kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan di

advertisement
TESIS
KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM
PERTOLONGAN PERSALINAN DI KECAMATAN
BORONG KABUPATEN MANGGARAI TIMUR
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
FRANSISKA NOVA NANUR
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
TESIS
i
KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM
PERTOLONGAN PERSALINAN DI KECAMATAN
BORONG KABUPATEN MANGGARAI TIMUR
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
FRANSISKA NOVA NANUR
NIM 1392161052
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM PERTOLONGAN
PERSALINAN DI KECAMATAN BORONG KABUPATEN MANGGARAI
TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Hasil Penelitian Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
FRANSISKA NOVA NANUR
NIM 1392161052
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
Lembar Pengesahan
iii
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 12 JUNI 2015
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof.Dr.dr. Mangku Karmaya,M.Repro,PA (K)
Ni Putu Widarini,SKM, MPH
NIP. 19461231196021001
NIP. 197912242005012001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Direktur
Program Pascasarjana
Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Universitas Udayana
Prof.dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K)
NIP. 19481010197702001
NIP.195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji pada
iv
Tanggal 12 Juni 2015
Panitia Penguji Hasil Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No:……..,Tanggal…………………………….
Ketua
Anggota
: Prof.Dr.dr. Mangku Karmaya,M.Repro,PA (K)
:
1. Ni Putu Widarini,SKM, MPH
2. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And
3. Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, MSi
4. Dr. Ni Wayan Arya Utami, M.App. Bsc, PhD
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Fransiska Nova Nanur
NIM
: 1392161052
Program Studi
: Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul Tesis
: Kemitraan Dukun dengan Bidan dalam Pertolongan
Persalinan di Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai
Timur.
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila
di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, Juni 2015
Yang Membuat Pernyataan
FRANSISKA NOVA NANUR
NIM.1392161052
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan
Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kasih dan anugerah-Nya tesis ini dapat
terselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro., PA (K) sebagai
Pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat,
bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program pascasarjana khususnya
dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan
kepada ibu Ni Putu Widarini, SKM, MPH sebagai Pembimbing II dengan penuh
perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof.
Dr. dr. Ketut Suastika. Sp.PD., KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister
Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga
ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat
oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Strata 2 Pascasarjana Universitas
Udayana. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada
Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis,
yaitu Prof. Dr. dr Alex Pangkahila, MSc., Sp. And selaku penguji I, Dr. dr. Dyah
vii
Pradnyaparamita Duarsa, Msi selaku penguji II, serta dr. Ni Wayan Arya Utami,
M.app. Bsc, PhD selaku penguji III yang telah memberikan masukan, saran,
sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus
disertai penghargaan kepada seluruh guru serta dosen yang telah membimbing
penulis, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan
terima kasih kepada papa dan mama, kakak Nelci, kakak Vayan dan adik Olga yang
telah memberikan semangat dan dukungan mental maupun material sehingga dapat
menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga kepada Venansius Haryanto, S.Fil,
ibu Lambertin Landang, Lira Jenimas, A.md.Keb, dan Yustina Wendi, A.md.Keb
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih
juga penulis ucapkan kepada seluruh partisipan khususnya dukun dan bidan yang
membantu terlaksananya proses penelitian khusunya dalam pengambilan data
penelitian. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman yang telah
memberikan dukungannya sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada
semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta
kepada penulis sekeluarga.
Penulis
viii
ABSTRAK
KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM PERTOLONGAN
PERSALINAN DI KECAMATAN BORONG KABUPATEN MANGGARAI
TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Revolusi KIA di Provinsi NTT sudah berjalan sejak tahun 2009, akan tetapi
tidak berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan masih tingginya proporsi
pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan. Persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan di Kabupaten Manggarai Timur tahun 2013 sebesar 67,69% dan sisanya
ditolong oleh tenaga non kesehatan. `Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
gambaran kemitraan dukun dengan bidan dan hambatan dalam pelaksanaan
kemitraan dukun dengan bidan di Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur.
Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif
dengan pendekatan
grounded theory. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam yang dilakukan
pada 10 informan kunci yaitu dukun dan bidan. Wawancara mendalam juga
dilakukan pada tokoh masyarakat, tokoh agama, ibu nifas dan pemegang kebijakan.
Teknik analisis data dengan thematic analisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran kemitraan dukun dengan
bidan dilihat dari beberapa hal yaitu tidak ada alokasi anggaran untuk membiayai
pelaksanaan program, sarana dan prasarana penunjang kemitraan belum memadai,
pembagian peran antara dukun dan bidan dalam pelaksanaan kemitraan sudah jelas,
koordinasi antara dukun dan bidan hanya bersifat insidental,pengambilan keputusan
hanya dilakukan oleh bidan, tidak ada pertemuan rutin antara dukun dan bidan,
adanya dukungan moral dari tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk keberlanjutan
program ini. Makna kemitraan yaitu makna bagi kelompok sasaran dan bagi pelaku
mitra. Hambatan dalam pelaksanaan kemitraan dukun dengan bidan yaitu: masih ada
dukun yang tidak ingin bermitra dengan bidan dalam pertolongan persalinan, masih
ada ibu hamil yang tidak ingin bersalin di fasilitas kesehatan, kesulitan transportasi
untuk merujuk ibu hamil ke fasilitas kesehatan.
Dapat disimpulkan bahwa kemitraan dukun dan bidan di Kecamatan Borong
belum berjalan dengan baik. Hambatannya adalah masih ada dukun yang tidak
bermitra,hambatan trasportasi, dan hambatan dari ibu hamil itu sendiri. Perlu
mengalokasikan dana untuk membiayai program kemitraan, menyediakan
transportasi untuk merujuk ibu hamil ke fasilitas kesehatan, diadakan pertemuan
koordinasi bidan dan dukun, penyuluhan kepada masyarakat mengenai persalinan di
fasilitas kesehatan, masyarakat diharapkan memahami dan menyadari bahwa
persalinan di fasilitas kesehatan jauh lebih aman daripada persalinan di rumah.
Kata kunci: Kemitraan, dukun dan bidan, pertolongan persalinan, kualitatif
ix
ABSTRACT
PARTNERSHIP BETWEEN TRADITIONAL BIRTH ATTENDANTS (TBAS)
AND MIDWIVES IN AID DELIVERY AT SUBDISTRIC BORONG
MANGGARAI TIMUR- NTT
Maternal and child health revolution in NTT has been running for a long
time, but did not go well. This is evidenced by the high proportion of aid delivery by
non professional health worker. The proportion of deliveries according to person
who assited it in Manggarai Timur regency during 2013 In Manggarai Timur, is as
much as 67,69% by professional health worker, and the others by TBA. The goal of
this research is to describe and barriers of partnership between TBA and midwife to
aid delivery.
The study was a qualitative research, approach of grounded theory. In this
study using in depth interview as a data collection instrument with some partisipants
namely partnered traditional birth attendant, unpartnered traditional birth attendants,
midwife, stakeholder, prominent fiugre of religion and society.
This Research show many results of partnership between TBA and midwife
in Borong subdistric. Those are: lack of money to finance this program, enough
facilities and infrastructure, bad transportation, good relation between TBA and
midwife, clear role division between partners, unfixed time to do meeting between
TBA and and midvife, bad coordination between partners, unclear structural
organisation and this program is supported by society and religion figure and society
figure. The barriers of this partnership are: some TBAs don’t wish to cooperate with
midvife in running delivery, some of pregnant women don’t want to run their
delivery in good health facilities and the bad transportation to support this
partnership.
Conclusion: partnership between TBA and midwife in Borong subdistric are
not going well because inadequate infrastructure, there is no organizational structure,
coordination incidental, there are no regular meetings, decision-making by only a
midwife, there is support from religious leaders and public figure. Based on the data
obeve, these points are suggested: the governments have to fund this program,
providing enough transportation to take the pregnant woman to good health facilities,
doing the coordination meeting between TBA and midwife, giving the reward to
partnered TBA, socialiszation to society about the important of delivery in good
health facilties and finally society must realize that running delivery in good health
facilitis is more comfort than at home.
Key words: Partnership, TBA and midwife, the aid of delivery
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN……………………………………………..
i
HALAMAN SAMPUL DALAM…………………………………………….
ii
PRASYARAT GELAR………………………………………………………
iii
LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………………….....
iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI………………………………………….
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT……………………………….
vi
UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………… ..
vii
ABSTRAK………………………………………………………………… .
ix
ABSTRACT………………………………………………………………… .
x
DAFTAR ISI .................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xiv
DAFTAR TABEL .........................................................................................
xv
DAFTAR SINGKATAN ...............................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xvii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................
6
1.3 Tujuan ....................................................................................
7
1.3.1
Tujuan Umum ...........................................................
7
1.3.2
Tujuan Khusus...........................................................
7
1.4 Manfaat penelitian ..................................................................
7
1.4.1
Manfaat Praktis .........................................................
7
1.4.2
Manfaat Teoritis ........................................................
8
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN
MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka .......................................................................
2.1.1
Kemitraan Bidan dan Dukun .....................................
2.1.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemitraan Dukun
dengan Bidan .............................................................
xi
9
9
22
2.2 Konsep Penelitian ..................................................................
25
2.2.1
Konsep Kemitraan .....................................................
25
2.2.2
Konsep Dukun………………………………… .......
26
2.2.3
Konsep Bidan…………………………………….. ..
26
2.3 Landasan Teori .......................................................................
27
2.4 Model Penelitian .....................................................................
31
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian ............................................................
32
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................
32
3.3 Jenis dan Sumber Data ..........................................................
33
3.4 Instrumen Penelitian ...............................................................
34
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .................................
35
3.6 Metode dan Teknik Analisis Data ..........................................
36
3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ................
37
3.8 Keabsahan Data…………………………………………… ..
37
3.9 Etika Penelitian .......................................................................
37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian…………………………. ...
39
4.2 Karakteristik Informan………………………………….........
42
4.3 Hasil Penelitian dan Pembahasan……………………… ........
43
4.4 Keterbatasan Penelitian………………………………… .......
85
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan……………………………………………….. ........
86
5.2 Saran……………………………………………………… ....
89
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Model Penelitian ………………………………………………… 31
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Peran Bidan dan Dukun dalam Masa Kehamilan……….
16
Tabel 2.2 Peran Bidan dan Dukun dalam Masa Persalinan…..
17
Tabel 2.3 Peran Bidan dan Dukun dalam Masa Nifas………..
18
Tabel 3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data…………………
35
Tabel 4.1 Sarana dan Prasarana Kesehatan di Lokasi Penelitian… ….
42
Tabel 4.2 Karakteristik Partisipan………………………………
43
xiv
….
DAFTAR SINGKATAN
AKB
: Angka Kematian Bayi
AKI
: Angka Kematian Ibu
ASEAN
: Asociation South Easth Asian Nation
ASI
: Air Susu Ibu
BPJS
: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Depkes
: Departemen Kesehatan
KB
: Keluarga Berencana
KIA
: Kesehatan Ibu dan Anak
KK
: Kepala Keluarga
MDGs
: Millenium Development Goals
NTT
: Nusa Tenggara Timur
PTT
: Pegawai Tidak Tetap
PKK
: Pembinaan Kesejahteraan Keluarga
Riskesdas
: Riset Kesehatan dasar
SDKI
: Survei Demografi Kesehatan Indonesia
TT
: Tetanus Toxoid
WHO
: World Health Organization
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Penjelasan kepada calon responden tentang penelitian yang akan
dilakukan.
Lampiran 2.
Formulir persetujuan.
Lampiran 3.
Pedoman wawancara mendalam dengan dukun yang bermitra.
Lampiran 4.
Pedoman wawancara mendalam dengan dukun yang tidak bermitra.
Lampiran 5.
Pedoman wawancara mendalam dengan bidan desa.
Lampiran 6.
Pedoman wawancara mendalam dengan ibu nifas.
Lampiran 8.
Pedoman wawancara mendalam dengan kepala desa dan tokoh
agama.
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kematian ibu dan bayi merupakan salah satu indikator kesehatan masyarakat.
Setiap tahun di dunia diperkirakan empat juta bayi baru lahir
meninggal pada
minggu pertama kehidupan dan 529 ribu ibu meninggal karena penyebab yang
berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan masa nifas. Tingginya kematian ibu dan
bayi menunjukkan bahwa pembangunan di bidang kesehatan belum berhasil. Angka
kematian ibu tahun 2007 yaitu sebesar 228/100.000 kelahiran meningkat menjadi
359/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 (BPS & Kemenkes, 2012). Angka
kematian bayi mencapai 34/1.000 kelahiran hidup di tahun 2007 dan menurun
menjadi 32/1.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 (BPS & Kemenkes, 2012). AKI
dan AKB di Indonesia belum mencapai target MDGs yang seharusnya dicapai pada
tahun 2015 yaitu 102/100.000 kelahiran hidup untuk angka kematian ibu dan
23/1.000 kelahiran hidup untuk angka kematian bayi.
Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu Provinsi dengan AKI dan AKB
masih di atas target MDGs walaupun program revolusi KIA telah berjalan. Angka
kematian ibu di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2007 mencapai
306/100.000 kelahiran hidup menurun menjadi 220/100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2011 (Dinkes NTT, 2011). Angka kematian bayi mengalami penurunan dari
57/1.000 kelahiran hidup di tahun 2007 menjadi 45/1.000 kelahiran hidup pada tahun
2011.
1
2
Manggarai Timur merupakan salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Timur
dengan angka kematian ibu dan bayi menempati urutan keempat setelah Kabupaten
TTU, TTS, dan Sumba Timur. Angka kematian bayi di Kabupaten Manggarai Timur
tahun 2012 yang dilaporkan adalah 7,16 per 1000 kelahiran hidup sedangkan pada
tahun 2013 mengalami peingkatan menjadi 11,28 per 1000 kelahiran hidup. Angka
kematian ibu tahun 2012 yang dilaporkan adalah 217 per 100.000 kelahiran hidup
mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 207 per 100.000 kelahiran hidup. Di
Kecamatan Borong jumlah kematian ibu yang terlaporkan pada tahun 2014 adalah
dua orang dan kematian bayi 14 orang angka ini belum menggambarkan angka
kematian sesungguhnya di populasi (Dinkes Manggarai Timur, 2014).
Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan, hipertensi pada kehamilan,
partus macet, infeksi dan komplikasi aborsi merupakan penyebab langsung kematian
ibu di Indonesia. Penyebab tidak langsung adalah proses persalinan yang ditolong
oleh tenaga non kesehatan seperti dukun. Keadaan ini ditambah dengan beberapa
faktor yang dapat meningkatkan resiko seperti keterlambatan dalam mengambil
keputusan, keterlambatan merujuk, keterlambatan penanganan, melahirkan pada
umur kurang dari dua puluh tahun atau lebih dari tiga puluh lima tahun, jarak
kelahiran yang terlalu dekat dan memiliki anak yang banyak (Kemenkes, 2011).
Strategi untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu di Indonesia adalah
melalui program Making Pregnancy Safer (MPS). Program ini memiliki tiga pesan
kunci yang meliputi semua ibu yang bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan yang
terampil, penanganan yang adekuat untuk setiap komplikasi obstetrik dan
pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dapat diakses oleh setiap wanita usia
3
subur (Depkes, 2008). Berdasarkan hal ini, maka diperlukan peralihan peran
penolong dari tenaga non kesehatan ke tenaga kesehatan terlatih dalam upaya
peningkatan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Mulai tahun
2008, dikembangkan program kemitraan bidan dengan dukun. Program ini bertujuan
untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi, pemeriksaan
kehamilan yang komprehensif, pelayanan rujukan persalinan pada tenaga terlatih dan
berkompeten, pengalihan peran dukun menjadi mitra kerja untuk ikut merawat ibu
dan bayi dan menjadikan dukun sebagai kader kesehatan (Depkes, 2008).
Program kemitraan bidan dengan dukun sangat penting dalam membantu
mempercepat penurunan angka kematian ibu akibat komplikasi selama kehamilan,
persalinan dan nifas. Pembagian peran dalam kemitraan ini adalah bidan melakukan
semua tindakan dan prosedur medis, sedangkan dukun memiliki peran untuk
membacakan doa, menyediakan minuman herbal dan menyediakan perawatan
postpartum (UNICEF, 2008). Kemitraan bidan dengan dukun ini merupakan bentuk
pengalihfungsian peran dukun yang awalnya menolong persalinan menjadi rekan
bidan yang bekerjasama untuk memantau perkembangan kesehatan ibu dan bayi
(Depkes, 2008).
Bentuk kemitraan bidan dan dukun dalam persalinan adalah dukun
mengantarkan calon ibu bersalin ke bidan dan ikut mendampingi ibu saat proses
persalinan. Program ini telah berjalan akan tetapi masih ada dukun yang belum
bermitra dengan bidan dan proporsi persalinan yang ditolong dukun masih tinggi.
Hasil riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa proporsi persalinan yang ditolong
oleh tenaga non kesehatan sebanyak 13,1%. Provinsi NTT merupakan salah satu
4
provinsi yang proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan masih
tinggi, yaitu menempati urutan ketiga setelah Papua dan Papua Barat. Proporsi
persalinan yang ditolong oleh tenaga non kesehatan tahun 2013 di Provinsi NTT dan
Kabupaten Manggarai Timur sebanyak 25,92% dan 32,31% (BPS Manggarai Timur,
2014).
Kecamatan Borong merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Manggarai
Timur dengan proporsi pertolongan persalinan oleh dukun yang tinggi yaitu 21%
(BPS Manggarai Timur, 2014). Program kemitraan bidan dengan dukun telah
berjalan sejak tahun lama akan tetapi, cakupan pertolongan persalinan oleh dukun
masih tinggi dan masih ada dukun yang tidak menjalin kemitraan dengan bidan.
Jumlah dukun di Kecamatan Borong tahun 2013 sebanyak 54 orang. Dukun yang
menjalin kemitraan dengan bidan di Kecamatan Borong pada tahun 2013 adalah 54
orang sedangkan jumlah dukun tidak menjalin kemitraan dengan bidan sebanyak 14
orang. Banyak kasus yang terjadi pada persalinan yang ditolong dukun tidak terlatih
seperti kasus kematian ibu karena infeksi post partum yang terjadi pada awal tahun
2014.
Hasil penelitian Salham dkk (2008) mengenai kemitraan bidan dan dukun bayi
sebagai upaya alih peran pertolongan persalinan di Sulawesi Tengah menunjukkan
bahwa 15% dukun belum menerima kehadiran bidan oleh karena dukun merasa
posisinya tergeser dengan kehadiran bidan di desa, sementara profesi ini merupakan
salah satu sumber penghasilan mereka. Keadaan ini menyebabkan mereka
mengambil jarak dengan bidan, sehingga tidak terjadi komunikasi diantara
mereka.hambatan yang ditemukan dalam bermitra adalah belum ada pembagian
5
tugas yang jelas dan kongkrit tentang kemitraan antara bidan dengan dukun bayi,
pada umumnya bidan PTT masih berusia muda, kurang berpengalaman, kurang
menguasai adat dan tradisi masyarakat, serta bahasa komunitas di wilayah kerjanya
dan masih ada daerah-daerah yang belum tersentuh kehadiran bidan desa
dan
fasilitas pelayanan kesehatan seperti polindes dan posyandu. Kemitraan yang
dilakukan bidan selama ini masih dalam batas pemaknaan transfer knowledge, dan
belum mengarah pada ”Alih Peran” pertolongan persalinan secara optimal. Penelitian
lain yang dilakukan oleh Sudirman dan Sakung (2006) mengenai kemitraan bidan
dengan dukun bayi dalam menolong persalinan di Kecamatan Palolo menunjukkan
bahwa pandangan dukun bayi terhadap bidan tentang cara-cara yang dipraktekkan
dalam persalinan 15% mengatakan tidak sesuai dengan kebiasaan yang dilakukan
oleh dukun bayi, masih ada dukun yang meragukan kemampuan bidan oleh karena
bidan masih berusia muda, kurang berpengalaman dan biaya persalinan cukup tinggi.
Alasan yang mendorong peneliti untuk meneliti kemitraan dukun dengan bidan
dalam pertolongan persalinan oleh karena penelitian-penelitian di atas dilakukan
pada budaya dan geografis yang berbeda dan belum pernah dilakukan penelitian
serupa pada budaya Manggarai. Budaya manggarai belum banyak dipengaruhi oleh
modernisasi dan masih banyak daerah yang berpegang kuat pada tradisi. Salah satu
tradisi yang masih kuat dalam masyarakat Manggarai hingga sekarang ini adalah
praktik pengobatan tradisional. Pemanfaatan dukun dalam pertolongan persalinan
merupakan salah satu bentuk praktik pengobatan tradisional yang masih banyak
dilakukan oleh masyarakat Manggarai ditengah perkembangan teknologi kesehatan
yang modern. Maka dari itu, pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan
6
mencanangkan program kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan
persalinan untuk meningkatkan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan. Program ini telah berjalan, akan tetapi proporsi pertolongan persalinan
oleh tenaga non kesehatan masih tinggi. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui
lebih dalam mengenai kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan
di Kecamatan Borong.
1.2 Rumusan Masalah
Kemitraan dukun dengan bidan di Kecamatan Borong sudah berjalan akan tetapi
masih ada dukun yang tidak bermitra dan proporsi pertolongan persalinan oleh dukun
masih tinggi yaitu
21%. Oleh karena itu perlu dikaji secara lebih mendalam
mengenai proses membangun kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan
persalinan dan untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan kemitraan dukun
dengan bidan dalam pertolongan persalinan di Kecamatan Borong Kabupaten
manggarai Timur. Maka pertanyaan penelitiannya adalah:
1.2.1 Bagaimanakah gambaran kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan
persalinan di Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur?
1.2.2 Bagaimanakah makna kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan
persalinan di Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur?
1.2.3 Apa saja hambatan dalam pelaksanaan kemitraan dukun dengan bidan dalam
pertolongan persalinan di Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur?
7
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk menggali secara lebih mendalam mengenai
gambaran kemitraan dukun dengan bidan, makna kemitraan dukun dengan bidan dan
hambatan dalam pelaksanaan kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan
persalinan di Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur.
1.3.2
Tujuan khusus
Penelitian ini untuk mengetahui:
1.3.2.1 Gambaran kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan.
1.3.2.2 Makna kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan.
1.3.2.3 Hambatan dalam pelaksanaan kemitraan dukun dengan bidan dalam
pertolongan persalinan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Praktis
Penelitian mengenai kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan
persalinan di Kecamatan Borong diharapkan akan menjadi masukkan bagi bidan
desa dan pemegang program KIA di puskesmas untuk mengembangkan program dan
strategi pendekatan kepada dukun agar ikut menjalin kemitraan dalam pertolongan
persalinan sehingga dapat meningkatan derajat kesehatan ibu dan anak.
8
1.4.2
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi yang berguna
untuk kepentingan penelitian kuantitatif sehingga dapat dicari kekuatan hubungannya
serta dapat digeneralisasi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL
PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Kemitraan Bidan dengan Dukun
2.1.1.1 Pengertian
Kemitraan bidan dengan dukun adalah bentuk kerjasama antara bidan dan
dukun, di mana kerjasama ini harus saling menguntungkan kedua belah pihak dan
atas dasar transparansi, kesamaan serta rasa saling percaya untuk meningkatkan
derajat kesehatan ibu dan bayi. Peran bidan dalam dalam bermitra adalah menolong
kelahiran serta mengalihfungsikan dukun yang pada awalnya menolong persalinan
menjadi rekan kerja untuk merawat ibu dan bayi (Depkes, 2008).
Hasil penelitian Rukmini dan Ristrini (2006) di Provinsi Jawa Timur dan
Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa sebagian besar dukun bayi mempunyai
hubungan kerjasama dengan bidan di desanya dan hanya terdapat 20% dukun bayi
yang tidak membangun hubungan kerjasama dengan para bidan. Kerjasama ini tidak
mencakup semua hal yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Di Kabupaten
Tuban misalnya, kerjasama ini dibangun hanya khusus untuk pertolongan persalinan.
