Penanganan kasus Orf pada Kambing Potong di Loka Penelitian

advertisement
Penanganan kasus Orf pada Kambing Potong
di Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih
Muammar Khadafi, S.KH
Dibimbing oleh drh. Anwar
DEFINISI
Salah satu penyakit yang sering dilaporkan menyerang ternak kambing dan Domba di
Indonesia adalah penyakit Ektima Kontagiosa (Orf). Orf atau ektima kantagiosa adalah sejenis
penyakit kulit sangat menular yang disebabkan oleh virus dari genus virus parapox dari keluarga
virus Poxviridae (Fauquet dan Mayo, 1991). Penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh Van Der
Laan tahun 1914 pada kambing di Medan, Sumatra Utara, Kemudian Bubberman dan Kraneveld
(1931) melaporkan kejadian penyakit tersebut di Bandung, Jawa Barat. Penyebaran penyakit Orf
juga terjadi di daerah Jawa, Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, Bali dan Papua. Menurut data lain
yang menyebutkan bahwa sebanyak 20 provinsi sebagai daerah tertular sampai tahun 1988
(Adjid, 1992). Propinsi-propinsi yang tidak mendapat penyakit orf adalah NTT, NTB, TimorTimor, Irian Jaya, Maluku, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara .Virus ini sangat menular dan
bersifat zoonosis dan menyebabkan lepuh pada kulit orang. Penyakit ini pada umumnya
menyerang hewan muda setelah disapih, yaitu pada umur 3 – 5 bulan, tetapi kadang-kadang yang
dewasa juga terinfeksi. Nama lain dari penyakit Orf di beberapa daerah di Indonesia seperti
penyakit dakangan (Bali), puru atau muncung (Sumatera Barat), atau Bintumen (Jawa Barat).
Orf adalah dermatitis akut yang menyerang domba dan kambing, ditandai oleh
terbentuknya papula, vesikula, pustule dan keropeng pada kulit di daerah bibir, lubang hidung,
kelopak mata, putting susu, ambing, tungkai, perineal dan pada selaput lender di rongga mulut.
VIRUS PENYEBAB
Virus orf berukuran antara 220-250 nm panjang dengan lebar antara 120-140 nm
(Hessami dkk ., 1979) . Precausta dan Stellrhann (1973) melaporkan bahwa virus orf tahan
terhadap pemanasan pada suhu 50°C selama 30 menit. Virus ini tahan terhadap proses
pembekuan dan pencairan dan juga tahan terhadap getaran ultrasonik, tetapi tidaktahan terhadap
sinar ultra violet (Sawhney, 1972). Precausta dan Stellmann (1973) juga melaporkan bahwa virus
orf tidak tahan terhadap chloroform, tetapi sedikit tahan terhadap eter . Virus orf memiliki
antigen presipitasi, fiksasi komplement, serta netralisasi, tetapi tidak memiliki antigen aglutinasi
sel darah merah (Abdussalam, 1958) .
GEJALA KLINIS
Masa inkubasi berlangsung selama 2 – 3 hari. Mula-mula terbentuk papula, vesikula atau
pustule pada daerah sekitar mulut. Vesikula hanya terlihat selama beberapa jam saja, kemudian
pecah / Isi vesikula ini berwarna putih kekuningan. Kira-kira pada hari ke 10 terbentuk keropeng
tebal dan berwarna keabu-abuan. Bila lesi di mulut luas, maka hewan sulit makan dan menjadi
kurus. Terjadi peradangan pada kulit sekitar mulut, kelopak mata, alat genital, ambing pada
hewan yang sedang menyusui dan medial kaki, pada tempat yang jarang ditumbuhi bulu (Adjid,
1989, dan Watt, 1983). Selanjutnya peradangan ini berubah menjadi eritema, lepuh-lepuh pipih
mengeluarkan cairan, membentuk kerak-kerak. yang mengelupas setelah 1 – 2 minggu
kemudian. Pada selaput lendir mulut yang terserang, tidak terjadi pergerakan. Apabila lesi
tersebut hebat, maka pada bibir yang terserang terdapat kelainan yang menyerupai bunga kool.
