut dibandingkan dengan melalui kredit bank pada Perusahaan Tenun Elresa Lamongan. Sejalan dengan masalah tersebut dan hipotesis, maka untuk menganalisa Leasing (X) terhadap sumber pembelanjaan maka metode yang digunakan yaitu NPV,CF,IRR, hasil yang diperoleh adalah Dengan melakukan perhitungan angsuran pembayaran antara kredit bank dan leasing menggunakan metode NVP perbandingan antara kredit bank sebesar Rp. 838.235.963,2 sedangkan Leasing sebesar 795.501.506, maka usulan investasi diterima dan layak. Perhitungan IRR kredit bank 74,48% sedangkan Leasing 72,01%, maka IRR diterima karena IRR lebih besar dari Cost of Capital. Dari perhitungan analisa diatas maka dapat disimpulkan bahwa pembiayaan melalui leasing lebih efesien dibandingkan dengan pembiayaan melalui kredit bank untuk pembelanjaan sarana angkut pada perusahaan Elresas. Kata kunci : leasing, sumber pembelanjaan, penambahan sarana A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha di Indonesia pada dewasa ini tumbuh dengan pesatnya. Pertumbuhan dan perkembangan ini meliputi segala bentuk badan usaha, baik yang bergerak di bidang industri, jasa, perdagangan dan lainnya. Hal ini merupakan salah satu wujud nyata dari alam kebebasan atau kemerdekaan yang diraih oleh para pendiri bangsa dengan pengorbanan baik harta, nyawa, dan lainnya. Beberapa alternatif sumber pembelanjaan dalam penambahan sarana angkut yaitu menggunakan dana yang dimiliki perusahaan itu sendiri, dana yang diperoleh melalui kredit bank, atau dengan sewa guna usaha (leasing). Perusahaan harus mengambil suatu tindakan bijaksana dalam menetapkan alternatif yang ada. B. Perumusan Masalah “Apakah dengan menggunakan leasing merupakan alternatif sumber pembelanjaan terbaik dari pada membeli melalui kredit Bank dalam penambahan sarana angkut Perusahaan Tenun Elresas? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian untuk mengetahui apakah leasing merupakan alternatif sumber pembelanjaan terbaik dari pada membeli melalui kredit Bank dalam penambahan sarana angkut pada Perusahaan Tenun. D. Landasan teori Pengertian Manajemen Pembelanjaan Menurut Bambang Riyanto pengertian Pembelanjaan adalah sebagai berikut : Pembelanjaan dalam arti sempit adalah aktivitas perusahaan yang hanya bersangkutan dengan usaha mendapatkan dana saja yang sering dinamakan pembelanjaan pasif. Sedangkan arti pembelanjaan secara luas yaitu meliputi semua aktivitas perusahaan yang bersangkutan dengan usaha mendapatkan dana tersebut seefisien mungkin. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 44 Jenis-jenis Pembelanjaan Dalam Perusahaan Ditinjau dari sudut pemberi dana manapun dari pihak penerima dana, masalah pembelanjaan dapat dikatagorikan atas 2 jenis pembelanjaan, yakni : a. Pembelanjaan Aktif Pembelanjaan aktif adalah usaha menanamkan dana yang ada dalam perusahaan lain atau menanamkan dalam usaha sendiri dengan memilih alternatif’ cara yang paling efisien dan menguntungkan. b. Pembelanjaan Pasif Pembelanjaan pasif adalah usaha memperoleh dana dari berbagai sumber dana yang paling menguntungkan. Sumber Pembelanjaan perusahaan Jika ditinjau dari sumber modal atau dana yang diperoleh perusahaan, maka sumber pembelanjaan dapat dikategorikan atas : 1. Pembelanjaan yang bersumber dari dalam perusahaan Pembelanjaan dari dalam perusahaan adalah bentuk pembelanjaan dimana pemenuhan kebutuhan dana tidak diambil dari luar perusahaan, melainkan diambil dari dana yang dibentuk atau dikategorikan atas : a. Pembelanjaan intern (Interne finazierung) Adalah bentuk pembelanjaan dengan menggunakan dana dari laba cadangan. b. Pembelanjaan intensive (Intensive finazierung) Pembelanjaan intensive adalah bentuk pembelanjaan dengan menggunakan dana dari penyusutan aktiva tetap. 2. Pembelanjaan dari luar perusahaan (Aussenfina zierung) Pembelanjaan dari luar perusahaan adalah bentuk pembelanjaan dimana pemenuhan kebutuhan modal adalah diambil dari sumber-sumber modal di luar perusahaan. Sumber-sumber modal diluar perusahaan dapat dibedakan menjadi 3 tipe pembelanjaan yaitu : 1) Hutang jangka pendek (short term debt) yang meliputi periode kurang dari satu tahun, dapat berupa : - Kredit dari penjual (trade credit) Perusahaan dapat meminta kepada supplier untuk menjual barangnya dengan pembayaran di belakang biasanya tidak perlu ada jaminan atas hutang dagang tersebut. - Commercial paper Biasanya tingkat bunga kurang dari “prima rate” yang diperhitungkan dalam bank. - Bank Untuk mendapatkan pinjaman dari Bank, perlu memiliki posisi keuangan yang lebih baik dan modal yang cukup. Kredit dari bank dapat berupa fasilitas over draff dan lain-lain. 2) Hutang jangka menengah (intermediate term) yang meliputi jangka waktu antara l tahun sampai dengan 5 tahun dapat berupa : - Inventory financing Inventory ini harus berupa barang yang mempunyai nilai pasar atau harus dapat dipasarkan (marketable) - Leasing Leasing dapat berupa “Leasing Property” dengan membuat persetujuan menyangkut purchase option dapat dilaksanakan dengan cara “Sates and lease back”, ataupun “financial lease” dan “Operating lease”. - Lembaga keuangan Salah satu alternatif selain Bank, yang kadang kala menawarkan tingkat bunga yang relatif lebih tinggi dan menghendaki jaminan yang cukup besar. 