POLA PERMAINAN DAN KREATIVITAS ANAK oleh Sukadi (Dosen pada Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan Prodi Sipil FPTK UPI) Abstrak Perkembangan anak dalam menentukan permainan baik secara individu maupun kelompok, permainan tradisional maupun modern dapat dikatakan sebagai cerminan dalam pengembangan kepribadiannya. Pengembangan kepribadian yang positif apabila pada diri anak tersebut tumbuh rasa kesenangan dan kreativitas untuk memaknai dari setiap permainan yang dialaminya. Permainan akan berkembang menjadi kegiatan yang positif dari cerminan kepribadian anak, apabila muncul dari hasil penciptaan atas kreasi yang dimilikinya. Hal ini juga akan membentuk pola bagi anak untuk menentukan jenis permainan apa yang menjadi imajinasinya sehingga dapat dinikmati dan dirasakan sebagai suatu kesenangan. Walaupun demikian semua permainan yang ada, dari pola permainan tempo dulu hingga jaman teknologi ini tidak semua dinikmati apabila faktor fisik dan psikis tidak menunjang. Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Apabila orangtua menghargai kreativitas si anak dan memberikan dukungan tanpa terlalu mengarahkan dan kalau mereka sendiri memang kreatif, maka mereka mungkin akan mempunyai anak-anak yang lebih kreatif. Pada dasarnya anakanak bukan orang dewasa mini, mereka hidup dalam dunia bermain, sedang berkembang, senang meniru, dan berciri kreatif. Kata Kunci : Pola Permainan, Kreativitas A. Pendahuluan Berbagai permainan anak dari yang tradisional sampai yang berteknologi saat ini selalu mengalami perubahan. Permainan-permainan tradisional masih banyak ditemui pada anak-anak pedesaan, sementara di perkotakaan hampir semuanya permainan tersebut tenggelam dengan keberadaan permainan yang berteknologi. Pengaruh perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi dan komputasi membuat anakanak perkotaan tidak mengenal lagi permainan yang dulu dialami orang tuanya. Bahkan Prosiding Seminar Pola Permainan dan Kreativitas Anak sudah menjadi prestise apabila anak sudah mampu mengusai permainanan modern tersebut. Permainan-permainan tradisional lebih nampak dalam bentuk kelompok dan aktivitas fisik dengan tidak mencerminkan persaingan. Penggalangan kerjasama dan kekompakan kelompok akan muncul disetiap permainan. Sementara permainan modern yang dilakoni anak-anak kota lebih banyak pada kesendirian dan aktualisasi memori dari otak mereka. Sedangkan aktivitas fisik hampir pasif, karena mereka berkonsentrasi didepan permainanannya tanpa banyak bergerak. Perkembangan anak dalam menentukan permainan baik secara individu maupun kelompok, permainan tradisional maupun modern dapat dikatakan sebagai cerminan dalam pengembangan kepribadiannya. Pengembangan kepribadian yang positif apabila pada diri anak tersebut tumbuh rasa kesenangan dan kreativitas untuk memaknai dari setiap permainan yang dialaminya. Setiap permainan akan menumbuhkan kreativitas anak secara fisik maupun psikis. Kreativitas secara fisik akan timbul dalam bentuk aktivitas tubuh dalam mengikuti permainan sehingga terbentuk kelenturan tanpa adanya kelelahan. Sedangkan kreativitas psikis sebagai aktualisasi kemampuan intelegensia atas keseriusan dan perhatian terhadap permainan dapat menumbuhkan perkembangan memori dan ketrampilan pada otak mereka. Dari setiap permainan tersebut, apakah dapat menimbulkan kreativitas pada anak? Semua permainan sebenarnya didasari dengan perkembangan pribadi baik secar fisik, mental maupun psikis. Walaupun demikian banyak pengaruh-pengaruh yang nagatif apabila kita tidak mengantisipasi dari perkembangan jaman saat ini. Pengaruh orang tua, sekolah dan lingkungan terhadap