pola permainan dan kreativitas anak

advertisement
POLA PERMAINAN DAN KREATIVITAS ANAK
oleh
Sukadi
(Dosen pada Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan Prodi Sipil FPTK UPI)
Abstrak
Perkembangan anak dalam menentukan permainan baik secara individu maupun
kelompok, permainan tradisional maupun modern dapat dikatakan sebagai cerminan
dalam pengembangan kepribadiannya. Pengembangan kepribadian yang positif
apabila pada diri anak tersebut tumbuh rasa kesenangan dan kreativitas untuk
memaknai dari setiap permainan yang dialaminya.
Permainan akan berkembang menjadi kegiatan yang positif dari cerminan
kepribadian anak, apabila muncul dari hasil penciptaan atas kreasi yang dimilikinya. Hal
ini juga akan membentuk pola bagi anak untuk menentukan jenis permainan apa yang
menjadi imajinasinya sehingga dapat dinikmati dan dirasakan sebagai suatu
kesenangan. Walaupun demikian semua permainan yang ada, dari pola permainan
tempo dulu hingga jaman teknologi ini tidak semua dinikmati apabila faktor fisik dan
psikis tidak menunjang.
Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena
kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian,
hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang
memuaskan. Apabila orangtua menghargai kreativitas si anak dan memberikan
dukungan tanpa terlalu mengarahkan dan kalau mereka sendiri memang kreatif, maka
mereka mungkin akan mempunyai anak-anak yang lebih kreatif. Pada dasarnya anakanak bukan orang dewasa mini, mereka hidup dalam dunia bermain, sedang
berkembang, senang meniru, dan berciri kreatif.
Kata Kunci : Pola Permainan, Kreativitas
A. Pendahuluan
Berbagai permainan anak dari yang tradisional sampai yang berteknologi saat ini
selalu mengalami perubahan. Permainan-permainan tradisional masih banyak ditemui
pada anak-anak pedesaan, sementara di perkotakaan hampir semuanya permainan
tersebut tenggelam dengan keberadaan permainan yang berteknologi. Pengaruh
perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi dan komputasi membuat anakanak perkotaan tidak mengenal lagi permainan yang dulu dialami orang tuanya. Bahkan
Prosiding Seminar
Pola Permainan dan Kreativitas Anak
sudah menjadi prestise apabila anak sudah mampu mengusai permainanan modern
tersebut.
Permainan-permainan tradisional lebih nampak dalam bentuk kelompok dan
aktivitas fisik dengan tidak mencerminkan persaingan. Penggalangan kerjasama dan
kekompakan kelompok akan muncul disetiap permainan. Sementara permainan modern
yang dilakoni anak-anak kota lebih banyak pada kesendirian dan aktualisasi memori
dari otak mereka. Sedangkan aktivitas fisik hampir pasif, karena mereka berkonsentrasi
didepan permainanannya tanpa banyak bergerak.
Perkembangan anak dalam menentukan permainan baik secara individu maupun
kelompok, permainan tradisional maupun modern dapat dikatakan sebagai cerminan
dalam pengembangan kepribadiannya. Pengembangan kepribadian yang positif
apabila pada diri anak tersebut tumbuh rasa kesenangan dan kreativitas untuk
memaknai dari setiap permainan yang dialaminya.
Setiap permainan akan menumbuhkan kreativitas anak secara fisik maupun
psikis. Kreativitas secara fisik akan timbul dalam bentuk aktivitas tubuh dalam mengikuti
permainan sehingga terbentuk kelenturan tanpa adanya kelelahan. Sedangkan
kreativitas psikis sebagai aktualisasi kemampuan intelegensia atas keseriusan dan
perhatian terhadap permainan dapat menumbuhkan perkembangan memori dan
ketrampilan pada otak mereka.
Dari setiap permainan tersebut, apakah dapat menimbulkan kreativitas pada
anak? Semua permainan sebenarnya didasari dengan perkembangan pribadi baik secar
fisik, mental maupun psikis. Walaupun demikian banyak pengaruh-pengaruh yang
nagatif apabila kita tidak mengantisipasi dari perkembangan jaman saat ini. Pengaruh
orang tua, sekolah dan lingkungan terhadap pribadi anak akan menentukan pola
permainan dan kreativitas yang akan dialaminya.
