Sortir

advertisement
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
SORTIR
6.1 SORTIR TERHADAP RECORD
Sebelum berbicara tentang sortir secara umum, kita ulang secara singkat pembicaraan
tentang file dan record, yang telah kita bicarakan pada Bab 2 yang lalu. File adalah
himpunan record. Misalnya suatu perusahaan mempunyai file yang berisi seluruh data
yang diperlukan oleh perusahaan itu tentang para pegawainya. Data dari masing-masing
pegawai disebut record. Jadi, setiap orang pegawai mempunyai satu record.
Record seorang pegawai dapat berisi :
‰
‰
‰
‰
‰
‰
‰
‰
‰
130
nomor pegawai
nama pegawai
jenis kelamin
status perkawinan
jabatan
gaji pokok
tunjangan
jumlah anak
ikut KB
dan lain-lain, sesuai dengan informasi yang dibutuhkan perusahaan tadi.
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Jadi suatu record adalah himpunan elemen yang bersifat heterogen, yang dianggap
sebagai satu unit struktur data. Heterogen di sini maksudnya adalah bahwa elemen dari
suatu record boleh saja mempunyai tipe data yang berlainan. Misalnya untuk nama
pegawai biasanya digunakan tipe data alfabetik yakni tipe data string, jumlah anak bertipe
data numerik berupa integer, gaji pokok bertipe numerik berupa real dan sebagainya.
Dapat dicatat bahwa field ikut KB dapat merupakan tipe boolean, yakni bernilai Y jika
ikut, dan bernilai T jika tidak ikut.
Elemen dari record kita sebut field. Kalau kita lihat contoh tadi, maka nomor pegawai,
nama pegawai dan seterusnya masing-masing adalah field. Tiap record dapat mempunyai
banyak field sebarang sesuai kebutuhan. Jadi, suatu field adalah bagian dari suatu record
yang berisi suatu informasi tertentu. Perhatikan penggambaran potongan suatu record
seperti pada Tabel 6.1.
Table 6.1. Contoh sebuah file dengan 2 records
No pegawai
012557562
032354786
nama pegawai
Haikal Delon
Joy Tia
jumlah
anak
3
2
gaji pokok
$ 723,570
$ 625,250
ikut
KB
Y
T
Suatu record biasanya mengandung field penunjuk, yang biasanya digunakan sebagai
kunci untuk memanggil record tersebut. Field penunjuk ini biasa kita sebut sebagai “key”
(atribut kunci) dari suatu record. Pada contoh di Gambar 6.1, yang dapat kita ambil
sebagai KEY misalnya adalah NO PEGAWAI (nomor induk pegawai) Jadi, jika kita ingin
mengetahui data tentang “Haikal Delon,” maka yang kita panggil adalah atribut kuncinya,
yakni nomor induk pegawai 012557562.
Dalam suatu file, atribut kunci inilah yang biasanya ingin kita urutkan, boleh diurutkan
dari kecil ke besar (urut menaik atau ascending), ataupun sebaliknya (urut menurun atau
descending): Cara penyusunan inilah yang kita sebut sebagai sortir (dari kata sorting).
Jadi sortir terhadap file adalah suatu proses pengurutan sekumpulan record, sedemikian
sehingga :
KEY(I) >= KEY(J)
untuk setiap I < J (dalam urut ascending)
atau
KEY(I) <= KEY(J)
untuk setiap I > J atau J < I (dalam urut descending). Di sini, KEY(I) adalah nilai data
(data value) KEY dari record ke I.
131
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Secara umum, sortir dapat dilakukan terhadap suatu himpunan bilangan, ataupun
terhadap himpunan string, ataupun himpunan lain yang bersifat ordinal. Ada 2 kategori
sortir berdasar media yang digunakan
1. Sortir internal. Metode ini dipakai jika himpunan data yang akan disortir itu adalah
kecil sehingga proses sortir tidak membutuhkan tempat yang besar di memori utama
komputer.
2 . Sortir eksternal. Metode ini baik untuk dipakai jika himpunan data yang akan disortir
cukup besar. Di sini kita membutuhkan media atau alat tambahan, seperti magnetic
tape, disket, dan sebagainya.
Kita dapat melakukan beberapa operasi pada record. Kita bisa menyisipkan (insert)
sebuah KEY, kita dapat juga menghapus (delete) sebuah KEY, dan kita dapat pula
menukar posisi dari dua buah KEY. Pada waktu kita melakukan penyisipan, penghapusan
ataupun penukaran posisi dari dua buah KEY, selain field KEY yang berubah, field lain
yang terdapat pada record tersebut juga akan berubah.
6.1.1 METODE SORTIR GABUNG (MERGESORT)
Misalkan kita mempunyai 2000 record yang akan kita sortir, namun hanya 1000 record
yang dapat disimpan di dalam memori utama. Masalah ini akan diselesaikan dengan suatu
metode “Sortir Gabung,” yakni dengan memisahkan mereka menjadi dua kelompok yang
berdiri sendiri, yakni record 1 sampai dengan 1000, dan 1001 sampai dengan 2000. Hasil
penerapan dari sortir internal terhadap masing-masing kelompok, akan berbentuk dua buah
sublist terurut. Kemudian kedua sublist tersebut kita gabung (merge), menghasilkan file
yang terurut yang kita inginkan. Lihat keterangan di bawah ini :
1 - 1000
sublist 1
merge
1 - 2000
hasil
1001 - 2000
sublist 2
Gambar 6.2. Skema mergesort
132
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
6.1.2 METODE SORTIR NATURAL MERGE DAN BALANCED
MERGE
Ada beberapa jenis sortir gabung, di antaranya yang akan kita bahas adalah sortir gabung
natural (natural merge) dan sortir gabung seimbang (balanced merge).
Jika pada natural merge kita menggunakan 1 output file, maka pada balanced merge
banyaknya output file tergantung pada input filenya. Bila kita gunakan 2-way balanced
merge, maka input file ada 2, dan output file ada 2 pula, sedangkan jika dengan 3-way
balanced merge, input file ada 3, dan output file 3 pula. Secara umum, jika digunakan Mway balanced merge, maka terdapat M buah input file, dan M buah output file.
Misalkan file yang terdiri atas 6000 record dibagi menjadi 12 buah subfile yang
masing-masing terdiri dari 500 record. Jika digunakan natural merge, maka kita memerlukan 3 buah tape, 2 buah untuk menampung file input dan sebuah untuk menam-pung
file output. Prosesnya terlihat pada Gambar 6.3 berikut :
Tape T1
5001-5500
4001-4500
3001-3500
2001-2500
1001-1500
1-500
4501-5000
3501-4000
2501-3000
1101-2000
501-1000
Tape T2
5501-6000
1
merge1
3
2
Selanjutnya, P3, P2, dan P1 :
1 ……….. 1000
1001 …… 2000
2001 …… 3000
133
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
disalin (copy) ke tape 1
P1 : 1 ........... 1000
P2 : 1001 ..... 2000
P3 : 2001 ..... 3000
1
1
merge 2
P4 : 3001...... 4000
P5 : 4001 ..... 5000
P6 : 5001 ......6000
3
3
1
Selanjutnya, P1 + P4 disalin ke tape 1
P1 + P 4
P1 + P4
P2 + P5
P3 + P6
1
P1 + P4 + P2 + P5
merge 3
3
(P3 + P6 masih di tape 2)
2
P2 + P5
P1 + P4 + P2 + P5
3
1
merge 4
1
1 ...... 6000
2
P3 + P6
Catatan : Yang dimaksud dengan P1 + P4 adalah merge antara P1 dan P4
Gambar 6.3. Proses merge sort
134
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
6.1.3 BALANCED MERGE
Balanced merge adalah metode yang paling sederhana dan mudah untuk meng-gabungkan
file partisi yang dihasilkan dari pengolahan suatu file yang tidak disortir. Metode ini benarbenar efektif dan diperbaiki dengan mengelompokkannya dalam 2-way, 3-way atau merge
M-way yang urutannya lebih tinggi.
Untuk balanced merge dengan 2-way kita memerlukan file penyimpanan dengan 4 alat
penyimpan. Biasanya terdapat sejumlah besar tahap pengolahan yang terlibat, dan 2 file
yang digunakan untuk input dan 2 file untuk output. Katakanlah, kita mempergunakan 4
tape pada 4 buah drive.
Tahap merge 1 (pada gambar 6.4) adalah hasil pembangkitan dari 2 file partisi yang
disortir (pada tape T3) dengan menggunakan generator, misalnya generator itu
menghasilkan 8 partisi yang disortir yakni P1, P2, P3, P4 ... P8, dan secara bergantian
ditempatkan pada T1 dan T2 untuk menjamin bahwa file ini menerima sejumlah partisi
yang sama.
Pada tahap merge 1 tape T1 dan tape T'2 digabungkan, sehingga dihasilkan 2 file
partisi, yang telah disortir, pada tape T3 dan tape T4. Tape T3 perlu diputar kembali
sebelum tahap ini dapat dimulai. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 6.4. Pasangan pertama
dari partisi T1 dan T2 digabungkan untuk memberikan partisi pertama pada T3, kemudian
pasangan kedua dari partisi pada T1 dan T2 digabungkan untuk memberikan partisi
pertama pada T4. Proses ini berlanjut secara berurutan sehingga gabungan T1 dan T2
menghasilkan partisi yang baru.
Pada merge 2 semua tape diputar kembali kemudian pada tahap itu T3 dan T4
diaplikasikan, hasilnya dimuat dalam 2 tape T1 dan T2. Dan akhirnya pada merge 3
dihasilkan output file yang telah tersortir pada tape T3. Berikut ini diberikan suatu contoh
pelaksanaan balanced merge, yang kemudian selanjutnya diikuti dengan gambaran
skematik proses tersebut.
Contoh 6.1
Misalkan file yang terdiri atas 6000 record dibagi menjadi 12 buah subfile yang masingmasing terdiri dari 500 record. Kita akan menggunakan balanced merge 2-way.