pribadi anak akan menentukan pola permainan dan kreativitas yang akan dialaminya. B. Pola Permainan Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang khususnya pada anak-anak untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada anggapan bahawa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi malas bekerja dan bodoh. Anggapan ini kurang bijaksana, karena beberapa ahli psikologi mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak. Permainan akan berkembang menjadi kegiatan yang positif dari cerminan kepribadian anak, apabila muncul dari hasil penciptaan atas kreasi yang dimilikinya. Hal ini juga akan membentuk pola bagi anak untuk menentukan jenis permainan apa yang Prosiding Seminar Pola Permainan dan Kreativitas Anak menjadi imajinasinya sehingga dapat dinikmati dan dirasakan sebagai suatu kesenangan. Walaupun demikian semua permainan yang ada, dari pola permainan tempo dulu hingga jaman teknologi ini tidak semua dinikmati apabila faktor fisik dan psikis tidak menunjang. Faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak: 1. Kesehatan. Kesehatan bagi anak dapat dilihat dengan banyak energi untuk bermain dibandingkan dengan anak-anak yang kurang sehat, sehingga anak-anak yang sehat menghabiskan banyak waktu untuk bermain yang membutuhkan banyak energi. 2. Intelegensi. Intelegensia sebagai cerminan kecerdasan pada anak-anak, dapat terlihat dari aktivitasnya. Anak-anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak-anak yang kurang cerdas. Anak-anak yang cerdas lebih menyenangi permainan-permainan yang bersifat intelektual atau permainan yang banyak merangsang daya berpikir mereka, misalnya permainan drama, menonton film, atau membaca bacaan-bacaan yang bersifat intelektual. 3. Jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan akan memiliki permainan yang berbeda. Laki-laki kebanyakan memilih permainan yang banyak mengeluarkan energi dan tantangan, sementara anak perempuan lebih sedikit melakukan permainan yang menghabiskan banyak energi, misalnya memanjat, berlari-lari, atau kegiatan fisik yang lain. Perbedaan ini bukan berarti bahwa anak perempuan kurang sehat dibanding anak laki-laki, melainkan pandangan masyarakat bahwa anak perempuan sebaiknya menjadi anak yang lembut dan bertingkah laku yang halus. 4. Lingkungan. Lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah akan mempengaruhi jenis permainan yang akan dipilih oleh anak. Sebagai contoh anak yang dibesarkan di lingkungan yang kurang menyediakan peralatan, waktu, dan ruang bermain bagi anak, akan menimbulkan aktivitas bermain anak berkurang. 5. Status sosial ekonomi. Kondisi sosial ekonomi keluarga dapat menjadi masukan bagi anak untuk memilih permainan yang akan dilakukan. Anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang status sosial ekonominya tinggi, lebih banyak tersedia alat-alat permainan yang lengkap dibandingkan dengan anak-anak yang dibesarkan di keluarga yang status ekonominya rendah. Prosiding Seminar Pola Permainan dan Kreativitas Anak Semua jenis permainan akan berpengaruh bagi perkembangan anak, baik dari sisi positif maupun negatif. Pengaruh tersebut dapat menentukan perkembangan kepribadian anak dalam bentuk: Perkembangan fisik anak Terapi Pengetahuan anak Perkembangan kreativitas anak Tingkah laku sosial anak Nilai moral anak Macam-macam permainan dan manfaatnya bagi perkembangan jiwa anak Permainan yang ada dan dilakukan oleh anak-anak sampai saat ini, dapat dikategorikan pada permainan yang akitf dan pasif. Jenis permainan yang tergolong pada permainan yang aktif, adalah sebagai berikut: 1. Bermain bebas dan spontan atau eksplorasi Bentuk