evaluasi penggunaan antihiperlipidemia pada pasien

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan salah satu masalah
kesehatan utama di negara maju maupun berkembang. Penyakit ini menjadi
penyebab nomor satu kematian di dunia setiap tahunnya. Terjadinya kematian dini
yang disebabkan oleh penyakit jantung berkisar sebesar 4% di negara
berpenghasilan tinggi, dan 42% terjadi di negara berpenghasilan rendah (Kemenkes
RI, 2014). Di Indonesia, penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki
peringkat pertama sebagai penyebab utama kematian. Proporsi kematian semakin
meningkat dengan bertambahnya umur dan meningkat nyata pada usia 35 tahun ke
atas Tim Surkesnas, 2001).
Sebagai faktor risiko, hiperlipidemia merupakan faktor risiko penyakit
kardiovaskular yang signifikan, dan merupakan risiko langsung yang terkait dengan
peningkatan kolesterol. Pengendalian kolesterol penting untuk dilakukan oleh
semua pasien yang diketahui menderita Coronary Artery Disease (CAD). Semua
pasien harus melakukan perubahan gaya hidup. Penurunan Low Density
Lipoprotein (LDL) - kolesterol untuk pencegahan primer dan intervensi sekunder
telah terbukti mengurangi kematian akibat CAD danstroke serta kebutuhan untuk
intervensi seperti Percutaneous Transluminal Coronary Angiography (PTCA) dan
Coronary Artery Bypass Graft (CABG). Suplemen vitamin E atau antioksidan lain
dapat mengurangi kemungkinan LDL - kolesterol dari oksidasi, namun data
1
2
uji klinis menunjukkan tidak ada manfaat yang berarti dengan konsumsi suplemen
(DiPiro et al., 2008).
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (2013), prevalensi kadar LDL kategori
tinggi (160-189 mg/dl) di Indonesia adalah 11,1%. Prevalensi di perkotaan lebih
tinggi dibandingkan di pedesaan yaitu 5,5%, sedangkan di pedesaan adalah 4,1%.
Prevalensi penduduk Indonesia yang memiliki kadar trigliserida kategori tinggi
(200-499 mg/dl) adalah 11,4%. Prevalensi di perkotaan sebesar 12,5%, dan di
pedesaan adalah 10,3% (Kemenkes, 2013).
Faktor risiko penyakit hiperlipidemia antara lain obesitas (indeks massa
tubuh [BMI]> 26 kg / m2), merokok, gaya hidup, dan glukosa darah > 4,4 mmol /
L. Insufisiensi ginjal tanpa proteinuria menyebabkan hipertrigliseridemia,
kolesterol total dan LDL sedikit lebih tinggi, dan tingkat HDL rendah (terutama
selama hemodialisis). Penggunaan diuretik dan β-blocker bisa meningkatkan
kolesterol (DiPiro et al., 2008).
Agen antihiperlipidemia meliputi resin asam empedu (cholestyramine,
colestipol dan colesevelam), niasin, HMG Co-A reduktase inhibitor (golongan
statin), asam fibrat (gemfibrozil), ezetimibe, suplemen minyak ikan (Wells et al.,
2009). Manfaat dari inhibitor koenzim 3-hidroksi-3- metilglutaril (HMG CoA)
reduktase ( statin ) telah dibuktikan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular,
dan secara intensif menurunkan low-density lipoprotein ( LDL ) kolesterol (Reiner
et al., 2011). Pasien dengan diagnosa penyakit jantung koroner (PJK) dan risiko
setara PJK memiliki risiko tinggi untuk mengalami kejadian kardiovaskular
berikutnya termasuk infark miokard ( MI ) , stroke , kematian. Antihiperlipidemia
3
golongan statin telah direkomendasikan sebagai pilihan pertama pengobatan pada
pasien ini untuk mengurangi kejadian penyakit kardiovaskular berikutnya (Smith et
al., 2011).
Dari beberapa penelitian, ditemukan adanya kasus penggunaan statin yang
tidak rasional. Pada tahun 2013, ditemukan kasus berupa efek samping penggunaan
statin. Efek samping berupa kelemahan (65 kasus) dan nyeri otot (64 kasus) adalah
kasus yang paling umum. Dalam 19 kasus, pasien dirujuk ke rehabilitasi, tetapi
laporan tidak mencakup deskripsi dari pengobatan (Mendes et al., 2014). Pada
tahun 2000, dilaporkan 871 kasus rhabdomyolysis dari penggunaan statin yang
mewakili 601 pasien. Jumlah penggunaan masing-masing statin dalam kasus yang
dilaporkan : simvastatin, 215 (35,8%); cerivastatin, 192 (31,9%); atorvastatin, 73
(12,2%); pravastatin, 71 (11,8%); lovastatin, 40 (6,7%); dan fluvastatin, 10 (1,7%).
