Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Pengaruh
Pengaruh didefinisikan menurut Badudu (2002) adalah sebagai berikut :
“Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari suatu (orang, benda)
yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.”
Dari definisi pengaruh diatas diambil kesimpulan bahwa pengaruh adalah daya
yang kemudian akan membentuk sesuatu.
2.2
Pengendalian Internal
Pengendalian internal merupakan bagian yang sangat penting agar tujuan
perusahaan dapat tercapai.Tanpa adanya pengendalian internal, tujuan perusahaan
tidak dapat dicapai secara efektif dan efisien. Semakin besar perusahaan maka
akan semakin penting pula arti dari pengendalian internal dalam perusahaan
tersebut.
Pengendalian internal diterapkan untuk pencapaian tujuan organisasi dan
meminimalisir hal-hal yang tidak diharapkan olh perusahaan, pengendalian
internal juga meningkatkan efisiensi, mencegah terjadinya kerugian, dan
mendorong untuk dipatuhinya hukum dan aturan yang telah ditetapkan.
2.2.1 Pengertian Pengendalian Internal
Penjelasan mengenai pengendalian internal oleh COSO yang telah dikutip
oleh Arens et al (2008) adalah sebagai berikut:
8
9
“Internal Control is the broadly defined as a process, effected by and
entity’s broad of directors, management and the other personel, designed
to provide reasonable assurance regarding the achievement of objective in
the following categories, effectiveness an efficiency of operations,
reliability of financial reporting, and compliance with applicable laws and
regulations”.
Memperhatikan pengertian pengendalian internal menurut COSO tersebut,
dapat dipahami bahwa pengendalian internal adalah :
Proses, karena hal tersebut menembus kegiatan operasional organisasi dan
merupakan bagian internal dari kegiatan manajemen dasar.Pengendalian
internal hanya dapat menyediakan keyakinan memadai, bukan keyakinan
mutlak.Hal ini menegaskan bahwa sebaik apapun pengendalian internal itu
dirancang dan dioprasikan, hanya dapat menyediakan keyakinan yang
memadai, tidak dapat sepenuhnya efektif dalam mencapai tujuan
pengendalian internal meskipun telah dirancang dan disusun sedemikian
rupa dengan sebaik-baiknya.Bahkan bagaimanapun baiknya pengendalian
internal yang ideal dirancang, namun keberhasilannya tergantung pada
kompetisi dan kendala dari pada pelaksanaannya yang tidak terlepas dari
berbagai keterbatasan.
Jadi, pengendalian internal adalah suatu batasan-batasan yang dibuat
oleh organisasi atau perusahaan dalam mengendalikan setiap kegiatan proses
bisnis,
agar
sesuai dengan
ketetapan-ketetapan
yang
berlaku,
dan
memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang tidak diinginkan oleh
organisasi atau perusahaan. Risiko tersebut seperti penyalahgunaan data
dimana karyawan atau user tidak memiliki kepentingan tidak dapat mengambil
atau mengakses data tersebut (Aviana, 2012).
Menurut Romney dan Steinbart (2009) Pengendalian Internal adalah
rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk menjaga asset,
memberikan informasi yang akurat dan andal mendorong dan memperbaiki
efisiensi jalannya organisasi, serta mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang
telah ditetapkan.
10
Dilihat dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
Pengendalian Internal merupakan suatu proses yang dipengaruhi oleh aturan
direksi, manajemen dan personal lainnya yang di susun untuk memberikan
keyakinan yang memadai yang berhubungan dengan pencapaian tujuan
berikut ini: keandalanlaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi dan
ketaatan terhadap hukum dan peraturan.
2.2.2 Tujuan Pengendalian Internal
Pengendalian internal dalam perusahaan dibuat untuk membantu agar
organisasi lebih berhasil dalam mencapai tujuan tujuan perusahaan, dan juga
memperhatikan aspek biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang
diharapkan.Tujuan dari
pengendalian internal itu sendiri adalah untuk
memberikan keyakinan memadai dalam mencapai tujuan. Menurut Institut
Akuntan Publik Indonesia (2011) tujuan sistem pengendalian internal adalah
sebagai berikut:
(1) Keandalan laporan keuangan,
(2) Efektifitas dan efisiensi operasi,
(3) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Menurut AICPA, Pengendalian Intern itu meliputi struktur organisasi dan
semua cara-cara serta alat-alat yang dikoordinasikan yang digunakan di dalam
perusahaan dengan tujuan untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan,
memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi,memajukan efisiensi di dalam
usaha, dan membantu mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah
ditetapkan lebih dahulu.
11
2.2.3 Komponen Pengendalian Internal
Setiap perusahaan memiliki karakteristik atau sifat khusus yang berbeda
karena perbedaan karakteristik tersebut.Pengendalian internal yang baik pada
suatu perusahaan belum tentu baik pada perusahaan lainnya pleh sebab itu untuk
menciptakan suatu pengendalian internal harus diperhatikan faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi tujuan perusahaan secara keseluruhan.Pengendalian internal
yang baik harus memenuhi beberapa kriteria atau unsur.
Menurut COSO dalam Arens (2008), Internal control terdiri dari 5
komponen yang saling terkait, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
Control Environment
Risk Assessment
Control Activities
Information and communication
Monitoring
Penjelasan elemen-elemen pengendalian internal tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Lingkungan pengendalian (Control Environment)
Lingkungan
mempengaruhi
pengendalian
kesadaran
menetapkan
pengendalian
corak
suatu
organisasi,
orang-orangnya.Lingkungan
pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian
intern, menyediakan disiplin dan struktur.Lingkungan pengendalian
menyediakan arahan bagi organisasi dan mempengaruhi kesadaran
pengendalian dari orang-orang yang ada di dalam organisasi tersebut.
Beberapa faktor yang berpengaruh di dalam lingkungan pengendalian
antara lain integritas dan nilai etik, komitmen terhadap kompetensi, dewan
direksi dan komite audit, gaya manajemen dan gaya operasi, struktur
organisasi, pemberian wewenang dan tanggung jawab, praktik dan
12
kebijkan SDM. Auditor harus memperoleh pengetahuan memadai tentang
lingkungan pengendalian untuk memahami sikap, kesadaran, dan tindakan
manajemen, dan dewan komisaris terhadap lingkungan pengendalian
intern, dengan mempertimbangkan baik substansi pengendalian maupun
dampaknya secara kolektif.