Di sini kita memerlukan 4 buah tape, 2 buah tape T1 dan T2 untuk menampung file
input dan 2 buah tape T3 dan T4 untuk menampung file output. Namun yang perlu
dicatat, bahwa sesungguhnya kita cukup menggunakan 2 buah tape saja, karena tape T3
dan T4 dapat dirangkap oleh tape T1 dan T2. Prosesnya adalah terlihat pada Gambar 6.4
berikut :
135
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Tape T1
5001-5500
4001-4500
3001-3500
2001-2500
1001-1500
1-500
4501-5000
3501-4000
2501-3000
1101-2000
501-1000
Tape T2
5501-6000
3
1
merge 1
2
3
1 ............ 1000
2001 ...... 3000
4001 ...... 5000
4
1 ............ 1000
2001 ...... 3000
4001 ...... 5000
4
3
1001 ....... 2000
3001 ...... .4000
5001 ...... .6000
4
1001 ....... 2000
3001 ...... .4000
5001 ...... .6000
2
2001 .......4000
merge 2
1 ............ 2000
4001 ...... 6000
136
1
Pengantar Struktur Data
1..............2000
Bab 6 – S o r t i r
1
merge 3
3
1...........4000
(4001-6000 masih di tape 1}
2001...........4000
1..............4000
2
3
merge 4
4001...........6000
2
1...........6000
2
Gambar 6.4. Gambaran skematik pendistribusian balanced merge ke tape
137
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
UNSORT
T3
SORTIR
T1
P1
P3
P5
P7
T2
P2
P4
P6
P8
MERGE 1
T3
P1 + P2
P5 + P6
T4
P3 + P4
P7 + P8
MERGE 2
T1
P1 + P2 + P3 + P4
T2
P5 + P6 + P7 + P8
MERGE 3
T3
P1 + P2 + P3 + P4 + P5 + P6 + P7 + P8
Gambar 6.5. Algoritma merge 3-way
138
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Kita dapat mengetahui bahwa proses mengombinasikan secara umum melibatkan
pengambilan/ penggunaan 2 tape yakni tape T1 dan tape T2 dengan menggabungkannya.
Kemudian didistribusikan pada 2 tape yang lain yakni tape T3 dan tape T4 dan dilanjutkan
lagi dengan menggabungkannya pada tape T1 dan T2. Ini berlangsung secara bergantian
sampai mempunyai satu partisi output pada satu tape.
Algoritma yang umum dipakai adalah :
1. Gabungkan partisi yang disortir pada TI dan T2.
2. Distribusikan secara bergantian partisi yang digabungkan pada T3 dan T4.
3. Jika hanya satu partisi yang didistribusikan, maka berhenti.
4. Jalankan semua tape.
5. Gabungkan partisi yang disortir pada T3 dan T4
6. Didistribusikan secara bergantian partisi yang dikombinasikan pada tape T1 dan T2.
7. Jika hanya satu partisi yang didistribusikan, maka berhenti.
8
Jalankan semua tape.
9. Ulangi langkah 1
6.2 TEKNIK SORTIR PENYISIPAN
Dua hal yang sangat mempengaruhi kecepatan algoritma sortir adalah jumlah operasi
perbandingan yang dilakukan dan jumlah operasi pemindahan data dilakukan. Berlainan
dengan proses pencarian data, pada proses sortir data juga harus diperhatikan jumlah
pemindahan data atau data movement yang dilakukan. Hal ini penting sekali karena pada
proses sortir, isi daftar sebagai input akan berubah menjadi output daftar yang sudah
terurut. Oleh karena itu banyak proses pemindahan data yang dilakukan jelas akan
mempengaruhi kecepatan algoritma.
Pada garis besarnya ada tiga teknik utama yang dapat dilakukan dalam melakukan
sortir. Ketiga teknik tersebut adalah :
1. Sortir penyisipan atau insertion sort
2. Sortir pemilihan atau selection sort
3. Sortir penukaran atau exchange sort
Keuntungan dan kerugian dari masing-masing teknik, baik dalam hal operasi perbandingan maupun pemindahan data, akan dipelajari berikut ini. Untuk memudahkan,
139
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
maka diasumsikan bahwa urutan akhir yang dikehendaki adalah urutan dari kecil ke besar
atau ascending.
Teknik pertama yang akan dibahas adalah teknik sortir penyisipan. Teknik ini sangat
sederhana dan paling mudah untuk dimengerti maupun diterapkan. Prinsip dasar dari
teknik ini adalah secara berulang-ulang memasukkan setiap kata ke dalam tempatnya yang
benar. Cara ini biasanya digunakan oleh para pemain kartu pada saat mereka sedang
menyusun kartu mereka.
Contoh 6.2
Urutkan 8 bilangan berikut ini :
44 55 12 42 94 18 7 67
Kita mulai dengan i = 2
i=2
Kita bandingkan elemen ke 2, yakni 55 dengan elemen pertama, 44. Karena 55 > 44 tidak
dilakukan pemindahan.
44 55 12 42 994 18 7 67
Di sini a[1] dan a[2] sudah terurut
i=3
Kita bandingkan elemen ke 3, yakni 12 dengan elemen ke 2, 55. Tukarkan posisi mereka,
sehingga a[2] = 12, a[3] = 55. Lalu perbandingkan 12 dengan 44, pertukarkan lagi.
Hasilnya :
12 44 55 42 94 18 7 67
Sampai sini a[1], a[2], dan a[3] sudah terurut.
i=4
Kita bandingkan elemen ke 4, yakni 42 dengan elemen ke 3, yakni 55. Tukarkan posisi
mereka, sehingga a[3] = 12, a[4] = 55. Lalu perbandingkan 42 dengan 44, pertukaran lagi.
Selanjutnya antara 42 dengan 12 tidak kita lakukan pertukaran. Sehingga :
12 42 44 55 94 18 7 67
Di sini a[1],... , a[4] sudah terurut, dan seterusnya
i = 5 hasilnya : 12 42 44 55 94 18 7 67
i = 6 hasilnya : 12 18 42 44 55 94 7 67
i = 7 hasilnya :
7 12 18 42 44 55 94 67
i = 8 hasilnya :
7 12 18 42 .44 55 67 94
140
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Jadi pada setiap langkah ke i, subdaftar a[1],.... a[i] sudah terurut. Untuk dapat
memasukkan x ke dalam tempat yang sebenarnya, maka harus dilakukan perbandingan dan
pemindahan secara bergantian. Jadi x akan bergeser ke kiri dengan membandingkan nilai x
dengan nilai a[j] sebelumnya, dan kemudian x disisipkan ke dalam nilai tempatnya, atau
a[j] dipindahkan ke kanan. Hal ini diteruskan untuk unsur di sebelah kiri a[j]. Proses ini
akan berhenti bila salah satu dari kedua hal berikut ini berlaku :
1. Salah satu unsur a[j] mempunyai key yang lebih kecil dari x,
2. Bagian ujung kiri daftar telah dicapai.
Untuk dapat melakukan pengecekan dengan mudah, kita tambahkan suatu unsur tambahan
di sebelah ujung kiri, yakni a[0], dan diberi nilai x. Berikut ini adalah garis besar
prosedur insortion sort :
Procedure insertion sort;
var i, j, n, x : integer;
begin
for i: = 2 to n do
begin
x := a[i];
a[0] = x;
j := i – 1
while x < a[j] do
begin
a[j+1] := a[j]
j := j-1
end;
a[j+1] := x
end;
end;
Kompleksitas Algoritma Sortir Penyisipan
Banyaknya perbandingan f(n) di dalam algoritma sortir penyisipan sangat mudah dihitung.
Yang pertama adalah kondisi terburuk (worst case) yaitu ketika array A (susunan data
yang akan diproses) terbalik (dari besar ke kecil ) sehingga looping yang dilakukan akan
sebanyak k-1 perbandingan.
f(n) = 1 + 2 + . . . + (n – 1) = (n2 – n)/ 2 = O(n2)
Jika dihitung rata-ratanya, perkiraan perbandingan yang dilakukan oleh looping
adalah (k-1)/2, maka :
f(n) = 1/2 + 2/2 + . . . + (n – 1)/2 = (n2 – n)/ 4 = O(n2)
141
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Apabila Algoritma di atas diperhatikan secara seksama, terlihat bahwa setelah iterasi
ke-i, data yang ada dalam suatu subdaftar sudah terurut. Dalam hal ini, subdaftar a[1], a[2],
.... a[i] sudah terurut. Untuk iterasi berikutnya harus dimasukkan di antara a[1] .... a[i]
suatu nilai x yang baru. Untuk mencari tempat yang tepat dari x, dalam hal ini dapat
dilakukan proses cari binar atau binary search pada subdaftar a[1], ..., a[i] yang sudah
terurut. Maka kita dapatkan suatu model insertion sort berikut ini :
Procedure binary-insertion
var i,j,l,r,m,x : integer;
begin
for I := 2 to n do
begin x := a[i];
l := 1
r := i-1;
while l <= r do
begin
m := (I+r) div 2
if x < a[m] then r := m-1 else l := m+1
end;
for j := i-1 down to 1 do a[j+i]:= a[j]
a[1] := x
end
end
Dapat ditunjukkan bahwa algoritma di atas akan menurunkan jumlah perbandingan
menjadi O(n log n), tetapi tidak menurunkan jumlah perpindahan data. Biasanya dalam
penerapannya jumlah waktu yang dipergunakan oleh algoritma sortir lebih tergantung
pada perpindahan data dari pada jumlah operasi perbandingan. Karenanya algoritma di atas
tidak terlalu banyak menunjukkan kemajuan. Bahkan bila data awal sudah terurut, jumlah
operasi perbandingan yang dilakukan lebih banyak dari pada algoritma sortir penyisipan
yang pertama.
6.3 TEKNIK SORTIR PEMILIHAN
Algoritma sortir pemilihan atau selection sort bekerja berdasarkan prinsip berikut ini :
1. Pilih data dengan key terkecil.
2. Tukarkan data tersebut dengan elemen a[1] .
Kemudian ulangi hal tersebut dengan n-1 data yang ada kecuali a[1]. Lalu dengan n-2
data kecuali a[1] dan a[2]; dan seterusnya. Garis besar algoritmanya adalah sebagai
berikut :
142
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
for i := 1 to n-1 do
begin
pilih elemen yang terkecil dari a[i], ..., a[n] dengan
indeks k tukarkan a[k] dan a[i].
end
Jadi pada setiap langkah ke-i, data a[1] sampai dengan a[i], sudah terurut dari kecil ke
besar. Dengan demikian, pada langkah selanjutnya hanya diperhatikan a[i+l] sampai
dengan a[n] saja.
Contoh 6.3
Urutkan
:
44 55 12 42 94 18 7
67
Setelah langkah pertama, data 7 sudah menempati tempatnya dengan benar, yakni :
7 55 12 42 94 18 44 67
Setelah langkah kedua, 7 dan 12 sudah menempati tempatnya dengan benar, yakni :
7 12 55 42 94 18 44 67
Setelah langkah ketiga, data 7,12 dan 18 sudah menempati tempatnya yang benar.