Obat-obatan yang berinteraksi dengan statin yang ditemukan pada kasus yang
dilaporkan : mibefradil (99 kasus), fibrat (80 kasus), siklosporin (51 kasus),
antibiotik makrolida (n = 42), warfarin (n = 33), digoksin (n = 26), dan azole
antijamur (12 kasus). Statin ditetapkan sebagai penyebab utama dalam 72,0% kasus
dan kematian ditemukan dalam 38 kasus. Mayoritas laporan sebanyak 556 kasus
berasal dari profesional kesehatan (Omar et al., 2002). Oleh karena itu, penelitian
ini dilakukan untuk melihat rasionalitas penggunaan antihiperlipidemia pada pasien
jantung koroner di RS Soeradji Tirtonegoro.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pola penggunaan antihiperlipidemia pada penyakit jantung koroner
pada pasien jantung koroner di RS Soeradji Tirtonegoro?
4
2.
Bagaimana gambaran rasionalitas penggunaan antihiperlipidemia pada
penyakit jantung koroner pada pasien jantung koroner di RS Soeradji
Tirtonegoro?
C. Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui pola penggunaan antihiperlipidemia untuk penyakit jantung
koroner pada pasien rawat jalan di RS Soeradji Tirtonegoro.
2.
Mengetahui rasionalitas penggunaan antihiperlipidemia untuk penyakit
jantung koroner pada pasien rawat jalan di RS Soeradji Tirtonegoro.
D. Manfaat Penelitian
1.
Sebagai salah satu informasi terkait pola penggunaan antihiperlipidemia pada
pasien jantung koroner di RS Soeradji Tirtonegoro
2.
Sebagai bahan referensi terkait penggunaan antihiperlipidemia yang rasional
dan karakteristik pada penyakit jantung koroner.
3.
Sebagai salah satu acuan untuk penelitian selanjutnya.
E. Telaah Pustaka
1.
Pengertian Penyakit Jantung Koroner dan Hiperlipidemia
Penyakit Jantung Koroner adalah Penyakit jantung yang disebabkan oleh
penyempitan arteri koroner, mulai dari terjadinya aterosklerosis (kekakuan arteri)
maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak atau plak pada dinding arteri
koroner, baik disertai gejala klinis atau tanpa gejala klinis sekalipun (Kabo, 2008).
5
Pengertian lain secara sederhana tentang penyakit jantung koroner adalah terjadinya
ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan oksigen miokard. Ini dapat
terjadi akibat penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah/curah jantung
(Cardiac Output), dan peningkatan kebutuhan oksigen di miokard yang penyebab
terseringnya adalah aterosklerosis (Rokhaeni, 2001).
Hiperlipidemia sebagai faktor risiko jantung koroner adalah keadaan dimana
terdapat kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun
penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang paling utama
adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida
serta penurunan kadar HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya
mempunyai peran yang penting dan erat kaitannya satu dengan yang lain, sehingga
tidak mungkin dibicarakan sendiri-sendiri. Ketiga-tiganya sekaligus dikenal
sebagai Triad Lipid (Anwar, 2004).
2.
Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner dan Hiperlipidemia
Fungsi jantung sebagai sebuah pompa diindikasikan oleh kemampuannya
untuk memenuhi ketersediaan darah yang adekuat ke seluruh bagian tubuh, baik
dalam keadaan istirahat maupun saat stres fisiologis (Silbernagl dan Lang, 2007).
Patofisiologi penyakit jantung koroner adalah diawali dengan adanya timbunan
lemak atau kolesterol yang membentuk plak/atheroma dalam intima arteri koronaria
yang menyebabkan aterosklerosis, sehingga secara progresif mempersempit lumen
pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan
meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin
berlanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh darah yang
6
mengurangi
kemampuan
pembuluh
untuk
melebar.
Dengan
demikian
keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil
sehingga membahayakan miokardium. Ketidakseimbangan antara penyediaan dan
kebutuhan oksigen miokardium, melebihi batas perfusi koronaria yang dapat
menyebabkan iskemi (Price & Wilson, 2006).