Penelitian lain di Kabupaten Bangkalan, Banjar dan Tanah Laut menunjukkan bahwa
antara dukun dengan bidan tidak terjalin kerjasama yang baik karena masih banyak
masyarakat yang menggunakan jasa dukun untuk menolong persalinan. Penelitian
9
10
lain yang dilakukan oleh Budiyono dkk (2011) di Kabupaten Demak menunjukkan
bahwa ada kerjasama yang baik antara bidan dengan dukun, walaupun masih ada
dukun yang belum mau bekerjasama dengan para bidan dalam menolong persalinan.
Penelitian Rosmadewi dan Metti (2012) di Puskesmas Tanjung Sari Kabupaten
Lampung Selatan menunjukkan bahwa kemitraan antara bidan dan dukun sudah
terjalin dengan baik. Indikatornya, dukun sudah menyadari bahwa yang mempunyai
kewenangan dalam menolong persalinan adalah tenaga kesehatan. Idealnya,
kemitraan bidan dengan dukun merupakan bentuk kerjasama yang harus saling
menguntungkan
dengan
menerapkan
prinsip
keterbukaan,
kesetaraan
dan
kepercayaan.
Bentuk kerjasama antara bidan dengan dukun dilakukan sejak kehamilan,
persalinan, dan masa nifas di mana antara bidan dan dukun sudah ditetapkan
pembagian peran masing-masing dalam bermitra. Di Provinsi Jawa Timur dan
Kalimantan Selatan, bentuk kerjasama antara bidan desa dan dukun bayi terjadi
sejak pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, rujukan persalinan yang
mengalami komplikasi, merawat ibu pasca melahirkan dan merawat bayi baru lahir.
Kerjasama terjadi bila ibu melahirkan meminta bantuan kepada dukun dan bidan
secara bersamaan atau bila dukun bayi tidak mampu melakukan pertolongan sendiri
(Ristrini & Rukmini, 2006). Di Puskesmas Mranggen I Kabupaten Demak bentuk
kerjasama belum ditetapkan secara pasti karena belum tertuang dalam sebuah
kesepakatan tertulis.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka pada hakikatnya kemitraan antara
bidan dengan dukun dibangun untuk membantu persalinan. Untuk itu sebagai sebuah
11
bentuk kerjasama yang
bertujuan untuk membantu persalinan, maka kemitraan
antara dukun dan bidan harus diorganisasi dengan baik sehingga antara kedua belah
pihak mengetahui selanjutnya menyadari peran masing-masing dalam membantu
persalinan. Prinsipnya adalah kepentingan ibu bersalin menjadi perhatian utama
dalam kemitraan yang dibangun.
2.1.1.2 Ruang Lingkup Kemitraan Bidan dan Dukun
Ruang lingkup kegiatan kemitraan mencakup masukan, proses dan luaran
program.
1. Input
Meliputi penyiapan tenaga, penyiapan biaya operasional, penyiapan sarana
kegiatan bidan dan saran dukun, serta metode /mekanisme pelaksanaan kegiatan.
2. Proses
Proses yang dimaksudkan adalah lingkup kegiatan kerja bidan dan kegiatan
dukun.Kegiatan bidan mencakup aspek teknis kesehatan dan kegiatan dukun
mencakup aspek non teknis kesehatan. Tugas dukun ditekankan pada alih peran
dukun dalam menolong persalinan menjadi merujuk ibu hamil dan merawat ibu
nifas dan bayi baru lahir berdasarkan kesepakatan antara bidan dengan dukun.
3. Output
Kemitraan bidan dengan dukun adalah pencapaian target upaya kesehatan ibu dan
anak antara lain meningkatnya dukungan berbagai pihak (LP/LS) terkait,
meningkatnya jumlah bidan dengan dukun yang bermitra, meningkatkan rujukan
oleh dukun, meningkatnya cakupan pertolongan persalinan serta meningkatnya
deteksi risti / komplikasi oleh masyarakat.
12
2.1.1.3 Prinsip Kemitraan Bidan dan Dukun
Kemitraan hanya dapat dibentuk bila ada lebih dari satu orang atau satu
organisasi yang akan bekerjasama, dalam hal ini adalah bidan dan dukun bayi. Untuk
mencapai suatu kemitraan ada beberapa prinsip yang digunakan:
1. Kesetaraan
Kesetaraan
yang
dimaksud
adalah
saling
menghargai
pengetahuan,
pengalaman,keberadaan dan keahlian mitranya. Jadi harus dimulai dari menerima
mitra apa adanya setara dengan dirinya.
2. Keterbukaan
Keterbukaan yang dimaksud adalah kemauan bersama untuk menjelaskan
perasaan dan keinginannya serta membicarakan persoalan masing-masing yang
masih harus diuji kebenarananya. Antara bidan dan dukun bayi harus dibuat
suasana yang tidak membuat satunya merasa lebih rendah, lebih pintar dan lebih
mampu.
3. Saling Menguntungkan
Kemitraan yang dimaksud adalah tidak ada yang kehilangan atau kerugian yang
diterima pada salah satu pihak, tetapi terjadi sinergi dari para pihak. Dengan
demikian harus dicari hal apa yang dapat disinergikan dan menyebabkan
keuntungan lebih besar untuk para pihak yang bermitra.
13
2.1.1.4 Landasan Kemitraan Bidan dan Dukun
Dalam suatu kerjasama yang berprinsip kemitraan ada beberapa landasan
yang harus dipenuhi para pihak yang bermitra atau biasa disebut tujuh saling, yaitu:
1. Saling Memahami Kedudukan, Tugas dan Fungsi
Bidan memiliki tugas dan fungsi utama dalam membantu persalinan ibu hamil.
Dukun bayi tidak melakukan tugas dan fungsi dalam membantu persalinan ibu
secara langsung. Tugas dan fungsi dukun bayi adalah mendorong agar proses
rujukan ibu bayi hanya kepada bidan atau tenaga kesehatan terlatih.
2. Saling Memahami Kemampuan Masing-masing
Bidan memiliki kemampuan teknis dan tugas utama dalam membantu persalinan
ibu sedangkan dukun bayi memiliki pengaruh dan dipercaya masyarakat. Masingmasing kemampuan tersebut saling sinergi dan perlu dioptimalkan dalam
mendukung persalinan yang aman dan selamat bagi ibu.
3. Saling Menghubungi
Optimalisasi kemitraan antara bidan dan dukun bayi perlu terus ditingkatkan
dengan upaya saling menghubungi di antara masing-masing.
4. Saling Mendekati
Bidan lebih banyak berada di unit pelayanan (Puskesmas, Pustu, atau Poskesdes),
sedangkan dukun bayi sering dikunjungi atau mengunjungi ibu hamil. Untuk itu
perlu kiranya para pihak tersebut saling mendekati, seperti: mendorong dukun
bayi juga aktif datang ke posyandu, pustu, poskesdes ataupun Puskesmas.
Demikian pula dengan bidan desa untuk lebih aktif mengunjungi dukun bayi.
5. Saling Bersedia Membantu dan Dibantu
14
Pada umumnya bidan yang ditugaskan di desa masih relatif muda, terutama di
daerah terpencil dan kurang banyak pengalaman dan kepercayaan dari masyarakat
dibandingkan dukun bayi. Pada sisi lain, dukun bayi dengan pengalaman yang
cukup banyak dan disegani oleh masyarakat tidak memiliki keterampilan medis.
Karenanya dukun bayi tidak bisa mendeteksi persoalan komplikasi kehamilan ibu
serta penanganannya secara medis. Hal tersebut perlu saling disadari dengan cara
sifat bersedia membantu dan dibantu.
6. Saling Mendorong dan Mendukung
Bidan perlu terus mendorong dan mendukung dukun bayi untuk tetap dihargai
oleh masyarakat. Demikian pula sebaliknya, dukun bayi perlu mendukung proses
persiapan dan pasca persalinan yang dilakukan oleh bidan.
7. Saling Menghargai
Saling menghargai antara bidan dan dukun bayi sangat penting. Dukun bayi telah
ada di masyarakat jauh sebelum keberadaan bidan ataupun perkembangan ilmu
kebidanan. Dukun bayi perlu menghargai perkembangan ilmu dan teknologi
kebidanan yang dimiliki dan ditugaskan oleh pemerintah.
2.1.1.5 Pihak-pihak yang Terlibat dalam Kemitraan Bidan dan Dukun
Pihak-pihak yang terlibat dalam kemitraan bidan dan dukun bayi bukan saja
pihak di desa/kelurahan, namun juga pihak-pihak terkait di tingkat kabupaten/kota
dan kecamatan. Berikut para pihak tersebut serta perannya.
15
1. Tingkat Kabupaten
a. Dinas Kesehatan sebagai koordinator dalam program kemitraan bidan dan
dukun bayi.
b. Dalam program ini juga dilibatkan peran multi pihak seperti SKPD yang terkait
urusan kesehatan (Dinas Kesehatan, RSUD, Badan Pemberdayaan Perempuan
dan Keluarga Berencana, Dinas Sosial, Badan Pemberdayaan Masyarakat
Desa), Tim Penggerak PKK tingkat Kabupaten, organisasi profesi kesehatan,
akademisi, perguruan tinggi, LSM yang bergerak di bidang kesehatan, serta
yang tak kalah penting adalah melibatkan DPRD (khususnya Komisi yang
membidangi kesehatan).
c. Dinas Kesehatan akan membentuk tim yang terdiri dari berbagai pihak tersebut
di atas. Tim tersebut akan bertugas memberikan pembinaan, pengawasan dan
evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan program ini.
2. Tingkat Kecamatan
Pada skala kecamatan akan didampingi oleh camat, kepala puskesmas, PKK
tingkat kecamatan, dan kelompok kerja operasional (Pokjanal) desa siaga tingkat
kecamatan. Kerjasama tersebut untuk mendampingi, mengawasi dan evaluasi
program kemitraan bidan dan dukun bayi secara berkala di tingkat kecamatan.
3. Tingkat Desa/Kelurahan
Pada skala desa/kelurahan, maka kepala desa/lurah bersama dengan kelompok
PKK, pengurus desa siaga, tokoh agama dan tokoh masyarakat akan
mendampingi, memberikan pembinaan dan melakukan evaluasi proses kemitraan
secara berkala di tingkat desa/kelurahan bersama dengan bidan dan dukun bayi.
16
2.1.1.6 Peran Bidan dan Dukun dalam Pelaksanaan Kemitraan
Peran bidan dan dukun dalam pelaksanakan program kemitraan dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.1
Peran Bidan dan Dukun dalam Masa Kehamilan
Bidan
Dukun
1. Melakukan pemeriksaan ibu hamil
1. Memberikan motivasi ibu hamil
(keadaan umum, menentukan taksiran
partus, menentukan keadaan janin
dalam
kandungan,
pemeriksaan
laboratorium yang diperlukan)
(pemberian imunisasi TT, pemberian
tablet Fe, pemberian pengobatan atau
tindakan apabila ada komplikasi)
3. Melakukan penyuluhan dan konseling
4. Melakukan kunjungan rumah
rujukan
diperlukan
6. Melakukan pencatatan
7. Membuat laporan
2. Mengantar ibu hamil yang tidak
mau periksa ke bidan
3. Membantu
2. Melakukan tindakan pada ibu hamil
5. Melakukan
untuk periksa ke bidan
bidan
masa
pemeriksaan ibu hamil
4. Melakukan penyuluhan pada ibu
hamil dan keluarga
5. Memotivasi
ibu
hamil
dan
keluarga tentang KB
6. Melakukan
apabila
pada
ritual
yang
berhubungan dengan adat dan
keagamaan
7. Melakukan motivasi pada saat
rujukan diperlukan
8. Melaporkan ke bidan apabila ada
ibu hamil baru
17
Tabel 2.2
Peran Bidan dan Dukun dalam Masa Persalinan
Bidan
1.
Dukun
Mempersiapkan sarana prasarana
persalinan aman dan alat resusitasi
bayi baru lahir
2.
Memantau
kemajuan
persalinan
Melakukan asuhan persalinan
4.
Melaksanakan
inisiasi
menyusu
dini dan pemberian ASI segera dari
3. Mempersiapkan
sarana
prasarana
persalinan aman seperti
air bersih
dan kain bersih
1 jam
4. Mendampingi ibu saat bersalin
Injeksi vit K1 dan salep mata
5. Membantu bidan pada saat proses
antibiotik pada bayi baru lahir
7.
alat transportasi untuk pergi ke bidan
atau memanggil bidan
3.
6.
bidan
2. Mengingatkan keluarga menyiapkan
sesuai dengan partograf
5.
1. Mengantar calon ibu bersalin ke
persalinan
Melakukan perawatan bayi baru
6. Melakukan ritual (jika ada atau perlu)
lahir
7. Membantu bidan dalam merawat bayi
Melakukan
tindakan
PPGDON
apabila mengalami komplikasi
8.
Melakukan rujukan bila diperlukan
9.
Melakukan pancatatan persalinan
10. Membuat laporan
baru lahir
8. Membantu
bidan
dalam
inisiasi
menyusu dini kurang dari 1 jam
9. Memotivasi rujukan bila diperlukan
9. Membantu bidan membersihkan ibu,
tempat dan alat setelah persalinan
18
Tabel 2.3
Peran Bidan dan Dukun dalam Masa Nifas
Bidan
1.
Dukun
Melakukan kunjungan neonatal dan
sekaligus pelayanan nifas
2.
Melakukan
penyuluhan
memberikan penyuluhan tentang
dan
(tanda-tanda bahaya dan penyakit
konseling pada ibu dan keluarga
ibu nifas, tanda-tanda bayi sakit,
(tanda-tanda bahaya dan penyakit
kebersihan
ibu nifas, tanda-tanda bayi sakit,
lingkungan, kesehatan dan gizi,
kebersihan pribadi dan lingkungan,
perawatan
kesehatan dan gizi, ASI Eksklusif,
perawatan payudara)
parawatan tali pusat, KB setelah
melahirkan)
3.
1. Melakukan kunjungan rumah dan
Melakukan
pribadi
tali
pusat
dan
dan
2. Memotivasi ibu dan keluarga
untuk ber-KB setelah melahirkan
rujukan
diperlukan
4.
Melakukan pencatatan
5.
Membuat laporan
apabila
3. Melakukan ritual agama (jika ada
atau perlu)
4. Memotivasi
rujukan
bila
diperlukan
5. Melaporkan ke bidan apabila ada
calon akseptor KB
Dalam proses alih peran dan pembagian tugas antara bidan dengan dukun
perlu disepakati mekanisme kemitraan yang dijalin antara mereka. Meskipun
mekanisme sangat beragam tergantung keadaan, tetapi ada beberapa hal penting yang
harus disepakati (dituangkan secara tertulis dalam nota kesepakatan antara bidan –
dukun) yaitu mekanisme rujukan informasi ibu hamil, mekanisme rujukan kasus
persalinan, mekanisme pembagian biaya persalinan dan jadwal pertemuan rutin
bidan dengan dukun.
19
2.1.1.7 Langkah-langkah Kemitraan Bidan dan Dukun
1. Pendataan kesehatan ibu dan anak
Langkah ini dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang terkait dengan
kesehatan ibu dan bayi, serta potensi untuk penanganan masalah melalui
kemitraan dukun dan bidan.
2. Identifikasi potensi yang mendukung kemitraan
Dalam membangun kemitraan, perlu dilakukan identifikasi terhadap potensi yang
mendukung kemitraan. Potensi tersebut diantaranya adalah jumlah dan sebaran
dukun, kebiasaan atau budaya local masyarakat yang mendukung kemitraan,
dukungan pemerintah desa/kelurahan dalam peningkatan pelayanan kesehatan
masyarakat serta sumber pendanaan untuk mendukung kemitraan. Potensi ini
dapat menjadi dasar dalam membangun kemitraan.
3. Membangun dukungan para pihak
Dari langkah ini diharapkan muncul komitmen pemerintah untuk hadir pada
pertemuan pembentukan kesepakatan antara bidan dan dukun bayi, komitmen
untuk mendukung melalui program dan anggaran daerah, serta komitmen untuk
mendorong pembentukan regulasi yang menjamin keberlangsungan kemitraan
tersebut.
4. Pembentukan regulasi daerah
Meski telah dibangun kesepakatan dan kesepahaman antara peran dan tugas bidan
dan dukun bayi dalam kemitraan serta telah didukung komitmen informal atas
nama pemerintah daerah, hal tersebut juga perlu didukung dengan dengan
pembentukan regulasi daerah Peran para pihak dan konsekuensi pembiayaan perlu
20
dituangkan dalam regulasi daerah agar dapat dijamin oleh program dan angggaran
pemerintah daerah. Proses pembentukan regulasi daerah dapat berupa peraturan
kepala daerah ataupun peraturan daerah. Regulasi ini selain dapat memberikan
jaminan ketersediaan dana dalam mendukung kemitraan juga mendorong
pemenuhan ketersediaan dan distribusi bidan yang lebih merata di desa-desa
terpencil sebagai syarat terbentuknya kemitraan.
5. Koordinasi dan peningkatan kapasitas bagi dukun bayi
Koordinasi dan peningkatan kapasitas bagi dukun bayi merupakan langkah untuk
optimalisasi pelaksanaan peran dan tugas masing-masing.
6. Pemantauan dan penilaian
Untuk mengetahui keberhasilan kegiatan diperlukan adanya langkah pemantuan
dan evaluasi yang dilakukan sercara terus menerus (bekesinambungan). Kegiatan
memantau dan menilai untuk melihat apakah semua kegiatan telah dilaksanakan
sesuai rencana yang ditetapkan.
7. Mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung
Dalam pelaksanaan kemitraan bidan dan dukun bayi dibutuhkan sarana dan
prasarana pendukung yang juga merupakan prasyarat keberhasilan pelaksanaan
kemitraan tersebut. Beberapa prasarana dasar yang perlu ada dalam pemberian
pelayanan oleh bidan atau tenaga kesehatan adalah: Puskesmas, Pustu, Poskesdes,
Polindes, Rumah Tunggu Kelahiran, Posyandu, yang dilengkapi listrik dan air
bersih.
Sedangkan sarana yang dibutuhkan dalam menunjang kemitraan, diantaranya:
mobiler: tempat tidur lengkap, lemari, meja, kursi, kain tirai; alat kesehatan
21
(alkes): Bidan kit, dopler, sungkup/amubag, tabung oksigen, tiang infus,
incubator, timbangan bayi, balita dan timbangan ibu hamil, alat pengukur panjang
badan bayi; buku pegangan bidan, dukun bayi dan alat tulis; baju seragam dukun
bayi (dimaksudkan untuk memberi rasa bangga dan sebagai pengakuan atas status
dan peranan mereka di masyarakat), peralatan P3K (Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan); media penyuluhan: lembar balik penyuluhan, film tentang KIA,
brosur, poster, dan lain-lain.
8. Administrasi dan pelaporan
Secara administratif, dukun bayi juga menyusun laporan kegiatan yang dicatat
dalam buku laporan dukun bayi. Buku laporan tersebut disesuaikan dengan
kebijakan puskesmas dan kemudahan pembuatan oleh dukun bayi. Pembuatan
laporan dapat dilakukan bersama-sama antara kader posyandu dan dukun bayi
sehingga kader dapat membantu dukun bayi yang mengalami kesulitan dalam
pembuatan laporan.
9. Pembiayaan
Sumber pembiayaan kemitraan dukun dan bidan berasal dari APBD (melalui
dinas kesehatan dan puskesmas), dana BOK (Bantuan Operasional Khusus)
puskesmas, dana jaminan persalinan (jampersal), sumber dana dari pihak ketiga,
ataupun dana dari swadaya masyarakat desa. Dana-dana tersebut dipergunakan untuk
membiayai: pendataan kesehatan ibu dan anak; pertemuan-pertemuan koordinasi di
tingkat kabupaten/kota; pelatihan-pelatihan bagi bidan dan dukun bayi, pemberian
transport bagi dukun bayi setiap kali mengantarkan ibu hamil untuk memeriksakan
kehamilan di fasilitas kesehatan, insentif untuk dukun bayi untuk setiap persalinan
22
yang dirujuk ke bidan; pelatihan-pelatihan berkala bagi bidan, dukun bayi,
penyediaan sarana dan prasarana pendukung kemitraan; penyusunan regulasi daerah
tentang kemitraan bidan, dukun bayi pembiayaan lain sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan keuangan daerah.
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemitraan Dukun dengan Bidan
Bedasarkan sejumlah penelitian, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kemitraan bidan dengan dukun mencakup persepsi, pengetahuan, budaya, sikap,
pengalaman, dukungan khususnya dari stakeholder.
Penelitian Salham dkk (2008) di Sulawesi Tengah menunjukkan adanya
saling pesimis antara bidan dengan dukun terhadap peran masing-masing dalam
bermitra. Para bidan berpandangan bahwa aktifitas dukun bayi sebaiknya harus
dibatasi. Sudah saatnya para dukun tidak diberi peluang untuk menolong persalinan.
Sementara itu, para dukun kurang dapat menerima keberadaan para bidan sebab
dianggap dapat mengurangi “rizki” mereka atau bahkan mengabaikan keberadaan
mereka. Para dukun merasa bahwa posisi mereka akan tergeser dengan kehadiran
bidan desa, sementara profesi ini merupakan salah satu sumber penghasilan utama
mereka. Keadaan ini berujung pada buruknya komunikasi antara bidan dengan para
dukun. Sementara itu penelitian Sudirman dan Sakung (2006) di Kabupaten
Donggala menunjukkan bahwa para bidan menilai para dukun bayi sudah tidak
cocok lagi dalam memberi pertolongan persalinan dan sebaiknya sudah harus
dibatasi bahkan dihentikan dari aktivitas menolong persalinan. Alasannya, para
dukun bayi yang tidak terlatih umumnya masih menggunakan praktik-praktik
tradisional yang bisa membahayakan keselamatan ibu dan anak. Oleh karena itu
23
bidan berpandangan bahwa sebaiknya dukun bekerjasama dengan bidan dalam
merawat ibu hamil, menolong persalinan dan merawat bayi sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Anggorodi (2009) menunjukkan bahwa
dukun yang tidak bermitra mengganggap istilah kemitraan sebagai bentuk kerja
yang tidak mutlak atau bergantung pada kebutuhan. Artinya bagi dukun jika suatu
kasus persalinan masih bisa ditangani sendiri maka mereka tidak harus meminta
bantuan tenaga kesehatan.
Kemitraan bidan dan dukun merupakan suatu bentuk kerjasama yang saling
menguntungkan atas dasar prinsip keterbukaan dan kepercayaan. Di
Indonesia,
program kemitraan ini telah dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan dalam upaya
percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi. Hasil penelitian Budiyono dkk
(2011) menunjukkan bahwa para stakeholder (camat, kepala desa, tokoh masyarakat)
sangat setuju dan mendukung adanya kemitraan antara bidan dan dukun. Bentuk
dukungan yang diberikan antara lain berupa memberikan sosialisasi dan pengarahan
melalui musyawarah dan melakukan mediasi antara dukun dengan bidan.
Sejumlah
penelitian
memperlihatkan
antusiasme
para
bidan
dalam
mendukung adanya kemitraan dengan para dukun dalam hal membantu persalinan.
Para bidan mengungkapkan bahwa kerjasama ini dapat membantu meringankan
pekerjaan mereka dalam mengjangkau ibu hamil karena dukun umumnya sudah
sangat dekat dengan masyarakat. Para dukun lebih dahulu mengetahui jika ada
masyarakat yang hamil. Selain itu, dalam proses persalinan, dukun dapat membantu
memberikan dukungan kepada ibu bersalin untuk mengejan dan memijat sehingga
24
sangat membantu pekerjaan bidan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kedekatan para dukun dengan ibu hamil dan keahlian tertentu yang dimiliki para
dukun dapat memungkinkan terjalinnya kemitraan antara para dukun dengan bidan
(Anggorodi, 2009).
Berbeda pandangan dengan bidan yang mau bermitra dengan para dukun,
bidan yang tidak mau bermitra dengan dukun mengungkapkan rasa kekecewaan
karena masyarakat cenderung lebih mengandalkan dukun bila ada persalinan,
ketimbang mereka sebagai para petugas kesehatan profesional (Anggorodi, 2009).