B. Pola Permainan
Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang khususnya pada
anak-anak untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada
anggapan bahawa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi
malas bekerja dan bodoh. Anggapan ini kurang bijaksana, karena beberapa ahli
psikologi mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan jiwa anak.
Permainan akan berkembang menjadi kegiatan yang positif dari cerminan
kepribadian anak, apabila muncul dari hasil penciptaan atas kreasi yang dimilikinya. Hal
ini juga akan membentuk pola bagi anak untuk menentukan jenis permainan apa yang
Prosiding Seminar
Pola Permainan dan Kreativitas Anak
menjadi imajinasinya sehingga dapat dinikmati dan dirasakan sebagai suatu
kesenangan. Walaupun demikian semua permainan yang ada, dari pola permainan
tempo dulu hingga jaman teknologi ini tidak semua dinikmati apabila faktor fisik dan
psikis tidak menunjang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak:
1. Kesehatan.
Kesehatan bagi anak dapat dilihat dengan banyak energi untuk bermain dibandingkan
dengan anak-anak yang kurang sehat, sehingga anak-anak yang sehat menghabiskan
banyak waktu untuk bermain yang membutuhkan banyak energi.
2. Intelegensi.
Intelegensia sebagai cerminan kecerdasan pada anak-anak, dapat terlihat dari
aktivitasnya. Anak-anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak-anak yang
kurang cerdas. Anak-anak yang cerdas lebih menyenangi permainan-permainan yang
bersifat intelektual atau permainan yang banyak merangsang daya berpikir mereka,
misalnya permainan drama, menonton film, atau membaca bacaan-bacaan yang
bersifat intelektual.
3. Jenis kelamin.
Laki-laki dan perempuan akan memiliki permainan yang berbeda. Laki-laki kebanyakan
memilih permainan yang banyak mengeluarkan energi dan tantangan, sementara anak
perempuan lebih sedikit melakukan permainan yang menghabiskan banyak energi,
misalnya memanjat, berlari-lari, atau kegiatan fisik yang lain. Perbedaan ini bukan
berarti bahwa anak perempuan kurang sehat dibanding anak laki-laki, melainkan
pandangan masyarakat bahwa anak perempuan sebaiknya menjadi anak yang lembut
dan bertingkah laku yang halus.
4. Lingkungan.
Lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah akan mempengaruhi jenis permainan
yang akan dipilih oleh anak. Sebagai contoh anak yang dibesarkan di lingkungan yang
kurang menyediakan peralatan, waktu, dan ruang bermain bagi anak, akan
menimbulkan aktivitas bermain anak berkurang.
5. Status sosial ekonomi.
Kondisi sosial ekonomi keluarga dapat menjadi masukan bagi anak untuk memilih
permainan yang akan dilakukan. Anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang
status sosial ekonominya tinggi, lebih banyak tersedia alat-alat permainan yang lengkap
dibandingkan dengan anak-anak yang dibesarkan di keluarga yang status ekonominya
rendah.
Prosiding Seminar
Pola Permainan dan Kreativitas Anak
Semua jenis permainan akan berpengaruh bagi perkembangan anak, baik dari
sisi positif maupun negatif. Pengaruh tersebut dapat menentukan perkembangan
kepribadian anak dalam bentuk:

Perkembangan fisik anak

Terapi

Pengetahuan anak

Perkembangan kreativitas anak

Tingkah laku sosial anak

Nilai moral anak
Macam-macam permainan dan manfaatnya bagi perkembangan jiwa anak
Permainan yang ada dan dilakukan oleh anak-anak sampai saat ini, dapat
dikategorikan pada permainan yang akitf dan pasif. Jenis permainan yang tergolong
pada permainan yang aktif, adalah sebagai berikut:
1. Bermain bebas dan spontan atau eksplorasi
Bentuk permainan ini anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya, tidak ada
aturan-aturan dalam permainan tersebut. Anak akan terus bermain dengan permainan
selama menimbulkan kesenangan dan anak akan berhenti apabila sudah tidak
menyenangkannya. Dalam permainan ini anak melakukan eksperimen atau menyelidiki,
mencoba, dan mengenal hal-hal baru.
