TESIS KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM PERTOLONGAN PERSALINAN DI KECAMATAN BORONG KABUPATEN MANGGARAI TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR FRANSISKA NOVA NANUR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS i KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM PERTOLONGAN PERSALINAN DI KECAMATAN BORONG KABUPATEN MANGGARAI TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR FRANSISKA NOVA NANUR NIM 1392161052 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 ii KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM PERTOLONGAN PERSALINAN DI KECAMATAN BORONG KABUPATEN MANGGARAI TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Hasil Penelitian Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana Universitas Udayana FRANSISKA NOVA NANUR NIM 1392161052 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 Lembar Pengesahan iii TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 12 JUNI 2015 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof.Dr.dr. Mangku Karmaya,M.Repro,PA (K) Ni Putu Widarini,SKM, MPH NIP. 19461231196021001 NIP. 197912242005012001 Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana Prof.dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 19481010197702001 NIP.195902151985102001 Tesis Ini Telah Diuji pada iv Tanggal 12 Juni 2015 Panitia Penguji Hasil Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No:……..,Tanggal……………………………. Ketua Anggota : Prof.Dr.dr. Mangku Karmaya,M.Repro,PA (K) : 1. Ni Putu Widarini,SKM, MPH 2. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And 3. Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, MSi 4. Dr. Ni Wayan Arya Utami, M.App. Bsc, PhD v SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Fransiska Nova Nanur NIM : 1392161052 Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Judul Tesis : Kemitraan Dukun dengan Bidan dalam Pertolongan Persalinan di Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur. Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Denpasar, Juni 2015 Yang Membuat Pernyataan FRANSISKA NOVA NANUR NIM.1392161052 vi UCAPAN TERIMA KASIH Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kasih dan anugerah-Nya tesis ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro., PA (K) sebagai Pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program pascasarjana khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada ibu Ni Putu Widarini, SKM, MPH sebagai Pembimbing II dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika. Sp.PD., KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Strata 2 Pascasarjana Universitas Udayana. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis, yaitu Prof. Dr. dr Alex Pangkahila, MSc., Sp. And selaku penguji I, Dr. dr. Dyah vii Pradnyaparamita Duarsa, Msi selaku penguji II, serta dr. Ni Wayan Arya Utami, M.app. Bsc, PhD selaku penguji III yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru serta dosen yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada papa dan mama, kakak Nelci, kakak Vayan dan adik Olga yang telah memberikan semangat dan dukungan mental maupun material sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga kepada Venansius Haryanto, S.Fil, ibu Lambertin Landang, Lira Jenimas, A.md.Keb, dan Yustina Wendi, A.md.Keb yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh partisipan khususnya dukun dan bidan yang membantu terlaksananya proses penelitian khusunya dalam pengambilan data penelitian. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman yang telah memberikan dukungannya sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga. Penulis viii ABSTRAK KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM PERTOLONGAN PERSALINAN DI KECAMATAN BORONG KABUPATEN MANGGARAI TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Revolusi KIA di Provinsi NTT sudah berjalan sejak tahun 2009, akan tetapi tidak berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan masih tingginya proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Manggarai Timur tahun 2013 sebesar 67,69% dan sisanya ditolong oleh tenaga non kesehatan. `Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran kemitraan dukun dengan bidan dan hambatan dalam pelaksanaan kemitraan dukun dengan bidan di Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur. Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif dengan pendekatan grounded theory. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam yang dilakukan pada 10 informan kunci yaitu dukun dan bidan. Wawancara mendalam juga dilakukan pada tokoh masyarakat, tokoh agama, ibu nifas dan pemegang kebijakan. Teknik analisis data dengan thematic analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran kemitraan dukun dengan bidan dilihat dari beberapa hal yaitu tidak ada alokasi anggaran untuk membiayai pelaksanaan program, sarana dan prasarana penunjang kemitraan belum memadai, pembagian peran antara dukun dan bidan dalam pelaksanaan kemitraan sudah jelas, koordinasi antara dukun dan bidan hanya bersifat insidental,pengambilan keputusan hanya dilakukan oleh bidan, tidak ada pertemuan rutin antara dukun dan bidan, adanya dukungan moral dari tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk keberlanjutan program ini. Makna kemitraan yaitu makna bagi kelompok sasaran dan bagi pelaku mitra. Hambatan dalam pelaksanaan kemitraan dukun dengan bidan yaitu: masih ada dukun yang tidak ingin bermitra dengan bidan dalam pertolongan persalinan, masih ada ibu hamil yang tidak ingin bersalin di fasilitas kesehatan, kesulitan transportasi untuk merujuk ibu hamil ke fasilitas kesehatan. Dapat disimpulkan bahwa kemitraan dukun dan bidan di Kecamatan Borong belum berjalan dengan baik. Hambatannya adalah masih ada dukun yang tidak bermitra,hambatan trasportasi, dan hambatan dari ibu hamil itu sendiri. Perlu mengalokasikan dana untuk membiayai program kemitraan, menyediakan transportasi untuk merujuk ibu hamil ke fasilitas kesehatan, diadakan pertemuan koordinasi bidan dan dukun, penyuluhan kepada masyarakat mengenai persalinan di fasilitas kesehatan, masyarakat diharapkan memahami dan menyadari bahwa persalinan di fasilitas kesehatan jauh lebih aman daripada persalinan di rumah. Kata kunci: Kemitraan, dukun dan bidan, pertolongan persalinan, kualitatif ix ABSTRACT PARTNERSHIP BETWEEN TRADITIONAL BIRTH ATTENDANTS (TBAS) AND MIDWIVES IN AID DELIVERY AT SUBDISTRIC BORONG MANGGARAI TIMUR- NTT Maternal and child health revolution in NTT has been running for a long time, but did not go well. This is evidenced by the high proportion of aid delivery by non professional health worker. The proportion of deliveries according to person who assited it in Manggarai Timur regency during 2013 In Manggarai Timur, is as much as 67,69% by professional health worker, and the others by TBA. The goal of this research is to describe and barriers of partnership between TBA and midwife to aid delivery. The study was a qualitative research, approach of grounded theory. In this study using in depth interview as a data collection instrument with some partisipants namely partnered traditional birth attendant, unpartnered traditional birth attendants, midwife, stakeholder, prominent fiugre of religion and society. This Research show many results of partnership between TBA and midwife in Borong subdistric. Those are: lack of money to finance this program, enough facilities and infrastructure, bad transportation, good relation between TBA and midwife, clear role division between partners, unfixed time to do meeting between TBA and and midvife, bad coordination between partners, unclear structural organisation and this program is supported by society and religion figure and society figure. The barriers of this partnership are: some TBAs don’t wish to cooperate with midvife in running delivery, some of pregnant women don’t want to run their delivery in good health facilities and the bad transportation to support this partnership. Conclusion: partnership between TBA and midwife in Borong subdistric are not going well because inadequate infrastructure, there is no organizational structure, coordination incidental, there are no regular meetings, decision-making by only a midwife, there is support from religious leaders and public figure. Based on the data obeve, these points are suggested: the governments have to fund this program, providing enough transportation to take the pregnant woman to good health facilities, doing the coordination meeting between TBA and midwife, giving the reward to partnered TBA, socialiszation to society about the important of delivery in good health facilties and finally society must realize that running delivery in good health facilitis is more comfort than at home. Key words: Partnership, TBA and midwife, the aid of delivery x DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DEPAN…………………………………………….. i HALAMAN SAMPUL DALAM……………………………………………. ii PRASYARAT GELAR……………………………………………………… iii LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………..... iv PENETAPAN PANITIA PENGUJI…………………………………………. v SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT………………………………. vi UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………… .. vii ABSTRAK………………………………………………………………… . ix ABSTRACT………………………………………………………………… . x DAFTAR ISI ................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv DAFTAR TABEL ......................................................................................... xv DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvii BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang....................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 6 1.3 Tujuan .................................................................................... 7 1.3.1 Tujuan Umum ........................................................... 7 1.3.2 Tujuan Khusus........................................................... 7 1.4 Manfaat penelitian .................................................................. 7 1.4.1 Manfaat Praktis ......................................................... 7 1.4.2 Manfaat Teoritis ........................................................ 8 KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka ....................................................................... 2.1.1 Kemitraan Bidan dan Dukun ..................................... 2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemitraan Dukun dengan Bidan ............................................................. xi 9 9 22 2.2 Konsep Penelitian .................................................................. 25 2.2.1 Konsep Kemitraan ..................................................... 25 2.2.2 Konsep Dukun………………………………… ....... 26 2.2.3 Konsep Bidan…………………………………….. .. 26 2.3 Landasan Teori ....................................................................... 27 2.4 Model Penelitian ..................................................................... 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ............................................................ 32 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 32 3.3 Jenis dan Sumber Data .......................................................... 33 3.4 Instrumen Penelitian ............................................................... 34 3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ................................. 35 3.6 Metode dan Teknik Analisis Data .......................................... 36 3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ................ 37 3.8 Keabsahan Data…………………………………………… .. 37 3.9 Etika Penelitian ....................................................................... 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian…………………………. ... 39 4.2 Karakteristik Informan…………………………………......... 42 4.3 Hasil Penelitian dan Pembahasan……………………… ........ 43 4.4 Keterbatasan Penelitian………………………………… ....... 85 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan……………………………………………….. ........ 86 5.2 Saran……………………………………………………… .... 89 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN xii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Model Penelitian ………………………………………………… 31 xiii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Peran Bidan dan Dukun dalam Masa Kehamilan………. 16 Tabel 2.2 Peran Bidan dan Dukun dalam Masa Persalinan….. 17 Tabel 2.3 Peran Bidan dan Dukun dalam Masa Nifas……….. 18 Tabel 3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data………………… 35 Tabel 4.1 Sarana dan Prasarana Kesehatan di Lokasi Penelitian… …. 42 Tabel 4.2 Karakteristik Partisipan……………………………… 43 xiv …. DAFTAR SINGKATAN AKB : Angka Kematian Bayi AKI : Angka Kematian Ibu ASEAN : Asociation South Easth Asian Nation ASI : Air Susu Ibu BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Depkes : Departemen Kesehatan KB : Keluarga Berencana KIA : Kesehatan Ibu dan Anak KK : Kepala Keluarga MDGs : Millenium Development Goals NTT : Nusa Tenggara Timur PTT : Pegawai Tidak Tetap PKK : Pembinaan Kesejahteraan Keluarga Riskesdas : Riset Kesehatan dasar SDKI : Survei Demografi Kesehatan Indonesia TT : Tetanus Toxoid WHO : World Health Organization xv DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Penjelasan kepada calon responden tentang penelitian yang akan dilakukan. Lampiran 2. Formulir persetujuan. Lampiran 3. Pedoman wawancara mendalam dengan dukun yang bermitra. Lampiran 4. Pedoman wawancara mendalam dengan dukun yang tidak bermitra. Lampiran 5. Pedoman wawancara mendalam dengan bidan desa. Lampiran 6. Pedoman wawancara mendalam dengan ibu nifas. Lampiran 8. Pedoman wawancara mendalam dengan kepala desa dan tokoh agama. xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian ibu dan bayi merupakan salah satu indikator kesehatan masyarakat. Setiap tahun di dunia diperkirakan empat juta bayi baru lahir meninggal pada minggu pertama kehidupan dan 529 ribu ibu meninggal karena penyebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan masa nifas. Tingginya kematian ibu dan bayi menunjukkan bahwa pembangunan di bidang kesehatan belum berhasil. Angka kematian ibu tahun 2007 yaitu sebesar 228/100.000 kelahiran meningkat menjadi 359/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 (BPS & Kemenkes, 2012). Angka kematian bayi mencapai 34/1.000 kelahiran hidup di tahun 2007 dan menurun menjadi 32/1.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 (BPS & Kemenkes, 2012). AKI dan AKB di Indonesia belum mencapai target MDGs yang seharusnya dicapai pada tahun 2015 yaitu 102/100.000 kelahiran hidup untuk angka kematian ibu dan 23/1.000 kelahiran hidup untuk angka kematian bayi. Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu Provinsi dengan AKI dan AKB masih di atas target MDGs walaupun program revolusi KIA telah berjalan. Angka kematian ibu di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2007 mencapai 306/100.000 kelahiran hidup menurun menjadi 220/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2011 (Dinkes NTT, 2011). Angka kematian bayi mengalami penurunan dari 57/1.000 kelahiran hidup di tahun 2007 menjadi 45/1.000 kelahiran hidup pada tahun 2011. 1 2 Manggarai Timur merupakan salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Timur dengan angka kematian ibu dan bayi menempati urutan keempat setelah Kabupaten TTU, TTS, dan Sumba Timur. Angka kematian bayi di Kabupaten Manggarai Timur tahun 2012 yang dilaporkan adalah 7,16 per 1000 kelahiran hidup sedangkan pada tahun 2013 mengalami peingkatan menjadi 11,28 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu tahun 2012 yang dilaporkan adalah 217 per 100.000 kelahiran hidup mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 207 per 100.000 kelahiran hidup. Di Kecamatan Borong jumlah kematian ibu yang terlaporkan pada tahun 2014 adalah dua orang dan kematian bayi 14 orang angka ini belum menggambarkan angka kematian sesungguhnya di populasi (Dinkes Manggarai Timur, 2014). Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan, hipertensi pada kehamilan, partus macet, infeksi dan komplikasi aborsi merupakan penyebab langsung kematian ibu di Indonesia. Penyebab tidak langsung adalah proses persalinan yang ditolong oleh tenaga non kesehatan seperti dukun. Keadaan ini ditambah dengan beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko seperti keterlambatan dalam mengambil keputusan, keterlambatan merujuk, keterlambatan penanganan, melahirkan pada umur kurang dari dua puluh tahun atau lebih dari tiga puluh lima tahun, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan memiliki anak yang banyak (Kemenkes, 2011). Strategi untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu di Indonesia adalah melalui program Making Pregnancy Safer (MPS). Program ini memiliki tiga pesan kunci yang meliputi semua ibu yang bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan yang terampil, penanganan yang adekuat untuk setiap komplikasi obstetrik dan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dapat diakses oleh setiap wanita usia 3 subur (Depkes, 2008). Berdasarkan hal ini, maka diperlukan peralihan peran penolong dari tenaga non kesehatan ke tenaga kesehatan terlatih dalam upaya peningkatan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Mulai tahun 2008, dikembangkan program kemitraan bidan dengan dukun. Program ini bertujuan untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi, pemeriksaan kehamilan yang komprehensif, pelayanan rujukan persalinan pada tenaga terlatih dan berkompeten, pengalihan peran dukun menjadi mitra kerja untuk ikut merawat ibu dan bayi dan menjadikan dukun sebagai kader kesehatan (Depkes, 2008). Program kemitraan bidan dengan dukun sangat penting dalam membantu mempercepat penurunan angka kematian ibu akibat komplikasi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Pembagian peran dalam kemitraan ini adalah bidan melakukan semua tindakan dan prosedur medis, sedangkan dukun memiliki peran untuk membacakan doa, menyediakan minuman herbal dan menyediakan perawatan postpartum (UNICEF, 2008). Kemitraan bidan dengan dukun ini merupakan bentuk pengalihfungsian peran dukun yang awalnya menolong persalinan menjadi rekan bidan yang bekerjasama untuk memantau perkembangan kesehatan ibu dan bayi (Depkes, 2008). Bentuk kemitraan bidan dan dukun dalam persalinan adalah dukun mengantarkan calon ibu bersalin ke bidan dan ikut mendampingi ibu saat proses persalinan. Program ini telah berjalan akan tetapi masih ada dukun yang belum bermitra dengan bidan dan proporsi persalinan yang ditolong dukun masih tinggi. Hasil riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga non kesehatan sebanyak 13,1%. Provinsi NTT merupakan salah satu 4 provinsi yang proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan masih tinggi, yaitu menempati urutan ketiga setelah Papua dan Papua Barat. Proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga non kesehatan tahun 2013 di Provinsi NTT dan Kabupaten Manggarai Timur sebanyak 25,92% dan 32,31% (BPS Manggarai Timur, 2014). Kecamatan Borong merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Manggarai Timur dengan proporsi pertolongan persalinan oleh dukun yang tinggi yaitu 21% (BPS Manggarai Timur, 2014). Program kemitraan bidan dengan dukun telah berjalan sejak tahun lama akan tetapi, cakupan pertolongan persalinan oleh dukun masih tinggi dan masih ada dukun yang tidak menjalin kemitraan dengan bidan. Jumlah dukun di Kecamatan Borong tahun 2013 sebanyak 54 orang. Dukun yang menjalin kemitraan dengan bidan di Kecamatan Borong pada tahun 2013 adalah 54 orang sedangkan jumlah dukun tidak menjalin kemitraan dengan bidan sebanyak 14 orang. Banyak kasus yang terjadi pada persalinan yang ditolong dukun tidak terlatih seperti kasus kematian ibu karena infeksi post partum yang terjadi pada awal tahun 2014. Hasil penelitian Salham dkk (2008) mengenai kemitraan bidan dan dukun bayi sebagai upaya alih peran pertolongan persalinan di Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa 15% dukun belum menerima kehadiran bidan oleh karena dukun merasa posisinya tergeser dengan kehadiran bidan di desa, sementara profesi ini merupakan salah satu sumber penghasilan mereka. Keadaan ini menyebabkan mereka mengambil jarak dengan bidan, sehingga tidak terjadi komunikasi diantara mereka.hambatan yang ditemukan dalam bermitra adalah belum ada pembagian 5 tugas yang jelas dan kongkrit tentang kemitraan antara bidan dengan dukun bayi, pada umumnya bidan PTT masih berusia muda, kurang berpengalaman, kurang menguasai adat dan tradisi masyarakat, serta bahasa komunitas di wilayah kerjanya dan masih ada daerah-daerah yang belum tersentuh kehadiran bidan desa dan fasilitas pelayanan kesehatan seperti polindes dan posyandu. Kemitraan yang dilakukan bidan selama ini masih dalam batas pemaknaan transfer knowledge, dan belum mengarah pada ”Alih Peran” pertolongan persalinan secara optimal. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sudirman dan Sakung (2006) mengenai kemitraan bidan dengan dukun bayi dalam menolong persalinan di Kecamatan Palolo menunjukkan bahwa pandangan dukun bayi terhadap bidan tentang cara-cara yang dipraktekkan dalam persalinan 15% mengatakan tidak sesuai dengan kebiasaan yang dilakukan oleh dukun bayi, masih ada dukun yang meragukan kemampuan bidan oleh karena bidan masih berusia muda, kurang berpengalaman dan biaya persalinan cukup tinggi. Alasan yang mendorong peneliti untuk meneliti kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan oleh karena penelitian-penelitian di atas dilakukan pada budaya dan geografis yang berbeda dan belum pernah dilakukan penelitian serupa pada budaya Manggarai. Budaya manggarai belum banyak dipengaruhi oleh modernisasi dan masih banyak daerah yang berpegang kuat pada tradisi. Salah satu tradisi yang masih kuat dalam masyarakat Manggarai hingga sekarang ini adalah praktik pengobatan tradisional. Pemanfaatan dukun dalam pertolongan persalinan merupakan salah satu bentuk praktik pengobatan tradisional yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat Manggarai ditengah perkembangan teknologi kesehatan yang modern. Maka dari itu, pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan 6 mencanangkan program kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan untuk meningkatkan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Program ini telah berjalan, akan tetapi proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan masih tinggi. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan di Kecamatan Borong. 1.2 Rumusan Masalah Kemitraan dukun dengan bidan di Kecamatan Borong sudah berjalan akan tetapi masih ada dukun yang tidak bermitra dan proporsi pertolongan persalinan oleh dukun masih tinggi yaitu 21%. Oleh karena itu perlu dikaji secara lebih mendalam mengenai proses membangun kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan dan untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan di Kecamatan Borong Kabupaten manggarai Timur. Maka pertanyaan penelitiannya adalah: 1.2.1 Bagaimanakah gambaran kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan di Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur? 1.2.2 Bagaimanakah makna kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan di Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur? 1.2.3 Apa saja hambatan dalam pelaksanaan kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan di Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur? 7 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk menggali secara lebih mendalam mengenai gambaran kemitraan dukun dengan bidan, makna kemitraan dukun dengan bidan dan hambatan dalam pelaksanaan kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan di Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur. 1.3.2 Tujuan khusus Penelitian ini untuk mengetahui: 1.3.2.1 Gambaran kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan. 1.3.2.2 Makna kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan. 1.3.2.3 Hambatan dalam pelaksanaan kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis Penelitian mengenai kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan di Kecamatan Borong diharapkan akan menjadi masukkan bagi bidan desa dan pemegang program KIA di puskesmas untuk mengembangkan program dan strategi pendekatan kepada dukun agar ikut menjalin kemitraan dalam pertolongan persalinan sehingga dapat meningkatan derajat kesehatan ibu dan anak. 8 1.4.2 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi yang berguna untuk kepentingan penelitian kuantitatif sehingga dapat dicari kekuatan hubungannya serta dapat digeneralisasi. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kemitraan Bidan dengan Dukun 2.1.1.1 Pengertian Kemitraan bidan dengan dukun adalah bentuk kerjasama antara bidan dan dukun, di mana kerjasama ini harus saling menguntungkan kedua belah pihak dan atas dasar transparansi, kesamaan serta rasa saling percaya untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan bayi. Peran bidan dalam dalam bermitra adalah menolong kelahiran serta mengalihfungsikan dukun yang pada awalnya menolong persalinan menjadi rekan kerja untuk merawat ibu dan bayi (Depkes, 2008). Hasil penelitian Rukmini dan Ristrini (2006) di Provinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa sebagian besar dukun bayi mempunyai hubungan kerjasama dengan bidan di desanya dan hanya terdapat 20% dukun bayi yang tidak membangun hubungan kerjasama dengan para bidan. Kerjasama ini tidak mencakup semua hal yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Di Kabupaten Tuban misalnya, kerjasama ini dibangun hanya khusus untuk pertolongan persalinan. Penelitian lain di Kabupaten Bangkalan, Banjar dan Tanah Laut menunjukkan bahwa antara dukun dengan bidan tidak terjalin kerjasama yang baik karena masih banyak masyarakat yang menggunakan jasa dukun untuk menolong persalinan. Penelitian 9 10 lain yang dilakukan oleh Budiyono dkk (2011) di Kabupaten Demak menunjukkan bahwa ada kerjasama yang baik antara bidan dengan dukun, walaupun masih ada dukun yang belum mau bekerjasama dengan para bidan dalam menolong persalinan. Penelitian Rosmadewi dan Metti (2012) di Puskesmas Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan menunjukkan bahwa kemitraan antara bidan dan dukun sudah terjalin dengan baik. Indikatornya, dukun sudah menyadari bahwa yang mempunyai kewenangan dalam menolong persalinan adalah tenaga kesehatan. Idealnya, kemitraan bidan dengan dukun merupakan bentuk kerjasama yang harus saling menguntungkan dengan menerapkan prinsip keterbukaan, kesetaraan dan kepercayaan. Bentuk kerjasama antara bidan dengan dukun dilakukan sejak kehamilan, persalinan, dan masa nifas di mana antara bidan dan dukun sudah ditetapkan pembagian peran masing-masing dalam bermitra. Di Provinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, bentuk kerjasama antara bidan desa dan dukun bayi terjadi sejak pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, rujukan persalinan yang mengalami komplikasi, merawat ibu pasca melahirkan dan merawat bayi baru lahir. Kerjasama terjadi bila ibu melahirkan meminta bantuan kepada dukun dan bidan secara bersamaan atau bila dukun bayi tidak mampu melakukan pertolongan sendiri (Ristrini & Rukmini, 2006). Di Puskesmas Mranggen I Kabupaten Demak bentuk kerjasama belum ditetapkan secara pasti karena belum tertuang dalam sebuah kesepakatan tertulis. Berdasarkan pemaparan di atas, maka pada hakikatnya kemitraan antara bidan dengan dukun dibangun untuk membantu persalinan. Untuk itu sebagai sebuah 11 bentuk kerjasama yang bertujuan untuk membantu persalinan, maka kemitraan antara dukun dan bidan harus diorganisasi dengan baik sehingga antara kedua belah pihak mengetahui selanjutnya menyadari peran masing-masing dalam membantu persalinan. Prinsipnya adalah kepentingan ibu bersalin menjadi perhatian utama dalam kemitraan yang dibangun. 2.1.1.2 Ruang Lingkup Kemitraan Bidan dan Dukun Ruang lingkup kegiatan kemitraan mencakup masukan, proses dan luaran program. 1. Input Meliputi penyiapan tenaga, penyiapan biaya operasional, penyiapan sarana kegiatan bidan dan saran dukun, serta metode /mekanisme pelaksanaan kegiatan. 2. Proses Proses yang dimaksudkan adalah lingkup kegiatan kerja bidan dan kegiatan dukun.Kegiatan bidan mencakup aspek teknis kesehatan dan kegiatan dukun mencakup aspek non teknis kesehatan. Tugas dukun ditekankan pada alih peran dukun dalam menolong persalinan menjadi merujuk ibu hamil dan merawat ibu nifas dan bayi baru lahir berdasarkan kesepakatan antara bidan dengan dukun. 3. Output Kemitraan bidan dengan dukun adalah pencapaian target upaya kesehatan ibu dan anak antara lain meningkatnya dukungan berbagai pihak (LP/LS) terkait, meningkatnya jumlah bidan dengan dukun yang bermitra, meningkatkan rujukan oleh dukun, meningkatnya cakupan pertolongan persalinan serta meningkatnya deteksi risti / komplikasi oleh masyarakat. 12 2.1.1.3 Prinsip Kemitraan Bidan dan Dukun Kemitraan hanya dapat dibentuk bila ada lebih dari satu orang atau satu organisasi yang akan bekerjasama, dalam hal ini adalah bidan dan dukun bayi. Untuk mencapai suatu kemitraan ada beberapa prinsip yang digunakan: 1. Kesetaraan Kesetaraan yang dimaksud adalah saling menghargai pengetahuan, pengalaman,keberadaan dan keahlian mitranya. Jadi harus dimulai dari menerima mitra apa adanya setara dengan dirinya. 2. Keterbukaan Keterbukaan yang dimaksud adalah kemauan bersama untuk menjelaskan perasaan dan keinginannya serta membicarakan persoalan masing-masing yang masih harus diuji kebenarananya. Antara bidan dan dukun bayi harus dibuat suasana yang tidak membuat satunya merasa lebih rendah, lebih pintar dan lebih mampu. 3. Saling Menguntungkan Kemitraan yang dimaksud adalah tidak ada yang kehilangan atau kerugian yang diterima pada salah satu pihak, tetapi terjadi sinergi dari para pihak. Dengan demikian harus dicari hal apa yang dapat disinergikan dan menyebabkan keuntungan lebih besar untuk para pihak yang bermitra. 13 2.1.1.4 Landasan Kemitraan Bidan dan Dukun Dalam suatu kerjasama yang berprinsip kemitraan ada beberapa landasan yang harus dipenuhi para pihak yang bermitra atau biasa disebut tujuh saling, yaitu: 1. Saling Memahami Kedudukan, Tugas dan Fungsi Bidan memiliki tugas dan fungsi utama dalam membantu persalinan ibu hamil. Dukun bayi tidak melakukan tugas dan fungsi dalam membantu persalinan ibu secara langsung. Tugas dan fungsi dukun bayi adalah mendorong agar proses rujukan ibu bayi hanya kepada bidan atau tenaga kesehatan terlatih. 2. Saling Memahami Kemampuan Masing-masing Bidan memiliki kemampuan teknis dan tugas utama dalam membantu persalinan ibu sedangkan dukun bayi memiliki pengaruh dan dipercaya masyarakat. Masingmasing kemampuan tersebut saling sinergi dan perlu dioptimalkan dalam mendukung persalinan yang aman dan selamat bagi ibu. 3. Saling Menghubungi Optimalisasi kemitraan antara bidan dan dukun bayi perlu terus ditingkatkan dengan upaya saling menghubungi di antara masing-masing. 4. Saling Mendekati Bidan lebih banyak berada di unit pelayanan (Puskesmas, Pustu, atau Poskesdes), sedangkan dukun bayi sering dikunjungi atau mengunjungi ibu hamil. Untuk itu perlu kiranya para pihak tersebut saling mendekati, seperti: mendorong dukun bayi juga aktif datang ke posyandu, pustu, poskesdes ataupun Puskesmas. Demikian pula dengan bidan desa untuk lebih aktif mengunjungi dukun bayi. 5. Saling Bersedia Membantu dan Dibantu 14 Pada umumnya bidan yang ditugaskan di desa masih relatif muda, terutama di daerah terpencil dan kurang banyak pengalaman dan kepercayaan dari masyarakat dibandingkan dukun bayi. Pada sisi lain, dukun bayi dengan pengalaman yang cukup banyak dan disegani oleh masyarakat tidak memiliki keterampilan medis. Karenanya dukun bayi tidak bisa mendeteksi persoalan komplikasi kehamilan ibu serta penanganannya secara medis. Hal tersebut perlu saling disadari dengan cara sifat bersedia membantu dan dibantu. 6. Saling Mendorong dan Mendukung Bidan perlu terus mendorong dan mendukung dukun bayi untuk tetap dihargai oleh masyarakat. Demikian pula sebaliknya, dukun bayi perlu mendukung proses persiapan dan pasca persalinan yang dilakukan oleh bidan. 7. Saling Menghargai Saling menghargai antara bidan dan dukun bayi sangat penting. Dukun bayi telah ada di masyarakat jauh sebelum keberadaan bidan ataupun perkembangan ilmu kebidanan. Dukun bayi perlu menghargai perkembangan ilmu dan teknologi kebidanan yang dimiliki dan ditugaskan oleh pemerintah. 2.1.1.5 Pihak-pihak yang Terlibat dalam Kemitraan Bidan dan Dukun Pihak-pihak yang terlibat dalam kemitraan bidan dan dukun bayi bukan saja pihak di desa/kelurahan, namun juga pihak-pihak terkait di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan. Berikut para pihak tersebut serta perannya. 15 1. Tingkat Kabupaten a. Dinas Kesehatan sebagai koordinator dalam program kemitraan bidan dan dukun bayi. b. Dalam program ini juga dilibatkan peran multi pihak seperti SKPD yang terkait urusan kesehatan (Dinas Kesehatan, RSUD, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, Dinas Sosial, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa), Tim Penggerak PKK tingkat Kabupaten, organisasi profesi kesehatan, akademisi, perguruan tinggi, LSM yang bergerak di bidang kesehatan, serta yang tak kalah penting adalah melibatkan DPRD (khususnya Komisi yang membidangi kesehatan). c. Dinas Kesehatan akan membentuk tim yang terdiri dari berbagai pihak tersebut di atas. Tim tersebut akan bertugas memberikan pembinaan, pengawasan dan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan program ini. 2. Tingkat Kecamatan Pada skala kecamatan akan didampingi oleh camat, kepala puskesmas, PKK tingkat kecamatan, dan kelompok kerja operasional (Pokjanal) desa siaga tingkat kecamatan. Kerjasama tersebut untuk mendampingi, mengawasi dan evaluasi program kemitraan bidan dan dukun bayi secara berkala di tingkat kecamatan. 3. Tingkat Desa/Kelurahan Pada skala desa/kelurahan, maka kepala desa/lurah bersama dengan kelompok PKK, pengurus desa siaga, tokoh agama dan tokoh masyarakat akan mendampingi, memberikan pembinaan dan melakukan evaluasi proses kemitraan secara berkala di tingkat desa/kelurahan bersama dengan bidan dan dukun bayi. 16 2.1.1.6 Peran Bidan dan Dukun dalam Pelaksanaan Kemitraan Peran bidan dan dukun dalam pelaksanakan program kemitraan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.1 Peran Bidan dan Dukun dalam Masa Kehamilan Bidan Dukun 1. Melakukan pemeriksaan ibu hamil 1. Memberikan motivasi ibu hamil (keadaan umum, menentukan taksiran partus, menentukan keadaan janin dalam kandungan, pemeriksaan laboratorium yang diperlukan) (pemberian imunisasi TT, pemberian tablet Fe, pemberian pengobatan atau tindakan apabila ada komplikasi) 3. Melakukan penyuluhan dan konseling 4. Melakukan kunjungan rumah rujukan diperlukan 6. Melakukan pencatatan 7. Membuat laporan 2. Mengantar ibu hamil yang tidak mau periksa ke bidan 3. Membantu 2. Melakukan tindakan pada ibu hamil 5. Melakukan untuk periksa ke bidan bidan masa pemeriksaan ibu hamil 4. Melakukan penyuluhan pada ibu hamil dan keluarga 5. Memotivasi ibu hamil dan keluarga tentang KB 6. Melakukan apabila pada ritual yang berhubungan dengan adat dan keagamaan 7. Melakukan motivasi pada saat rujukan diperlukan 8. Melaporkan ke bidan apabila ada ibu hamil baru 17 Tabel 2.2 Peran Bidan dan Dukun dalam Masa Persalinan Bidan 1. Dukun Mempersiapkan sarana prasarana persalinan aman dan alat resusitasi bayi baru lahir 2. Memantau kemajuan persalinan Melakukan asuhan persalinan 4. Melaksanakan inisiasi menyusu dini dan pemberian ASI segera dari 3. Mempersiapkan sarana prasarana persalinan aman seperti air bersih dan kain bersih 1 jam 4. Mendampingi ibu saat bersalin Injeksi vit K1 dan salep mata 5. Membantu bidan pada saat proses antibiotik pada bayi baru lahir 7. alat transportasi untuk pergi ke bidan atau memanggil bidan 3. 6. bidan 2. Mengingatkan keluarga menyiapkan sesuai dengan partograf 5. 1. Mengantar calon ibu bersalin ke persalinan Melakukan perawatan bayi baru 6. Melakukan ritual (jika ada atau perlu) lahir 7. Membantu bidan dalam merawat bayi Melakukan tindakan PPGDON apabila mengalami komplikasi 8. Melakukan rujukan bila diperlukan 9. Melakukan pancatatan persalinan 10. Membuat laporan baru lahir 8. Membantu bidan dalam inisiasi menyusu dini kurang dari 1 jam 9. Memotivasi rujukan bila diperlukan 9. Membantu bidan membersihkan ibu, tempat dan alat setelah persalinan 18 Tabel 2.3 Peran Bidan dan Dukun dalam Masa Nifas Bidan 1. Dukun Melakukan kunjungan neonatal dan sekaligus pelayanan nifas 2. Melakukan penyuluhan memberikan penyuluhan tentang dan (tanda-tanda bahaya dan penyakit konseling pada ibu dan keluarga ibu nifas, tanda-tanda bayi sakit, (tanda-tanda bahaya dan penyakit kebersihan ibu nifas, tanda-tanda bayi sakit, lingkungan, kesehatan dan gizi, kebersihan pribadi dan lingkungan, perawatan kesehatan dan gizi, ASI Eksklusif, perawatan payudara) parawatan tali pusat, KB setelah melahirkan) 3. 1. Melakukan kunjungan rumah dan Melakukan pribadi tali pusat dan dan 2. Memotivasi ibu dan keluarga untuk ber-KB setelah melahirkan rujukan diperlukan 4. Melakukan pencatatan 5. Membuat laporan apabila 3. Melakukan ritual agama (jika ada atau perlu) 4. Memotivasi rujukan bila diperlukan 5. Melaporkan ke bidan apabila ada calon akseptor KB Dalam proses alih peran dan pembagian tugas antara bidan dengan dukun perlu disepakati mekanisme kemitraan yang dijalin antara mereka. Meskipun mekanisme sangat beragam tergantung keadaan, tetapi ada beberapa hal penting yang harus disepakati (dituangkan secara tertulis dalam nota kesepakatan antara bidan – dukun) yaitu mekanisme rujukan informasi ibu hamil, mekanisme rujukan kasus persalinan, mekanisme pembagian biaya persalinan dan jadwal pertemuan rutin bidan dengan dukun. 19 2.1.1.7 Langkah-langkah Kemitraan Bidan dan Dukun 1. Pendataan kesehatan ibu dan anak Langkah ini dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang terkait dengan kesehatan ibu dan bayi, serta potensi untuk penanganan masalah melalui kemitraan dukun dan bidan. 2. Identifikasi potensi yang mendukung kemitraan Dalam membangun kemitraan, perlu dilakukan identifikasi terhadap potensi yang mendukung kemitraan. Potensi tersebut diantaranya adalah jumlah dan sebaran dukun, kebiasaan atau budaya local masyarakat yang mendukung kemitraan, dukungan pemerintah desa/kelurahan dalam peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat serta sumber pendanaan untuk mendukung kemitraan. Potensi ini dapat menjadi dasar dalam membangun kemitraan. 3. Membangun dukungan para pihak Dari langkah ini diharapkan muncul komitmen pemerintah untuk hadir pada pertemuan pembentukan kesepakatan antara bidan dan dukun bayi, komitmen untuk mendukung melalui program dan anggaran daerah, serta komitmen untuk mendorong pembentukan regulasi yang menjamin keberlangsungan kemitraan tersebut. 4. Pembentukan regulasi daerah Meski telah dibangun kesepakatan dan kesepahaman antara peran dan tugas bidan dan dukun bayi dalam kemitraan serta telah didukung komitmen informal atas nama pemerintah daerah, hal tersebut juga perlu didukung dengan dengan pembentukan regulasi daerah Peran para pihak dan konsekuensi pembiayaan perlu 20 dituangkan dalam regulasi daerah agar dapat dijamin oleh program dan angggaran pemerintah daerah. Proses pembentukan regulasi daerah dapat berupa peraturan kepala daerah ataupun peraturan daerah. Regulasi ini selain dapat memberikan jaminan ketersediaan dana dalam mendukung kemitraan juga mendorong pemenuhan ketersediaan dan distribusi bidan yang lebih merata di desa-desa terpencil sebagai syarat terbentuknya kemitraan. 5. Koordinasi dan peningkatan kapasitas bagi dukun bayi Koordinasi dan peningkatan kapasitas bagi dukun bayi merupakan langkah untuk optimalisasi pelaksanaan peran dan tugas masing-masing. 6. Pemantauan dan penilaian Untuk mengetahui keberhasilan kegiatan diperlukan adanya langkah pemantuan dan evaluasi yang dilakukan sercara terus menerus (bekesinambungan). Kegiatan memantau dan menilai untuk melihat apakah semua kegiatan telah dilaksanakan sesuai rencana yang ditetapkan. 7. Mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung Dalam pelaksanaan kemitraan bidan dan dukun bayi dibutuhkan sarana dan prasarana pendukung yang juga merupakan prasyarat keberhasilan pelaksanaan kemitraan tersebut. Beberapa prasarana dasar yang perlu ada dalam pemberian pelayanan oleh bidan atau tenaga kesehatan adalah: Puskesmas, Pustu, Poskesdes, Polindes, Rumah Tunggu Kelahiran, Posyandu, yang dilengkapi listrik dan air bersih. Sedangkan sarana yang dibutuhkan dalam menunjang kemitraan, diantaranya: mobiler: tempat tidur lengkap, lemari, meja, kursi, kain tirai; alat kesehatan 21 (alkes): Bidan kit, dopler, sungkup/amubag, tabung oksigen, tiang infus, incubator, timbangan bayi, balita dan timbangan ibu hamil, alat pengukur panjang badan bayi; buku pegangan bidan, dukun bayi dan alat tulis; baju seragam dukun bayi (dimaksudkan untuk memberi rasa bangga dan sebagai pengakuan atas status dan peranan mereka di masyarakat), peralatan P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan); media penyuluhan: lembar balik penyuluhan, film tentang KIA, brosur, poster, dan lain-lain. 8. Administrasi dan pelaporan Secara administratif, dukun bayi juga menyusun laporan kegiatan yang dicatat dalam buku laporan dukun bayi. Buku laporan tersebut disesuaikan dengan kebijakan puskesmas dan kemudahan pembuatan oleh dukun bayi. Pembuatan laporan dapat dilakukan bersama-sama antara kader posyandu dan dukun bayi sehingga kader dapat membantu dukun bayi yang mengalami kesulitan dalam pembuatan laporan. 