Ketidakpercayaan dari masyarakat akan kompetensi para bidan disebabkan karena
pada umumnya bidan PTT (Pegawai Tidak Tetap) masih berusia muda, kurang
berpengalaman, kurang menguasai adat dan tradisi masyarakat, serta bahasa
komunitas di wilayah kerjanya (Salham dkk, 2008).
Pada pelaksanaan kemitraan ini ditemukan beberapa hambatan atau kendala
diantaranya adalah pertama, belum ada pembagian tugas yang jelas dan konkret
tentang kemitraan antara bidan dengan dukun bayi. Selama ini, para dukun hanya
diberi bimbingan dalam bentuk mengajarkan cara-cara persalinan higines sekalipun
pengetahun dan keterampilan dari bidan belum tentu mampu diadopsi oleh dukun
bayi, seperti menyuntik, memberi obat dan vitamin penambah darah atau mendeteksi
resiko penyakit yang dapat membahayakan bayi dan ibunya. Kedua, pada umumnya
Bidan PTT masih berusia muda, kurang berpengalaman, kurang menguasai adat dan
tradisi masyarakat, serta bahasa komunitas di wilayah kerjanya. Ketiga, masih ada
daerah-daerah yang belum tersentuh kehadiran bidan dan fasilitas pelayanan
kesehatan seperti polindes dan posyandu. Keempat, lokasi fasilitas pelayanan
25
kesehatan kurang strategis sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat, keterlambatan
pasokan obat ke polindes dan masih banyak masyarakat yang mengandalkan
kemampuan dukun dalam memberi pertolongan persalinan (Salham dkk, 2008;
Sudirman & Sakung , 2006 ).
Penelitian-penelitian di atas masih bersifat dangkal dan belum semua aspek
kemitraan diketahui. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian kualitatif untuk
menggali lagi secara lebih mendalam mengenai kemitraan dukun dengan bidan
dalam pertolongan persalinan dan hambatan dalam pelaksanaan kemitraan pada
budaya Manggarai.
2.2 Konsep Penelitian
2.2.1 Konsep Kemitraan
Kemitraan merupakan bentuk kerjasama antara dua pihak yang memiliki
kepentingan yang sama, di mana sebelum melaksanakan tugas masing-masing,
terlebih dahulu disepakati mengenai komitmen dan apa yang mejadi keinginan atau
cita-cita serta harapan dari masing-masing pihak untuk mencapai tujuan bersama
(Notoatmodjo, 2010).
Kemitraan bidan dan dukun adalah bentuk kerjasama bidan dengan dukun
yang saling menguntungkan dengan prinsip kesetaraan, keterbukaan, dan
kepercayaan dalam upaya menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir. Pada kemitraan
ini, kegiatan bidan mencakup aspek medis, sedangkan kegiatan dukun mencakup
aspek non medis. Aspek medis adalah proses pengelolaan dan pelayanan program
kesehatan ibu dan anak mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
penilaian. Aspek non medis adalah menggerakkan keterlibatan individu, keluarga
26
dan masyarakat dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta memberdayakan ibu
hamil dan keluarganya.
Kemitraan yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah bentuk kerjasama
antara dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan, di mana dukun
mengantarkan calon ibu bersalin ke bidan dan ikut mendampingi ibu saat proses
persalinan.
2.2.2 Konsep Dukun
Dukun umumnya perempuan yang lebih tua, dan sangat dihormati di tengah
masyarakat karena pengetahuan dan pengalaman mereka dalam hal membantun
persalinan. Dukun adalah anggota masyarakat yang memiliki keterampilan menolong
persalinan secara tradisional yang diwariskan secara turun temurun atau melalui
pelatihan (Depkes, 2008).
Peran mereka mencakup pembantu kelahiran, memandikan, memijit-mijit,
membantu dalam urusan rumah tangga dan persiapan perawatan setelah melahirkan.
Pada konteks penelitian ini, dukun adalah seorang yang memiliki pengetahuan dan
pengalaman menolong persalinan baik melalui pelatihan maupun ilmu turun-temurun
yang berdomisili di kecamatan Borong. Adapun dukun yang diteliti adalah dukun
yang menjalin kemitraan dengan bidan dan dukun yang tidak bermitra dengan bidan.
2.2.3 Konsep Bidan
Bidan berarti “bersama wanita” atau dalam bahasa Prancis berarti “wanita
bijaksana”. Secara tradisional bidan adalah wanita desa yang belajar dengan cara
mengikuti proses persalinan keluarga atau tetangganya. Keterampilan dan
pengetahuannya diturunkan dari generasi ke generasi. Bidan adalah individu yang
27
sudah menempuh pendidikan di bidang kebidanan dan telah diakui di negara tempat
tinggalnya serta telah mendapatkan izin untuk melakukan praktik kebidanan (Myles,
2011).
Bidan adalah seseorang yang sudah menjalani program pendidikan
kebidanan, yang diakui di negaranya, berhasil menjalankan program studi di bidang
kebidanan, dan memenuhi kualifikasi yang diperlukan untuk dapat terdaftar atau
mendapat izin resmi untuk melakukan praktik kebidanan (Myles, 2011). Bidan yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah mereka yang telah menjalani program
pendidikan kebidanan dan ditempatkan di desa yang ada di kecamatan Borong.
2.3 Landasan Teori
Kemitraan adalah suatu kerjasama formal antar individu-individu, kelompokkelompok, atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu
(Notoatmodjo,2012). Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan tentang komitmen
dan harapan masing-masing, peninjauan kembali terhadap kesepakatan yang telah
dibuat, dan saling berbagi baik dalam risiko maupun keuntungan yang diperoleh.
Mengingat kemitraan adalah bentuk kerjasama atau aliansi maka setiap pihak yang
terlibat di dalamnya harus ada kerelaan diri untuk bekerja sama dan melepaskan
kepentingan masing-masing kemudian membangun kepentingan bersama. Oleh
sebab itu, dalam membangun sebuah kemitraan, harus didasarkan pada kesamaan
perhatian, saling mempercayai dan menghormati, tujuan yang jelas dan terukur serta
kesediaan untuk berkorban baik waktu, tenaga maupun sumber daya yang lain
(Notoatmodjo, 2012).
28
Dalam rangka mengupayakan sebuah kemitraan yang sinergis, berikut ini
akan dipaparkan sejumlah elemen penting yang bisa mendukung berlangsungnya
proses kemitraan yang baik. Elemen-elemen tersebut antara lain sumber daya,
karakter pihak yang bermitra (patner), relasi antara patner, karakteristik kemitraan,
dan lingkungan sekitar (De Waal dkk, 2013; Eisler & Montouri, 2001; Lasker dkk,
2001, Shiveley, 2010).
Pertama, sumber daya. Sumber daya merupakan hal mendasar dan utama
dalam membangun sebuah kemitraan. Sumber daya ini meliputi dukungan finansial
(uang/dana), organisasi, informasi, agen pemerintah, stakeholder, perlengkapan dan
sarana prasarana seperti komputer, obat, makanan, buku-buku dan sebagainya.
Sumber daya yang dibutuhkan untuk menunjang kemitraan dukun dan bidan adalah
dana sebagai sumber pembiayaan program dan sarana prasarana seperti sarana
transportasi untuk merujuk ibu hamil, fasilitas kesehatan seperti puskesmas, pustu,
polindes yang dilengkapi dengan listrik dan air bersih, mobiler (tempat tidur lengkap,
lemari, meja, kursi, kain tirai), alat kesehatan seperti bidan kit, dopler, sungkup,
tabung oksigen, tiang infus, timbangan bayi, alat pengukur panjang badan bayi, buku
pegangan dukun, peralatan P3K dan media penyuluhan. (Kemendagri, 2014).
Kedua, karakteristik partner. Partner merupakan sumber daya utama dalam
membangun sebuah kemitraan. Karakteristik partner mencakup keterampilan dan
keahlian dari pihak yang bermitra serta persepsi mengenai keuntungan dan kerugian
dari kemitraan yang diikutinya. Umumnya, para partner yang sangat aktif di dalam
sebuah kemitraan, terdorong oleh rasa bahwa mereka akan memperoleh banyak
manfaat dari kemitraan yang dibangun. Sementara mereka yang kurang terlibat aktif,
29
umumnya didorong oleh rasa bahwa kemitraan yang dibangun tidak sesuai dengan
kebutuhan mereka atau kemitraan yang dibangun mempunyai banyak kekurangan.
Ketiga, relasi antara partner. Relasi antara partner meliputi kepercayaan,
konflik, dan penghargaan. Kepercayaan merupakan prasyarat bagi terciptanya sebuah
kerjasama yang baik. Organisasi atau individu yang terlibat dalam kemitraan harus
menaruk
kepercayaan
kepada
partnernya
bahwa
mereka
akan
sungguh
bertanggungjawab dengan tugas dan perannya masing-masing. Selain kepercayaan,
penghargaan juga merupakan bagian yang penting dalam kemitraan. Kemitraan akan
terjalin dengan baik apabila terdapat rasa saling apresiasi atau menghargai antara
partner. Konflik dan pembagian wewenang juga menjadi hal yang penting dalam
bermitra. Konflik bisa saja memperkuat sebuah kemitraan jika perbedaan pendapat
bisa meransang pendekatan yang baru dalam sebuah kemitraan. Tetapi apabila
sebuah konflik tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan masalah antara
partner. Perbedaan wewenang antara partner juga menjadi potensi konflik ketika ada
pembatasan mengenai siapa yang terlibat, pendapat siapa yang dianggap benar dan
siapa yang paling berpengaruh dalam mengambil sebuah keputusan. Pada kemitraan
bidan dan dukun, landasan kemitraan yang harus dipenuhi adalah saling menghargai
kedudukan, tugas dan fungsi, saling memahami kemampuan masing-masing, saling
menghubungi, saling bersedia membantu, saling mendukung dan saling menghargai
(Kemendagri, 2014).
Keempat, karakteristik kemitraan. Kepemimpinan, manajemen pembagian
tugas, komunikasi yang efektif, komitmen, koordinasi dan efisiensi merupakan
karakteristik kemitraan yang sangat mempengaruhi terbentuknya sebuah kemitraan
30
yang sinergis. Pertama, kepemimpinan. Pemimpin harus memiliki kemampuan dalam
membangun relasi untuk memperkuat kepercayaan, keterbukaan antara partner,
menciptakan kondisi yang dapat menjembatani perbedaan pendapat dan mampu
mengolah konflik antara partner. Kedua, komunikasi. Komunikasi merupakan hal
yang paling penting dalam menjalin kemitraan. Tanpa komunikasi yang memadai,
kolaborasi yang efektif tidak akan mungkin terjadi. Kualitas komunikasi memberikan
kontribusi bagi keberhasilan kemitraan. Ketiga, manajemen pembagian tugas
merupakan prosedur penentuan siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan dan
pembagian peran dan tanggung jawab masing-masing pihak yang bermitra. Keempat
efisiensi. Efisiensi dalam hal ini adalah peran dan tanggung jawab partner sesuai
dengan kepentingan dan keahlian mereka masing-masing serta dapat memanfaatkan
secara efektif kemampuan finansial, sumber daya dan waktu yang ada.
Kelima, lingkungan eksternal. Kemitraan juga sangat dipengaruhi oleh
lingkungan eksternal. Lingkungan eksternal ini mencakup dukungan kebijakan dari
pemerintah, dan karakteristik dari masyarakat setempat.
Berdasarkan ulasan di atas maka dapat dikatakan bahwa sebuah kemitraan
membutuhkan banyak elemen sebagai daya dukung, sehingga bisa berjalan efektif
dalam mengupayakan kepentingan konstituen. Elemen-elemen tersebut antara lain
adalah sumber daya, karakter pihak yang bermitra, relasi antara partner, karakteristik
kemitraan dan lingkungan sekitar. Hal ini juga didukung oleh sejumlah penelitian
yang menemukan sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap kemitraan bidan
dengan dukun antara lain persepsi, budaya, ketersediaan sarana dan prasarana,
komunikasi dan dukungan khususnya dari stakeholder.
31
2.4 Model Penelitian
Sumber Daya
Dana
Sarana dan prasarana
Karakteristik Partner
Keterampilan
Motivasi
Relasi Antar Partner
Konflik
Kepercayaan
Kemitraan dukun dengan bidan
dalam pertolongan persalinan
Penghargaan
Karakteristik Kemitraan
Peran
Komunikasi
Pengambilan Keputusan
Koordinasi
Komitmen
Lingkungan Eksternal
Karakteristik masyarakat
Dukungan TOMA,TOGA
Hambatan dalam Kemitraan
Gambar 2.1 Model Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif dengan pendekatan
grounded theory. Grounded theory merupakan desain yang digunakan untuk
mengeksplorasi pengalaman orang banyak dari berbagai individu untuk
mengonfirmasi teori yang ada dan bila dimungkinkan peneliti mengembangkan
suatu teori atau konsep baru (Bungin, 2011).
Penelitian ini menggunakan pendekatan grounded theory karena peneliti
berusaha untuk mengeksplorasi pengalaman partisipan mengenai kemitraan dukun
dengan bidan dalam pertolongan persalinan di Kecamatan Borong Kabupaten
Manggarai Timur.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Borong yaitu di Kelurahan Satar
Peot dan Desa Gurung Liwut Kabupaten Manggarai Timur Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan atas beberapa
pertimbangan. Pertama, proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga non
kesehatan (dukun) di kedua wilayah ini masih tinggi. Kedua, masih ada dukun
yang belum bermitra dengan bidan dalam pertolongan persalinan. Pengumpulan
data dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2015.
32
33
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer yang didapatkan melalui
wawancara mendalam.
3.3.2 Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini adalah data primer dengan partisipan dukun
yang bermitra dengan bidan, dukun yang tidak bermitra dengan bidan, ibu nifas,
bidan desa, lurah, tokoh masyarakat, tokoh agama dan penanggung jawab
program.
3.3.3 Partisipan
Pemilihan partisipan pada penelitian ini dilakukan secara purposif
(Purposive Sampling) dengan memperhatikan asas kecukupan, kesesuaian hingga
mencapai saturasi data. Berdasarkan hal di atas, maka partisipan pada penelitian
ini adalah dukun yang bermitra, dukun yang tidak bermitra, ibu nifas, bidan desa,
lurah, tokoh masyarakat, tokoh agama dan pemegang program.
Dukun dan bidan dipilih karena mereka terlibat langsung dan sebagai pelaku
dalam program kemitraan dukun dengan bidan. Partisipan lain seperti ibu nifas,
tokoh agama, tokoh masyarakat dan penanggung jawab progam dipilih dengan
tujuan untuk melengkapi informasi yang diperoleh dari dukun dan bidan.
Dukun yang dipilih adalah dukun yang bermitra dan tidak bermitra dengan
bidan, sudah sering dan berpengalaman melakukan pertolongan persalinan dan
bersedia menjadi partisipan. Prosedur mencari dukun dilakukan dengan
menghubungi bidan yang bertugas di kedua wilayah ini dan mencari informasi
34
kepada masyarakat mengenai dukun yang masih aktif menolong persalinan, dukun
yang sudah bermitra dan dukun tidak bermitra serta meminta alamat tinggal
mereka. Setelah mendapatkan informasi tersebut, peneliti mencari alamat tinggal
dukun untuk memberikan informasi mengenai penelitian yang dilakukan. Apabila
dukun bersedia menjadi partisipan, maka didiskusikan mengenai waktu dan
tempat untuk menggali informasi. Ibu nifas yang dipilih adalah ibu nifas yang
persalinannya murni ditolong oleh dukun dan ibu nifas yang persalinannya
ditolong dukun dan bidan. Prosedur
mencari ibu nifas dilakukan dengan
menghubungi bidan dan masyarakat di kedua wilayah ini untuk mendapatkan
informasi mengenai ibu nifas yang persalinannya murni ditolong dukun dan ibu
yang ditolong dukun dan bidan. Setelah mendapatkan informasi, peneliti
mengunjungi ibu nifas untuk memberikan informasi mengenai penelitian yang
dilakukan. Apabila ibu bersedia untuk menjadi partisipan, maka didiskusikan
mengenai waktu dan tempat untuk proses penggalian informasi.
Tokoh masyarakat yang dipilih adalah tokoh masyarakat di Desa Gurung
Liwut, lurah Satar Peot dan tokoh agama.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang paling utama pada studi kualitatif adalah peneliti
sendiri. Pada penelitian ini, peneliti dibantu oleh pendamping peneliti yang
berjumlah satu orang untuk membantu mengambil gambar pada saat wawancara.
Selain itu, instrumen lain yang digunakan adalah pedoman wawancara mendalam,
alat perekam suara, alat pencatat dan kamera.
35
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode dan teknik pengumpulan data akan disajikan dalam bentuk tabel.
Jenis
Tabel 3.1
Metode dan teknik pengumpulan data
Sumber data
Teknik
Jumlah
Jenis informasi
 Dukun yang
 Sumber daya
data
Data
primer
WM
5 Orang
 Karakteristik
bermitra
 Dukun yang
WM
3 orang
 Relasi antara
tidak
bermitra
dukun
 Bidan desa
WM
2
 Ibu nifas
WM
2 orang
 Lurah,
masyrakat
partner
orang
dan
bidan
 Karakteristik
kemitraan
tokoh
dan WM
3 orang
tokoh agama
 Dukungan
lingkungan
1 orang
 Pemegang program
WM
eksternal
 Hambatan
dalam
pelaksanaan
kemitraan
Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam. Wawancara mendalam
dilakukan dengan dua orang bidan desa karena dua bidan desa ini yang
bertanggung jawab di daerah penelitian, lima orang dukun bermitra karena mereka
ini yang aktif bermitra dan terdata di catatan bidan, tiga orang dukun yang tidak
bermitra karena berdasarkan informasi dari masyarakat dan bidan tiga orang ini
masih sangat aktif dan sering melakukan pertolongan persalinan di rumah, dua
orang ibu nifas karena hanya mereka yang sedang dalam periode masa nifas saat
36
penelitian, lurah, tokoh masyarakat, tokoh agama dan penanggung jawab program.
Wawancara mendalam digunakan untuk menggali informasi mengenai sumber
daya yang mendukung kemitraan, karakteristik partner, relasi antar partner,
karakteristik kemitraan, lingkungan eksternal dan hambatan dalam pelaksanaan
kemitraan.
Data dikumpulkan dengan menggunakan
lembar pedoman wawancara
mendalam dengan alat bantu perekam, buku catatan harian, alat tulis dan kamera
digital.
3.6 Metode dan Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif merupakan suatu proses yang panjang di mana peneliti
bekerja dengan data yang ada, membuat organisasi data, memilah menjadi
kesatuan yang dapat diolah, menyintesiskan, mencari serta berupaya menemukan
pola, poin-poin yang penting sehingga mampu memutuskan hal apa yang bisa
diceritakan kepada orang lain (Bungin, 2011).
Hasil penelitian ini dianalisis dengan thematic analisis. Tahapan analisis ini
akan dijelaskan di bawah ini (Hasbiansyah, 2008).
1. Peneliti melakukan wawancara dengan partisipan. Wawancara direkam dan
dicatat.
2. Seluruh rekaman dan catatan hasil wawancara mendalam dengan partisipan
ditranskripkan kedalam bahasa tulisan.
3. Melakukan kodefikasi terhadap pernyataan-pernyataan penting yang relevan
dengan topik penelitian.
37
4. Mengklasifikasikan pernyataan-pernyataan tadi kedalam tema-tema atau unitunit makna serta menyisihkan pernyataan yang tumpang tindih atau berulangulang. Pada bagian ini, peneliti membuat interpretasi terhadap hasil transkrip
wawancara berdasarkan sejumlah teori dan penelitian terkait kemitraan
5. Peneliti menarik kesimpulan umum dari seluruh hasil penelitian.
6. Peneliti melaporkan hasil penelitian.
3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil analisis data disajikan dalam bentuk formal dan informal. Bentuk
penyajian formal dengan menggunakan tabel sedangkan bentuk informal disajikan
dengan narasi atau uraian kata-kata.
3.8 Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian ini diuji dengan metode triangulasi.
Triangluasi adalah uji keabsahan hasil penelitian yang paling dan mudah
dilakukan (Bungin, 2011). Jenis triangulasi yang digunakan pada penelitian ini
adalah triangulasi sumber data yaitu melakukan pengecekan data dengan fakta
dari sumber melalui partisipan yang berbeda, sampai menghasilkan data yang
saling memperkuat atau tidak ada kontradiksi satu dengan yang lainnya.
3.9 Etika Penelitian
Prinsip etika penelitian yang diterapkan pada penelitian ini adalah prinsip
confidentiality dan anonymity. Nama partisipan menggunakan inisial dan semua
informasi yang diperoleh dijaga kerahasiaannya. Informasi yang didapatkan hanya
digunakan untuk kepentingan penelitian dan pendidikan. Sebelum melakukan
penelitian, terlebih dahulu peneliti mengurus Ethical Clearence dari Yayasan
38
Kerti Praja oleh karena penelitian ini melibatkan manusia. Selanjutnya peneliti
meminta ijin kepada Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Perizinan
Terpadu Kabupaten Manggarai Timur. Kemudian peneliti mengurus surat di
kantor camat Borong sebagai wilayah tempat penelitian.
Sebelum melakukan wawancara mendalam, peneliti menjelaskan tujuan pengambilan data.
Semua partisipan bersedia dan menandatangani lembar kesediaan menjadi partisipan
untuk selanjutnya dapat dilakukan wawancara mendalam.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi pemaparan hasil penelitian dan pembahasan atas hasil
penelitian. Sebelum masuk ke dalam inti pembahasan, peneliti akan memaparkan
tentang kondisi umum lokasi penelitian lalu diikuti dengan karakteristik partisipan.
4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlangsung di dua tempat yaitu desa Gurung Liwut dan
kelurahan Satar Peot. Kedua lokasi ini terletak di Kecamatan Borong. Kedua wilayah
ini dipilih oleh karena jumlah dukun masih banyak, masih banyak ibu hamil yang
melakukan persalinan di rumah yang ditolong dukun serta masih ada dukun yang
tidak bermitra dengan bidan.
Kelurahan Satar Peot merupakan salah satu kelurahan baru hasil pemekaran
dari Rana Loba Kecamatan Borong. Terbentuknya Kelurahan Satar Peot tertuang
dalam Perda Manggarai Timur No 3/ 2010. Batas wilayah Kelurahan Satar Peot,
sebelah utara berbatasan dengan Desa Gurung Liwut, sebelah selatan berbatasan
dengan Kelurahan Rana Loba, sebelah timur berbatasan dengan desa Rana Masak
dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Bangka Kantar.
Desa Gurung Liwut merupakan salah satu desa yang berada di wilayah
Kecamatan Borong. Desa ini terdiri dari Sembilan dusun. Batas wilayah Desa
Gurung Liwut, sebelah utara berbatasan dengan Desa Golo Leda, sebelah selatan
berbatasan dengan Kelurahan Satar Peot, Bagian timur berbatasan dengan Desa
Ngampang Mas dan Compang Riwu, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa
39
40
Compang Tenda dan Golo meleng. Kondisi jalan di lokasi penelitian beraspal akan
tetapi banyak yang telah mengalami kerusakan. Sedangkan aliran listrik dari PLN
hanya di Keluran Satar Peot.
4.1.1 Aspek Kependudukan
Berdasarkan data yang diperoleh jumlah penduduk di wilayah Kelurahan Satar
Peot sebesar 2585 jiwa dan 567 KK, dengan kepadatan penduduk sebesar 15 jiwa/
Km². Penduduk berjenis kelamin laki-laki berjumlah 1346 dan perempuan berjumlah
1239. Sedangkan jumlah penduduk di Desa Gurung Liwut adalah 3850 jiwa dan 500
KK. Penduduk berjenis kelamin laki-laki berjumlah 1475 jiwa dan perempuan
berjumlah 2375.