Berdasarkan rumusan COSO di atas, bahwa lingkungan pengendalian
didefinisikan sebagai seperangkat standar, proses, dan struktur yang
memberikan dasar untuk melaksanakan pengendalian internal di seluruh
organisasi.
Lingkungan pengendalian terdiri dari :
a. Integritas dan nilai etika organisasi
Merupakan hal yang penting bagi pihak manajemen untuk menciptakan
struktur orgganisasi yang menekankan pada integritas sebagai prinsip
dasar beroperasi, dengan secara aktif mengajarkan dan mempraktikan.
b. Komitmen terhadap kompetensi
Kecakapan
atau
keahlian merupakan
menjadi
ketentuan
sebagai
persyaratan yang ditetapkan oleh direksi di lingkungan pengendalian
sebagai suatu nilai yang mendasar dalam menilai komitmen terhadap
kompetensi.
c. Dewan komisaris dan komite audit
Terdiri dari kesadaran terhadap pengendalian yang tercermindari reaksi
yang ditunjukan oleh manajemen dari berbagai jenjang organisasi terutama
dari dewan komisaris dan komite audit atas kelemahan pengendalian. Jika
13
manajemen segera melakukan tindakan maka akan terlihat komitmen
terhadap penciptaan lingkungan pengendalian yang baik.
d. Filosofi dan gaya operasi
Melalui aktivitasnya manajemen memberikan isyarat mengenai betapa
pentingnya pengendalian internal.
e. Struktur organisasi
Perusahaan menggambarkan alur tanggung jawab dan wewenang.Dengan
memahami struktur organisasi klien, auditor dapat memahami elemenelemen manajemen dan fungsional dari suatu bisnis dan dapat menilai
bagaimana pengendalian dapat dilaksanakan.
f. Pelimpahan dan tanggungjawab
Dilakukan apabila seorang pimpinan, pelimpahan wewenang dan tanggung
jawab diwujudkan secara tertulis dalam uraian tugas yang ditetapkan oleh
perusahaan sesuai dengan kedudukannya dalam struktur organisasi.
g. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia
Hal yang paling penting dalam pengendalian internal adalah sumber daya
manusia yang melaksanakannya.Jika seluru pegawai berkompeten dan
dapat dipercaya, pengendalian lainya dapat dikurangi.
2.
Perkiraan Risiko (Risk Assesment)
Penaksiran risiko adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko
yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk
menentukan
bagaimana
risiko
harus
dikelola..Manajemen
risiko
menganalisis hubungan risiko asersi spesifik laporan keuangan dengan
14
aktivitas seperti pencatatan, pemrosesan, pengikhtisaran, dan pelaporan
data-data keuangan.Risiko yang relevan dengan pelaporan keuangan
mencakup peristiwa dan keadaan intern maupun ekstern yang dapat terjadi
dan secara negatif mempengaruhi kemampuan entitas untuk mencatat,
mengolah, meringkas, dan melaporkan data keuangan konsisten dengan
asersi manajemen dalam laporan keuangan. Risiko dapat timbul atau
berubah karena berbagai keadaan, antara lain perubahan dalam lingkungan
operasi, personel baru, sistem informasi yang baru atau yang diperbaiki,
teknologi baru, lini produk, produk, atau aktivitas baru, restrukturisasi
korporasi, operasi luar negeri, dan standar akuntansi baru.
3.
Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu
memastikan bahwa arahan manajemen dilaksanakan.Aktivitas tersebut membantu
memastikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi risiko dalam
pencapaian tujuan entitas sudah dilaksanakan.Aktivitas pengendalian mempunyai
berbagai tujuan dan diterapkan diberbagai tingkat organisasi dan fungsi. Aktivitas
pengendalian umumnyadibagi menjadi empat jenis, yaitu:
a. Pemisahan tugas yang memadai
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam pemisahan tugas dan
tanggung jawab untuk mengurangi kecurangan dan kesalahan yaitu;
pemisahan pengawasan asset dari fungsi akuntansi, pemisahan
otorisasi transaksi dengan fungsi pengawasan dari asset yang
15
bersangkutan, pemisahan tanggung jawab operasi dan pencatatan,
pemisahan bagian informasi tekhnologi dengan penggunanya.
b. Otorosisasi yang sesuai atas transaksi dan aktivitas
Setiap transaksi harus di otorisasi dengan benar untuk memenuhi
tujuan pengendalian
c. Dokumen dan catatan yang memadai
Dokumen dan pencatatan merupakan catatan yang memuat transaski
serta mengikhtisarkannya. Termasuk didalamnya tagihan penjualan,
purchase order, jurnal penjualan, dan lain-lain.
d. Pengendalian fisik dan aktiva dan catatan
Untuk melaksanakan pengendalian yang baik, aset dan pencatatan
harus diawasi. Aset yang tidak dijaga dapat dicuri. Pencatatannya yang
tidak diawasi dapat dicuri, dirubah, dihancurkan, atau hilang yang
mengganggu proses-proses akuntansi dan opersi bisnis.
Berdasarkan rumusan COSO, bahwa aktivitas pengendalian adalah
tindakan-tindakan yang ditetapkan melalui kebijakan-kebijakan dan
prosedur-prosedur yang membantu memastikan bahwa arahan manajemen
untuk mengurangi risiko terhadap pencapaian tujuan dilakukan.
4.
Informasi dan Komunikasi
Informasi dan komunikasi adalah pengidentifikasian, penangkapan, dan
pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan
orang melaksanakan tanggung jawab mereka.Sistem informasi yang
relevan dalam pelaporan keuangan yang meliputi sistem akuntansi yang
16
berisi metode untuk mengidentifikasikan, menggabungkan, menganalisa,
mengklasikasi, mencatat, dan melaporkan transaksi serta menjaga
akuntabilitas asset dan kewajiban.Komunikasi meliputi penyediaan
deskripsi tugas individu dan tanggung jawab berkaitan dengan struktur
pengendalian
intern
dalam
pelaporan
keuangan.
Auditor
harus
memperoleh pengetahuan memadai tentang sistem informasi yang relevan
dengan pelaporan keuangan untuk memahami :
a) Golongan transaksi dalam operasi entitas yang signifikan bagi laporan
keuangan
b) Bagaimana transaksi tersebut dimulai
c) Catatan akuntansi, informasi pendukung, dan akun tertentu dalam
laporan keuangan yang tercakup dalam pengolahan dan pelaporan
transaksi
d) Pengolahan akuntansi yang dicakup sejak saat transaksi dimulai sampai
dengan dimasukkan ke dalam laporan keuangan, termasuk alat
elektronik yang digunakan untuk mengirim, memproses, memelihara,
dan mengakses informasi.