2. Drama
Dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang
dikagumi dalam kehidupan yang nyata, atau dalam mass media. Misalnya sekumpulan
anak yang memerankan beberapa profesi seperti dokter, guru sampai menjadi ayah
ibunya. Permainan ini akan mencoba karakter orang lain dengan ditirukan oleh
kemampuan dirinya dalam berekspresi sesuai dengan usianya.
3. Bermain musik
Bermain musik dapat mendorong anak untuk mengembangkan tingkah laku sosialnya,
yaitu dengan bekerja sama dengan teman-teman sebayanya dalam memproduksi
musik, menyanyi, berdansa, atau memainkan alat musik.
4. Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu
Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih
banyak daripada teman-temannya. Di samping itu, mengumpulkan benda-benda dapat
mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap
jujur, bekerja sama, dan bersaing untuk mendapatkan koleksi yang disenanginya.
Prosiding Seminar
Pola Permainan dan Kreativitas Anak
5. Permainan olah raga
Dalam permainan olah raga, anak banyak menggunakan energi fisiknya, sehingga
sangat membantu perkembangan fisiknya. Di samping itu, kegiatan ini mendorong
sosialisasi anak dengan belajar bergaul, bekerja sama, memainkan peran pemimpin,
serta menilai diri dan kemampuannya secara realistik dan sportif.
Sementara untuk permainan yang tegolong pada kegiatan yang pasif, adalah
sebagai berikut:
1. Membaca
Membaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan
pengetahuan
anak,
sehingga
anakpun
akan
berkembang
kreativitas
dan
kecerdasannya.
2. Mendengarkan radio
Mendengarkan radio dapat mempengaruhi anak baik secara positif maupun negatif.
Pengaruh positifnya adalah anak akan bertambah pengetahuannya, sedangkan
pengaruh negatifnya yaitu apabila anak meniru hal-hal yang disiarkan di radio seperti
kekerasan, kriminalitas, atau hal-hal negatif lainnya.
3. Menonton televisi
Pengaruh televisi sama seperti mendengarkan radio, baik pengaruh positif maupun
negatifnya.
B. Kreativitas
Kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda. Sedemikian beragam definisi itu,
sehingga pengertian kreativitas bergantung pada bagaimana orang mendefinisikannya –
creativity is a matter of definition. Tidak ada satu definisi pun yang dianggap dapat
mewakili pemahaman yang beragam tentang kreativitas. Hal ini disebabkan dua alasan.
Pertama, sebagai suatu “konstruk hipotesis”, kreativitas merupakan ranah psikologis
yang kompleks dan multidimensional, yang mengandung berbagai tafsiran yang
beragam. Kedua, definisi-definisi kreativitas memberikan tekanan yang berbeda-beda,
tergantung dasar teori yang menjadi acuan pembuat definisi (Supriadi, 1994).
Definisi kreativitas yang menekankan dimensi person dikemukakan misalnya
oleh Guilford (1950) : “Creativity refers to the abilities that are characteristics of creative
people.” Definisi yang menekankan segi proses diajukan oleh Munandar (1977) :
“Creativity is a process that manifest itself in fluency, in flexibility as well in originality of
thinking. Baron (1976) menekankan segi produk, yaitu “the ability to bring something
new into wxistence”, sementara Amabile (1983) mengemukakan, “Creativity can be
Prosiding Seminar
Pola Permainan dan Kreativitas Anak
regarded as the quality of products or responses judged to be creative by appropriate
abserves” (Supriadi, 1994).
Kreativitas terletak pada kemampuan untuk melihat asosiasi antara hal-hal atau
obyek-obyek yang sebelumnya tidak ada atau tidak ada hubungannya. Seorang anak
kecil asyik bermain dengan balok-balok yang mempunyai bentuk dan warna yang
bermacam-macam, setiap kali dapat menyusun sesuatu yang baru, artinya baru bagi
dirinya karena sebelumnya ia belum pernah membuat hal yang semacam itu. Anak itu
adalah anak “kreatif”, berbeda dengan anak lain yang hanya membangun sesuatu jika
ada contohnya.