4.1.2 Aspek Sosial
1.Tingkat Pendidikan
Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan
Satar Peot dan Desa Gurung Liwut bervariasi. Penduduk yang berijazah sekolah
dasar adalah yang paling banyak terdapat di Kedua wilayah ini, selanjutnya berturutturut yang berijasah SLTP, tidak tamat SD, SLTA, buta huruf dan perguruan tinggi.
2.Agama
Berdasarkan data yang ada, sebagian besar penduduk Satar Peot beragama
Katolik. Sedangkan untuk agama Kristen Protestan dan Islam banyak dianut oleh
penduduk pendatang. Sedangkan Penduduk Desa Gurung Liwut seluruhnya
menganut agama Katolik.
3. Pekerjaan
41
Berdasarkan data, mata pencaharian utama sebagian besar penduduk Satar
Peot dan Desa Gurung Liwut adalah bertani. Mata pencaharian lainnya seperti PNS,
POLRI, ojek, pengusaha dan montir.
4. Jumlah Tenaga Kesehatan dan Dukun di Wilayah Penelitian
Jumlah tenaga kesehatan di wilayah penelitian adalah delapan orang yang terdiri
dari lima orang perawat dan tiga orang bidan. Sedangkan jumlah dukun bayi di
wilayah penelitian adalah 13 orang yang terdiri dari 11 orang dukun perempuan dan
dua orang dukun laki-laki. Dari 13 orang dukun di atas, dukun bayi yang sampai saat
ini masih aktif menolong persalinan adalah sembilan orang. Jumlah dukun yang
bermitra dengan bidan sebanyak lima orang sedangkan yang tidak bermitra empat
orang.
5. Sosial budaya
Masyarakat di wilayah penelitian pada umumnya sangat percaya dan dekat
dengan para dukun baik untuk pertolongan persalinan maupun pengobatan penyakit
yang lainnya. Budaya lain yang sangat mempengaruhi pemanfaatan fasilitas
kesehatan oleh masyarakat adalah keyakinan bahwa hidup dan mati ada ditangan
Tuhan. Jadi ketika mengalami masalah kesehatan masyarakat cenderung untuk
pasrah pada Tuhan dan dalam budaya Manggarai dikenal dengan istilah “Wada”.
4.1.3 Sarana dan Prasarana
Berdasarkan data dari kelurahan, Sarana dan prasarana kesehatan yang
terdapat di wilayah penelitian mencakup posyandu, puskesmas pembantu dan klinik
bersalin. Sarana dan prasarana ini ikut mendukung proses berlangsungnya kemitraan
42
dukun dan bidan. Berikut merupakan tabel sarana dan prasarana yang terdapat di
wilayah penelitian.
Tabel 4.1
Sarana dan Prasarana Kesehatan di Lokasi Penelitian
Sarana dan prasarana kesehatan
Jumlah
Posyandu
9 unit
Klinik Bersalin Swasta
1 unit
Puskesmas Pembantu
1 unit
Sumber: RPJM Kelurahan Satar Peot dan Administrasi Desa Gurung Liwut
4.2 Karakteristik Partisipan
Pada penelitian ini, partisipan terdiri dari dua yaitu partisipan dan partisipan
kunci. Proses pengumpulan data pada kedua partisipan ini dilakukan dengan
wawancara mendalam. Karakteristik partisipan dapat dilihat dari umur, tingkat
pendidikan, alamat serta status partisipan.
43
Tabel 4.2
Karakteristik Partisipan dan partisipan kunci
No
Kode Partisipan
Umur
Pendidikan
Alamat
Status Partisipan
1.
D1
65 tahun
SD
Warat
Dukun bermitra
2.
D2
45 tahun
SD
Paka
Dukun bermitra
3.
D3
63 tahun
SD
Lidi
Dukun bermitra
4.
D4
50 tahun
SD
Rehes
Dukun bermitra
5.
D5
45 tahun
SD
Warat
Dukun bermitra
6.
DTM1
64 tahun
SD
Warat
Dukun tidak bermitra
7.
DTM2
48 tahun
SD
Warat
Dukun tidak bermitra
8.
DTM3
69 tahun
Tidak tamat SD
Kembur
Dukun tidak bermitra
9.
B1
35 tahun
DI Kebidanan
Rehes
Bidan desa
10.
B2
25 tahun
DIII Kebidanan
Warat
Bidan desa
11.
TA
50 tahun
SMA
Warat
Tokoh agama
12.
TM1
47 tahun
SMA
Peot
Tokoh masyarakat
13.
TM2
45 tahun
SGO
Paka
Tokoh masyarakat
14.
N1
43 tahun
SD
Warat
Ibu Nifas
15.
N2
27 tahun
SD
Lidi
Ibu Nifas
16.
PK
50 tahun
Sarjana
Toka
Pemegang kebijakan
Sumber: Hasil Wawancara Mendalam dengan Partisipan pada Bulan Maret
sampai April 2015
4.3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.3.1 Sumber Daya Kemitraan
Sumber daya dalam kemitraan bidan dan dukun adalah segala sesuatu yang
mendukung proses kemitraan. Adapun sumber daya yang dimaksud mencakup daya
dukung finansial untuk membiayai proses kemitraan, sarana-prasana seperti ruang
bersalin yang sehat dan alat-alat kesehatan yang menunjang persalinan yang sehat
dan dukungan transportasi yang mendukung rujukan.
44
4.3.1.1 Dukungan Finansial
Dana merupakan sumber daya yang mendukung proses kemitraan dukun dan
bidan dalam pertolongan persalinan. Dana ini digunakan untuk membiayai proses
kemitraan. Berdasarkan wawancara peneliti dengan dukun yang bermitra, bidan dan
pemegang program mereka mengatakan bahwa tidak ada dana khusus dari
pemerintah untuk mendanai program kemitraan ini. Pernyataan dari dukun, bidan
dan pemegang program dapat dilihat sebagai berikut.
“Bulan Desember tahun 2014 ada. Biasanya setiap akhir tahun ada
pertemuan kemitraan tingkat puskesmas nah baru ada dananya. Biasanya
dipakai untuk membayar uang transport dukun dan bidan”.
(wawancara mendalam T1,B1)
“Kalau dana untuk kerjasama tidak ada.”
(wawancara mendalam T1, B2)
“Kalau untuk dana khusus tidak ada.Biasanya kami ambil dari dana BOK
tapi hanya untuk uang transport bidan dan dukun kalau ada pertemuan di
tingkat puskesmas.”
(wawancara mendalam T1, PP)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada dana khusus yang
dipersiapkan untuk mendanai kemitraan ini. Hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian Tobroni (2011) mengenai kemitraan dukun bayi dan bidan di Kabupaten
Bojonegoro bahwa pemerintah melalui dinas kesehatan provinsi mengalokasikan
dana dekosentrasi untuk pelaksanaan program kemitraan dukun dan bidan. Terbukti
bahwa dengan adanya dana kemitraan ini berhasil menembus target dengan
pencapain
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 99,34% dan
angka kematian ibu dan bayi mengalami penurunan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Dedik Setiawan dkk (2005) mengenai
kemitraan bidan dan dukun bayi di Kabupaten Trenggalek, mengindikasikan bahwa
45
keberhasilan kemitraan di tempat ini tidak terlepas dari adanya dukungan dana
pemerintah melalui dinas kesehatan. Dinas kesehatan memberikan dana bergulir
kepada puskesmas untuk diberikan kepada dukun setiap merujuk persalinan.
Dalam pendoman pelaksnaan kemitraan antara bidan dengan dukun
dijelaskan bahwa ada dana yang disiapkan oleh pemerintah yang dapat berasal dari
APBD (melalui Dinas Kesehatan dan Puskesmas), dana Jaminan Persalinan
(Jampersal), sumber dana dari pihak ketiga, ataupun dana dari swadaya masyarakat
desa atau swadana bidan setempat untuk mendanai program kemitraan ini. Dana
tersebut digunakan untuk pendataan kesehatan ibu dan anak, pertemuan-pertemuan
koordinasi, pelatihan bagi bidan dan dukun, pemberian transport bagi dukun setiap
kali mengantarkan ibu hamil ke fasilitas kesehatan, insentif untuk dukun setiap
persalinan yang dirujuk ke bidan, pelatihan-pelatihan berkala dukun-bidan dan
penyediaan sarana dan prasarana pendukung kemitraan (Kemendagri, 2014).
Dari aspek finansial, kemitraan antara bidan dengan dukun di Kecamatan
Borong belum secara sungguh mendapat perhatian. Kurang adanya perhatian dari
segi finansial menandakan ketidakseriusan pemerintah dalam menangani masalah
persalinan. Hal ini tentu menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kemitraan
dukun dan bidan selama ini dan dapat diprediksi juga bahwa kedepannya kemitraan
ini tidak akan berkembang dan berhasil tanpa adanya dukungan dana baik dari
pemerintah maupun swasta.
Faktor lain juga dapat disebabkan oleh karena Kabupaten Manggarai Timur
merupakan kabupaten baru, dimana pemerintah masih mengutamakan alokasi dana
46
untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan raya dan perkantoran sehingga
pemerintah belum dapat mengalokasikan dana untuk kemitraan ini.
4.3.1.2 Sarana dan Prasarana Penunjang
Sarana dan prasarana merupakan salah satu sumber daya yang sangat
mendukung proses kemitraan dukun dan bidan. Sarana dan Prasarana tersebut
mencakup fasilitas kesehatan seperti polindes, poskesdes, pustu, posyandu dan
puskesmas, ruang bersalin dan alat-alat yang menunjang persalinan yang sehat, akses
jalan yang baik serta dukungan sarana transportasi.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap bidan yang bermitra, mereka
mengatakan bahwa sarana dan prasarana penunjang kemitraan masih belum
memadai. Pernyataan dari kedua bidan tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
“Alat partus dan ruang untuk bersalin. Karena apabila tidak lengkap alat
dan tidak tersedia ruangan bagaimana kami mau tolong. Kebetulan kami
punya di sini lengkap semua sehingga apabila dukun datang mengantar ibu
hamil untuk bersalin kami dapat menolong. Sebenarnya yang dibutuhkan
juga mobil untuk jemput ibu hamil karena banyak ibu hamil dan dukun
selama ini mengeluh masalah transportasi.”
(Wawancara mendalam T1,B1)
“Lampu, tempat tidur, ruangan bersalin, transportasi, alat partus. Selama
ini yang lengkap hanya alat partus, ruangan bersalin hanya satu dan terlalu
sempit, lampu juga masih kurang transportasi tidak ada. Saat rujuk pasien
selama ini setengah mati cari mobil. Jalan juga rusak.”
(Wawancara mendalam T1,B2)
Berdasarkan data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sarana dan
prasarana yang terdapat di lokasi penelitian belum cukup memadai untuk menunjang
pelaksanaan kemitraan ini. Dimana belum tersedia sarana transportasi seperti
ambulans desa untuk merujuk ibu hamil yang akan bersalin. Hal ini tentunya
menghambat proses rujukan ibu hamil oleh para dukun. Dalam panduan kemitraan
47
antara bidan dan dukun, mobil juga merupakan sarana yang mendukung proses
kemitraan.
Penelitian serupa yang dilakukan oleh Yusriani dan Amaliah Octaviani (2014)
mengenai kemitraan antara bidan dan dukun di Pangkep membuktikan bahwa ada
hubungan yang sangat signifikan antara ketersediaan fasilitas dengan kelancaran
program kemitraan tersebut.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Adriana Nara (2014) menemukan bahwa
ada hubungan antara akses pelayanan kesehatan dengan pemanfaatan fasilitas
persalinan oleh ibu hamil. Dimana kesulitan menjangkau fasilitas kesehatan karena
terbatasnya sarana transportasi membuat ibu memutuskan tidak bersalin di fasilitas
kesehatan.
Dalam pelaksanaan kemitraan dukun dan bidan, dibutuhkan sarana dan
prasarana pendukung yang juga merupakan prasyarat keberhasilan pelaksanaan
kemitraan tersebut. Beberapa prasarana dasar yang perlu ada dalam pemberian
pelayanan oleh bidan adalah puskesmas, pustu, poskesdes, polindes, rumah tunggu
kelahiran, posyandu, yang dilengkapi listrik dan air bersih. Sedangkan sarana yang
menunjang kemitraan diantaranya mobiler, alat kesehatan, buku pegangan bidan dan
dukun, baju seragam dukun, peralatan P3K, media penyuluhan dan sarana
transportasi (Kemendagri, 2014).
Fasilitas kesehatan yang dilengkapi oleh alat-alat persalinan yang sehat dan
tenaga yang berkompeten menjadi prasyarat utama dalam menangani persalinan.
Akan tetapi kelengkapan fasilitas kesehatan ini tidak menjamin peningkatan rujukan
persalinan oleh dukun bila sulit diakses dan dijangkau. Tingginya proporsi
48
pertolongan persalinan oleh dukun selama ini salah satunya karena kesulitan untuk
menjangkau fasilitas kesehatan terutama karena hambatan transportasi. Di
Puskesmas Borong terdapat satu buah ambulans dimana ambulans ini hanya
digunakan untuk merujuk pasien ke rumah sakit. Sarana transportasi lain yang sering
digunakan adalah bemo dan ojek dengan biaya yang cukup mahal dan jumlahnya
sedikit. Sedangkan program ambulans desa tidak berjalan. Hal ini menjadi suatu
kendala dalam merujuk persalinan oleh para dukun.
4.3.2 Karakteristik Partner
Karakteristik partner sangat berpengaruh terhadap sebuah proses kemitraan.
Kualitas-kualitas personal seperti pengetahuan dan keterampilan, motivasi, dan
persepsi manfaat merupakan elemen dari karakteristik partner yang berpengaruh
terhadap sebuah proses kemitraan. Dalam penelitian ini, peneliti menjabarkan
karakteristik partner ke dalam dua tema besar yaitu keterampilan dan keahlian serta
motivasi.
4.3.2.1 Keterampilan dan Keahlian
Keterampilan dan keahlian yang dimiliki oleh setiap partner sangat
berpengaruh terhadap pelaksanaan sebuah kemitraan. Berdasarkan wawancara
peneliti dengan bidan dan dukun yang bermitra mengenai keterampilan mereka
dalam membantu persalinan, sebagian besar mengatakan bahwa kompetensi mereka
sudah sangat memadai dalam hal membantu persalinan. Berikut kutipan pernyataan
dari pada dukun terkait dengan keterampilan bidan dalam hal menolong persalinan.
“Keterampilan menolong persalinan. Setiap saya mengantar ibu hamil
untuk bersalin saya selalu mengamati dan mereka sangat piawai menolong
persalinan apalagi ditunjang oleh alat yang lengkap.”
(wawancara mendalam, T2, D1)
49
“Keterampilan menolong persalinan dan komunikasinya mereka itu bagus.
Kalau ada pertemuan di puskesmas saya selalu diajak ikut jadi pengalaman
saya bertambah makanya saya senang.”
(wawancara mendalam, T2, D2)
Sedangkan pernyataan dari para bidan terkait dengan kompetensi para
dukun, dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut.
“Keterampilan menjaga ibu hamil dari roh jahat dan memberi minum
makanya masyarakat disini sangat percaya pada mereka. Masyarakat di
sini selalu panggil dukun walaupun mereka sudah disini.”
(wawancara mendalam, T2, B1)
“Mereka hanya kasi minum air saja untuk melancarkan proses persalinan.
Mereka tidak pernah bertindak langsung dengan pasien tetapi hanya
memberikan air saja.”
(wawancara mendalam, T2, B2)
Berdasarkan pemaparan data di atas, dukun dan bidan saling mengakui
keterampilan dan kelebihannya masing-masing dalam bermitra. Dukun mengakui
bahwa para bidan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam
menolong persalinan melalui pendidikan formal yang telah mereka tempuh. Hal
inilah yang mendorong para dukun yang bermitra di Kecamatan Borong selalu
merujuk ibu bersalin agar ditangani oleh para bidan. Sementara itu pada bagian lain,
para bidan mengakui bahwa pengetahuan para dukun terutama yang berkaitan
dengan hal-hal supranatural dan yang dipegang teguh oleh kepercayaan masyarakat
tradisional merupakan kualitas personal dari para dukun yang sangat diperlukan
dalam kemitraan ini.
Kemitraan dibangun untuk memadukan keterampilan dan keahlian serta
sumber daya yang lain untuk menangani suatu permasalahan. Pemetaan keterampilan
50
dan keahlian ini akan memudahkan dalam pembagian peran dan tugas dalam
bermitra untuk menghindari terjadinya tumpang tindih dalam pelaksanaan kegiatan.
Dalam konteks kemitraan dukun dan bidan, dukun memiliki keahlian dalam hal
supranatural dan budaya setempat sedangkan bidan memiliki keahlian dalam
menangani persalinan sehingga kedua keterampilan ini dipadukan untuk menangani
masalah persalinan.
Hendaknya keahlian dan keterampilan ini dipahami oleh setiap anggota mitra
sesuai dengan landasan kemitraan yang menyebutkan bahwa para pihak yang
bermitra harus saling memahami kemampuan masing-masing dimana bidan memiliki
kemampuan teknis dan tugas utama dalam membantu persalinan ibu sedangkan
dukun bayi memiliki pengaruh dan dipercaya masyarakat. Masing-masing
kemampuan tersebut saling sinergi dan perlu dioptimalkan dalam mendukung
persalinan yang aman dan selamat bagi ibu.
4.3.2.2 Motivasi
Karakteristik partner yang lain adalah motivasi. Motivasi adalah suatu
dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan individu itu melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu (Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan wawancara, dukun
percaya
bahwa bidan dapat menangani persalinan dengan mudah berkat
pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh dari pendidikan formal. Dengan
demikan, para dukun terdorong untuk bekerjasama dengan para bidan. Sementara itu
para bidan mempunyai persepsi bahwa para dukun mempunyai hubungan yang
sangat dekat dengan ibu hamil dan masyarakat masih menaruh kepercayaan yang
begitu tinggi terhadap peran dukun dalam menangani persalinan.
51
Pengakuan dari para dukun mengenai motivasi yang mendorong mereka
untuk bekerjasama dengan bidan dalam menangani persalinan. Pernyataan dari
dukun dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut.
“Karena sekarang setiap ibu hamil harus bersalin di bidan. Makanya saya
setiap ada ibu hamil yang akan bersalin saya selalu antar ke tempat bidan.
Dulu sejak tahun 1990an saya juga sering diajak oleh menteri sales untuk
ikut menolong persalinan di rumah. Mulai tahun 2012 saya diimbau oleh
bidan untuk selalu mengantar ibu hamil yang ingin bersalin ke pustu.”
(wawancara mendalam, T2, D1)
“Iya karena mereka ajak harus bekerjasama mau tidak mau saya harus
ikut. Saya juga berpikir setiap ibu hamil tidak sama ada yang pada saat
melahirkan bermasalah ada juga yang lancar-lancar saja. Kalau saya
bekerjasama untung saya tidak perlu susah payah bila ada yang mengalami
kesulitan saat melahirkan.”
(wawancara mendalam, T2, D2)
Pada pihak lain, para bidan mengatakan bahwa mereka bekerjasama dengan
para dukun karena kepercayaan masyarakat yang masih sangat tinggi terhadap para
dukun. Berikut pernyataan para bidan mengenai alasan mereka melakukan kerjasama
dengan para dukun.
“karena sebagian besar ibu hamil lebih percaya dukun untuk menolong
persalinan. Nah dengan adanya kerjasama ini harapan kami dukun selalu
mengantar mereka ke sini sehingga lebih banyak yang melahirkan di
fasilitas kesehatan.”
(wawancara mendalam T2, B1)
“Begini karena dukun sangat dekat dengan mereka. Selama ini mereka
lebih sering periksa hamil ke dukun. Masyarakat lebih dekat dengan dukun
daripada petugas sehingga kami mengajak dukun bekerjasama nanti dari
dukun ibu hamil diantarkan pada kami.”
(wawancara mendalam, T2,B2)
Bertolak dari pemaparan data di atas, para dukun di Kecamatan Borong
bekerjasama dengan para bidan, karena para bidan mengajak mereka untuk
bekerjasama dalam menangani persalinan. Selanjutnya menurut seorang dukun,
52
kerjasama ini mempermudah mereka dalam menangani persalinan berkat
pengetahuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh para bidan. Dengan kata
lain, para dukun yakin dengan kredibilitas para bidan dalam menangani persalinan.
Para dukun memandang pendidikan dan keterampilan para bidan sebagai motivasi
yang mendorong mereka untuk bekerjasama dengan para bidan. Sementara itu pada
bagian lain, para bidan di Kecamatan Borong juga melihat adanya kualitas personal
yang dimiliki para dukun di Kecamatan Borong. Berdasarkan data di atas, dapat
digambarkan bahwa kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap para dukun dan
keberadaan dukun yang dekat dengan masyarkat, akhirnya mendorong para bidan
untuk bekerjasama dengan para dukun.
Penelitian Anggorodi (2009) di Sulawesi Tenggara dan Cirebon Jawa Barat
membuktikan bahwa peran dukun bayi di masyarakat masih cukup signifikan. Hal ini
terjadi karena besarnya kepercayaan masyarakat akan pertolongan para dukun.
Kepercayaan masyarakat terhadap dukun ini, hendaknya ditanggapi oleh para bidan
untuk melakukan kerjasama dengan para dukun dalam menangani persalinan.
Dalam pedoman kemitraan dukun dan bidan, dijelaskan mengenai karakter
bidan yaitu pengetahuan, keterampilan, muda dan miskin pengalaman, sedangkan
karakter dukun adalah holistik, terpercaya, diterima oleh masyarakat dan ada di
mana-mana. Dengan demikian kemitraan antara bidan dan dukun sebenarnya
dibangun di atas kualitas-kualitas personal ini.
53
4.3.3 Relasi Antar Partner
Relasi antara partner dalam kemitraan antara bidan dengan dukun mencakup
kepercayaan, penghargaan dan konflik. Tingkat kepercayaan yang tinggi antara
partner menandakan baiknya relasi yang dibangun antara mereka. Penghargaan
antara partner juga menunjukkan baik atau buruknya relasi antara partner dalam
bermitra. Demikianpun halnya dengan konflik dan mekanisme penyelesaian konflik
juga menandakan relasi antara bidan dan dukun dalam bermitra.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun yang bermitra di
Kecamatan Borong, sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa sejauh ini relasi
mereka dengan para bidan tidak mengalami persoalan. Buktinya mereka selalu
mengantar pasien untuk ditangani oleh para bidan. Pernyataan para dukun terlihat
pada kutipan berikut:
“Baik nona karena setiap ada ibu hamil yang akan bersalin saya selalu antar
ke pustu dan kalaupun ada yg melahirkan di rumah saya akan suruh
keluarganya untuk pergi lapor ke pustu.”
(wawancara mendalam, T3, D1)
“Baik ibu tidak pernah ada perbedaan pendapat karena saya selalu ikut apa
yang mereka minta. Kalau mereka suruh ini itu saya selalu ikut seperti kalau
merujuk ibu hamil saya selalu diminta ikut bersama bidan.”
(wawancara mendalam, T3, D2)
“Baik nona saya biasa dipanggil kalau ada posyandu dan tidak ada masalah
dengan mereka.”
(wawancara mendalam, T3, D3)
Pengakuan yang sama juga diberikan oleh para dukun mengenai relasi
mereka dengan para bidan sejauh ini. Pernyataan mereka dapat dilihat pada kutipan
wawancara berikut:
54
“Lumayan baik hanya ada satu dukun yang belum berhasil kerjasamanya
padahal kami sudah memberikan perhatian yang lebih pada dia. Kami sudah
angkat dia jadi kader tapi sama saja tidak ada perubahan.”
(wawancara mendalam, T3 B1)
“Tidak pernah ada masalah. Kalau yang kerjasama dengan kami semuanya
baik-baik saja karena mereka tiap ada yang akan bersalin mereka selalu
antar ke kami.”