5.
Pemantauan
Pemantauan merupakan proses pengawasan dan penetapan kualitas kinerja
pengendalian internal sepanjang waktu. Pemantauan mencakup penentuan
desain dan operasi pengendalian tepat waktu dan tindakan perbaikan yang
dilakukan.Proses ini dilaksanakan melalui aktivitas pemantauan secara
terus menerus , evaluasi secara terpisah atau kombinasi diantara kaduanya.
17
2.2.4 Keterbatasan Pengendalian Internal
Adanya suatu pengendalian di dalam suatu perusahaan dimaksudkan untuk
menciptakan suatu alat yang dapat membantu tercapainya pelaksanaan usaha yang
efektif dan efisien, serta untuk membatasi kemungkinan terjadinya pemborosan
dan penyelewengan. Namun pengendalian internal tidak dapat mencegah secara
total kekurangan dan pemborosan yang mungkin terjadi dalam suatu perusahaan.
Pelaksanaan struktur pengendalian internal yang efektif dan efsien
haruslah mencerminkan keadaan yang ideal.Namun dalam kenyataannta hal ini
sulit untuk dicapai, karena dalam pelaksanaannya struktur pengendalian internal
mempunyai keterbatasan-keterbatasan.
Keterbatasan-keterbatasan yang ada mungkin terjadi sebagai hasil dari
penetapan tujuan-tujuan yang menjadi prasyarat untuk pengendalian internal tidak
tepat, penilaian manusia dalam mengambil keputusan yang dapat salah dan bisa
saja faktor kesalahan/kegagalan manusia sebagai pelaksana, kemampuan
manajemen
untuk
mengesampingkan
pengendalian
internal,
kemampuan
manajemen, personel lainnya, ataupun pihak ketiga untuk menghindari kolusi, dan
juga perstiwa-peristiwa eksternal yang berada di luar kendali organisasi.
Sistem pengendalianInternal yang efektif tidak memberikan jaminan
absolut akan tercapainya tujuan perusahaan. Secara sederhananya dapat dikatakan
bahwa Sistem pengendalian Internal yang handal tidak bisa mengubah manajer
yang buruk menjadi bagus. Akan tetapi Sistem Pengendalian Internal yang handal
dan efektif dapat memberikan informasi yang tepat bagi manajer maupun dewan
18
direksi yang bagus untuk mengambil keputusan maupun kebijakan yang tepat
untuk pencapaian tujuan perusahaan yang lebih efektif pula.
2.3 Pengertian Efektifitas
Pengertian efektivitas menurut Komarudin (1994) adalah:
”Suatu keadaan yang menunjukkan tingkatan keberhasilan (atau kegagalan)
kegiatan manajemen dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan lebih
dahulu. Tercapainya tujuan manajemen (artinya manajemen yang efektif)
tidak selamanya disertai dengan efisiensi yang maksimum. Dengan
perkataan lain manajemen yang efektif tidak selalu perlu disertai manajemen
yang efisien.”
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas merupakan ukuran
suatu organisasi dalam pencapaian tujuan.
2.3.1 Pengertian Kinerja
Sebelum membahas pengertian kinerja, terlebih dahulu dijelaskan bahwa
suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan harus melalui sarana
dalam bentuk organisasi yang digerakkan oleh sekelompok orang (group of
humanbeing) yang berperan aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai tujuan
lembaga atau organisasi yang bersangkutan. Tujuan dapat tercapai apabila ada
upaya para pelaku organisasi tersebut. Hunbungan antara kinerja perorangan
dengan kinerja lembaga atau kinerja perusahaan sangat erat. Dengan pengertian
bila kinerja pegawaibaik, maka kemungkinan besar kinerja perusahaan juga baik.
19
Kinerja seorang karyawan/pegawai akan lebih baik bila dia memunyai
keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja karena digaji atau diberi upah sesuai
dengan perjanjian, memunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik.
Mengenai gaji dan adanya harapan masa depan lebih yang baik merupakan hal
yang dapat menciptakan motivasi
seorang pegawai bersedia melaksanakan
kegiatan kerja dengan kinerja yang baik. Bila sekelompok pegawai dan atasannya
mempunyai
kenerja
yang
baik,
maka
akan
berdampak
pada
kinerja
perusahaan/kantor yang baik pula.
Kinerja dapat diartikan sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang dibebankan
kepadanya, sementara mereka mengharapkan umpan balik atas hasil kerja yang
telah dilaksanakannya.Handoko (2000) mengungkapkan bahwa seseorang
pegawai berhasil atau tidak berhasil dalam pelaksanaan tugasnya, maka pemimpin
harus memberi pengakuan yang tulus dan menghargainya dengan berbagai bentuk
penghargaan. Karena naluri manusia terkadang lebih cenderung untuk mendapat
pujian atau sanjungan pada saat ia melakukan suatu aktivitas. Nilai suatu pujian
akan berefek pada peningkatan kualitas kerja yang pada dasarnya adalah bahwa
seseorang mengiginkan hak-haknya tersebut dihargai dan dihormati walaupun
pada dasarnya tingkat suatu pekerjaan tersebut terbilang rendahan.
Hasibuan (2003) menyatakan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang
dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya
yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan.
20
Kinerja dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, tergantung kepada
tujuan masing-masing organisasi (misalnya untuk profit ataukah untuk customer
satisfaction) dan juga tergantung pada bentuk organisasi itu sendiri (organisasi
publik, swasta, bisnis, sosial atau keagamaan). Kinerja sering dihubungkan
dengan tingkat produktivitas yang menunjukkan resiko input dan output dalam
organisasi, bahkan dapat dilihat dari sudut kinerja dengan memberikan penekanan
pada nilai efesiensi yang dikaitkan dengan kualitas output yang dihasilkan oleh
para pegawai berdasarkan beberapa standar yang telah ditetapkan sebelumnya
oleh organisasi yang bersangkutan Faustino(1999).
Soeprihanto (2000), kinerja adalah hasil kerja seorang karyawan selama
periode tertentu dibandingkan dengan berbagai standar target/sasaran atau kriteria
yang telah disepakati bersama. Mathis dan Jakson (2002), kinerja adalah apa
yang dilakukan karyawan, sehingga ada yang mempengaruhi kombinasi karyawan
organisasi antara lain:
a. Kuantitas out put
b. Kualitas out put
c. Jangka waktu out put
d. Kehadiran ditempat kerja
e. Sikap koperatif
1. Indikator Penilaian Kinerja
Terdapat banyak pendapat tentang indikator atau butir-butir penilaian kinerja.