permainan ini anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya, tidak ada aturan-aturan dalam permainan tersebut. Anak akan terus bermain dengan permainan selama menimbulkan kesenangan dan anak akan berhenti apabila sudah tidak menyenangkannya. Dalam permainan ini anak melakukan eksperimen atau menyelidiki, mencoba, dan mengenal hal-hal baru. 2. Drama Dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang dikagumi dalam kehidupan yang nyata, atau dalam mass media. Misalnya sekumpulan anak yang memerankan beberapa profesi seperti dokter, guru sampai menjadi ayah ibunya. Permainan ini akan mencoba karakter orang lain dengan ditirukan oleh kemampuan dirinya dalam berekspresi sesuai dengan usianya. 3. Bermain musik Bermain musik dapat mendorong anak untuk mengembangkan tingkah laku sosialnya, yaitu dengan bekerja sama dengan teman-teman sebayanya dalam memproduksi musik, menyanyi, berdansa, atau memainkan alat musik. 4. Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak daripada teman-temannya. Di samping itu, mengumpulkan benda-benda dapat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap jujur, bekerja sama, dan bersaing untuk mendapatkan koleksi yang disenanginya. Prosiding Seminar Pola Permainan dan Kreativitas Anak 5. Permainan olah raga Dalam permainan olah raga, anak banyak menggunakan energi fisiknya, sehingga sangat membantu perkembangan fisiknya. Di samping itu, kegiatan ini mendorong sosialisasi anak dengan belajar bergaul, bekerja sama, memainkan peran pemimpin, serta menilai diri dan kemampuannya secara realistik dan sportif. Sementara untuk permainan yang tegolong pada kegiatan yang pasif, adalah sebagai berikut: 1. Membaca Membaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anakpun akan berkembang kreativitas dan kecerdasannya. 2. Mendengarkan radio Mendengarkan radio dapat mempengaruhi anak baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positifnya adalah anak akan bertambah pengetahuannya, sedangkan pengaruh negatifnya yaitu apabila anak meniru hal-hal yang disiarkan di radio seperti kekerasan, kriminalitas, atau hal-hal negatif lainnya. 3. Menonton televisi Pengaruh televisi sama seperti mendengarkan radio, baik pengaruh positif maupun negatifnya. B. Kreativitas Kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda. Sedemikian beragam definisi itu, sehingga pengertian kreativitas bergantung pada bagaimana orang mendefinisikannya – creativity is a matter of definition. Tidak ada satu definisi pun yang dianggap dapat mewakili pemahaman yang beragam tentang kreativitas. Hal ini disebabkan dua alasan. Pertama, sebagai suatu “konstruk hipotesis”, kreativitas merupakan ranah psikologis yang kompleks dan multidimensional, yang mengandung berbagai tafsiran yang beragam. Kedua, definisi-definisi kreativitas memberikan tekanan yang berbeda-beda, tergantung dasar teori yang menjadi acuan pembuat definisi (Supriadi, 1994). Definisi kreativitas yang menekankan dimensi person dikemukakan misalnya oleh Guilford (1950) : “Creativity refers to the abilities that are characteristics of creative people.” Definisi yang menekankan segi proses diajukan oleh Munandar (1977) : “Creativity is a process that manifest itself in fluency, in flexibility as well in originality of thinking. Baron (1976) menekankan segi produk, yaitu “the ability to bring something new into wxistence”, sementara Amabile (1983) mengemukakan, “Creativity can be Prosiding Seminar Pola Permainan dan Kreativitas Anak regarded as the quality of products or responses judged to be creative by appropriate abserves” (Supriadi, 1994). Kreativitas terletak pada kemampuan untuk melihat