Proses ini diteruskan sampai dengan langkah ke i-1, sehingga diperoleh berturut-turut :
7
7
7
7
7
7
12
12
12
12
12
12
18
18
18
18
18
18
42
42
42
42
42
42
94
94
44
44
44
44
55
55
55
55
55
55
44
44
44
94
94
67
67
67
67
67
67
94
Perbedaan utama antara sortir penyisipan dan sortir pemilihan adalah sebagai berikut.
Pada sortir penyisipan, pada setiap langkah hanya diperhatikan satu data saja, kemudian
untuk mencari tempat data diletakkan, dilihat semua data yang akan menjadi tujuan.
Sebaliknya pada selection sort, pada tiap langkah dipilih data dari semua barisan data,
kemudian diletakkan sebagai satu data baru pada sub daftar tujuan.
Berikut ini diberikan prosedur dari straight insertion procedure
143
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
procedure straightinsertion;
var i, j, k, x : integer;
begin
for I := 1 to n-1 do
begin k := I; x := a[i];
for j := i+1 to n do
if a[j] < x then
begin
k := j; x := a[j]
end;
a[k] := a[i] ; a[i] := x;
end;
end.
Khusus untuk teknik ini, jumlah operasi perbandingan yang dilakukan tidak tergantung
dari susunan data awal yang ada. Jadi untuk keadaan terbaik, terburuk maupun rata-rata
jumlah operasi perbandingan adalah sama, yakni :
C = n(n-1)/2
Sedangkan untuk pemindahan, ada tiga kemungkinan :
Kemungkinan terbaik (best case)
M = 3(n-1)
Rata-rata (average case)
M = 0(n log n)
Kemungkinan terburuk (worst case)
M = trunc(n/4) + 3(n-1).
6.4 TEKNIK SORTIR PENUKARAN
Algoritma yang temasuk di dalam kelas ini mempunyai ciri khusus, yakni dengan
membandingkan, dan apabila urutan data tidak dipenuhi, diadakan penukaran. Seperti
halnya algoritma pada selection sort maka pada tiap iterasi, data dengan key terkecil dalam
sisa Daftar akan bergerak ke bagian kiri dari sisa daftar tersebut. Algoritma yang paling
sederhana dan termasuk dalam kelas ini adalah sortir gelembung atau bubble sort.
6.4.1 SORTIR GELEMBUNG (BUBBLE SORT)
Sekalipun tidak termasuk jenis sortir yang cepat, sortir ini juga bukan sortir yang paling
lambat. Bagaimana caranya sortir gelembung ini melaksanakan penyortirannya? Salah
satu versinya akan kita jelaskan sekarang. Untuk itu, kita melihat suatu contoh yang
terdiri atas 6 bilangan seperti berikut ini :
144
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Tabel 6.2 Bubble Sort
Sebelum disortir
9
11
12
7
31
3
Setelah disortir
3
7
9
11
12
31
Selanjutnya, demi kemudahan sebutan, letak dari kiri ke kanan, kita namakan saja
sebagai letak pertama, letak kedua, sampai letak keenam. Letak itu memiliki lambang (1),
(2), sampai (6). Sortir gelembung menyelesaikan penyortirannya secara letak demi letak
serta dimulai dengan letak pertama.
Asal dasar dari sortir gelembung ini adalah membandingkan bilangan di antara dua
letak. Misalkan saja, kita membandingkan bilangan di antara letak (2) dan letak (5).
Dengan asas ini, sortir gelembung membandingkan bilangan di antara berbagai letak serta,
bila perlu, memindahkan bilangan di antara letak itu. Berdasarkan asas itu, coba kita lihat
kerja sortir gelembung secara langkah demi langkah.
Letak Pertama
Karena sortir gelembung menyelesaikan pcnyortirannya letak demi letak dan dimulai dari
letak pertama, maka kita coba mengikutinya dari letak pertama. Gambar 6.6 menunjukkan
bagaimana sortir letak pertama itu dilakukan oleh sortir gelembung. Sortir pada letak
pertama ini, kita tandai dengan index I = 1.
Pada sortir gelembung langkah pertama ini, letak pertama kita bandingkan dengan
letak pertama (indeks J = 1). Tidak terjadi apa-apa. Setelah itu, letak pertama kita
bandingkan dengan letak kedua (indeks J=2). Tidak terjadi apa-apa. Selanjutnya, letak
pertama kita bandingkan dengan letak ketiga (indeks J=3). Juga tidak terjadi apa-apa.
Selanjutnya lagi, letak pertama kita bandingkan dengan letak keempat (indeks J=4). Di sini
terjadi pemindahan bilangan. Bilangan 9 di (I) dan bilangan 7 di (4) dipertukarkan. Kini,
letak (1) memiliki bilangan 7 dan bukan lagi 9.
Setelah itu, letak pertama kita bandingkan dengan letak kelima (indeks J=5). Tidak
terjadi apa-apa. Pada akhirnya, letak pertama kita bandingkan dengan letak ke- enam
(indeks J=6). Di sini, terjadi pemindahan bilangan. Bilangan 7 di (1) dan bilangan 3 di (6)
dipertukarkan. Kini, letak(1) memiliki bilangan 3.
Semua langkah ini menimbulkan satu hal. Bilangan terkecil dari kelompok bilangan
itu akan berpindah ke letak pertama. Dengan kata lain, kini, letak pertama memiliki
bilangan terkecil. Dengan demikian, pada langkah selanjutnya, letak pertama dapat kita
tinggalkan.
145
Pengantar Struktur Data
(1)
9
Bab 6 – S o r t i r
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
11
12
7
31
3
9
31
3
9
31
7
abaikan
abaikan
tukar
7
11
12
abaikan
abaikan
3
11
12
Gambar 6.6. Penentuan letak pertama pada bubble sort
Dengan cara yang sama (kini dimulai dari elemen ke dua) yang berisi angka 11,
dibandingkan dengan angka-angka di sebelahnya. Bila ada angka di sebelahnya yang
lebih kecil, saling tukar tempatnya. Pada langkah kedua, kini susunan datanya
menjadi:
3
7
12
9
31
11
Begitu juga untuk menentukan elemen mana yang akan diletakkan di tempat
ketiga, caranya sama. Bandingkan elemen ketiga (yang nilainya 12) dengan angkaangka di sebelahnya. Hasilnya :
3
7
9
12
31
11
Susunan elemen pada langkah untuk menentukan letak keempat adalah :
146
Pengantar Struktur Data
3
7
Bab 6 – S o r t i r
9
11
31
12
Dan yang terakhir adalah membandingkan elemen kelima dengan keenam, hasilnya
adalah:
3
7
9
11
12
31
SORTIR GELEMBUNG SECARA UMUM
Secara umum, kelompok bilangan itu akan memiliki n bilangan. Dengan demikian, kita
akan menemukan n-1 kali letak penyortiran. Letak pertama menggunakan indeks I=1,
letak kedua menggunakan indeks I=2, dan seterusnya, sampai ke letak ke-(n-1) yang
menggunakan indeks I = n-1.
Pada letak pertama, kita menggunakan indeks J = 1, J = 2 sampai ke J = n. Pada letak
kedua, kita menggunakan indeks J=2, J=3, sampai ke J=n. Pada letak ketiga,
kita
menggunakan indeks J=3, J=4 sampai ke J=n. Dan demikian seterusnya. Atau pada
umumnya, nilai indeks J bergerak dari J= 1 sampai ke J = n.
Indeks ini adalah penting. Indeks ini menunjukkan letak pada penyortiran itu. Pada
penyortiran, setiap kali letak berindeks J dibandingkan dengan letak berindeks I.
Berdasarkan pembandingan itulah, ditentukan ada tidaknya pertukaran di antara letak.
Dengan demikian, prosedur dapat kita tulis sebagai :
Procedure bubblesort1;
var i, j, x : integer;
be
gin
for i := 1 to n-1 do
for j := i to n do
if a[j] < a[i] then
begin
x := a[i];
a[i] := a[j];
a[j] := x;
end;
end;
147
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Bersama itu, kita dapat menyusun program komputer untuk melaksanakan sortir
gelembung itu. Dalam bahasa BASIC, program itu tercantum berikut ini :
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
120
130
140
150
160
170
180
190
200
210
220
230
240
250
REM SORTIR GELEMBUNG
REM DISUSUN DALAM BASIC
REM MASUKKAN DATA YANG DISORTIR
CLS
INPUT ''BANYAKNYA DATA: “; N
PRINT
DIM X(N)
FOR K=1 TO N
PRINT ''DATA KE '';K;
INPUT ''NILAI: “; X(K)
NEXT K
PRINT
REM MULAI SORTIR
FOR I= 1 TO N-1
FOR J= I+1 TO N
IF X(J) >= X(l) THEN 260
T = X(J) : X(J) = X(l) : X(I) = T
NEXT J
NEXT I
REM TAMPIL HASIL SORTIR
FOR K=1 TO N
PRINT ''DATA KE '';K;
PRINT “NILAI : “; X(K)
NEXT K
VERSI LAIN SORTIR GELEMBUNG
Selain algoritma bubblesortl di atas, kita dapat pula melaksanakan sortir gelembung kita
dengan algoritma bubblesort2 berikut nanti. Pada algoritma bubblesort2 tersebut, pada
setiap iterasi diperiksa dua data yang bersebelahan. Bila urutan tidak dipenuhi, kedua data
tersebut saling bertukar tempat. Pada akhir setiap iterasi, data terkecil yang ada pada sisa
daftar telah bergeser ke bagian sebelah kiri dari daftar.
procedure bubblesort2;
var i,j,x : integer;
begin
for i := 2 to n do
for j := n down to i do
if a[j-1] > a[j] then
begin
x := a[j-1];
a[j-1] := a[j];
a[j] := x;
end;
end;
148
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Contoh 6.4
Pandang data yang diberikan pada kolom pertama berikut ini yang belum terurut :
Tabel 6.3
data awal
44
55
12
42
94
18
7
67
i=2
7
44
55
12
42
94
18
67
i=3
i=4
7
12
44
55
18
42
94
67
i=5
7
12
18
44
55
55
67
94
i=6
7
12
18
42
44
55
67
94
7
12
18
42
44
55
67
94
i=7
i=8
7
12
18
42
44
55
67
94
7
12
18
42
44
55
67
94
Pada contoh ini terlihat bahwa pada i = 2, maka data 7 sudah benar letaknya. Pada i =
3, maka data 7 dan 12 sudah benar. Demikian seterusnya pada iterasi ke-i,
data a[i]
sampai dengan i – 1 sudah benar letaknya. Jadi data yang harus diperhatikan hanya data
ke-i sampai dengan n. Di sini juga terlihat bagaimana unsur yang terkecil pada suatu iterasi
akan timbul ke permukaan (bubbles up). Silakan Anda menyusun program apapun yang
Anda kuasai untuk menyelesaikan algoritma ini.