Dari hati, kolesterol diangkut oleh lipoprotein yang disebut LDL (Low Density
Lipoprotein) untuk dibawa ke sel-sel tubuh yang memerlukan, termasuk ke sel otot
jantung, otak dan lain-lain agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kelebihan
kolesterol akan diangkut kembali oleh lipoprotein yang disebut HDL (High Density
Lipoprotein) untuk dibawa kembali ke hati yang selanjutnya akan diuraikan lalu
dibuang ke dalam kandung empedu sebagai asam (cairan) empedu. Maka apabila
terjadi penurunan HDL, pengangkutan kelebihan kolesterol dalam darah ke hati
untuk diuraikan menjadi menurun. LDL mengandung lebih banyak lemak daripada
HDL sehingga ia akan mengambang di dalam darah. Protein utama yang
membentuk LDL adalah Apo-B (apolipoprotein-B). LDL dianggap sebagai lemak
yang "jahat" karena dapat menyebabkan penempelan kolesterol di dinding
pembuluh darah. Sebaliknya, HDL disebut sebagai lemak yang "baik" karena dalam
operasinya, HDL membersihkan kelebihan kolesterol dari dinding pembuluh darah
dengan mengangkutnya kembali ke hati. Protein utama yang membentuk HDL
adalah Apo-A (apolipoprotein). HDL ini mempunyai kandungan lemak lebih
sedikit dan mempunyai kepadatan tinggi sehingga lebih berat (Cypess et al., 2008).
3.
Gejala Klinis Penyakit Jantung Koroner
Berikut ini gejala klinik penyakit jantung koroner menurut Soeharto, 2004 :
7
a.
Tidak ada gejala. Banyak dari penderita jantung koroner yang tidak merasakan
sesuatu yang buruk atau tanda-tanda suatu penyakit. Dalam bidang kedokteran,
kondisi ini disebut silent ischemia..
b.
Angina, atau sering disebut angina pectoris. Angina umumnya ditunjukkan
dengan sakit dada sementara pada waktu melakukan gerakan fisik atau latihan.
c.
Angina tidak stabil. Sakit dada yang tiba-tiba terasa pada saat istirahat atau
terjadi gerakan berat secara tiba-tiba.
d.
Serangan Jantung. Bila aliran darah ke pembuluh arteri koroner terhalang
sepenuhnya, maka terjadilah serangan jantung atau myocardiac infraction
(MI).
e.
Kematian mendadak. Penyebab kematian mendadak pada pasien jantung
koroner sering kali adalah irama jantung yang tidak teratur atau ventricular
tachycardia yang mengiringi serangan jantung mendadak.
4.
Pengertian Lipid Darah
Hiperlipidemia adalah adalah kondisi terjadinya peningkatan kadar kolesterol
total, LDL atau trigliserida dan penurunan HDL atau kombinasi di antara keduanya.
Hiperlipoproteinemia adalah suatu keadaan tingginya kadar makromolekul
lipoprotein yang mengangkut lipid ke dalam plasma. Abnormalitas kadar lipid akan
menyebabkan pendepositan pada pembuluh darah, risiko penyakit kardiovaskular,
serebrovaskuler, dan peripheral vaskular arterial (Katzung 2007).
8
Tabel I. Klasifikasi LDL, HDL, Trigliserida dan Kolesterol Total (DiPiro et al., 2008)
Jenis Lipid
Kategori
Kolesterol LDL
<100 mg/dL
Optimal
100-129 mg/dL
Mendekati optimal
130-159 mg/dL
Batas tinggi
160-189 mg/dL
Tinggi
≥190 mg/dL
Sangat tinggi
Kolesterol HDL
<40 mg/dL
Rendah
≥60 mg/dL
Tinggi
Kolesterol Total
<200 mg/dL
Yang diinginkan
200-239 mg/dL
Batas tinggi
≥240 mg/dL
Tinggi
Trigliserida
<150 mg/dL
Normal
150-199 mg/dL
Batas tinggi
200-499 mg/dL
Tinggi
>500 mg/dL
Sangat tinggi
Kolesterol dapat diklasifikasi berdasarkan cara sintesis dan katabolisme
sebagai berikut:
a.
Khilomikron
Khilomikron terbentuk di dalam usus dan membawa trigliserida dari diet,
unesterified cholesterol dan cholesteryl esters. Lalu ditransit melalui thoracic
9
duct ke aliran darah.Trigliserida dikeluarkan dalam jaringan extrahepatic
melalui jalur bersama dengan VLDL yang melibatkan hidrolisis oleh sistem
lipoprotein lipase (LPL). Sisa-sisa khilomikron diambil oleh receptormediated endocytosis ke dalam hepatosit (Katzung, 2007).
b.
VLDL
VLDL disekresikan oleh hati dan mengangkut trigliserida ke jaringan perifer
trigliserida. Trigliserida VLDL dihidrolisis oleh LPL menjadi asam lemak
bebas untuk penyimpanan dalam jaringan adiposa dan untuk oksidasi dalam
jaringan seperti jantung dan otot rangka. Pengoksidasian lipid menjadi energi
tergantung kebutuhan tubuh.Jika tidak atau kurang terjadi oksidasi, hal ini
dapat menyebabkan akumulasi lemak di jaringan adiposa (Katzung, 2007).
c.