asosiasi antara hal-hal atau obyek-obyek yang sebelumnya tidak ada atau tidak ada hubungannya. Seorang anak kecil asyik bermain dengan balok-balok yang mempunyai bentuk dan warna yang bermacam-macam, setiap kali dapat menyusun sesuatu yang baru, artinya baru bagi dirinya karena sebelumnya ia belum pernah membuat hal yang semacam itu. Anak itu adalah anak “kreatif”, berbeda dengan anak lain yang hanya membangun sesuatu jika ada contohnya. Semiawan (1987) menyatakan bahwa kreativitas merupakan suatu potensi yang dimiliki oleh setiap individu, yang terlibat melalui aktivitas maupun hasil kerjanya. Setiap orang memiliki potensi kreatif walaupun kadarnya berbeda. Kreativitas dapat muncul dalam setiap bidang kegiatan manusia, tidak terbatas pada bidang seni, sains, atau teknologi, serta tidak terbatas pada tingkat usia, jenis kelamin, suku, bangsa, atau kebudayaan tertentu. Selanjutnya Supriadi (1994) mengidentifikasi 24 ciri kepribadian kreatif yang ditemukan dalam berbagai studi, yaitu : (1) terbuka terhadap pengalaman; (2) fleksibel dalam berpikir dan merespons; (3) bebas dalam menyatakan pendapat dan perasaan; (4) menghargai fantasi; (5) tertarik pada kegiatan-kegiatan kreatif; (6) mempunyai pendapat sendiri dan tidak mudah terpengaruh orang lain; (7) mempunyai rasa ingin tahu yang besar; (8) toleran terhadap perbedaan pendapat dan situasi yang tidak pasti; (9) berani mengambil resiko yang diperhitungkan; (10) percaya diri dan mandiri; (11) mempunyai tanggung jawab dan kominten tugas; (12) tekun dan tidak mudah bosan; (13) tidak kehabisan akal dalam memecahkan masalah; (14) kaya akan inisiatif; (15) peka terhadap situasi dan lingkungan; (16) lebih berorientasi pada kini dan masa depan daripada masa lalu; (17) memiliki citra diri dan stabilitas emosional yang baik; (18) tertarik pada hal-hal yang abstrak, kompleks, holistik, dan mengandung teka-teki; (19) memiliki gagasan yang orisinil; (20) mempunyai minat yang luas; (21) menggunakan waktu luang untuk kegiatan yang bermanfaat dan konstruktif bagi pengembangan diri; (22) kritis pada pendapat orang lain; (23) senang mengajukan pertanyaan yang baik; dan (24) memiliki kesadaran etika moral dan estetika yang tinggi. Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak Prosiding Seminar Pola Permainan dan Kreativitas Anak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas. Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan. Ditinjau dari produknya, kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mencipta atau menghasilkan produk-produk baru. Ditinjau dari prosesnya, kreativitas dapat diartikan sebagai kegiatan bersibuk diri secara kreatif. Ditinjau dari segi pribadi, kreativitas dapat diartikan sebagai adanya ciri- ciri kreativitas yang terdapat pada diri anak. Ciri-ciri tersebut meliputi ciri yang bersifat aptitude atau kognitif (berkaitan dengan kemampuan berpikir) dan ciri yang bersifat non-aptitude atau afektif (berkaitan dengan sikap dan perasaan). Ditinjau dari segi proses, kreativitas dapat diartikan sebagai pendorong (internal maupun eksternal). Menurut Kak Seto, untuk mengembangkan kreativitas anak sejak usia dini, orangtua dan guru dapat melakukan berbagai hal dengan cara sederhana, mudah dan tidak harus dengan biaya mahal, seperti mendongeng, berkarya kreatif, melukis bebas, dan mempelajari lingkungan sekitar. C. Pola Permainan dan Kreativitas Anak Kepribadian seorang anak sering disebut sebagai keunikan individu, apabila keunikan ini dihargai, dalam arti setiap individu itu diterima kekurangannya namun juga dihargai kelebihan-kelebihannya. Dengan demikian individu itu pun akan dapat mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Bila sebaliknya, keunikan itu diabaikan, maka sebaliknyalah pula yang terjadi pada setiap individu. Orang tua atau guru sering kurang mau memahami anak-anak sebagai suatu individu yang unik. Kemampuan anak-anak itu lalu disamaratakan, diseragamkan, dan Prosiding Seminar Pola Permainan dan Kreativitas Anak dikolektifkan dengan menuntut mereka agar mampu berprestasi dalam beberapa bidang sekaligus. Akibatnya, mereka sering menemui kegagalan dan akhirnya justru mengalami frustasi sama sekali. Misalnya seorang anak memiliki keunggulan dalam berolahraga, namun mungkin ia kurang mampu menyanyi di depan kelas atau menggambar. Sebaliknya anak lain, yang sudah sering tampil menyanyi di layar televisi, mungkin kurang tangkas bila harus berlari-lari atau mengikuti kegiatan olah raga. Bila mereka diperlakukan dengan sikap yang seimbang, dalam arti masing-masing dihargai kelebihannya, maka mereka pun akan memiliki rasa percaya diri yang kuat. Untuk selanjutnya, mereka akan termotivasi untuk mempel-ajari hal-hal yang baru sesuai de-ngan bidang kemampuannya masingmasing. Keberhasilan suatu pendidikan sering dikaitkan dengan kemampuan para orang tua dan guru dalam hal memahami anak sebagai individu yang unik, di mana setiap anak dilihat sebagai individu yang memiliki potensi-potensi yang berbeda satu sama lain, namun saling melengkapi dan berharga. Mungkin dapat diibaratkan sebagai bungabunga aneka warna di suatu taman yang indah, mereka akan tumbuh dan merekah dengan keelokannya masing-masing. Berbicara masalah permainan, kita juga perlu lebih memahami anak sebagai subjek. Pada dasarnya mereka bukan orang dewasa mini, mereka hidup dalam dunia bermain, sedang berkembang, senang meniru, dan berciri kreatif. Kita perlu senantiasa mengingat bahwa anak adalah anak-anak, bukan orang dewasa berukuran mini. Anak-anak memiliki keterbatasan-keterbatasan bila harus dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, mereka juga memiliki dunia tersendiri yang khas dan harus dilihat dengan kacamata anak-anak. Dunia anak-anak adalah dunia bermain, yaitu dunia yang penuh spontanitas dan menyenangkan. Sesuatu akan dilakukan oleh anak-anak dengan penuh semangat apabila terkait dengan suasana yang menyenangkan, namun sebaliknya akan dibenci dan dijauhi oleh anak apabila suasananya tidak menyenangkan. Seorang anak akan rajin belajar, mendengarkan keterangan guru, atau melakukan pekerjaan rumahnya apabila belajar adalah suasana yang menyenangkan dan menumbuhkan tantangan. Anak sedang dalam tahap perkembangan. Selain tumbuh secara fisik, mereka juga berkembang secara kejiwaan. Tidak bisa anak yang dulu sewaktu masih bayi tampak begitu lucu dan penurut lalu sekarang pada usia 6 tahun, misalnya, juga tetap dituntut untuk lucu dan penurut. Ada fase-fase perkembangan yang dilaluinya dan anak menampilkan berbagai perilaku sesuai dengan ciri-ciri masing- masing fase perkembangan tersebut. Dengan memahami bahwa anak berkembang, kita akan tetap Prosiding Seminar Pola Permainan dan Kreativitas Anak tenang bersikap dengan tepat menghadapi berbagai gejala yang mungkin muncul pada setiap tahap perkembangannya tersebut. Anak-anak pada dasarnya senang meniru karena salah satu proses pembentukan tingkah laku mereka adalah dengan cara meniru. Anak-anak yang gemar membaca pada umumnya adalah anak-anak yang mempunyai lingkungan di mana orang-orang di sekeliling-nya juga gemar membaca. Mereka meniru ibu, ayah, kakak, atau orang-orang lain di sekelilingnya yang mempunyai kebiasaan membaca dengan baik tersebut. De-ngan demikian, orang tua dan guru dituntut untuk bisa memberikan contoh-contoh