6.4.2 PERBAIKAN ALGORITMA SORTIR GELEMBUNG
Dari algoritma bubblesort2, dan contoh di atas jelas dapat dilakukan perbaikan. Hal ini
dapat dilihat, karena pada tiga iterasi terakhir terlihat bahwa tidak ada perubahan yang
terjadi, karena pada dasarnya seluruh daftar sudah terurut.
Hal lain yang juga penting adalah mencatat di mana perubahan susunan data terjadi
pada daftar. Dengan mengingat hal ini, maka data lain sesudah titik pertukaran tersebut
tidak perlu diperhatikan lagi, dan sudah pasti terurut.
Perhatikan dua kemungkinan susunan data awal berikut ini. Pada kedua susu-nan
tersebut, data sudah hampir terurut, kecuali ada satu data yang salah tempatnya. Pada
kasus pertama, angka terkecil berada di ujung kanan, sedangkan pada kasus kedua angka
terbesar berada di ujung kiri.
Kasus 1 : 12 18 42 44 53 67 94
Kasus 2: 94
7
7 12 18 42 44 55 67
149
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Bila data di atas diurutkan dengan algoritma bubblesort2, maka untuk kasus 1 hanya
diperlukan satu iterasi saja untuk menyelesaikannya, sedangkan kasus 2 memerlukan tujuh
iterasi. Hal ini menimbulkan gagasan baru untuk mengubah arah sortir pada setiap iterasi.
Di sini timbul apa yang dikenal sebagai shakersort. Pada teknik ini selalu diingat indeks di
mana perubahan terakhir terjadi. Kemudian iterasi berikutnya akan dimulai dari indeks
tersebut, dengan arah yang berlawanan.
procedure shakersort;
var j,k,l,r,x : integer;
begin i := 2; r := n; k := n;
repeat
for j := r down to i do
if a[j-1] > a[j] then begin
k := a[j-1]; a[j-1] := a[j] a[j] := x
k := j;
end;
l := k+1
for j := 1 to r do
if a[j-1] > a[j] then begin
x := a[j-1]; a[j-1] := a[j]; a[j] := x
l := j;
end
r = k -1;
until I > r
end;
Contoh 6.5
Pandang contoh lalu yang akan diselesaikan oleh shakersort:
Tabel 6.4
l
r
150
2
8
3
8
3
7
4
7
4
4
44
55
12
42
94
18
7
67
7
44
55
12
42
94
18
67
7
44
12
42
55
18
67
94
7
12
44
18
42
55
67
94
7
12
18
42
44
55
67
94
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
KOMPLEKSITAS ALGORITMA SORTIR GELEMBUNG
Jumlah perbandingan untuk algoritma bubble sort adalah sama untuk setiap kemungkinan,
yakni n(n-1)/2. Sedangkan jumlah perpindahan data yang diperlukan adalah :
Keadaan terbaik (best case) M = 0
Rata-rata (average case)
M = 3n(n-1)/ 4
Keadaan terburuk (worst case)
M = 3n(n-1)/4
Untuk shakersort jumlah perbandingan data dapat diturunkan pada order yang sama,
tetapi jumlah perpindahan data hampir tetap. Jadi sekali lagi teknik sortir ber-dasarkan
pertukaran data yang bersebelahan ini kurang menguntungkan.
6.4.3 SORTIR BIASA
Sekarang kita bahas model exchange sort yang lain lagi, yang caranya sangat sederhana,
dan biasa dilakukan orang awam, yakni yang dikenal sebagai “sortir biasa” atau “common
sort”. Misalkan kita mempunyai n buah elemen yang belum terurut. Dalam sortir ini kita
mempunyai suatu indeks (I) yang menyatakan kedudukan elemen (ke-i) dari himpunan
elemen, dan satu panji (P) yang menandakan terjadi atau tidaknya pertukaran posisi
elemen dalam himpunan itu. Dalam keadaan awal, harga I = 1 dan P = 0. Kemudian kita
lakukan langkah sebagai berikut ini :
a. Jika el(i) < el(i+1), maka posisi el(i) dibiarkan tetap. I bertambah 1, menjadi I = 2.
Patokan kita sekarang adalah el(i+1). El(i+1) kita bandingkan dengan elemen
berikutnya. Proses di atas dilakukan lagi sampai didapat elemen berikutnya yang >
dari el(i+1). Pada saat itu dilakukan langkah b.
b. Jika el(i) > el(i+1), maka posisi el(i) dan el(i+1) dipertukarkan. Jika terjadi per-tukaran
seperti di atas, P berubah dari 0 menjadi 1 (P = 1). Langkah berikut adalah
membandingkan el(i+1) dengan elemen berikutnya. Jika el(i+1) < el(i+2) maka kita
lakukan langkah a kembali. Jika el(i+1) > el(i+2) maka posisi el(i+1) dan el(i+2)
dipertukarkan.
c. Setelah mencapai elemen terakhir, jika P = 0 maka proses sortir selesai. Jika P=1 maka
proses sortir harus diulangi kembali, terhadap urutan yang baru tadi.
Demikianlah seterusnya kita lakukan langkah a dan b sampai dengan elemen ke n. Jika
sampai dengan elemen ke-n harga P masih sama dengan satu (P=1), maka sortir diulangi
151
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
kembali sampai didapatkan P = 0. Pada saat pengulangan sortir, harga P dan I dibuat
menjadi 0 dan 1 kembali. (P=0 dan 1=1)
Contoh 6.6
Pandang 6 buah elemen yang belum terurut sebagai berikut :
(1)
(2)
7
11
(4)
12
(3)
3
(5)
31
(6)
9
Pada contoh di atas kita mempunyai 6 buah elemen yang tidak berurutan yakni 7, 11,
12, 3, 31, 9. Pada keadaan awal harga panji P = 0 dan kita melihat elemen pertama I = 1.
Mula-mula kita bandingkan el(1) dengan el(2). Ternyata el(1) < el(2), jadi el(1) tetap
dan kita beralih ke elemen kedua, I = 2. Kita lihat el(2) < el(3) maka el(2) tetap juga.
Kemudian kita beralih ke elemen ketiga, I = 3, ternyata el(3) > el(4) maka terjadi
pertukaran posisi el(3) dan el(4) dan P = 1.
Sekarang urutan elemen menjadi 7, 11, 3, 12, 31, 9 dengan P =1. Kita bandingkan
sekarang elemen keempat I = 4 yakni el(4) dibandingkan dengan el(5), ternyata el(4) <
el(5), jadi el(4) tetap. Kemudiaan kita ambil elemen kelima yakni el(5) dibandingkan
dengan el(6), ternyata el(5) > el(6), maka kedua elemen tersebut dipertukarkan posisinya.
Sortir telah sampai pada elemen keenam, hasilnya adalah :
7, 11, 3, 12, 9, 31
dengan P = 1
Anda dapat melihat bahwa elemen di atas berjumlah terurut. Sekarang kita ulangi
kembali proses sortir, dengan harga P = 0 dan harga I = 1 kembali. Dengan P = 0, kita
bandingkan el(1) dengan el(2) dan ternyata el(1) < el(2), jadi el(1) tetap. Kita beralih ke
el(2), I = 2, kita bandingkan el(2) tersebut dengan el(3), ternyata el(2) > el(3), maka posisi
keduanya kita pertukarkan harga P menjadi sama-dengan 1.
Sekarang yang menjadi patokan adalah el(3), I = 3. Kita bandingkan elemen ketiga
dengan elemen keempat, dan ternyata el(3) < el(4) maka el(3) tetap dan harga
I
menjadi 4. Elemen keempat kita bandingkan dengan elemen kelima, terlihat
bahwa
el(4) > el(5), maka posisi keduanya kita pertukarkan. Harga P tetap sama dengan 1.
Kemudian, yang menjadi patokan sekarang adalah elemen kelima yang akan dibandingkan
dengan elemen keenam. El(5) < el(6), maka posisi elemen-ke 5 dan elemen ke 6 tetap.
Urutan elemen sekarang menjadi sebagai berikut :
7, 3, 11, 9, 12, 31
152
dengan P = 1
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Terlihat kembali di sini bahwa kedudukan elemen masih belum berurut dan harga P
masih sama dengan 1. Kita lakukan sortir kembali dengan harga P berubah menjadi 0
kembali dan harga I menjadi 1 lagi. Kita bandingkan elemen kesatu dari urutan elemen
tersebut di atas dengan elemen kedua dan terlihat el(1) > el(2), terjadi pertukaran tempat.
Patokan berikutnya adalah elemen kedua, I = 2, yang akan kita bandingkan dengan elemen
ketiga, I = 3. Ternyata el(2) < el(3) maka posisi kedua elemen tetap. Selanjutnya, elemen
ketiga, I = 3, yang akan kita bandingkan dengan elemen keempat. Kita lihat bahwa el(3) >
el(4) maka terjadi pertukaran posisi dari kedua elemen itu.
Sekarang kita beralih pada elemen keempat, I = 4. Kita bandingkan elemen keempat
tersebut dengan elemen kelima. Terlihat el(4) < el(5) maka posisi kedua elemen itu tetap.
Sebagai patokan sekarang adalah I = 5, yakni kita bandingkan elemen kelima dengan
elemen keenam. Ternyata el(5) < el(6), jadi posisi kedua elemen tersebut tetap. Urutan dari
elemen-elemen sekarang menjadi sebagai berikut :
3 7 9 11 12 31
dan P = 1
Kita lihat bahwa urutan elemen telah terurut dari kecil ke besar, tetapi harga
P
masih sama dengan 1. Jadi, kita lakukan sortir elemen di atas dengan harga P = 0 dan
harga I = 1. Mula-mula kita bandingkan el(1) dengan el(2). Ternyata el(1) < el(2), maka
posisi kedua elemen tersebut tetap. Selanjutnya, kita bandingkan el(2) dengan el(3).
