BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara maju maupun berkembang. Penyakit ini menjadi penyebab nomor satu kematian di dunia setiap tahunnya. Terjadinya kematian dini yang disebabkan oleh penyakit jantung berkisar sebesar 4% di negara berpenghasilan tinggi, dan 42% terjadi di negara berpenghasilan rendah (Kemenkes RI, 2014). Di Indonesia, penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai penyebab utama kematian. Proporsi kematian semakin meningkat dengan bertambahnya umur dan meningkat nyata pada usia 35 tahun ke atas Tim Surkesnas, 2001). Sebagai faktor risiko, hiperlipidemia merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular yang signifikan, dan merupakan risiko langsung yang terkait dengan peningkatan kolesterol. Pengendalian kolesterol penting untuk dilakukan oleh semua pasien yang diketahui menderita Coronary Artery Disease (CAD). Semua pasien harus melakukan perubahan gaya hidup. Penurunan Low Density Lipoprotein (LDL) - kolesterol untuk pencegahan primer dan intervensi sekunder telah terbukti mengurangi kematian akibat CAD danstroke serta kebutuhan untuk intervensi seperti Percutaneous Transluminal Coronary Angiography (PTCA) dan Coronary Artery Bypass Graft (CABG). Suplemen vitamin E atau antioksidan lain dapat mengurangi kemungkinan LDL - kolesterol dari oksidasi, namun data 1 2 uji klinis menunjukkan tidak ada manfaat yang berarti dengan konsumsi suplemen (DiPiro et al., 2008). Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (2013), prevalensi kadar LDL kategori tinggi (160-189 mg/dl) di Indonesia adalah 11,1%. Prevalensi di perkotaan lebih tinggi dibandingkan di pedesaan yaitu 5,5%, sedangkan di pedesaan adalah 4,1%. Prevalensi penduduk Indonesia yang memiliki kadar trigliserida kategori tinggi (200-499 mg/dl) adalah 11,4%. Prevalensi di perkotaan sebesar 12,5%, dan di pedesaan adalah 10,3% (Kemenkes, 2013). Faktor risiko penyakit hiperlipidemia antara lain obesitas (indeks massa tubuh [BMI]> 26 kg / m2), merokok, gaya hidup, dan glukosa darah > 4,4 mmol / L. Insufisiensi ginjal tanpa proteinuria menyebabkan hipertrigliseridemia, kolesterol total dan LDL sedikit lebih tinggi, dan tingkat HDL rendah (terutama selama hemodialisis). Penggunaan diuretik dan β-blocker bisa meningkatkan kolesterol (DiPiro et al., 2008). Agen antihiperlipidemia meliputi resin asam empedu (cholestyramine, colestipol dan colesevelam), niasin, HMG Co-A reduktase inhibitor (golongan statin), asam fibrat (gemfibrozil), ezetimibe, suplemen minyak ikan (Wells et al., 2009). Manfaat dari inhibitor koenzim 3-hidroksi-3- metilglutaril (HMG CoA) reduktase ( statin ) telah dibuktikan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular, dan secara intensif menurunkan low-density lipoprotein ( LDL ) kolesterol (Reiner et al., 2011). Pasien dengan diagnosa penyakit jantung koroner (PJK) dan risiko setara PJK memiliki risiko tinggi untuk mengalami kejadian kardiovaskular berikutnya termasuk infark miokard ( MI ) , stroke , kematian. Antihiperlipidemia 3 golongan statin telah direkomendasikan sebagai pilihan pertama pengobatan pada pasien ini untuk mengurangi kejadian penyakit kardiovaskular berikutnya (Smith et al., 2011). Dari beberapa penelitian, ditemukan adanya kasus penggunaan statin yang tidak rasional. Pada tahun 2013, ditemukan kasus berupa efek samping penggunaan statin. Efek samping berupa kelemahan (65 kasus) dan nyeri otot (64 kasus) adalah kasus yang paling umum. Dalam 19 kasus, pasien dirujuk ke rehabilitasi, tetapi laporan tidak mencakup deskripsi dari pengobatan (Mendes et al., 2014). Pada tahun 2000, dilaporkan 871 kasus rhabdomyolysis dari penggunaan statin yang mewakili 601 pasien. Jumlah penggunaan masing-masing statin dalam kasus yang dilaporkan : simvastatin, 215 (35,8%); cerivastatin, 192 (31,9%); atorvastatin, 73 (12,2%); pravastatin, 71 (11,8%); lovastatin, 40 (6,7%); dan fluvastatin, 10 (1,7%). Obat-obatan yang berinteraksi dengan statin yang ditemukan pada kasus yang dilaporkan : mibefradil (99 kasus), fibrat (80 kasus), siklosporin (51 kasus), antibiotik makrolida (n = 42), warfarin (n = 33), digoksin (n = 26), dan azole antijamur (12 kasus). Statin ditetapkan sebagai penyebab utama dalam 72,0% kasus dan kematian ditemukan dalam 38 kasus. Mayoritas laporan sebanyak 556 kasus berasal dari profesional kesehatan (Omar et al., 2002). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat rasionalitas penggunaan antihiperlipidemia pada pasien jantung koroner di RS Soeradji Tirtonegoro. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pola penggunaan antihiperlipidemia pada penyakit jantung koroner pada pasien jantung koroner di RS Soeradji Tirtonegoro? 4 2. Bagaimana gambaran rasionalitas penggunaan antihiperlipidemia pada penyakit jantung koroner pada pasien jantung koroner di RS Soeradji Tirtonegoro? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pola penggunaan antihiperlipidemia untuk penyakit jantung koroner pada pasien rawat jalan di RS Soeradji Tirtonegoro. 2. Mengetahui rasionalitas penggunaan antihiperlipidemia untuk penyakit jantung koroner pada pasien rawat jalan di RS Soeradji Tirtonegoro. D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai salah satu informasi terkait pola penggunaan antihiperlipidemia pada pasien jantung koroner di RS Soeradji Tirtonegoro 2. Sebagai bahan referensi terkait penggunaan antihiperlipidemia yang rasional dan karakteristik pada penyakit jantung koroner. 3. Sebagai salah satu acuan untuk penelitian selanjutnya. E. Telaah Pustaka 1. Pengertian Penyakit Jantung Koroner dan Hiperlipidemia Penyakit Jantung Koroner adalah Penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan arteri koroner, mulai dari terjadinya aterosklerosis (kekakuan arteri) maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak atau plak pada dinding arteri koroner, baik disertai gejala klinis atau tanpa gejala klinis sekalipun (Kabo, 2008). 5 Pengertian lain secara sederhana tentang penyakit jantung koroner adalah terjadinya ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan oksigen miokard. Ini dapat terjadi akibat penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah/curah jantung (Cardiac Output), dan peningkatan kebutuhan oksigen di miokard yang penyebab terseringnya adalah aterosklerosis (Rokhaeni, 2001). Hiperlipidemia sebagai faktor risiko jantung koroner adalah keadaan dimana terdapat kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida serta penurunan kadar HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya mempunyai peran yang penting dan erat kaitannya satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin dibicarakan sendiri-sendiri. Ketiga-tiganya sekaligus dikenal sebagai Triad Lipid (Anwar, 2004). 2. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner dan Hiperlipidemia Fungsi jantung sebagai sebuah pompa diindikasikan oleh kemampuannya untuk memenuhi ketersediaan darah yang adekuat ke seluruh bagian tubuh, baik dalam keadaan istirahat maupun saat stres fisiologis (Silbernagl dan Lang, 2007). Patofisiologi penyakit jantung koroner adalah diawali dengan adanya timbunan lemak atau kolesterol yang membentuk plak/atheroma dalam intima arteri koronaria yang menyebabkan aterosklerosis, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin berlanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh darah yang 6 mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar. Dengan demikian keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil sehingga membahayakan miokardium. Ketidakseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen miokardium, melebihi batas perfusi koronaria yang dapat menyebabkan iskemi (Price & Wilson, 2006). Dari hati, kolesterol diangkut oleh lipoprotein yang disebut LDL (Low Density Lipoprotein) untuk dibawa ke sel-sel tubuh yang memerlukan, termasuk ke sel otot jantung, otak dan lain-lain agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kelebihan kolesterol akan diangkut kembali oleh lipoprotein yang disebut HDL (High Density Lipoprotein) untuk dibawa kembali ke hati yang selanjutnya akan diuraikan lalu