BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam standar isi BNSP (Badan Nasional Standar Pendidikan) 2006, disebutkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Menurut Konsep PKn sebagai aspek pendidikan politik, materinya mencakup konsep-konsep yang penting dalam sosialisasi politik. Menurut Byron G. Massiala (Cholisin, 2000: 1.29) : Political socialization may be measured through the use of indexes, the most important of which are (1)political efficacy, (2) political trust; (3) Citizen duty; (4) expectations of political participation; (5) political knowledge; and (6) other nation or world concept. Penjelasan masing-masing konsep, sebagai berikut: Political efficacy, adalah kemampuan memahami fungsi pemerintah dan adanya perasaan bahwa ia atau warga negara yang lain memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi keputusan politik. Political trust, adalah perasaan yakin atau kurang yakin terhadap pemerintah dan pejabat-pejabatnya akan mampu mengembangkan warga negara. Citizen duty, dimaksudkan adanya perasaan memiliki kewajiban terhadap pemerintahannya, yang diekspresikan lewat pemberian suara dalam pemilihan, menjalankan hukum dan peraturan. Political participation, 1 2 dimaksudkan menyangkut kegiatan seperti melakukan diskusi politik atau mengikuti pertemuan dan rapat umum politik. Political knowledge, dimaksudkan adalah pengetahuan akan pemahaman mengenai pelaksanaan sistem politik serta kemampuan menilai secara kritis efektifitas sistem poltik. Other nation or world concept, dimaksudkan adanya persepsi mengenai hubungan antara suatu bangsa dengan bangsa lainnya dalam masyarakat dunia. Pendidikan Politik dalam beberapa literatur dijumpai sebagai political education, menurut Edgar Fore sebagaimana dikutip oleh Utsman (Utsman, 2000: 81) mendefinisikan pendidikan politik sebagai penyiapan generasi untuk berfikir merdeka seputar esensi kekuasaan dan pilar-pilarnya, seputar faktorfaktor yang berpengaruh dalam lembaga-lembaga atau berpengaruh dalam masyarakat melalui lembaga-lembaga tersebut. Edgar juga berpendapat bahwa yang esensial dari pendidikan politik adalah mengaitkan aktivitas pendidikan dengan praktek kekuasaan secara seimbang, berguna, dan demokratis. Di sekolah sebagai salah satu agen sosialisasi politik, guru PKn berperan sebagai pelaksana sosialisasi politik kepada siswa. Hal ini juga dapat diartikan bahwa di lingkungan sekolah, guru memiliki peran yang paling penting dalam penanaman budaya politik pada siswa yang sesuai dengan sistem politiknya, yakni sistem politik demokrasi. Oleh karena itu, guru PKn dituntut memahami konsep dan tujuan PKn, serta mampu menggunakan berbagai strategi dan model pembelajaran yang bersifat partisipatif dan interaktif mewujudkan proses pembelajaran yang demokratis. untuk 3 Menurut Alfian bahwa sosialisasi politik dapat dianggap sebagai pendidikan politik dalam arti yang longgar, disadari atau tidak, disenangi atau tidak, diketahui atau tidak, hal itu dialami oleh semua anggota masyarakat baik penguasa ataupun orang awam (Alfian, 1978: 235). Sedangkan dalam arti sempit, Alfian mengemukakan sebagai berikut (Alfian, 1990: 245): “Pendidikan politik dalam arti sempit dapat diartikan sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka memahami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun”. Sedangkan menurut Zamroni dalam konteks sistem pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut: “Pendidikan demokrasi bertujuan mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis melalui aktivitas menanamkan pada generasi baru pengetahuan dan kesadaran pada tiga hal: a. Demokrasi adalah bentuk kehidupan bermasyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat sendiri. b. Demokrasi adalah sebuah learning process yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain. c. Kelangsungan demokrasi tergantung pada keberhasilan mentransformasikan nilai-nilai demokrasi: kebebasan, persamaan dan keadilan serta loyal kepada sistem politik yang bersifat demokratis” (Zamroni, 2002: 17). Selama ini Pengetahuan dan pemahaman tentang demokrasi selalu dikaitkan dengan lembaga-lembaga seperti parlemen, sistem kepartaian atau pers yang bebas. Sesungguhnya demokrasi juga berkaitan dengan nilai-nilai dan perilaku. Tingkat demokrasi dalam hal ini dihitung berdasarkan tindak tanduk para pelaku dan pengguna institusi-institusi demokrasi. Dalam hal ini nilai-nilai dan perilaku guru serta peserta didik dalam menyikapi aspek-aspek 4 pendidikan demokrasi melalui pembelajaran PKn. Ruang belajar telah berubah fungsi menjadi tembok pemasung yang membelenggu kebebasan berpikir, berkreasi, bernalar, berinisiatif, dan berimajinasi. Ketercapaian materi yang