LDL
LDL dikatabolisme terutama di hepatosit dan sel-sel lain oleh receptormediated endocytosis. Cholesteryl esters dari LDL yang dihidrolisis,
menghasilkan kolesterol bebas untuk sintesis membran sel. Sel juga
mendapatkan kolesterol dengan cara sintesisi melalui jalur yang melibatkan
pembentukan asam mevalonat oleh HMG-CoA reduktase. Produksi enzim ini
dan reseptor LDL diatur oleh kandungan kolesterol dalam sel. Biasanya,
sekitar 70% dari LDL akan dikeluarkan dari plasma oleh hepatosit. Bahkan
lebih banyak kolesterol dikirim ke hati melalui LDL dan khilomikron.
Hepatosit dapat menghilangkan kolesterol dengan sekresi ke dalam empedu
dan konversi menjadi asam empedu (DiPiro et al., 2008).
10
d.
LP(A) Lipoprotein
LP(A) Lipoprotein terbentuk dari LDL dan protein(a), dihubungkan oleh
ikatan disulfida. Protein (A) sangat homologous dengan plasminogen tetapi
tidak diaktifkan dengan aktivator jaringan plasminogen. Ini terjadi pada
sejumlah isoform yang berat molekulnya berbeda-beda. Tingkat LP(a)
bervariasi dari 0 sampai lebih dari 500 mg/dL dan ditentukan oleh faktor
genetik. Lp(a) dapat ditemukan dalam plak aterosklerotik dan juga dapat
menyebabkan penyakit koroner dengan menghambat trombolisis (Katzung,
2007).
e.
HDL
Apoprotein dari HDL disekresikan oleh hati dan usus.Sebagian besar lemak
berasal dari permukaan monolayer khilomikron dan VLDL hasil lipolisis.
HDL juga memperoleh kolesterol dari jaringan perifer yang melindungi
homeostasis kolesterol. Kolesterol bebas diangkut dari membran sel leh
transfer ATP binding cassette-A1 (ABC-A1). Selanjutnya diesterifikasi oleh
lesitin (cholesterol acyltransferase), sehingga membentuk jenis HDL yang
lebih besar. Kolesterol juga diekspor dari makrofag oleh transfer ATP binding
cassette-G1 (ABC-G1) untuk menjadi partikel HDL yang lebih besar.
Cholesteryl esters
ditransfer menjadi VLDL,
Intermediate
Density
Lipoprotein (IDL), LDL, dan sisa-sisa khilomikron dengan cholesteryl ester
transfer protein (CETP) (DiPiro et al., 2008).
11
5.
Penatalaksanaan Hiperlipidemia
Sejak tahun 2006 ada pembaharuan panduan American Heart Association
(AHA) / American College of Cardiology (ACC) tentang pencegahan sekunder,
bukti penting dari uji klinis ini mendapat dukungan lebih lanjut dan memperluas
manfaat dari terapi pengurangan risiko yang intensif untuk pasien dengan penyakit
koroner dan aterosklerotik vaskular lainnya, termasuk penyakit arteri perifer,
penyakit aorta aterosklerosis, dan penyakit arteri karotid (Smith et al.,
2011).
Bukti-bukti menegaskan bahwa pada pasien dengan penyakit aterosklerotik
vaskular, manajemen faktor risiko secara komprehensif mampu mengurangi risiko
sebagaimana dinilai oleh berbagai hasil, termasuk peningkatan kelangsungan
hidup,
mengurangi
peristiwa
kekambuhan,
kebutuhan
untuk
prosedur
revaskularisasi, dan peningkatan kualitas hidup. (Smith et al., 2011).
Rekomendasi AHA/ACC 2013 untuk pengobatan kolesterol darah untuk
mengurangi risiko Arteriosclerotic Cardiovascular Disease (ASCVD) pada orang
dewasa yaitu usia ≤ 75 tahun dan tidak ada masalah lain menggunakan statin
intensitas tinggi. Pada usia > 75 tahun atau ada perhatian khusus dianjurkan
menggunakan statin intensitas sedang. Pada kasus LDL-C primer ≥190 mg / dL
dianjurkan mencapai setidaknya penurunan 50% LDL-C. Pada terapi pemeliharaan,
dianjurkan menggunakan statin intensitas sedang ataupun rendah. (Stone et al.,
2013)
Klasifikasi terapi statin intensitas tinggi, sedang dan rendah menurut
AHA/ACC 2013 disajikan dalam tabel II.