(wawancara mendalam, T3 B2)
Relasi yang terjalin dengan baik antara bidan dengan dukun ini terlihat dalam
jawaban mereka bahwa sejauh ini mereka hampir tidak pernah mengalami konflik.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun yang bermitra, mereka
mengatakan bahwa sejauh ini tidak ada konflik yang terjadi antara mereka dengan
bidan, kerena mereka sudah saling memahami peran dan kompetensi masing-masing.
Berikut adalah pernyataan para dukun terkait dengan relasi mereka dengan para
bidan.
“Tidak pernah ada masalah selama ini dengan bidan. Mereka semua baikbaik. kalau ada yang mau dirujuk saya sering diminta ikut juga oleh bidan.
Bidan di pustu itu orangnya baik-baik.”
(wawancara mendalam, T3 D1)
“Tidak pernah ada masalah karena saya selalu menuruti apa yang mereka
inginkan.”
(waancara mendalam, T3 D2)
Tidak pernah ada masalah. Kalau posyandu saya biasanya ikut juga dengan
mereka”.
(wawancara dengan dukun 3)
Pernyataan yang sama juga diberikan oleh para bidan terkait dengan relasi
mereka dengan para dukun sejauh ini. Sebagian besar dari mereka mengatakan
bahwa sejauh ini antara mereka dengan para dukun tidak pernah terjadi konflik yang
55
menyebabkan buruknya relasi antara mereka. Berikut adalah pernyataan dari para
bidan mengenai relasi mereka dengan para dukun.
“Tidak ada sejauh ini tidak ada masalah semuanya baik.”
(wawancara mendalam, T3 B1)
“Tidak pernah ada masalah. Kalau yang kerjasama dengan kami semuanya
baik-baik saja karena mereka tiap ada yang akan bersalin mereka selalu
antar ke kami.”
(wawancara mendalam, T3 B2)
Relasi yang terjalin baik antara bidan dengan dukun ini juga terlihat dari rasa
saling menghargai di antara mereka. Para dukun menghargai bidan sebagai orang
yang mempunyai kompetensi formal dalam menolong persalinan, dan sebaliknya
para bidan menghargai para dukun yang sudah berpengalaman dalam menolong
persalinan. Pernyataan pada dukun dan bidan terlihat dalam kutipan wawancara
berikut:
“Saya sangat menghargai mereka nona. Bentuk penghargaan saya kalau ada
ibu hamil saya selalu antar ke pustu itu saja bentuk penghargaan saya. Nona
tau kan kami yang di kampung ini tidak punya apa-apa untuk kasih mereka.”
(wawancara mendalam, T3 D1)
“Iya ibu kenapa tidak. Bagaimana kerjasama ini ke depannya kalau tidak
saling menghargai. Bentuk penghargaan saya terhadap mereka ya saya
mengikuti apa yang mereka inginkan itu saja ibu.”
(wawancara mendalam, T3 D2)
“Saya menghargai mereka buktinya setiap kali mereka panggil saat
posyandu saya selalu datang.”
(wawancara mendalam T3 D3)
“Iya kami menghargai mereka. Bentuk penghargaannya bila ada kegiatan
tingkat puskesmas kami selalu undang mereka untuk hadir dan mereka
mendapatkan uang transport. Kalau untuk tingkat desa hanya ucapan terima
kasih saja.”
(wawancara mendalam, T3 B1)
“Tidak ada penghargaan. Sekarang ini dana persalinan untuk petugas tidak
ada. Semua persalinan gratis jadi kami tidak ada uang untuk bayar dukun.
56
Bentuk penghargaan lain juga tidak ada. Paling kami ngomong baik-baik
saja dengan mereka karena komunikasi ini yang paling penting.”
(wawancara mendalam, T3 B2)
Bertolak dari data di atas, kecenderungan dukun dan bidan di Kecamatan
Borong mengakui bahwa sejauh ini relasi antara mereka terjalin dengan baik.
Buktinya bahwa para dukun selalu bersedia untuk merujuk ibu hamil kepada bidan
bukan karena terpaksa tetapi karena mereka merasa dihargai dan diterima baik oleh
para bidan. Bukti dari relasi yang baik ini juga terlihat dari data penelitian di atas
bahwa sejauh ini antara bidan dan dukun di Kecamatan Borong tidak pernah terjadi
konflik yang menyebabkan ada pihak yang merasa tidak dihargai keberadaanya
dalam kemitraan ini. Relasi yang baik ini juga terlihat dari adanya komitmen dari
kedua belah pihak untuk saling menghargai antara kedua belah pihak.
Penelitian dari Yusriani dan Amaliah Octaviani (2014) di Kabupaten Pangkep
membuktikan bahwa ada koefisien relasi yang begitu kuat antara sikap partner
dengan proses berjalannya suatu kemitraan. Dalam penelitian ini kedua peneliti ini
mensinyalir bahwa para bidan dan dukun menaruh rasa saling menghormati yang
pada gilirannya memberi efek yang positif terhadap kemitraan.
Dalam pedoman kemitraan dukun dan bidan, dijelaskan beberapa landasan
yang harus dipenuhi para pihak yang bermitra, salah satu diantaranya adalah saling
menghargai. Saling mengahargai antara dukun dan bidan sangat penting. Dukun bayi
telah ada di masyarakat jauh sebelum keberadaan bidan ataupun perkembangan ilmu
kebidanan. Dukun bayi perlu menghargai perkembangan ilmu dan teknologi
kebidanan yang dimiliki dan ditugaskan oleh pemerintah (Kemendagri, 2014).
57
Suatu persahabatan dapat dikatakan sebagai persahabatan yang sejati apabila
antara sahabat saling menghargai. Demikian halnya dengan kemitraan. Kemitraan
akan berjalan dengan baik apabila antara anggota mitra saling harga menghargai.
Seberapa kecilpun peran atau kontribusi anggota suatu kemitraan, perlu dihargai oleh
anggota mitra yang lain. Oleh karena itu, para anggota suatu kemitraan harus saling
menghargai.
4.3.4 Karakteristik Kemitraan
Karakteristik kemitraan bersinggungan erat dengan aspek-aspek organisasi
dalam suatu kemitraan. Dengan demikian, karakteristik kemitraan berarti mencakup
manajemen pembagian peran, komunikasi, pengambilan keputusan, koordinasi dan
komitmen sebagai anggota sebuah organisasi. Dalam konteks kemitraan antara bidan
dengan dukun, karakteristik kemitraan bersentuhan dengan soal pembagian peran
antara bidan dengan dukun dalam membantu persalinan, komunikasi antara bidan
dengan dukun yang terjadi dalam pertemuan yang sudah terjadwal dengan baik,
mekanisme koordinasi dalam merujuk pasien dan sejauh mana keduanya
berkomitmen untuk kepentingan kemitraan tersebut.
4.3.4.1 Pembagian Peran
Dalam konteks kemitraan dukun dan bidan, manajemen pembagian peran
merupakan aspek yang sangat penting dalam pelaksanaan kemitraan. Masing-masing
pihak memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan sesuai dengan
kesepakatan. Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun yang bermitra
mereka mengatakan bahwa peran atau tugas mereka dalam kemitraan ini adalah
mengantar pasien ke pustu dan membantu bidan dalam menolong persalinan seperti
58
memijit, memberikan air untuk diminum oleh ibu yang hendak bersalin. Berikut
pernyataan dari para dukun:
“Kalau ada yang melahirkan saya antar ke pustu. Sampai di sana saya
bantu pijat-pijat dengan bantu memberikan minum bila dibutuhkan ibu
hamil sedangkan yang menolong persalinan sampai selesai bidan. Nanti
setelah selesai saya bantu bersih/lap ibu bersalin. Itu saja yang saya
kerjakan.”
(wawancara mendalam, T4 I, D1)
“Kami sama-sama menunggu. Kalau di rumah sakit saya tidak ikut campur
tetapi kalau di pustu di sini saya biasanya memberikan minum dengan halia
untuk mengusir setan. Saya juga biasanya bantu pijat dan pegang-pegang
perut ibu hamil.”
(wawancara mendalam, T4 I, D2)
“Saya kasih air untuk minum dan nonton mereka menolong persalinan.
Terkadang ada bidan yang menyuruh saya keluar maka saya keluar dan
mengintip dari jendela saja.”
(Wawancara mendalam, T4 I, D3)
Sementara itu para bidan menangani secara penuh proses persalinan.
Pernyataan para bidan mengenai tugas mereka dalam membantu proses persalinan
terlihat dalam kutipan wawancara berikut.
”Kami biasanya yang menolong persalinan sedangkan dukun bantu
memberikan minum, pegang-pegang perut ibu hamil dan kadang kami
minta mereka untuk menyiapkan susu untuk ibu hamil.”
(wawancara mendalam T4 I, B1)
“Dukun benar-benar hanya mendampingi saja. Semua tindakan bidan yang
lakukan. Mereka hanya mendampingi.”
(wawancara mendalam, T4 I, B2)
Prinsipnya dalam
sebuah kemitraan,
pembagian peran harus juga
mempertimbangkan kompetensi masing-masing partner dan setiap partner harus
menjalankan peran sesuai dengan fungsinya masing-masing. Berkaitan dengan
pembagian peran antara bidan dengan dukun yang bermitra di Kecamatan Borong,
59
mereka berpendapat bahwa pembagian peran yang mereka sudah jalankan selama ini
sudah sesuai dengan kompetensi mereka masing-masing. Pernyataan para dukun
terkait dengan pembagian peran mereka selama ini, dapat dilihat pada kutipan
wawancara berikut:
“Sudah sesuai nona karena mereka sekolah khusus untuk menolong
persalinan sedangkan saya hanya berdasarkan pengalaman saja. Tidak ada
dokumen tertulis paling saya bantu pijit dan kasi minum bila dibutuhkan.”
(wawancara mendalam, T4 I, D1)
“Sudah sesuai ibu karena saya serahkan sepenuhnya kepada bidan. Tidak
tertulis di buku mengenai pembagian tugas kami.”
(wawancara mendalam, T4 I, D2)
“Iya nona sudah sesuai karena biasanya saya antar ke puskesmas kalau ibu
hamilnya yang minta melahirkan di puskesmas tapi kalau tidak saya tolong
disini saja.”
(wawancara mendalam, T4 I, D3)
Sedangkan persepsi para bidan terkait dengan pembagian peran dengan para
dukun dalam kemitraan yang telah berjalan selama ini, dapat dilihat pada pernyataan
mereka sebagai berikut:
“Sudah karena petugas kesehatan punya tanggung jawab untuk menolong
persalinan. Kami tidak punya dokumen tertulis paling kami jalankan
seperti biasa saja selama ini.”
(wawancara mendalam, T4 I, B1)
“Sudah sesuai. Kalau dukun hanya sebatas memberikan air saja sedangkan
semua tindakan bidan punya tanggung jawab sudah. Tidak ada dokumen
tertulis.”
(wawancara mendalam, T4 I, B2)
Pembagian peran selama ini yang dirasa oleh para dukun dan bidan sudah
berjalan baik, dinilai sangat mendukung proses kemitraan mereka selanjutnya.
Berikut pernyataan mereka:
60
“Iya nona sudah mendukung. Kami ini tinggal ikut saja apa yang bidan
suruh.”
(wawancara mendalam, T4 I, D1)
“Sangat mendukung ibu. Menyiapkan halia untuk menjaga ibu hamil dari
roh jahat itu hanya kami yang bisa melakukan bidan tidak bisa. Kalau
menolong persalinan itu tanggung jawab bidan. Jadi saling melengkapi.”
(wawancara mendalam, T4 I, D2)
“Sudah mendukung nona. Tetapi kadang kalau saya ke puskesmas bidan
usir saya keluar dari ruang bersalin.”
(wawancara mendalam, T4 I, D3)
“Ya mendukung. Sebenarnya dari segi ilmu kesehatan yang paling penting
kan pertolongan persalinannya. Untuk jaga badan dari roh jahat dan lainlain tidak terlalu penting hanya karena masyarakat percaya saja.”
(wawancara mendalam, T4 I, B1)
“Sudah mendukung karena saling melengkapi. Mereka yang datang antar
kami yang tolong di sini.”
(wawancara mendalam, T4 I, B2)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama ini para dukun umumnya
berperan dalam aspek non teknis kesehatan. Dengan kata lain, para dukun bertugas
mendampingi ibu bersalin dan menolong bidan dalam hal menangani persalinan.
Para dukun berperan dalam memberi air, memijit ibu bersalin dan juga menangani
hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan budaya setempat. Sedangkan bidan
bereperan dalam aspek teknis kesehatan.
Selanjutnya dukun dan bidan yang bermitra umumnya tidak menyatakan
keberatan terkait dengan pembagian peran ini. Hal ini tampak dari pengakuan dukun
yang cenderung mengatakan bahwa selama ini tugas mereka hanyalah merujuk ibu
hamil, sedangkan yang dominan berperan dalam menangani persalinan adalah bidan.
Para dukun juga memberikan pengakuan bahwa pembagian peran yang terjadi
selama ini, sudah sangat mendukung kemitraan. Para bidan juga memberikan
61
pengakuan yang serupa berkaitan dengan pembagian peran ini. Menurut para bidan
pembagian peran antara mereka dengan dukun yang sudah berjalan selama ini sudah
sesuai dengan apa yang digariskan dalam pedoman kemitraan antara bidan dengan
dukun, di mana bidan merupakan penanggung jawab penuh dalam menangani
persalinan. Namun pembagian peran ini tidak tertulis dalam dokumen yang resmi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Budiyono
dkk (2011) di Puskesmas Mranggen Kabupaten Demak menjelaskan bahwa peran
dukun hanya sebatas melakukan pemijatan saja sedangkan yang menolong persalinan
adalah bidan. Penelitian lain juga dilakukan oleh Metti dan Rosmadewi (2012)
bahwa dukun sudah mengetahui peran mereka tidak lagi menolong persalinan
melainkan membantu bidan dalam merawat ibu dan bayi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pembagian peran dalam kemitraan
bidan dan dukun di Kecamatan Borong sudah mengikuti apa yang ditegaskan oleh
departemen kesehatan yaitu bahwa tugas dukun bukan lagi sebagai penolong utama
dalam persalinan tetapi hanya mendampingi bidan dan ibu hamil dalam persalinan.
Dalam pedoman, peran bidan dan dukun dalam pelaksanaan kemitraan telah
dibagi sejak periode kehamilan, persalinan dan nifas. Bidan dan dukun hendaknya
saling memahami kedudukan tugas dan fungsi dalam bermitra, dimana bidan
memiliki tugas dan fungsi utama dalam membantu persalinan ibu hamil. Dukun bayi
tidak melakukan tugas dan fungsi dalam membantu persalinan secara langsung
melainkan mendorong agar proses rujukan ibu bayi hanya kepada bidan atau tenaga
kesehatan terlatih (Kemendagri, 2014).
62
Dalam proses alih peran dan pembagian tugas antara dukun dan bidan dalam
pertolongan persalinan, perlu disepakati mekanisme kemitraan yang dijalin antara
mereka. Meskipun mekanisme sangat beragam tergantung keadaan, tetapi ada
beberapa hal penting yang harus disepakati (dituangkan secara tertulis dalam nota
kesepakatan) yaitu mekanisme rujukan kasus persalinan dan pembagian biaya
persalinan (Depkes, 2008).
Pembagian peran atau tugas dukun dan bidan dalam persalinan sudah jelas
walaupun tidak ada dokumen tertulis. Masing-masing pihak diharapkan dalam
melaksanakan perannya dengan baik sehingga persalinan dapat ditangani dan
kematian ibu dan bayi akibat persalinan dapat ditekan.
4.3.4.2 Komunikasi
Komunikasi antara partner adalah hal yang sangat penting di dalam sebuah
kemitraan. Dalam konteks kemitraan antara bidan dan dukun, komunikasi antara
keduanya adalah sesuatu hal yang perlu untuk kepentingan kemitraan. Sebagai
sebuah organisasi, maka komunikasi antara bidan dengan dukun diupayakan agar
terjadwal dengan baik seperti pertemuan bulanan atau juga tahunan.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan dukun dan bidan yang bermitra,
mereka tidak pernah mengadakan pertemuan di tingkat desa/kelurahan tetapi untuk
tingkat kecamatan pernah dilaksanakan beberapa kali. Berikut adalah pernyataan
para dukun:
“Kalau dengan bidan tidak pernah ada pertemuan. Paling dulu dokter dari
puskesmas datang dan kami kumpul di aula gereja membahas masalah
persalinan di rumah dan dulu juga pernah ada pertemuan juga dengan
dokter tapi saya tidak ikut.”
(wawancara mendalam, T4 II, D1)
63
“Kalau dengan bidan yang di sini tidak pernah tetapi kalau di puskesmas
Borong pernah diundang tiga kali ibu. Bila ada pertemuan saya biasanya
pergi dengan bidan. Dua kali dengan bidan Beci satu kali dengan bidan
Marni. Di puskesmas kami diberi pengarahan mengenai persalinan. Setiap
ibu hamil harus bersalin di fasilitas kesehatan jangan paksa untuk tolong
sendiri di rumah nanti kalau ada perdarahan berbahaya. Biasanya kalau
ada pertemuan begitu saya dapat uang transport ibu.”
(wawancara mendalam, T4 II, D2)
“Pernah saya diundang ke puskesmas dapat pengarahan tentang
persalinan. Dokter bilang kalau ada yang melahirkan harus melahirkan di
fasilitas kesehatan jangan paksa untuk bersalin di rumah. Tiga kali saya
diundang dari puskesmas dapat pengarahan dari dokter tentang
persalinan.”
(wawancara mendalam, T4 II, D3)
Pernyataan para bidan dapat dilihat para kutipan wawancara berikut:
“Kalau pertemuan rutin tingkat desa tidak ada. Pertemuan biasanya untuk
tingkat puskesmas dilakukan setiap akhir tahun untuk membahas hal apa
saja yang dilakukan dukun dan bidan. Tidak semua dukun diundang paling
hanya satu sampai dua orang saja.”
(wawancara mendalam, T4 II, B 1)
“Kalau pertemuan rutin tidak ada. Paling setahun sekali ada semacam
pelatihan atau pengarahan pada dukun. Yang dibahas mengenai persalinan
yang tidak boleh ditolong dukun. Dukun hanya sebatas mendamping,
mengajak pasien dan mengantar pasien ke pustu atau puskesmas.”
(wawancara mendalam, T4 II, B 2)
komunikasi yang dimaksudkan dalam konteks kemitraan ini adalah frekuensi
pertemuan yang dilakukan oleh para bidan dengan dukun di tingkat desa, kecamatan
ataupun juga kabupaten. Berdasarkan data di atas, jelas terlihat bahwa menurut para
dukun selama ini mereka kurang bahkan tidak pernah melakukan petemuan dengan
para dukun di tingkat desa. Para dukun hanya melakukan petemuan dengan bidan
dan dokter di tingkat puskesmas. Dalam pertemuan ini, para dukun selalu diingatkan
akan pentingnya penanganan persalinan oleh tenaga profesional kesehatan yaitu
64
bidan. Pengakuan yang sama juga diutarakan oleh para bidan yaitu bahwa selama ini
tidak pernah diadakan pertemuan rutin tingkat desa tetapi hanya diadakan pertemuan
tingkat puskesmas pada akhir tahun yang membahas tentang kerjasama antara dukun
dan bidan selama tahun itu.
Penelitian yang dilakukan oleh Dedik dkk (2005) mengenai kemitraan bidan
dan dukun bayi di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur meanganjurkan saran bahwa
dukun bayi perlu diberikan wawasan dan pengetahuan dalam bidang kesehatan ibu
dan bayi yang baru lahir, terutama juga tentang tanda bahaya pada kehamilan,
persalinan dan nifas, serta persiapan yang harus dilakukan oleh keluarga dalam
menyonsong kelahiran bayi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Budiyono dkk
(2011) mengungkapkan bahwa bidan desa kurang bisa diterima oleh dukun karena
faktor komunikasi dan pendekatan yang kurang intensif.
Terhenti atau tidak berjalannya suatu organisasi apapun sering terjadi karena
tersumbatnya saluran komunikasi diantara anggota organisasi. Demikian pula dalam
kemitraan, diperlukan komunikasi yang efektif diantara anggota mitra. Salah satu
saluran komunikasi diantara mitra adalah dengan adanya pertemuan atau rapat rutin
kemitraan. Pertemuan rutin dan terjadwal antar mitra sangat diperlukan untuk
mengetahui perkembangan kemitraan. Sehingga apabila ditemukan masalah di
lapangan, maka dapat secara langsung dilakukan langkah-langkah penanganan yang
cepat dan tepat.
65
4.3.4.3 Koordinasi
Kemitraan sebagai suatu organisasi tentunya menuntut fungsi koordinasi
yang jelas antara pimpinan dengan bawaan atau antara sesama bawaan terkait dengan
pelaksanaan tugas. Dalam konteks kemitraan antara bidan dan dukun, bidan tentunya
harus senantiasa berkoordinasi dengan dukun dalam hal merujuk pasien misalnya.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan para bidan dukun, sebagian besar
dari mereka menjawab bahwa selama ini bidan yang berinisiatif untuk menghubungi
para dukun dan posyandu adalah kesempatan yang sering kali digunakan oleh para
bidan untuk berkoordinasi dengan para dukun. Pernyataan dari para bidan mengenai
fungsi koordinasi dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Koordinasinya lewat posyandu dan bila bertemu secara tidak sengaja di
jalan. Bila ada posyandu saya terkadang ikut akan tetapi bila tidak ibu
hamilnya sendiri yang melaporkan. Biasanya juga saat posyandu bidan
langsung menanyakan pada ibu hamil mengenai
(wawancara mendalam, T4 IV, D1)
“Koordinasinya ibu lewat posyandu. Saya biasanya menyuruh ibu hamil
untuk selalu ikut posyandu. Kalau koordinasi langsung dengan bidan tidak
pernah karena kami hanya ketemu bila ada yang bersalin.”
(wawancara mendalam, T4 IV, D2)
“Bidan yang melakukan koordinasi nona. Koordinasinya melalui posyandu.
Saya juga kurang tahu karena saya tidak pernah antar ibu hamil ke pustu.”
(wawancara mendalam, T4 IV D3)
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh para dukun dalam kutipan
wawancara berikut:
“Koordinasinya melalui posyandu karena terkadang kami mengundang
mereka untuk datang dan juga apabila secara tidak sengaja bertemu di bemo
atau di jalan biasanya kami tanya mungkin ada lagi ibu yang hamil. Kadang
mereka yang tanya “ibu bagaiman dengan ibu A apa dia sudah pergi periksa
ke ibu” karena di sini ibu hamil lebih sering ke dukun.”
(wawancara mendalam, T4 IV, B1)
66
“Kan kami punya di kantor bagi per wilayah posyandu. Setiap posyandu ada
penanggung jawabnya. Kalau posyandu harus pendekatan dengan dukun
tanya mungkin ada yang datang urut di mereka jadi dari situ kami tau.”
(wawancara mendalam, T4 IV, B2)
Selanjutnya para dukun dan bidan mengantakan bahwa fungsi koordinasi
yang telah dijalankan selama ini sudah cukup membantu proses kemitraan antara
kedua belah pihak. Misalnya para dukun mengatakan bahwa posyandu merupakan
kesempatan yang tampan di mana semua ibu hamil bisa terdata dengan baik oleh
bidan, dan para dukun menganjurkan para bidan untuk mengikuti posyandu.
Pernyataan para dukun terkait dengan fungsi koordinasi yang telah mereka
jalankan selama ini dalam hubungannya dengan kemitraan, dapat dilihat para kutipan
wawancara berikut:
“Sudah cukup nona daripada saya harus ke pustu untuk melaporkan semua
ibu hamil. Cukup pada saat mengantarkan mereka untuk melahirkan saya
bertemu bidan. Tetapi bila ada yang bersalin pada malam hari di rumah
maka keesokan harinya saya menyuruh suaminya untuk melaporkan
kelahiran ini di bidan agar mereka tahu.”
(wawancara mendalam, T4 IV, D1)
“Sudah cukup ibu karena ada posyandu juga jadi semua ibu hamil bisa
terdata oleh bidan. Memang selama ini semua ibu hamil yang datang untuk
pijit ke rumah selalu saya suruh untuk ikut posyandu.”