mesti dituntaskan telah membuat proses belajar-mengajar menjadi kehilangan ruang berdiskusi, berdialog, dan berdebat, guru menjadi satu-satunya sumber belajar, selain itu kurikulum yang diberlakukan harus memberi ruang yang cukup bagi peserta didik untuk belajar menginternalisasi dan mengapresiasi nilai-nilai demokrasi, mereka harus diberi kemerdekaan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan lewat debat, diskusi, dan adu argumentasi dengan tetap mengacu pada nilai kebenaran dan nila luhur baku (Eka Wahyuningsih, 2010:07). Dalam Buku IKN-PKn yang ditulis oleh Cholisin disebutkan bahwa PKn merupakan bentuk pengajaran politik atau pendidikan politik. Sebagai pendidikan politik berarti fokusnya lebih menekankan bagaimana membina warga negara yang lebih baik (memiliki kesadaran politik dan hukum) lewat suatu proses belajar mengajar, dalam proses ini karakter ilmu politik sangat berpengaruh secara dominan baik dalam mengembangkan materi maupun strategi pengajarannya (Cholisin, 2000: 1.9). Dalam pendidikan politik yang tersirat dalam mata pelajaran PKn, agen sosialisasi politik juga terletak pada sekolah. Sekolah merupakan tempat tentang politik secara demokratis diajarkan, dan juga memberi tahu siswa bahwa semua perilaku yang dilakukan itu tidak jauh dari ruang lingkup politik. Siswa harus diajarkan bagaimana berpolitik dengan benar secara 5 demokratis, karena yang paling jelas terlihat saat memasuki jenjang pendidikan SMA. Siswa mulai terlibat dalam aktivitas politik yang besar yaitu Pemilu, di mana siswa terlibat dalam tradisi pesta demokrasi rakyat Indonesia. Siswa menjadi terlibat dalam menentukan pemimpin negara, karena itulah guru PKn seharusnya juga mengaplikasikan dalam pembelajaran PKn sebagai pendidikan politik untuk mengajarkan dalam lingkup sekolah harus menghidupkan demokrasi. Contoh sederhana, mengadakan musyawarah menentukan ketua kelas, dimusyawarahkan untuk menentukannya. Selain itu guru PKn juga dapat memberi contoh tindakan yang dilakukan seorang ketua OSIS untuk kemajuan SMAnya perlu adanya sumbangsih dari anggota OSIS yang lain. Di situ diajarkan bagaimana bermusyawarah untuk menegakkan demokrasi, dan dalam pembelajaran seharusnya guru perlu menyampaikan pembelajaran yang melibatkan siswa. Guru bukan menjadi sumber utama belajar, tetapi siswa dipersilahkan mengungkap peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan PKn yang menyebabkan siswa saling berdiskusi dan bertukar informasi. Guru juga perlu menyampaikan bagaimana menyampaikan pendapat di muka umum, bagaimana tata cara berpendapat dalam forum, dan sebagainya yang menunjang PKn untuk melatih dan mengajarkan siswa berpolitik secara demokratis. Jika diperhatikan benar-benar, Pancasila itu terdiri dari dua fondamen, yaitu: Pertama, fondamen moral yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua, fondamen politik yaitu Perikemanusiaan, Persatuan Indonesia, Demokrasi dan Keadilan Sosial. Dengan politik pemerintahan yang berdasarkan kepada moral 6 yang tinggi diharapkan akan dapat tercapainya seperti apa yang tertulis di dalam Pembukaan itu suatu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” (Bung Hatta, 2004:38-39) Berkaitan dengan Pancasila, istilah demokrasi dalam Pancasila tidak disebutkan, demokrasi disamakan dengan kerakyatan, demokrasi atau kerakyatan yang berdasarkan Pancasila adalah tercantum dalam sila keempat Pancasila, yaitu: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” (Noor Ms Bakry, 2011:182). Pembahasan pengertian demokrasi Pancasila seperti di atas, dapat diperlengkap dengan pembahasan melalui aspek-aspeknya, dalam hal ini dikemukakan enam aspek demokrasi Pancasila (Noor Ms Bakry, 2011:209): aspek formal, aspek material, aspek kaidah, aspek tujuan, aspek organisasi, dan aspek semangat. Dalam proses belajar mengajar, guru PKn dituntut untuk mewujudkan demokrasi Pancasila itu dalam pembelajaran PKn selain bertugas untuk menyampaikan materi PKn. Rendahnya partisipasi pendidikan tentu akan membentuk rendahnya kualitas sumber daya manusia, sehingga pemikiran kreatif, inovatif, dan progresif akan sukar untuk muncul dalam proses pembangunan bangsa. Demikian pula halnya pola penyelenggaraan pendidikan akan cenderung sukar untuk menjiwai nilai-nilai demokratis, sehingga tidak akan menumbuhkan kondisi kebebasan metode pendidikan yang beragam, dan masih bersandar pada indoktrinsasi sebagai wujud penerapan kebijakan yang sentralisir. 