9. Pembiayaan Sumber pembiayaan kemitraan dukun dan bidan berasal dari APBD (melalui dinas kesehatan dan puskesmas), dana BOK (Bantuan Operasional Khusus) puskesmas, dana jaminan persalinan (jampersal), sumber dana dari pihak ketiga, ataupun dana dari swadaya masyarakat desa. Dana-dana tersebut dipergunakan untuk membiayai: pendataan kesehatan ibu dan anak; pertemuan-pertemuan koordinasi di tingkat kabupaten/kota; pelatihan-pelatihan bagi bidan dan dukun bayi, pemberian transport bagi dukun bayi setiap kali mengantarkan ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan di fasilitas kesehatan, insentif untuk dukun bayi untuk setiap persalinan 22 yang dirujuk ke bidan; pelatihan-pelatihan berkala bagi bidan, dukun bayi, penyediaan sarana dan prasarana pendukung kemitraan; penyusunan regulasi daerah tentang kemitraan bidan, dukun bayi pembiayaan lain sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah. 2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemitraan Dukun dengan Bidan Bedasarkan sejumlah penelitian, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemitraan bidan dengan dukun mencakup persepsi, pengetahuan, budaya, sikap, pengalaman, dukungan khususnya dari stakeholder. Penelitian Salham dkk (2008) di Sulawesi Tengah menunjukkan adanya saling pesimis antara bidan dengan dukun terhadap peran masing-masing dalam bermitra. Para bidan berpandangan bahwa aktifitas dukun bayi sebaiknya harus dibatasi. Sudah saatnya para dukun tidak diberi peluang untuk menolong persalinan. Sementara itu, para dukun kurang dapat menerima keberadaan para bidan sebab dianggap dapat mengurangi “rizki” mereka atau bahkan mengabaikan keberadaan mereka. Para dukun merasa bahwa posisi mereka akan tergeser dengan kehadiran bidan desa, sementara profesi ini merupakan salah satu sumber penghasilan utama mereka. Keadaan ini berujung pada buruknya komunikasi antara bidan dengan para dukun. Sementara itu penelitian Sudirman dan Sakung (2006) di Kabupaten Donggala menunjukkan bahwa para bidan menilai para dukun bayi sudah tidak cocok lagi dalam memberi pertolongan persalinan dan sebaiknya sudah harus dibatasi bahkan dihentikan dari aktivitas menolong persalinan. Alasannya, para dukun bayi yang tidak terlatih umumnya masih menggunakan praktik-praktik tradisional yang bisa membahayakan keselamatan ibu dan anak. Oleh karena itu 23 bidan berpandangan bahwa sebaiknya dukun bekerjasama dengan bidan dalam merawat ibu hamil, menolong persalinan dan merawat bayi sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak. Penelitian lain yang dilakukan oleh Anggorodi (2009) menunjukkan bahwa dukun yang tidak bermitra mengganggap istilah kemitraan sebagai bentuk kerja yang tidak mutlak atau bergantung pada kebutuhan. Artinya bagi dukun jika suatu kasus persalinan masih bisa ditangani sendiri maka mereka tidak harus meminta bantuan tenaga kesehatan. Kemitraan bidan dan dukun merupakan suatu bentuk kerjasama yang saling menguntungkan atas dasar prinsip keterbukaan dan kepercayaan. Di Indonesia, program kemitraan ini telah dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan dalam upaya percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi. Hasil penelitian Budiyono dkk (2011) menunjukkan bahwa para stakeholder (camat, kepala desa, tokoh masyarakat) sangat setuju dan mendukung adanya kemitraan antara bidan dan dukun. Bentuk dukungan yang diberikan antara lain berupa memberikan sosialisasi dan pengarahan melalui musyawarah dan melakukan mediasi antara dukun dengan bidan. Sejumlah penelitian memperlihatkan antusiasme para bidan dalam mendukung adanya kemitraan dengan para dukun dalam hal membantu persalinan. Para bidan mengungkapkan bahwa kerjasama ini dapat membantu meringankan pekerjaan mereka dalam mengjangkau ibu hamil karena dukun umumnya sudah sangat dekat dengan masyarakat. Para dukun lebih dahulu mengetahui jika ada masyarakat yang hamil. Selain itu, dalam proses persalinan, dukun dapat membantu memberikan dukungan kepada ibu bersalin untuk mengejan dan memijat sehingga 24 sangat membantu pekerjaan bidan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kedekatan para dukun dengan ibu hamil dan keahlian tertentu yang dimiliki para dukun dapat memungkinkan terjalinnya kemitraan antara para dukun dengan bidan (Anggorodi, 2009). Berbeda pandangan dengan bidan yang mau bermitra dengan para dukun, bidan yang tidak mau bermitra dengan dukun mengungkapkan rasa kekecewaan karena masyarakat cenderung lebih mengandalkan dukun bila ada persalinan, ketimbang mereka sebagai para petugas kesehatan profesional (Anggorodi, 2009). Ketidakpercayaan dari masyarakat akan kompetensi para bidan disebabkan karena pada umumnya bidan PTT (Pegawai Tidak Tetap) masih berusia muda, kurang berpengalaman, kurang menguasai adat dan tradisi masyarakat, serta bahasa komunitas di wilayah kerjanya (Salham dkk, 2008). Pada pelaksanaan kemitraan ini ditemukan beberapa hambatan atau kendala diantaranya adalah pertama, belum ada pembagian tugas yang jelas dan konkret tentang kemitraan antara bidan dengan dukun bayi. Selama ini, para dukun hanya diberi bimbingan dalam bentuk mengajarkan cara-cara persalinan higines sekalipun pengetahun dan keterampilan dari bidan belum tentu mampu diadopsi oleh dukun bayi, seperti menyuntik, memberi obat dan vitamin penambah darah atau mendeteksi resiko penyakit yang dapat membahayakan bayi dan ibunya. Kedua, pada umumnya Bidan PTT masih berusia muda, kurang berpengalaman, kurang menguasai adat dan tradisi masyarakat, serta bahasa komunitas di wilayah kerjanya. Ketiga, masih ada daerah-daerah yang belum tersentuh kehadiran bidan dan fasilitas pelayanan kesehatan seperti polindes dan posyandu. Keempat, lokasi fasilitas pelayanan 25 kesehatan kurang strategis sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat, keterlambatan pasokan obat ke polindes dan masih banyak masyarakat yang mengandalkan kemampuan dukun dalam memberi pertolongan persalinan (Salham dkk, 2008; Sudirman & Sakung , 2006 ). Penelitian-penelitian di atas masih bersifat dangkal dan belum semua aspek kemitraan diketahui. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian kualitatif untuk menggali lagi secara lebih mendalam mengenai kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan dan hambatan dalam pelaksanaan kemitraan pada budaya Manggarai. 2.2 Konsep Penelitian 2.2.1 Konsep Kemitraan Kemitraan merupakan bentuk kerjasama antara dua pihak yang memiliki kepentingan yang sama, di mana sebelum melaksanakan tugas masing-masing, terlebih dahulu disepakati mengenai komitmen dan apa yang mejadi keinginan atau cita-cita serta harapan dari masing-masing pihak untuk mencapai tujuan bersama (Notoatmodjo, 2010). Kemitraan bidan dan dukun adalah bentuk kerjasama bidan dengan dukun yang saling menguntungkan dengan prinsip kesetaraan, keterbukaan, dan kepercayaan dalam upaya menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir. Pada kemitraan ini, kegiatan bidan mencakup aspek medis, sedangkan kegiatan dukun mencakup aspek non medis. Aspek medis adalah proses pengelolaan dan pelayanan program kesehatan ibu dan anak mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian. Aspek non medis adalah menggerakkan keterlibatan individu, keluarga 26 dan masyarakat dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta memberdayakan ibu hamil dan keluarganya. Kemitraan yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah bentuk kerjasama antara dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan, di mana dukun mengantarkan calon ibu bersalin ke bidan dan ikut mendampingi ibu saat proses persalinan. 2.2.2 Konsep Dukun Dukun umumnya perempuan yang lebih tua, dan sangat dihormati di tengah masyarakat karena pengetahuan dan pengalaman mereka dalam hal membantun persalinan. Dukun adalah anggota masyarakat yang memiliki keterampilan menolong persalinan secara tradisional yang diwariskan secara turun temurun atau melalui pelatihan (Depkes, 2008). Peran mereka mencakup pembantu kelahiran, memandikan, memijit-mijit, membantu dalam urusan rumah tangga dan persiapan perawatan setelah melahirkan. Pada konteks penelitian ini, dukun adalah seorang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman menolong persalinan baik melalui pelatihan maupun ilmu turun-temurun yang berdomisili di kecamatan Borong. Adapun dukun yang diteliti adalah dukun yang menjalin kemitraan dengan bidan dan dukun yang tidak bermitra dengan bidan. 2.2.3 Konsep Bidan Bidan berarti “bersama wanita” atau dalam bahasa Prancis berarti “wanita bijaksana”. Secara tradisional bidan adalah wanita desa yang belajar dengan cara mengikuti proses persalinan keluarga atau tetangganya. Keterampilan dan pengetahuannya diturunkan dari generasi ke generasi. Bidan adalah individu yang 27 sudah menempuh pendidikan di bidang kebidanan dan telah diakui di negara tempat tinggalnya serta telah mendapatkan izin untuk melakukan praktik kebidanan (Myles, 2011). Bidan adalah seseorang yang sudah menjalani program pendidikan kebidanan, yang diakui di negaranya, berhasil menjalankan program studi di bidang kebidanan, dan memenuhi kualifikasi yang diperlukan untuk dapat terdaftar atau mendapat izin resmi untuk melakukan praktik kebidanan (Myles, 2011). Bidan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah mereka yang telah menjalani program pendidikan kebidanan dan ditempatkan di desa yang ada di kecamatan Borong. 2.3 Landasan Teori Kemitraan adalah suatu kerjasama formal antar individu-individu, kelompokkelompok, atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu (Notoatmodjo,2012). Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-masing, peninjauan kembali terhadap kesepakatan yang telah dibuat, dan saling berbagi baik dalam risiko maupun keuntungan yang diperoleh. Mengingat kemitraan adalah bentuk kerjasama atau aliansi maka setiap pihak yang terlibat di dalamnya harus ada kerelaan diri untuk bekerja sama dan melepaskan kepentingan masing-masing kemudian membangun kepentingan bersama. Oleh sebab itu, dalam membangun sebuah kemitraan, harus didasarkan pada kesamaan perhatian, saling mempercayai dan menghormati, tujuan yang jelas dan terukur serta kesediaan untuk berkorban baik waktu, tenaga maupun sumber daya yang lain (Notoatmodjo, 2012). 28 Dalam rangka mengupayakan sebuah kemitraan yang sinergis, berikut ini akan dipaparkan sejumlah elemen penting yang bisa mendukung berlangsungnya proses kemitraan yang baik. Elemen-elemen tersebut antara lain sumber daya, karakter pihak yang bermitra (patner), relasi antara patner, karakteristik kemitraan, dan lingkungan sekitar (De Waal dkk, 2013; Eisler & Montouri, 2001; Lasker dkk, 2001, Shiveley, 2010). Pertama, sumber daya. Sumber daya merupakan hal mendasar dan utama dalam membangun sebuah kemitraan. Sumber daya ini meliputi dukungan finansial (uang/dana), organisasi, informasi, agen pemerintah, stakeholder, perlengkapan dan sarana prasarana seperti komputer, obat, makanan, buku-buku dan sebagainya. Sumber daya yang dibutuhkan untuk menunjang kemitraan dukun dan bidan adalah dana sebagai sumber pembiayaan program dan sarana prasarana seperti sarana transportasi untuk merujuk ibu hamil, fasilitas kesehatan seperti puskesmas, pustu, polindes yang dilengkapi dengan listrik dan air bersih, mobiler (tempat tidur lengkap, lemari, meja, kursi, kain tirai), alat kesehatan seperti bidan kit, dopler, sungkup, tabung oksigen, tiang infus, timbangan bayi, alat pengukur panjang badan bayi, buku pegangan dukun, peralatan P3K dan media penyuluhan. (Kemendagri, 2014). Kedua, karakteristik partner. Partner merupakan sumber daya utama dalam membangun sebuah kemitraan. Karakteristik partner mencakup keterampilan dan keahlian dari pihak yang bermitra serta persepsi mengenai keuntungan dan kerugian dari kemitraan yang diikutinya. Umumnya, para partner yang sangat aktif di dalam sebuah kemitraan, terdorong oleh rasa bahwa mereka akan memperoleh banyak manfaat dari kemitraan yang dibangun. Sementara mereka yang kurang terlibat aktif, 29 umumnya didorong oleh rasa bahwa kemitraan yang dibangun tidak sesuai dengan kebutuhan mereka atau kemitraan yang dibangun mempunyai banyak kekurangan. Ketiga, relasi antara partner. Relasi antara partner meliputi kepercayaan, konflik, dan penghargaan. Kepercayaan merupakan prasyarat bagi terciptanya sebuah kerjasama yang baik. Organisasi atau individu yang terlibat dalam kemitraan harus menaruk kepercayaan kepada partnernya bahwa mereka akan sungguh bertanggungjawab dengan tugas dan perannya masing-masing. Selain kepercayaan, penghargaan juga merupakan bagian yang penting dalam kemitraan. Kemitraan akan terjalin dengan baik apabila terdapat rasa saling apresiasi atau menghargai antara partner. Konflik dan pembagian wewenang juga menjadi hal yang penting dalam bermitra. Konflik bisa saja memperkuat sebuah kemitraan jika perbedaan pendapat bisa meransang pendekatan yang baru dalam sebuah kemitraan. Tetapi apabila sebuah konflik tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan masalah antara partner. Perbedaan wewenang antara partner juga menjadi potensi konflik ketika ada pembatasan mengenai siapa yang terlibat, pendapat siapa yang dianggap benar dan siapa yang paling berpengaruh dalam mengambil sebuah keputusan. Pada kemitraan bidan dan dukun, landasan kemitraan yang harus dipenuhi adalah saling menghargai kedudukan, tugas dan fungsi, saling memahami kemampuan masing-masing, saling menghubungi, saling bersedia membantu, saling mendukung dan saling menghargai (Kemendagri, 2014). Keempat, karakteristik kemitraan. Kepemimpinan, manajemen pembagian tugas, komunikasi yang efektif, komitmen, koordinasi dan efisiensi merupakan karakteristik kemitraan yang sangat mempengaruhi terbentuknya sebuah kemitraan 30 yang sinergis. Pertama, kepemimpinan. Pemimpin harus memiliki kemampuan dalam membangun relasi untuk memperkuat kepercayaan, keterbukaan antara partner, menciptakan kondisi yang dapat menjembatani perbedaan pendapat dan mampu mengolah konflik antara partner. Kedua, komunikasi. Komunikasi merupakan hal yang paling penting dalam menjalin kemitraan. Tanpa komunikasi yang memadai, kolaborasi yang efektif tidak akan mungkin terjadi. Kualitas komunikasi memberikan kontribusi bagi keberhasilan kemitraan. Ketiga, manajemen pembagian tugas merupakan prosedur penentuan siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan dan pembagian peran dan tanggung jawab masing-masing pihak yang bermitra. Keempat efisiensi. Efisiensi dalam hal ini adalah peran dan tanggung jawab partner sesuai dengan kepentingan dan keahlian mereka masing-masing serta dapat memanfaatkan secara efektif kemampuan finansial, sumber daya dan waktu yang ada. Kelima, lingkungan eksternal. Kemitraan juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan eksternal. Lingkungan eksternal ini mencakup dukungan kebijakan dari pemerintah, dan karakteristik dari masyarakat setempat. Berdasarkan ulasan di atas maka dapat dikatakan bahwa sebuah kemitraan membutuhkan banyak elemen sebagai daya dukung, sehingga bisa berjalan efektif dalam mengupayakan kepentingan konstituen. Elemen-elemen tersebut antara lain adalah sumber daya, karakter pihak yang bermitra, relasi antara partner, karakteristik kemitraan dan lingkungan sekitar. Hal ini juga didukung oleh sejumlah penelitian yang menemukan sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap kemitraan bidan dengan dukun antara lain persepsi, budaya, ketersediaan sarana dan prasarana, komunikasi dan dukungan khususnya dari stakeholder. 31 2.4 Model Penelitian Sumber Daya Dana Sarana dan prasarana Karakteristik Partner Keterampilan Motivasi Relasi Antar Partner Konflik Kepercayaan Kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan Penghargaan Karakteristik Kemitraan Peran Komunikasi Pengambilan Keputusan Koordinasi Komitmen Lingkungan Eksternal Karakteristik masyarakat Dukungan TOMA,TOGA Hambatan dalam Kemitraan Gambar 2.1 Model Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif dengan pendekatan grounded theory. Grounded theory merupakan desain yang digunakan untuk mengeksplorasi pengalaman orang banyak dari berbagai individu untuk mengonfirmasi teori yang ada dan bila dimungkinkan peneliti mengembangkan suatu teori atau konsep baru (Bungin, 2011). Penelitian ini menggunakan pendekatan grounded theory karena peneliti berusaha untuk mengeksplorasi pengalaman partisipan mengenai kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan di Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Borong yaitu di Kelurahan Satar Peot dan Desa Gurung Liwut Kabupaten Manggarai Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan atas beberapa pertimbangan. Pertama, proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan (dukun) di kedua wilayah ini masih tinggi. Kedua, masih ada dukun yang belum bermitra dengan bidan dalam pertolongan persalinan. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2015. 32 33 3.3 Jenis dan Sumber Data 3.3.1 Jenis Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer yang didapatkan melalui wawancara mendalam. 3.3.2 Sumber Data Sumber data pada penelitian ini adalah data primer dengan partisipan dukun yang bermitra dengan bidan, dukun yang tidak bermitra dengan bidan, ibu nifas, bidan desa, lurah, tokoh masyarakat, tokoh agama dan penanggung jawab program. 3.3.3 Partisipan Pemilihan partisipan pada penelitian ini dilakukan secara purposif (Purposive Sampling) dengan memperhatikan asas kecukupan, kesesuaian hingga mencapai saturasi data. Berdasarkan hal di atas, maka partisipan pada penelitian ini adalah dukun yang bermitra, dukun yang tidak bermitra, ibu nifas, bidan desa, lurah, tokoh masyarakat, tokoh agama dan pemegang program. Dukun dan bidan dipilih karena mereka terlibat langsung dan sebagai pelaku dalam program kemitraan dukun dengan bidan. Partisipan lain seperti ibu nifas, tokoh agama, tokoh masyarakat dan penanggung jawab progam dipilih dengan tujuan untuk melengkapi informasi yang diperoleh dari dukun dan bidan. Dukun yang dipilih adalah dukun yang bermitra dan tidak bermitra dengan bidan, sudah sering dan berpengalaman melakukan pertolongan persalinan dan bersedia menjadi partisipan. Prosedur mencari dukun dilakukan dengan menghubungi bidan yang bertugas di kedua wilayah ini dan mencari informasi 34 kepada masyarakat mengenai dukun yang masih aktif menolong persalinan, dukun yang sudah bermitra dan dukun tidak bermitra serta meminta alamat tinggal mereka. Setelah mendapatkan informasi tersebut, peneliti mencari alamat tinggal dukun untuk memberikan informasi mengenai penelitian yang dilakukan. Apabila dukun bersedia menjadi partisipan, maka didiskusikan mengenai waktu dan tempat untuk menggali informasi. Ibu nifas yang dipilih adalah ibu nifas yang persalinannya murni ditolong oleh dukun dan ibu nifas yang persalinannya ditolong dukun dan bidan. Prosedur mencari ibu nifas dilakukan dengan menghubungi bidan dan masyarakat di kedua wilayah ini untuk mendapatkan informasi mengenai ibu nifas yang persalinannya murni ditolong dukun dan ibu yang ditolong dukun dan bidan. Setelah mendapatkan informasi, peneliti mengunjungi ibu nifas untuk memberikan informasi mengenai penelitian yang dilakukan. Apabila ibu bersedia untuk menjadi partisipan, maka didiskusikan mengenai waktu dan tempat untuk proses penggalian informasi. Tokoh masyarakat yang dipilih adalah tokoh masyarakat di Desa Gurung Liwut, lurah Satar Peot dan tokoh agama. 3.4 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang paling utama pada studi kualitatif adalah peneliti sendiri. Pada penelitian ini, peneliti dibantu oleh pendamping peneliti yang berjumlah satu orang untuk membantu mengambil gambar pada saat wawancara. Selain itu, instrumen lain yang digunakan adalah pedoman wawancara mendalam, alat perekam suara, alat pencatat dan kamera. 35 3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode dan teknik pengumpulan data akan disajikan dalam bentuk tabel. Jenis Tabel 3.1 Metode dan teknik pengumpulan data Sumber data Teknik Jumlah Jenis informasi Dukun yang Sumber daya data Data primer WM 5 Orang Karakteristik bermitra Dukun yang WM 3 orang Relasi antara tidak bermitra dukun Bidan desa WM 2 Ibu nifas WM 2 orang Lurah, masyrakat partner orang dan bidan Karakteristik kemitraan tokoh dan WM 3 orang tokoh agama Dukungan lingkungan 1 orang Pemegang program WM eksternal Hambatan dalam pelaksanaan kemitraan Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan dengan dua orang bidan desa karena dua bidan desa ini yang bertanggung jawab di daerah penelitian, lima orang dukun bermitra karena mereka ini yang aktif bermitra dan terdata di catatan bidan, tiga orang dukun yang tidak bermitra karena berdasarkan informasi dari masyarakat dan bidan tiga orang ini masih sangat aktif dan sering melakukan pertolongan persalinan di rumah, dua orang ibu nifas karena hanya mereka yang sedang dalam periode masa nifas saat 36 penelitian, lurah, tokoh masyarakat, tokoh agama dan penanggung jawab program. Wawancara mendalam digunakan untuk menggali informasi mengenai sumber daya yang mendukung kemitraan, karakteristik partner, relasi antar partner, karakteristik kemitraan, lingkungan eksternal dan hambatan dalam pelaksanaan kemitraan. Data dikumpulkan dengan menggunakan lembar pedoman wawancara mendalam dengan alat bantu perekam, buku catatan harian, alat tulis dan kamera digital. 3.6 Metode dan Teknik Analisis Data Analisis data kualitatif merupakan suatu proses yang panjang di mana peneliti bekerja dengan data yang ada, membuat organisasi data, memilah menjadi kesatuan yang dapat diolah, menyintesiskan, mencari serta berupaya menemukan pola, poin-poin yang penting sehingga mampu memutuskan hal apa yang bisa diceritakan kepada orang lain (Bungin, 2011). Hasil penelitian ini dianalisis dengan thematic analisis. Tahapan analisis ini akan dijelaskan di bawah ini (Hasbiansyah, 2008). 1. Peneliti melakukan wawancara dengan partisipan. Wawancara direkam dan dicatat. 2. Seluruh rekaman dan catatan hasil wawancara mendalam dengan partisipan ditranskripkan kedalam bahasa tulisan. 3. Melakukan kodefikasi terhadap pernyataan-pernyataan penting yang relevan dengan topik penelitian. 37 4. Mengklasifikasikan pernyataan-pernyataan tadi kedalam tema-tema atau unitunit makna serta menyisihkan pernyataan yang tumpang tindih atau berulangulang. Pada bagian ini, peneliti membuat interpretasi terhadap hasil transkrip wawancara berdasarkan sejumlah teori dan penelitian terkait kemitraan 5. Peneliti menarik kesimpulan umum dari seluruh hasil penelitian. 6. Peneliti melaporkan hasil penelitian. 3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Hasil analisis data disajikan dalam bentuk formal dan informal. Bentuk penyajian formal dengan menggunakan tabel sedangkan bentuk informal disajikan dengan narasi atau uraian kata-kata. 3.8 Keabsahan Data Keabsahan data dalam penelitian ini diuji dengan metode triangulasi. Triangluasi adalah uji keabsahan hasil penelitian yang paling dan mudah dilakukan (Bungin, 2011). Jenis triangulasi yang digunakan pada penelitian ini adalah triangulasi sumber data yaitu melakukan pengecekan data dengan fakta dari sumber melalui partisipan yang berbeda, sampai menghasilkan data yang saling memperkuat atau tidak ada kontradiksi satu dengan yang lainnya. 