Adapun indikator atau butir penilaian kinerja tersebut diantaranya:
21
a.
Mc. Clelland (1976) dalam Martoyo (2000), menguraikan bahwa
prestasi kerja atau kinerja memiliki beberapa karakteristik tertentu yang
dapat dikembangkan antara lain; menyukai pengambilan risiko dan
tantangan, memunyai kecenderungan menetapkan tujuan, memunyai
kebutuhan yang kuat akan pekerjaan, memunyai ketrampilan dalam
perencanaan
b.
Peraturan Pemerintah RI No. 10 tahun 1979 tentang Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil dalam pasal 4 ayat 2 bahwa
dalam daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan unsur-unsur yang dinilai
adalah kesetiaan, prestasi kerja, tanggungjawab,
kerjasama,
prakarsa,
dan
kepemimpinan.
ketaatan, kejujuran,
Unsur
kepemimpinan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dinilai bagi Pegawai Negeri
Sipil yang berpangkat Penata gololongan ruang III/a ke atas yang
memangku suatu jabatan.
c.
Cascio (1995), mengajukan sejumlah indikator untuk melihat kinerja
karyawan, yaitu time standards, productivity standards, cost standards,
quality standards, bhavioral standards.
Menurut Sulistiyanti (2003) yang menjadi indikator dalam variabel
Kinerja Karyawan sebagai berikut:
1) Prestasi kerja, yaitu hasil kerja karyawan baik kualitas maupun kuntitas, sesuai
standar yang ditetapkan organisasi.
22
2) Disiplin kerja, yaitu kepatuhan karyawan terhadap ketentuan organisasi dan
ketepatan waktu penyelesaian tugas/pekerjaan sesuai standar waktu yang telah
ditetapkan.
3) Efektivitas dan Efisiensi kerja, yaitu kemampuan memanfaatkan segala sumber
daya organisassi secara tepat, sehinga tugas-tugas dapat diselesaikan tepat
waktu dan hasil masimal.
4) Tanggung jawab, yaitu kesiapan karyawan dalam mengemban tugas dan
kewenangan sesuai dengan jabatan yang dipangkunya, termasuk kesiapan
menangung segala akibat yang terjadi dari pekerjaanya.
5) Hubungan antar sesama, yaitu kemampuan untuk memilihara hubungan yang
harmonis antar sesama karyawan dan hubugan antar atasan dengan bawahan
dalam rangka meningkatkan kerja sama.
2. Penilaian/Pengukuran Kinerja
Salah satu unsur manajemen sumber daya manusia adalah
pengembangan. Hal ini akan maksimal jika ada informasi awal dari kinerja
pegawai yang akan dikembangkan. Fungsi penilaian kinerja sangat penting
untuk dilakukan oleh seorang atasan, karena hasil penilaian tersebut akan
digunakan untuk memperbaiki keputusan-keputusan yang akan atau telah
diambil
oleh
personalia
dan
memberikan
umpan
balik
kepada
karyawan/pegawai tentang kinerja pegawai.
Penilaian kinerja adalah alat yang berfaedah tidak hanya untuk
mengevaluasi kerja dari karyawan, tetapi juga mengembangkan dan
memotivasi kalangan karyawan. Sayangnya penilaian kinerja juga dapat
23
menjadi sumber kerisauan dan frustasi bagi manajer dan karyawan, hal ini
kerap disebabkan oleh berbagai ketidakpastian dan ambiguitas di seputar
sistem penilaian kinerja. Pada intinya penilaian kinerja dapat dianggap
sebagai alat untuk menverifikasi bahwa individu-individu mengelola prestasi
kerja mereka Simamora(1997)
Dale (2002) penilaian kinerja adalah suatu sistem yang digunakan
untuk menilai atau mengetahui apakah pegawai telah melaksanakan
pekerjaannya masing-masing secara keseluruhan.
As’ad (2003) yang mengutip pendapat Meiner, menjelaskan bahwa
kriteria umum yang sering digunakan sebagai kriteria pengukuran kinerja
yaitu kualitas, kuantitas, waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang, absensi
dan keselamatan dalam menjalankan pekerjaan. Penilaian kinerja dapat
meliputi kualitas dan kuantitas, daerah kerja organisasi, perencanaan
organisasi, pengetahuan pegawai dan ketepatan waktu.
Brittel dan Newstrom (dalam Dale, 2002) mengatakan bahwa
pengukuran kinerja digunakan untuk:
a. Menjadikan pegawai agar berperilaku positif atau memperbaiki tindakan
yang dibawah standar.
b. Sebagai bahan penilaian bagi manajemen, apakah mereka telah bekerja
dengan baik atau tidak.
c. Memberikan dasar yang kuat bagi pembuatan kebijakan untuk
meningkatkan organisasi.
24
Manullang (2001) menyatakan bahwa penilaian prestasi adalah suatu
metode bagi manajemen untuk membuat suatu analisa yang adil dan jujur
tentang nilai karyawan bagi organisasi. Selanjutnya dikatakan bahwa
penilaian prestasi kerja meliputi bukan saja kualitas kerja tetapi juga watak,
kelakuan, dan kuantitas pribadi karyawan.
Martoyo (2000) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan penilaian
prestasi kerja (performance apprasial) adalah proses melalui dimana
organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja tersebut dilaksanakan
dengan baik, tertib dan benar, dapat mermbantu meningkatkan loyalitas
organisasi dan para karyawan.
Penilaian hendaknya memberikan suatu gambaran akurat mengenai
prestasi kerja karyawan. Untuk mencapai tujuan ini, sistem-sistem penilaian
harus memunyai hubungan dengan pekerjaan (job-related), memunyai
standar-standar dan menggunakan berbagai ukuran yang dapat diandalkan.
Job-related berarti bahwa sistem menalai perilaku kritis yang mewujudkan
keberhasilan perusahaan. Sedangkan sustu sistem disebut praktis bila
dipahami atau dimengerti oleh para karyawan Handoko (1999).
Siagian (1996) mengemukakan bahwa penilaian pekerjaan adalah
prosedur yang sistematik untuk menentukan nilai relatif dari berbagai
pekerjaan dalam suatu organisasi, tujuannya adalah untuk menentukan
pekerjaan mana yang dibayar lebih tinggi atau lebih rendah dari pekerjaanpekerjaan lain. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah
25
besar
kecilnya
tanggung
jawab
pelaksanaannya,
pengetahuan
atau
keterampilan yang dituntut, berat ringannya upaya yang harus dikerahkan dan
kondisi pekerjaan yang harus dipenuhi.