3) Hutang jangka panjang (long term) yang meliputi jangka waktu lebih dari 5 tahun dapat berupa : - Bonds Merupakan kewajiban jangka panjang dan salah satu alternatif yang cukup menarik karena stock deviden, bisa berupa pinjaman obligasi. - Mortgages Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 45 - Mempunyai tingkat bunga yang menguntungkan, skedul pembayarannya dalam waktu yang cukup lama, dan selalu bersedia. Kredit investasi kecil Pinjaman Bank Berjangka Menurut Karta Dinata, pinjaman melalui bank memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Si peminjam wajib membayar bunga. b. Wajib membayar administrasi yang harus dikeluarkan untuk membuat perjanjian tersebut. c. Selain itu bank juga memperhitungkan untuk jumlah kredit yang belum dipergunakan. d. Suatu bentuk persyaratan lain yang mungkin diminta bank adalah yang disebut Compensating Balance yaitu jumlah uang yang harus ada dalam rekening biro peminjam. Pengertian Leasing Leasing berasal dan bahasa Inggris “to lease“ yang berarti menyewakan, namun berbeda dengan istilah rent/rental yang masing-masing mempunyai arti dan hakekat yang berlainan. Definisi leasing menurut IAI dalam Pedoman SAK dituangkan dalam pasal Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri dengan No. Kep-122/MK/1974, No. 32/MSK/2/1974 dan No. 30/Kpb/I/1974 menyatakan bahwa Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaranpembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (Pile) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama. Adapun pihak yang bersangkut dalam perjanjian kontrak (lease) atau juga subyek perjanjian lease, terdiri dan beberapa pihak yaitu : 1) Lessor Adalah pihak yang menyewakan barang, dapat terdiri dari beberapa perusahaan. 2) Lessee Adalah pihak yang menikmati barang tersebut dengan membayar sewa dan yang mempunyai hak opsi. 3) Kreditur Dalam transaksi leasing umumnya terdiri dari beberapa bank, insurance company, trust, yayasan. 4) Supplier Adalah penjual dan pemilik barang yang disewakan, dapat terdiri dari perusahaan yang berada di dalam negeri atau yang mempunyai kantor pusat di luar negeri. Jenis-jenis Leasing Berdasarkan Pernyataan SAK Nomor 30 jenis-jenis leasing adalah : 1) Finance Lease (sewa guna usaha pembiayaan) Dalam sewa guna usaha ini lessor adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Lessee memilih barang modal yang dibutuhkan, dan atas nama perusahaan leasing melakukan pemesanan. Pemeriksaan serta pemeliharaan barang modal yang menjadi obyek transaksi lease. Selama masa lease, lessee melakukan pembayaran secara berkala dimana jumlah seluruhnya ditambah pembayaran nilai sisa (kalau ada) akan mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang dibiayai beserta bunganya yang merupakan pendapatan lessor. 2) Operating Lease (sewa menyewa biasa) Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan selanjutnva disewakan kepada penyewa guna usaha. Jumlah pembayaran sewa guna usaha tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut bunganya. 3) Sales Type Lease (Sewa guna usaha penjualan) Merupakan transaksi pembiayaan sewa guna usaha secara langsung (direct finance lease) dimana jumlah transaksi termasuk laba yang diperhitungkan oleh pabrikan atau penyalur yang juga merupakan perusahaan sewa guna usaha. Sewa guna usaha ini seringkali merupakan suatu jalur pemasaran bagi produk perusahaan tertentu. 4) Levarage Lease Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 46 Transaksi sewa guna usaha ini melibatkan minimal tiga pihak yaitu penyewa guna usaha, perusahaan sewa guna usaha dan kreditur jangka panjang yang membiayai bagian terbesar dari transaksi ini. Biasanya metode ini dipergunakan untuk pembiayaan barang modal yang nilainya sangat besar sehingga tidak mungkin dipikul sendiri oleh pihak lessor. Mekanisme Leasing Menurut Achmad Anwari prosedur dan mekanisme yang berkaitan dalam kontrak leasing, secara garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Pemilihan barang modal oleh lessee Lessee bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang di maksud. 