Kalau tidak terkena Orf dan infeksi sekunder, lesi - lesi ini biasanya sembuh setelah penyakit
tersebut berlangsung 4 minggu. Pada hewan muda, keadaan ini bias sangat mengganggu,
sehingga dapat menimbulkan kematian. Selain itu, adanya infeksi sekunder, memperhebat
keparahan penyakit. Pada bedah bangkai, tidak terlihat adanya kelainan - kelainan menyolok
pada alat tubuh bagian bagian dalam, kecuali kelainan-kelainan pada kulit.
CARA PENULARAN
Cara penularan terjadi melalui kontak, melalui luka-luka kulit waktu menyusui, kontak
kelamin, atau kontak dengan bahan-bahan yang mengandung virus penyakit ini. Penularan pada
manusia juga terjadi melalui kontak dengan hewan yang sakit atau bahan-bahan yang tercemar
oleh penyakit ini. Cara virus penyakit orf masuk ke dalam tubuh hewan yaitu melalui luka-luka
kecil seperti goresan-goresan yang terjadi pada kulit akibat rumput yang tajam / duri atau luka
karena proses mekanik lainnya (McKeever dkk ., 1988) .
DIAGNOSA BANDING
Penyakit yang mirip dengan Orf adalah cacar pada kambing dan domba. Pada penyakit
cacar lesi biasanya mulai dengan haemoragik dan terjadi pada kulit bagian luar, serta ada
tendensi meluas keseluruh tubuh, termasuk ke organ-organ tubuh bagian dalam. Dengan
mikroskop electron, kedua jenis virus tadi dapat dibedakan. Pada cacar kambing, lesi yang terjadi
tidak separah seperti pada cacar domba, dan lebih mirip Orf. Pada hewan yang menderita
penyakit Orf di isolasi dari hewan yang sehat, keropeng pada bagian mulut dibersihkan sampai
berdarah dan diolesi iodin atau methylen blue kemudian diulang setelah 3 hari. Pengendalian
penyakit Orf dengan cara sanitasi kandang dan lingkungan pemeliharaan. Vaksinasi diperlukan
untuk mencegah penularan penyakit orf (Adjid, 1992).
PENCEGAHAN PENYAKIT
Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan pemberian autovaksin pada daerah - daerah
enzootic.Vaksin ini dibuat dari keropeng kulit yang menderita, dibuat tepung halus dan
disuspensikan menjadi 1 % dalam 50 % gliserin. Vaksinasi pada hewan muda dilakukan berupa
pencacaran kulit, diadakan pada kulit di daerah sebelah dalam paha, sedangkan pada hewan
dewasa dilakukan disekitar leher, beberapa minggu sebelum masa penyusuan. Anak domba
biasanya divaksinasi pada umur 1 bulan dan divaksinasi ulang pada umur 2 – 3 bulan agar
memperoleh kekebalan yang maksimal. Reaksi timbul 7 hari setelah vaksinasi dan kekebalan
berlangsung selama 8 – 28 bulan. Hewan di daerah endemic sebaiknya divaksinasi setiap tahun.
Vaksin harus diperlakukan hati-hati agar tidak menginfeksi tangan. Sedang botol bekas awetan
segera dibakar agar tidak mengkontaminasi tanah atau tempat diadakan vaksinasi. Pada daerah
yang belum dijangkiti penyakit ini, tidak dianjurkan mengadakan vaksinasi. Karena Orf dapat
menular pada manusia, maka pada waktu vaksinasi harus memakai sarung tangan.
PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAAN
Hewan yang menunjukkan gejala sakit segera dipisahkan dari hewan yang sehat, agar
perluasan penyakit dapat dibatasi. Di samping itu, tempat penggembalaan yang tertulari
sebaiknya tidak dipakai lagi untuk jangka waktu lama, mengingat bahwa virus Orf masih dapat
hidup beberapa bulan di udara luar. Daerah sekitar terjangkit segera diberi vaksinasi massal agar
penyakit dapat dikendalikan dan tidak menjalar lebih luas. Hewan yang mati karena penyakit ini
segera dibakar atau dikubur dalam.
PENGOBATAN
Hewan yang sakit dapat diobati dengan antibiotic berspektrum luas untuk infeksi
sekunder. Di samping itu dapat juga diberikan multivitamin agar kondisi tubuh dapat diperbaiki.
Sedang pada kulit yang sakit dapat diberikan pengobatan lokal dengan salep atau jood tincture.