Karena el(2) < el(3), maka posisi keduanya tetap.
Sekarang kita bandingkan el(3) dengan el(4), dan ternyata el(3) < el(4), jadi posisi
kedua elemen tersebut tetap. Pada langkah berikutnya kita membandingkan el(4) dengan
el(5), dan ternyata terlihat bahwa el(4) < el(5); posisi kedua elemen tersebut tetap.
Terakhir kita bandingkan el(5) dengan el(6). Kita lihat el(5) < el(6)
maka posisi kedua
elemen itupun tetap. Sekarang kita lihat urutan dari elemen setelah disortir. Urutan
mereka menjadi sebagai berikut :
3 7 9 11 12 31
dan P = 0
Karena P = 0, maka proses sortir selesai.
6.5 SHELLSORT
PENYISIPAN
:
MEMPERCEPAT
SORTIR
Kita akan menampilkan suatu metode yang merupakan perluasan dari teknik sortir
penyisipan (insertion sort) biasa, yakni “Shell Sort.” Dalam hal ini data dibagi dalam
beberapa kelompok yang berbeda. Pada setiap kelompok dilakukan sortir penyisipan.
Kemudian banyak kelompok diciutkan, sehingga banyak data dalam masing-masing
kelompok bertambah. Lalu diberlakukan lagi algoritma sortir penyisipan.
153
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Hal ini terus dilanjutkan, sampai banyaknya kelompok yang ada hanya tinggal satu,
dan mengandung seluruh data. Hal tersebut menunjukkan bahwa teknik ini lebih cepat
dibandingkan dengan teknik sortir penyisipan biasa. Hal ini disebabkan karena pada tahap
awal dilakukan beberapa sortir penyisipan dengan jumlah data yang sedikit karena
jumlah kelompok masih cukup banyak.
Pada akhir proses harus dilakukan sortir penyisipan pada seluruh data, tetapi sortir
secara partial yang dilakukan sebelumnya sudah menyebabkan data terturut sebagiansebagian hingga pada akhirnya jumlah operasi pada sortir penyisipan yang dilakukan
tidak terlalu besar.
Jadi pada teknik ini sortir pada kelompok yang kecil akan sangat mempengaruhi
kecepatan sortir pada kelompok berikutnya, yang mempunyai data sedikit lebih banyak.
Contoh 6.7
Diketahui 8 buah data yang akan dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing dengan 2
data, lalu dibagi ke dalam 2 kelompok, masing-masing dengan 4 data, dan terakhir menjadi
1 kelompok dengan 8 data. Untuk setiap tingkat dan kelompok dilakukan sortir
penyisipan.
Keadaan awal : 44 55 12 42 94 18 7 67
Kita kelompokkan menjadi 4 kelompok, lalu dilakukan sortir penyisipan partial :
Kelompok 1
: 44 94 diurutkan menjadi 44 94
Kelompok 2
: 55 18 diurutkan menjadi 18 55
Kelompok 3
: 12 7 diurutkan menjadi 7 12
Kelompok 4
: 42 67 diurutkan menjadi 42 67
Hasilnya sekarang
: 44 18 7 42 94 55 12 67
Sekarang Kelompok 1 dan 3 kita gabungkan menjadi Kelompok 1-3, serta Kelompok 2
dan 4 kita gabungkan menjadi Kelompok-2-4. Kemudian dilakukan sortir penyisipan
parsial.
Kelompok 1-3 : 44 94 7 12 diurutkan menjadi 7 12 44 94
Kelompok 2-4 : 18 55 42 67 diurutkan menjadi 18 42 55 67
7 18 12 42 44 55 94 67
154
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Sekarang kedua kelompok di atas kita gabungkan menjadi satu kelompok dan kita
lakukan sortir penyisipan. Diperoleh hasil akhir :
7 12 18 42 44 55 67 94
Secara umum pengelompokan berulang-ulang tersebut tidak perlu tergantung pada
bilangan yang merupakan pangkat dari 2, seperti 2; 4, 8 dan seterusnya. Sembarang
bilangan untuk pengelompokan dapat dilakukan, tetapi harus diakhiri dengan kelompok
tunggal, yakni dalam hal ini kelompok terakhir hanya terdiri dari satu kelompok dengan
seluruh elemen data. Bila digunakan sampai t kali pengelompokan yang masing-masing
besarnya h1, h2, …, ht, maka harus dipenuhi : ht = 1 dan hi+1 < hi
Dalam penerapannya setiap kelompok diurutkan dengan teknik sortir penyisipan
dengan menggunakan kondisi khusus untuk berhenti mencari tempat, data harus
dimasukkan. Seperti pada penerapan untuk sortir penyisipan terdahulu, untuk
memudahkan di bagian depan ditambahkan data a[0]. Untuk hal ini a didefinisikan
sebagai :
a : array[-h1…n] of integer
di sini h1 adalah pertambahan kelompok pertama yang terbesar.
Pemilihan nilai t dan h yang baik sulit ditentukan dan analisis jumlah operasi perbandingan dan pemindahan kata juga sulit dilakukan.
Berikut ini adalah prosedur dari shellsort.
Procedure shellsort;
Const t := 4;
var i, j, k, s, x : integer;
h : array [1..t] of integer;
m : 1 .. t;
begin
h[1] := 9; h[2] := 2; h[3] := 3; h[4] :=1;
for m = 1 to t do begin
X := a[i] : j := i-k;
if s := 0 then
S := -k;
S := s+1;
A[s] := x;
While x < a[j] do begin
A[j+k] := a[j];
J := j=k;
End;
End;
End;
155
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
6.6 QUICKSORT : SUATU APLIKASI STACK
Kali ini kita bicarakan metode quicksort. Quicksort adalah sebuah algoritma sortir dari
model atau tipe devide-and-conquer, sama seperti metode shellsort yang baru lalu.
Sebelum kita berikan algoritma quicksort secara lebih formal, baiklah kita tengok lebih
dahulu sebuah ilustrasi mengenai bekerjanya algoritma tersebut.
Misalkan, A adalah himpunan atau daftar berisi 12 bilangan yang pada mulanya
mempunyai urutan :
44 33 11 55 77 90 40 60 99 22 88 66
Kita hendak mengurutkan data di atas secara naik atau ascending, yakni mengurutkan
dari kecil ke besar. Tahap reduksi dalam algoritma quicksort dimulai pada posisi awal dan
akhir dari daftar bilangan tersebut. Dalam contoh ilustrasi di atas, bilangan pertama
adalah 44.
Dimulai dari angka terakhir 66, amati daftar dari kanan ke kiri, kemudian bandingkan
setiap bilangan dengan 44 dan berhenti pada bilangan pertama yang lebih kecil dari 44.
Bilangan tersebut adalah 22. Kemudian pertukarkan posisi 44 dan 22 tersebut sehingga
urutan menjadi :
22 33 11 55 77 90 40 60 99 44
88 66
Perhatikan bahwa data 88 dan 66 pada sebelah kanan 44, adalah lebih besar dari 44.
Kemudian dimulai dari 22, lakukan hal yang sama seperti di atas, tetapi dengan arah
berlawanan (dari kiri ke kanan), bandingkan setiap bilangan dengan 44 sampai kita
menemukan bilangan pertama yang lebih besar dari 44. Bilangan tersebut adalah 55.
Kemudian pertukarkan posisi 44 dan 55, sehingga urutan menjadi :
22 33 11 44 77 90 40 60 99 55 88 66
Perhatikan bahwa angka 22, 33 dan 11 berada di sebelah kiri 44, dan ketiganya lebih
kecil dari 44. Kemudian mulai dari 55, lakukan hal yang sama seperti di atas dengan arah
dari kanan ke kiri, sampai kita menemukan angka pertama yang nilainya lebih kecil dari
44, yakni 40. Pertukarkan 44 dan 40 sehingga urutan menjadi :
22 33 11 40 77 90 44 60 99 55 88 66
Perhatikan angka-angka di sebelah kanan 44. Seluruhnya bernilai lebih besar dari 44.
Mulai dari 40, lakukan pengamatan dari kiri ke kanan. Angka pertama yang lebih besar
dari 44 adalah 77, kemudian pertukarkan kedua angka tersebut. Diperoleh:
156
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
22 33 11 40 44 90 77 60 99 55 88 66
Perhatikan, ternyata angka-angka di kiri 44 lebih kecil dari 44. Mulai dari 77, amati
daftar dari kanan ke kiri, dicari angka yang lebih kecil dari 44. Ternyata angka tersebut
tidak ada. Hal ini berarti bahwa seluruh angka telah diperbandingkan dengan 44. Semua
angka yang lebih kecil dari 44 sekarang membentuk daftar sendiri, demikian pula angkaangka yang lebih besar dari 44, seperti tampak di bawah ini:
22 33 11 40 44 90 77 60 99 55 88 66
Daftar 1
Daftar 2
Jadi angka 44 pada posisi reakhir ini merupakan tempat yang tepat. Tahap reduksi
seperti di atas dapat diulang terhadap masing-masing daftar yang mengandung 2 atau lebih
elemen. Bila kita hanya mampu melakukan proses reduksi tersebut satu daftar dalam satu
waktu, kita harus dapat mengawasi beberapa daftar untuk proses berikutnya.
Hal ini diselesaikan dengan menggunakan 2 stack, yang kita sebut “lower” dan
“upper.”. Elemen pertama dan terakhir dalam masing-masing daftar disebut nilai batas
(boundary values). Elemen-elemen tersebut dimasukkan ke dalam stack lower dan stack
upper.
Tahap reduksi hanya dapat diterapkan pada sebuah daftar, bila nilai-nilai batas tersebut
telah dipindahkan dari stack.
Contoh berikut menggambarkan cara stack lower dan stack upper digunakan. Proses
dimulai dengan memasukkan nilai-nilai batas 1 dan 12 dari A ke dalam stack, sehingga
dihasilkan :
Lower = 1
Upper = 12
Agar langkah atau tahap reduksi digunakan, algoritma mula-mula memindahkan nilai
paling atas (top value) yakni 1 dan 12 dari stack, sehingga :
Lower = kosong
Upper = kosong
dan kemudian gunakan langkah reduksi untuk mencocokkan daftar A[1], A[2],…, A[12].