(wawancara mendalam, T4 IV, D2)
Para bidan juga melontarkan pengakuan yang sama mengenai fungsi
koordinasi yang telah dijalankan selama ini. Bidan menambahkan bahwa fungsi
koordinasi selama ini juga didukung oleh para dukun yang aktif. Berikut adalah
pernyataan dari pada bidan:
“Iya sudah baik karena dukunnya juga sangat aktif hanya yang di Paka saja
yang masih kurang kalau yang lain sudah ok.”
(wawancara mendalam, T4 IV, B1)
67
“Sudah ew kan bidan sudah punya wilayah binaan masing-masing. Jadi
bidan yang koordinasi wilayah binaannya dia. Dia yang bertanggung jawab
penuh untuk wilayah binaannya.”
(wawancara mendalam, T4 IV, B2)
Sebagai suatu organisasi, kemitraan antara bidan dan dukun juga memerlukan
adanya fungsi koordinasi yang tertata dengan teratur. Terkait dengan fungsi
koordinasi, sebagian besar dukun dan bidan yang bermitra di Kecamatan Borong
mengatakan bahwa selama ini mereka berkoordinasi melalui posyandu. Terkadang
juga koordinasi antara dukun dan bidan terjadi secara informal, seperti
ketika
berpapasan di jalan. Dari data ini, dapat dikatakan bahwa selama ini fungsi
koordinasi antara dukun dan bidan yang bermitra di Kecamatan Borong hanya
bersifat momental bahkan insidental atau belum ada jadwal yang terprogram dengan
jelas.
Hingga saat ini, para dukun dan bidan merasa bahwa fungsi koordinasi yang
berjalan selama ini sudah cukup mendukung kemitraan. Seorang bidan misalnya
mengatakan bahwa posyandu merupakan kesempatan yang baik untuk mendata
semua ibu hamil. Tentunya kemungkinan kendala yang dialami adalah mendata ibu
hamil yang tidak datang posyandu. Dalam hal ini koordinasi yang tertata rapi dan
teratur antara bidan dengan dukun bisa mengatasi persoalan ini.
Koordinasi dan peningkatan kapasitas bagi dukun merupakan langkah untuk
optimalisasi pelaksanaan peran dan tugas masing-masing. Koordinasi didefinisikan
sebagai proses penyatuan tujuan-tujuan dalam suatu kerjasama organisasi dan
merupakan kegiatan pada tingkat satu satuan yang terpisah dalam suatu kerjasama
organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Koordinasi
dibutuhkan sekali dalam suatu kerjasama sebab tanpa koordinasi akan tidak
68
mempunyai pegangan mana yang harus diikuti, yang akhirnya akan merugikan
kerjasama dalam itu sendiri.
Dengan koordinasi diharapkan keharmonisan atau keserasian seluruh
kegiatan mencapai tujuan yang diharapkan, beban tiap anggota mitra menjadi
seimbang dan selaras. Koordinasi sangat dibutuhkan terutama pada pekerjaan lebih
yang insidentil dan tidak rutin serta pekerjaan yang tidak direncanakan terlebih
dahulu, juga bagi kerjasma yang menerapkan tujuan tinggi. Oleh karena itu, fungsi
koordinasi yang dilakukan oleh pihak yang bermitra merupakan suatu keharusan.
4.3.4.4 Pengambilan Keputusan
Dalam organisasi kemitraan, pembagian wewenang dalam mengambilan
keputusan adalah sesuatu hal yang penting, mengingat hal ini rentan menimbulkan
konflik jika tidak diorganisir dengan baik. Dengan demikian, pengambilan keputusan
harus tertuang dalam kesepakatan tertulis. Dalam konteks kemitraan bidan dan
dukun, pengambilan keputusan terjadi ketika menangani persalinan.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun dan bidan yang bermitra,
sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa yang berperan besar dalam
mengambil keptusan ketika menangani persalinan adalah para bidan. Sedangkan para
dukun umumnya mengikuti apa yang diinstruksikan oleh para bidan.
Pernyataan para dukun mengenai pengambilan keputusan dalam manangani
persalinan, dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut:
“Yang ambil keputusan adalah bidan. Saya sebagai dukun hanya mengikuti
saja. Jika mereka bilang harus rujuk ya rujuk saya hanya menemai saat
merujuk saja.”
(wawancara mendalam, T4 III, D1)
69
“Keputusan biasanya diambil oleh bidan. Kami tinggal menjalankan dan
mengikuti saja. Apabila bidan menyuruh untuk merujuk maka kami ikut
merujuk.”
(wawancara mendalam, T4 III, D2)
“Untuk ibu hamil yang bersalin di bidan mereka yang mengambil
keputusan. Tetapi kalau saya yang tolong sendiri kalau ada kesulitan maka
saya yang mengambil keputusan untuk merujuk ke puskesmas.”
(wawancara mendalam, T4 III, D2)
Sedangkan pernyataan dari para bidan dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut:
“Selama ini tidak ada. Paling kami bidan saja yang mengambil keputusan
untuk semua partus. Dukun tinggal ikut saja apa yang kami putuskan.”
(wawancara mendalam, T4 III, D1)
“Bidan yang ambil keputusan pokoknya dukun benar-benar damping. Mau
ambil tindakan apa semua bidan dan tidak dokumen tertulisnya. Kalau
sudah di fasilitas tu bidan punya tanggung jawab sudah.”
(wawancara mendalam, T4 III, D2)
Bertolak dari pemaparan isi di atas, dalam kemitraan bidan dan dukun di
Kecamatan Borong, bidan memegang peranan yang penting dalam mengambil
keputusan ketika menangani persalinan. Para dukun mengatakan bahwa mereka
tinggal mengikuti apa yang diperintahkan oleh bidan dalam menolong persalinan.
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh para bidan, yaitu bahwa merekalah
yang memegang kendali untuk mengambil keputusan ketika menangani persalinan.
Dalam hal ini dukun merupakan penolong bidan ketika menangani persalinan.
Berkaitan dengan wewenang mengambil keputusan yang telah berjalan selama ini,
dukun cenderung mengatakan bahwa itu sudah tepat, karena penanganan persalinan
merupakan tugas pokok dari para bidan, sedangkan para dukun hanya bertugas untuk
mendamping ibu hamil. Hal yang sama juga disampaikan oleh bidan. Hingga saat ini,
70
tidak ada dokumen tertulis yang berisi tentang wewenang mengambil keputusan
dalam kemitraan antara bidan dan dukun di Kecamatan Borong.
Tidak terlibatnya dukun dalam proses pengambilan keputusan tentu
berpotensi terjadinya konflik pribadi bagi para dukun karena pada dasarnya setiap
orang yang terlibat dalam suatu kemitraan pasti menginginkan agar dilibatkan dalam
proses pengambilan keputusan. Dalam Notoatmodjo (2010) dijelaskan bahwa setiap
individu atau organisasi apabila sudah bersedia menjalin kemitraan, maka kedudukan
mereka setara atau sama tingkatnya sehingga tidak ada anggota mitra yang
memaksakan kehendak karena merasa lebih tinggi dan tidak ada dominasi terhadap
yang lain. Demikian pula dalam pengambilan keputusan, masing-masing anggota
mempunyai hak dan suara yang sama.
Sikap dukun yang cenderung hanya mengikuti apa yang diputuskan bidan dan
tidak mempermasalahkannya mungkin disebabkan karena tingkat pendidikan dukun
di wilayah penelitian yang umumnya masih rendah. Individu dengan tingkat
pendidikan yang rendah pada umumnya lebih cepat menerima dan mengikuti
pengaruh dari luar khususnya dari orang yang dipandang lebih tinggi dari mereka.
Faktor lain juga karena dukun tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai
prinsip-prinsip kemitraan.
4.3.4.6 Komitmen
Komitmen anggota adalah suatu hal yang sangat penting dalam membangun
hidup berorganisasi. Dalam konteks kemitraan antara bidan dengan dukun, komitmen
dari bidan dan dukun dalam bermitra merupakan suatu syarat utama agar kemitraan
ini terus berjalan dengan baik. Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun
71
dan bidan yang bermitra, umumnya mereka mengatakan berkomitmen penuh untuk
terus menjalankan kemtiraan ini. Para dukun mengatakan bahwa untuk mereka
kemitraan ini semata untuk membantu ibu hamil dalam hal bersalin. Komitmen yang
sama juga ditunjukan oleh para bidan.
Pernyataan para dukun dan bidan terkait dengan komitmen mereka dalam
menjalankan kemitraan ini dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut:
“Iya nona karena kami juga tidak mendapatkan keuntungan. Pekerjaan ini
bersifat sosial saja. Kalau saya pribadi yang penting mereka selamat dan
sehat saja. Saya hanya membantu.”
(wawancara mendalam, T4 V, D1)
“Iya ibu karena kami juga tidak mendapatkan keuntungan. Pekerjaan ini
sifatnya sosial. Kami bersedia keluar malam hari tanpa dibayar. Bila ada ibu
hamil yang memberikan uang syukur jika tidak juga tidak apa-apa yang
penting mereka bisa melahirkan bayinya dengan selamat.”
(wawancara mendalam, T4 V, D2)
“Oh iya kami selalu mengutamakan kepentingan pasien. Yang partus di sini
kan yang ada kartu BPJS gratis persalinannya dan dukun juga biar tidak
dapat apa-apa mereka tetap semangat mengantarkan ibu hamil untuk
bersalin di sini.”
(wawancara mendalam, T4 V, B1)
“Heem..utamakan keselamatan ibu hamil. Karena semuanya juga
gratis..kalau ada ibu yang bandel biasanya langsung dijemput mobil
puskesmas.”
(wawancara mendalam, T4 V, B2)
Bertolak dari isi yang telah dideskripsikan di atas, dapat disimpulkan bahwa
para dukun dan bidan yang bermitra di Kecamatan Borong, berkomitmen penuh
untuk mengutamakan kepentingan ibu hamil. Hal ini tampak dari pengakuan para
dukun yang mengatakan bahwa, walaupun mereka tidak mendapatkan apa-apa dari
kemitraan ini, khususnya keuntungan finansial, mereka akan terus bekerjasama demi
kepentingan ibu hamil. Pengakuan yang sama juga diutarakan oleh para bidan yaitu
72
bahwa mereka mementingkan keselamatan ibu hamil. Komitmen ini juga diperkuat
dengan tersedianya layanan BPJS yang memungkinkan semua ibu hamil
mendapatkan pelayanan secara gratis. Dengan demikian, secara umum dapat
disimpulkan bahwa hingga saat ini para dukun dan bidan yang bermitra di
Kecamatan Borong, berkomitmen untuk tetap melanjutkan kerjasama ini demi
keselamatan ibu hamil.
Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa suatu kemitraan dalam program
kesehatan akan mencapi tujuan apabila pihak yang bermitra mampu meningkatkan
apa yang menjadi komitmen bersama Komitmen adalah suatu kesediaan dan
pengorbanan baik dari waktu, pikiran, tenaga dan sebagainya dari masing-masing
pihak yang bermitra terhadap pemecahan masalah kesehatan yang telah disepakati
bersama. Dukun dan bidan yang bermitra di Kecamatan Borong telah mampu
meningkatkan komitmen bersama dengan bersedia mengorbankan waktu dan tenaga
mereka untuk menangani persalinan. Dengan adanya komitmen dari kedua belah
pihak ini diharapkan dapat meningkatkan proporsi pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan
bayi.
4.3.5 Lingkungan Eksternal
Pengaruh lingkungan eksternal dalam kemitraan antara bidan dan dukun
dalam penelitian ini mencakup dukungan dari keluarga para dukun, dukungan
masyarakat serta pandangan tokoh agama dan masyarakat mengenai kemitraan ini.
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh peneliti, para dukun umumnya
mengakui bahwa keluarga sangat mendukung kerjasama mereka dengan para dukun.
73
Berikut pernyataan para dukun mengenai dukungan keluarga terhadap kerjasama
mereka dengan para bidan
“Iya nona mereka sangat mendukung. Kalau ada yang panggil malam hari
mereka tidak pernah marah dan mereka setia untuk mengantar saya ke
rumah ibu hamil.”
(wawancara mendalam, T5 D1)
“Mereka mendukung ibu buktinya selama ini mereka tidak pernah memarahi
saya kalau saya keluar malam-malam untuk merujuk ibu hamil bahkan
mereka selalu mengantar saya pada saat keluar malam hari.”
(wawancara mendalam T5 D2)
“Mereka mendukung nona. Mereka juga tidak banyak ngomong. Kalau ada
yang panggil saya malam hari mereka selalu setia mengantar saya.”
(wawancara mendalam T5 D3)
Selanjutnya berdasarkan wawancara peneliti dengan dukun dan bidan yang
bermitra terkait dengan dukungan masyarakat, mereka mengatakan bahwa sejauh ini
masyarakat cenderung mengakui kerjasama ini, walaupun masih ada yang lebih
memilih para dukun dalam hal menolong perslainan. Berikut kutipan wawancara:
“Iya nona mereka mendukung karena mereka juga sangat antusias untuk
melahirkan di tempat bidan. Dukun di sini cuma saya jadi kalau saya bilang
ayo ke tempat bidan untuk bersalin mereka pasti ikut.”
(wawancara mendalam T5 D1)
“Masih ada yang belum mendukung karena masih ada yang tetap ingin
melahirkan di rumah. Akan tetapi saya selalu memberitahu agar si ibu hamil
melahirkan di tempat bidan karena kami sudah bekerjasama dengan bidan.”
(wawancara mendalam T5 D2)
“Dukung karena mereka setiap diajak dukun untuk bersalin di sini selalu
mau kadang ada yang datang sendiri tanpa dukun. Hanya ada satu dua
orang yang sedikit bandel.”
(wawancara mendalam T5 B1)
Tokoh masyarakat dan tokoh agama juga sangat mendukung program ini.
Berikut ini adalah kutipan pernyataan mereka:
74
“Setuju karena itu sangat membantu.kalau terjadi perdarahan kan petugas
kesehatan yang lebih cocok untuk menolong. Tapi kalau saat mendesak
misalnya tidak ada kendaraan atau bersalin di kebun pada saat malam hari
dukun bisalah untuk membantu. Saya mendukung kerjasama ini sehingga
kematian ibu bersalin bisa berkurang. Yang penting saling menghargai dan
menjaga perasaan satu sama lain serta tidak saling menjatuhan.”
(wawancara mendalamT5 TA)
“Bagus kalau ada kerjasama seperti ini. Apalagi kita ini di kota kan tidak
bagus kalau sudah di kota tapi bersalinnya masih pake dukun sementara bidan
kita punya sudah banyak sekali nona. Makanya saya sangat setuju kalau ada
kerjasama seperti itu biar kedepan semakin baik kesehatan kita.”
(wawancara mendalam T5 TM)
Berdasarkan pemaparan di atas, maka untuk konteks kemitraan di Kecamatan
Borong, jelas terlihat bahwa keluarga dukun sangat mendukung kerjasama dukun
dengan para bidan. Hal ini bisa dimaklumi mungkin karena karakter masyarkat di
lokasi penelitian yang mana ikatan kekeluargaannya sangat tinggi. Sedangkan
masyarakat umumnya mendukung program kemitraan ini. Hingga sekarang ini,
kesadaran masyrakat akan pentingnya pelayanan kesehatan dengan menggunakan
fasilitas kesehatan yang sehat sudah semakin tinggi. Mungkin karena perseberan
pelayanan kesehatan seperti posyandu, polindes yang sudah semakin banyak.
Sedangkan berdasarkan wawancara penulis dengan tokoh agama dan tokoh
masyarakat, mereka sangat mendukung program ini. Mereka berharap agar kegiatan
ini harus semakin ditingkatkan pada hari-hari yang akan datang.
Penelitian yang dilakukan Dedik Setiawan dkk (2005) mengenai kemitraan
bidan dan dukun bayi di kabupaten Trenggalek Jawa Timur, mensiyalir bahwa
keberhasilan kemitraan yang dilaksanakan di tempat itu, juga sangat dipengaruhi
oleh optimalisasi jaringan yang dibuat oleh dinas kesehatan setempat melalui
optimalisasi peran kepala desa dan tokoh masyarakat dalam memobilisasi dukun dan
75
masyarakat di sana. Dengan demikian, program kemitraan antara bidan dan dukun
sungguh mendapatkan dukungan dari banyak pihak.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Budiyono dkk (2011) mengenai kemitraan
dukun dan bidan dalam menurunkan angka kematian ibu di Puskesmas Mranggen
menjelaskan bahwa tokoh masyarakat dan tokoh agama sangat mendukung
kemitraan ini. Bentuk dukungan mereka adalah sosialisasi dan pengarahan kepada
dukun dan bidan, melakukan mediasi dan sosialisasi kepada masyarakat dengan
melibatkan PKK, kader posyandu dan petugas penyuluh KB.
Kemitraan dukun dan bidan perlu didukung oleh pihak-pihak terkait seperti
kepala daerah, dinas kesehatan, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Dukungan dari
pihak-pihak ini akan mendorong terbentuknya kemitraan terutama melalui dukungan
program, dana dan dukungan moral. Dukungan langsung dari pihak-pihak ini kepada
bidan dan dukun juga dapat membantu memecahkan kebekuan relasi antara dukun
dan bidan. Untuk mendapatkan dukungan ini, perlu dilakukan konsultasi, advokasi
dan sosialisasi kepada kepala daerah, tokoh masyarakat dan tokoh agama sehingga
dapat menjamin keberlangsungan kemitraan ini.
4.3.6 Makna Kemitraan
Makna kemitraan yang dimaksudkan adalah manfaat kemitraan. Program
kemitraan ini mempunyai dua jenis manfaat yaitu bagi kelompok sasaran dan bagi
pelaku kemitraan. Bagi kelompok sasaran, kemitraan ini memberikan manfaat secara
langsung terhadap keselamatan ibu dan bayi sedangkan bagi pelaku kemitraan,
kerjasama ini memberikan keuntungan.
76
Kemitraan ini juga memberikan manfaat bagi ibu hamil, bersalin dan nifas. Bagi ibu
bersalin, dengan adanya kemitraan dukun dan bidan proses persalinan dapat berjalan
lancar. Pernyataan ibu nifas mengenai manfaat kemitraan dukun dan bidan:
“ Saya merasa aman nona karena melahirkan di fasilitas kesehatan dan tetap
ditemani dan diberikan air minum untuk melancarkan proses persalinan oleh
dukun. Pokoknya waktu saya melahirkan semuanya aman dan lancar”.
(wawancara mendalam T1 N1)
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kemitraan dukun dan bidan
memberikan manfaat bagi peningkatan proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tobroni
(2011) menunjukkan bahwa kemitraan dukun bayi dan bidan memberikan manfaat
bagi kelompok sasaran. Manfaat tersebut diantaranya perubahan angka cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan dan penurunan angka kematian ibu. Penelitian lain
oleh Dedik dkk (2005) tentang kemitraan bidan dan dukun bayi di Kabupaten
Trenggalek menemukan bahwa selama lebih dari 10 tahun kemitraan ini berjalan,
kemitraan ini banyak memberikan perubahan positif yaitu peningkatan cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, penurunan cakupan pertolongan
persalinan oleh dukun, penurunan angka kematian ibu dan bayi serta peningkatan
jumlah dukun yang bermitra dengan bidan.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun yang bermitra di
Kecamatan Borong, sebagian besar mereka mengatakan bahwa bagi mereka
kemitraan ini tidak memberikan keuntungan atau manfaat khususnya manfaat
ekonomi. Mereka bermitra semata untuk membantu orang lain. Pernyataan para
dukun dapat terlihat pada kutipan berikut.
77
“Kalau untuk saya memang tidak ada nona. Saya di sini sifatnya membantu
orang lain. Saya biasanya diperhatikan oleh keluarga ibu bersalin.
Biasanya pada acara “Cear Cumpe” saya selalu diundang dan diberikan
bingkisan sebagai ucapan terima kasih. Itu saja nona.”
(wawancara mendalam, T2, D1)
“Memang keuntungan untuk saya pribadi tidak ada. Dulu pernah saat
pertama kali saya ikut pertemuan di puskesmas Borong dengan bidan beci
memang ada uang katanya untuk kami hanya waktu itu dokter bilang nanti
untuk uangnya diberikan melalui kepala desa dan kader. Saya juga tidak
mungkin minta ya kalau dikasi syukur kalau tidak ya kami hanya kerja
secara sosial saja.”
(wawancara mendalam, T2, D2)
“Untuk saya pribadi tidak ada manfaatnya saya hanya berniat untuk
membantu sesama saja. Dulu saya pernah dapat uang waktu ikut sidang di
puskesmas. Kalau sekarang tiap tiga bulan saya diberi uang oleh bidan
saat posyandu. Dari ibu nifas juga kalau mereka ingat saya.”
(wawancara mendalam, T2, D3)
Sementara dari pihak bidan, mereka beranggapan bahwa kerjasama dengan
para dukun memberikan manfaat yang cukup signifikan bagi peningkatan akses
pelayanan kesehatan untuk masyarakat terutama untuk layanan persalinan oleh
tenaga kesehatan. Berikut kutipan peryataan para bidan:
“Iya dapat manfaat. Manfaat yang kami rasakan selama ini angka
persalinan di fasilitas kesehatan sudah meningkat hanya tinggal satu
posyandu saja yang belum ada kemajuan yaitu posyandu paka karena
tanggapannya dukun itu kerjasama yang dibuat berarti dia yang menolong
persalinan padahal sebenarnya bukan. Dia salah persepsi.”
(wawancara mendalam, T2,B1)
“Manfaatnya besar sekali. Setiap ada yang akan bersalin dukun antar ke
kami sehingga pasien murni ditolong oleh petugas kesehatan, terus
jaringan K1 untuk ibu hamil dapat karena biasanya setiap posyandu kami
tanya nenek ada tidak yang datang periksa ke nenek nanti dia kasitau
jadinya kami tau. Pada akhirnya ada peningkatan pasien yang melahirkan
di fasilitas kesehatan.”
(wawancara mendalam, T2, B2)
78
Bagi dukun kemitraan ini tidak memberikan keuntungan. Dukun bermitra
hanya semata untuk membantu sesama. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian
Husen (2011) bahwa dukun yang bermitra mendapatkan insentif, uang transportasi
dan uang pulsa. Tidak adanya keuntungan yang diperoleh dukun dari kemitraan ini
tentu berpotensi menjadi permasalahan di kemudian hari. Kemitraan ini bisa saja
terputus suatu saat karena dukun menyadari bahwa mereka tidak mendapatkan
manfaat atau keuntungan.
Sarwono (2003) menjelaskan bahwa hubungan kemitraan akan bertahan lama
apabila pihak-pihak yang bermitra saling mendapatkan keuntungan dan akan putus
bila ada pihak yang merasa dirugikan atau tidak mendapatkan manfaat. Hal yang
sama juga dijelaskan dalam pedoman kemitraan dukun dengan bidan, bahwa
kemitraan yang dibangun harus saling menguntungkan artinya tidak ada pihak yang
mengalami kerugian atau kehilangan sehingga harus dicari hal apa yang dapat
disinergikan dan menyebabkan keuntungan untuk para pihak yang bermitra
(Kemendagri, 2014).
Dalam pelaksanaan kemitraan, harus tercapai keuntungan bersama. Tujuan
kemitraan hanya akan dapat tercapai bila diperoleh manfaat bagi semua pihak yang
terlibat didalamnya. Apabila suatu pihak dirugikan dalam kemitraan, maka dapat
dipastikan kemitraan ini tidak berjalan dengan baik. Dalam upaya mencapai
keuntungan atau manfaat, perlu komunikasi yang baik antara semua pihak dan
pemahaman yang sama terhadap tujuan bersama.
79
4.3.7 Hambatan dalam Pelaksanaan Kemitraan
Kemitraan antara bidan dengan dukun juga tidak luput dari berbagai
hambatan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Pertama, hambatan
internal dapat diketahui dari alasan tiga dukun yang tidak mau bermitra dengan
bidan. Dari hasil wawancara peneliti dengan para dukun yang tidak mau bermitra,
salah seorang dukun berpendapat bahwa antara persalinan yang ditolong oleh bidan
dan dukun tidak ada perbedaan, sehingga tidak perlu membangun kerjasama.