2) Permohonan lease Setelah lessee mengisi formulir permohonan lease, menyerahkan kepada lessor disertai dokumen pelengkap. 3) Evaluasi oleh lessor Lessor mengevaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui lease (lama kontrak pembayaran sewa lease), maka kontrak lease dapat ditandatangani. 4) Penandatangan kontrak leasing Pada saat yang sama, lessee dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang dilease dengan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti yang tercantum dalam kontrak utama. 5) Kontrak pembelian Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan. 6) Penyerahan barang modal Supplier dapat mengirim peralatan yang dilease ke lokasi untuk mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian pelayanan purna jual. 7) Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier. 8) Supplier menyerahkan surat tanda terima (yang diterima dari lessee). Bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada lessor. 9) Pembayaran harga barang modal. Lessor membayar harga peralatan yang di lease kepada supplier 10) Pembayaran sewa Lessee membayar sewa secara periodik sesuai jadwal pembayaran yang telah ditentukan dalam kontrak lease. 11) Lease dapat menggunakan hak opsi diakhir kontrak lease. Diakhir masa kontrak lessee mempunyai hak untuk membeli barang modal tersebut atau tidak membelinya. 12) Pengembalian barang modal kepada lessor jika lessee tidak menggunakan haknya maka ia harus mengembalikan barang modal tersebut. Kepada lessor dan berakhirlah kontrak leasing tersebut Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, berikut ini disertakan Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 47 Gambar 2.1 Sumber : Ahmad Anwari (Leasing di Indonesia, 1987 : 50) Cost of Capital / Biaya Modal - Pengertian Cost of Capital Menurut Drs. Agus Sartono pengertian Cost Of Capital (biaya modal) adalah : Biaya yang harus dikeluarkan atau yang harus dibayar untuk mendapatkan modal baik yang berasal dari utang, saham preferen, saham biasa maupun laba ditahan untuk membiayai investasi perusahaan. Menurut Bambang Riyanto, pengertian biaya modal adalah : Biaya yang bersifat “Explicit” dari suatu sumber dana adalah sama dengan ”Discount Rate” yang dapat menjadikan nilai sekarang dari dana netto yang diterima perusahaan dari suatu sumber dana sama dengan nilai sekarang dari semua dana yang harus dibayarkan, karena penggunaan dana tersebut beserta pelunasannya. Cash Flows (arus kas) Arus kas suatu perusahaan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : a. Initial cash flow atau arus kas permulaan Adalah arus kas yang terjadi pada waktu investasi yang dilakukan (T=0). Arus kas ini biasanya terdiri : harga beli suatu aktiva ditambah biaya transportasi dan pemasangan, perubahan pada net working capital, dan lain-lain. Jumlah bersih semua item pada (T=0) merupakan pengeluaran investasi dan bertanda negatif. b. Operational cash flow atau arus kas operasi Adalah arus kas yang dihasilkan dari operasi proyek. Mula-mula kita melihat efek baru terhadap biaya dan penghasilan. Penghasilan incremental merupakan arus kas masuk, biaya incremental merupakan kas keluar. Kemudian biaya-biaya depresiasi setiap tahun dihitung dan disesuaikan dengan pajak yang bertanda positif. c. Terminal cash flow atau arus kas terminal Adalah arus kas yang terjadi pada akhir proyek misalnya : 1) Nilai sisa pada tahun terakhir, dampak pajak harus diperhitungkan. 2) Net working capital yang terjadi pada awal proyek harus dikembalikan (off set) Penilaian Investasi Dalam penilaian investasi ada beberapa metode yang dapat digunakan, tetapi penulis hanya membatasi pada metode penilaian investasi Net Present Value Internal Rate of Return yang akan dibahas sebagai berikut : a. Net Present Value Menurut metode ini, penerimaan kas (cash inflows) pada masa yang akan datang selama investasi berlangsung, dihitung berdasarkan nilai sekarang. Penilaian atas usulan investasi nilai sekarang. Penilaian atas usulan investasi berdasarkan metode ini adalah dengan cara membandingkan nilai Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 48 b. sekarang atau nilai tunai dari penerimaan kas (cash inflows) dengan nilai sekarang dari pengeluaran kas (cash outflows) selama investasi modal berlangsung. Kriteria penilaiannya adalah suatu usulan investasi dinilai layak untuk dilaksanakan jika nilai sekarang aliran kas bersihnya positif. Internal Rate of Return Metode ini didefinisikan sebagai suku bunga yang akan menyamakan present value cash inflows dengan present value cash outflows atau suatu tingkat diskonto yang menyamakan NPV = 0 r atau IRR dapat