Langkah reduksi yang dilakukan di atas akhirnya menempatkan elemen pertama, 44 dalam
A[5]. Dengan demikian, algoritma memasukkan nilai-nilai batas 1 dan 4 dari daftar
157
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
pertama dan nilai-nilai batas 6 dan 12 dari daftar kedua ke dalam stack sehingga
menghasilkan :
Lower = 1, 6
Upper = 4, 12
Agar langkah reduksi digunakan lagi, algoritma memindahkan angka paling atas 6 dan
12 dari stack, sehingga :
Lower = 1
Upper = 4
dan kemudian gunakan langkah reduksi untuk mencocokkan daftar A[6], A[7],…,A[12].
Langkah reduksi mengubah daftar tersebut ada di dalam Tabel berikut ini :
Tabel 6.5
A[6]
90
66
66
66
A[7]
A[8]
77
60
77
60
77
60
77
60
Daftar I
A[9]
99
99
90
88
A[10]
55
55
55
55
A[11]
88
88
88
90
Daftar II
A[12]
66
90
99
99
Di sini ternyata bahwa daftar kedua hanya mempunyai 1 elemen. Dengan demikian
algoritma hanya memasukkan nilai-nilai batas 6 dan 10 dari daftar pertama ke dalam
stack, sehingga dihasilkan :
Lower = 1, 6
Upper = 4, 10
dan seterusnya. Algoritma berakhir ketika stack tidak mengandung daftar untuk diproses
oleh langkah reduksi.
158
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
ALGORITMA QUICKSORT
Algoritma quicksort dibagi dalam 2 bagian. Bagian pertama memberikan sebuah prosedur
yang disebut QUICK, yang akan menjalankan langkah reduksi dari Algoritma di atas.
Bagian kedua menggunakan prosedur QUICK untuk mengurutkan seluruh daftar.
Kondisi LOC <> RIGHT dalam langkah 2(a) dan kondisi LEFT <> LOC dalam
langkah 3(a) dapat diabaikan. Lower dan upper adalah stack untuk menempatkan nilainilai batas dari daftar (sebagaimana biasa, kita menggunakan NULL = 0).
Procedure QUICK(A,N,BEG,END,LOC)
“Di sini A adalah barisan dengan N elemen. Parameter BEG dan END memuat nilai
batas dari daftar A yang digunakan pada prosedur ini. LOC mengawasi posisi dari elemen
pertama A[BEG] dari daftar selama prosedur. Variabel LEFT dan RIGHT akan memuat
nilai batas dari daftar elemen yang belum diamati”.
Prosedur
1. LEFT:=BEG, RIGHT:=END dan LOC:=BEG
2. Amati dari kanan ke kiri
a) pengulangan bila A[LOC] <= A[RIGHT] dan LOC <> RIGHT; RIGHT :=
RIGHT-1
b) jika LOC := RIGHT, maka return;
c) jika A[LOC] > A[RIGHT], maka:
i)
pertukarkan A[LOC] dan A[RIGHT]; TEMP:= A[LOC]; A[LOC]: =
A[RIGHT], A[RIGHT] := TEMP;
ii) LOC := RIGHT;
iii) kembali ke langkah 3
Amati dari kiri ke kanan :
a) Ulangi bila A[LEFT] <= A[LOC] dan LEFT <> LOC; LEFT:= LEFT + 1, akhir
dari pengulangan
b) jika LOC := LEFT maka return
c). jika A[LEFT] > A[LOC], maka:
i)
pertukarkan A[LEFT] dan A[LOC]
TEMP := A[LOC)
A[LOC] := left
ii) kembali ke langkah 2
Algoritma Quicksort
1. TOP := NULL
2. Masukkan nilai yang hingga dari A ke dalam stack. Bila A memiliki 2 elemen
atau lebih :
Jika N > 1, maka
TOP := TOP +1
159
Pengantar Struktur Data
3.
4.
5.
6.
7.
Bab 6 – S o r t i r
LOWER[1] := 1
UPPER[1] := N
Ulangi langkah 4 sampai langkah 7 ketika TOP <> NULL
Pindahkan / hapus daftar dari stack
BEG :=
LOWER[TOP]
END :=
UPPER[TOP]
TOP :=
TOP – 1
Call QUICK(A,N,BEG,END,LOC) [sebuah prosedur]
Masukkan daftar sebelah kiri ke dalam stack bila mempunyai 2 elemen atau lebih
TOP := TOP + 1; LOWER[TOP] := BEG
UPPER[TOP] : LOC – 1
Masukkan daftar sebelah kanan ke dalam stack bila mempunyai 2 elemen atau
lebih.
Jika LOC+1 < END, maka :
TOP := TOP + 1
LOWER[TOP] := LOC + 1
UPPER[TOP] := END
************** akhir perulangan langkah 3 *************
KOMPLEKSITAS ALGORITMA QUICKSORT
Lamanya penyortiran biasanya diukur oleh fungsi f(n) yang menunjukkan banyaknya
perbandingan yang dibutuhkan algoritma untuk menangani n elemen. Algoritma quicksort
mempunyai banyak variasi. Pada umumnya, Algoritma mempunyai kasus terburuk adalah
dari n2 . Tetapi, lama untuk kasus rata-rata adalah dari n log n.
Kasus terburuk terjadi apabila daftar sudah terurut. Kemudian elemen pertama akan
membutuhkan n perbandingan untuk menandakan bahwa elemen tersebut tetap pada
posisi pertama. Selanjutnya daftar pertama akan kosong, tetapi Daftar kedua akan
mempunyai n–1 elemen. Dengan demikian elemen kedua akan membutuhkan n-1 perbandingan untuk menandakan bahwa elemen kedua tersebut tetap pada posisi kedua dan
seterusnya. Maka keseluruhannya adalah :
F(n) = n + (n – 1) +… + 2 + 1 = n ( n + 1) = n2 + O(n2)
2
2
Perbandingan
Kompleksitas f(n) = O(n log n) dari kasus rata-rata berasal dari fakta itu, pada rata-rata
setiap langkah reduksi dari algoritma menghasilkan 2 daftar. Dengan demikian :
160
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
1) Reduksi pada daftar mula-mula menempatkan 1 elemen dan menghasilkan 2 Daftar.
2) Reduksi pada 2 daftar menempatkan 2 elemen dan menghasilkan 4 daftar.
3) Reduksi pada 4 daftar menempatkan 4 elemen dan menghasilkan 8 daftar.
4) Reduksi pada 8 Daftar menempatkan 8 elemen dan menghasilkan 16 daftar dan
seterusnya.
Diperhatikan bahwa tahap reduksi pada tingkat k menempatkan lokasi 2k-1 elemen,
karena itu akan terdapat kira-kira log n tingkat tahap reduksi. Selanjutnya setiap tingkat
menggunakan perbandingan n yang terbanyak, jadi f(n) = O(n log n). Pada kenyataannya
baik analisis matematika maupun berbagai bukti empiris, keduanya menunjukkan bahwa :
f(n) = 1,4 n log n
adalah banyaknya perbandingan untuk algoritma quicksort.
6.7 SORTIR TOPOLOGIK
Pada bagian ini kita akan membicarakan salah satu jenis sortir yang dikenal dengan nama
“sortir topologik” atau “topological sorting”. Sortir ini kita jumpai misalnya dalam proses
kompilasi bahasa ADA. Bahasa ADA adalah bahasa yang pertama kali dibuat untuk
keperluan Departemen Pertahanan Amerika Serikat.
Sebelum melangkah kepada sortir topologik, kita perlu memahami sedikit tentang
pengertian graph dan digraph, karena pengertian tersebut sangat penting dalam pembahasan sortir topologik.
6.7.1
GRAPH DAN DIGRAPH
Kata graph di dalam matematika mempunyai bermacam-macam arti. Biasanya kita
mengenal kata graph atau grafik suatu fungsi, ataupun relasi. Untuk kali ini kita gunakan
kata graph dalam arti yang lain. Suatu graph mengandung 2 himpunan :
(1) Himpunan V yang elemennya disebut simpul (atau vertex atau point atau node
atau titik).
(2) Himpunan E yang merupakan pasangan tak urut dari simpul. Anggotanya disebut
ruas (edge, rusuk atau sisi).
Graph seperti dimaksud di atas, kita tulis sebagai G(E,V).
161
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Simpul u dan v disebut berdampingan bila terdapat ruas (u,v). Graph dapat pula
disajikan secara geometrik. Untuk menyatakan graph secara geometrik, simpul disajikan
sebagai sebuah titik, sedangkan ruas disajikan sebagai sebuah garis yang menghubungkan
2 simpul.
Sebagai contoh, Gambar 6.7 berikut menyatakan graph G(E,V) dengan :
(1) V mengandung 4 simpul, yakni simpul A, B, C, D.
(2) E mengandung 5 ruas, yakni :
e1 = (A, B)
e2 = (B, C)
e4 = (C, D)
e5 = (B, D)
e3 = (A, D)
Gambar 6.7. Contoh sebuah graph
Banyaknya simpul disebut order, sedangkan banyaknya ruas disebut size dari graph.
Gambar 6.8 merupakan suatu graph yang lebih umum, disebut multigraph. Di sini, ruas
e2 kedua titik ujungnya adalah satu simpul yang sama, yakni simpul A. Ruas semacam ini
disebut gelung atau self-loop. Sedangkan ruas e5 dan e6 mempu-nyai titik ujung yang
sama, yakni simpul-simpul B dan C. Kedua ruas ini disebut ruas berganda atau ruas
sejajar.
Gambar 6.8. Contoh sebuah multigraph
Suatu graph yang tak mengandung ruas sejajar ataupun self-loop, sering disebut
sebagai graph sederhana atau simple graph. Suatu graph G’(E’,V’) disebut subgraph dari
G(E,V), bila E' himpunan bagian dari E dan V' himpunan bagian dari V. Jika E'
162
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
mengandung semua ruas dari E yang titik ujungnya di V', maka G' disebut subgraph yang
direntang oleh V' (spanning subgraph).
Sebagai contoh :
Gambar 6.9. Contoh graph dan subgraph
G' subgraph yang dibentuk oleh V' = (A,B,D)
Gambar 6.10. Contoh sub-graph
Suatu multigraph disebut hingga apabila ia mempunyai sejumlah hingga simpul dan
sejumlah hingga ruas. Jelas suatu graph dengan sejumlah hingga simpul akan mempunyai
sejumlah hingga ruas.