Kambing yang sakit sebaiknya dipisahkan sendiri dan diberi pakan rumput segar dan lunak.
Hewan muda yang telah sembuh,menjadi kebal seumur hidup. Mengingat bahwa penyakit ini
dapatmenular ke manusia, sebaiknya daging yang berasal dari hewan sakit tidak untuk
dikonsumsi. Karena itu pemotongan hewan sakit tidak diperbolehkan. Pemotongan hewan yang
sakit atau tersangka sakit tidak dilarang dengan syarat harus di bawah pengawasan dokter hewan
yang berwenang.
Gambar 1 : Keropeng pada sekitar mulut
Gambar 2 : Keropeng di cabut dengan pinset hingga berdarah
Gambar 3 : Luka keropeng setelah di cabut dan ditetesin iodone
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari gambaran penyakit serta petunjuk dalam pengendalian dan pemberantasan penyakit,
sudah waktunya penyakit orf pada ternak kambing dan domba di Indonesia diperhatikan secara
seksama . Daerah bebas dan daerah tertular selayaknya diketahui secara jelas. Mengingat sifat
virus penyebab penyakit orf yang sangat tahan hidup di alam, serta sifat peternakan kambing dan
domba di Indonesia yang umumnya berskala kecil, berkelompok – kelompok serta dipelihara
secara tradisional, maka kebijakan pengendalian dan pemberantasan penyakit orf yang berlaku
pada saat ini sebaiknya dikaji ulang.
Pengendalian dan pemberantasan penyakit harus didukung dengan data cukup dan
pengetahuan tentang epidemilogi penyakit orf yang terjadi di Indonesia . Kejadian penyakit orf
sering dilaporkan di karantina hewan ataupun di lokasi penerima ternak kiriman . Oleh karena itu
pengawasan yang ketat pada setiap kegiatan pengumpulan ternak kambing atau domba perlu
dilakukan guna mencegah penyebaran penyakit orf yang lebih luas lagi di wilayah Indonesia.
Daftar Pustaka
Abdussalam, M. 1958. Contagious pustular dermatitis. IV. Immunological reaction . J .
Comp. Path. 68: 23-35.
Adjid, A. 1989 . Penyakit Orf di Jawa Barat: Infeksi alam dan buatan. Proceedings Pertemuan
Ilmiah Ruminansia, Cisarua Bogor 8-10 Nopember 1988. Jilid 2., Ruminansia
Kecil . pp. 123-128.
ADJID, R. M. A. 1992. Studi penyakit orf (dakangan) di Indonesia : Isolasi virus penyebab
pada biakan sel domba. Penyakit Hewan. 24 (44): 85-92.
Bubberman, C. and Kraneveld, F.C. 1931 . Over een besmettelijke peristomatitis bij schapen .
N.I .BI . v. Dierg. 43: 564-592.
Fauquet, C. and Mayo, M.A. 1991 . Virus Families and Groups . In Classification and
Nomenclature of Viruses. Fifth Report of the International Committee on
Taxonomy of Viruses, pp . 63-79 (eds . R.B. Francki, C.M. Fauquet, D.L .
Knudson, and F. Brown) Archives of Virology Supplement 2. Springer-verlag .
Wien, New York.
Hessami, M., Keney, D.A., Pearson, L .D., and Stroz, J. 1979. Isolation of parapoxviruses
from man and animals : Cultivation and cellular changes in bovine foetal spleen
cells . Comp . Immun. Microbiol . Infect . Dis . 2: 1-7.
McKeever, D.J ., Jenkinson, M.D ., Hutchinson, G. and Reid, H.W . 1988 . Studies of the
pathogenesis of orf virus infention in sheef . J. Comp. Path . 99 : 317-328 .
Precausta, P., and Stellmann, Ch . 1973. Isolation and comperative study in vitro of 5 strains
of contagious ecthyma of sheep. Zbl . Vet . Med. B. 20 : 340-355.
Sawhney, A.N . 1972. Studies on the virus of contagious pustular dermatitis: Physicochemical
properties . Indian Vet . J. 49: 14-19.
Watt, J .A .A. 1983. Contagious pustular dermatitis. In Diseases of sheep, pp. 185-188
(ed.W.B. Martin) . Blackwell Sci . Publ ., Melbourne.
Download