keteladanan yang nyata akan hal-hal yang baik, termasuk perilaku kreatif dan bersemangat dalam mempelajari hal-hal baru. Anak-anak pada dasarnya sangat kreatif. Mereka memiliki ciri-ciri yang oleh para ahli sering di-golongkan sebagai ciri-ciri individu yang kreatif, misalnya rasa ingin tahu yang besar, senang berta-nya, imajinasi yang tinggi, minat yang luas, tidak takut salah, berani menghadapi risiko, beban dalam berpikir, senang akan hal-hal yang baru, dan sebagainya. Namun, sering dikatakan bahwa begitu anak masuk ke sekolah dasar, kreativitas anak justru semakin menurun. Hal ini sering di-sebabkan karena pengajaran di sekolah dasar terlalu menekankan pada cara berpikir konvergen, sementara cara berpikir divergen kurang dirangsang. Dalam hal ini, orang tua dan guru perlu memahami kreativitas yang ada pada diri anak-anak dengan bersikap luwes dan kreatif pula. Bahan-bahan pelajaran di sekolah, termasuk bahan ulangan atau ujian, hendaknya tidak sekadar menuntut anak untuk memberikan satu-satunya jawaban yang benar menurut guru atau “kunci jawaban”. Kepada mereka tetaplah perlu diberikan kesempatan untuk mengembangkan imajinasinya secara “liar”, dibuka peluang bagi munculnya alternatif jawaban yang kreatif. Begitu pula orang tua di rumah hendaknya tidak selalu hanya memaksakan kehendaknya terhadap anak-anak, melainkan secara rendah hati tetap harus mampu menerima gagasan-ga-gasan anak yang mungkin tampaknya aneh atau tidak lazim. Hanya dengan demikian anak akan terpacu untuk belajar dengan motivasi yang tinggi. Para orang tua yang suka mengajari berbagai hal kepada anak-anak mereka, cenderung mempunyai anak-anak yang kurang kreatif. Dan yang perlu digarisbawahi ialah kadang mereka terlalu berlebihan mencoba untuk terlibat dalam proses kreativitas si anak. Ibu dan ayah yang ingin membesarkan anaknya sesuai dengan keinginan mereka mungkin perlu sedikit menahan diri. Hasil penelitian mengatakan bahwa anak-anak yang orang tuanya benar-benar 'membiarkan mereka' akan menjadi lebih kreatif dibandingkan anak-anak yang orang tuanya lebih banyak terlibat dalam proses Prosiding Seminar Pola Permainan dan Kreativitas Anak kreativitas mereka. Hasil temuan tersebut dipresentasikan oleh Dr. Dale Grubb dari Baldwin-Wallace College di Berea, Ohio, dalam pertemuan tahunan American Psychological Society. Grubb menjelaskan bahwa dalam satu tes mereka memberikan beberapa pertanyaan sederhana, seperti bagaimana anda dapat menggunakan sepotong kertas?. Semakin banyak ataupun semakin 'asing' jawaban yang diberikan, maka mereka dianggap semakin kreatif. Tidak mengherankan, orang tua yang lebih kreatif tampaknya mempunyai anak-anak yang lebih kreatif. Namun Grubb mengatakan bahwa mereka masih tidak jelas apakah hal ini terjadi karena faktor genetik atau cara mereka mendidik. Dengan memusatkan perhatian pada cara orang tua mendidik, para peneliti merekam interaksi antara orang tua dan anak mereka saat sedang bermain. Mereka membuat asumsi bahwa orangtua dengan cara mendidik yang paling mendukung dan 'memungkinkan', akan mempunyai anak-anak yang paling kreatif. 