GRAPH BERLABEL
Graph G disebut graph berlabel jika ruas dan atau simpulnya dikaitkan dengan suatu
besaran tertentu. Khususnya, jika setiap ruas e dari G dikaitkan dengan suatu bilangan non
negatif d(e), maka d(e) disebut bobot atau panjang dari ruas e. Sebagai contoh, Gambar
6.11 berikut ini menyajikan hubungan antarkota. Di sini, simpul menyatakan kota dan
label d(e) menyatakan jarak antara dua kota.
163
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Gambar 6.11 Contoh graph berlabel
DERAJAT GRAPH
Derajat simpul V, ditulis d(v) adalah banyaknya ruas yang menghubungi v. Karena setiap
ruas dihitung dua kali ketika menentukan derajat suatu graph, maka:
“Jumlah derajat semua simpul suatu graph (disebut derajat) = dua kali
banyaknya ruas graph (size atau ukuran graph)”.
Suatu simpul disebut genap/ ganjil tergantung apakah derajat simpul tersebut genap/
ganjil. Kalau terdapat self-loop, maka self-loop dihitung 2 kali pada derajat simpul.
Contoh 6.8
Gambar 6.12 Contoh untuk perhitungan derajat graph
Di sini, banyak ruas = 7, sedangkan derajat masing-masing simpul adalah :
d(A) = 2
d(B = 5
d(C) = 3
d(D) = 3
d(E) = 1
d(F) = 0
164
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Catatan : E disebut simpul bergantung/ akhir, yakni simpul yang berderajat satu.
Sedangkan F disebut simpul terpencil, yakni simpul berderajat nol.
KETERHUBUNGAN.
Walk atau perjalanan dalam graph G adalah barisan simpul dan ruas berganti-ganti :
v1, c1. v2, c2, …, cn-1, vn
di sini ruas e menghubungkan simpul vi dan vi+1. Banyaknya ruas disebut panjang walk.
Walk dapat ditulis lebih singkat dengan hanya menulis deretan ruas.
c1, c2, …, cn-1
atau deretan simpul :
v1, v2, ..., vn-1, vn,
v1 disebut simpul awal
vn disebut simpul akhir
Walk disebut tertutup bila V1 = Vn, dalam hal lain walk disebut terbuka menghubungi
V1 dan Vn.
Trail adalah walk dengan semua ruas dalam barisan adalah berbeda. Path atau jalur
adalah walk yang semua simpul dalam barisan adalah berbeda. Jadi path pasti trail.
Dengan kata lain: suatu path adalah suatu trail terbuka dengan derajat setiap
simpulnya 2, kecuali simpul awal V1 dan simpul akhir Vn yang berderajat = 1.
Cycle atau sirkuit adalah suatu trail tertutup dengan derajat setiap simpulnya = 2.
Cycle dengan panjang k disebut k-cycle. Demikian pula, jalur dengan panjang k disebut
k-jalur.
Gambar 6.13. Contoh sebuah graph
165
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Barisan ruas a, b, c, d, b, h, g, f adalah walk bukan trail (ruas b dua kali muncul).
Barisan simpul A, B, E, F bukan walk (tak ada ruas menghubungkan simpul B ke F).
Barisan simpul A, B, C, D, E, C, F adalah trail bukan jalur karena C dua kali muncul.
Barisan ruas a, d, g, k adalah jalur menghubungkan A dengan F dan a, b, h, g, e adalah
cycle.
Graph yang tak mengandung cycle disebut acylic. Contoh dari graph acyclic adalah
pohon atau tree. Contoh dari pohon :
Gambar 6.14. Contoh pohon
Suatu graph G disebut terhubung jika untuk setiap 2 simpul dari graph terdapat jalur
yang menghubungkan 2 simpul tersebut. Subgraph terhubung suatu graph disebut
komponen dari G bila subgraph tersebut tidak terkandung dalam subgraph terhubung lain
yang lebih besar.
Gambar 6.15. Contoh graph tidak terhubung
Graph G pada Gambar 6.15 adalah tidak terhubung, karena simpul D dan E tidak
terhubung dengan simpul A, B dan atau C. Jarak antara 2 simpul dalam graph G adalah
panjang jalur terpendek antara kedua simpul tersebut. Diameter suatu graph terhubung G
adalah maksimum jarak antara simpul-simpul G.
166
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Gambar 6.16. Contoh graph untuk menghitung diameternya
Jarak maksimum dalam graph G adalah 3 (yaitu antara A-G atau B-G ataupun C-G).
Jadi diameter = 3.
Kalau order dari G = n, ukuran dari G = e, dan banyaknya komponen = k, maka
didefinisikan :
Rank (G) = n – k
Nullity (G) = e – (n – k)
Kedua graph pada gambar yang lalu, masing-masing mempunyai rank = 6 – 3 = 3,
nullity = 4 – (6 – 3) = 1, dan rank = 7 – 1 = 6, nullity = 10 – (8 – 1) = 4.
MATRIKS PENYAJIAN GRAPH
Pandang bahwa G adalah graph dengan N simpul dan M ruas. Untuk mempermudah
komputasi, graph dapat disajikan dalam bentuk matriks, disebut “Matriks Ruas”, yang
berukuran (2 x M) atau (M x 2) yang menyatakan ruas dari graph. Kalau graph
mengandung simpul terpencil, matriks ini tak dapat menunjukannya, kecuali kalau jumlah
simpul disebutkan. Misalnya kita menyajikan graph G dalam matriks ruas B ukuran (M x
2), maka setiap baris matriks menyatakan ruas. Misalnya baris (4, 7) menyatakan ada ruas
menghubungkan simpul 4 dan 7. Matriks adjacency dari graph G tanpa ruas sejajar adalah
matriks A berukuran (N x N), yang bersifat :
1 bila ada ruas (Vi, Vj)
aij =
.
0 dalam hal lain
Matriks adjacency merupakan matriks simetri. Untuk graph dengan ruas sejajar,
matriks adjacency didefinisikan sebagai berikut :
167
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
P bila ada p buah ruas menghubungkan (Vi, Vj) (P > 0)
aij =
0 dalam hal lain
Matriks incidence dari graph G, tanpa self-loop didefinisikan sebagai matriks M
berukuran (N x M) sebagai berikut :
1 bila ruas cj berujung di simpul vi
mij =
0 dalam hal lain
Atau secara pasangan :
{(1,2), (1,3), (1,4), (1,5), (2,3), (3,4), (3,5), (4,5)}
168
Pengantar Struktur Data
Matriks adjacency :
Bab 6 – S o r t i r
Matriks incidence :
GRAPH BERARAH (DIGRAPH)
Di dalam situasi yang dinamis, seperti contohnya pada komputer digital, ataupun pada
sistem aliran (flow system), konsep graph berarah lebih sering digunakan dibandingkan
dengan konsep graph tak berarah. Suatu graph berarah (directed graph disingkat digraph
(D)) terdiri atas 2 himpunan:.
(1)
Himpunan V, anggotanya disebut simpul,
(2)
Himpunan A, merupakan himpunan pasangan terurut, yang disebut ruas
berarah atau arkus, graph berarah di atas ini, kita tulis sebagai D(V,A).
Kita dapat menggambar suatu graph berarah pada suatu bidang rata. Simpul, anggota
V, digambarkan sebagai titik (atau lingkaran kecil). Sedangkan arkus a = (u,v),
digambarkan sebagai garis dilengkapi dengan tanda panah mengarah dari simpul u ke
simpul v. Simpul u disebut titik pangkal dan simpul v disebut titik terminal dari arkus
tersebut. Sebagai contoh, Gambar 6.17 di bawah ini adalah sebuah graph berarah D
(V,A), dengan :
1. V mengandung 4 simpul, yakni 1, 2, 3 dan 4
2. A mengandung 7 arkus, yakni (1,4), (2,1), (2,1), (2,1), (2,3), (4,3) dan (2,2)
Arkus (2,2) disebut gelung (self-loop), sedangkan arkus (2,1) muncul lebih dari satu
kali, disebut arkus sejajar atau arkus berganda.
169
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Gambar 6.17 Contoh sebuah graph berarah
Apabila arkus dan atau simpul suatu graph berarah menyatakan suatu bobot, maka
graph berarah tersebut dinamakan suatu jaringan atau network. Graph semacam itu
biasanya digunakan menggambarkan situasi dinamis. Sebagai contoh, 3 orang anak A, B
dan C melempar bola di antara mereka sedemikian sehingga A selalu melempar kepada B,
namun B serta C melempar sekehendaknya.
Gambar berikut ini, menunjukkan situasi dinamis di atas. Di sini arkus diberi bobot
yang menyatakan probabilitas, sebagai contoh, A melempar bola kepada B dengan
probabilitas = 1, B melempar bola tersebut kepada C dengan probabilitas 1/2, melempar
kepada A juga dengan probabilitas ½, dan sebagainya.
Gambar 6.18 Bobot probabilitas
170
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Misalkan D(V,A) suatu graph Berarah. D disebut hingga (finite), jika baik V maupun
A merupakan himpunan hingga. Bila V' himpunan bagian dari V serta A' himpunan bagian
dari A, dengan titik ujung anggota A' terletak di dalam V', maka dikatakan bahwa D'(V',A')
bahwa D'(V',A') adalah graph bagian (subgraph) dari D(V,A). Kalau A' mengandung
semua arkus anggota A yang titik ujungnya anggota V', maka dikatakan bahwa D'(V',A')
adalah graph bagian yang dibentuk atau direntang oleh V'
DIGRAPH DAN RELASI
Pandang D(V,A) suatu graph berarah tanpa arkus sejajar. Maka A adalah himpunan bagian
dari V x V (produk cartesius himpunan), jadi merupakan relasi pada V. Sebaliknya bila R
adalah relasi pada suatu himpunan V, maka D(V,R) merupakan graph berarah tanpa arkus
sejajar. Maka konsep relasi serta konsep graph berarah tanpa arkus sejajar adalah satu
dan sama.
Misalkan sekarang D(V,A) suatu graph berarah dengan simpul V1, V2, ..., Vm. Matriks
M berukuran (m x m) merupakan matriks adjacency dari D, dengan mendefinisikan
sebagai berikut :
M = (Mij), dengan Mij banyaknya arkus yang mulai di Vi dan berakhir di Vj.
Bila D tidak mengandung arkus berganda, maka elemen dari M adalah 0 dan 1. Kalau
graph mengandung arkus berganda, elemen M merupakan bilangan bulat non negatif. Jadi
suatu matriks berukuran (m x m) yang elemennya bilangan bulat non negatif menyatakan
secara tunggal suatu graph berarah dengan m simpul.