Semiawan (1987) menyatakan bahwa kreativitas merupakan suatu potensi yang
dimiliki oleh setiap individu, yang terlibat melalui aktivitas maupun hasil kerjanya. Setiap
orang memiliki potensi kreatif walaupun kadarnya berbeda. Kreativitas dapat muncul
dalam setiap bidang kegiatan manusia, tidak terbatas pada bidang seni, sains, atau
teknologi, serta tidak terbatas pada tingkat usia, jenis kelamin, suku, bangsa, atau
kebudayaan tertentu.
Selanjutnya Supriadi (1994) mengidentifikasi 24 ciri kepribadian kreatif yang
ditemukan dalam berbagai studi, yaitu : (1) terbuka terhadap pengalaman; (2) fleksibel
dalam berpikir dan merespons; (3) bebas dalam menyatakan pendapat dan perasaan;
(4) menghargai fantasi; (5) tertarik pada kegiatan-kegiatan kreatif; (6) mempunyai
pendapat sendiri dan tidak mudah terpengaruh orang lain; (7) mempunyai rasa ingin
tahu yang besar; (8) toleran terhadap perbedaan pendapat dan situasi yang tidak pasti;
(9) berani mengambil resiko yang diperhitungkan; (10) percaya diri dan mandiri; (11)
mempunyai tanggung jawab dan kominten tugas; (12) tekun dan tidak mudah bosan;
(13) tidak kehabisan akal dalam memecahkan masalah; (14) kaya akan inisiatif; (15)
peka terhadap situasi dan lingkungan; (16) lebih berorientasi pada kini dan masa depan
daripada masa lalu; (17) memiliki citra diri dan stabilitas emosional yang baik; (18)
tertarik pada hal-hal yang abstrak, kompleks, holistik, dan mengandung teka-teki; (19)
memiliki gagasan yang orisinil; (20) mempunyai minat yang luas; (21) menggunakan
waktu luang untuk kegiatan yang bermanfaat dan konstruktif bagi pengembangan diri;
(22) kritis pada pendapat orang lain; (23) senang mengajukan pertanyaan yang baik;
dan (24) memiliki kesadaran etika moral dan estetika yang tinggi.
Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas
juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan
antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan.
Walau ada anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear
dengan inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak
Prosiding Seminar
Pola Permainan dan Kreativitas Anak
mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang
rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang
tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti.
Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan
tingkat kreativitas.
Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa kreativitas adalah suatu proses
berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif
jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya
dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan
untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi
yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang
kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini
terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu
pengetahuan.
Ditinjau dari produknya, kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
mencipta atau menghasilkan produk-produk baru. Ditinjau dari prosesnya, kreativitas
dapat diartikan sebagai kegiatan bersibuk diri secara kreatif. Ditinjau dari segi pribadi,
kreativitas dapat diartikan sebagai adanya ciri- ciri kreativitas yang terdapat pada diri
anak. Ciri-ciri tersebut meliputi ciri yang bersifat aptitude atau kognitif (berkaitan dengan
kemampuan berpikir) dan ciri yang bersifat non-aptitude atau afektif (berkaitan dengan
sikap dan perasaan). Ditinjau dari segi proses, kreativitas dapat diartikan sebagai
pendorong (internal maupun eksternal).
Menurut Kak Seto, untuk mengembangkan kreativitas anak sejak usia dini,
orangtua dan guru dapat melakukan berbagai hal dengan cara sederhana, mudah dan
tidak harus dengan biaya mahal, seperti mendongeng, berkarya kreatif, melukis bebas,
dan mempelajari lingkungan sekitar.
C. Pola Permainan dan Kreativitas Anak
Kepribadian seorang anak sering disebut sebagai keunikan individu, apabila
keunikan ini dihargai, dalam arti setiap individu itu diterima kekurangannya namun juga
dihargai kelebihan-kelebihannya. Dengan demikian individu itu pun akan dapat
mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Bila
sebaliknya, keunikan itu diabaikan, maka sebaliknyalah pula yang terjadi pada setiap
individu.