dibuang ke dalam kandung empedu sebagai asam (cairan) empedu. Maka apabila terjadi penurunan HDL, pengangkutan kelebihan kolesterol dalam darah ke hati untuk diuraikan menjadi menurun. LDL mengandung lebih banyak lemak daripada HDL sehingga ia akan mengambang di dalam darah. Protein utama yang membentuk LDL adalah Apo-B (apolipoprotein-B). LDL dianggap sebagai lemak yang "jahat" karena dapat menyebabkan penempelan kolesterol di dinding pembuluh darah. Sebaliknya, HDL disebut sebagai lemak yang "baik" karena dalam operasinya, HDL membersihkan kelebihan kolesterol dari dinding pembuluh darah dengan mengangkutnya kembali ke hati. Protein utama yang membentuk HDL adalah Apo-A (apolipoprotein). HDL ini mempunyai kandungan lemak lebih sedikit dan mempunyai kepadatan tinggi sehingga lebih berat (Cypess et al., 2008). 3. Gejala Klinis Penyakit Jantung Koroner Berikut ini gejala klinik penyakit jantung koroner menurut Soeharto, 2004 : 7 a. Tidak ada gejala. Banyak dari penderita jantung koroner yang tidak merasakan sesuatu yang buruk atau tanda-tanda suatu penyakit. Dalam bidang kedokteran, kondisi ini disebut silent ischemia.. b. Angina, atau sering disebut angina pectoris. Angina umumnya ditunjukkan dengan sakit dada sementara pada waktu melakukan gerakan fisik atau latihan. c. Angina tidak stabil. Sakit dada yang tiba-tiba terasa pada saat istirahat atau terjadi gerakan berat secara tiba-tiba. d. Serangan Jantung. Bila aliran darah ke pembuluh arteri koroner terhalang sepenuhnya, maka terjadilah serangan jantung atau myocardiac infraction (MI). e. Kematian mendadak. Penyebab kematian mendadak pada pasien jantung koroner sering kali adalah irama jantung yang tidak teratur atau ventricular tachycardia yang mengiringi serangan jantung mendadak. 4. Pengertian Lipid Darah Hiperlipidemia adalah adalah kondisi terjadinya peningkatan kadar kolesterol total, LDL atau trigliserida dan penurunan HDL atau kombinasi di antara keduanya. Hiperlipoproteinemia adalah suatu keadaan tingginya kadar makromolekul lipoprotein yang mengangkut lipid ke dalam plasma. Abnormalitas kadar lipid akan menyebabkan pendepositan pada pembuluh darah, risiko penyakit kardiovaskular, serebrovaskuler, dan peripheral vaskular arterial (Katzung 2007). 8 Tabel I. Klasifikasi LDL, HDL, Trigliserida dan Kolesterol Total (DiPiro et al., 2008) Jenis Lipid Kategori Kolesterol LDL <100 mg/dL Optimal 100-129 mg/dL Mendekati optimal 130-159 mg/dL Batas tinggi 160-189 mg/dL Tinggi ≥190 mg/dL Sangat tinggi Kolesterol HDL <40 mg/dL Rendah ≥60 mg/dL Tinggi Kolesterol Total <200 mg/dL Yang diinginkan 200-239 mg/dL Batas tinggi ≥240 mg/dL Tinggi Trigliserida <150 mg/dL Normal 150-199 mg/dL Batas tinggi 200-499 mg/dL Tinggi >500 mg/dL Sangat tinggi Kolesterol dapat diklasifikasi berdasarkan cara sintesis dan katabolisme sebagai berikut: a. Khilomikron Khilomikron terbentuk di dalam usus dan membawa trigliserida dari diet, unesterified cholesterol dan cholesteryl esters. Lalu ditransit melalui thoracic 9 duct ke aliran darah.Trigliserida dikeluarkan dalam jaringan extrahepatic melalui jalur bersama dengan VLDL yang melibatkan hidrolisis oleh sistem lipoprotein lipase (LPL). Sisa-sisa khilomikron diambil oleh receptormediated endocytosis ke dalam hepatosit (Katzung, 2007). b. VLDL VLDL disekresikan oleh hati dan mengangkut trigliserida ke jaringan perifer trigliserida. Trigliserida VLDL dihidrolisis oleh LPL menjadi asam lemak bebas untuk penyimpanan dalam jaringan adiposa dan untuk oksidasi dalam jaringan seperti jantung dan otot rangka. Pengoksidasian lipid menjadi energi tergantung kebutuhan tubuh.Jika tidak atau kurang terjadi oksidasi, hal ini dapat menyebabkan akumulasi lemak di jaringan adiposa (Katzung, 2007). c. LDL LDL dikatabolisme terutama di hepatosit dan sel-sel lain oleh receptormediated endocytosis. Cholesteryl esters dari LDL yang dihidrolisis, menghasilkan kolesterol bebas untuk sintesis membran sel. Sel juga mendapatkan kolesterol dengan cara sintesisi melalui jalur yang melibatkan pembentukan asam mevalonat oleh HMG-CoA reduktase. Produksi enzim ini dan reseptor LDL diatur oleh kandungan kolesterol dalam sel. Biasanya, sekitar 70% dari LDL akan dikeluarkan dari plasma oleh hepatosit. Bahkan lebih banyak kolesterol dikirim ke hati melalui LDL dan khilomikron. Hepatosit dapat menghilangkan kolesterol dengan sekresi ke dalam empedu dan konversi menjadi asam empedu (DiPiro et al., 2008). 