Tenor Teknis FSn4gsiond nonPenetid 1000 TEKNIK PEWARNAAN IMMUNOPEROKSIDASE UNTUK DIAGNOSIS PENYAKIT HOG CHOLERA Ptto Kurniadhi Balm Paamlitim Vderixer, lalm R!" Mmtadbrata 30 Bogor, 16114 RINGKASAN Dmntara bebempa care diagnosis tahadap penyakit hog cholera seperb Ehsa don sebagainya, make Tknik immumpemksidase adalah cara yang lebdi akurat . Teknik pewsmaan inununopeidksidase pads biakm sel (ianxwropemidam mwrolayer assay i IPMA) telah du phkasikm untuk melakukan diagnosis terhadap wabeh penyakit yang mmyerang tanak babi di petanakan baba Kaprdk , Jakarta Bast pads balm Mei 1995 . Dan filbat organ baba yang maxi (limps, giajal, kdkMw limfe mesenunka) yang ditumbuhkm pads biakan set ienui PK-15, seteloli diwarnai den= tekm7c immunopad~dase dean memakai antisam IC, kmjupt rabbit amb pig IgG HRPO don substiat 3 ammo 9 edryl-c or,lwzole terlihat adanya pembenbAsn tioki yang bawama coklat ke mrahan, babe& dengan sel kontrol yang tidak dtmokulast, yang tdW bawama putih janih. Dan hash te sebut dapat disimpulkan bahwa penyakit ymg mmye ang tanak baba te sebut adalah hog dolor (HC) atan classieol swine fewer(CSF). xata ta~c;i : Lamuoopernicaiaase, ffiag+ois, tog dwkra PENDAHULUAN Penyakd sampan babi atau Hog cholera / classical swine fever (HC / CSF) merupakan penyakit viral pads ternak babi yang sangat penting karma keganasannya, menyerang baba dari segala unmr, oleh karma itu sangat mengcm mdustn peternakan baba (HARKNESS, 1985). Penyebabaya adalah virus dari genus Pesimms (FENNER et al, 1993). Infeksi oleh virus HC pada babi menimbulkan penyakit yang bersifat per akut, akut, sub akut don kronik don kasus penyaldt yang akut disebabkan o1eh virus yang virulen, morbiditas don MOrtalitasnya sangat tinggi (VAN OIRSCHOT, 1986). Secara alamiah infeksi oleh virus HC pada umumnya menular melalui oral atau intranasal. Infekm oleh virus yang virulen mengain'batkan viremia don virus dengan titer tinggi dapat ditemukan dalam darah maupun jaringan . Virus tersebut dapat diekskreakan baik melalui saliva, urin maupun leleran hidung smara kontinyu, sampai hewan tersebut mati (TERPSTRA, 1991). Penyakit HC mulai masuk Indonesia pads awal tahun 1995 menyerang temak babi di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jamlii, DKI, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Bali, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur don Timor Timur. Diagnosis terhadap wabah penyakit di Sumatera, DKI, Kalimantan don 24 Ten= Tekms Fungsional non Penehd 2000 Sulawesi berdasarkan isolasi dan idendfikasi virus telah berhasil dilakukan (SAROSA dkk, 1998). Masa inkubasi penyakit HC biasanya berkisar antara 2-6 hari. Pada penyakit bentuk akut, gejala klinis diawali dengan anoreksia, lesu, malas bergerak dan demam tinggi, radang selaput lendir mata disertai eksudat serous atau mukopurulen, gangguan pencernaan berupa konstipasi kemudian cure kekumngan, gerakan tubuh sempoyongan, serta timbulnya bercak-bercak merah keunguan pada daun telinga, abdomen dan kaki bagian medial. Tingkat kematiannya sangat tinggi dan biasanya terjadi antara 10-20 hari (HARDNESS, 1985; WILLIAMS and MATTHEWS, 1988) . Pada bentuk sub Ant gejala-gejala klimsnya hampir sama dengan gejala-gejala