3.9 Etika Penelitian Prinsip etika penelitian yang diterapkan pada penelitian ini adalah prinsip confidentiality dan anonymity. Nama partisipan menggunakan inisial dan semua informasi yang diperoleh dijaga kerahasiaannya. Informasi yang didapatkan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian dan pendidikan. Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti mengurus Ethical Clearence dari Yayasan 38 Kerti Praja oleh karena penelitian ini melibatkan manusia. Selanjutnya peneliti meminta ijin kepada Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Manggarai Timur. Kemudian peneliti mengurus surat di kantor camat Borong sebagai wilayah tempat penelitian. Sebelum melakukan wawancara mendalam, peneliti menjelaskan tujuan pengambilan data. Semua partisipan bersedia dan menandatangani lembar kesediaan menjadi partisipan untuk selanjutnya dapat dilakukan wawancara mendalam. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi pemaparan hasil penelitian dan pembahasan atas hasil penelitian. Sebelum masuk ke dalam inti pembahasan, peneliti akan memaparkan tentang kondisi umum lokasi penelitian lalu diikuti dengan karakteristik partisipan. 4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini berlangsung di dua tempat yaitu desa Gurung Liwut dan kelurahan Satar Peot. Kedua lokasi ini terletak di Kecamatan Borong. Kedua wilayah ini dipilih oleh karena jumlah dukun masih banyak, masih banyak ibu hamil yang melakukan persalinan di rumah yang ditolong dukun serta masih ada dukun yang tidak bermitra dengan bidan. Kelurahan Satar Peot merupakan salah satu kelurahan baru hasil pemekaran dari Rana Loba Kecamatan Borong. Terbentuknya Kelurahan Satar Peot tertuang dalam Perda Manggarai Timur No 3/ 2010. Batas wilayah Kelurahan Satar Peot, sebelah utara berbatasan dengan Desa Gurung Liwut, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Rana Loba, sebelah timur berbatasan dengan desa Rana Masak dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Bangka Kantar. Desa Gurung Liwut merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Borong. Desa ini terdiri dari Sembilan dusun. Batas wilayah Desa Gurung Liwut, sebelah utara berbatasan dengan Desa Golo Leda, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Satar Peot, Bagian timur berbatasan dengan Desa Ngampang Mas dan Compang Riwu, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa 39 40 Compang Tenda dan Golo meleng. Kondisi jalan di lokasi penelitian beraspal akan tetapi banyak yang telah mengalami kerusakan. Sedangkan aliran listrik dari PLN hanya di Keluran Satar Peot. 4.1.1 Aspek Kependudukan Berdasarkan data yang diperoleh jumlah penduduk di wilayah Kelurahan Satar Peot sebesar 2585 jiwa dan 567 KK, dengan kepadatan penduduk sebesar 15 jiwa/ Km². Penduduk berjenis kelamin laki-laki berjumlah 1346 dan perempuan berjumlah 1239. Sedangkan jumlah penduduk di Desa Gurung Liwut adalah 3850 jiwa dan 500 KK. Penduduk berjenis kelamin laki-laki berjumlah 1475 jiwa dan perempuan berjumlah 2375. 4.1.2 Aspek Sosial 1.Tingkat Pendidikan Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Satar Peot dan Desa Gurung Liwut bervariasi. Penduduk yang berijazah sekolah dasar adalah yang paling banyak terdapat di Kedua wilayah ini, selanjutnya berturutturut yang berijasah SLTP, tidak tamat SD, SLTA, buta huruf dan perguruan tinggi. 2.Agama Berdasarkan data yang ada, sebagian besar penduduk Satar Peot beragama Katolik. Sedangkan untuk agama Kristen Protestan dan Islam banyak dianut oleh penduduk pendatang. Sedangkan Penduduk Desa Gurung Liwut seluruhnya menganut agama Katolik. 3. Pekerjaan 41 Berdasarkan data, mata pencaharian utama sebagian besar penduduk Satar Peot dan Desa Gurung Liwut adalah bertani. Mata pencaharian lainnya seperti PNS, POLRI, ojek, pengusaha dan montir. 4. Jumlah Tenaga Kesehatan dan Dukun di Wilayah Penelitian Jumlah tenaga kesehatan di wilayah penelitian adalah delapan orang yang terdiri dari lima orang perawat dan tiga orang bidan. Sedangkan jumlah dukun bayi di wilayah penelitian adalah 13 orang yang terdiri dari 11 orang dukun perempuan dan dua orang dukun laki-laki. Dari 13 orang dukun di atas, dukun bayi yang sampai saat ini masih aktif menolong persalinan adalah sembilan orang. Jumlah dukun yang bermitra dengan bidan sebanyak lima orang sedangkan yang tidak bermitra empat orang. 5. Sosial budaya Masyarakat di wilayah penelitian pada umumnya sangat percaya dan dekat dengan para dukun baik untuk pertolongan persalinan maupun pengobatan penyakit yang lainnya. Budaya lain yang sangat mempengaruhi pemanfaatan fasilitas kesehatan oleh masyarakat adalah keyakinan bahwa hidup dan mati ada ditangan Tuhan. Jadi ketika mengalami masalah kesehatan masyarakat cenderung untuk pasrah pada Tuhan dan dalam budaya Manggarai dikenal dengan istilah “Wada”. 4.1.3 Sarana dan Prasarana Berdasarkan data dari kelurahan, Sarana dan prasarana kesehatan yang terdapat di wilayah penelitian mencakup posyandu, puskesmas pembantu dan klinik bersalin. Sarana dan prasarana ini ikut mendukung proses berlangsungnya kemitraan 42 dukun dan bidan. Berikut merupakan tabel sarana dan prasarana yang terdapat di wilayah penelitian. Tabel 4.1 Sarana dan Prasarana Kesehatan di Lokasi Penelitian Sarana dan prasarana kesehatan Jumlah Posyandu 9 unit Klinik Bersalin Swasta 1 unit Puskesmas Pembantu 1 unit Sumber: RPJM Kelurahan Satar Peot dan Administrasi Desa Gurung Liwut 4.2 Karakteristik Partisipan Pada penelitian ini, partisipan terdiri dari dua yaitu partisipan dan partisipan kunci. Proses pengumpulan data pada kedua partisipan ini dilakukan dengan wawancara mendalam. Karakteristik partisipan dapat dilihat dari umur, tingkat pendidikan, alamat serta status partisipan. 43 Tabel 4.2 Karakteristik Partisipan dan partisipan kunci No Kode Partisipan Umur Pendidikan Alamat Status Partisipan 1. D1 65 tahun SD Warat Dukun bermitra 2. D2 45 tahun SD Paka Dukun bermitra 3. D3 63 tahun SD Lidi Dukun bermitra 4. D4 50 tahun SD Rehes Dukun bermitra 5. D5 45 tahun SD Warat Dukun bermitra 6. DTM1 64 tahun SD Warat Dukun tidak bermitra 7. DTM2 48 tahun SD Warat Dukun tidak bermitra 8. DTM3 69 tahun Tidak tamat SD Kembur Dukun tidak bermitra 9. B1 35 tahun DI Kebidanan Rehes Bidan desa 10. B2 25 tahun DIII Kebidanan Warat Bidan desa 11. TA 50 tahun SMA Warat Tokoh agama 12. TM1 47 tahun SMA Peot Tokoh masyarakat 13. TM2 45 tahun SGO Paka Tokoh masyarakat 14. N1 43 tahun SD Warat Ibu Nifas 15. N2 27 tahun SD Lidi Ibu Nifas 16. PK 50 tahun Sarjana Toka Pemegang kebijakan Sumber: Hasil Wawancara Mendalam dengan Partisipan pada Bulan Maret sampai April 2015 4.3. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.3.1 Sumber Daya Kemitraan Sumber daya dalam kemitraan bidan dan dukun adalah segala sesuatu yang mendukung proses kemitraan. Adapun sumber daya yang dimaksud mencakup daya dukung finansial untuk membiayai proses kemitraan, sarana-prasana seperti ruang bersalin yang sehat dan alat-alat kesehatan yang menunjang persalinan yang sehat dan dukungan transportasi yang mendukung rujukan. 44 4.3.1.1 Dukungan Finansial Dana merupakan sumber daya yang mendukung proses kemitraan dukun dan bidan dalam pertolongan persalinan. Dana ini digunakan untuk membiayai proses kemitraan. Berdasarkan wawancara peneliti dengan dukun yang bermitra, bidan dan pemegang program mereka mengatakan bahwa tidak ada dana khusus dari pemerintah untuk mendanai program kemitraan ini. Pernyataan dari dukun, bidan dan pemegang program dapat dilihat sebagai berikut. “Bulan Desember tahun 2014 ada. Biasanya setiap akhir tahun ada pertemuan kemitraan tingkat puskesmas nah baru ada dananya. Biasanya dipakai untuk membayar uang transport dukun dan bidan”. (wawancara mendalam T1,B1) “Kalau dana untuk kerjasama tidak ada.” (wawancara mendalam T1, B2) “Kalau untuk dana khusus tidak ada.Biasanya kami ambil dari dana BOK tapi hanya untuk uang transport bidan dan dukun kalau ada pertemuan di tingkat puskesmas.” (wawancara mendalam T1, PP) Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada dana khusus yang dipersiapkan untuk mendanai kemitraan ini. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Tobroni (2011) mengenai kemitraan dukun bayi dan bidan di Kabupaten Bojonegoro bahwa pemerintah melalui dinas kesehatan provinsi mengalokasikan dana dekosentrasi untuk pelaksanaan program kemitraan dukun dan bidan. Terbukti bahwa dengan adanya dana kemitraan ini berhasil menembus target dengan pencapain pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 99,34% dan angka kematian ibu dan bayi mengalami penurunan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Dedik Setiawan dkk (2005) mengenai kemitraan bidan dan dukun bayi di Kabupaten Trenggalek, mengindikasikan bahwa 45 keberhasilan kemitraan di tempat ini tidak terlepas dari adanya dukungan dana pemerintah melalui dinas kesehatan. Dinas kesehatan memberikan dana bergulir kepada puskesmas untuk diberikan kepada dukun setiap merujuk persalinan. Dalam pendoman pelaksnaan kemitraan antara bidan dengan dukun dijelaskan bahwa ada dana yang disiapkan oleh pemerintah yang dapat berasal dari APBD (melalui Dinas Kesehatan dan Puskesmas), dana Jaminan Persalinan (Jampersal), sumber dana dari pihak ketiga, ataupun dana dari swadaya masyarakat desa atau swadana bidan setempat untuk mendanai program kemitraan ini. Dana tersebut digunakan untuk pendataan kesehatan ibu dan anak, pertemuan-pertemuan koordinasi, pelatihan bagi bidan dan dukun, pemberian transport bagi dukun setiap kali mengantarkan ibu hamil ke fasilitas kesehatan, insentif untuk dukun setiap persalinan yang dirujuk ke bidan, pelatihan-pelatihan berkala dukun-bidan dan penyediaan sarana dan prasarana pendukung kemitraan (Kemendagri, 2014). Dari aspek finansial, kemitraan antara bidan dengan dukun di Kecamatan Borong belum secara sungguh mendapat perhatian. Kurang adanya perhatian dari segi finansial menandakan ketidakseriusan pemerintah dalam menangani masalah persalinan. Hal ini tentu menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kemitraan dukun dan bidan selama ini dan dapat diprediksi juga bahwa kedepannya kemitraan ini tidak akan berkembang dan berhasil tanpa adanya dukungan dana baik dari pemerintah maupun swasta. Faktor lain juga dapat disebabkan oleh karena Kabupaten Manggarai Timur merupakan kabupaten baru, dimana pemerintah masih mengutamakan alokasi dana 46 untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan raya dan perkantoran sehingga pemerintah belum dapat mengalokasikan dana untuk kemitraan ini. 4.3.1.2 Sarana dan Prasarana Penunjang Sarana dan prasarana merupakan salah satu sumber daya yang sangat mendukung proses kemitraan dukun dan bidan. Sarana dan Prasarana tersebut mencakup fasilitas kesehatan seperti polindes, poskesdes, pustu, posyandu dan puskesmas, ruang bersalin dan alat-alat yang menunjang persalinan yang sehat, akses jalan yang baik serta dukungan sarana transportasi. Berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap bidan yang bermitra, mereka mengatakan bahwa sarana dan prasarana penunjang kemitraan masih belum memadai. Pernyataan dari kedua bidan tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut. “Alat partus dan ruang untuk bersalin. Karena apabila tidak lengkap alat dan tidak tersedia ruangan bagaimana kami mau tolong. Kebetulan kami punya di sini lengkap semua sehingga apabila dukun datang mengantar ibu hamil untuk bersalin kami dapat menolong. Sebenarnya yang dibutuhkan juga mobil untuk jemput ibu hamil karena banyak ibu hamil dan dukun selama ini mengeluh masalah transportasi.” (Wawancara mendalam T1,B1) “Lampu, tempat tidur, ruangan bersalin, transportasi, alat partus. Selama ini yang lengkap hanya alat partus, ruangan bersalin hanya satu dan terlalu sempit, lampu juga masih kurang transportasi tidak ada. Saat rujuk pasien selama ini setengah mati cari mobil. Jalan juga rusak.” (Wawancara mendalam T1,B2) Berdasarkan data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana yang terdapat di lokasi penelitian belum cukup memadai untuk menunjang pelaksanaan kemitraan ini. Dimana belum tersedia sarana transportasi seperti ambulans desa untuk merujuk ibu hamil yang akan bersalin. Hal ini tentunya menghambat proses rujukan ibu hamil oleh para dukun. Dalam panduan kemitraan 47 antara bidan dan dukun, mobil juga merupakan sarana yang mendukung proses kemitraan. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Yusriani dan Amaliah Octaviani (2014) mengenai kemitraan antara bidan dan dukun di Pangkep membuktikan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara ketersediaan fasilitas dengan kelancaran program kemitraan tersebut. Penelitian lain yang dilakukan oleh Adriana Nara (2014) menemukan bahwa ada hubungan antara akses pelayanan kesehatan dengan pemanfaatan fasilitas persalinan oleh ibu hamil. Dimana kesulitan menjangkau fasilitas kesehatan karena terbatasnya sarana transportasi membuat ibu memutuskan tidak bersalin di fasilitas kesehatan. Dalam pelaksanaan kemitraan dukun dan bidan, dibutuhkan sarana dan prasarana pendukung yang juga merupakan prasyarat keberhasilan pelaksanaan kemitraan tersebut. Beberapa prasarana dasar yang perlu ada dalam pemberian pelayanan oleh bidan adalah puskesmas, pustu, poskesdes, polindes, rumah tunggu kelahiran, posyandu, yang dilengkapi listrik dan air bersih. Sedangkan sarana yang menunjang kemitraan diantaranya mobiler, alat kesehatan, buku pegangan bidan dan dukun, baju seragam dukun, peralatan P3K, media penyuluhan dan sarana transportasi (Kemendagri, 2014). Fasilitas kesehatan yang dilengkapi oleh alat-alat persalinan yang sehat dan tenaga yang berkompeten menjadi prasyarat utama dalam menangani persalinan. Akan tetapi kelengkapan fasilitas kesehatan ini tidak menjamin peningkatan rujukan persalinan oleh dukun bila sulit diakses dan dijangkau. Tingginya proporsi 48 pertolongan persalinan oleh dukun selama ini salah satunya karena kesulitan untuk menjangkau fasilitas kesehatan terutama karena hambatan transportasi. Di Puskesmas Borong terdapat satu buah ambulans dimana ambulans ini hanya digunakan untuk merujuk pasien ke rumah sakit. Sarana transportasi lain yang sering digunakan adalah bemo dan ojek dengan biaya yang cukup mahal dan jumlahnya sedikit. Sedangkan program ambulans desa tidak berjalan. Hal ini menjadi suatu kendala dalam merujuk persalinan oleh para dukun. 4.3.2 Karakteristik Partner Karakteristik partner sangat berpengaruh terhadap sebuah proses kemitraan. Kualitas-kualitas personal seperti pengetahuan dan keterampilan, motivasi, dan persepsi manfaat merupakan elemen dari karakteristik partner yang berpengaruh terhadap sebuah proses kemitraan. Dalam penelitian ini, peneliti menjabarkan karakteristik partner ke dalam dua tema besar yaitu keterampilan dan keahlian serta motivasi. 4.3.2.1 Keterampilan dan Keahlian Keterampilan dan keahlian yang dimiliki oleh setiap partner sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan sebuah kemitraan. Berdasarkan wawancara peneliti dengan bidan dan dukun yang bermitra mengenai keterampilan mereka dalam membantu persalinan, sebagian besar mengatakan bahwa kompetensi mereka sudah sangat memadai dalam hal membantu persalinan. Berikut kutipan pernyataan dari pada dukun terkait dengan keterampilan bidan dalam hal menolong persalinan. “Keterampilan menolong persalinan. Setiap saya mengantar ibu hamil untuk bersalin saya selalu mengamati dan mereka sangat piawai menolong persalinan apalagi ditunjang oleh alat yang lengkap.” (wawancara mendalam, T2, D1) 49 “Keterampilan menolong persalinan dan komunikasinya mereka itu bagus. Kalau ada pertemuan di puskesmas saya selalu diajak ikut jadi pengalaman saya bertambah makanya saya senang.” (wawancara mendalam, T2, D2) Sedangkan pernyataan dari para bidan terkait dengan kompetensi para dukun, dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut. “Keterampilan menjaga ibu hamil dari roh jahat dan memberi minum makanya masyarakat disini sangat percaya pada mereka. Masyarakat di sini selalu panggil dukun walaupun mereka sudah disini.” (wawancara mendalam, T2, B1) “Mereka hanya kasi minum air saja untuk melancarkan proses persalinan. Mereka tidak pernah bertindak langsung dengan pasien tetapi hanya memberikan air saja.” (wawancara mendalam, T2, B2) Berdasarkan pemaparan data di atas, dukun dan bidan saling mengakui keterampilan dan kelebihannya masing-masing dalam bermitra. Dukun mengakui bahwa para bidan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam menolong persalinan melalui pendidikan formal yang telah mereka tempuh. Hal inilah yang mendorong para dukun yang bermitra di Kecamatan Borong selalu merujuk ibu bersalin agar ditangani oleh para bidan. Sementara itu pada bagian lain, para bidan mengakui bahwa pengetahuan para dukun terutama yang berkaitan dengan hal-hal supranatural dan yang dipegang teguh oleh kepercayaan masyarakat tradisional merupakan kualitas personal dari para dukun yang sangat diperlukan dalam kemitraan ini. Kemitraan dibangun untuk memadukan keterampilan dan keahlian serta sumber daya yang lain untuk menangani suatu permasalahan. Pemetaan keterampilan 50 dan keahlian ini akan memudahkan dalam pembagian peran dan tugas dalam bermitra untuk menghindari terjadinya tumpang tindih dalam pelaksanaan kegiatan. Dalam konteks kemitraan dukun dan bidan, dukun memiliki keahlian dalam hal supranatural dan budaya setempat sedangkan bidan memiliki keahlian dalam menangani persalinan sehingga kedua keterampilan ini dipadukan untuk menangani masalah persalinan. Hendaknya keahlian dan keterampilan ini dipahami oleh setiap anggota mitra sesuai dengan landasan kemitraan yang menyebutkan bahwa para pihak yang bermitra harus saling memahami kemampuan masing-masing dimana bidan memiliki kemampuan teknis dan tugas utama dalam membantu persalinan ibu sedangkan dukun bayi memiliki pengaruh dan dipercaya masyarakat. Masing-masing kemampuan tersebut saling sinergi dan perlu dioptimalkan dalam mendukung persalinan yang aman dan selamat bagi ibu. 4.3.2.2 Motivasi Karakteristik partner yang lain adalah motivasi. Motivasi adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan individu itu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu (Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan wawancara, dukun percaya bahwa bidan dapat menangani persalinan dengan mudah berkat pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh dari pendidikan formal. Dengan demikan, para dukun terdorong untuk bekerjasama dengan para bidan. Sementara itu para bidan mempunyai persepsi bahwa para dukun mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan ibu hamil dan masyarakat masih menaruh kepercayaan yang begitu tinggi terhadap peran dukun dalam menangani persalinan. 51 Pengakuan dari para dukun mengenai motivasi yang mendorong mereka untuk bekerjasama dengan bidan dalam menangani persalinan. Pernyataan dari dukun dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut. “Karena sekarang setiap ibu hamil harus bersalin di bidan. Makanya saya setiap ada ibu hamil yang akan bersalin saya selalu antar ke tempat bidan. Dulu sejak tahun 1990an saya juga sering diajak oleh menteri sales untuk ikut menolong persalinan di rumah. Mulai tahun 2012 saya diimbau oleh bidan untuk selalu mengantar ibu hamil yang ingin bersalin ke pustu.” (wawancara mendalam, T2, D1) “Iya karena mereka ajak harus bekerjasama mau tidak mau saya harus ikut. Saya juga berpikir setiap ibu hamil tidak sama ada yang pada saat melahirkan bermasalah ada juga yang lancar-lancar saja. Kalau saya bekerjasama untung saya tidak perlu susah payah bila ada yang mengalami kesulitan saat melahirkan.” (wawancara mendalam, T2, D2) Pada pihak lain, para bidan mengatakan bahwa mereka bekerjasama dengan para dukun karena kepercayaan masyarakat yang masih sangat tinggi terhadap para dukun. Berikut pernyataan para bidan mengenai alasan mereka melakukan kerjasama dengan para dukun. “karena sebagian besar ibu hamil lebih percaya dukun untuk menolong persalinan. Nah dengan adanya kerjasama ini harapan kami dukun selalu mengantar mereka ke sini sehingga lebih banyak yang melahirkan di fasilitas kesehatan.” (wawancara mendalam T2, B1) “Begini karena dukun sangat dekat dengan mereka. Selama ini mereka lebih sering periksa hamil ke dukun. Masyarakat lebih dekat dengan dukun daripada petugas sehingga kami mengajak dukun bekerjasama nanti dari dukun ibu hamil diantarkan pada kami.” (wawancara mendalam, T2,B2) Bertolak dari pemaparan data di atas, para dukun di Kecamatan Borong bekerjasama dengan para bidan, karena para bidan mengajak mereka untuk bekerjasama dalam menangani persalinan. Selanjutnya menurut seorang dukun, 52 kerjasama ini mempermudah mereka dalam menangani persalinan berkat pengetahuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh para bidan. Dengan kata lain, para dukun yakin dengan kredibilitas para bidan dalam menangani persalinan. Para dukun memandang pendidikan dan keterampilan para bidan sebagai motivasi yang mendorong mereka untuk bekerjasama dengan para bidan. Sementara itu pada bagian lain, para bidan di Kecamatan Borong juga melihat adanya kualitas personal yang dimiliki para dukun di Kecamatan Borong. Berdasarkan data di atas, dapat digambarkan bahwa kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap para dukun dan keberadaan dukun yang dekat dengan masyarkat, akhirnya mendorong para bidan untuk bekerjasama dengan para dukun. Penelitian Anggorodi (2009) di Sulawesi Tenggara dan Cirebon Jawa Barat membuktikan bahwa peran dukun bayi di masyarakat masih cukup signifikan. Hal ini terjadi karena besarnya kepercayaan masyarakat akan pertolongan para dukun. Kepercayaan masyarakat terhadap dukun ini, hendaknya ditanggapi oleh para bidan untuk melakukan kerjasama dengan para dukun dalam menangani persalinan. Dalam pedoman kemitraan dukun dan bidan, dijelaskan mengenai karakter bidan yaitu pengetahuan, keterampilan, muda dan miskin pengalaman, sedangkan karakter dukun adalah holistik, terpercaya, diterima oleh masyarakat dan ada di mana-mana. Dengan demikian kemitraan antara bidan dan dukun sebenarnya dibangun di atas kualitas-kualitas personal ini. 53 4.3.3 Relasi Antar Partner Relasi antara partner dalam kemitraan antara bidan dengan dukun mencakup kepercayaan, penghargaan dan konflik. Tingkat kepercayaan yang tinggi antara partner menandakan baiknya relasi yang dibangun antara mereka. Penghargaan antara partner juga menunjukkan baik atau buruknya relasi antara partner dalam bermitra. Demikianpun halnya dengan konflik dan mekanisme penyelesaian konflik juga menandakan relasi antara bidan dan dukun dalam bermitra. Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun yang bermitra di Kecamatan Borong, sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa sejauh ini relasi mereka dengan para bidan tidak mengalami persoalan. Buktinya mereka selalu mengantar pasien untuk ditangani oleh para bidan. Pernyataan para dukun terlihat pada kutipan berikut: “Baik nona karena setiap ada ibu hamil yang akan bersalin saya selalu antar ke pustu dan kalaupun ada yg melahirkan di rumah saya akan suruh keluarganya untuk pergi lapor ke pustu.” (wawancara mendalam, T3, D1) “Baik ibu tidak pernah ada perbedaan pendapat karena saya selalu ikut apa yang mereka minta. Kalau mereka suruh ini itu saya selalu ikut seperti kalau merujuk ibu hamil saya selalu diminta ikut bersama bidan.” (wawancara mendalam, T3, D2) “Baik nona saya biasa dipanggil kalau ada posyandu dan tidak ada masalah dengan mereka.” (wawancara mendalam, T3, D3) Pengakuan yang sama juga diberikan oleh para dukun mengenai relasi mereka dengan para bidan sejauh ini. Pernyataan mereka dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut: 54 “Lumayan baik hanya ada satu dukun yang belum berhasil kerjasamanya padahal kami sudah memberikan perhatian yang lebih pada dia. Kami sudah angkat dia jadi kader tapi sama saja tidak ada perubahan.” (wawancara mendalam, T3 B1) “Tidak pernah ada masalah. Kalau yang kerjasama dengan kami semuanya baik-baik saja karena mereka tiap ada yang akan bersalin mereka selalu antar ke kami.” (wawancara mendalam, T3 B2) Relasi yang terjalin dengan baik antara bidan dengan dukun ini terlihat dalam jawaban mereka bahwa sejauh ini mereka hampir tidak pernah mengalami konflik. Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun yang bermitra, mereka mengatakan bahwa sejauh ini tidak ada konflik yang terjadi antara mereka dengan bidan, kerena mereka sudah saling memahami peran dan kompetensi masing-masing. Berikut adalah pernyataan para dukun terkait dengan relasi mereka dengan para bidan. “Tidak pernah ada masalah selama ini dengan bidan. Mereka semua baikbaik. kalau ada yang mau dirujuk saya sering diminta ikut juga oleh bidan. Bidan di pustu itu orangnya baik-baik.” (wawancara mendalam, T3 D1) “Tidak pernah ada masalah karena saya selalu menuruti apa yang mereka inginkan.” (waancara mendalam, T3 D2) Tidak pernah ada masalah. Kalau posyandu saya biasanya ikut juga dengan mereka”. (wawancara dengan dukun 3) Pernyataan yang sama juga diberikan oleh para bidan terkait dengan relasi mereka dengan para dukun sejauh ini. Sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa sejauh ini antara mereka dengan para dukun tidak pernah terjadi konflik yang 55 menyebabkan buruknya relasi antara mereka. Berikut adalah pernyataan dari para bidan mengenai relasi mereka dengan para dukun. “Tidak ada sejauh ini tidak ada masalah semuanya baik.” (wawancara mendalam, T3 B1) “Tidak pernah ada masalah. Kalau yang kerjasama dengan kami semuanya baik-baik saja karena mereka tiap ada yang akan bersalin mereka selalu antar ke kami.” (wawancara mendalam, T3 B2) Relasi yang terjalin baik antara bidan dengan dukun ini juga terlihat dari rasa saling menghargai di antara mereka. Para dukun menghargai bidan sebagai orang yang mempunyai kompetensi formal dalam menolong persalinan, dan sebaliknya para bidan menghargai para dukun yang sudah berpengalaman dalam menolong persalinan. Pernyataan pada dukun dan bidan terlihat dalam kutipan wawancara berikut: “Saya sangat menghargai mereka nona. Bentuk penghargaan saya kalau ada ibu hamil saya selalu antar ke pustu itu saja bentuk penghargaan saya. Nona tau kan kami yang di kampung ini tidak punya apa-apa untuk kasih mereka.” (wawancara mendalam, T3 D1) “Iya ibu kenapa tidak. Bagaimana kerjasama ini ke depannya kalau tidak saling menghargai. Bentuk penghargaan saya terhadap mereka ya saya mengikuti apa yang mereka inginkan itu saja ibu.” (wawancara mendalam, T3 D2) “Saya menghargai mereka buktinya setiap kali mereka panggil saat posyandu saya selalu datang.” (wawancara mendalam T3 D3) “Iya kami menghargai mereka. Bentuk penghargaannya bila ada kegiatan tingkat puskesmas kami selalu undang mereka untuk hadir dan mereka mendapatkan uang transport. Kalau untuk tingkat desa hanya ucapan terima kasih saja.” (wawancara mendalam, T3 B1) “Tidak ada penghargaan. Sekarang ini dana persalinan untuk petugas tidak ada. Semua persalinan gratis jadi kami tidak ada uang untuk bayar dukun. 56 Bentuk penghargaan lain juga tidak ada. Paling kami ngomong baik-baik saja dengan mereka karena komunikasi ini yang paling penting.” (wawancara mendalam, T3 B2) Bertolak dari data di atas, kecenderungan dukun dan bidan di Kecamatan Borong mengakui bahwa sejauh ini relasi antara mereka terjalin dengan baik. Buktinya bahwa para dukun selalu bersedia untuk merujuk ibu hamil kepada bidan bukan karena terpaksa tetapi karena mereka merasa dihargai dan diterima baik oleh para bidan. Bukti dari relasi yang baik ini juga terlihat dari data penelitian di atas bahwa sejauh ini antara bidan dan dukun di Kecamatan Borong tidak pernah terjadi konflik yang menyebabkan ada pihak yang merasa tidak dihargai keberadaanya dalam kemitraan ini. Relasi yang baik ini juga terlihat dari adanya komitmen dari kedua belah pihak untuk saling menghargai antara kedua belah pihak. Penelitian dari Yusriani dan Amaliah Octaviani (2014) di Kabupaten Pangkep membuktikan bahwa ada koefisien relasi yang begitu kuat antara sikap partner dengan proses berjalannya suatu kemitraan. Dalam penelitian ini kedua peneliti ini mensinyalir bahwa para bidan dan dukun menaruh rasa saling menghormati yang pada gilirannya memberi efek yang positif terhadap kemitraan. Dalam pedoman kemitraan dukun dan bidan, dijelaskan beberapa landasan yang harus dipenuhi para pihak yang bermitra, salah satu diantaranya adalah saling menghargai. Saling mengahargai antara dukun dan bidan sangat penting. Dukun bayi telah ada di masyarakat jauh sebelum keberadaan bidan ataupun perkembangan ilmu kebidanan. Dukun bayi perlu menghargai perkembangan ilmu dan teknologi kebidanan yang dimiliki dan ditugaskan oleh pemerintah (Kemendagri, 2014). 57 Suatu persahabatan dapat dikatakan sebagai persahabatan yang sejati apabila antara sahabat saling menghargai. Demikian halnya dengan kemitraan. Kemitraan akan berjalan dengan baik apabila antara anggota mitra saling harga menghargai. Seberapa kecilpun peran atau kontribusi anggota suatu kemitraan, perlu dihargai oleh anggota mitra yang lain. Oleh karena itu, para anggota suatu kemitraan harus saling menghargai. 4.3.4 Karakteristik Kemitraan Karakteristik kemitraan bersinggungan erat dengan aspek-aspek organisasi dalam suatu kemitraan. Dengan demikian, karakteristik kemitraan berarti mencakup manajemen pembagian peran, komunikasi, pengambilan keputusan, koordinasi dan komitmen sebagai anggota sebuah organisasi. Dalam konteks kemitraan antara bidan dengan dukun, karakteristik kemitraan bersentuhan dengan soal pembagian peran antara bidan dengan dukun dalam membantu persalinan, komunikasi antara bidan dengan dukun yang terjadi dalam pertemuan yang sudah terjadwal dengan baik, mekanisme koordinasi dalam merujuk pasien dan sejauh mana keduanya berkomitmen untuk kepentingan kemitraan tersebut. 4.3.4.1 Pembagian Peran Dalam konteks kemitraan dukun dan bidan, manajemen pembagian peran merupakan aspek yang sangat penting dalam pelaksanaan kemitraan. Masing-masing pihak memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan. Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun yang bermitra mereka mengatakan bahwa peran atau tugas mereka dalam kemitraan ini adalah mengantar pasien ke pustu dan membantu bidan dalam menolong persalinan seperti 58 memijit, memberikan air untuk diminum oleh ibu yang hendak bersalin. Berikut pernyataan dari para dukun: “Kalau ada yang melahirkan saya antar ke pustu. Sampai di sana saya bantu pijat-pijat dengan bantu memberikan minum bila dibutuhkan ibu hamil sedangkan yang menolong persalinan sampai selesai bidan. Nanti setelah selesai saya bantu bersih/lap ibu bersalin. Itu saja yang saya kerjakan.” (wawancara mendalam, T4 I, D1) “Kami sama-sama menunggu. Kalau di rumah sakit saya tidak ikut campur tetapi kalau di pustu di sini saya biasanya memberikan minum dengan halia untuk mengusir setan. Saya juga biasanya bantu pijat dan pegang-pegang perut ibu hamil.” (wawancara mendalam, T4 I, D2) “Saya kasih air untuk minum dan nonton mereka menolong persalinan. Terkadang ada bidan yang menyuruh saya keluar maka saya keluar dan mengintip dari jendela saja.” (Wawancara mendalam, T4 I, D3) Sementara itu para bidan menangani secara penuh proses persalinan. Pernyataan para bidan mengenai tugas mereka dalam membantu proses persalinan terlihat dalam kutipan wawancara berikut. ”Kami biasanya yang menolong persalinan sedangkan dukun bantu memberikan minum, pegang-pegang perut ibu hamil dan kadang kami minta mereka untuk menyiapkan susu untuk ibu hamil.” (wawancara mendalam T4 I, B1) “Dukun benar-benar hanya mendampingi saja. Semua tindakan bidan yang lakukan. Mereka hanya mendampingi.” (wawancara mendalam, T4 I, B2) Prinsipnya dalam sebuah kemitraan, pembagian peran harus juga mempertimbangkan kompetensi masing-masing partner dan setiap partner harus menjalankan peran sesuai dengan fungsinya masing-masing. Berkaitan dengan pembagian peran antara bidan dengan dukun yang bermitra di Kecamatan Borong, 59 mereka berpendapat bahwa pembagian peran yang mereka sudah jalankan selama ini sudah sesuai dengan kompetensi mereka masing-masing. Pernyataan para dukun terkait dengan pembagian peran mereka selama ini, dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut: “Sudah sesuai nona karena mereka sekolah khusus untuk menolong persalinan sedangkan saya hanya berdasarkan pengalaman saja. Tidak ada dokumen tertulis paling saya bantu pijit dan kasi minum bila dibutuhkan.” (wawancara mendalam, T4 I, D1) “Sudah sesuai ibu karena saya serahkan sepenuhnya kepada bidan. Tidak tertulis di buku mengenai pembagian tugas kami.” (wawancara mendalam, T4 I, D2) “Iya nona sudah sesuai karena biasanya saya antar ke puskesmas kalau ibu hamilnya yang minta melahirkan di puskesmas tapi kalau tidak saya tolong disini saja.” (wawancara mendalam, T4 I, D3) Sedangkan persepsi para bidan terkait dengan pembagian peran dengan para dukun dalam kemitraan yang telah berjalan selama ini, dapat dilihat pada pernyataan mereka sebagai berikut: “Sudah karena petugas kesehatan punya tanggung jawab untuk menolong persalinan. Kami tidak punya dokumen tertulis paling kami jalankan seperti biasa saja selama ini.” (wawancara mendalam, T4 I, B1) “Sudah sesuai. Kalau dukun hanya sebatas memberikan air saja sedangkan semua tindakan bidan punya tanggung jawab sudah. Tidak ada dokumen tertulis.” (wawancara mendalam, T4 I, B2) Pembagian peran selama ini yang dirasa oleh para dukun dan bidan sudah berjalan baik, dinilai sangat mendukung proses kemitraan mereka selanjutnya. Berikut pernyataan mereka: 60 “Iya nona sudah mendukung. Kami ini tinggal ikut saja apa yang bidan suruh.” (wawancara mendalam, T4 I, D1) “Sangat mendukung ibu. Menyiapkan halia untuk menjaga ibu hamil dari roh jahat itu hanya kami yang bisa melakukan bidan tidak bisa. Kalau menolong persalinan itu tanggung jawab bidan. Jadi saling melengkapi.” (wawancara mendalam, T4 I, D2) “Sudah mendukung nona. Tetapi kadang kalau saya ke puskesmas bidan usir saya keluar dari ruang bersalin.” (wawancara mendalam, T4 I, D3) “Ya mendukung. Sebenarnya dari segi ilmu kesehatan yang paling penting kan pertolongan persalinannya. Untuk jaga badan dari roh jahat dan lainlain tidak terlalu penting hanya karena masyarakat percaya saja.” (wawancara mendalam, T4 I, B1) “Sudah mendukung karena saling melengkapi. Mereka yang datang antar kami yang tolong di sini.” (wawancara mendalam, T4 I, B2) Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama ini para dukun umumnya berperan dalam aspek non teknis kesehatan. Dengan kata lain, para dukun bertugas mendampingi ibu bersalin dan menolong bidan dalam hal menangani persalinan. Para dukun berperan dalam memberi air, memijit ibu bersalin dan juga menangani hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan budaya setempat. Sedangkan bidan bereperan dalam aspek teknis kesehatan. Selanjutnya dukun dan bidan yang bermitra umumnya tidak menyatakan keberatan terkait dengan pembagian peran ini. Hal ini tampak dari pengakuan dukun yang cenderung mengatakan bahwa selama ini tugas mereka hanyalah merujuk ibu hamil, sedangkan yang dominan berperan dalam menangani persalinan adalah bidan. Para dukun juga memberikan pengakuan bahwa pembagian peran yang terjadi selama ini, sudah sangat mendukung kemitraan. Para bidan juga memberikan 61 pengakuan yang serupa berkaitan dengan pembagian peran ini. Menurut para bidan pembagian peran antara mereka dengan dukun yang sudah berjalan selama ini sudah sesuai dengan apa yang digariskan dalam pedoman kemitraan antara bidan dengan dukun, di mana bidan merupakan penanggung jawab penuh dalam menangani persalinan. Namun pembagian peran ini tidak tertulis dalam dokumen yang resmi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Budiyono dkk (2011) di Puskesmas Mranggen Kabupaten Demak menjelaskan bahwa peran dukun hanya sebatas melakukan pemijatan saja sedangkan yang menolong persalinan adalah bidan. Penelitian lain juga dilakukan oleh Metti dan Rosmadewi (2012) bahwa dukun sudah mengetahui peran mereka tidak lagi menolong persalinan melainkan membantu bidan dalam merawat ibu dan bayi. Secara umum dapat dikatakan bahwa pembagian peran dalam kemitraan bidan dan dukun di Kecamatan Borong sudah mengikuti apa yang ditegaskan oleh departemen kesehatan yaitu bahwa tugas dukun bukan lagi sebagai penolong utama dalam persalinan tetapi hanya mendampingi bidan dan ibu hamil dalam persalinan. Dalam pedoman, peran bidan dan dukun dalam pelaksanaan kemitraan telah dibagi sejak periode kehamilan, persalinan dan nifas. Bidan dan dukun hendaknya saling memahami kedudukan tugas dan fungsi dalam bermitra, dimana bidan memiliki tugas dan fungsi utama dalam membantu persalinan ibu hamil. Dukun bayi tidak melakukan tugas dan fungsi dalam membantu persalinan secara langsung melainkan mendorong agar proses rujukan ibu bayi hanya kepada bidan atau tenaga kesehatan terlatih (Kemendagri, 2014). 62 Dalam proses alih peran dan pembagian tugas antara dukun dan bidan dalam pertolongan persalinan, perlu disepakati mekanisme kemitraan yang dijalin antara mereka. Meskipun mekanisme sangat beragam tergantung keadaan, tetapi ada beberapa hal penting yang harus disepakati (dituangkan secara tertulis dalam nota kesepakatan) yaitu mekanisme rujukan kasus persalinan dan pembagian biaya persalinan (Depkes, 2008). Pembagian peran atau tugas dukun dan bidan dalam persalinan sudah jelas walaupun tidak ada dokumen tertulis. Masing-masing pihak diharapkan dalam melaksanakan perannya dengan baik sehingga persalinan dapat ditangani dan kematian ibu dan bayi akibat persalinan dapat ditekan. 4.3.4.2 Komunikasi Komunikasi antara partner adalah hal yang sangat penting di dalam sebuah kemitraan. Dalam konteks kemitraan antara bidan dan dukun, komunikasi antara keduanya adalah sesuatu hal yang perlu untuk kepentingan kemitraan. Sebagai sebuah organisasi, maka komunikasi antara bidan dengan dukun diupayakan agar terjadwal dengan baik seperti pertemuan bulanan atau juga tahunan. Berdasarkan wawancara peneliti dengan dukun dan bidan yang bermitra, mereka tidak pernah mengadakan pertemuan di tingkat desa/kelurahan tetapi untuk tingkat kecamatan pernah dilaksanakan beberapa kali. Berikut adalah pernyataan para dukun: “Kalau dengan bidan tidak pernah ada pertemuan. Paling dulu dokter dari puskesmas datang dan kami kumpul di aula gereja membahas masalah persalinan di rumah dan dulu juga pernah ada pertemuan juga dengan dokter tapi saya tidak ikut.” (wawancara mendalam, T4 II, D1) 63 “Kalau dengan bidan yang di sini tidak pernah tetapi kalau di puskesmas Borong pernah diundang tiga kali ibu. Bila ada pertemuan saya biasanya pergi dengan bidan. Dua kali dengan bidan Beci satu kali dengan bidan Marni. Di puskesmas kami diberi pengarahan mengenai persalinan. Setiap ibu hamil harus bersalin di fasilitas kesehatan jangan paksa untuk tolong sendiri di rumah nanti kalau ada perdarahan berbahaya. Biasanya kalau ada pertemuan begitu saya dapat uang transport ibu.” (wawancara mendalam, T4 II, D2) “Pernah saya diundang ke puskesmas dapat pengarahan tentang persalinan. Dokter bilang kalau ada yang melahirkan harus melahirkan di fasilitas kesehatan jangan paksa untuk bersalin di rumah. Tiga kali saya diundang dari puskesmas dapat pengarahan dari dokter tentang persalinan.” (wawancara mendalam, T4 II, D3) Pernyataan para bidan dapat dilihat para kutipan wawancara berikut: “Kalau pertemuan rutin tingkat desa tidak ada. Pertemuan biasanya untuk tingkat puskesmas dilakukan setiap akhir tahun untuk membahas hal apa saja yang dilakukan dukun dan bidan. Tidak semua dukun diundang paling hanya satu sampai dua orang saja.” (wawancara mendalam, T4 II, B 1) “Kalau pertemuan rutin tidak ada. Paling setahun sekali ada semacam pelatihan atau pengarahan pada dukun. Yang dibahas mengenai persalinan yang tidak boleh ditolong dukun. Dukun hanya sebatas mendamping, mengajak pasien dan mengantar pasien ke pustu atau puskesmas.” (wawancara mendalam, T4 II, B 2) komunikasi yang dimaksudkan dalam konteks kemitraan ini adalah frekuensi pertemuan yang dilakukan oleh para bidan dengan dukun di tingkat desa, kecamatan ataupun juga kabupaten. Berdasarkan data di atas, jelas terlihat bahwa menurut para dukun selama ini mereka kurang bahkan tidak pernah melakukan petemuan dengan para dukun di tingkat desa. Para dukun hanya melakukan petemuan dengan bidan dan dokter di tingkat puskesmas. Dalam pertemuan ini, para dukun selalu diingatkan akan pentingnya penanganan persalinan oleh tenaga profesional kesehatan yaitu 64 bidan. Pengakuan yang sama juga diutarakan oleh para bidan yaitu bahwa selama ini tidak pernah diadakan pertemuan rutin tingkat desa tetapi hanya diadakan pertemuan tingkat puskesmas pada akhir tahun yang membahas tentang kerjasama antara dukun dan bidan selama tahun itu. Penelitian yang dilakukan oleh Dedik dkk (2005) mengenai kemitraan bidan dan dukun bayi di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur meanganjurkan saran bahwa dukun bayi perlu diberikan wawasan dan pengetahuan dalam bidang kesehatan ibu dan bayi yang baru lahir, terutama juga tentang tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas, serta persiapan yang harus dilakukan oleh keluarga dalam menyonsong kelahiran bayi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Budiyono dkk (2011) mengungkapkan bahwa bidan desa kurang bisa diterima oleh dukun karena faktor komunikasi dan pendekatan yang kurang intensif. Terhenti atau tidak berjalannya suatu organisasi apapun sering terjadi karena tersumbatnya saluran komunikasi diantara anggota organisasi. Demikian pula dalam kemitraan, diperlukan komunikasi yang efektif diantara anggota mitra. Salah satu saluran komunikasi diantara mitra adalah dengan adanya pertemuan atau rapat rutin kemitraan. Pertemuan rutin dan terjadwal antar mitra sangat diperlukan untuk mengetahui perkembangan kemitraan. Sehingga apabila ditemukan masalah di lapangan, maka dapat secara langsung dilakukan langkah-langkah penanganan yang cepat dan tepat. 