12
Tabel II. Klasifkasi Intensitas Terapi Statin (Stone et al., 2013)
Terapi statin intensitas tinggi
Terapi statin intensitas sedang Terapi statin intensitas rendah
Dosis harian menurunkan LDL rata- Dosis
harian
menurunkan Dosis harian menurunkan LDL
LDLrata-rata, sekitar 30% sampai rata-rata, dengan <30% :
rata, sekitar ≥50% :
<50% :
Atorvastatin (40) 80 mg
Atorvastatin 10 (20) mg
Simvastatin 10 mg
Rosuvastatin 20 (40) mg
Rosuvastatin (5) 10 mg
Pravastatin 10-20 mg
Simvastatin 20-40 mg
Lovastatin 20 mg
Pravastatin 40 (80) mg
Fluvastatin 20-40 mg
Lovastatin 40 mg
Pitavastatin 1 mg
Fluvastatin XL 80 mg
Fluvastatin 40 mg BID
Pitavastatin 2-4mg
6.
Terapi Farmakologi Hiperlipidemia
Tujuan utama dari pengobatan yaitu menghilangkan rasa sakit pasien dan
mengusahakan memperkecil risiko dari komplikasi yang dapat menyebabkan
kematian (Majid, 2007).
Berdasarkan
Wells
et
al.,
(2009)
terdapat
enam
golongan
obat
antihiperlipidemia yang dapat digunakan, antara lain:
a.
Resin asam empedu
Mekanisme obat golongan resin asam empedu (cholestyramine, colestipol dan
colesevelam) adalah dengan mengikat asam empedu di dalam lumen usus,
mengganggu sirkulasi enterohepatic asam empedu, yang mengurangi sintesis
asam empedu dari kolesterol. Ini menyebabkan peningkatan biosintesis
kolesterol dan peningkatan Low Density Lipoprotein Receptors (LDL-Rs) pada
membran hepatosit, yang merangsang peningkatan kadar katabolisme dari
13
plasma dan menurunkan kadar LDL. Peningkatan dalam biosintesis kolesterol
hati dapat disejajarkan dengan peningkatan produksi Very Low Density
Lipoprotein (VLDL) pada pasien dengan hiperlipidemia gabungan.Obat
golongan ini berguna untuk mengobati hiperkolesterolemia primer. Efek
samping yang sering muncul adalah sembelit, kembung, kepenuhan
epigastrium, mual, dan perut kembung. Efek samping ini dapat dikurangi
dengan meningkatkan asupan cairan, diet tinggi serat, dan memakai pelunak
tinja. Efek samping lainnya yang potensial adalah gangguan penyerapan
vitamin larut lemak (A,D,E,K) , hipernatremia, obstruksi saluran cerna dan
mengurangi bioavailabiltas obat asam seperti warfarin, asam nikotinat,
tiroksin, parasetamol, hidrokortison, HCT, loperamid, dan zat besi (Wells et
al., 2009).
b.
Niasin
Niasin (asam nikotinat) mengurangi VLDL dari sintesis hepatik dan
menyebabkan penurunan sintesis LDL. Niasin juga meningkatkan HDL
dengan mengurangi katabolismenya. Penggunaan utama dari niasin ini adalah
untuk hiperlipidemik campuran atau sebagai lini kedua terapi kombinasi untuk
hiperkolesterolemia. Ini adalah agen lini pertama atau alternatif untuk
pengobatan hipertrigliseridemia dan dislipidemia diabetes. Niasin umumnya
memiliki banyak reaksi obat yang merugikan. Cutaneous flushing dan gatalgatal disebabkan oleh prostaglandin dan dapat dikurangi dengan minum aspirin
325 mg sebelum niasin dikonsumsi. Intoleransi saluran cerna juga merupakan
masalah umum yang sering terjadi. Niasin kontraindikasi pada pasien dengan
14
penyakit hati yang aktif, dan mungkin memperburuk gout yang sudah ada
sebelumnya dan diabetes. Nikotinamid seharusnya tidak digunakan dalam
pengobatan hiperlipidemia karena tidak efektif dalam menurunkan kadar
kolesterol atau trigliserida (Wells et al., 2009).
c.