Notoatmodjo (2003) mengemukakan bahwa prestasi kerja adalah
penting dalam suatu organisasi dalam rangka mengembangkan sumber daya
manusia. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan manajer dan memberikan
umpan balik kepada para karyawan tentang kegiatan mereka.
3. Teknik Penilaian Kinerja
Dari penilaian kinerja diharapkan adanya suatu gambaran yang akurat
mengenai keadaan kinerja pegawai. Untuk mencapai tujuan ini, sistem
penilaian harus memunyai standar pelaksanaan kerja yang berhubungan
dengan hasil yang digunakan.
As’ad (2004) ada beberapa metode yang digunakan untuk mengukur
kinerja pegawai yang dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu:
1. Subjective prosedure: Prosedur ini meliputi penilaian atau pertimbanganpertimbangan terhadap kecakapan kerja karyawan yang dilakukan oleh
atasan, bawahan dan diri sendiri. Meode ini terdiri dari:
1)
Rating scale: adalah suatu metode rating (penilaian) yang dilakukan
oleh atas terhadap pegawai berdasarkan sifat-sifat dan karakteristik
dari macam pekerjaan dan orangnya. Prosedur ini meliputi skala
grafik, skala multiple-step dan skala bahavioural.
26
2)
Cheklist: merupakan suatu prosedur penilaian dengan memberikan
daftar pertanyan-pertanyaan khusus dan diminta melaporkan secara
ringkas mengenai perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan
pegawai, baik yang sudah atau belum tampak. Prosedur ini meliputi
weighted checklist dan forced-choice checklist.
3)
Employee comparison: adalah prosedur perilaku dengan cara
membandingkan secara sistematis anatara pegawai yang satu dengan
yang
lainnya
berdasarkan
dimensi-dimensi
pekerjaan
atau
mengurutkan pegawainya (yang dinilai) dari yang paling rendah ke
paling tinggi. Prosedur ini terdiri dari alternative ranking, paired
comparison dan forced distribution.
4)
Critical incident (metode insiden kritis): merupakan metode dengan
penilaian dengan melibatkan seorang supervisor untuk mencatat
semua kejadian atau perilaku pegawai yang biasa maupun yang luar
biasa dari kejadian sehari-hari.
5)
Group appraisal: merupakan prosedur penilaian yang dilakukan oleh
atasan pada karyawan yang bersangkutan ditambah dua atau empat
supervisor lainnya dengan tujuan agar dalam proses penilaian, mereka
yang betul-betul mengerti tentang kesuksesan kerja karyawan bias
memberikan sumbangan pemikiran.
6)
Essay evalution: merupakan prosedur penilaian demana penilaian
diminta untuk menuliskan asay yang isinya menggambarkan
kemampuan dan kelemahan setiap personil/ pegawai.
27
2. Direct measure Merupakan penilaian yang dilakukan secara langsung
dimana dalam halini prestasi kerja masing-masing pekarjaan berbeda
dalam kaitanny dengan produktivitas.
3. Proficiency testing merupakan penilaian yang dilakukan dengan menguji
keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan/pegawai
dalam pekerjaannya.
2.4 Efektifitas Peningkatan Kinerja Karyawan
Menurut Sumaryadi (2005) berpendapat dalam bukunya “Efektivitas
Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah” bahwa: Organisasi dapat dikatakan
efektif bila organisasi tersebut dapat sepenuhnya mencapai sasaran yang telah
ditetapkan. Efektivitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan
operatif dan operasional.Dengan demikian pada dasarnya efektivitas adalah
tingkat
pencapaian
tujuan
atau
sasaran
organisasionalsesuai
yang
ditetapkan.Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yangdilakukan, sejauh mana
seseorang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini dapat
diartikan, apabila sesuatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan
yang direncanakan, dapat dikatakan efektif tanpa memperhatikan waktu, tenaga
dan yang lain.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa efektifitas selalu berkaitan
dengan pencapaian tujuan.Jadi, suatu perusahaan dapat dikatakan telah beroperasi
dengan baik apabila telah dapat mencapai tujuan yang ditetapkan.
28
2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Menurut A. Dale Timple dalam Mangkunegara (2006) terdapat
beberapa faktor dlam kinerja yang terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal.
Berdasarkan hal tersebut maka akan dijelaskan sebagai berikut:
“Faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal,
faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang berhubungan dengan sifatsifat seseorang.Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan.Seperti
perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau
pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi.”
Faktor internal dan faktor eksternal diatas merupakan jenis-jenis atribusi
yang mempengaruhi kinerja seseorang.Jenis-jenis atribusi yang dibuat oleh para
pegawai meiliki sejumlah akibat psikologis dan berdasarkan kepada tindakan.
Seorang karyawan yang menganggap kinerjanya baik berasal dari faktor-faktor
internal seperti kemampuan atau upaya.Secara psikologis kemampuan pegawai
terdiri dari kemampuan potensi dan kemampuan realita (pendidikan).Oleh karena
itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
Dari uraian di muka maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja individu
adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan
standar kerja yang telah ditentukan. Hal tersebut akan tercapai apabila didukung
oleh atribut individu, upaya kerja (work effort) dan didukung oleh organisasi.
2.5.1 Penilaian Kinerja Karyawan
Untuk mengetahui kinerja karyawan maka perlu dilakukan suatu penilaian
kinerja yang disebut dengan performance apppraisal yang diistilahkan sebagai
penilaian kinerja atau penilaian prestasi kerja karyawan.
Wilson Bangun (2012) mendefinisikan penilaian kinerja yaitu:
29
”Penilai kinerja adalah proses yang dilakukan organisasi untuk
mengevaluasi atau menilai keberhasilan karyawan dalam melaksanakan
tugasnya. Penilaian dapat dilakukan dengan membandingkan hasil kerja
yang dicapai karyawan dengan standar pekerjaan.”
Berdasarkan definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa penilaian
kinerja karyawan merupakan suatu proses penilaian yang dilakukan oleh pihak
perusahaan dengan tujuan untuk memotivasi kayawan dalam mencapai sasaran
organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan
sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan.
Ada beberapa pengukuran kinerja pegawai menurut Gomes (2003),
indikator-indikator kinerja pegawai adalah sebagai berikut :
1. Quantity of work : Jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode
waktu yang ditentukan
2. Quality of work : Kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat
kesesuaian dan kesiapannya.