dicari dengan bantuan tabel PVIF, untuk itu kita harus menggunakan teknik coba-coba atau “Trial and Error”, dapat dilakukan dengan : - Menghitung nilai sekarang arus kas dari suatu investasi, dengan menggunakan suku bunga yang wajar kemudian membandingkan nilai sekarang yang didapat dengan biaya investasi, jika nilai bersih yang didapat lebih besar dari biaya investasi, maka coba lagi dengan suku bunga yang lebih tinggi dan seterusnya. Sebaliknya jika nilai sekarang dari arus kas lebih kecil dari biaya investasi, maka menggunakan suku bunga yang lebih rendah. E. Kerangka Berpikir Alternatif Sumber Pembelanjaan Leasing 1. Discounted Cash Flow Methods 2. Metode leas square F. Hipotesis diduga dengan menggunakan cara leasing (sewa guna usaha) merupakan alternatif yang terbaik dan lebih efisien mendapatkan sarana angkut dibandingkan dengan melalui kredit bank pada Perusahaan Tenun Elresas Lamongan. G. Operasional Variabel Arikunto (1993) bahwa “Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.” Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yang terdiri dari : 1. Leasing / Sewa guna usaha Cara pembiayaan yang digunakan untuk memperoleh sumber pembelanjaan dalam penambahan sarana angkut tanpa harus membeli aktiva tersebut, dengan sistem sewa guna usaha. Pembiayaan dilakukan dengan secara berkala sesuai dengan jangka waktu yang disepakati. Indikator yang digunakan adalah Net Present Value aliran kas keluar yang dinyatakan dalam bentuk satuan rupiah. 2. Alternatif Sumber Pembelanjaan Cara yang harus ditempuh oleh perusahaan dalam merencanakan dan penentuan sumber dana yang akan digunakan dalam melaksanakan kegiatannya. H. Metode Analisis Data . Model analisis yang dipergunakan antara membeli yang dananya melalui kredit Bank atau dengan cara leasing (menyewa) adalah Discounted Cash Flow Methods (dengan menggunakan perbandingan Net Present Value) 1. Untuk menentukan nilai sekarang, bersih atas pembelian digunakan : n NPV = - Ao + At (1 r) t 0 t Dimana : A0 = Initial investment At = Cash flow atau arus kas pada waktu t r = Biaya modal proyek (project cost of capital) t = Periode waktu Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 49 2. 3. 1. n = Usia proyek Untuk menentukan besarnya arus kas setiap tahunnya dapat digunakan rumus sebagai berikut : CF = Angsuran – T (Bunga + DEP) Dimana : CF = Perubahan cash flow T = Pajak DEP = Depresiasi Untuk menentukan besarnya Discount rate (IRR) dengan menggunakan rumus sebagai berikut : n At NPV1 NPV = = 0 atau IRR = IR2 x IR2 - IR1 t NPV2 NPV1 t 0 (1 r ) Dimana : r = IRR atau Tingkat Diskonto Sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan dimuka, maka : - Kriteria penerimaan : NPV nol atau positif, yang berarti present value dari arus kas masuk sama dengan atau lebih besar dari presen value dari arus kas keluar. - Dengan demikian, jika NPV proyek negatif, proyek tersebut harus ditolak. - Jika 2 proyek bersifat “Mutually Exclusive” (artinya hanya 1 yang dipilih), maka proyek yang memiliki NPV positif yang tersebar yang dipilih. Hasil penelitian Analisa Aspek Keuangan Dalam hal ini akan dilakukan proyeksi pendapatan perusahaan selama 5 tahun mendatang setelah adanya penambahan sarana angkut : a. Estimasi penjualan Dalam hal ini penulis menggunakan rumus Leas Square dengan perhitungan sebagai berikut Y = a + bx a = b Y n XY = X2 Keterangan : Y = Estimasi yang akan diperoleh a = Rata-rata estimasi yang akan diperoleh pada tahun sebelumnya b = Rata-rata selisih dari tahun sebelumnya X = Jumlah sampel Tabel 4.1 Trend Penjualan Tahun 2004-2008 Tahun Penjualan (Y) X X2 XY 2004 2.193.051.000 -2 - 4.386.102.000 4 2005 4.126.050.000 -1 - 4.126.050.000 1 2006 6.098.520.000 0 0 0 2007 7.829.640.000 1 7.829.640.000 1 2008 9.759.858.000 2 19.519.716.000 4 30.007.119.000 0 18.837.204.000 10 Sumber data : diolah oleh penulis Y a = a + bx = Y n Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 50 = 30.007.119.000 5 = 6.001.423.800 = XY b X2 = Y2009 18.837.204.000 10 = 1.883.720.400 = a + bx = 6.001.423.800 + 1.883.720.400 (3) = 11.652.585.000 Tabel 4.2 Estimasi Penjualan Tahun 2009-2013 Tahun Penjualan 2009 11.652.585.000 2010 13.536.305.400 2011 15.420.025.800 2012 17.303.746.200 2013 19.187.466.600 Sumber data : diolah oleh penulis b. Estimasi Harga Pokok Produksi Tabel 4.3 Trend Harga Pokok Produksi Tahun 2004-2008 Tahun HPP (Y) X X2 XY 2004 1.063.900.000 -2 -2.127.800.000 4 2005 2.346.890.500 -1 -2.346.890.500 1 2006 3.823.052.000 0 0 0 2007 5.580.748.000 1 5.580.748.000 1 2008 6.804.302.000 2 13.608.604.000 4 14.714.661.500 10 19.618.892.500 Sumber data : diolah oleh penulis Y = a + bx a Y n 19.618.892.500 = 5 = = 3.923.778.500 XY X2 14.714.661.500 = 10 b = Y2009 = 1.471.466.150 = a + bx Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 51 = 3.923.778.500 + 1.471.466.150 (3) = 8.338.176.950 Tabel 4.4 Estimasi HPP Tahun 2009-2013 Tahun Harga Pokok Produksi 2009 8.338.176.950 2010 9.809.643.100 2011 11.281.109.250 2012 12.752.575.400 2013 14.224.041.550 Sumber data : diolah oleh penulis c. Estimasi Biaya Penjualan Tabel 4.5 Trend Biaya Penjualan Tahun 2004-2008 Tahun Biaya Penjualan (Y) X X2 XY 2004 324.105.000 -2 -648.210.000 4 2005 459.869.775 -1 -459.869.775 1 2006 614.495.000 0 0 0 2007 892.710.342 1 892.710.342 1 2008 875.630.433 2 1.751.260.866 4 3.166.810.550 0 1.535.891.433 10 Sumber data : diolah oleh penulis Y = a + bx a = Y n 3.166.810.550 = 5 = 633.362.110 b Y2009 XY X2 1.535.891.433 = 10 = = 153.589.143 = a + bx = 633.362.110 + 153.589.143 (3) = 1.094.129.539 Tabel 4.6 Estimasi Biaya Penjualan Tahun 2009-2013 Tahun Biaya Penjualan 2009 1.094.129.539 2010 1.247.718.682 2011 1.401.307.825 Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 52 2012 d. 1.554.896.968 2013 Sumber data : diolah oleh penulis Estimasi Biaya Administrasi dan Umum 1.708.486.111 Tabel 4.7 Trend Biaya Administrasi dan Umum Tahun 2004-2008 Tahun Biaya Adm & Umum (Y) X XY X2 2004 675.337.000 -2 -1.350.674.000 4 2005 898.790.000 -1 -898.790.000 1 2006 918.870.000 0 0 0 2007 1.232.210.500 1 1.232.210.500 1 2008 1.410.750.000 5.135.957.500 2 2.821.500.000 1.804.246.500 4 10 0 Sumber data : diolah oleh penulis Y = a + bx a = Y n = 5.135.957.500 5 = 1.027.191.500 b Y2009 XY X2 1.804.246.500 = 10 = = 180.424.650 = a + bx = 1.027.191.500 + 180.424.650 (3) = 1.568.465.450 Tabel 4.8 Estimasi Biaya Administrasi dan Umum Tahun 2009-2013 Tahun Biaya Adm & Umum 2009 1.568.465.450 2010 1.748.890.100 2011 1.929.314.750 2012 2.109.739.400 2013 2.290.164.050 Sumber data : diolah oleh penulis e. Perhitungan Depresiasi Harga 2 unit kendaraan jenis Colt Diesel @ Rp 800.000.000 Harga 3 unit kendaraan jenis Truck Fuso @ Rp 150.000.000 Harga Perolehan Umur ekonomis masing-masing kendaraan 5 tahun Depreasi per tahun adalah : Rp 610.000.000 = Rp 122.000.000,5 Rp Rp Rp 160.000.000 450.000.000 610.000.000 Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 53 2. Analisa Penilaian Alternatif Sumber Pembelanjaan a. Alternatif Kredit Bank Data yang diperlukan jika perusahaan mengambil alternatif kredit bank dalam penambahan sarana angkut adalah : - Dana yang diperlukan perusahaan dalam penambahan sarana angkut sebesar Rp 610.000.000,- Bank memperhitungkan bunga atas pinjaman sebesar 20%. - Umur ekonomis masing-masing kendaraan diperkirakan 5 tahun. - Metode penyusutan yang digunakan adalah metode garis lurus. - Jangka waktu kredit 5 tahun. - Besarnya tarif pajak 30%. - Biaya bunga bebas resiko sebesar 14% dengan dasar perhitungannya dengan rumus : Ki = Kb (1-T) Dimana : Kb = Besarnya bunga pinjaman Ki = Biaya Modal T = Tarif pajak yang dikenakan Jadi Ki = Kb (1-T) = 20% (1-30%) = 0,14 atau 14% Setelah mengetahui data-data diatas maka dapat diketahui besarnya angsuran yang harus dibayar setiap tahunnya dengan perhitungan sebagai berikut : Pan = A (P VIFA i, n) 610.000.000 = A (P VIFA 20%, 5) 610.000.000 = A (2,9906) A = 203.972.447 Tabel 4.9 Skedul Pembayaran Angsuran dan Bunga Pinjaman Alternatif Kredit Bank Tahun 2009-2013 Tahun Angsuran per th (1) Bunga per th (2) Pokok Pinjaman (3) Hutang Pokok (4) 1 203.972.447 122.000.000 81.972.447 610.000.000 2 203.972.447 105.605.510,6 98.366.936,4 528.027.553 3 203.972.447 85.932.123,3 118.040.323,7 429.660.616,6 4 203.972.447 62.324.058,6 141.648.388,5 311.620.292,9 5 203.972.447 33.994.380,9 169.978.066,2 169.971.904,4 Sumber data : diolah oleh penulis Keterangan tabel : Bunga = 20% x 610.000.000 = 122.000.000 Pokok Pinjaman = (1) – (2) Hutang Pokok = Hutang pokok tahun sebelumnya – (3) Tabel 4.10 Skedul Aliran Kas Keluar Alternatif Kredit Bank Th (1) Pembayaran Hutang (2) Bunga (3) Penyusutan (4) Perlindungan Pajak (2+3) 0,3 (5) Aliran kas keluar (1-4) 1 203.972.447 122.000.000 122.000.000 73.200.000 130.772.447 2 203.972.447 105.605.510,6 122.000.000 68.281.653,2 135.690.793,8 3 203.972.447 85.932.123,3 122.000.000 62.379.636 141.592.810 4 203.972.447 62.324.058,6 122.000.000 55.297.217,6 148.675.229,4 5 203.972.447 33.994.380,9 122.000.000 46.798.314,3 157.174.132,7 871.580.641,8 Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 54 Sumber data : diolah oleh penulis Tabel 4.11 Present Value Aliran Kas Keluar Alternatif Kredit Bank Th Aliran Kas Keluar DF 14% PV Aliran Kas Keluar 1 130.772.447 0,877 114.687.436 2 135.690.793,8 0,769 104.346.220,4 3 141.592.810 