65 4.3.4.3 Koordinasi Kemitraan sebagai suatu organisasi tentunya menuntut fungsi koordinasi yang jelas antara pimpinan dengan bawaan atau antara sesama bawaan terkait dengan pelaksanaan tugas. Dalam konteks kemitraan antara bidan dan dukun, bidan tentunya harus senantiasa berkoordinasi dengan dukun dalam hal merujuk pasien misalnya. Berdasarkan wawancara peneliti dengan para bidan dukun, sebagian besar dari mereka menjawab bahwa selama ini bidan yang berinisiatif untuk menghubungi para dukun dan posyandu adalah kesempatan yang sering kali digunakan oleh para bidan untuk berkoordinasi dengan para dukun. Pernyataan dari para bidan mengenai fungsi koordinasi dapat dilihat pada kutipan berikut: “Koordinasinya lewat posyandu dan bila bertemu secara tidak sengaja di jalan. Bila ada posyandu saya terkadang ikut akan tetapi bila tidak ibu hamilnya sendiri yang melaporkan. Biasanya juga saat posyandu bidan langsung menanyakan pada ibu hamil mengenai (wawancara mendalam, T4 IV, D1) “Koordinasinya ibu lewat posyandu. Saya biasanya menyuruh ibu hamil untuk selalu ikut posyandu. Kalau koordinasi langsung dengan bidan tidak pernah karena kami hanya ketemu bila ada yang bersalin.” (wawancara mendalam, T4 IV, D2) “Bidan yang melakukan koordinasi nona. Koordinasinya melalui posyandu. Saya juga kurang tahu karena saya tidak pernah antar ibu hamil ke pustu.” (wawancara mendalam, T4 IV D3) Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh para dukun dalam kutipan wawancara berikut: “Koordinasinya melalui posyandu karena terkadang kami mengundang mereka untuk datang dan juga apabila secara tidak sengaja bertemu di bemo atau di jalan biasanya kami tanya mungkin ada lagi ibu yang hamil. Kadang mereka yang tanya “ibu bagaiman dengan ibu A apa dia sudah pergi periksa ke ibu” karena di sini ibu hamil lebih sering ke dukun.” (wawancara mendalam, T4 IV, B1) 66 “Kan kami punya di kantor bagi per wilayah posyandu. Setiap posyandu ada penanggung jawabnya. Kalau posyandu harus pendekatan dengan dukun tanya mungkin ada yang datang urut di mereka jadi dari situ kami tau.” (wawancara mendalam, T4 IV, B2) Selanjutnya para dukun dan bidan mengantakan bahwa fungsi koordinasi yang telah dijalankan selama ini sudah cukup membantu proses kemitraan antara kedua belah pihak. Misalnya para dukun mengatakan bahwa posyandu merupakan kesempatan yang tampan di mana semua ibu hamil bisa terdata dengan baik oleh bidan, dan para dukun menganjurkan para bidan untuk mengikuti posyandu. Pernyataan para dukun terkait dengan fungsi koordinasi yang telah mereka jalankan selama ini dalam hubungannya dengan kemitraan, dapat dilihat para kutipan wawancara berikut: “Sudah cukup nona daripada saya harus ke pustu untuk melaporkan semua ibu hamil. Cukup pada saat mengantarkan mereka untuk melahirkan saya bertemu bidan. Tetapi bila ada yang bersalin pada malam hari di rumah maka keesokan harinya saya menyuruh suaminya untuk melaporkan kelahiran ini di bidan agar mereka tahu.” (wawancara mendalam, T4 IV, D1) “Sudah cukup ibu karena ada posyandu juga jadi semua ibu hamil bisa terdata oleh bidan. Memang selama ini semua ibu hamil yang datang untuk pijit ke rumah selalu saya suruh untuk ikut posyandu.” (wawancara mendalam, T4 IV, D2) Para bidan juga melontarkan pengakuan yang sama mengenai fungsi koordinasi yang telah dijalankan selama ini. Bidan menambahkan bahwa fungsi koordinasi selama ini juga didukung oleh para dukun yang aktif. Berikut adalah pernyataan dari pada bidan: “Iya sudah baik karena dukunnya juga sangat aktif hanya yang di Paka saja yang masih kurang kalau yang lain sudah ok.” (wawancara mendalam, T4 IV, B1) 67 “Sudah ew kan bidan sudah punya wilayah binaan masing-masing. Jadi bidan yang koordinasi wilayah binaannya dia. Dia yang bertanggung jawab penuh untuk wilayah binaannya.” (wawancara mendalam, T4 IV, B2) Sebagai suatu organisasi, kemitraan antara bidan dan dukun juga memerlukan adanya fungsi koordinasi yang tertata dengan teratur. Terkait dengan fungsi koordinasi, sebagian besar dukun dan bidan yang bermitra di Kecamatan Borong mengatakan bahwa selama ini mereka berkoordinasi melalui posyandu. Terkadang juga koordinasi antara dukun dan bidan terjadi secara informal, seperti ketika berpapasan di jalan. Dari data ini, dapat dikatakan bahwa selama ini fungsi koordinasi antara dukun dan bidan yang bermitra di Kecamatan Borong hanya bersifat momental bahkan insidental atau belum ada jadwal yang terprogram dengan jelas. Hingga saat ini, para dukun dan bidan merasa bahwa fungsi koordinasi yang berjalan selama ini sudah cukup mendukung kemitraan. Seorang bidan misalnya mengatakan bahwa posyandu merupakan kesempatan yang baik untuk mendata semua ibu hamil. Tentunya kemungkinan kendala yang dialami adalah mendata ibu hamil yang tidak datang posyandu. Dalam hal ini koordinasi yang tertata rapi dan teratur antara bidan dengan dukun bisa mengatasi persoalan ini. Koordinasi dan peningkatan kapasitas bagi dukun merupakan langkah untuk optimalisasi pelaksanaan peran dan tugas masing-masing. Koordinasi didefinisikan sebagai proses penyatuan tujuan-tujuan dalam suatu kerjasama organisasi dan merupakan kegiatan pada tingkat satu satuan yang terpisah dalam suatu kerjasama organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Koordinasi dibutuhkan sekali dalam suatu kerjasama sebab tanpa koordinasi akan tidak 68 mempunyai pegangan mana yang harus diikuti, yang akhirnya akan merugikan kerjasama dalam itu sendiri. Dengan koordinasi diharapkan keharmonisan atau keserasian seluruh kegiatan mencapai tujuan yang diharapkan, beban tiap anggota mitra menjadi seimbang dan selaras. Koordinasi sangat dibutuhkan terutama pada pekerjaan lebih yang insidentil dan tidak rutin serta pekerjaan yang tidak direncanakan terlebih dahulu, juga bagi kerjasma yang menerapkan tujuan tinggi. Oleh karena itu, fungsi koordinasi yang dilakukan oleh pihak yang bermitra merupakan suatu keharusan. 4.3.4.4 Pengambilan Keputusan Dalam organisasi kemitraan, pembagian wewenang dalam mengambilan keputusan adalah sesuatu hal yang penting, mengingat hal ini rentan menimbulkan konflik jika tidak diorganisir dengan baik. Dengan demikian, pengambilan keputusan harus tertuang dalam kesepakatan tertulis. Dalam konteks kemitraan bidan dan dukun, pengambilan keputusan terjadi ketika menangani persalinan. Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun dan bidan yang bermitra, sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa yang berperan besar dalam mengambil keptusan ketika menangani persalinan adalah para bidan. Sedangkan para dukun umumnya mengikuti apa yang diinstruksikan oleh para bidan. Pernyataan para dukun mengenai pengambilan keputusan dalam manangani persalinan, dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut: “Yang ambil keputusan adalah bidan. Saya sebagai dukun hanya mengikuti saja. Jika mereka bilang harus rujuk ya rujuk saya hanya menemai saat merujuk saja.” (wawancara mendalam, T4 III, D1) 69 “Keputusan biasanya diambil oleh bidan. Kami tinggal menjalankan dan mengikuti saja. Apabila bidan menyuruh untuk merujuk maka kami ikut merujuk.” (wawancara mendalam, T4 III, D2) “Untuk ibu hamil yang bersalin di bidan mereka yang mengambil keputusan. Tetapi kalau saya yang tolong sendiri kalau ada kesulitan maka saya yang mengambil keputusan untuk merujuk ke puskesmas.” (wawancara mendalam, T4 III, D2) Sedangkan pernyataan dari para bidan dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut: “Selama ini tidak ada. Paling kami bidan saja yang mengambil keputusan untuk semua partus. Dukun tinggal ikut saja apa yang kami putuskan.” (wawancara mendalam, T4 III, D1) “Bidan yang ambil keputusan pokoknya dukun benar-benar damping. Mau ambil tindakan apa semua bidan dan tidak dokumen tertulisnya. Kalau sudah di fasilitas tu bidan punya tanggung jawab sudah.” (wawancara mendalam, T4 III, D2) Bertolak dari pemaparan isi di atas, dalam kemitraan bidan dan dukun di Kecamatan Borong, bidan memegang peranan yang penting dalam mengambil keputusan ketika menangani persalinan. Para dukun mengatakan bahwa mereka tinggal mengikuti apa yang diperintahkan oleh bidan dalam menolong persalinan. Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh para bidan, yaitu bahwa merekalah yang memegang kendali untuk mengambil keputusan ketika menangani persalinan. Dalam hal ini dukun merupakan penolong bidan ketika menangani persalinan. Berkaitan dengan wewenang mengambil keputusan yang telah berjalan selama ini, dukun cenderung mengatakan bahwa itu sudah tepat, karena penanganan persalinan merupakan tugas pokok dari para bidan, sedangkan para dukun hanya bertugas untuk mendamping ibu hamil. Hal yang sama juga disampaikan oleh bidan. Hingga saat ini, 70 tidak ada dokumen tertulis yang berisi tentang wewenang mengambil keputusan dalam kemitraan antara bidan dan dukun di Kecamatan Borong. Tidak terlibatnya dukun dalam proses pengambilan keputusan tentu berpotensi terjadinya konflik pribadi bagi para dukun karena pada dasarnya setiap orang yang terlibat dalam suatu kemitraan pasti menginginkan agar dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam Notoatmodjo (2010) dijelaskan bahwa setiap individu atau organisasi apabila sudah bersedia menjalin kemitraan, maka kedudukan mereka setara atau sama tingkatnya sehingga tidak ada anggota mitra yang memaksakan kehendak karena merasa lebih tinggi dan tidak ada dominasi terhadap yang lain. Demikian pula dalam pengambilan keputusan, masing-masing anggota mempunyai hak dan suara yang sama. Sikap dukun yang cenderung hanya mengikuti apa yang diputuskan bidan dan tidak mempermasalahkannya mungkin disebabkan karena tingkat pendidikan dukun di wilayah penelitian yang umumnya masih rendah. Individu dengan tingkat pendidikan yang rendah pada umumnya lebih cepat menerima dan mengikuti pengaruh dari luar khususnya dari orang yang dipandang lebih tinggi dari mereka. Faktor lain juga karena dukun tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai prinsip-prinsip kemitraan. 4.3.4.6 Komitmen Komitmen anggota adalah suatu hal yang sangat penting dalam membangun hidup berorganisasi. Dalam konteks kemitraan antara bidan dengan dukun, komitmen dari bidan dan dukun dalam bermitra merupakan suatu syarat utama agar kemitraan ini terus berjalan dengan baik. Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun 71 dan bidan yang bermitra, umumnya mereka mengatakan berkomitmen penuh untuk terus menjalankan kemtiraan ini. Para dukun mengatakan bahwa untuk mereka kemitraan ini semata untuk membantu ibu hamil dalam hal bersalin. Komitmen yang sama juga ditunjukan oleh para bidan. Pernyataan para dukun dan bidan terkait dengan komitmen mereka dalam menjalankan kemitraan ini dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut: “Iya nona karena kami juga tidak mendapatkan keuntungan. Pekerjaan ini bersifat sosial saja. Kalau saya pribadi yang penting mereka selamat dan sehat saja. Saya hanya membantu.” (wawancara mendalam, T4 V, D1) “Iya ibu karena kami juga tidak mendapatkan keuntungan. Pekerjaan ini sifatnya sosial. Kami bersedia keluar malam hari tanpa dibayar. Bila ada ibu hamil yang memberikan uang syukur jika tidak juga tidak apa-apa yang penting mereka bisa melahirkan bayinya dengan selamat.” (wawancara mendalam, T4 V, D2) “Oh iya kami selalu mengutamakan kepentingan pasien. Yang partus di sini kan yang ada kartu BPJS gratis persalinannya dan dukun juga biar tidak dapat apa-apa mereka tetap semangat mengantarkan ibu hamil untuk bersalin di sini.” (wawancara mendalam, T4 V, B1) “Heem..utamakan keselamatan ibu hamil. Karena semuanya juga gratis..kalau ada ibu yang bandel biasanya langsung dijemput mobil puskesmas.” (wawancara mendalam, T4 V, B2) Bertolak dari isi yang telah dideskripsikan di atas, dapat disimpulkan bahwa para dukun dan bidan yang bermitra di Kecamatan Borong, berkomitmen penuh untuk mengutamakan kepentingan ibu hamil. Hal ini tampak dari pengakuan para dukun yang mengatakan bahwa, walaupun mereka tidak mendapatkan apa-apa dari kemitraan ini, khususnya keuntungan finansial, mereka akan terus bekerjasama demi kepentingan ibu hamil. Pengakuan yang sama juga diutarakan oleh para bidan yaitu 72 bahwa mereka mementingkan keselamatan ibu hamil. Komitmen ini juga diperkuat dengan tersedianya layanan BPJS yang memungkinkan semua ibu hamil mendapatkan pelayanan secara gratis. Dengan demikian, secara umum dapat disimpulkan bahwa hingga saat ini para dukun dan bidan yang bermitra di Kecamatan Borong, berkomitmen untuk tetap melanjutkan kerjasama ini demi keselamatan ibu hamil. Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa suatu kemitraan dalam program kesehatan akan mencapi tujuan apabila pihak yang bermitra mampu meningkatkan apa yang menjadi komitmen bersama Komitmen adalah suatu kesediaan dan pengorbanan baik dari waktu, pikiran, tenaga dan sebagainya dari masing-masing pihak yang bermitra terhadap pemecahan masalah kesehatan yang telah disepakati bersama. Dukun dan bidan yang bermitra di Kecamatan Borong telah mampu meningkatkan komitmen bersama dengan bersedia mengorbankan waktu dan tenaga mereka untuk menangani persalinan. Dengan adanya komitmen dari kedua belah pihak ini diharapkan dapat meningkatkan proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi. 4.3.5 Lingkungan Eksternal Pengaruh lingkungan eksternal dalam kemitraan antara bidan dan dukun dalam penelitian ini mencakup dukungan dari keluarga para dukun, dukungan masyarakat serta pandangan tokoh agama dan masyarakat mengenai kemitraan ini. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh peneliti, para dukun umumnya mengakui bahwa keluarga sangat mendukung kerjasama mereka dengan para dukun. 73 Berikut pernyataan para dukun mengenai dukungan keluarga terhadap kerjasama mereka dengan para bidan “Iya nona mereka sangat mendukung. Kalau ada yang panggil malam hari mereka tidak pernah marah dan mereka setia untuk mengantar saya ke rumah ibu hamil.” (wawancara mendalam, T5 D1) “Mereka mendukung ibu buktinya selama ini mereka tidak pernah memarahi saya kalau saya keluar malam-malam untuk merujuk ibu hamil bahkan mereka selalu mengantar saya pada saat keluar malam hari.” (wawancara mendalam T5 D2) “Mereka mendukung nona. Mereka juga tidak banyak ngomong. Kalau ada yang panggil saya malam hari mereka selalu setia mengantar saya.” (wawancara mendalam T5 D3) Selanjutnya berdasarkan wawancara peneliti dengan dukun dan bidan yang bermitra terkait dengan dukungan masyarakat, mereka mengatakan bahwa sejauh ini masyarakat cenderung mengakui kerjasama ini, walaupun masih ada yang lebih memilih para dukun dalam hal menolong perslainan. Berikut kutipan wawancara: “Iya nona mereka mendukung karena mereka juga sangat antusias untuk melahirkan di tempat bidan. Dukun di sini cuma saya jadi kalau saya bilang ayo ke tempat bidan untuk bersalin mereka pasti ikut.” (wawancara mendalam T5 D1) “Masih ada yang belum mendukung karena masih ada yang tetap ingin melahirkan di rumah. Akan tetapi saya selalu memberitahu agar si ibu hamil melahirkan di tempat bidan karena kami sudah bekerjasama dengan bidan.” (wawancara mendalam T5 D2) “Dukung karena mereka setiap diajak dukun untuk bersalin di sini selalu mau kadang ada yang datang sendiri tanpa dukun. Hanya ada satu dua orang yang sedikit bandel.” (wawancara mendalam T5 B1) Tokoh masyarakat dan tokoh agama juga sangat mendukung program ini. Berikut ini adalah kutipan pernyataan mereka: 74 “Setuju karena itu sangat membantu.kalau terjadi perdarahan kan petugas kesehatan yang lebih cocok untuk menolong. Tapi kalau saat mendesak misalnya tidak ada kendaraan atau bersalin di kebun pada saat malam hari dukun bisalah untuk membantu. Saya mendukung kerjasama ini sehingga kematian ibu bersalin bisa berkurang. Yang penting saling menghargai dan menjaga perasaan satu sama lain serta tidak saling menjatuhan.” (wawancara mendalamT5 TA) “Bagus kalau ada kerjasama seperti ini. Apalagi kita ini di kota kan tidak bagus kalau sudah di kota tapi bersalinnya masih pake dukun sementara bidan kita punya sudah banyak sekali nona. Makanya saya sangat setuju kalau ada kerjasama seperti itu biar kedepan semakin baik kesehatan kita.” (wawancara mendalam T5 TM) Berdasarkan pemaparan di atas, maka untuk konteks kemitraan di Kecamatan Borong, jelas terlihat bahwa keluarga dukun sangat mendukung kerjasama dukun dengan para bidan. Hal ini bisa dimaklumi mungkin karena karakter masyarkat di lokasi penelitian yang mana ikatan kekeluargaannya sangat tinggi. Sedangkan masyarakat umumnya mendukung program kemitraan ini. Hingga sekarang ini, kesadaran masyrakat akan pentingnya pelayanan kesehatan dengan menggunakan fasilitas kesehatan yang sehat sudah semakin tinggi. Mungkin karena perseberan pelayanan kesehatan seperti posyandu, polindes yang sudah semakin banyak. Sedangkan berdasarkan wawancara penulis dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat, mereka sangat mendukung program ini. Mereka berharap agar kegiatan ini harus semakin ditingkatkan pada hari-hari yang akan datang. Penelitian yang dilakukan Dedik Setiawan dkk (2005) mengenai kemitraan bidan dan dukun bayi di kabupaten Trenggalek Jawa Timur, mensiyalir bahwa keberhasilan kemitraan yang dilaksanakan di tempat itu, juga sangat dipengaruhi oleh optimalisasi jaringan yang dibuat oleh dinas kesehatan setempat melalui optimalisasi peran kepala desa dan tokoh masyarakat dalam memobilisasi dukun dan 75 masyarakat di sana. Dengan demikian, program kemitraan antara bidan dan dukun sungguh mendapatkan dukungan dari banyak pihak. Penelitian lain yang dilakukan oleh Budiyono dkk (2011) mengenai kemitraan dukun dan bidan dalam menurunkan angka kematian ibu di Puskesmas Mranggen menjelaskan bahwa tokoh masyarakat dan tokoh agama sangat mendukung kemitraan ini. Bentuk dukungan mereka adalah sosialisasi dan pengarahan kepada dukun dan bidan, melakukan mediasi dan sosialisasi kepada masyarakat dengan melibatkan PKK, kader posyandu dan petugas penyuluh KB. Kemitraan dukun dan bidan perlu didukung oleh pihak-pihak terkait seperti kepala daerah, dinas kesehatan, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Dukungan dari pihak-pihak ini akan mendorong terbentuknya kemitraan terutama melalui dukungan program, dana dan dukungan moral. Dukungan langsung dari pihak-pihak ini kepada bidan dan dukun juga dapat membantu memecahkan kebekuan relasi antara dukun dan bidan. Untuk mendapatkan dukungan ini, perlu dilakukan konsultasi, advokasi dan sosialisasi kepada kepala daerah, tokoh masyarakat dan tokoh agama sehingga dapat menjamin keberlangsungan kemitraan ini. 4.3.6 Makna Kemitraan Makna kemitraan yang dimaksudkan adalah manfaat kemitraan. Program kemitraan ini mempunyai dua jenis manfaat yaitu bagi kelompok sasaran dan bagi pelaku kemitraan. Bagi kelompok sasaran, kemitraan ini memberikan manfaat secara langsung terhadap keselamatan ibu dan bayi sedangkan bagi pelaku kemitraan, kerjasama ini memberikan keuntungan. 76 Kemitraan ini juga memberikan manfaat bagi ibu hamil, bersalin dan nifas. Bagi ibu bersalin, dengan adanya kemitraan dukun dan bidan proses persalinan dapat berjalan lancar. Pernyataan ibu nifas mengenai manfaat kemitraan dukun dan bidan: “ Saya merasa aman nona karena melahirkan di fasilitas kesehatan dan tetap ditemani dan diberikan air minum untuk melancarkan proses persalinan oleh dukun. Pokoknya waktu saya melahirkan semuanya aman dan lancar”. (wawancara mendalam T1 N1) Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemitraan dukun dan bidan memberikan manfaat bagi peningkatan proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tobroni (2011) menunjukkan bahwa kemitraan dukun bayi dan bidan memberikan manfaat bagi kelompok sasaran. Manfaat tersebut diantaranya perubahan angka cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dan penurunan angka kematian ibu. Penelitian lain oleh Dedik dkk (2005) tentang kemitraan bidan dan dukun bayi di Kabupaten Trenggalek menemukan bahwa selama lebih dari 10 tahun kemitraan ini berjalan, kemitraan ini banyak memberikan perubahan positif yaitu peningkatan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, penurunan cakupan pertolongan persalinan oleh dukun, penurunan angka kematian ibu dan bayi serta peningkatan jumlah dukun yang bermitra dengan bidan. Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun yang bermitra di Kecamatan Borong, sebagian besar mereka mengatakan bahwa bagi mereka kemitraan ini tidak memberikan keuntungan atau manfaat khususnya manfaat ekonomi. Mereka bermitra semata untuk membantu orang lain. Pernyataan para dukun dapat terlihat pada kutipan berikut. 77 “Kalau untuk saya memang tidak ada nona. Saya di sini sifatnya membantu orang lain. Saya biasanya diperhatikan oleh keluarga ibu bersalin. Biasanya pada acara “Cear Cumpe” saya selalu diundang dan diberikan bingkisan sebagai ucapan terima kasih. Itu saja nona.” (wawancara mendalam, T2, D1) “Memang keuntungan untuk saya pribadi tidak ada. Dulu pernah saat pertama kali saya ikut pertemuan di puskesmas Borong dengan bidan beci memang ada uang katanya untuk kami hanya waktu itu dokter bilang nanti untuk uangnya diberikan melalui kepala desa dan kader. Saya juga tidak mungkin minta ya kalau dikasi syukur kalau tidak ya kami hanya kerja secara sosial saja.” (wawancara mendalam, T2, D2) “Untuk saya pribadi tidak ada manfaatnya saya hanya berniat untuk membantu sesama saja. Dulu saya pernah dapat uang waktu ikut sidang di puskesmas. Kalau sekarang tiap tiga bulan saya diberi uang oleh bidan saat posyandu. Dari ibu nifas juga kalau mereka ingat saya.” (wawancara mendalam, T2, D3) Sementara dari pihak bidan, mereka beranggapan bahwa kerjasama dengan para dukun memberikan manfaat yang cukup signifikan bagi peningkatan akses pelayanan kesehatan untuk masyarakat terutama untuk layanan persalinan oleh tenaga kesehatan. Berikut kutipan peryataan para bidan: “Iya dapat manfaat. Manfaat yang kami rasakan selama ini angka persalinan di fasilitas kesehatan sudah meningkat hanya tinggal satu posyandu saja yang belum ada kemajuan yaitu posyandu paka karena tanggapannya dukun itu kerjasama yang dibuat berarti dia yang menolong persalinan padahal sebenarnya bukan. Dia salah persepsi.” (wawancara mendalam, T2,B1) “Manfaatnya besar sekali. Setiap ada yang akan bersalin dukun antar ke kami sehingga pasien murni ditolong oleh petugas kesehatan, terus jaringan K1 untuk ibu hamil dapat karena biasanya setiap posyandu kami tanya nenek ada tidak yang datang periksa ke nenek nanti dia kasitau jadinya kami tau. Pada akhirnya ada peningkatan pasien yang melahirkan di fasilitas kesehatan.” (wawancara mendalam, T2, B2) 78 Bagi dukun kemitraan ini tidak memberikan keuntungan. Dukun bermitra hanya semata untuk membantu sesama. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Husen (2011) bahwa dukun yang bermitra mendapatkan insentif, uang transportasi dan uang pulsa. Tidak adanya keuntungan yang diperoleh dukun dari kemitraan ini tentu berpotensi menjadi permasalahan di kemudian hari. Kemitraan ini bisa saja terputus suatu saat karena dukun menyadari bahwa mereka tidak mendapatkan manfaat atau keuntungan. Sarwono (2003) menjelaskan bahwa hubungan kemitraan akan bertahan lama apabila pihak-pihak yang bermitra saling mendapatkan keuntungan dan akan putus bila ada pihak yang merasa dirugikan atau tidak mendapatkan manfaat. Hal yang sama juga dijelaskan dalam pedoman kemitraan dukun dengan bidan, bahwa kemitraan yang dibangun harus saling menguntungkan artinya tidak ada pihak yang mengalami kerugian atau kehilangan sehingga harus dicari hal apa yang dapat disinergikan dan menyebabkan keuntungan untuk para pihak yang bermitra (Kemendagri, 2014). Dalam pelaksanaan kemitraan, harus tercapai keuntungan bersama. Tujuan kemitraan hanya akan dapat tercapai bila diperoleh manfaat bagi semua pihak yang terlibat didalamnya. Apabila suatu pihak dirugikan dalam kemitraan, maka dapat dipastikan kemitraan ini tidak berjalan dengan baik. Dalam upaya mencapai keuntungan atau manfaat, perlu komunikasi yang baik antara semua pihak dan pemahaman yang sama terhadap tujuan bersama. 79 4.3.7 Hambatan dalam Pelaksanaan Kemitraan Kemitraan antara bidan dengan dukun juga tidak luput dari berbagai hambatan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Pertama, hambatan internal dapat diketahui dari alasan tiga dukun yang tidak mau bermitra dengan bidan. Dari hasil wawancara peneliti dengan para dukun yang tidak mau bermitra, salah seorang dukun berpendapat bahwa antara persalinan yang ditolong oleh bidan dan dukun tidak ada perbedaan, sehingga tidak perlu membangun kerjasama. Sedangkan dukun yang lain mengatakan bahwa ia tidak mau bekerjasama dengan para bidan karena ia pernah ditipu untuk diberikan insentif oleh bidan setelah menolong persalinan dan juga ia trauma dengan cara menolong persalinan yang dilakukan oleh bidan dengan cara menarik bayi dari dalam pintu rahim ibu bersalin. Berikut adalah peryataan mereka: “Pegawai di bawa ini banyak janjinya, katanya kalau melahirkan di bawa dapat sabun, popok sama uang 3 ratus ribu untuk ibu bersalin. Tetapi ternyata tidak. Saya juga pernah temani keponakan lahir di puskesmas nona. Saya lihat cara mereka tolong, begitu kepala bayinya keluar, mereka langsung tarik. Adu saya kaget setengah mati, karena kami punya tidak begitu. Itu mkanya saya tidak mau sama sekali bekerjasama dengan mereka.” (wawancara mendalam T6 DTM1) “Saya tidak diajak nona karena saya juga tidak terlalu dikenal oleh bidan makanya tidak kerjasama. Kalau ada ibu hamil yang mengalami kesulitan melahirkan plasenta dan saya tidak bisa bantu saya antar ke puskesmas. Kadang juga saya panggil kader suruh antar mereka ke puskesmas.” (wawancara mendalam T6 DTM 2) “ Malas nona harus bolak- balik. Buang-buang waktu saja. Selagi saya masih bisa tolong ya saya tolong. Kalau saya tidak mampu ya saya suruh mereka ke rumah sakit”. (wawancara mendalam T6 DTM3) Dukun tidak bermitra juga mengungkapkan bahwa mereka tidak bermitra karena kuatnya persepsi bahwa “hidup mati ada di tangan Tuhan”. Dengan demikian keselamatan ibu dan bayi tidak tergantung pada pihak yang menangani persalinan seperti kutipan pernyataan partisipan di bawah ini. 80 “Iya pernah dulu. Saya dulu dipanggil oleh bidan pada saat posyandu di rumahnya lian. Bidannya bilang ibu kalau ada yang melahirkan jangan melahirkan di sini (kampung) harus melahirkan di puskesmas. Coba ibu pikir kalau melahirkan disini meninggal ibu bisa masuk penjara. Saya bilang kalau melahirkan di puskesmas kalau meninggal juga ibu juga bisa masuk penjara. Hidup dan mati ada ditangan Tuhan. Bagaimana kalau ibu hamil datang kepalanya sudah keluar apa saya harus antar ke puskesmas juga?” (wawancara mendalam T6 DTM1) Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemitraan antara bidan dan dukun tidak sepenuhnya berjalan dengan baik karena sejumlah hambatan. Berdasarkan deksripsi data di atas, hambatan internal diperoleh dari pengakuan dukun yang tidak bermitra yaitu bahwa mereka tidak mau bermitra, karena kuatnya persepsi bahwa “hidup ada di tangan Tuhan”. Dengan demikian keselamatan ibu dan bayi tidak tergantung pada pihak yang menangani persalinan. Dukun tidak bermitra yang lain mengatakan bahwa ia tidak mau bermitra karena tidak mendapatkan keuntungan finansial. Bahkan ada semacam mosi tidak percaya kepada para bidan yang pernah menjanjikan tip kepadanya ketika menolong persalinan. Di samping itu, dukun yang tidak bermitra juga memberi kesaksian bahwa cara pertolongan persalinan dari para bidan kadang terlalu kasar seperti menarik kepala bayi. Sementara itu dukun yang tidak bermitra yang lain juga mengatakan bahwa ia tidak bermitra dengan bidan karena ia tidak dikenal oleh para bidan dan kemitraan dianggap terlalu merepotkan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Afrisal dkk (2013) mengenai kemitraan antara bidan dan dukun di wilayah kerja Puskesmas Aska Kabupaten Sinjai memperlihatkan data bahwa ada banyak dukun yang tidak mau bermitra dengan alasan kurang memiliki motivasi atau karena kepercayaan bidan terhadap dukun terlatih atau sebaliknya yang masih kurang. Oleh karena itu, para dukun yang tidak mau bermitra tersebut perlu diberikan pengetahuan yang lebih 81 luas lagi tentang pentingnya kemitraan bidan dan dukun terlatih dan juga diberikan pelatihan yang cukup khususnya dukun. Temuan ini juga sejalan dengan hasil penelitian Sudirman dan Sakung (2006) di Kecamatan Palopo menunjukkan bahwa dukun tidak bermitra dengan bidan karena masih meragukan kemampuan bidan oleh karena masih berusia muda, dan kurang berpengalaman. Temuan ini sejalan dengan penelitian Anggorodi (2009) menunjukkan bahwa alasan dukun tidak bermitra dengan bidan karena beranggapan bahwa kerjasama ini tidak bersifat mutlak, tergantung kebutuhan artinya apabila dukun masih sanggup untuk menagani kasus persalinan maka akan ditangani sendiri tanpa meminta bantuan pada tenaga kesehatan. Kedua, hambatan eksternal. Hambatan eksternal dalam kemitraan berasal dari faktor-faktor eksternal seperti transportasi dan masalah finansial. Berdasarkan wawancara dengan para dukun, sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa hambatan yang paling besar bagi mereka dalam bermitra dengan bidan adalah soal transportasi dan anggapan ibu hamil yang mengatakan persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan yang profesional membutuhkan biaya yang tingg. Berikut pernyataan mereka: “Kesulitannya jika ada ibu yang bersalin malam hari karena tidak ada alat transportasi ke tempat bidan.Jadi selama ini jika ada yang bersalin malam hari saya yang tolong dan besoknya saya suru suaminya untuk melapor ke pustu bahwa isterinya sudah lahiran sehingga bidan tahu. Dulu juga pernah saya antar ibu bersalin ke rumah bidan sampai di sana ternyata bidannya pulang kampung akhirnya kami balik lagi dan ibu yang saya antar itu melahirkan di jalan pulang dan saya yang menolong. Untungnya tidak ada kesulitan.” (wawancara mendalam T6 D1) “Hambatannya berasal dari ibu hamil itu sendiri. Pernah ada kasus isterinya bapa Idan, waktu itu karena ada penyulit saya dengan bidan merujuk ibu ini ke 82 puskesmas. Sampai di puskesmas, dokter menyarankan agar dia dirujuk ke rumah sakit akan tetapi suaminya tidak bersedia karena tidak punya biaya dan dia memaksa untuk pulang ke rumah. Setelah pulang ke rumah, ada satu dukun yang memasukan tangannya ke dalam vagina si ibu dan pada saat saya melihat vagina ibu ini sudah bengkak. Lalu saya memanggil bidan dan akirnya kami merujuk lagi si ibu ke puskesmas. Sampai di puskesmas anaknya lahir tetapi mati” (wawancara mendalam T6 D2) “Hambatannya jalannya rusak makanya saya tidak pernah antar ibu hamil untuk melahirkan di pustu. Kalau yang ke Borong juga tunggu inisiatif dari ibu hamilnya sendiri” (wawancara medalam T6 D3) “Paling yang sulit selama ini cari bemo. Kalau yang lain tidak ada masalah. Kadang kita lagi tunggu bemo ibunya sudah lahir. Terpaksa saya tolong”. (wawancara mendalam T6 D4) “ Susah transportasi nona. Lama tunggu bemo apalagi kalau malam. Waktu itu pernah ada yang melahirkan di jalan itu tadi karena terlalu lama tunggu bemo akhirnya saya dengan sopir yang menolong. Pernah juga yang melahirkan tepat di depan pintu puskesmas. Kami baru mau turun dari bemo eh bayinya lahir akhirnya saya tolong disitu saja. Setelah semuanya sudah lahir kami langsung pulang dan tidak sempat lagi masuk ke puskesmas”. (wawancara mendalam T6 D5) Sedangkan para bidan mengatakan bahwa hambatan mereka dalam membagun kemitraan dengan para dukun adalah alasan transportasi. Berikut kutipan wawancara dengan ibu bidan: “Adakalanya dukun melarang ibu hamil dan keluarga untuk panggil petugas. Ende Son yang di Paka itu nona kalau kami tanya dia jawab ibu jalan rusak, ibu tidak ada mobil tetapi sekarang sudah berkurang.” (wawancara mendalam T6 B1) “Hambatan paling itu tadi dari partus di fasilitas kesehatan ada satu posyandu yang masih jarang karena hambatan transportasi dan mereka bilang kami tidak ada keluarga di atas masa kami harus bawa beras lagi untuk masak kalau tidur diatas, bawa termos lagi.” (wawancara mendalam T6 B2) 83 Hambatan lain juga datang dari ibu hamil itu sendiri, dimana masih ada ibu hamil yang tidak mau bersalin di fasilitas kesehatan karena mengganggap persalinan di fasilitas kesehatan menguras biaya yang banyak. Berikut kutipan wawancaranya: “ Aduh nona kalau bersalin di bawah (puskesmas) banyak sibuknya. Butuh banyak uang. Uang bemo untuk ke puskesmas belum untuk beli makan selama di puskesmas. Banyak sekali yang dipikirkan kalau bersalin di puskesmas. Kalau di sini kan enak tinggal panggil dukun saja untuk bantu. Tidak bayar lagi”. (wawancara mendalam T6 N1) Bertolak dari wawancara di atas, untuk konteks kemitraan di Kecamatan Borong hambatan umumnya berasal dari faktor-faktor eksternal seperti transportasi yang mempersulit rujukan ibu hamil, anggapan keluarga ibu hamil yang mengatakan bahwa persalinan dengan menggunakan fasilitas kesehatan seringkali menguras biaya yang mahal dan juga merepotkan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukakn oleh Christiana dkk (2009) mengenai tingginya preferensi masyarkat Jawa Barat terhadap pelayanan para dukun terjadi karena beberapa alasan seperti alasan ekonomi dan pragmatis dan juga kuatnya anggapan di kalangan masyarakat bahwa persalinan yang ditangani secara profesional oleh tenaga kesehatan hanya para ibu yang mengalami komplikasi persalinan. Penelitian ini juga memberikan bukti bahwa, alasan ekonomi dan akses kepada pelayanan kesehatan yang profesional juga sering membuat para ibu hamil lebih memilih dukun dalam menangani persalinan. Hasil penelitian More (2011), tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan di Nigeria, menunjukkan bahwa jarak dan ekonomi keluarga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan. Penelitian lain yang 84 dilakukan oleh Tobroni (2011) mengenai kemitraan dukun bayi dan bidan di Kabupaten Bojonegoro menunjukkan bahwa hambatan yang ditemukan dalam kemitraan adalah jarak fasilitas terlalu jauh dan tidak ada transportasi, pengambilan keputusan yang sangat tergantung pada orang tua dan suami. Hasil penelitian Adriana Nara (2014) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara akses pelayanan kesehatan dengan pemanfaatan fasilitas persalinan yang memadai dimana akses yang sulit karena keterbatasan sarana transportasi menjadi kendala dalam memanfaatkan fasilitas persalinan yang memadai. Kemitraan dukun dan bidan akan berjalan lancar apabila didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kemitraan seperti fasilitas kesehatan, transportasi dan biaya. Selain itu juga ditunjang oleh persepsi dan pengetahuan yang baik mengenai kemitraan dari pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Persepsi yang positif dan pengetahuan yang baik mengenai kemitraan akan memotivasi dukun untuk bermitra dengan bidan. Oleh karena itu, perlu diberikan pengarahan atau sosialisasi serta penyamaan persepsi sebelum membangun kemitraan. Faktor lain juga dapat disebabkan oleh karena tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat di lokasi penelitian masih rendah. Hal ini tentu berdampak pada rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya persalinan di fasilitas kesehatan serta himpitan ekonomi yang menjadi hambatan terbesar masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas persalinan yang memadai. Selain hal di atas, peran suami sebagai pengambil keputusan juga berpengaruh terhadap pemanfaatan fasilitas persalinan oleh ibu hamil. 85 4.4. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini masih bersifat subyektifitas peneliti, dimana penelitian ini sangat tergantung pada interpretasi peneliti dan makna yang tersirat dalam melakukan wawancara mendalam sehingga kecenderungan untuk bias tetap ada. Proses triangulasi dilakukan peneliti untuk mengurangi bias. Peneliti menggunakan triangulasi sumber data yang dilakukan dengan cara cross check data dengan fakta dari partisipan yang berbeda. BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan di bawah ini. 5.1.1 Gambaran Kemitraan Dukun dan Bidan di Kecamatan Borong Kemitraan dukun dan bidan di Kecamatan Borong belum berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek di bawah ini. 1. Sumber Daya Kemitraan a. Tidak ada alokasi dana khusus untuk membiayai pelaksanaan kemitraan dukun dan bidan. b. Sarana dan prasarana penunjang kemitraan belum cukup memadai. 2. Karakteristik Partner a. Dukun dan bidan memiliki keahlian dan keterampilan masing-masing yang mendukung pelaksanaan kemitraan. b. Dukun dan bidan memiliki motivasi dalam bermitra dimana dukun bermitra karena yakin dengan kredibilitas para bidan dalam menangani persalinan, sedangkan bidan bermitra karena masyarakat menaruh kepercayaan yang tinggi terhadap dukun dan dukun sangat dekat dengan masyarakat. 86 87 3. Relasi Antar Partner Relasi antara dukun dan bidan di Kecamatan Borong terjalin dengan baik dan tidak pernah terjadi konflik yang menyebabkan ada pihak yang merasa tidak dihargai keberadaannya. 4. Karakteristik Kemitraan a. Pembagian peran dalam kemitraan sudah jelas, dimana dukun berperan dalam aspek non medis seperti memijat, memberi minum dan mendampingi ibu selama proses persalinan, sedangkan bidan berperan dalam aspek medis yaitu menolong persalinan dan tindakan medis lainnya. b. Tidak ada pertemuan rutin antara dukun dengan bidan baik di tingkat desa maupun puskesmas. Pertemuan hanya dilakukan sekali dalam satu tahun di tingkat puskesmas dan tidak semua dukun diundang dalam pertemuan tersebut karena keterbatasan dana. c. Pengambilan keputusan dalam kemitraan dukun dan bidan di Kecamatan Borong dilakukan sepenuhnya oleh bidan dan tidak melibatkan dukun. d. Koordinasi yang dilakukan dalam kemitraan selama ini hanya bersifat momental bahkan insidental untuk setiap ibu hamil. e. Dukun dan bidan yang bermitra berkomitmen penuh untuk mengutamakan kepentingan ibu hamil. f. Program kemitraan dukun dan bidan di Kecamatan Borong tidak memiliki struktur organisasi yang jelas baik pada tingkat puskesmas maupun tingkat desa. Selama ini kemitraan tersebut berjalan apa adanya. 88 5. Dukungan Lingkungan Eksternal Kemitraan dukun dan bidan di Kecamatan Borong mendapatkan banyak dukungan baik dari dari keluarga dukun, tokoh agama maupun tokoh masyarakat. Semua pihak mengharapkan agar kegiatan kemitraan ini semakin ditingkatkan pada harihari yang akan datang. 5.1.2 Makna Kemitraan Kemitraan ini tidak memberikan manfaat dan keuntungan bagi para dukun. Dukun bermitra karena terdorong untuk membantu sesama. Sedangkan bagi bidan, kemitraan ini memberikan manfaat yang besar dimana dengan adanya kerjasama ini dapat meningkatkan cakupan persalinan di fasilitas kesehatan. Kemitraan ini juga memberikan manfaat pada kelompok sasaran yaitu ibu hamil. 5.1.3 Hambatan dalam Pelaksanaan Kemitraan 1. Hambatan transportasi untuk mengakses pelayanan kesehatan. 2. Kurangnya sosialisasi mengenai program kemitraan ini kepada dukun. 3. Masih ada dukun yang tidak ingin bermitra dengan bidan dalam pertolongan persalinan karena alasan tidak mendapatkan keuntungan finansial bahkan mosi tidak percaya kepada bidan yang pernah menjanjikan tip ketika menolong persalinan, memiliki persepsi bahwa hidup ada di tangan Tuhan, cara pertolongan persalinan oleh bidan bertentangan dengan cara persalinan oleh dukun, dimana pertolongan persalinan oleh bidan terlalu kasar seperti menarik kepala bayi. 89 4. Masih ada ibu hamil yang tidak ingin bersalin di fasilitas kesehatan dengan alasan persalinan di fasilitas kesehatan menguras biaya yang banyak dan merepotkan. 5. Tidak ada dana untuk membiayai pelaksanaan program kemitraan ini. 6. Hambatan budaya dimana masyarakat mempunyai keyakinan secara turun temurun bahwa hidup ada di tangan Tuhan. 5.2 Saran 5.2.1 Bagi Bidan Perlu menjaga keharmonisan hubungan dengan dukun dengan cara melakukan kunjungan rumah, melakukan pendekatan pada dukun yang tidak mau bermitra dengan cara mengangkat mereka menjadi kader posyandu serta memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai persalinan di fasilitas kesehatan. 5.2.2 Bagi Dukun Dukun perlu meningkatkan kerjasama dengan selalu merujuk persalinan ke fasilitas kesehatan dan bagi dukun yang belum bermitra agar segera bermitra dengan bidan sehingga dapat membantu menurunkan angka kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi. 5.2.2 Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan 1. Perlu mengadakan pelatihan bagi dukun untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dapat menunjang pelaksanaan kemitraan. 90 2. Perlu meningkatkan frekuensi pertemuan dukun dan bidan untuk menyamakan persepsi dan mengevaluasi kemitraan yang telah terjalin. Pertemuan ini diharapkan melibatkan semua dukun dan bidan. 3. Mengalokasikan dana sebagai sumber pembiayaan bagi program kemitraan dukun dan bidan, dimana dana ini dapat digunakan untuk pelatihan bagi bidan dan dukun, pertemuan-pertemuan koordinasi, insentif untuk dukun, penyediaan sarana dan prasarana pendukung kemitraan serta biaya transport bagi dukun setiap kali merujuk ibu hamil. 4. Menyediakan transportasi untuk merujuk ibu hamil ke fasilitas kesehatan. 5. Perlu memberikan penyuluhan kepada masyarakat khususnya ibu hamil tentang persalinan di fasilitas kesehatan. 6. Pemberian reward bagi para dukun agar selalu termotivasi untuk merujuk ibu hamil ke fasilitas kesehatan sehingga proporsi pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan meningkat. 5.2.3 Bagi Masyarakat Masyarakat sebaiknya menyadari dan memahami bahwa persalinan di fasilitas kesehatan jauh lebih aman daripada persalinan di rumah. Sehingga diharapkan semua ibu hamil untuk bersalin di fasilitas kesehatan. Dengan demikian derajat kesehatan ibu dan anak semakin membaik. 5.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya sebaiknya meneliti kemitraan dukun dan bidan sejak kehamilan sampai masa nifas dengan mix method sehingga dapat digeneralisasi. DAFTAR PUSTAKA Afrisal, S. & Yasir H. 2013. Hubungan Kemitraan Bidan dan Dukun Terlatih dengan Peningkatan Cakupan Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Aska Kab. Sinjai. Jurnal Kesehatan 3(02) ISSN : 2302-1721. Anggorodi, R. 2009. Dukun Bayi Dalam Persalinan Oleh Masyarakat Indonesia. Makara Kesehatan 13(1): 9-14 Badan Pusat Statistik dan Kementerian Kesehatan RI. 2012. Survei Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta. Badan Pusat Statistik Manggarai Timur. 2014. Manggarai Timur Dalam Angka. Borong. Bungin, B. 2011. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Budiyono, Suparwati, A., Syamsulhuda, Nikita, Adrian. 2011. Kemitraan Bidan dan Dukun dalam Mendukung Penurunan Angka Kematian Ibu di Puskesmas Mranggen I Kabupaten Demak. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia 11(1). Christiana, L., Cynthia L, Michael J & Peter H. 2009. Why do some women still prefer traditional birth attendants and home delivery?: a qualitative study on delivery care services in West Java Province, Indonesia. BMC Pregnancy and Childbirth 10(43): 1471-2393. Dedik, S., Nurmalasari & Rechy. 2005. Kemitraan Bidan dan Dukun Bayi di Kabupaten Trenggalek. University Network for Governance Innovation. Yogyakarta. Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Kemitraan Bidan dengan Dukun (1st ed.). Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Desa Gurung Liwut. 2014. Administrasi Desa Gurung Liwut. Paka. De Waal, A., Kennedy, S.,Robert, G. 2013. Key Determinants of Effective Partnerships: The Case of Partnerships between lead Firms and Farmers in Pineapple value chains in Uganda and Kenya. Maastricht School of Management. 91 92 Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur. 2013. Profil Kesehatan Manggarai Timur. Borong. Dinas Kesehatan Provinsi NTT. 2011. Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kupang. Eisler Riane & Alfonso Montouri. 2001. The Partnership Organization: A System Approach. 33 (2). Calofornia. Husen. 2011. Pelaksanaan Kemitraan Bidan dan Dukun di Puskesmas Onembute Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Onembute: UPTD Puskesmas Onembute. Ikatan Bidan Indonesia. 2006. Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta: PP IBI Kelurahan Satar peot. 2012. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan Satar Peot. Peot Kementerian Kesehatan RI. 2011. Lima Strategi Operasional Turunkan Angka Kematian Ibu. Jakarta. Kementerian Dalam Negeri RI. 2014. Panduan Penerapan Praktik Cerdas Kemitraan Bidan, Dukun Bayi dan Kader Posyandu. Jakarta: Tim BASICS. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Lasker, d., Elisa, S., & Rebecca, M. 2001. Partnership Synergy: A Practical Framework for Studying and Strengthening the Collaborative Advantage. New York Academi of Medicine. The Milbank Quarterly: 79(02). Metti, D & Rosmadewi. 2012. Hubungan Kemitraan Bidan dan Dukun dengan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai 5(1 ). More, B. 2011. Utilization of Health Care Services by Pregnant Mothers during Delivery: A Community Based Study in Nigeria. East Africa Journal of Public Health. Myles. 2011. Buku Ajar Bidan. In D. Fraser & M. Cooper (Eds.), Kebidanan (Revisi.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC). 93 Nara, A. 2014. Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap, Akses Pelayanan Kesehatan, Jumlah Sumber Informasi dan Dukungan Keluarga dengan Pemanfaatan Fasilitas Persalinan yang Memadai oleh Ibu Hamil di Wilayah Puskesmas Kawangu Sumba Timur (Tesis). Denpasar: Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana. Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi (Revisi 201.). Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Ilmu perilaku (Revisi.). Jakarta: Rineka Cipta. Rukmini & Ristrini. 2006. Persepsi Dukun Bayi Terhadap Kemitraan Dengan Bidan dalam Pertolongan Persalinan Di Pedesaan (Studi di Provinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 10(2). Salham, M., Pagen, I., Baan, F., & Mansyur, A. 2008. Kemitraan Bidan dan Dukun Bayi sebagai Upaya Alih Peran Pertolongan Persalinan di Sulawesi Tengah. Shiveley, J. 2010. The Five C’s of Partnship Work. Miami University. Sudirman & Sakung, J. 2006. Kemitraan Bidan dengan Dukun Bayi dalam Menolong Persalinan Bagi Ibu-Ibu yang Melahirkan Di Pedesaan Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala (Tesis). Palu: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah. Titaley, C., Cynthia, L.,Michael D & Peter Heywood. 2009. Why Do Some Women Still Prefer Traditional Birth Attendants And Home Delivery?: A Qualitative Study On Delivery Care Services In West Java Province, Indonesia. BMC Pregnancy and Childbirth, 10(43). Tobroni, F. 2011. Kemitraan Dukun Bayi dan Bidan di Bojonegoro. University Network for Governance Innovation. Yogyakarta. UNICEF. 2008. Maternal and Newborn Health In Nigeria: Developing Strategies To Accelerate Progres. Jurnal From http://www.unicef.org. World Health Organization. 2005. The World Report 2005: Make Every Mother and Child Count. Geneva. Yusriani & Octaviani A. 2014. Partnership Between Midwives And Traditional Birth Attendants (Tbas) In The Work Health District Minasate'ne Pangkep. 94 International Conference on Emerging Trends In Academic Research. November LEMBAR PENJELASAN Selamat pagi/siang/malam, saya adalah mahasiswa Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Bali. Saya bermaksud untuk melaksanakan penelitian terkait kemitraan atau kerjasama dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan. Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui .proses membangun kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan. 2. Mengetahui hambatan dalam pelaksanaan kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan. Saudara terpilih sebagai orang yang akan diwawancarai dalam kegiatan ini. Oleh karena itu, saya mohon keikutsertaan saudara dalam kegiatan ini. Keikutsertaan dalam kegiatan ini bersifat sukarela, dijamin kerahasiaannya dan saudara berhak untuk keluar atau mundur kapan pun bila menginginkannya. Saya akan menghormati keputusan tersebut. Jika Saudara bersedia untuk ikutserta dalam kegiatan ini, maka saya akan melakukan wawancara mendalam tentang kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan. Wawancara kurang-lebih satu jam. Nama dan alamat Saudara tidak akan dicatat pada transkrip hasil wawancara. Saudara berhak untuk tidak menjawab pada pertanyaan manapun. Jika Saudara bersedia, maka Saudara/pewawancara akan menandatangani formulir persetujuan yang telah disiapkan. Jika ada masalah terkait ketidaknyamanan selama proses pelaksanaan kegiatan, Saudara dapat menghubungi saya di No HP 082328433476. Apakah Saudara bersedia untuk ikut serta sebagai responden dalam kegiatan ini? 1. Ya Minta responden untuk membaca pernyataan ikut serta dalam kegiatan dan pewawancara menandatangai formulir tersebut. 2. Tidak Catat pada formulir harian dan lanjut ke responden berikutnya Jelaskan alasannya: ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ ____________________________________________________________ LEMBAR/FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN Formulir persetujuan ini telah dibacakan untuk saya dan saya telah diberi kesempatan untuk bertanya tentang kegiatan ini dan semua pertanyaan yang saya ajukan telah dijawab dengan memuaskan. Saya dengan suka rela menyetujui untuk berpartisipasi pada kegiatan ini dan memahami bahwa saya mempunyai hak untuk menarik diri dari kegiatan ini. Saya akan diberi salinan dari formulir persetujuan yang telah ditandatangani untuk saya simpan sebagai bukti keikutsertaan. Tanda Tangan Responden/Pewawancara Tanda Tangan TANGGAL/BULAN/ Responden/ TAHUN Pewawancara KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM PERTOLONGAN PERSALINAN DI KECAMATAN BORONG TAHUN 2015 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM DENGAN BIDAN DESA 1. Nama Pewawancara : 2. Tanggal Wawancara Mendalam : 3. Nama Partisipan : 4. Alamat Partisipan : 5. Telepon Partisipan : A. Pendahuluan 1. Memperkenalkan diri. Saya Fransiska Nova Nanur, mahasiswa Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana dan saat ini sedang melakukan penelitian. 2. Menyampaikan maksud dan tujuan diskusi. Tujuan saya mewawancara ibu di sini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kerja sama dengan dukun dalam pertolongan persalinan. 3. Menjelaskan tentang kerahasiaan partisipan. Nama dan informasi yang ibu berikan pada kami hari ini sangat kami jaga kerahasiaannya dan kami gunakan hanya untuk kepentingan pendidikan. Mohon kiranya dapat memberikan informasi yang terbuka dan tidak ada hal yang ditutupi. 4. Mempersiapkan alat perekam. Minta ijin mempersiapkan alat perekam yang dibantu oleh pendamping peneliti. 5. Setelah tercipta suasana kondusif maka wawancara mendalam bisa dimulai. B. Pertanyaan yang diajukan SUMBER DAYA 1. Dalam pelaksanaan kemitraan selama ini apakah ada dana yang menunjang kegiatan kemitraan? Darimana sumber dana tersebut? Apakah dana yang tersedia sudah mencukupi untuk mendukung seluruh proses kemitraan? 2. Sarana dan prasarana apa saja yang anda butuhkan untuk menunjang pelaksanaan kemitraan? Apakah sarana dan prasarana tersebut telah tersedia selama ini? 3. Apakah program kemitraan ini telah mendapatkan dukungan dari masyarakat atau pemerintah? Bila iya bagaimana bentuk dukungannya? Bila tidak, bentuk dukungan seperti apa yang anda harapkan untuk menunjang pelaksanaan kemitraan ini? KARAKTERISTIK PARTNER 1. Menurut anda keterampilan apa yang dukun miliki yang menunjang pelaksanaan kemitraan? Bagaimana Anda melihat hal tersebut dalam pengalaman kemitraan Anda selama ini? 2. Apa yang mendorong anda untuk bermitra dengan dukun? 3. Bagaimana persepsi anda terhadap kemitraan yang anda bangun? Apakah anda mendapatkan manfaat dari kemitraan ini? Apakah mendapatkan keuntungan? Apakah mengalami kerugian? 4. Apa saja harapan yang ingin anda capai dalam kemitraan ini? RELASI ANTARA PARTNER 1. Sejauh ini, bagaimana relasi anda dengan para dukun yang bermitra dengan anda? 2. Apakah selama ini pernah terjadi konflik atau masalah antara anda dengan dukun? Bila iya masalah apa yang pernah terjadi? Apa penyebab masalah tersebut? Bagaimana cara penyelesaian masalah tersebut? 3. Apakah anda percaya akan kemampuan dukun untuk bertanggungjawab dengan tugasnya dalam pelaksanaan kemitraan? Bila iya apa alasannya? Bila tidak mengapa? 4. Apakah anda sungguh menghargai dukun sebagai patner anda dalam bermitra? Bagaimana bentuk penghargaan anda terhadap dukun? Apakah penghargaan tersebut sama untuk semua dukun yang bermitra dengan anda? Bila iya apa alasannya? Bila tidak, apa alasanya? KARAKTERISTIK KEMITRAAN Pembagian Peran 1. Apa tugas atau peran dari ibu dalam kemitraan ini? Jelaskan! 2. Apakah peran yang dijalankan sesuai dengan kemampuan ibu? Adakah dokumen tertulis mengenai pembagian peran ini? 3. Apakah Anda merasa bahwa pembagian peran tersebut sungguh mendukung proses kemtiraan ini? Komunikasi 1. Apakah ada pertemuan yang rutin antara anggota mitra? Kalau ya, apakah pertemuan tersebut dibuat beradasarkan jadwal yang teratur? Apa yang Anda bicarakan dalam pertemuan tersebut? 2. Menurut Anda, apakah pertemuan atau komunikasi yang Anda bangun selama ini sudah cukup mendukung kemitraan ini? Kalau ya, jelaskan jabawan Anda, kalau tidak, jelaskan jawaban Anda. 3. Sebagai sebuah bentuk organisasi, apa harapan Anda terhadap bentuk komunikasi yang demi kepentingan kemitraan ini ke arah yang lebih baik? Pengambilan Keputusan 1. Dalam kemitraan ini, apakah sudah ada pembagian yang jelas antara dukun dan bidan (Anda) dalam hal mengambil keputusan tertentu, demi sebuah penanganan kasus persalinan yang tepat? Kalau ada, apakah ada dokumen tertulis? 2. Menurut Anda, apakah pembagian hak untuk mengambil keputusan yang telah dibuat, sudah cukup memadai untuk kepentingan kemitraan ini? Kalau ya, jelaskan! Kalau belum, kira-kira hal apa yang perlu diperbaiki? Koordinasi 1. Bagaimana bentuk fungsi koordinasi yang sudah dijalani selama ini?Siapa yang melakukan koordinasi? 2. Apakah fungsi koordinasi yang ada sudah berjalan dengan cukup baik dalam mendukung kemitraan ini? Kalau ya, terangkan jawaban Anda; kalau belum, hal apa yang perlu diperbaiki. Komitmen Apakah anda yakin bahwa kemitraan ini berkomitmen sungguh untuk mengutamakan kepentingan pasien? Jika iya jelaskan jawaban anda! Jika belum hal-hal apa yang perlu diperbaiki? Kepemimpinan 1. Dalam kemitraan yang Anda bangun ini, apakah sudah ada struktur organisasi yang jelas (pemimpin-wakil-bendahara-pengrus)? Kalau ada, apakah ada dalam bentuk dokumen tertulis? 2. Bagaimana Anda melihat fungsi kepemimpinan dalam kemitraan ini selama ini? Apakah yang menjadi tugas pemimpin? Apakah fungsi kepemimpinan tersebut sudah berjalan dengan baik untuk mendukung seluruh proses kemitraan ini? Kalau ya, terangkan jawaban Anda; kalau belum, hal apa yang perlu diperbaiki dari fungsi kepemimpinan dalam kemitraan ini? LINGKUNGAN EKSTERNAL 1. Apakah Anda yang pertamakali berinisiatif dalam membangun kemitraan ini? Kalau ya, apakah Anda mengalami kesulitan ketika mengajak para dukun untuk bekerja sama? Jelaskan jawaban Anda. 2. Apakah masyarakat sungguh mendukung proses kemtiraan ini? kalau ya, dukungan seperti apa? Kalau tidak, mengapa? HAMBATAN PELAKSANAAN KEMITRAAN 1. Apa saja hambatan dalam pelaksanaan kemitraan selama ini? Jelaskan! 2. Apa upaya yang telah anda lakukan untuk mengurangi atau mengatasi hambatan tersebut? Jelaskan! 3. Kemitraan seperti apa yang anda idealkan? 4. Apa saja harapan anda untuk membangun kemitraan yang sinergis di masa depan? KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM PERTOLONGAN PERSALINAN DI KECAMATAN BORONG TAHUN 2015 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM DENGAN DUKUN BERMITRA 1. Nama Pewawancara : 2. Tanggal Wawancara Mendalam : 3. Nama Partisipan : 4. Alamat Partisipan : 5. Telepon Partisipan : A. Pendahuluan 1. Memperkenalkan diri. Saya Fransiska Nova Nanur, mahasiswa Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana dan saat ini sedang melakukan penelitian. 2. Menyampaikan maksud dan tujuan diskusi. Tujuan saya mewawancara ibu di sini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kerja sama dengan dukun dalam pertolongan persalinan. 3. Menjelaskan tentang kerahasiaan partisipan. Nama dan informasi yang ibu berikan pada kami hari ini sangat kami jaga kerahasiaannya dan kami gunakan hanya untuk kepentingan pendidikan. Mohon kiranya dapat memberikan informasi yang terbuka dan tidak ada hal yang ditutupi. 4. Mempersiapkan alat perekam. Minta ijin mempersiapkan alat perekam yang dibantu oleh pendamping peneliti. 5. Setelah tercipta suasana kondusif maka wawancara mendalam bisa dimulai. B. Pertanyaan yang diajukan KARAKTERISTIK PATNER 1. Menurut anda keterampilan apa yang bidan miliki yang menunjang pelaksanaan kemitraan? Bagaimana Anda melihat hal tersebut dalam pengalaman kemitraan Anda selama ini? 2. Apa yang mendorong anda untuk bermitra dengan bidan? 3. Bagaimana persepsi anda terhadap kemitraan yang anda bangun? Apakah anda mendapatkan manfaat dari kemitraan ini? Apakah mendapatkan keuntungan? Apakah mengalami kerugian? 4. Apa saja harapan yang ingin anda capai dalam kemitraan ini? RELASI ANTARA PARTNER 1. Sejauh ini, bagaimana relasi anda dengan para bidan yang bermitra dengan anda? 2. Apakah selama ini pernah terjadi konflik atau masalah antara anda dengan bidan? Bila iya masalah apa yang pernah terjadi? Apa penyebab masalah tersebut? Bagaimana cara penyelesaian masalah tersebut? 3. Apakah anda percaya akan kemampuan bidan untuk bertanggungjawab dengan tugasnya dalam pelaksanaan kemitraan? Bila iya apa alasannya? Bila tidak mengapa? 4. Apakah anda sungguh menghargai dukun sebagai patner anda dalam bermitra? Bagaimana bentuk penghargaan anda terhadap dukun? Apakah penghargaan tersebut sama untuk semua dukun yang bermitra dengan anda? Bila iya apa alasannya? Bila tidak, apa alasanya? KARAKTERISTIK KEMITRAAN Pembagian Peran 1. Apa tugas atau peran dari ibu dalam kemitraan ini? Jelaskan! 2. Apakah peran yang dijalankan sesuai dengan kemampuan ibu? Adakah dokumen tertulis mengenai pembagian peran ini? 3. Apakah Anda merasa bahwa pembagian peran tersebut sungguh mendukung proses kemtiraan ini? Komunikasi 1. Apakah ada pertemuan yang rutin antara anggota mitra? Kalau ya, apakah pertemuan tersebut dibuat beradasarkan jadwal yang teratur? Apa yang Anda bicarakan dalam pertemuan tersebut? 2. Menurut Anda, apakah pertemuan atau komunikasi yang Anda bangun selama ini sudah cukup mendukung kemitraan ini? Kalau ya, jelaskan jabawan Anda, kalau tidak, jelaskan jawaban Anda. 3. Sebagai sebuah bentuk organisasi, apa harapan Anda terhadap bentuk komunikasi yang demi kepentingan kemitraan ini ke arah yang lebih baik? Pengambilan Keputusan 1. Dalam kemitraan ini, apakah sudah ada pembagian yang jelas antara dukun dan bidan (Anda) dalam hal mengambil keputusan tertentu, demi sebuah penanganan kasus persalinan yang tepat? Kalau ada, apakah ada dokumen tertulis? 2. Menurut Anda, apakah pembagian hak untuk mengambil keputusan yang telah dibuat, sudah cukup memadai untuk kepentingan kemitraan ini? Kalau ya, jelaskan! Kalau belum, kira-kira hal apa yang perlu diperbaiki? Koordinasi 1. Bagaimana bentuk fungsi koordinasi yang sudah dijalani selama ini?Siapa yang melakukan koordinasi? 2. Apakah fungsi koordinasi yang ada sudah berjalan dengan cukup baik dalam mendukung kemitraan ini? Kalau ya, terangkan jawaban Anda; kalau belum, hal apa yang perlu diperbaiki. Komitmen Apakah anda yakin bahwa kemitraan ini berkomitmen sungguh untuk mengutamakan kepentingan pasien? Jika iya jelaskan jawaban anda! Jika belum hal-hal apa yang perlu diperbaiki? LINGKUNGAN EKSTERNAL 1. Apakah keluarga Anda sungguh mendukung Anda untuk bermitra dengan para bidan? Dukungan seperti apa yang diberikan keluarga? 2. Apakah masyarakat di tempat Anda, sungguh mendukung kemitraan Anda dengan bidan? Jelaskan jawaban Anda HAMBATAN PELAKSANAAN KEMITRAAN 5. Apa saja hambatan dalam pelaksanaan kemitraan selama ini? Jelaskan! 6. Apa upaya yang telah anda lakukan untuk mengurangi atau mengatasi hambatan tersebut? Jelaskan! 7. Kemitraan seperti apa yang anda idealkan? 8. Apa saja harapan anda untuk membangun kemitraan yang sinergis di masa depan? KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM PERTOLONGAN PERSALINAN DI KECAMATAN BORONG TAHUN 2015 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM DENGAN DUKUN TIDAK BERMITRA 6. Nama Pewawancara : 7. Tanggal Wawancara Mendalam : 8. Nama Partisipan : 9. Alamat Partisipan : 10. Telepon Partisipan : A. Pendahuluan 1. Memperkenalkan diri. Saya Fransiska Nova Nanur, mahasiswa Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana dan saat ini sedang melakukan penelitian. 2. Menyampaikan maksud dan tujuan diskusi. Tujuan saya mewawancara ibu di sini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kerja sama dengan dukun dalam pertolongan persalinan. 3. Menjelaskan tentang kerahasiaan partisipan. Nama dan informasi yang ibu berikan pada kami hari ini sangat kami jaga kerahasiaannya dan kami gunakan hanya untuk kepentingan pendidikan. Mohon kiranya dapat memberikan informasi yang terbuka dan tidak ada hal yang ditutupi. 4. Mempersiapkan alat perekam. Minta ijin mempersiapkan alat perekam yang dibantu oleh pendamping peneliti. 5. Setelah tercipta suasana kondusif maka wawancara mendalam bisa dimulai. B. Pertanyaan yang diajukan 1. Apakah ibu pernah diajak bekerjasama oleh bidan? (kapan?) 2. Mengapa ibu memilih untuk tidak bekerjasama dengan bidan? (Apakah tidak diajak atau ditawar?) 3. Apakah sebelumnya pernah diberikan sosialisasi atau informasi mengenai kerjasama ini? (Kapan disosialisasikan? Siapa yang memberikan sosialisasi?) 4. Apabila suatu saat anda diajak bekerja sama, bagaimana tanggapan anda? (Apakah bersedia? Apakah menolak?) 5. Bentuk kerjasama seperti apa yang anda inginkan? KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM PERTOLONGAN PERSALINAN DI KECAMATAN BORONG TAHUN 2015 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM DENGAN IBU NIFAS, TOKOH AGAMA, TOKOH MASYARAKAT DAN PEMEGANG PROGRAM KIA 1. Nama Pewawancara : 2. Tanggal Wawancara Mendalam : 3. Nama Partisipan : 4. Alamat Partisipan : 5. Telepon Partisipan : A. Pendahuluan 1. Memperkenalkan diri. Saya Fransiska Nova Nanur, mahasiswa Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana dan saat ini sedang melakukan penelitian. 2. Menyampaikan maksud dan tujuan diskusi. Tujuan saya mewawancara ibu di sini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kerja sama dengan dukun dalam pertolongan persalinan. 3. Menjelaskan tentang kerahasiaan partisipan. Nama dan informasi yang ibu berikan pada kami hari ini sangat kami jaga kerahasiaannya dan kami gunakan hanya untuk kepentingan pendidikan. Mohon kiranya dapat memberikan informasi yang terbuka dan tidak ada hal yang ditutupi. 4. Mempersiapkan alat perekam. Minta ijin mempersiapkan alat perekam yang dibantu oleh pendamping peneliti. 5. Setelah tercipta suasana kondusif maka wawancar mendalam bisa dimulai. B. Pertanyaan yang diajukan Ibu nifas yang persalinannya ditolong dukun 1. Mengapa ibu memilih dukun sebagai penolong persalinan? 2. Coba ceritakan pengalaman ibu saat ditolong dukun? (Apakah proses persalinan berjalan lancar? Apakah mengalami kesulitan?) 3. Alat apa saja yang digunakan dukun saat menolong persalinan? 4. Bagaimana perasaan ibu saat persalinan? (Apakah ibu merasa aman dan nyaman? Apakah ibu merasa puas?) 5. Bagaimanakah keadaan kesehatan ibu dan bayi ibu setelah persalinan? (Apakah sehat? Apakah mengalami gangguan kesehatan?) Ibu nifas yang persalinannya ditolong dukun dan bidan 1. Coba ceritakan pengalaman ibu saat persalinan! (Apakah proses persalinan berjalan lancar? Apakah mengalami hambatan?) 2. Sepengetahuan ibu, bagaimana pembagian peran antara dukun dengan bidan selama proses pertolongan persalinan? (Apa saja yang dilakukan bidan? Apa saja yang dilakukan dukun?) 3. Bagaimanakan perasaan ibu saat persalinan? (Apakah ibu merasa aman dan nyaman? Apakah ibu merasa puas?) 4. Bagaimanakah keadaan kesehatan ibu dan bayi ibu setelah persalinan? (Apakah sehat? Apakah mengalami gangguan kesehatan?) Tokoh Agama 1. Bagaimana pandangan bapak mengenai keberadaan dukun dan bidan saat ini? 2. Sejauh pengamatan bapak selama ini bagaimana pemanfaatan dukun dan bidan oleh masyarakat? (Apakah jasa dukun lebih sering dimanfaatkan daripada bidan oleh masyarakat? Mengapa?) 3. Apakah bapak pernah mendengar informasi mengenai kerjasama dukun dengan bidan? (Informasi seperti apa yang bapak dengar mengenai topik ini?) 4. Bagaimana pendapat bapak tentang kerjasama ini? (Apakah setuju? Alasannya? Apakah tidak setuju? Alasannya?) 5. Apakah bapak pernah terlibat atau diajak berdiskusi mengenai program ini? 6. Bagaimana bentuk dukungan bapak terhadap program ini? Tokoh Masyarakat 1. Bagaimana pandangan bapak mengenai keberadaan dukun dan bidan saat ini? 2. Sejauh pengamatan bapak selama ini bagaimana pemanfaatan dukun dan bidan oleh masyarakat? (Apakah jasa dukun lebih sering dimanfaatkan daripada bidan oleh masyarakat? Mengapa?) 3. Apakah bapak pernah mendengar informasi mengenai kerjasama dukun dengan bidan? (Informasi seperti apa yang bapak dengar mengenai topik ini?) 4. Bagaimana pendapat bapak tentang kerjasama ini? (Apakah setuju? Alasannya? Apakah tidak setuju? Alasannya?) 5. Apakah bapak pernah dilibatkan atau diajak berdiskusi mengenai program ini? 6. Bagaimana bentuk dukungan bapak terhadap program ini? Pemegang Program KIA 1. Bagaimanakah gambaran program kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan di wilayah kerja ibu/bapak? 2. Bagaimana proses awal membangun kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan? 3. Apakah ada alokasi dana untuk program kemitraan ini? (Darimana sumber dananya? 4. Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam program kemitraan ini? 5. Pihak mana saja yang terlibat dalam program kemitraan ini? 6. Sejauh mana program kemitraan ini telah berjalan? 7. Apa saja hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan program ini? Hal apa saja yang telah dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut? 91 lxxxvii