Orang tua atau guru sering kurang mau memahami anak-anak sebagai suatu
individu yang unik. Kemampuan anak-anak itu lalu disamaratakan, diseragamkan, dan
Prosiding Seminar
Pola Permainan dan Kreativitas Anak
dikolektifkan dengan menuntut mereka agar mampu berprestasi dalam beberapa bidang
sekaligus. Akibatnya, mereka sering menemui kegagalan dan akhirnya justru
mengalami frustasi sama sekali.
Misalnya seorang anak memiliki keunggulan dalam berolahraga, namun mungkin
ia kurang mampu menyanyi di depan kelas atau menggambar. Sebaliknya anak lain,
yang sudah sering tampil menyanyi di layar televisi, mungkin kurang tangkas bila harus
berlari-lari atau mengikuti kegiatan olah raga. Bila mereka diperlakukan dengan sikap
yang seimbang, dalam arti masing-masing dihargai kelebihannya, maka mereka pun
akan memiliki rasa percaya diri yang kuat. Untuk selanjutnya, mereka akan termotivasi
untuk mempel-ajari hal-hal yang baru sesuai de-ngan bidang kemampuannya masingmasing.
Keberhasilan suatu pendidikan sering dikaitkan dengan kemampuan para orang
tua dan guru dalam hal memahami anak sebagai individu yang unik, di mana setiap
anak dilihat sebagai individu yang memiliki potensi-potensi yang berbeda satu sama
lain, namun saling melengkapi dan berharga. Mungkin dapat diibaratkan sebagai bungabunga aneka warna di suatu taman yang indah, mereka akan tumbuh dan merekah
dengan keelokannya masing-masing.
Berbicara masalah permainan, kita juga perlu lebih memahami anak sebagai
subjek. Pada dasarnya mereka bukan orang dewasa mini, mereka hidup dalam dunia
bermain, sedang berkembang, senang meniru, dan berciri kreatif.
Kita perlu senantiasa mengingat bahwa anak adalah anak-anak, bukan orang
dewasa berukuran mini. Anak-anak memiliki keterbatasan-keterbatasan bila harus
dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, mereka juga memiliki dunia tersendiri
yang khas dan harus dilihat dengan kacamata anak-anak.
Dunia anak-anak adalah dunia bermain, yaitu dunia yang penuh spontanitas dan
menyenangkan. Sesuatu akan dilakukan oleh anak-anak dengan penuh semangat
apabila terkait dengan suasana yang menyenangkan, namun sebaliknya akan dibenci
dan dijauhi oleh anak apabila suasananya tidak menyenangkan. Seorang anak akan
rajin belajar, mendengarkan keterangan guru, atau melakukan pekerjaan rumahnya
apabila belajar adalah suasana yang menyenangkan dan menumbuhkan tantangan.
Anak sedang dalam tahap perkembangan. Selain tumbuh secara fisik, mereka
juga berkembang secara kejiwaan. Tidak bisa anak yang dulu sewaktu masih bayi
tampak begitu lucu dan penurut lalu sekarang pada usia 6 tahun, misalnya, juga tetap
dituntut untuk lucu dan penurut. Ada fase-fase perkembangan yang dilaluinya dan anak
menampilkan berbagai perilaku
sesuai dengan
ciri-ciri masing- masing fase
perkembangan tersebut. Dengan memahami bahwa anak berkembang, kita akan tetap
Prosiding Seminar
Pola Permainan dan Kreativitas Anak
tenang bersikap dengan tepat menghadapi berbagai gejala yang mungkin muncul pada
setiap tahap perkembangannya tersebut.
Anak-anak
pada
dasarnya
senang
meniru
karena
salah
satu
proses
pembentukan tingkah laku mereka adalah dengan cara meniru. Anak-anak yang gemar
membaca pada umumnya adalah anak-anak yang mempunyai lingkungan di mana
orang-orang di sekeliling-nya juga gemar membaca. Mereka meniru ibu, ayah, kakak,
atau orang-orang lain di sekelilingnya yang mempunyai kebiasaan membaca dengan
baik tersebut. De-ngan demikian, orang tua dan guru dituntut untuk bisa memberikan
contoh-contoh keteladanan yang nyata akan hal-hal yang baik, termasuk perilaku kreatif
dan bersemangat dalam mempelajari hal-hal baru.