HMG Co-A reduktase inhibitor
Obat golongan statin (atorvastatin, simvastatin, fluvastatin, lovastatin,
pravastatin,
rosuvastatin)
menghambat
koenzim
A
3-hydroxy-3-
methylglutaryl (HMG-Co A) reduktase, mengganggu konversi HMG-Ko A
menjadi mevalonat. Mengurangi sintesis LDL dan meningkatkan katabolisme
LDL yang dimediasi melalui LDL-Rs menjadi mekanisme utama dalam efek
penurunan lipid. Dapat digunakan sebagai monoterapi, statin merupakan agen
penurun kolesterol total dan LDL yang paling kuat serta yang terbaik yang
dapat ditoleransi oleh pasien. Terapi kombinasi dengan obat golongan asam
empedu resin bisa dikatakan rasional karena jumlah LDL-Rs meningkat, ini
menyebabkan tingginya degradasi kolesterol LDL, sintesis kolesterol
intraseluler dihambat, dan siklus enterohepatic asam empedu terganggu. Efek
samping yang sering dilaporkan adalah kejadian konstipasi kurang dari 10%
pasien yang memakai statin, peningkatan serum aminotransferase (terutama
alanin aminotransferase), peningkatan kadar kreatinkinase, miopati, dan
rhabdomyolisis (Katzung, 2007). Tabel III menunjukkan perbedaan
farmakokinetik golongan statin:
15
Tabel III. Perbedaan Farmakokinetik Golongan Statin (DiPiro et al., 2008)
Parameter
Lovastatin Simvastatin Pravastatin Fluvastatin Atorvastatin Rosuvastatin
Isoenzim
3A4
3A4
-
2C9
3A4
2C9
Lipofilik
Ya
Ya
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Protein binding
(%)
>95
95-98
-50
>90
96
88
Metabolit aktif
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
3
2
1,8
1,2
7 jam - 14
jam
13-20
T½ eliminasi
(jam)
d.
Fibrat
Monoterapi obat golongan asam fibrat (gemfibrozil, fenofibrat, klofibrat)
efektif dalam mengurangi VLDL, tetapi kenaikan timbal balik dalam LDL
dapat terjadi dan kadar kolesterol total relatif tidak berubah. Konsentrasi HDL
plasma bisa naik 10% - 15% atau lebih dengan penggunaan obat golongan ini.
Gemfibrozil mengurangi sintesis VLDL dan peningkatan apolipoprotein B
bersamaan dengan mengurangi kadar trigliserida dalam plasma. Clofibrate
kurang efektif dibandingkan gemfibrozil atau niasin dalam mengurangi
produksi VLDL. Efek samping antara lain gangguan saluran cerna terjadi 3%5%, ruam sebanyak 2%, pusing sebanyak 2,4% dan peningkatan sementara
transaminase sebanyak 4,5% dan alkali fosfatase sebanyak 1,3%. Clofibrate
dan gemfibrozil dapat meningkatkan pembentukan batu empedu (DiPiro et al.,
2008).
e.
Ezetimibe
Ezetimibe mengganggu penyerapan kolesterol pada brush border usus,
mekanisme baru yang membuatnya menjadi pilihan yang baik sebagai terapi
16
tambahan. Hal ini disetujui sebagai monoterapi dan baik untuk digunakan
dengan statin. Dosis pemakaiannya yaitu 10 mg sekali sehari, diberikan
bersama atau tanpa makanan. Penggunaan tanpa kombinasi dapat mengurangi
sebanyak 18% LDL dan penggunaan bersama statin dapat menurunkan lagi
12%-18% LDL. Ezetimibe ditoleransi dengan baik ; sekitar 4% dari pasien
mengalami gangguan saluran cerna. Efek samping ezetimibe terhadap
kardiovaskular belum dievaluasi, oleh sebab itu ezetimibe sebaiknya
digunakan untuk pasien yang tidak toleran atau tidak menunjukkan manfaat
klinis dengan terapi statin (Wells et al., 2009).
f.
Suplemen minyak ikan
Diet yang tinggi kandungan omega-3 polyunsaturated fatty acids (dari minyak
ikan), sebagian besar umumnya eicosapantenoic acid (EPA), mengurangi
kolesterol, trigliserida, LDL,VLDL, dan dapat meningkatkan kolesterol HDL.
Suplemen minyak ikan bermanfaat bagi pasien dengan hipertrigliseridemia,
tetapi peranannya dalam pengobatan belum diketahui dengan jelas.
Lovaza(omega-3-acid ethyl esters) adalah bentuk sediaan yang mengandung
minyak ikan EPA 465 mg dan docosahexaenoic acid 375 mg. Dosis 4
gram/hari, dapat dikonsumsi sekali sehari 4 kapsul 1 gram atau dua kali sehari
2 kapsul 1 gram. Suplemen ini dapat menurunkan kadar trigliserida sebesar
14%- 30% dan meningkatkan HDL sekitar 10%. Komplikasi dari penggunaan
suplemen minyak ikan antar lain trombositopenia dan gangguan pendarahan,
khususnya dengan dosis tinggi (15-30 gram/hari) (DiPiro et al., 2008).
17
7.