3. Job Knowledge : Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan
keterampilannya.
4. Creativeness : Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dari tindakantindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
5. Cooperation : Kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesame
anggota organisasi).
6. Dependability : Kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan
penyelesaian kerja tepat pada waktunya.
7. Intiative : Semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam
memperbesar tanggung jawabnya.
30
8. Personal Qualities : Menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan, dan integritas pribadi.
Pada umumnya orang-orang yang berkecimpung dalam manajemen
sumber daya manusia sependapat bahwa penilaian ini merupakan bagian penting
dari seluruh proses kekaryaan karyawan yang bersangkutan. Hal ini penting juga
bagi perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja.Bagi karyawan, penilaian
tersebut berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemanpuan,
kelebihan, kekurangan, dan potensi yang pada gilirannya bermanfaat untuk
menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karir. Dan bagi organisasi
atau perusahaan sendiri, hasil penilaian tersebut sangat penting artinya dan
peranannya dalam pengambilan keputusan tentang berbagai hal, seperti
identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, recruitment, seleksi,
program pengenalan, penempatan, promosi, sistem imbalan dan berbagai aspek
lain dari proses peningkatan kinerja karyawan secara efektif.
2.5.2 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja Karyawan
Menurut WilsonBangun (2012)Bagi suatu perusahaan penilaian kinerja
karyawan memiliki berbagai manfaat antara lain:
1. Evaluasi Antar Individu dalam Organisasi
Penilaian kinerja dapat bertujuan untuk menilai kinerja setiap individu
dalam organisasi. Tujuan ini dapat memberi manfaat dalam menentukan
jumlah dan jenis kompensasi yang merupakan hak bagi setiap individu
dalam organisasi. Kepentingan lain atas tujuan ini adalah sebagai dasar
31
dalam memutuskan pemindahan pekerjaan (job transfering) pada posisi
yag tepat, promosi pekerjaan, mutasi atau demosi sampai tindakan
pemberhentian.
2. Pengembangan Diri Setiap Individu dalam Organisasi
Penilaian kinerja pada tujuan ini bermanfaat untuk pengembangan
karyawan. Setiap individu dalam organisasi dimulai kinerjanya, bagi
karyawan yang memiliki kinerja rendah perlu dilakukan pengembangan
baik melalui pendidikan maupun pelatihan.
3. Pemeliharan Sistem
Berbagai sistem yang ada dalam organisasi, setiap subsistem yang ada
saling berkaitan satu subsistem dengan subsistem lainnya. Salah satu
subsistem yang tidak berfungsi dengan baik akan mengganggu jalannya
subsistrem yang lain. Oleh karena itu sistem organisasi perlu dipelihara
dengan baik. Tujuan pemeliharaan sistem akan memberi beberapa manfaat
antara lain, pengembangan perusahaan dari individu, evaluasi pencapaian
tujuan oleh individu atau tim, perencanaan sumber daya manusia,
penentuan dan identifikasi kebutuhan pengembangan organisasi, dan audit
atas sistem sumber daya manusia.
4. Dokumentasi
Penilaian kinerja akan memberi manfaat sebagai dasar tindak lanjut dalam
posisi pekerjaan karyawan di masa akan datang. Manfaat penilaian kinerja
disini berkaitan dengan keputusan-keputusan manajemen sumber daya
manusia dan sebagai kriteria untuk pengujian validitas.
32
Dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja dilakukan untuk menekankan
perilaku yang tidak semestisnya dan untuk menegakkan perilaku yang smestinya
diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan,
baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.
2.5.3 Sistem Penilaian Kinerja Karyawan
Suatu sistem penilaian kinerja yang baik harus menggambarkan kondisi
yang sesungguhnya dari kinerja karyawan yang dinilai. Penilaian kinerja bukan
hanya untuk mengidentifikasikan kekurangan yang ada akan tetapi harus dapat
menujukan kelebihan-kelebihan yang dicapai. Sehingga dapat mendorong
karyawan untuk berprestasi lebih baik sekaligus untuk menindak lanjuti jika
terdapat kekurangan-kekurangannya.Sistem penilaian yang digunakan harus
memiliki syarat-syarat tertentu.
Menurut Sedarmayanti (2007)syarat sistem penilaian kinerja karyawan
yaitu:
“1. Relevance,
2.Acceptability,
3. Reliability,
4. Sensivity.”
Berdasarkan kutipan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Relevance
33
Sistem penilaian yang diguunakan untuk mengukur hal atau kegiatan yang
ada hubungannya. Hubungan yang ada kesesuaian antara hasil pekerjaan
dan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
2. Acceptability
Hasil dari sistem penilaian dapat diterima dalam hubungan kesuksesan
pelaksanaan pekerjaan dalam organisasi.
3. Reliabilty
Hasil sistem penilaian dapat dipercaya (konsisten dan stabil), reliabilitas
sistem penilaian dipengaruhi beberapa faktor yakni waktu dan frekuensi
penilaian, dalam hubungan dengannya dengan sistem penilaian disebut
memilikki tingkat reliabilitas tinggi apabila dua penilai atau lebih terhadap
karyawan yang sama memperoleh hasil nilai yang relatif sama.
4. Sensivity
Sistem penilaian cukup peka dalam membedakan atau menunjukkan
kegiatan yang berhasil atau sukses. Cukup ataupun gagal atau jelek telah
dilakukan karyawan.
2.5.4 Metode Penilaian Kinerja Karyawan
Neo, et al. (2000), mengemukakan sejumlah pendekatan untuk megukur
kinerja karyawan serta perbandingan secara menyeluruh diantara kinerja
karyawan sebagai berikut :
1. Pendekatan Komparatif
34
Untuk mengukur kinerja berisikan teknik-teknik yang menuntut penilai
membandingkan individu dengan individu lain. Terdapat tiga teknik yang
masuk kedalam pendekatan ini, yaitu :
a. Ranking
b. Forced Distribution
c. Paired comparison (Pembandingan berpasangan)
2. Pendekatan Atribut
Memusatkan perhatiannya pada sejauh mana individu memiliki atribut
tertentu (ciri atau sifat) yang diyakini diperlukan untuk keberhasilan
perusahaan.
3. Pendekatan Keprilakuan
Tiga teknik yang termasuk ke dalam pendekatan keperilakuan (Noe, et al.
2000), yaitu :
a.