Anak-anak pada dasarnya sangat kreatif. Mereka memiliki ciri-ciri yang oleh para
ahli sering di-golongkan sebagai ciri-ciri individu yang kreatif, misalnya rasa ingin tahu
yang besar, senang berta-nya, imajinasi yang tinggi, minat yang luas, tidak takut salah,
berani menghadapi risiko, beban dalam berpikir, senang akan hal-hal yang baru, dan
sebagainya. Namun, sering dikatakan bahwa begitu anak masuk ke sekolah dasar,
kreativitas anak justru semakin menurun. Hal ini sering di-sebabkan karena pengajaran
di sekolah dasar terlalu menekankan pada cara berpikir konvergen, sementara cara
berpikir divergen kurang dirangsang. Dalam hal ini, orang tua dan guru perlu memahami
kreativitas yang ada pada diri anak-anak dengan bersikap luwes dan kreatif pula.
Bahan-bahan pelajaran di sekolah, termasuk bahan ulangan atau ujian,
hendaknya tidak sekadar menuntut anak untuk memberikan satu-satunya jawaban yang
benar menurut guru atau “kunci jawaban”. Kepada mereka tetaplah perlu diberikan
kesempatan untuk mengembangkan imajinasinya secara “liar”, dibuka peluang bagi
munculnya alternatif jawaban yang kreatif. Begitu pula orang tua di rumah hendaknya
tidak selalu hanya memaksakan kehendaknya terhadap anak-anak, melainkan secara
rendah hati tetap harus mampu menerima gagasan-ga-gasan anak yang mungkin
tampaknya aneh atau tidak lazim. Hanya dengan demikian anak akan terpacu untuk
belajar dengan motivasi yang tinggi.
Para orang tua yang suka mengajari berbagai hal kepada anak-anak mereka,
cenderung mempunyai anak-anak yang kurang kreatif. Dan yang perlu digarisbawahi
ialah kadang mereka terlalu berlebihan mencoba untuk terlibat dalam proses kreativitas
si anak.
Ibu dan ayah yang ingin membesarkan anaknya sesuai dengan keinginan mereka
mungkin perlu sedikit menahan diri. Hasil penelitian mengatakan bahwa anak-anak
yang orang tuanya benar-benar 'membiarkan mereka' akan menjadi lebih kreatif
dibandingkan anak-anak yang orang tuanya lebih banyak terlibat dalam proses
Prosiding Seminar
Pola Permainan dan Kreativitas Anak
kreativitas mereka. Hasil temuan tersebut dipresentasikan oleh Dr. Dale Grubb dari
Baldwin-Wallace College di Berea, Ohio, dalam pertemuan tahunan American
Psychological Society.
Grubb menjelaskan bahwa dalam satu tes mereka memberikan beberapa
pertanyaan sederhana, seperti bagaimana anda dapat menggunakan sepotong kertas?.
Semakin banyak ataupun semakin 'asing' jawaban yang diberikan, maka mereka
dianggap semakin kreatif. Tidak mengherankan, orang tua yang lebih kreatif tampaknya
mempunyai anak-anak yang lebih kreatif. Namun Grubb mengatakan bahwa mereka
masih tidak jelas apakah hal ini terjadi karena faktor genetik atau cara mereka mendidik.
Dengan memusatkan perhatian pada cara orang tua mendidik, para peneliti
merekam interaksi antara orang tua dan anak mereka saat sedang bermain. Mereka
membuat asumsi bahwa orangtua dengan cara mendidik yang paling mendukung dan
'memungkinkan', akan mempunyai anak-anak yang paling kreatif. 'Memungkinkan'
berarti bersikap sangat fokus pada anak, bertanya kepada si anak tentang apa yang
ingin ia lakukan, mengapa begini atau begitu serta hal-hal lain yang seperti itu, Grubb
menjelaskan. Tetapi asumsi yang mereka buat ternyata keliru. Gaya mendidik yang
'memungkinkan' bukan hanya tidak ada kaitannya dengan tingkat kreativitas tertentu
dari anak, akan tetapi justru meskipun tidak besar cenderung menyebabkan
berkurangnya kreativitas.