Sedangkan dukun yang lain mengatakan bahwa ia tidak mau bekerjasama dengan
para bidan karena ia pernah ditipu untuk diberikan insentif oleh bidan setelah
menolong persalinan dan juga ia trauma dengan cara menolong persalinan yang
dilakukan oleh bidan dengan cara menarik bayi dari dalam pintu rahim ibu bersalin.
Berikut adalah peryataan mereka:
“Pegawai di bawa ini banyak janjinya, katanya kalau melahirkan di bawa
dapat sabun, popok sama uang 3 ratus ribu untuk ibu bersalin. Tetapi ternyata
tidak. Saya juga pernah temani keponakan lahir di puskesmas nona. Saya lihat
cara mereka tolong, begitu kepala bayinya keluar, mereka langsung tarik. Adu
saya kaget setengah mati, karena kami punya tidak begitu. Itu mkanya saya
tidak mau sama sekali bekerjasama dengan mereka.”
(wawancara mendalam T6 DTM1)
“Saya tidak diajak nona karena saya juga tidak terlalu dikenal oleh bidan
makanya tidak kerjasama. Kalau ada ibu hamil yang mengalami kesulitan
melahirkan plasenta dan saya tidak bisa bantu saya antar ke puskesmas.
Kadang juga saya panggil kader suruh antar mereka ke puskesmas.”
(wawancara mendalam T6 DTM 2)
“ Malas nona harus bolak- balik. Buang-buang waktu saja. Selagi saya masih
bisa tolong ya saya tolong. Kalau saya tidak mampu ya saya suruh mereka ke
rumah sakit”.
(wawancara mendalam T6 DTM3)
Dukun tidak bermitra juga mengungkapkan bahwa mereka tidak bermitra
karena kuatnya persepsi bahwa “hidup mati ada di tangan Tuhan”. Dengan demikian
keselamatan ibu dan bayi tidak tergantung pada pihak yang menangani persalinan
seperti kutipan pernyataan partisipan di bawah ini.
80
“Iya pernah dulu. Saya dulu dipanggil oleh bidan pada saat posyandu di
rumahnya lian. Bidannya bilang ibu kalau ada yang melahirkan jangan
melahirkan di sini (kampung) harus melahirkan di puskesmas. Coba ibu pikir
kalau melahirkan disini meninggal ibu bisa masuk penjara. Saya bilang kalau
melahirkan di puskesmas kalau meninggal juga ibu juga bisa masuk penjara.
Hidup dan mati ada ditangan Tuhan. Bagaimana kalau ibu hamil datang
kepalanya sudah keluar apa saya harus antar ke puskesmas juga?”
(wawancara mendalam T6 DTM1)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemitraan antara bidan dan dukun tidak
sepenuhnya berjalan dengan baik karena sejumlah hambatan. Berdasarkan deksripsi
data di atas, hambatan internal diperoleh dari pengakuan dukun yang tidak bermitra
yaitu bahwa mereka tidak mau bermitra, karena kuatnya persepsi bahwa “hidup ada
di tangan Tuhan”. Dengan demikian keselamatan ibu dan bayi tidak tergantung pada
pihak yang menangani persalinan. Dukun tidak bermitra yang lain mengatakan
bahwa ia tidak mau bermitra karena tidak mendapatkan keuntungan finansial.
Bahkan ada semacam mosi tidak percaya kepada para bidan yang pernah
menjanjikan tip kepadanya ketika menolong persalinan. Di samping itu, dukun yang
tidak bermitra juga memberi kesaksian bahwa cara pertolongan persalinan dari para
bidan kadang terlalu kasar seperti menarik kepala bayi. Sementara itu dukun yang
tidak bermitra yang lain juga mengatakan bahwa ia tidak bermitra dengan bidan
karena ia tidak dikenal oleh para bidan dan kemitraan dianggap terlalu merepotkan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Afrisal dkk
(2013) mengenai kemitraan antara bidan dan dukun di wilayah kerja Puskesmas
Aska Kabupaten Sinjai memperlihatkan data bahwa ada banyak dukun yang tidak
mau bermitra dengan alasan kurang memiliki motivasi atau karena kepercayaan
bidan terhadap dukun terlatih atau sebaliknya yang masih kurang. Oleh karena itu,
para dukun yang tidak mau bermitra tersebut perlu diberikan pengetahuan yang lebih
81
luas lagi tentang pentingnya kemitraan bidan dan dukun terlatih dan juga diberikan
pelatihan yang cukup khususnya dukun. Temuan ini juga sejalan dengan hasil
penelitian Sudirman dan Sakung (2006) di Kecamatan Palopo menunjukkan bahwa
dukun tidak bermitra dengan bidan karena masih meragukan kemampuan bidan oleh
karena masih berusia muda, dan kurang berpengalaman. Temuan ini sejalan dengan
penelitian Anggorodi (2009) menunjukkan bahwa alasan dukun tidak bermitra
dengan bidan karena beranggapan
bahwa kerjasama ini tidak bersifat mutlak,
tergantung kebutuhan artinya apabila dukun masih sanggup untuk menagani kasus
persalinan maka akan ditangani sendiri tanpa meminta bantuan pada tenaga
kesehatan.
Kedua, hambatan eksternal. Hambatan eksternal dalam kemitraan berasal dari
faktor-faktor eksternal seperti transportasi dan masalah finansial. Berdasarkan
wawancara dengan para dukun, sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa
hambatan yang paling besar bagi mereka dalam bermitra dengan bidan adalah soal
transportasi dan anggapan ibu hamil yang mengatakan persalinan yang ditangani
oleh tenaga kesehatan yang profesional membutuhkan biaya yang tingg. Berikut
pernyataan mereka:
“Kesulitannya jika ada ibu yang bersalin malam hari karena tidak ada alat
transportasi ke tempat bidan.Jadi selama ini jika ada yang bersalin malam
hari saya yang tolong dan besoknya saya suru suaminya untuk melapor ke
pustu bahwa isterinya sudah lahiran sehingga bidan tahu. Dulu juga pernah
saya antar ibu bersalin ke rumah bidan sampai di sana ternyata bidannya
pulang kampung akhirnya kami balik lagi dan ibu yang saya antar itu
melahirkan di jalan pulang dan saya yang menolong. Untungnya tidak ada
kesulitan.”
(wawancara mendalam T6 D1)
“Hambatannya berasal dari ibu hamil itu sendiri. Pernah ada kasus isterinya
bapa Idan, waktu itu karena ada penyulit saya dengan bidan merujuk ibu ini ke
82
puskesmas. Sampai di puskesmas, dokter menyarankan agar dia dirujuk ke
rumah sakit akan tetapi suaminya tidak bersedia karena tidak punya biaya dan
dia memaksa untuk pulang ke rumah. Setelah pulang ke rumah, ada satu dukun
yang memasukan tangannya ke dalam vagina si ibu dan pada saat saya
melihat vagina ibu ini sudah bengkak. Lalu saya memanggil bidan dan akirnya
kami merujuk lagi si ibu ke puskesmas. Sampai di puskesmas anaknya lahir
tetapi mati”
(wawancara mendalam T6 D2)
“Hambatannya jalannya rusak makanya saya tidak pernah antar ibu hamil
untuk melahirkan di pustu. Kalau yang ke Borong juga tunggu inisiatif dari ibu
hamilnya sendiri”
(wawancara medalam T6 D3)
“Paling yang sulit selama ini cari bemo. Kalau yang lain tidak ada masalah.
Kadang kita lagi tunggu bemo ibunya sudah lahir. Terpaksa saya tolong”.
(wawancara mendalam T6 D4)
“ Susah transportasi nona. Lama tunggu bemo apalagi kalau malam. Waktu
itu pernah ada yang melahirkan di jalan itu tadi karena terlalu lama tunggu
bemo akhirnya saya dengan sopir yang menolong. Pernah juga yang
melahirkan tepat di depan pintu puskesmas. Kami baru mau turun dari bemo
eh bayinya lahir akhirnya saya tolong disitu saja. Setelah semuanya sudah
lahir kami langsung pulang dan tidak sempat lagi masuk ke puskesmas”.
(wawancara mendalam T6 D5)
Sedangkan para bidan mengatakan bahwa hambatan mereka dalam membagun
kemitraan dengan para dukun adalah alasan transportasi. Berikut kutipan wawancara
dengan ibu bidan:
“Adakalanya dukun melarang ibu hamil dan keluarga untuk panggil petugas.
Ende Son yang di Paka itu nona kalau kami tanya dia jawab ibu jalan rusak,
ibu tidak ada mobil tetapi sekarang sudah berkurang.”
(wawancara mendalam T6 B1)
“Hambatan paling itu tadi dari partus di fasilitas kesehatan ada satu posyandu
yang masih jarang karena hambatan transportasi dan mereka bilang kami
tidak ada keluarga di atas masa kami harus bawa beras lagi untuk masak
kalau tidur diatas, bawa termos lagi.”
(wawancara mendalam T6 B2)
83
Hambatan lain juga datang dari ibu hamil itu sendiri, dimana masih ada ibu
hamil yang tidak mau bersalin di fasilitas kesehatan karena mengganggap persalinan
di fasilitas kesehatan menguras biaya yang banyak. Berikut kutipan wawancaranya:
“ Aduh nona kalau bersalin di bawah (puskesmas) banyak sibuknya. Butuh
banyak uang. Uang bemo untuk ke puskesmas belum untuk beli makan selama di
puskesmas. Banyak sekali yang dipikirkan kalau bersalin di puskesmas. Kalau di sini
kan enak tinggal panggil dukun saja untuk bantu. Tidak bayar lagi”.
(wawancara mendalam T6 N1)
Bertolak dari wawancara di atas, untuk konteks kemitraan di Kecamatan
Borong hambatan umumnya berasal dari faktor-faktor eksternal seperti transportasi
yang mempersulit rujukan ibu hamil, anggapan keluarga ibu hamil yang mengatakan
bahwa persalinan dengan menggunakan fasilitas kesehatan seringkali menguras
biaya yang mahal dan juga merepotkan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukakn oleh Christiana
dkk (2009) mengenai tingginya preferensi masyarkat Jawa Barat terhadap pelayanan
para dukun terjadi karena beberapa alasan seperti alasan ekonomi dan pragmatis dan
juga kuatnya anggapan di kalangan masyarakat bahwa persalinan yang ditangani
secara profesional oleh tenaga kesehatan hanya para ibu yang mengalami komplikasi
persalinan. Penelitian ini juga memberikan bukti bahwa, alasan ekonomi dan akses
kepada pelayanan kesehatan yang profesional juga sering membuat para ibu hamil
lebih memilih dukun dalam menangani persalinan.
Hasil penelitian More (2011), tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan di
Nigeria, menunjukkan bahwa jarak dan ekonomi keluarga merupakan faktor yang
sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan. Penelitian lain yang
84
dilakukan oleh Tobroni (2011) mengenai kemitraan dukun bayi dan bidan di
Kabupaten Bojonegoro menunjukkan bahwa hambatan yang ditemukan dalam
kemitraan adalah jarak fasilitas terlalu jauh dan tidak ada transportasi, pengambilan
keputusan yang sangat tergantung pada orang tua dan suami. Hasil penelitian
Adriana Nara (2014) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
akses pelayanan kesehatan dengan pemanfaatan fasilitas persalinan yang memadai
dimana akses yang sulit karena keterbatasan sarana transportasi menjadi kendala
dalam memanfaatkan fasilitas persalinan yang memadai.
Kemitraan dukun dan bidan akan berjalan lancar apabila didukung oleh
ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kemitraan seperti fasilitas kesehatan,
transportasi dan biaya. Selain itu juga ditunjang oleh persepsi dan pengetahuan yang
baik mengenai kemitraan dari pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Persepsi yang
positif dan pengetahuan yang baik mengenai kemitraan akan memotivasi dukun
untuk bermitra dengan bidan. Oleh karena itu, perlu diberikan pengarahan atau
sosialisasi serta penyamaan persepsi sebelum membangun kemitraan.
Faktor lain juga dapat disebabkan oleh karena tingkat pendidikan dan sosial
ekonomi masyarakat di lokasi penelitian masih rendah. Hal ini tentu berdampak pada
rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya persalinan di
fasilitas kesehatan serta himpitan ekonomi yang menjadi hambatan terbesar
masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas persalinan yang memadai. Selain hal di
atas, peran suami sebagai pengambil keputusan juga berpengaruh terhadap
pemanfaatan fasilitas persalinan oleh ibu hamil.
85
4.4. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini masih bersifat subyektifitas peneliti, dimana penelitian ini
sangat tergantung pada interpretasi peneliti dan makna yang tersirat dalam
melakukan wawancara mendalam sehingga kecenderungan untuk bias tetap ada.
Proses triangulasi dilakukan peneliti untuk mengurangi bias. Peneliti menggunakan
triangulasi sumber data yang dilakukan dengan cara cross check data dengan fakta
dari partisipan yang berbeda.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan di bawah ini.
5.1.1 Gambaran Kemitraan Dukun dan Bidan di Kecamatan Borong
Kemitraan dukun dan bidan di Kecamatan Borong belum berjalan dengan
baik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek di bawah ini.
1. Sumber Daya Kemitraan
a. Tidak ada alokasi dana khusus untuk membiayai pelaksanaan kemitraan dukun
dan bidan.
b. Sarana dan prasarana penunjang kemitraan belum cukup memadai.
2. Karakteristik Partner
a. Dukun dan bidan memiliki keahlian dan keterampilan masing-masing yang
mendukung pelaksanaan kemitraan.
b. Dukun dan bidan memiliki motivasi dalam bermitra dimana dukun bermitra
karena yakin dengan kredibilitas para bidan dalam menangani persalinan,
sedangkan bidan bermitra karena masyarakat menaruh kepercayaan yang tinggi
terhadap dukun dan dukun sangat dekat dengan masyarakat.
86
87
3. Relasi Antar Partner
Relasi antara dukun dan bidan di Kecamatan Borong terjalin dengan baik dan tidak
pernah terjadi konflik yang menyebabkan ada pihak yang merasa tidak dihargai
keberadaannya.
4. Karakteristik Kemitraan
a. Pembagian peran dalam kemitraan sudah jelas, dimana dukun berperan dalam
aspek non medis seperti memijat, memberi minum dan mendampingi ibu
selama proses persalinan, sedangkan bidan berperan dalam aspek medis yaitu
menolong persalinan dan tindakan medis lainnya.
b. Tidak ada pertemuan rutin antara dukun dengan bidan baik di tingkat desa
maupun puskesmas. Pertemuan hanya dilakukan sekali dalam satu tahun di
tingkat puskesmas dan tidak semua dukun diundang dalam pertemuan tersebut
karena keterbatasan dana.
c. Pengambilan keputusan dalam kemitraan dukun dan bidan di Kecamatan
Borong dilakukan sepenuhnya oleh bidan dan tidak melibatkan dukun.
d. Koordinasi yang dilakukan dalam kemitraan selama ini hanya bersifat
momental bahkan insidental untuk setiap ibu hamil.
e. Dukun dan bidan yang bermitra berkomitmen penuh untuk mengutamakan
kepentingan ibu hamil.
f. Program kemitraan dukun dan bidan di Kecamatan Borong tidak memiliki
struktur organisasi yang jelas baik pada tingkat puskesmas maupun tingkat
desa. Selama ini kemitraan tersebut berjalan apa adanya.
88
5. Dukungan Lingkungan Eksternal
Kemitraan dukun dan bidan di Kecamatan Borong mendapatkan banyak dukungan
baik dari dari keluarga dukun, tokoh agama maupun tokoh masyarakat. Semua
pihak mengharapkan agar kegiatan kemitraan ini semakin ditingkatkan pada harihari yang akan datang.
5.1.2 Makna Kemitraan
Kemitraan ini tidak memberikan manfaat dan keuntungan bagi para dukun.
Dukun bermitra karena terdorong untuk membantu sesama. Sedangkan bagi bidan,
kemitraan ini memberikan manfaat yang besar dimana dengan adanya kerjasama ini
dapat meningkatkan cakupan persalinan di fasilitas kesehatan. Kemitraan ini juga
memberikan manfaat pada kelompok sasaran yaitu ibu hamil.
5.1.3 Hambatan dalam Pelaksanaan Kemitraan
1. Hambatan transportasi untuk mengakses pelayanan kesehatan.
2. Kurangnya sosialisasi mengenai program kemitraan ini kepada dukun.
3. Masih ada dukun yang tidak ingin bermitra dengan bidan dalam pertolongan
persalinan karena alasan tidak mendapatkan keuntungan finansial bahkan
mosi tidak percaya kepada bidan yang pernah menjanjikan tip ketika
menolong persalinan, memiliki persepsi bahwa hidup ada di tangan Tuhan,
cara pertolongan persalinan oleh bidan bertentangan dengan cara persalinan
oleh dukun, dimana pertolongan persalinan oleh bidan terlalu kasar seperti
menarik kepala bayi.
89
4. Masih ada ibu hamil yang tidak ingin bersalin di fasilitas kesehatan dengan
alasan persalinan di fasilitas kesehatan menguras biaya yang banyak dan
merepotkan.
5. Tidak ada dana untuk membiayai pelaksanaan program kemitraan ini.
6. Hambatan budaya dimana masyarakat mempunyai keyakinan secara turun
temurun bahwa hidup ada di tangan Tuhan.
5.2 Saran
5.2.1
Bagi Bidan
Perlu menjaga keharmonisan hubungan dengan dukun dengan cara melakukan
kunjungan rumah, melakukan pendekatan pada dukun yang tidak mau bermitra
dengan cara mengangkat mereka menjadi kader posyandu serta memberikan
penyuluhan kepada masyarakat mengenai persalinan di fasilitas kesehatan.
5.2.2
Bagi Dukun
Dukun perlu meningkatkan kerjasama dengan selalu merujuk persalinan ke
fasilitas kesehatan dan bagi dukun yang belum bermitra agar segera bermitra dengan
bidan sehingga dapat membantu menurunkan angka kesakitan dan kematian pada ibu
dan bayi.
5.2.2 Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan
1. Perlu mengadakan pelatihan bagi dukun untuk dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan yang dapat menunjang pelaksanaan kemitraan.
90
2. Perlu
meningkatkan
frekuensi
pertemuan
dukun
dan
bidan
untuk
menyamakan persepsi dan mengevaluasi kemitraan yang telah terjalin.
Pertemuan ini diharapkan melibatkan semua dukun dan bidan.
3. Mengalokasikan dana sebagai sumber pembiayaan bagi program kemitraan
dukun dan bidan, dimana dana ini dapat digunakan untuk pelatihan bagi bidan
dan dukun, pertemuan-pertemuan koordinasi,
insentif untuk
dukun,
penyediaan sarana dan prasarana pendukung kemitraan serta biaya transport
bagi dukun setiap kali merujuk ibu hamil.
4. Menyediakan transportasi untuk merujuk ibu hamil ke fasilitas kesehatan.
5. Perlu memberikan penyuluhan kepada masyarakat khususnya ibu hamil
tentang persalinan di fasilitas kesehatan.
6. Pemberian reward bagi para dukun agar selalu termotivasi untuk merujuk ibu
hamil ke fasilitas kesehatan sehingga proporsi pertolongan persalinan di
fasilitas kesehatan meningkat.
5.2.3 Bagi Masyarakat
Masyarakat sebaiknya menyadari dan memahami bahwa persalinan di fasilitas
kesehatan jauh lebih aman daripada persalinan di rumah. Sehingga diharapkan semua
ibu hamil untuk bersalin di fasilitas kesehatan. Dengan demikian derajat kesehatan
ibu dan anak semakin membaik.
5.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya sebaiknya meneliti kemitraan dukun dan bidan sejak
kehamilan sampai masa nifas dengan mix method sehingga dapat digeneralisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Afrisal, S. & Yasir H. 2013. Hubungan Kemitraan Bidan dan Dukun Terlatih dengan
Peningkatan Cakupan Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Aska Kab.
Sinjai. Jurnal Kesehatan 3(02) ISSN : 2302-1721.
Anggorodi, R. 2009. Dukun Bayi Dalam Persalinan Oleh Masyarakat Indonesia.
Makara Kesehatan 13(1): 9-14
Badan Pusat Statistik dan Kementerian Kesehatan RI. 2012. Survei Demografi
Kesehatan Indonesia. Jakarta.
Badan Pusat Statistik Manggarai Timur. 2014. Manggarai Timur Dalam Angka.
Borong.
Bungin, B. 2011. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Budiyono, Suparwati, A., Syamsulhuda, Nikita, Adrian. 2011. Kemitraan Bidan dan
Dukun dalam Mendukung Penurunan Angka Kematian Ibu di Puskesmas
Mranggen I Kabupaten Demak. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia 11(1).
Christiana, L., Cynthia L, Michael J & Peter H. 2009. Why do some women still
prefer traditional birth attendants and home delivery?: a qualitative study on
delivery care services in West Java Province, Indonesia. BMC Pregnancy and
Childbirth 10(43): 1471-2393.
Dedik, S., Nurmalasari & Rechy. 2005. Kemitraan Bidan dan Dukun Bayi di
Kabupaten Trenggalek. University Network for Governance Innovation.
Yogyakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Kemitraan Bidan dengan Dukun (1st ed.).
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Desa Gurung Liwut. 2014. Administrasi Desa Gurung Liwut. Paka.
De Waal, A., Kennedy, S.,Robert, G. 2013. Key Determinants of Effective
Partnerships: The Case of Partnerships between lead Firms and Farmers in
Pineapple value chains in Uganda and Kenya. Maastricht School of
Management.
91
92
Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur. 2013. Profil Kesehatan Manggarai
Timur. Borong.
Dinas Kesehatan Provinsi NTT. 2011. Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Kupang.
Eisler Riane & Alfonso Montouri. 2001. The Partnership Organization: A System
Approach. 33 (2). Calofornia.
Husen. 2011. Pelaksanaan Kemitraan Bidan dan Dukun di Puskesmas Onembute
Kabupaten Konawe Sulawesi
Tenggara. Onembute: UPTD Puskesmas
Onembute.
Ikatan Bidan Indonesia. 2006. Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta: PP IBI
Kelurahan Satar peot. 2012. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan
Satar Peot. Peot
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Lima Strategi Operasional Turunkan Angka
Kematian Ibu. Jakarta.
Kementerian Dalam Negeri RI. 2014. Panduan Penerapan Praktik Cerdas Kemitraan
Bidan, Dukun Bayi dan Kader Posyandu. Jakarta: Tim BASICS.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Indonesia. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Lasker, d., Elisa, S., & Rebecca, M. 2001. Partnership Synergy: A Practical
Framework for Studying and Strengthening the Collaborative Advantage. New
York Academi of Medicine. The Milbank Quarterly: 79(02).
Metti, D & Rosmadewi. 2012. Hubungan Kemitraan Bidan dan Dukun dengan
Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Sari
Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai 5(1 ).
More, B. 2011. Utilization of Health Care Services by Pregnant Mothers during
Delivery: A Community Based Study in Nigeria. East Africa Journal of Public
Health.
Myles. 2011. Buku Ajar Bidan. In D. Fraser & M. Cooper (Eds.), Kebidanan
(Revisi.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
93
Nara, A. 2014. Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap, Akses Pelayanan Kesehatan,
Jumlah Sumber Informasi dan Dukungan Keluarga dengan Pemanfaatan
Fasilitas Persalinan yang Memadai oleh Ibu Hamil di Wilayah Puskesmas
Kawangu Sumba Timur (Tesis). Denpasar: Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Udayana.
Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi (Revisi 201.). Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Ilmu perilaku (Revisi.). Jakarta:
Rineka Cipta.
Rukmini & Ristrini. 2006. Persepsi Dukun Bayi Terhadap Kemitraan Dengan Bidan
dalam Pertolongan Persalinan Di Pedesaan (Studi di Provinsi Jawa Timur dan
Kalimantan Selatan). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 10(2).