bentuk akut, tetapi lebih nngan dan penyakitnya berjalan lebih lambat. Bila hewan dapat bertahan hidup lebih dari 30 hari, penyakitnya akan berjalan secara kromk (TERPSTRA, 1991). Virus HC yang virulensinya rendah dapat menimbulkan gangguan reproduksi, karena virus tersebut dapat mencapai fetus sehmgga mengakibatkan abortus, mumifikasi, still birth atau lahir dalam keadaan lemah (VAN OIRSCHOT, 1986; TERPSTRA, 1991). Penyakit ini telah tersebar luas di berbagai negara, namun di beberapa negara tertentu misalnya Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, Inggris, Irlandia, Kanada dan negara-negara di Skandinavia dinyatakan bebas dari penyakit tersebut (VAN OIRSCHOT, 1986) . Kasus terakhir wabah penyaldt HC di Inggris terjadi pada tahun 1986, akibat impor produk daging babi (WILLIAMS dan MATTHEWS, 1988). Untuk pemberantasan penyakit HC diperlukan biaya yang sangat besar, sebagai gambaran, untuk penberantasan penyakit HC di negeri Belanda dalam periode 1983-1985 telah menghabiskan 93 juta dollar Amerika (VAN OIRSCHOT, 1986). Di berbagai negara, pembeantasan penyakit dilakukan dengan sistem stamping out, disertai dengan penerapan undang-undang veteriner dan sanitasi lmgkungan Yang ketat. Negara-negara yang telah berhasil memberantas penyakit HC dengan cara ini adalah Australia, Kanada, Amerika Serikat, Inggris, negara-negara Skandinavia dan Republik Afrika Selatan (TERPSTRA, 1991). Diagnosis penyaldt dapat dilakukan dengan berdasarkan gejala-gejala, maka diagnosis dengan didukung analisis laboratorium yaitu isolasi dan identifikasi virus akan memperoleh hasil yang lebih baik. Dalam tekmk ini akan diraih cara diagnosis yang diharapkan lebih akurat lagi yaitu teknik diagnosis dengan immunoperoksidase . BAHAN DAN CARA Sampel Sampel benipa organ yang terdin dari ginjal, limpa dan kelenjar limfe mesenterika yang dimasukkan ke dalam transpor medium untuk virus berupa Dulbecco's Modified Eagle Medium (DMEM) yang mengandung 200 I.U. penisilin dan 200 wg streptomisin dan 1 % bovine serum albumin (BSA) . Organ tersebut di 25 Tem Tat= Fwwalonal won Piwcbfri 2o00 ambil dam 4 ekor babm yang bare raja matm karma terserang penyakmt menular dengan gejala klinis demarn tinggi 41°C, anoreksia, tremor, diare, terdapat bercak-bercak merah di daerah telmga dam abdomen. Sampel tersebut berasal dan peternakan babi di daerah Kapuk, Jakarta Barat yang kasusnya terjadi pada bulan Mei 1995. Biakan sel Biakan sel yang dipakai adalah biakan sel lestan yang terbuat dan sel-sel ginjal /janin babi yaitu biakan sel PK-15 . Serum positif standar HC Serum positif standar HC adalah serum babi yang mengandung antibodi terhadap virus HC, diperoleh dari Central Veterinary Laboratories, Weybridge, UK Konjugat Berupa rabbit anti pig IgG HRPO (Jackson Lab). Prosedur isolasi than identifrkasi virus Semua organ tersebut dicuci 3 kali dengan larutan Phosphat Buffer Saline (PBS) steril yang ntengandung antmbiotik 1000 LU penisilin dam 1000 gg streptomism . Setelah dicuci, digerus sampai halus kemudian dmbuat suspensi 10 % dengan penambahan media pemelihara yaitu Dulbecco's Modified Eagle Medium (DMEM) yang mengandung 200 LU. penisilin dam 200 jig streptomisin dam 2 % Foetal Bovine Serum (FBS). Selanjutnya suspensi tersebut diputar dengan keoepatan 3000 rotasi per menit (RPM), suhu 4°C selama 10 menit, supernatan diambil dam disaring dengan penyaring miMpore yang berpori 0,45 pnr Hasil penyaringan yang dLebut frbrat digunakan sebagai nokulum. Inokulum tersebut kemudian diencerkan 1 : 10 dam I 100 dengan menggunakan media pemehham dam dinkubasikan pads bikan sel lestan PK-15 yang ditumbuhkan pada pelat mikro steril dengen 961ubang yang beralas datar . Setiap enceran sampel diinolnilasikan pada 4 lubang, masing-masing 0,05 ml, untuk kontrol positif diinkubasikan dengan virus HC galur AID, sedang kontrol negatif tidak diinokulasi . Mikroplat kemudian diinkubasikan pada suhu 37°C dalam inkubator dengan kadar COZ 5 % selama 3 hari. Setelah 3 han pengeraman, medium diambil, biakan sel selapis dicuci dengan larutan 0,15 M NaCI, kemudian difiksasi dengan larutan formalin 10 % selama 20 merit dalam suhu kammr. Larutan fksatif dibuang, lalu dicuci dengan larutan 0,15 M NaCI, kemudian pelat mikro steril dikeringkan selama 3 jam, dicuci lagi dengan lautan 0,15 M NaCI. Setelah pencucian semua lubang diisi dengan serum standar kontrol positif HC (antiserum HC) sebanyak' 0,05 ml yang telah diencerkan 1 : 100 dengan larutan PBS-T 0,05 % yang mengandung kasein 0,2 dam dunkubasikan pada suhu kammr selama 1 jam . Setelah 1 jam, antiserum HC 26 Te nu Telbm Fungaional non Penehn 2000 dibuang, kemudian dicuci 4 kali dengan larutan PBS-T 0,05 % selanjutnya diisi dengan 0,05 ml konjugat berupa rabbit anti pig IgG HRPO yang diencerkan 1 : 2000 dengan lautan PBS-T 0,05 % yang mengandung kasein 0,2 % dan dibiarkan pada suhu kamar selama 1 jam. Selanjutnya dilakukan pencucian lagi dengan larutan PBS-T 0,05 % dan semua lubang diisi dengan 0,1 ml lautan substrat yang terdiri dari 2 mg 3-amino 9 ethyl-carbazole yang dilamukan dalam 0,5 ml dimethylformantide ditambah dengan 9,5 ml 0,05 M acetat buffer pH 5,0 dan ditambah pula dengan H202 30 % sebanyak 5 ~L1 dibiarkan selama 15 - 20 menit pada suhu kamar, kemudian substrat dibuang, dicuci dengan larutan PBS, dan tiap lubang tersebut diisi dengan 0,05 ml larutan PBS dan diperiksa di bawah mikroskop. HASII. DAN PEMBAHASAN Pada dasamya teknik immunoperoxsidase ini merupakan gabungan antara reaksi antigen dan antibodi dengan pewarnaan. Pada biakan sel lestari PK-15 yang diinokulasi dengan filtrat sampel dari lapangan (limpa, ginjal dan kelenjar limfe mesenterika) tegadi ikatan antara virus yang tumbuh pads biakan set tersebut dengan antibodi terhadap virus HC (antiserum HC yang dibuat pada babi), konjugat (rabbit anti pig IgG HRPO) dan substrat (3 amino 9 ethyl-carbazole) sehingga terbentuk fold yang berwarna coklat kemeahan. Pada kontrolnya yang berupa biakan sel lestari PK-15 yang tidak diinokulasi filtrat sampel lapangan setelah diwarnai dengan pewarnaan immunoperoxidase tetap berwarna putih jernih, karena tidak adanya ikatan antara virus, antibodi, konjugat dan substrat . Dengan hash seperti ini, maka penyakit yang menyerang temak babi di peternakan babi Kapuk, Jakarta Barat ini dapat di diagnosis sebagai penyakit HC / CSF. Dengan demildan maka mulai tahun 1995, penyakit HC dinyatakan sudah ada di Indonesia, karena