Malah gaya 'memungkinkan' ini dapat dengan mudah berkembang menjadi apa
yang disebut sebagai sikap 'memaksa', yang membuat orang tua sering berkata:
Jangan begitu, lakukan seperti ini, dan tidak memberikan banyak pilihan kepada
anaknya, kata Grubb. Pesan yang dapat diambil, menurut Grubb, adalah bahwa kalau
orangtua menghargai kreativitas si anak dan memberikan dukungan tanpa terlalu
mengarahkan dan kalau mereka sendiri memang kreatif, maka mereka mungkin akan
mempunyai anak-anak yang lebih kreatif.
Bagaimana hal ini dapat diterapkan ke dalam ruang bermain anak ? Pertamatama, hindari alat-alat permainan yang memaksakan konsep struktur atau membatasi
kreativitas si anak. Berikan kepada mereka kertas putih polos, bukan buku mewarnai
(dengan gambar-gambar yang telah ditetapkan sebelumnya) dan biarkan mereka
menemukan sendiri kemana mereka ingin pergi.
Pilih alat-alat permainan yang bentuknya lebih mudah diubah-ubah (seperti lilin
mainan), ketimbang balok-balok yang saling disambung dan hanya dapat membentuk
bangunan persegi yang terbatas. Namun yang paling penting, selalu berikan pujian atas
usaha yang telah mereka lakukan. Mereka mungkin saja menggambar sesuatu yang
Prosiding Seminar
Pola Permainan dan Kreativitas Anak
konyol atau tidak masuk akal, namun tetap berikan pujian karena mereka telah
mencoba membuat sesuatu yang baru, demikian saran Grubb.
D. Penutup
Perkembangan anak dalam menentukan permainan baik secara individu maupun
kelompok, permainan tradisional maupun modern dapat dikatakan sebagai cerminan
dalam pengembangan kepribadiannya. Pengembangan kepribadian yang positif
apabila pada diri anak tersebut tumbuh rasa kesenangan dan kreativitas untuk
memaknai dari setiap permainan yang dialaminya.
Para orang tua yang suka mengajari berbagai hal kepada anak-anak mereka,
cenderung mempunyai anak-anak yang kurang kreatif. Dan yang perlu digarisbawahi
ialah kadang mereka terlalu berlebihan mencoba untuk terlibat dalam proses kreativitas
si anak.
Ucapan Kak Seto yang memberikan solusi dalam perkembangan kepribadian
anak bahwa bila diberikannya kesempatan pada anak untuk membina daya ciptanya,
kiranya akan tumbuh anak-anak kreatif yang mampu memiliki berbagai gagasan
cemerlang yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kehidupan dirinya maupun
lingkungannya kelak.
E. DAFTAR PUSTAKA
Coles, Robert. 1997. The Moral Intelligence of Children. New York: Random House, Inc.
Goleman, Daniel. (1997). Emotional Intelligence. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama
Munandar, U. (2002). Kreativitas dan Keberbakatan : Strategi Mewujudkan Potensi
Kreatif dan Berbakat. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
NSTA. (1998). Standar for Science Teacher Preparation.
Santoso, AM. Rukky. (2003). Right Brain, Mengembangkan Kemampuan Otak kanan
untuk Kehidupan Yang Lebih Berkualitas. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Semiawan, C, et. Al. (1987). Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah
: Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua. Jakarta : Gramedia.
Sugiarto, Iwan. (2004). Mengoptimalkan Daya Kerja Otak dengan Berpikir Holistik dan
Kreatif. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Supriadi, D. (1994). Kreativitas, Kebudayaan dan Perkembangan IPTEK. Bandung :
Alfabeta.
Tabrani, Primadi. (2000). Proses Kreasi, Apresiasi, Belajar. Bandung: Penerbit ITB.
_____________ (2001). Memahami Cara Berpikir dan Bahasa Rupa Anak. Jurnal
Wacana Seni Rupa. Maret 2001. Vol 2, 1.
Taufan Surana, (2003). Sudah Benarkah Permainan Kreatif Anak Anda. Info Balita
Cerdas
_____________ (2003) Pengaruh Permainan pada Perkembangan Anak. Info Balita
Cerdas
Prosiding Seminar
Pola Permainan dan Kreativitas Anak
Download