Insiden kritis (Critical incidents)
b. Skala penilaian berdasarkan perilaku (Behaviorally Anchored Ratting
Scales/BARS)
4. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objectives/MBO)
Lebih umum digunakan untuk professional dan karyawan manajerial. Proses
MBO secara khusus berisi langkah-langkah sebagai berikut :
a. Tinjauan pekerjaan dan kesepakatan
b. Pengembangan standar kinerja
c. Penetapan tujuan yang terarah
d. Diskusi kinerja yang berkelanjutan
35
2.5.5 Pelaksanaan dan Kendala dan Cara Mengatasi Kendala Penilaian
Kinerja Karyawan
Salah satu hal penting yang harus diputuskan dalam melaksanakan
penilaian kinerja adalah siapa yang akan melakukan penelitian. Keputusan
tersebut dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang akan dinilai orang-orang dan
tujuan dari penilaian itu sendiri.
Menurut Gary Dessler (2005) ada beberapa alternatif penilai yang akan
dipilih oleh perusahaan sebagai pelaksanaan penilaian kinerja yaitu:
”1. Atasan langsung,
2. Bawahan,
3. Rekasn kerja,
4. Kelompok,
5. Diri sendiri,
6. Kombinasi.”
Walaupun seorang atasan sudah ahli dalam menilai kinerja karyawan
tetapi dalam melaksanakan penilaian kinerja terdapat beberapa kendala yang
mungkin terjadi. Menurut Wilson Bangun (2012)mengemukakan bahwa ada
beberapa hal yang menjadi kendala dalam penilaian yaitu:
1. Hello effect merupakan kesalahan yang dilakukan oleh penilai karena
umumnya penilai cenderung akan memberikan indeks prestasi yang baik
bagi karyawan yang dikenalnya atau sahabatnya. Hallo effect terjadi
apabila pendapat pribadi penilai tentang karyawan mempengaruhi
pengukuran prestasi kerja. Sebaiknya terhadap karyawan yang kurang
dikenal penilai memberikan indeks prestasi sedang atau kurang.
2. Kecenderungan Penilaian Terpusat
36
Ada penilai yang enggan memberi nilai kinerja bawahannyabaik atau
buruk sehingga memberikan penilaian rata-rata, walaupun kinerjanya
bervariasi. Kesalahan seperti ini mungkin terjadi karena penilai kurang
informasi, tersedia waktu yang sedikit dalam menilai,serta kurang
pengetahuan yang memadai mengenai faktor yang dinilai.
3. Bias Terlalu Lunak dan Keras
Penilaian terlalu lunak adalah pemberian nilai yang sangat baik atas
kinerja karyawan. Pada sisi lain, ada penilai yang keras hati, enggan
memberikan penilaian sangat baik.
4. Pengaruh Kesan Terakhir
Bila seseorang penilai memebrikan penilaian atas dasar kejadian yang
terjadi terakhir kali. Perlakuan yang terjadi terdahulu bukan merupakan
pertimbangan dalam pemberian nilai. Hal ini terjadi karena kejadian yang
terakhir memberikan kesan atau mudah diingat oleh penilai.
5. Perasangka Penilai
Seorang penilai berprasangka bahwa seorang karyawan suku tertentu
malas bekerja sehingga memberikan penilaian yang kurang baik, padahal
tidak semua suku tertentu tersebut malas. Demikian dapat terjadi pada
faktor-faktor lain.yang dipersangkakan tidak benar sehingga dapat
merugikan karyawan.
6. Kesalahan Kontras
37
Kesalahan kontras adalah penilai menggunakan penilaian kepada
perbandingan kinerja seseorang karyawan ke atas karyawan lainnya, bukan
berdasarkan standar kinerja. Kesalahan ini terjadi karena berpatokan
kepada kinerja karyawan pertama sekali dinilai oleh penilai. Bila penilaian
pertama sekali dilakukan kepada karyawan yang bekerja sangat baik, maka
penilaian berikutnya pada karyawan yang bekerja rata-rata dimasukan
pada kategori kinerja rendah.
7. Kesalahan Serupa dengan Saya
Kesalahan juga dapat terjadi karena penilai terpengaruh atas sifat-sifat
yang serupa atau mirip dengan dirinya. Suatu penilaian yang kurang
objektif, karena seorang karyawan yang dinilai baik karena ada unsur yang
sama dengan sifatnya, tetapi akan berbeda penilaian oleh penilai yang
memiliki sifat berbeda dengan dirinya.
Berbagai kesalahan yang mungkin terjadi dilakukan oleh penilai dapat
diatasi dengan berbagai cara, pertama penilai memastikan dengan benar
bentuk kesalahan yang dilakukan dalam penilaian. Kedua, memahami
secara jelas metode-metode penilaian kinerja. Penilai harus mengetahui
secara jelas kelebihan dan kelemahan setiap metode penilaian. Ketiga,
perlu diberikan umpan balik kepada penilai atas hasil-hasil penilaiannya
dimasa lalu. Dengan demikian, penilai mengetahui bentuk-bentuk
kesalahan yang pernah dilalukan di masa lalu dan merupakan dasar
perbaikan di masa akan datang.
2.5.6 Peningkatan Kinerja Karyawan
38
Menurut Casey Fitts Hawley (2005) cara untuk meningkatan kinerja
karyawan yaitu tidak melihat individu tersebut sebagai sebuah masalah. Namun,
lihatlah masalah yanng dimilikinya. Apakah yang diperlukan oleh seorang
karyawan tersebut agar pada saat bekerja dapat nmengerjakan pekerjaannya
dengan baik dan efektif.
Menurut A. Dale Timple dalam Mangkunegara (2006) cara-cara
meningkatkan kinerja antara lain:
1. Diagnosis, suatu diagnosis yang berguna dapat dilakukan secara informal
oleh setiap individu yang tertarik untuk meningkatkan kemampuannya dan
memperbaiki kinerja. Teknik-tekniknya: refleksi , mengobservasi kinerja,
mendengarkan komentar-komentar orang lain tentang mengapa segala
sesuatu terjadi, mengevaluasi kembali dasar-dasar keputusab masa lalu,
dan mencatat atau menyimpan catatan harian kerja yang dapat membantu
memperluas pencarian manajer penyebab-penyebab kinerja.
2. Pelatihan, setelah gaya atribusional dikenali dan dipahami, pelatihan dapat
membantu manajemen bahwa pengetahuan ini digunakan dengan tepat.
3. Tindakan, tidak ada program dan pelatihan yang dapat mencapai hasil
sepenuhnya tanpa dorongan untuk menggunakannya. Analisa atribusi
kasual harus dilakukan secara rutin sebagai bagian dari tahap-tahap
penilaian kinerja formal.
