MENOPAUSE DI INDONESIA: GLOBALISASI DAN

advertisement
INKONTINENSIA
URIN
Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K)
Divisi Uroginekologi Rekonstruksi
Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM
Jakarta
Inkontinensia urin dapat
terjadi pada segala usia
“Asia Pasific Continence Advisory
Board” melaporkan prevalensi
Inkontinensia urin sebesar 20.9%
( wanita 15.1% dan pria 5.8%)
Difinisi
Inkontinensia urin adalah keluarnya urin
tanpa dapat dikendalikan yang secara
objektif dapat diperlihatkan, dan merupakan
suatu masalah sosial atau higine
Etiologi
1. Kelemahan sfingter uretra
2. Overactive detrusor / Overactive blader
3. Hipotoni kandung kemih
4. Fistula
Jenis inkontinensia
Stress inkontinence
Overactive bladder
Overflow incontinence
Kontinue inkontinence
Dampak sosial :
Merasa malu atau rendah diri
Selalu merasa berbau air kemih
Selalu atau sering memakai pembalut
Menghindarkan diri dari tempat-tempat keramaian
Selalu terikat dengan toilet
Alat genitalia eksterna basah dan iritasi atau
meradang
Stres inkontinensia
Difinisi
Keluarnya urin yang disebabkan karena adanya
aktifitas tubuh, seperti : batuk, bersin, tertawa,
berjalan, lari, melompat, atau mengangkat bendabenda berat, yang menyebabkan tekanan intra
abdominal meningkat. (kandung kemih tidak
berkontraksi)
Etiologi
Kelemahan sfingter uretra
Faktor risiko
 Kehamilan dan melahirkan, terutama setelah
melahirkan 3 kali atau lebih
 Persalinan terlalu lama dan bayi terlalu besar
 Menopause
 Obesitas
 Batuk kronik
 Pasca radiasi / histerektomi radikal
Pembagian stadium stres inkontinensia :
 Stadium I ( ringan ) : aktivitas tidak terganggu (tes
pad < 5gr)
 Stadium II (sedang) : aktivitas mulai terganggu,
sering pakai pembalut urin
keluar kalau batuk atau bersin
(tes pad 5-10gr)
 Stadium III (berat)
: aktivitas terganggu selalu
memakai pembalut kalau
berjalan atau berdiri urin
keluar (tes pad10-20 gr)
Diagnosis :
 Anamnesis tentang simptom stres
inkontinensia
 Residu urin < 50 cc
 Kapasitas kandung kemih > 400 cc
 Tes batuk positif atau valsava positif
Pemeriksaan penunjang :
 Daftar harian berkemih
 Urinalisis
 tes PAD
 Urodinamik
Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Hindarkan/ kurangi faktor risiko
1. Pengobatan
Stadium I
: konservatif
Stadium II
: konservatif atau operatif
Setadium III
: operatif
Overactive Bladder
Difinisi
Keluarnya urin yang tidak dapat
dikendalikan pada fase pengisian,
kandung kemih hiperaktif
Etiologi
Idiopatik
Kelainan pusat persarafan
Diagnosis
Diagnosis atas dasar simptom atau
keluhan serta hasil pemeriksaan, yaitu :
frekuensi, urgensi dan atau disertai
urge serta urinalisis normal
Penatalaksanaan
Obat – obatan :
1. Antimuskarinik
: Oxybutynin, Emepronium,
propantheline, hyoscyamine
Baru : tolterodine (uji klinik fase III
menurunkan frekuensi berkemih
sebesar 20% serta menurunkan
episode inkontinensia sebesar 45%
1. Kerja campuran : trospium, propeverine, imipramine
1. Kerja langsung
: Flavoxate
Bladder drill
Operasi (bila konservatif gagal)
Penatalaksanaan Overactive bladder dengan diagnosa banding stres
inkontinensia berdasarkan gejala
Gejala-gejala
Overactive
bladder
Stress
incontinence
Urgensi
Ya
Tidak
Frekuensi
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Jumlah urin yang keluar setiap episode
inkontinensia
Banyak
Sedikit
Sampai ketoilet tepat waktu saat kebelet
kencing
Tidak
Ya
Biasanya
Jarang
Ngompol saat aktivitas fisik seperti batuk,
bersin dll
Terbangun malam hari untuk kencing
• Tidak ada perbaikan gejala setelah
terapi awal dalam 2-3 bulan
• Terdapat hematuria tanpa infeksi pada
analisa urin
• Gejala-gejala timbul karena gangguan
pengosongan kandung kemih (aliran
terhenti, aliran lemah, akhir kencing
menetes).
• Adanya kelainan neurologis atau
penyakit metabolik yang tidak dapat
dijelaskan
Rujuk bila :
Terapi bila :
Ada frekuensi dengan urgensi,
urge incontinence dan analisa
urin normal
Ada frekuensi dengan urgensi
dan analisa urin normal
Urinary incontinence in women
History and physical examination
Urinalysis
Post-void catheterization for residual urine
Download