7 Permasalahan utama yang dihadapi saat ini adalah apakah guru sudah bisa mengaplikasikan dan mengarahkan pembelajaran PKn sebagai pendidikan politik secara demokratis di sekolah?. Dalam hal ini eksistensi PKn sangat dibutuhkan dalam mendidik siswa sebagai masyarakat demokrasi melalui komponen-komponen civic knowledge, civic skills dan civic dispositions sebagai paradigma PKn. Ditinjau dari sudut PKn maka dalam proses pembelajarannya sudah tidak tepat bila tidak menerapkan pembelajaran yang demokratis, karena landasan negara Indonesia yang khas adalah Pancasila, maka corak kekhasaan demokrasi Indonesia tentu juga akan mengacu pada Pancasila, maka dari itu guru PKn dituntut untuk bisa mengajarkan PKn dengan proses yang demokratis sesuai dengan konsep demokrasi Pancasila, oleh sebab itu perlu adanya tinjauan lapangan bagaimana proses pembelajaran PKn di wilayah Kabupaten Kulon Progo?. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Ruang belajar telah berfungsi sebagai pemasung yang membelenggu kebebasan berfikir, berkreasi, bernalar, berinisiatif dan berimajinasi. 2. Ketercapaian materi yang mesti dituntaskan telah membuat proses belajar mengajar menjadi kehilangan ruang berdiskusi berdialog dan berdebat. 3. Guru menjadi satu-satunya sumber belajar. 8 4. Guru belum menyaimpaikan materi pendidikan demokrasi kepada kepada siswa secara maksimal. 5. Saat ini model PKn sebagai pendidikan politik yang diberikan sebatas pada pengetahuan tentang demokrasi dan sistem ketatanegaraan. 6. Guru belum melaksanakan Pembelajaran PKn sebagai pendidikan politik secara demokratis. C. Batasan Masalah Permasalahan yang teridentifikasi, peneliti akan memilih poin penting dari identifakasi dengan tujuan agar penelitian dapat terfokus. Dengan demikian, penelitian ini dibatasi pada pelaksanaan pembelajaran PKn sebagai pendidikan politik secara demokratis di SMA Negeri se-Kabupaten Kulon Progo. D. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana guru menerapkan pembelajaran PKn sebagai pendidikan politik secara demokratis di SMA Negeri Se-Kabupaten Kulon Progo? 2. Bagaimana guru mengembangkan pembelajaran PKn sebagai pendidikan politik di luar jam pelajaran PKn? 3. Apa kendala yang dialami guru dalam menerapkan dan mengembangkan pembelajaran PKn sebagai pendidikan politik secara demokratis? 9 E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan: 1. Guru PKn dalam menerapkan pembelajaran PKn sebagai pendidikan politik secara demokratis di sekolah. 2. Cara guru PKn mengembangkan pembelajaran PKn sebagai pendidikan politik di luar jam pelajaran PKn. 3. Kendala yang dialami guru dalam menerapkan dan mengembangkan pembelajaran PKn sebagai pendidikan politik secara demokratis. F. Manfaat Penelitian Harapan penulis dengan adanya penelitian ini akan memberikan manfaat yaitu: 1. Manfaat Teoretis Dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang kewarganegaraan untuk menambah wawasan pengetahuan, memperoleh pengalaman baru, serta menambah khasanah pustaka. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Penelitian ini sebagai bentuk penerapan dari ilmu-ilmu yang didapat penulis pada saat kuliah serta menambah wawasan peneliti. 10 b. Bagi Sekolah Sebagai bahan ulasan dan kajian bagi para guru dan siswa untuk lebih memahami dan mempelajari kajian dalam pembelajran PKn sebagai pendidikan politik secara demokratis. G. Batasan Pengertian 1. Pendidikan Kewarganegaraan Dalam standar isi BNSP (Badan Nasional Standar Pendidikan) 2006, disebutkan bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945, Pendidikan kewarganegaraan adalah aspek pendidikan politik yang fokus materinya peranan warga negara dalam kehidupan bernegara yang kesemuanya itu diproses dalam rangka untuk membina peranan tersebut sesuai dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945 agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara (Cholisin, 2000: 1.9). 2. Pendidikan Politik Istilah pendidikan politik dalam beberapa literatur dijumpai sebagai political education, menurut Edgar Fore sebagaimana dikutip oleh Utsman (2000:81) mendefinisikan pendidikan politik sebagai penyiapan generasi untuk berfikir merdeka seputar esensi kekuasaan 11 dan pilar-pilarnya, seputar faktor-faktor yang berpengaruh dalam lembaga-lembaga atau berpengaruh dalam masyarakat melalui lembaga-lembaga tersebut, Edgar juga berpendapat bahwa esensial dari pendidikan politik adalah mengaitkan aktifitas pendidikan dengan praktek kekuasaan secara seimbang, berguna, dan demokratis. Dalam Buku IKN-PKn penulis Cholisin disebutkan bahwa PKn merupakan bentuk pengajaran politik atau pendidikan politik. Sebagai pendidikan politik berarti fokusnya lebih menekankan bagaimana membina warga negara yang lebih baik (memiliki kesadaran politik dan hukum) lewat suatu proses belajar mengajar, dalam proses ini karakter ilmu politik sangat berpengaruh secara dominan baik dalam mengembangkan materi maupun strategi pengajarannya (cholisin, 2000: 1.9).