pada tahun sebelumnya 3trdonesia masih dinyatakan bebas terhadap 11 jenis perryyakit menular, termasuk penyakit HC (SOEHADJI, 1995). Diagnosis laboratorik terhadap penyakit HC dapat dilakukan dengan tekmk fluorescent antibody test (FAT) pada preparat janngan yang tersenang atau isolasi virus pada biakan sel lestari PK-15 yang jugs diwarnai dengan teknik FAT (VAN OIRSCHOT, 1986). Selam itu, deteksi virus pads biakan sel jugs dapat dilakukan dengan metoda exalting Newcastle Disease (END), yang dikembangkan oleh SHIM1ZU et al (1964) yang pada prinsipnya apabila biakan sel diinfeksi dengan virus HC (tidak timbul kerusakan l efek sitopatik), kemudian dilakukan infeksi tambalhan dengan virus ND maka akan timbul kerusakan sel. Dibandingkan dengan kedua teknik tersebut, tekmk IPMA mempunyai kelemahan, yaitu tidal perlu menggunakan mikroskop fluorrescent, cukup dengan mikroskop biasa, bahkan kalau hasdnya bagus dapat dilihat tanpa nukroskop. Untuk teknik kedua, yaitu teknik END mempunyai kelemahan, karena tidak semua galur virus HC dapat dideteksi dengan teknik tersebut. 27 Tee- Teb- Fregaionol MR PemlUi 2000 KESIMPULAN Teknik pewarnaan immunoperoxidase merupakan teknik diagnosis yang praktis untuk mendeteksi, terutama sekali untuk beberapa jems virus yang tidak menimbulkan kerusakan pada biakan sel (non sitopatik), termasuk diantaranya virus HC. Mengingat ada beberapa jenis larutan fiksatif yang dapat dipakai, perlu diadakan studi perbandingan untuk mengetahui larutan fiksatifyang paling baik daya fiksasmya. UCAPAN TEREVIA KASIH Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada Drh. A. Sarosa, MS yang telah memberikan bimbingan sehingga tulisan ini dapat diselesaikan. DAFTAR BACAAN FENNER F.J., GIBBS E.P.J., MURPHY F.A., STUDDERT M.J. & WHITE D.O. (1993). Disease caused by members of the genus Pestivirus. In Veterinary Virology, second Ed. 452-455 HARKNESS JW. 1985. Classical swine fever and its diagnosis : A current review. Yet. Rec. 116: 288-293 SAROSA, A., S. TARIGAN., T. SYAFFRIATI dan S. BAHRI 1998. Isolasi dan identifikasi virus penyebab wabah penyakit hog cholera dari beberapa daerah di Indonesia 1995-1998. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner Puslitbang Peternakan 896-903 SHINIIZU, T, T. KUMAGAI, S. IKEDA., and M. MATUMOTO, 1964. A new in vitro method (END) for detection aad measurement of hog cholera virus and its antibody by means of effect of HC virus on Newcastel Desease virus in swine tissue culture. III END netralization test. Arch. Ges. Virusforsch . 14 : 215-226. SOEHADJI, 1995. Pembinaan kesehatan hewan dan pengamanan bahan pangan asal ternak. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Veteriner untuk memngkatkan Kesehatan Hewan dan Pengamanan Bahan Pangan Asal Ternak. Balai Penelitian Vetenner, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Cisarua, Bogor 22-24 Maret 1994 . 115. TERPSTRA, C. 1991. Hog cholera: an up date of present knowledge. Br.vet.J. 147: 397-406 VAN OIRSCHOTT, J.T . 1986. Hog cholera. In. Diseases of Swine. 6 b Ed. Iowa State University Press pp .247-285 WILLIAMS D.R and D. MATTHEWS, 1988. Outbreaks of classical swine fever in Great Britain in 1986. Vet. Rec. 122: 479-483 28