Faktor Risiko Hiperlipidemia
Pada tahun 1957, Framingham Study menunjukkan secara nyata bahwa
konsentrasi serum kolesterolyang tinggi meramalkan probabilitas terjadinya PJK,
dan konsep faktor risiko PJK mulai diperkenalkan (Dawber et al., 1957). Peran
kolesterol mulai diperhatikan ketika ditemukan bahwa konsentrasi tinggi lowdensity lipoprotein (LDL) kolesterol dikaitkan dengan peningkatan risiko PJK, dan
konsentrasi high-density lipoprotein (HDL) yang tinggi dikaitkan dengan
penurunan risiko PJK. Kontroversi tentang hipotesis lipid berlanjut sampai uji klinis
melaporkan bahwa penurunan konsentrasi serum kolesterol dengan obat mampu
mengurangi kejadian PJK ( McMahan et al., 2008).
Faktor risiko penyakit hiperlipidemia antara lain :
a.
Faktor risiko Lipoprotein
Konsentrasi kolesterol non-HDL secara positif berhubungan dengan garisgaris lemak yang lebih luas dan memperbesar lesi di kedua aorta abdominal,
arteri koroner kanan dan arrteri koroner Left Artery Descending (LAD).
Kolesterol HDL dipastikan tidak berhubungan dengan sejauh mana
perkembangan lesi baik dalam aorta perut dan kanan arteri koroner dan dengan
prevalensi peningkatan lesi dalam LAD arteri koroner (McMahan et al., 2008).
b.
Merokok
Merokok dikaitkan dengan peningkatan lesi yang lebih besar pada aorta
perut, dan peningkatan garis-garis lemak. Efek dari merokok pada aorta perut
dimulai pada usia 15 tahun dan terkonsentrasi pada aspek dorsolateral.
Merokok berhubungan dengan transisi yang cepat dari American Heart
18
Association (AHA) kelas 4 sampai kelas 5 di arteri koroner LAD (Kennel et
al., 1984).
c.
Kegemukan
Obesitas memiliki efek yang kuat pada tingkat garis-garis lemak dan
pembesaran lesi di arteri koroner kanan, dan pada kelas mikroskopis
aterosklerosis di arteri koroner LAD laki-laki tapi tidak perempuan.Di antara
pria obesitas, orang-orang dengan jaringan panikula adiposa yang tebal
memiliki keterlibatan yang lebih luas dengan pembesaran lesi. Pada wanita
dengan jaringan panikula adiposa tebal, ada kecenderungan (tidak signifikan)
untuk perempuan obesitas memiliki garis-garis lemak yang lebih luas (Maas et
al., 2010).
d.
Hiperglikemia
Hiperglikemia, yang diukur dengan glycohemoglobin postmortem, sangat
terkait dengan lemak yang lebih luas dan pembesaran lesi pada kedua aorta
perut dan arteri koroner kanan, dan dengan kelas mikroskopis aterosklerosis di
arteri koroner LAD (Mc Mahan et al., 2008).
Menurut DiPiro et al., berikut penyebab sekunder dari hiperlipidemia :
Tabel IV. Penyebab Sekunder Hiperlipidemia ( DiPiro et al., 2008)
Jenis gangguan
Hiperkolesterolemia
Penyebab sekunder
Hipotiroidisme
penyakit hati obstruktif
sindrom nefrotik
anorexia nervosa
19
Jenis gangguan
Hiperkolesterolemia
Penyebab sekunder
porfiria intermiten akut
obat: progestin, diuretik thiazide, glukokortikoid,
β-blocker, isotretinoin, inhibitor protease, cyclosporine,
mirtazapine, sirolimus
Hipertrigliseridemia
Kegemukan
diabetes mellitus
Lipodistrofi
penyakit penyimpanan glikogen
operasi bypass ileum
keracunan darah
Kehamilan
hepatitis akut
Hipertrigliseridemia
sistemik lupus eritematosa
gammopathy monoklonal: multiple myeloma, limfoma
obat: alkohol, estrogen, isotretinoin, β-blocker, glukokortikoid,
resin asam empedu, tiazid; asparaginase,
interferon, antijamur azole, mirtazapine, anabolic
steroid, sirolimus, Bexaroterie
HDL rendah
Malnutrisi
Kegemukan
β-blocker, steroid anabolik, probucol,
Helsinki Heart Study menunjukkan bahwa hipertrigliseridemia dan HDL
rendah dikaitkan dengan obesitas (indeks massa tubuh [BMI]> 26 kg / m), merokok,
gaya hidup, dan glukosa darah> 4,4 mmol / L. Hipertrigliseridemia dalam kasus
tertentu (misalnya, diabetes mellitus, sindrom nefrotik, penyakit ginjal kronis, dan
mungkin pada wanita) berhubungan dengan peningkatan risiko kardiovaskular.