Sebagai contoh, graph pada Gambar 6-19 berikut mempunyai matriks M
Gambar 6.19 Penggambaran relasi dalam graph dengan matriks
171
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
6.7.2 PERSYARATAN SORTIR TOPOLOGIK
Proses di dalam sortir topologik sedikit berbeda dengan proses di dalam sortir yang lain.
Pada proses sortir topologik, data yang akan disortir disajikan dalam suatu graph berarah
atau directed graph (yang disingkat digraph). Setelah disajikan ke dalam suatu digraph
(misalkan digraph tersebut kita namakan digraph G, maka digraph G tersebut kemudian
harus disajikan ke dalam G*, yakni transitif-refleksif closure dari G. Digraph G* harus
menyajikan suatu relasi partial order.
Suatu relasi R pada himpunan S dinamakan partial order pada S, jika R memenuhi 3
sifat. Ketiga sifat tersebut adalah :
(1) Refleksif, yakni untuk setiap a anggota S berlaku aRa
(2) Antisimetris, yakni untuk a, b anggota S; jika aRb, bRa, maka a = b
(3) Transitif, yakni untuk a, b, c anggota S; jika aRb, bRc, maka aRc.
(di sini yang dimaksud dengan xRy adalah x berelasi R dengan y).
Sortir topologik adalah proses pembentukan atau pengurutan simpul suatu digraph.
Ruas dari digraph tersebut mempunyai peranan penting untuk menentukan suatu urutan
tertentu dari simpul yang ada. Urutan tersebut dinamakan topological enumeration. Jadi
pada hakikatnya topological enumeration merupakan hasil dari proses sortir topologik.
Untuk memudahkan kita dalam mengikuti algoritma sortir topologik, terlebih dahulu
kita lihat contoh digraph yang dapat disajikan ke dalam suatu digraph yang partial order.
Pada Gambar 6.20 terlihat bahwa digraph D1 mempunyai sirkuit atau cycle, yakni sirkuit
dari simpul a terdapat ruas ke Simpul b dan dari simpul b terdapat ruas ke simpul a.
Ini berarti bahwa digraph tersebut tidak antisimetris. Dalam menyajikan digraph ke
digraph yang partial order, sifat transitif dan refleksif sudah terpenuhi dalam transitifrefleksif closurenya, tetapi sifat antisimetris harus sudah terpenuhi dalam digraph D1 Jadi
digraph D1 tersebut tidak memenuhi syarat untuk algoritma kita.
Gambar 6.20 Graph tanpa sirkuit
172
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Digraph D2 pada Gambar 6.20 tidak mengandung sirkuit, sehingga transitif-refleksif
closurenya, yakni D2* merupakan partial order. Sifat refleksif disajikan dalam bentuk
gelung (self-loop); sedang sifat transitif kita penuhi dengan cara yakni bila dari simpul a
terdapat ruas ke simpul b, dan dari simpul b terdapat ruas ke simpul c, kita tambahkan
ruas dari simpul a ke simpul c (kalau belum ada). Kita perhatikan Gambar 6.21.
Gambar 6.21 Transitif-reflektif closure dari D2
6.7.3 ALGORITMA SORTIR TOPOLOGIK
Misalkan himpunan elemen yang akan disortir adalah U, dan R adalah relasi dari elemen
tersebut, yang dinotasikan sebagai u1Ru2. Untuk menjalankan algo-ritma sortir topologik
kita harus memeriksa apakah R pada U dapat disajikan dalam R* yang partial order.
Dalam hal ini, bila digraph (U,R) mengandung satu cycle, maka tidak ada hasil sortir
(berupa topological enumeration) yang lengkap. Proses tidak terselesaikan.
Jika R* adalah partial order, maka kita bentuk urutan terdiri dari <u1, ..., Un>,
sedemikian sehingga U = (u1, ... , un.) dan setiap (uj, uk ) ada pada R* dengan j < k (j
mendahului k).
Algoritma sortir topologik mengandung input dan output. Input adalah sebuah digraph
G = (V,E), dengan banyak simpul n. Outputnya adalah topological enumeration Sn = <S1,
... , Sn > dari V dengan memperhatikan setiap ruas E, asalkan E* adalah partial order pada
V.
173
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
METODE
(1) Tentukan U0 = V, S0 = <> dan T0(v) = (u – (u,v) anggota E dan u tidak sama dengan
v).
(2) Ulangi untuk i = 1, 2, ..., n
(a) Pilih si dari Ui-1, yang memenuhi bahwa Ti-1(Si) HAMPA
Bila tidak ada, maka proses akan berhenti karena E* tidak antisimetris
(b) Tentukan U1 = Ui-1–(si), Si = Si-1<>Si> dan T1(v) = Ti-1(v)-(si), untuk semua v
anggota V.
(3) Jika selesai, maka outputnya adalah Sn.
Keterangan Algoritma
Kita tetapkan mula-mula U0 sebagai himpunan simpul yang akan disortir. S0 diberi harga
awal HAMPA < >, dan T0(v) adalah himpunan simpul yang mempu-nyai ruas masuk ke
simpul yang akan disortir (anggota U0). Simpul u dimisalkan sebagai simpul yang
menuju ke v. Di sini u tidak boleh sama dengan v.
Kemudian untuk i = 1, 2, ..., , n kita ulangi pilihan (yang akan disortir) yang diambil
dari himpunan Uij, yang bersifat bahwa Ti-1(si) HAMPA. Dengan kata lain, kita
mengambil sebuah simpul dari digraph itu yang in-degreenya = 0.
Himpunan simpul pada saat itu adalah sama dengan himpunan simpul sebe-lumnya
dikurangi simpul yang akan disortir (simpul yang dipilih). Himpunan simpul sudah
disortir, adalah sama dengan himpunan simpul sudah disortir sebelumnya ditambah dengan
simpul yang dipilih. Himpunan simpul yang menuju ke V adalah sama dengan himpunan
simpul yang menuju ke V sebelumnya dikurang simpul yang dipilih. Jika prosesnya
berjalan sampai selesai, maka outputnya adalah Sn.
Contoh 6.9
Untuk menerapkan algoritma di atas, kita ambil sebuah contoh digraph yang terdiri dari
simpul a, b, c, d, e dengan ruas (a,b); (a,e); (a,c); (b,d); (b,e), (c,d); (d,c), seperti pada
Gambar 6.22.
174
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
a
b
b
c
d
e G
d
e G*
Gambar 6.22. Digraph G dan transitif-reflektif closurenya
Syarat pertama terpenuhi, yakni bahwa data berupa digraph. Setelah itu kita lihat
apakah digraph itu mengandung sirkuit berarah, kalau tidak mengandung, maka berarti
bahwa digraph tersebut antisimetris, dan dapat disajikan ke dalam digraph yang partial
order. Setelah kita periksa, ternyata digraph di atas antisimetris. Dengan demikian G*
merupakan digraph yang partial order. Kalau persyaratan telah terpenuhi, maka algoritma
di atas dapat dijalankan.
Kita tuliskan simpul yang akan disortir itu dalam himpunan U0, dalam hal ini
himpunan yakni (a,b,c,d,e). Setelah itu kita cari T0(v)nya satu persatu, yakni :
T0(a) = HAMPA
T0(b) = (a)
T0(c) = (a)
T0(d) = (b,c)
T0(c) = (a,b,d)
Kemudian kita ambil Si dari U0 yang T0(Si)nya HAMPA. Dalam hal ini kita ambil
simpul a sehingga U1 = (a, b, c, d, e) - (a) = (b,c,d,e) dan S1 = <a>. Sekarang Ti(a) =
HAMPA, Ti(b) = HAMPA, Ti(c) = HAMPA, Ti(d) = (b,c), Ti(e) = (b,d).
175
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
Untuk i yang kedua, kita ambil misalnya b, kita cari lagi U2, S2, dan T2(v)nya.
Demikian seterusnya sampai proses berakhir. Urutan proses dan hasil sortir dapat kita
lihat pada tabel berikut ini :
Tabel 6.6
176
i
Ui
Si
Ti(a)
Ti(b)
Ti(c)
Ti(d)
Ti(e)
0
(a,b,c,d,e)
<a>
HAMPA
(a)
(a)
(b,c)
(a,b,d)
1
(b,c,d,e)
<a>
HAMPA
HAMPA
HAMPA
(b,c)
(b,d)
2
(c,d,e)
<a,b>
HAMPA
HAMPA
HAMPA
(c)
(d)
3
(d,e)
<a,b,c>
HAMPA
HAMPA
HAMPA
HAMPA
(d)
4
(e)
<a,b,c,d>
HAMPA
HAMPA
HAMPA
HAMPA
HAMPA
5
HAMPA
<a,b,c,d,e>
HAMPA
HAMPA
HAMPA
HAMPA
HAMPA
Keterangan : Ui
= Himpunan simpul yang belum disortir
Si
= Himpunan simpul yang sudah disortir
Ti<v>
= Himpunan simpul yang mempunyai ruas menuju v.
Pengantar Struktur Data
Bab 6 – S o r t i r
LATIHAN 6
1.
Apa bedanya sortir internal dan sortir eksternal, dan jelaskan cara kerja merge sort
(sortir gabung)
2.
Jelaskan perbedaan cara kerja natural merge dan balanced merge.
3.
Sebutkan tiga teknik utama dalam melakukan sortir.
4.
Mana dari ketiga teknik tersebut yang paling cepat melaksanakan sortir secara
ascending jika data yang diberikan terurut secara descending ?
5.
Teknik sortir yang mana yang ketika proses pensortiran dilaksanakan mencari
elemen terkecil terlebih dulu ?
6.
Bagaimana cara kerja dari common sort ?
7.
Teknik sortir apa yang dilakukan dengan mengaplikasikan fungsi stack ?
8.
Apa maksud dari istilah-istilah : (a) size, (b) multigraph, (c) self-loop, (d) simple
graph dan (e) derajat dari suatu graph ?
9.
Apa maksud dari istilah-istilah : (a) walk , (b) trail, (c) cycle, (d) acylic dan (e)
diameter dari suatu graph ?
10.
Apa maksud dari istilah-istilah : (a) nullity, (b) rank, (c) matriks adjacency, (d)
matriks incidence dan (e) digraph dari suatu graph ?
11.
Teknik sortir apa yang memanfaatkan fungsi graph ?
12.
Buat suatu program (Pascal, FORTRAN atau BASIC) untuk mensortir secara
ascending seratus angka yang diberikan secara acak.
177
Download