Meningkatkan Kinerja karyawan adalah hal yang sangat fundamental
untuk mencapai hasil maksimal untuk perushaan dan untuk memberikan
kepuasan kepada para konsumen atau pelanggan. Untuk itu setiap
39
perusahaan perlu meingkatkan kinerja karyawannya agar dapat mencapai
tujuan secara efektif.
2.5.7 PengaruhPengendalian
Internalterhadap
Efektifitas
Kinerja
Karyawan
Faktor sumber daya manusia bagi perusahaan merupakan salah satu unsur
yang sangat penting dalam tujuan perusahaan, begitu pula denganPT. Citra Buana
Sejahtera. Oleh karena itu faktor karyawan berkaitan erat dengan pencapaian
tujuan perusahaan, diamna perusahaan selalu dituntut untuk meningkatkan kinerja
karyawan agar dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.
Seiring dengan perkembangan PT. Citra Buana Sejahtera dengan ruang
lingkup kegiatan yang semakin luas maka PT. Citra Buana Sejahtera
membutuhkan sebuah sistem pengendalian yang kompleks untuk membantu
manajemen dalam melaksanakan tanggung jawabnya.
Sehubungan dalam melakukan penilaian terhadap kinerja karyawanPT.
Citra Buana Sejahtera yang memiliki ruang lingkup yang besar, pihak manajemen
memerlukan bantuan pihak pemeriksa internal untuk melakukan pengendalian.
Pengendalian
internal
dapat
membantu peran manajemen dalam
melakukan penilaian kinerja karyawan dengan mencerminkan kinerja kayawan
pada setiap divisi yang berada di PT. Citra Buana Sejahtera berdasarkan fungsi
dan tugas masing-masing. Pengendalian internal akan meneliti prosedur-prosedur
dalam kegiatan serta pencapaian peningkatan kinerja karyawan. Dari penelitian
yang dilakukan oleh bagian pengendalian internal di PT. Citra Buana Sejahtera
40
maka akan diperoleh penilaian apakah pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan
telah sesuai dengan prosedur dan kebijakan manajemen. Jika terjadi
penyimpangan maka auditor internal akan mengajukan saran-saran perbaikan dan
melakukan evaluasi untuk terus meningkatkan kinerja karyawan.
Seiring dengan adanya perbaikan yang dilakukan oleh perusahaan, maka
kinerja karyawan yang bersangkutan dapat terjaga dan dapat ditingkatkan. Maka
dengan itu, dapat dikatakan bahwa pengendalian internal memiliki peranan yang
sangat penting terhadap efektifitas peningkatan kinerja karyawan.
2.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu
2.7 Kerangka Pemikiran
41
Menurut Romney dan Steinbart (2009) Pengendalian Internal adalah
rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk menjaga asset,
memberikan informasi yang akurat dan andal mendorong dan memperbaiki
efisiensi jalannya organisasi, serta mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang
telah ditetapkan.
Pengendalian internal dalam perusahaan dibuat untuk membantu agar
organisasi lebih berhasil dalam mencapai tujuan tujuan perusahaan, dan juga
memperhatikan aspek biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang
diharapkan.Tujuan dari
pengendalian internal itu sendiri adalah untuk
memberikan keyakinan memadai dalam mencapai tujuan..
Mangkunegara (2011) mendefinisikan kinerja sebagai berikut:
“Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
Definisi kinerja karyawan menurut Hasibuan(2003):
“Kinerja kerja adalah suatu hasil yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya”.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
karyawan adalah suatu hasil kerja seorang karyawan. Dalam suatu proses
atau pelaksanaan tugasnya sesuai dengan tanggung jawabnya dan seberapa
banyak
pengaruhnya
terhadap
pencapaian
tujuan
organisasi.
Dengan
meningkatkan kinerja karyawan maka akan menimbulkan dampak positif
terhadap produktifitas perusahaan, keadaan ini merupakan suatu aktifitas
42
perusahaan yang akan ditingkatkan agar dapat menciptakan iklim organisasi
yang dapat menghasilkan kinerja karyawan yang baik.
PT. Citra Buana Sejahtera menggunakan pengukuran kinerja Employee
Comparation, Metode ini adalah metode penilaian yang dilakukan dengan cara
membandingkan antara kinerja suatu karyawan dengan karyawan lainnya. Jadi
dengan adanya pengukuran kinerja di PT. Citra Buana Sejahtera dengan
menggunakan Employee Comparation, sangat efektif untuk dapat mengukur
kinerja karyawan sehingga apabila kinerja telah diukur, maka dapat dilihat
perbandingan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya, dan apabila
ada kinerja yang kurang baik dapat dilakukan perbaikan.
Seperti yang diketahui bahwa tujuan dari pengendalian internal adalah
pencapaian efiktivitas dan efisiensi kinerja dalam perusahaan, yang artinya adalah
membandingkan hasil kinerja yang sesungguhnya dengan suatu tolok ukur yang
ditetapkan untuk mencapai efektivitas.
Oleh sebab itu diperlukan pembagian yang khusus untuk mengawasi dan
mengendalikan kinerja karyawan yang dinamakan pengendalian internal, supaya
efektivitas perusahaan dapat tercapai. Dalam hal ini audit internal dapat menilai
efektivitas kinerja dengan metode penilaian kinerja yang ditetapkan, apakah
kineja dianggap lebih baik atau tidak, jika dianggap belum baik maka saran dan
rekomendasi apa yang akan diberikan untuk memperbaiki kesalahan. Maka dari
itu, dengan adanya audit internal, diharapkan perusahaan dapat mencapai target
yang lebih ditetapkan.
43
2.8 Skema Kerangka Pemikiran
Pengendalian internal dirancang dengan tujuan untuk melindungi harta
benda, meneliti, mendorong efisiensi operasi dan menunjang dipatuhinya
kebijakan dan peraturan perusahaan. Dengan adanya pengendalian internal
yang baik di dalam suatu perusahaan akan menghasilkan kinerja karyawan
yang andal dan efektif sehingga dapat mendorong efisiensi operasi yang
dijalankan perusahaan.
Pengendalian
Internal (X)
Efektivitas Kinerja
Karyawan (Y)
Gambar 2.1
Model Kerangka Pemikiran
2.9 Hipotesis Penelitian
Ho: Pengendalian Internal tidak berpengaruh signifikan terhadap efektivitas
Kinerja Karyawan.
H1: Pengendalian Internal berpengaruh signifikan terhadap efektivitas Kinerja
Karyawan.
Download