0,675 95.575.146,7 4 148.675.229,4 0,592 88.015.735,8 5 157.174.132,7 0,519 81.573.374,9 871.580.641,8 484.197.913,8 Sumber data : diolah oleh penulis b. Alternatif Leasing Ketentuan yang disepakati dalam penambahan sarana angkut alternatif leasing adalah sebagai berikut : - Dana yang dibutuhkan untuk pengadaan 5 unit sarana angkut sebesar Rp 610.000.000,- Perusahaan leasing mengharapkan tingkat keuntungan sebesar 17% - Umur ekonomis kendaraan diperkirakan 5 tahun. - Metode penyusutan yang digunakan perusahaan yaitu metode garis lurus. - Jangka waktu periode leasing 5 tahun. - Besarnya tarif pajak yang dikenakan diasumsikan sebesar 30%. - Karena leasing dibandingkan dengan pinjaman maka tingkat bunga yang digunakan adalah biaya hutang maka biaya bunga bebas resiko sebesar 14% dihitung dengan rumus : Ki = Kb (1-T) = 20% (1-30%) = 14% Sedangkan untuk mengetahui berapa pembayaran sewa yang harus dibayar setiap tahunnya adalah : PV = R (PVIFA n-1, i+1) + A (PVIF n.1) 610.000.000 = R (PVIFA 5-1, 17%+1) + A (PVIF 17%,5) 610.000.000 = R (3.743) + 0(0,456) R (3.743) = 162.970.879 Tabel 4.12 Skedul Aliran Kas Keluar Alternatif Leasing Th (1) Pembayaran sewa (2) Perlindungan pajak (3) Kas keluar setelah pajak (1-2) 0 162.970.879 - 162.970.879 1 162.970.879 48.894.263,7 114.079.615,3 2 162.970.879 48.894.263,7 114.079.615,3 3 162.970.879 48.894.263,7 114.079.615,3 4 162.970.879 48.894.263,7 114.079.615,3 5 - 48.894.263,7 - 48.891.263,7 Sumber data : diolah oleh penulis Tabel 4.13 Present Value Aliran Kas Keluar Alternatif Leasing Th (3) Kas keluar setelah pajak DF 14 % PV Aliran Kas Keluar 0 162.970.879 0,877 162.970.879 1 114.079.615,3 0,769 100.047.822,6 Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 55 2 114.079.615,3 0,675 87.727.224,2 3 114.079.615,3 0,592 77.003.740,3 4 114.079.615,3 0,519 5 - 48.891.263,7 67.535.132,3 - 25.374.565,8 469.910.232,6 Sumber data : diolah oleh penulis Dari perhitungan tabel 4.11 dan tabel 4.12 diatas maka dapat diketahui bahwa leasing memberikan total biaya yang lebih rendah bila dibandingkan dengan alternatif sumber pembelanjaan melalui kredit Bank, Sedangkan penilaian terhadap usulan investasi perusahaan tersebut layak atau tidaknya dapat digunakan beberapa metode penilaian investasi untuk masing-masing alternatif sumber pembelanjaan yaitu dengan menggunakan metode sebagai berikut : a. Metode Net Present Value Metode ini menghitung beberapa nilai uang pada saat ini untuk nilai tertentu di masa yang akan datang yaitu dengan membandingkan biaya hutang dan biaya leasing pada tabel berikut ini : Tabel 4.14 Perbandingan Total Biaya dari Kredit dan Leasing Pembayaran per tahun NPV dari Biaya Kredit Bank Leasing Kredit Bank Leasing 203.972.447 162.970.879 484.197.913,8 469.910.232,6 Sumber data : diolah oleh penulis Dari tabel 4.14 diatas dapat dinyatakan bahwa leasing memberikan aliran kas keluar (total biaya) yang lebih rendah daripada kredit bank. Penilaian terhadap usulan investasi metode Net Present Value dapat dilihat dibawah ini : 1) Alternatif Kredit Bank Penilaian terhadap investasi metode Net Present Value dengan cara kredit bank adalah sebagai berikut : NPV = PV of Proceeds – PV initial Investment 1 r 1 1 r n PV Proceeds b. = PMT 1 = PMT (PVIFA r.n) = 484.197.913,8 (PVIFA, 20%.5) = 484.197.913,8 (2.991) = 1.448.235.960,2 NPV = PV of Proceeds – PV Initial Investment = 1.448.235.960,2 – 610.000.000 = 838.235.960,2 2) Alternatif Leasing Penilaian terhadap usulan investasi metode Net Present Value dengan cara Leasing dapat dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut : PV Proceeds = PMT (PVIFA, r.n) = 469.910.232,6 (2.991) = 1.405.501.506 Maka dapat diketahui Net Present Value alternatif Leasing adalah sebesar : NPV = PV Proceeds – PV Initial Investment = 1.405.510.506 – 610.000.000 = 795.501.506 Dari perhitungan kedua alternatif diatas dapat diketahui bahwa dengan menggunakan metode penilaian Net Present Value usulan investasi kendaraan dapat diterima dan layak untuk dijalankan karena usulan investasi tersebut dapat menghasilkan Total Present Value yang lebih besar dari pada Net Investment, sehingga valuenya positif (NPV > 0) Metode Internal Rate of Return Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 56 Metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan penerimaan kas bersih di masa yang akan datang dengan membandingkan biaya hutang dan biaya leasing dapat dilihat pada tabel 4.14, maka dilakukan perhitungan sebagai berikut : 1) Alternatif Kredit Bank Penilaian terhadap usulan investasi Internal Rate of Return cara kredit bank, dengan menggunakan tingkat bunga 74% dan 75%. r atau IRR yang