Salham, M., Pagen, I., Baan, F., & Mansyur, A. 2008. Kemitraan Bidan dan Dukun
Bayi sebagai Upaya Alih Peran Pertolongan Persalinan di Sulawesi Tengah.
Shiveley, J. 2010. The Five C’s of Partnship Work. Miami University.
Sudirman & Sakung, J. 2006. Kemitraan Bidan dengan Dukun Bayi dalam Menolong
Persalinan Bagi Ibu-Ibu yang Melahirkan Di Pedesaan Kecamatan Palolo
Kabupaten Donggala (Tesis). Palu: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah.
Titaley, C., Cynthia, L.,Michael D & Peter Heywood. 2009. Why Do Some Women
Still Prefer Traditional Birth Attendants And Home Delivery?: A Qualitative
Study On Delivery Care Services In West Java Province, Indonesia. BMC
Pregnancy and Childbirth, 10(43).
Tobroni, F. 2011. Kemitraan Dukun Bayi dan Bidan di Bojonegoro. University
Network for Governance Innovation. Yogyakarta.
UNICEF. 2008. Maternal and Newborn Health In Nigeria: Developing Strategies To
Accelerate Progres. Jurnal From http://www.unicef.org.
World Health Organization. 2005. The World Report 2005: Make Every Mother and
Child Count. Geneva.
Yusriani & Octaviani A. 2014. Partnership Between Midwives And Traditional Birth
Attendants (Tbas) In The Work Health District Minasate'ne Pangkep.
94
International Conference on Emerging Trends In Academic Research.
November
LEMBAR PENJELASAN
Selamat pagi/siang/malam, saya adalah mahasiswa Magister Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Udayana Bali. Saya bermaksud untuk melaksanakan
penelitian terkait kemitraan atau kerjasama dukun dengan bidan dalam pertolongan
persalinan. Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui .proses membangun kemitraan dukun dengan bidan dalam
pertolongan persalinan.
2. Mengetahui hambatan dalam pelaksanaan kemitraan dukun dengan bidan dalam
pertolongan persalinan.
Saudara terpilih sebagai orang yang akan diwawancarai dalam kegiatan ini. Oleh
karena itu, saya mohon keikutsertaan saudara dalam kegiatan ini. Keikutsertaan
dalam kegiatan ini bersifat sukarela, dijamin kerahasiaannya dan saudara berhak
untuk keluar atau mundur kapan pun bila menginginkannya. Saya akan menghormati
keputusan tersebut.
Jika Saudara bersedia untuk ikutserta dalam kegiatan ini, maka saya akan melakukan
wawancara mendalam tentang kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan
persalinan. Wawancara kurang-lebih satu jam. Nama dan alamat Saudara tidak akan
dicatat pada transkrip hasil wawancara. Saudara berhak untuk tidak menjawab pada
pertanyaan manapun.
Jika Saudara bersedia, maka Saudara/pewawancara akan menandatangani formulir
persetujuan yang telah disiapkan. Jika ada masalah terkait ketidaknyamanan selama
proses pelaksanaan kegiatan, Saudara dapat menghubungi saya di No HP
082328433476.
Apakah Saudara bersedia untuk ikut serta sebagai responden dalam kegiatan ini?
1. Ya  Minta responden untuk membaca pernyataan ikut serta dalam kegiatan dan
pewawancara menandatangai formulir tersebut.
2. Tidak  Catat pada formulir harian dan lanjut ke responden berikutnya
Jelaskan alasannya:
____________________________________________________________
____________________________________________________________
____________________________________________________________
____________________________________________________________
____________________________________________________________
LEMBAR/FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
Formulir persetujuan ini telah dibacakan untuk saya dan saya telah diberi kesempatan untuk
bertanya tentang kegiatan ini dan semua pertanyaan yang saya ajukan telah dijawab dengan
memuaskan. Saya dengan suka rela menyetujui untuk berpartisipasi pada kegiatan ini dan
memahami bahwa saya mempunyai hak untuk menarik diri dari kegiatan ini. Saya akan diberi
salinan dari formulir persetujuan yang telah ditandatangani untuk saya simpan sebagai bukti
keikutsertaan.
Tanda Tangan
Responden/Pewawancara
Tanda Tangan
TANGGAL/BULAN/
Responden/
TAHUN
Pewawancara
KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM PERTOLONGAN
PERSALINAN DI KECAMATAN BORONG TAHUN 2015
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM DENGAN BIDAN DESA
1. Nama Pewawancara
:
2. Tanggal Wawancara Mendalam
:
3. Nama Partisipan
:
4. Alamat Partisipan
:
5. Telepon Partisipan
:
A. Pendahuluan
1. Memperkenalkan diri. Saya Fransiska Nova Nanur, mahasiswa Program
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana dan saat ini
sedang melakukan penelitian.
2. Menyampaikan maksud dan tujuan diskusi. Tujuan saya mewawancara ibu di
sini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kerja sama dengan dukun
dalam pertolongan persalinan.
3. Menjelaskan tentang kerahasiaan partisipan. Nama dan informasi yang ibu
berikan pada kami hari ini sangat kami jaga kerahasiaannya dan kami
gunakan hanya untuk kepentingan pendidikan. Mohon kiranya dapat
memberikan informasi yang terbuka dan tidak ada hal yang ditutupi.
4. Mempersiapkan alat perekam. Minta ijin mempersiapkan alat perekam yang
dibantu oleh pendamping peneliti.
5. Setelah tercipta suasana kondusif maka wawancara mendalam bisa dimulai.
B. Pertanyaan yang diajukan
SUMBER DAYA
1. Dalam pelaksanaan kemitraan selama ini apakah ada dana yang menunjang
kegiatan kemitraan? Darimana sumber dana tersebut? Apakah dana yang
tersedia sudah mencukupi untuk mendukung seluruh proses kemitraan?
2. Sarana dan prasarana apa saja yang anda butuhkan untuk menunjang
pelaksanaan kemitraan? Apakah sarana dan prasarana tersebut telah tersedia
selama ini?
3. Apakah program kemitraan ini telah mendapatkan dukungan dari
masyarakat atau pemerintah? Bila iya bagaimana bentuk dukungannya? Bila
tidak, bentuk dukungan seperti apa yang anda harapkan untuk menunjang
pelaksanaan kemitraan ini?
KARAKTERISTIK PARTNER
1. Menurut anda keterampilan apa yang dukun miliki yang menunjang
pelaksanaan kemitraan? Bagaimana Anda melihat hal tersebut dalam
pengalaman kemitraan Anda selama ini?
2. Apa yang mendorong anda untuk bermitra dengan dukun?
3. Bagaimana persepsi anda terhadap kemitraan yang anda bangun? Apakah
anda mendapatkan manfaat dari kemitraan ini? Apakah mendapatkan
keuntungan? Apakah mengalami kerugian?
4. Apa saja harapan yang ingin anda capai dalam kemitraan ini?
RELASI ANTARA PARTNER
1. Sejauh ini, bagaimana relasi anda dengan para dukun yang bermitra dengan
anda?
2. Apakah selama ini pernah terjadi konflik atau masalah antara anda dengan
dukun? Bila iya masalah apa yang pernah terjadi? Apa penyebab masalah
tersebut? Bagaimana cara penyelesaian masalah tersebut?
3. Apakah anda percaya akan kemampuan dukun untuk bertanggungjawab
dengan tugasnya dalam pelaksanaan kemitraan? Bila iya apa alasannya?
Bila tidak mengapa?
4. Apakah anda sungguh menghargai dukun sebagai patner anda dalam
bermitra? Bagaimana bentuk penghargaan anda terhadap dukun? Apakah
penghargaan tersebut sama untuk semua dukun yang bermitra dengan anda?
Bila iya apa alasannya? Bila tidak, apa alasanya?
KARAKTERISTIK KEMITRAAN
Pembagian Peran
1. Apa tugas atau peran dari ibu dalam kemitraan ini? Jelaskan!
2. Apakah peran yang dijalankan sesuai dengan kemampuan ibu? Adakah
dokumen tertulis mengenai pembagian peran ini?
3. Apakah Anda merasa bahwa pembagian peran tersebut sungguh mendukung
proses kemtiraan ini?
Komunikasi
1. Apakah ada pertemuan yang rutin antara anggota mitra? Kalau ya, apakah
pertemuan tersebut dibuat beradasarkan jadwal yang teratur? Apa yang Anda
bicarakan dalam pertemuan tersebut?
2. Menurut Anda, apakah pertemuan atau komunikasi yang Anda bangun selama
ini sudah cukup mendukung kemitraan ini? Kalau ya, jelaskan jabawan Anda,
kalau tidak, jelaskan jawaban Anda.
3. Sebagai sebuah bentuk organisasi, apa harapan Anda terhadap bentuk
komunikasi yang demi kepentingan kemitraan ini ke arah yang lebih baik?
Pengambilan Keputusan
1. Dalam kemitraan ini, apakah sudah ada pembagian yang jelas antara dukun dan
bidan (Anda) dalam hal mengambil keputusan tertentu, demi sebuah
penanganan kasus persalinan yang tepat? Kalau ada, apakah ada dokumen
tertulis?
2. Menurut Anda, apakah pembagian hak untuk mengambil keputusan yang telah
dibuat, sudah cukup memadai untuk kepentingan kemitraan ini? Kalau ya,
jelaskan! Kalau belum, kira-kira hal apa yang perlu diperbaiki?
Koordinasi
1. Bagaimana bentuk fungsi koordinasi yang sudah dijalani selama ini?Siapa yang
melakukan koordinasi?
2. Apakah fungsi koordinasi yang ada sudah berjalan dengan cukup baik dalam
mendukung kemitraan ini? Kalau ya, terangkan jawaban Anda; kalau belum,
hal apa yang perlu diperbaiki.
Komitmen
Apakah anda yakin bahwa kemitraan ini berkomitmen sungguh untuk
mengutamakan kepentingan pasien? Jika iya jelaskan jawaban anda! Jika
belum hal-hal apa yang perlu diperbaiki?
Kepemimpinan
1. Dalam kemitraan yang Anda bangun ini, apakah sudah ada struktur organisasi
yang jelas (pemimpin-wakil-bendahara-pengrus)? Kalau ada, apakah
ada
dalam bentuk dokumen tertulis?
2. Bagaimana Anda melihat fungsi kepemimpinan dalam kemitraan ini selama
ini? Apakah yang menjadi tugas pemimpin? Apakah fungsi kepemimpinan
tersebut sudah berjalan dengan baik untuk mendukung seluruh proses
kemitraan ini? Kalau ya, terangkan jawaban Anda; kalau belum, hal apa yang
perlu diperbaiki dari fungsi kepemimpinan dalam kemitraan ini?
LINGKUNGAN EKSTERNAL
1. Apakah Anda yang pertamakali berinisiatif dalam membangun kemitraan ini?
Kalau ya, apakah Anda mengalami kesulitan ketika mengajak para dukun untuk
bekerja sama? Jelaskan jawaban Anda.
2. Apakah masyarakat sungguh mendukung proses kemtiraan ini? kalau ya,
dukungan seperti apa? Kalau tidak, mengapa?
HAMBATAN PELAKSANAAN KEMITRAAN
1. Apa saja hambatan dalam pelaksanaan kemitraan selama ini? Jelaskan!
2. Apa upaya yang telah anda lakukan untuk mengurangi atau mengatasi
hambatan tersebut? Jelaskan!
3. Kemitraan seperti apa yang anda idealkan?
4. Apa saja harapan anda untuk membangun kemitraan yang sinergis di masa
depan?
KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM PERTOLONGAN
PERSALINAN DI KECAMATAN BORONG TAHUN 2015
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM DENGAN DUKUN BERMITRA
1. Nama Pewawancara
:
2. Tanggal Wawancara Mendalam
:
3. Nama Partisipan
:
4. Alamat Partisipan
:
5. Telepon Partisipan
:
A. Pendahuluan
1. Memperkenalkan diri. Saya Fransiska Nova Nanur, mahasiswa Program
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana dan saat ini
sedang melakukan penelitian.
2. Menyampaikan maksud dan tujuan diskusi. Tujuan saya mewawancara ibu di
sini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kerja sama dengan dukun
dalam pertolongan persalinan.
3. Menjelaskan tentang kerahasiaan partisipan. Nama dan informasi yang ibu
berikan pada kami hari ini sangat kami jaga kerahasiaannya dan kami
gunakan hanya untuk kepentingan pendidikan. Mohon kiranya dapat
memberikan informasi yang terbuka dan tidak ada hal yang ditutupi.
4. Mempersiapkan alat perekam. Minta ijin mempersiapkan alat perekam yang
dibantu oleh pendamping peneliti.
5. Setelah tercipta suasana kondusif maka wawancara mendalam bisa dimulai.
B. Pertanyaan yang diajukan
KARAKTERISTIK PATNER
1. Menurut anda keterampilan apa yang bidan miliki yang menunjang
pelaksanaan kemitraan? Bagaimana Anda melihat hal tersebut dalam
pengalaman kemitraan Anda selama ini?
2. Apa yang mendorong anda untuk bermitra dengan bidan?
3. Bagaimana persepsi anda terhadap kemitraan yang anda bangun? Apakah
anda mendapatkan manfaat dari kemitraan ini? Apakah mendapatkan
keuntungan? Apakah mengalami kerugian?
4. Apa saja harapan yang ingin anda capai dalam kemitraan ini?
RELASI ANTARA PARTNER
1. Sejauh ini, bagaimana relasi anda dengan para bidan yang bermitra dengan
anda?
2. Apakah selama ini pernah terjadi konflik atau masalah antara anda dengan
bidan? Bila iya masalah apa yang pernah terjadi? Apa penyebab masalah
tersebut? Bagaimana cara penyelesaian masalah tersebut?
3. Apakah anda percaya akan kemampuan bidan untuk bertanggungjawab
dengan tugasnya dalam pelaksanaan kemitraan? Bila iya apa alasannya?
Bila tidak mengapa?
4. Apakah anda sungguh menghargai dukun sebagai patner anda dalam
bermitra? Bagaimana bentuk penghargaan anda terhadap dukun? Apakah
penghargaan tersebut sama untuk semua dukun yang bermitra dengan anda?
Bila iya apa alasannya? Bila tidak, apa alasanya?
KARAKTERISTIK KEMITRAAN
Pembagian Peran
1. Apa tugas atau peran dari ibu dalam kemitraan ini? Jelaskan!
2. Apakah peran yang dijalankan sesuai dengan kemampuan ibu? Adakah
dokumen tertulis mengenai pembagian peran ini?
3. Apakah Anda merasa bahwa pembagian peran tersebut sungguh mendukung
proses kemtiraan ini?
Komunikasi
1. Apakah ada pertemuan yang rutin antara anggota mitra? Kalau ya, apakah
pertemuan tersebut dibuat beradasarkan jadwal yang teratur? Apa yang
Anda bicarakan dalam pertemuan tersebut?
2. Menurut Anda, apakah pertemuan atau komunikasi yang Anda bangun
selama ini sudah cukup mendukung kemitraan ini? Kalau ya, jelaskan
jabawan Anda, kalau tidak, jelaskan jawaban Anda.
3. Sebagai sebuah bentuk organisasi, apa harapan Anda terhadap bentuk
komunikasi yang demi kepentingan kemitraan ini ke arah yang lebih baik?
Pengambilan Keputusan
1. Dalam kemitraan ini, apakah sudah ada pembagian yang jelas antara dukun
dan bidan (Anda) dalam hal mengambil keputusan tertentu, demi sebuah
penanganan kasus persalinan yang tepat? Kalau ada, apakah ada dokumen
tertulis?
2. Menurut Anda, apakah pembagian hak untuk mengambil keputusan yang
telah dibuat, sudah cukup memadai untuk kepentingan kemitraan ini? Kalau
ya, jelaskan! Kalau belum, kira-kira hal apa yang perlu diperbaiki?
Koordinasi
1. Bagaimana bentuk fungsi koordinasi yang sudah dijalani selama ini?Siapa
yang melakukan koordinasi?
2. Apakah fungsi koordinasi yang ada sudah berjalan dengan cukup baik
dalam mendukung kemitraan ini? Kalau ya, terangkan jawaban Anda; kalau
belum, hal apa yang perlu diperbaiki.
Komitmen
Apakah anda yakin bahwa kemitraan ini berkomitmen sungguh untuk
mengutamakan kepentingan pasien? Jika iya jelaskan jawaban anda! Jika
belum hal-hal apa yang perlu diperbaiki?
LINGKUNGAN EKSTERNAL
1. Apakah keluarga Anda sungguh mendukung Anda untuk bermitra dengan para
bidan? Dukungan seperti apa yang diberikan keluarga?
2. Apakah masyarakat di tempat Anda, sungguh mendukung kemitraan Anda
dengan bidan? Jelaskan jawaban Anda
HAMBATAN PELAKSANAAN KEMITRAAN
5. Apa saja hambatan dalam pelaksanaan kemitraan selama ini? Jelaskan!
6. Apa upaya yang telah anda lakukan untuk mengurangi atau mengatasi
hambatan tersebut? Jelaskan!
7. Kemitraan seperti apa yang anda idealkan?
8. Apa saja harapan anda untuk membangun kemitraan yang sinergis di masa
depan?
KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM PERTOLONGAN
PERSALINAN DI KECAMATAN BORONG TAHUN 2015
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM DENGAN DUKUN TIDAK
BERMITRA
6. Nama Pewawancara
:
7. Tanggal Wawancara Mendalam
:
8. Nama Partisipan
:
9. Alamat Partisipan
:
10. Telepon Partisipan
:
A. Pendahuluan
1. Memperkenalkan diri. Saya Fransiska Nova Nanur, mahasiswa Program
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana dan saat ini
sedang melakukan penelitian.
2. Menyampaikan maksud dan tujuan diskusi. Tujuan saya mewawancara ibu di
sini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kerja sama dengan dukun
dalam pertolongan persalinan.
3. Menjelaskan tentang kerahasiaan partisipan. Nama dan informasi yang ibu
berikan pada kami hari ini sangat kami jaga kerahasiaannya dan kami
gunakan hanya untuk kepentingan pendidikan. Mohon kiranya dapat
memberikan informasi yang terbuka dan tidak ada hal yang ditutupi.
4. Mempersiapkan alat perekam. Minta ijin mempersiapkan alat perekam yang
dibantu oleh pendamping peneliti.
5. Setelah tercipta suasana kondusif maka wawancara mendalam bisa dimulai.
B. Pertanyaan yang diajukan
1. Apakah ibu pernah diajak bekerjasama oleh bidan? (kapan?)
2. Mengapa ibu memilih untuk tidak bekerjasama dengan bidan? (Apakah tidak
diajak atau ditawar?)
3. Apakah sebelumnya pernah diberikan sosialisasi atau informasi mengenai
kerjasama ini? (Kapan disosialisasikan? Siapa yang memberikan sosialisasi?)
4. Apabila suatu saat anda diajak bekerja sama, bagaimana tanggapan anda?
(Apakah bersedia? Apakah menolak?)
5. Bentuk kerjasama seperti apa yang anda inginkan?
KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM PERTOLONGAN
PERSALINAN DI KECAMATAN BORONG TAHUN 2015
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM DENGAN IBU NIFAS,
TOKOH AGAMA, TOKOH MASYARAKAT DAN PEMEGANG
PROGRAM KIA
1. Nama Pewawancara
:
2. Tanggal Wawancara Mendalam :
3. Nama Partisipan
:
4. Alamat Partisipan
:
5. Telepon Partisipan
:
A. Pendahuluan
1. Memperkenalkan diri. Saya Fransiska Nova Nanur, mahasiswa Program
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana dan saat ini
sedang melakukan penelitian.
2. Menyampaikan maksud dan tujuan diskusi. Tujuan saya mewawancara ibu di
sini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kerja sama dengan dukun
dalam pertolongan persalinan.
3. Menjelaskan tentang kerahasiaan partisipan. Nama dan informasi yang ibu
berikan pada kami hari ini sangat kami jaga kerahasiaannya dan kami
gunakan hanya untuk kepentingan pendidikan. Mohon kiranya dapat
memberikan informasi yang terbuka dan tidak ada hal yang ditutupi.
4. Mempersiapkan alat perekam. Minta ijin mempersiapkan alat perekam yang
dibantu oleh pendamping peneliti.
5. Setelah tercipta suasana kondusif maka wawancar mendalam bisa dimulai.
B. Pertanyaan yang diajukan
Ibu nifas yang persalinannya ditolong dukun
1. Mengapa ibu memilih dukun sebagai penolong persalinan?
2. Coba ceritakan pengalaman ibu saat ditolong dukun? (Apakah proses
persalinan berjalan lancar? Apakah mengalami kesulitan?)
3. Alat apa saja yang digunakan dukun saat menolong persalinan?
4. Bagaimana perasaan ibu saat persalinan? (Apakah ibu merasa aman dan
nyaman? Apakah ibu merasa puas?)
5. Bagaimanakah keadaan kesehatan ibu dan bayi ibu setelah persalinan?
(Apakah sehat? Apakah mengalami gangguan kesehatan?)
Ibu nifas yang persalinannya ditolong dukun dan bidan
1. Coba ceritakan pengalaman ibu saat persalinan! (Apakah proses persalinan
berjalan lancar? Apakah mengalami hambatan?)
2. Sepengetahuan ibu, bagaimana pembagian peran antara dukun dengan bidan
selama proses pertolongan persalinan? (Apa saja yang dilakukan bidan? Apa
saja yang dilakukan dukun?)
3. Bagaimanakan perasaan ibu saat persalinan? (Apakah ibu merasa aman dan
nyaman? Apakah ibu merasa puas?)
4. Bagaimanakah keadaan kesehatan ibu dan bayi ibu setelah persalinan?
(Apakah sehat? Apakah mengalami gangguan kesehatan?)
Tokoh Agama
1. Bagaimana pandangan bapak mengenai keberadaan dukun dan bidan saat ini?
2. Sejauh pengamatan bapak selama ini bagaimana pemanfaatan dukun dan
bidan oleh masyarakat? (Apakah jasa dukun lebih sering dimanfaatkan
daripada bidan oleh masyarakat? Mengapa?)
3. Apakah bapak pernah mendengar informasi mengenai kerjasama dukun
dengan bidan? (Informasi seperti apa yang bapak dengar mengenai topik ini?)
4. Bagaimana pendapat bapak tentang kerjasama ini? (Apakah setuju?
Alasannya? Apakah tidak setuju? Alasannya?)
5. Apakah bapak pernah terlibat atau diajak berdiskusi mengenai program ini?
6. Bagaimana bentuk dukungan bapak terhadap program ini?
Tokoh Masyarakat
1. Bagaimana pandangan bapak mengenai keberadaan dukun dan bidan saat ini?
2. Sejauh pengamatan bapak selama ini bagaimana pemanfaatan dukun dan
bidan oleh masyarakat? (Apakah jasa dukun lebih sering dimanfaatkan
daripada bidan oleh masyarakat? Mengapa?)
3. Apakah bapak pernah mendengar informasi mengenai kerjasama dukun
dengan bidan? (Informasi seperti apa yang bapak dengar mengenai topik ini?)
4. Bagaimana pendapat bapak tentang kerjasama ini? (Apakah setuju?
Alasannya? Apakah tidak setuju? Alasannya?)
5. Apakah bapak pernah dilibatkan atau diajak berdiskusi mengenai program
ini?
6. Bagaimana bentuk dukungan bapak terhadap program ini?
Pemegang Program KIA
1. Bagaimanakah gambaran program kemitraan dukun dengan bidan dalam
pertolongan persalinan di wilayah kerja ibu/bapak?
2. Bagaimana proses awal membangun kemitraan dukun dengan bidan dalam
pertolongan persalinan?
3. Apakah ada alokasi dana untuk program kemitraan ini? (Darimana sumber
dananya?
4. Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam program kemitraan ini?
5. Pihak mana saja yang terlibat dalam program kemitraan ini?
6. Sejauh mana program kemitraan ini telah berjalan?
7. Apa saja hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan program ini? Hal apa
saja yang telah dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut?
91
lxxxvii
Download