20
Insufisiensi ginjal tanpa proteinuria menyebabkan hipertrigliseridemia, kolesterol
total dan LDL sedikit lebih tinggi, dan tingkat HDL rendah (terutama selama
hemodialisis). Penggunaan diuretik dan β-blocker bisa meningkatkan kolesterol.
Risiko aterosklerosis meningkat dengan gangguan obesitas, hiperurisemia, dan
diabetes, dan asupan alkohol, estrogen eksogen, dan insufisiensi ginjal cenderung
menjadi
faktor
memperburuk.
Hiperkolesterolemia
familial,
adalah
ketidakmampuan untuk mengikat LDL pada reseptor LDL. Hal ini menyebabkan
kurangnya degradasi LDL oleh sel dan biosintesis tidak diatur kolesterol, dengan
kolesterol total dan LDL-C berbanding terbalik dengan defisit reseptor LDL
(DiPiro et al., 2008).
8.
Rasionalitas Pengobatan
Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat yang menunjukkan
bahwa pasien menerima terapi yang sesuai dengan kebutuhan klinis, dalam dosis
yang memenuhi kebutuhan masing-masing, selama periode waktu yang memadai,
dan penggunaan biaya terendah bagi pasien dan lingkungan sekitarnya (Quick dkk.,
1997). Dalam pengobatan rasional terkait beberapa komponen, mulai dari diagnosis,
pemilihan dan penentuan dosis obat, penyediaan dan pelayanan obat, petunjuk
pemakaian obat, bentuk sediaan yang tepat, cara pengemasan, pemberian label,
serta kepatuhan penggunaan obat oleh penderita (Segeran, 2009). Kriteria
obat
rasional menurut INRUD (International Network Rational Use of Drug) tahun
1999 adalah sebagai berikut :
a.
Tepat indikasi, keputusan dalam memberikan suatu obat harus didasarkan
bahwa terapi yang diberikan efektif dan aman.
21
b.
Tepat obat, seleksi obat didasarkan pada efikasi, keamanan, kecocokan, dan
pertimbangan biaya.
c.
Tepat dosis, durasi, dan cara pemberian (administration, dosage, and duration
appropriate).
d.
Tepat pasien, tidak ada kontraindikasi dan kemungkinan efek samping yang
minimal, serta obat tersebut cocok untuk pasien.
e.
Tepat informasi pada pasien, ketepatan pemberian informasi tentang obat yang
harus diminum atau digunakan pasien, cara pemakaian obat, efek samping, dan
sebagainya.
f.
Tepat evaluasi atau monitoring, monitoring tentang efek yang tidak diharapkan
dari pengobatan.
Penggunaan obat dikatakan tidak tepat jika resiko yang mungkin terjadi tidak
seimbang dengan manfaat yang diperoleh dari pemberian suatu obat. Dengan kata
lain, penggunaan obat dapat dinilai tidak rasional jika (Anonim, 2000) :
a.
Indikasi penggunaan tidak jelas atau keliru.
b.
Pemilihan obat tidak tepat, artinya yang dipilih bukan obat terbukti paling
bermanfaat, paling aman, paling sesuai, dan paling ekonomis.
c.
Cara penggunaan obat tidak tepat, mencakup besarnya dosis, cara pemberian,
frekuensi pemberian dan lama pemberian.
d.
Kondisi dan riwayat pasien tidak dinilai secara cermat, penyesuaian dosis atau
keadaan yang akan meningkatkan kemungkinan tidak dapat menggunakan
suatu obat, mengharuskan resiko efek samping obat.
e.
Pemberian obat tidak disertai penjelasan yang sesuai kepada pasien atau
22
keluarganya.
f.
Pengaruh pemberian obat baik yang diinginkan ataupun yang tidak diinginkan,
tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak dilakukan pemantauan secara
langsung atau tidak langsung.
Akibat yang dapat timbul dari penggunaan obat yang tidak rasional antara lain
berkurangnya kualitas pengobatan yang akhirnya dapat menyebabkan kenaikan
mortalitas dan morbiditas pasien, mengurangi availabilitas obat vital yang akhirnya
menyebabkan kenaikan biaya pengobatan, meningkatkan resiko terjadinya efek
yang tidak diinginkan seperti reaksi efek samping obat dan resistensi obat, serta
psikososial pada pasien yang menyebabkan sugesti untuk selalu menggunakan obat
pada saat sakit (WHO, 1994).
F. Keterangan Empirik
Dari penelitian diharapkan dapat diambil informasi mengenai pola penggunaan
antihiperlipidemia
pada
pasien
jantung
koroner
di
RS
Soeradji
Tirtonegoro.Penelitian ini juga dapat melihat gambaran rasionalitas penggunaan
antihiperlipidemia pada pasien jantung koroner setelah dievaluasi.
Download