sesungguhnya dapat dicari dengan menggunakan tabel PVIFA untuk itu digunakan teknik coba-coba atau Trial Error : PV Proceeds = PMT (PVIFA, 74%.5) = 484.197.913,8 (1.267) = 613.478.756,8 NPV1 = PV Proceeds – PV Initial Investment = 613.478.756,8 – 610.000.000 = 3.478.756,8 PV Proceeds = PMT (PVIFA, 75%.5) = 484.197.913,8 (1.252) = 606.262.920,1 NPV1 = PV Proceeds – PV Initial Investment = 606.262.920,1 – 610.000.000 = - 3.737.079,9 Maka dapat diketahui : r = 74%, NPV = 3.478.756,8 r = 75%, NPV = - 3.737.079,9 artinya r atau IRR yang membuat NPV = 0 ada diantara 74% dan 75% maka untuk menemukan IRR yang sesungguhnya penulis menggunakan teknik interpolasi sebagai berikut : NPV1 IRR = IR1 x IR2 – IR1 NPV2 NPV1 = 75% - 3.478.756,7 x 75% - 74% 3.737.079,9 3.478.756,8 = 75% + 0,482% = 75,48% 2) Alternatif Leasing Penilaian terhadap usulan investasi Internal Rate of Return dengan cara leasing dengan menggunakan tingkat bunga 72% dan 73%. r atau IRR yang sesungguhnya dapat dicari dengan bantuan tabel PVIFA untuk itu digunakan tehnik coba-coba atau Trial Error : PV Proceeds = PMT (PVIFA r.n) = 469.910.232,6 (PVIFA 72%.5) = 616.052.314,9 NPV1 = PV Proceeds – PV Initial Investment = 616.052.314,9 – 610.000.000 = 6.052.314,9 PV Proceeds = PMT (PVIFA r.n) = 469.910.232,6 (PVIFA 73%.5) = 469.910.232,6 (1.296) = 609.003.661,5 NPV2 = PV Proceeds – PV Initial Investment = 609.003.661,5 – 610.000.000 = - 996.338,5 Jadi dapat diketahui : r = 72%, NPV = 6.052.314,9 r = 73%, NPV = - 996.338,5 artinya r atau IRR yang membuat NPV = 0 ada diantara 72% sampai 73%, untuk menemukan IRR yang sesungguhnya maka penulis menggunakan tehnik interpolasi sebagai berikut : Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 57 IRR 3. NPV1 x IR2 – IR1 NPV2 NPV1 6.052.314,9 = 72% x 73% - 72% 996.338,5 6.052.314,9 = IR1 - = 72% + 0,001% = 72,01% Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa investasi penambahan sarana angkut yang baru layak untuk dijalankan karena IRR lebih besar dari pada tingkat bunga yang diisyaratkan oleh perusahaan (20%) yaitu IRR alternatif kredit bank sebesar 74,48% dan 72,01% untuk alternatif leasing. Analisa Penilaian Investasi Terhadap Laporan Rugi Laba Adapun perhitungan penilaian investasi laporan rugi laba untuk 5 tahun yang akan datang masing-masing alternatif sumber pembelanjaan adalah : a. Laporan rugi laba alternatif kredit bank Perhitungan penilaian investasi alternatif kredit bank adalah sebagai berikut : Tabel 4.15 Perusahaan Tenun Elresas Proyeksi Laporan Rugi Laba Tahun 2009-2011 Uraian 2009 Penjualan 2010 2011 11.652.584.200 13.536.304.600 15.536.304.600 Harga pokok produksi 8.338.176.750 9.809.643.000 11.281.109.250 Laba kotor 3.314.407.450 3.726.661.600 4.255.195.350 Biaya penjualan 1.094.129.539 1.247.718.683 1.401.307.826 Biaya adm & umum 1.568.465.450 1.748.890.100 1.929.314.826 122.000.000 122.000.000 122.000.000 Biaya operasional : Biaya depresiasi Laba sblm bunga & pajak Biaya bunga Laba sebelum pajak Pajak 30% Laba setelah pajak 529.812.461 608.052.817 802.572.774 96.839.582,8 96.839.582,8 96.839.582,8 432.972.878,2 511.213.234,2 705.733.191,2 129.891.863,5 153.363.970,3 211.719.957,4 303.081.014,7 357.849.263,9 494.013.233,8 Sumber data : Perusahaan Tenun Elresas Sedangkan untuk perhitungan laporan rugi laba alternatif kredit bank untuk tahun 20122013 : Tabel 4.16 Perusahaan Tenun Elresas Proyeksi Laporan Rugi Laba Tahun 2012-2013 Uraian 2012 2013 Penjualan Harga pokok produksi 17.303.745.400 12.752.575.500 19.187.463.800 14.224.041.750 Laba kotor 4.551.169.900 4.963.422.050 Biaya penjualan 1.504.896.969 1.708.486.133 Biaya adm & umum Biaya depresiasi 2.109.739.400 122.000.000 2.290.164.050 122.000.000 Laba sblm bunga & pajak Biaya bunga 814.533.531 96.839.582,8 842.771.987 96.839.582,8 Laba sebelum pajak 717.693.948,2 745.932.404 215.308.184,5 502.285.763,7 223.779.721,3 522.152.682,9 Biaya operasional : Pajak 30% Laba setelah pajak Sumber data : Perusahaan Tenun Elresas Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 58 b. Alternatif Leasing Adapun perhitungan penilaian laporan rugi laba dengan cara leasing untuk tahun 2009-2011 adalah sebagai berikut : Tabel 4.17 Perusahaan Tenun Elresas Laporan Rugi Laba Tahun 2009-2011 Uraian 2009 Penjualan Harga pokok produksi Laba kotor Biaya operasional : Biaya penjualan Biaya adm & umum Biaya depresiasi Laba sblm bunga & pajak Biaya bunga Laba sebelum pajak Pajak 30% Laba setelah pajak Sumber data : Perusahaan Tenun Elresas 2010 2011 11.652.584.200 8.338.176.750 3.314.407.450 13.536.304.600 9.809.643.000 3.726.661.600 15.536.304.600 11.281.109.250 4.255.195.350 1.094.129.539 1.568.465.450 122.000.000 