'Memungkinkan' berarti bersikap sangat fokus pada anak, bertanya kepada si anak tentang apa yang ingin ia lakukan, mengapa begini atau begitu serta hal-hal lain yang seperti itu, Grubb menjelaskan. Tetapi asumsi yang mereka buat ternyata keliru. Gaya mendidik yang 'memungkinkan' bukan hanya tidak ada kaitannya dengan tingkat kreativitas tertentu dari anak, akan tetapi justru meskipun tidak besar cenderung menyebabkan berkurangnya kreativitas. Malah gaya 'memungkinkan' ini dapat dengan mudah berkembang menjadi apa yang disebut sebagai sikap 'memaksa', yang membuat orang tua sering berkata: Jangan begitu, lakukan seperti ini, dan tidak memberikan banyak pilihan kepada anaknya, kata Grubb. Pesan yang dapat diambil, menurut Grubb, adalah bahwa kalau orangtua menghargai kreativitas si anak dan memberikan dukungan tanpa terlalu mengarahkan dan kalau mereka sendiri memang kreatif, maka mereka mungkin akan mempunyai anak-anak yang lebih kreatif. Bagaimana hal ini dapat diterapkan ke dalam ruang bermain anak ? Pertamatama, hindari alat-alat permainan yang memaksakan konsep struktur atau membatasi kreativitas si anak. Berikan kepada mereka kertas putih polos, bukan buku mewarnai (dengan gambar-gambar yang telah ditetapkan sebelumnya) dan biarkan mereka menemukan sendiri kemana mereka ingin pergi. Pilih alat-alat permainan yang bentuknya lebih mudah diubah-ubah (seperti lilin mainan), ketimbang balok-balok yang saling disambung dan hanya dapat membentuk bangunan persegi yang terbatas. Namun yang paling penting, selalu berikan pujian atas usaha yang telah mereka lakukan. Mereka mungkin saja menggambar sesuatu yang Prosiding Seminar Pola Permainan dan Kreativitas Anak konyol atau tidak masuk akal, namun tetap berikan pujian karena mereka telah mencoba membuat sesuatu yang baru, demikian saran Grubb. D. Penutup Perkembangan anak dalam menentukan permainan baik secara individu maupun kelompok, permainan tradisional maupun modern dapat dikatakan sebagai cerminan dalam pengembangan kepribadiannya. Pengembangan kepribadian yang positif apabila pada diri anak tersebut tumbuh rasa kesenangan dan kreativitas untuk memaknai dari setiap permainan yang dialaminya. Para orang tua yang suka mengajari berbagai hal kepada anak-anak mereka, cenderung mempunyai anak-anak yang kurang kreatif. Dan yang perlu digarisbawahi ialah kadang mereka terlalu berlebihan mencoba untuk terlibat dalam proses kreativitas si anak. Ucapan Kak Seto yang memberikan solusi dalam perkembangan kepribadian anak bahwa bila diberikannya kesempatan pada anak untuk membina daya ciptanya, kiranya akan tumbuh anak-anak kreatif yang mampu memiliki berbagai gagasan cemerlang yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kehidupan dirinya maupun lingkungannya kelak. E. DAFTAR PUSTAKA Coles, Robert. 1997. The Moral Intelligence of Children. New York: Random House, Inc. Goleman, Daniel. (1997). Emotional Intelligence. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama Munandar, U. (2002). Kreativitas dan Keberbakatan : Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Berbakat. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. NSTA. (1998). Standar for Science Teacher Preparation. Santoso, AM. Rukky. (2003). Right Brain, Mengembangkan Kemampuan Otak kanan untuk Kehidupan Yang Lebih Berkualitas. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Semiawan, C, et. Al. (1987). Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah : Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua. Jakarta : Gramedia. Sugiarto, Iwan. (2004). Mengoptimalkan Daya Kerja Otak dengan Berpikir Holistik dan Kreatif. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Supriadi, D. (1994). Kreativitas, Kebudayaan dan Perkembangan IPTEK. Bandung : Alfabeta. Tabrani, Primadi. (2000). Proses Kreasi, Apresiasi, Belajar. Bandung: Penerbit ITB. _____________ (2001). Memahami Cara Berpikir dan Bahasa Rupa Anak. Jurnal Wacana Seni Rupa. Maret 2001. Vol 2, 1. Taufan Surana, (2003). Sudah Benarkah Permainan Kreatif Anak Anda. Info Balita Cerdas _____________ (2003) Pengaruh Permainan pada Perkembangan Anak. Info Balita Cerdas Prosiding Seminar Pola Permainan dan Kreativitas Anak