529.812.461 93.982.046,5 435.830.414,5 130.749.124,3 305.081.290,2 1.247.718.683 1.748.890.100 122.000.000 608.052.817 93.982.046,5 514.070.770,5 154.221.232,2 359.849.539,5 1.401.307.826 1.929.314.826 122.000.000 802.572.774 93.982.046,5 708.590.727,5 212.577.218,3 496.013.509,3 Sedangkan untuk perhitungan laporan rugi laba alternatif leasing untuk tahun 2012-2013 : Tabel 4.18 Perusahaan Tenun Elresas Laporan Rugi Laba Tahun 2012-2013 Uraian Penjualan Harga pokok produksi Laba kotor Biaya operasional : Biaya penjualan Biaya adm & umum Biaya depresiasi Laba sblm bunga & pajak Biaya bunga Laba sebelum pajak Pajak 30% Laba setelah pajak 2012 17.303.745.400 12.752.575.500 4.551.169.900 2013 19.187.463.800 14.224.041.750 4.963.422.050 1.504.896.969 2.109.739.400 122.000.000 814.533.531 93.982.046,5 720.551.484,5 216.165.445,4 504.386.039,2 1.708.486.133 2.290.164.050 122.000.000 842.771.987 93.982.046,5 748.789.940,5 224.636.982,2 524.152.958,4 Sumber data : Perusahaan Tenun Elresas Dari laporan rugi laba diatas maka dapat diketahui bahwa alternatif leasing lebih menguntungkan dibandingkan dengan kredit bank, karena leasing menghasilkan total laba yang lebih baik. J. Kesimpulan 1. 2. Perusahaan menambah sarana angkut dengan memilih atas 2 alternatif sumber pembelanjaan yaitu alternatif kredit dan leasing dengan melakukan penilaian perbandingan Present Value aliran kas keluar (total biaya) masing-masing alternatif dengan asumsi memilih alternatif yang memberikan pengeluaran bersih yang lebih rendah. Melakukan perbandingan perhitungan angsuran pembayaran antara kredit dan leasing dengan menggunakan metode Net Present Value (NPV) untuk menentukan apakah usulan investasi tersebut dapat diterima dan layak untuk dijalankan. Angsuran pembayaran per tahun Kredit Bank Leasing Kredit Bank Leasing 203.972.447 162.970.879 838.235.963,2 795.501.506 Diterima Diterima Keputusan Investasi 3. Net Present Value Melakukan perhitungan Internal Rate of Return dengan menggunakan alternatif kredit dan leasing yang menentukan apakah usulan investasi dapat diterima dan layak untuk dijalankan. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 59 Internal Rate of Return (IRR) Keputusan Investasi Kredit Bank 74,48% Diterima Leasing 72,01% Diterima Sumber data : diolah oleh penulis 4. Melakukan perhitungan penilaian investasi terhadap laporan rugi laba masing-masing alternatif sumber pembelanjaan dengan perbandingan alternatif manakah yang memberikan total laba yang lebih besar pada periode 5 tahun yang akan datang. Tahun Laba Setelah Pajak (EAT) Kredit Bank Leasing 2009 303.081.014,7 305.081.290,2 2010 357.849.263,9 359.849.539,4 2011 494.013.233,8 496.013.509,3 2012 502.285.763,7 504.386.039,2 2013 522.152.682,9 2.179.381.959,0 524.152.958,4 2.189.483.336,5 Dari perbandingan laporan rugi laba tersebut maka alternatif leasing lebih menguntungkan dibandingkan dengan alternatif kredit bank, karena leasing lebih menghasilkan total laba yang lebih besar daripada kredit bank DAFTAR PUSTAKA Ahmad Anwari, Leasing Indonesia, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta 1987. Agus Sartono, Manajemen Keuangan, Edisi 3, Cetakan ke empat, UGM, Yogyakarta 1997. Amin Wijaya Tunggal dan Arief Johan Tunggal, Akuntansi Leasing, Cetakan ke satu, PT. Reneke Cipta, Jakarta 1994. Arikunto, Suharsimi, 1993, Manajemen Penelitian, edisi refisi, Rineka Cipta : Yogyakarta. Bambang Riyanto, Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Empat, UGM Yogyakarta, 1995. Ikatan Akuntan Indonesia, Standart Akuntansi Keuangan, PSAK No. 30, PT. Salemba Empat, Jakarta 1999. James C. Van Horne, John, Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan, Edisi Indonesia, Jilid 2 Jakarta 1999. Jay Smith dan Freds Skolnsen, Akuntansi Intermedite, Jilid satu Airlangga, Jakarta 1996. Kartadinata, Analisa Belanja Dasar dan Perhitungan Dalam Keputusan Keuangan, Cetakan ke empat, Jakarta 1995. Marcel Go, Manajemen Group Bisnis, Cetakan Kesatu, Jakarta, 1992. Mas’ud Mahfoeds, Akuntansi Manajemen, Edisi Revisi ,UGM Yogyakarta 1995. Mulyadi, Akuntansi Biaya Untuk Manajemen, Cetakan Kedua, Edisi 4, Penerbit BPFE, Yogyakarta 1992. Mulyadi Riyanto Pudjosunarto, Evaluasi Proyek, Edisi 2, Cetakan Kedua, Liberty Yogyakarta 1995. Suad Husnan, Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Cetakan kesatu, Liberty Yogyakarta 1993 Syamsudin Alwi, Alat-alat Analisa Dalam Pembelanjaan, Edisi Revisi, Jakarta 1992. Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 60 1 Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 2 Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 3 Jurnal Ekbis Edisi Lima April 2010 | 4