10 d. LP(A) Lipoprotein LP(A) Lipoprotein terbentuk dari LDL dan protein(a), dihubungkan oleh ikatan disulfida. Protein (A) sangat homologous dengan plasminogen tetapi tidak diaktifkan dengan aktivator jaringan plasminogen. Ini terjadi pada sejumlah isoform yang berat molekulnya berbeda-beda. Tingkat LP(a) bervariasi dari 0 sampai lebih dari 500 mg/dL dan ditentukan oleh faktor genetik. Lp(a) dapat ditemukan dalam plak aterosklerotik dan juga dapat menyebabkan penyakit koroner dengan menghambat trombolisis (Katzung, 2007). e. HDL Apoprotein dari HDL disekresikan oleh hati dan usus.Sebagian besar lemak berasal dari permukaan monolayer khilomikron dan VLDL hasil lipolisis. HDL juga memperoleh kolesterol dari jaringan perifer yang melindungi homeostasis kolesterol. Kolesterol bebas diangkut dari membran sel leh transfer ATP binding cassette-A1 (ABC-A1). Selanjutnya diesterifikasi oleh lesitin (cholesterol acyltransferase), sehingga membentuk jenis HDL yang lebih besar. Kolesterol juga diekspor dari makrofag oleh transfer ATP binding cassette-G1 (ABC-G1) untuk menjadi partikel HDL yang lebih besar. Cholesteryl esters ditransfer menjadi VLDL, Intermediate Density Lipoprotein (IDL), LDL, dan sisa-sisa khilomikron dengan cholesteryl ester transfer protein (CETP) (DiPiro et al., 2008). 11 5. Penatalaksanaan Hiperlipidemia Sejak tahun 2006 ada pembaharuan panduan American Heart Association (AHA) / American College of Cardiology (ACC) tentang pencegahan sekunder, bukti penting dari uji klinis ini mendapat dukungan lebih lanjut dan memperluas manfaat dari terapi pengurangan risiko yang intensif untuk pasien dengan penyakit koroner dan aterosklerotik vaskular lainnya, termasuk penyakit arteri perifer, penyakit aorta aterosklerosis, dan penyakit arteri karotid (Smith et al., 2011). Bukti-bukti menegaskan bahwa pada pasien dengan penyakit aterosklerotik vaskular, manajemen faktor risiko secara komprehensif mampu mengurangi risiko sebagaimana dinilai oleh berbagai hasil, termasuk peningkatan kelangsungan hidup, mengurangi peristiwa kekambuhan, kebutuhan untuk prosedur revaskularisasi, dan peningkatan kualitas hidup. (Smith et al., 2011). Rekomendasi AHA/ACC 2013 untuk pengobatan kolesterol darah untuk mengurangi risiko Arteriosclerotic Cardiovascular Disease (ASCVD) pada orang dewasa yaitu usia ≤ 75 tahun dan tidak ada masalah lain menggunakan statin intensitas tinggi. Pada usia > 75 tahun atau ada perhatian khusus dianjurkan menggunakan statin intensitas sedang. Pada kasus LDL-C primer ≥190 mg / dL dianjurkan mencapai setidaknya penurunan 50% LDL-C. Pada terapi pemeliharaan, dianjurkan menggunakan statin intensitas sedang ataupun rendah. (Stone et al., 2013) Klasifikasi terapi statin intensitas tinggi, sedang dan rendah menurut AHA/ACC 2013 disajikan dalam tabel II. 12 Tabel II. Klasifkasi Intensitas Terapi Statin (Stone et al., 2013) Terapi statin intensitas tinggi Terapi statin intensitas sedang Terapi statin intensitas rendah Dosis harian menurunkan LDL rata- Dosis harian menurunkan Dosis harian menurunkan LDL LDLrata-rata, sekitar 30% sampai rata-rata, dengan <30% : rata, sekitar ≥50% : <50% : Atorvastatin (40) 80 mg Atorvastatin 10 (20) mg Simvastatin 10 mg Rosuvastatin 20 (40) mg Rosuvastatin (5) 10 mg Pravastatin 10-20 mg Simvastatin 20-40 mg Lovastatin 20 mg Pravastatin 40 (80) mg Fluvastatin 20-40 mg Lovastatin 40 mg Pitavastatin 1 mg Fluvastatin XL 80 mg Fluvastatin 40 mg BID Pitavastatin 2-4mg 6. Terapi Farmakologi Hiperlipidemia Tujuan utama dari pengobatan yaitu menghilangkan rasa sakit pasien dan mengusahakan memperkecil risiko dari komplikasi yang dapat menyebabkan kematian (Majid, 2007). Berdasarkan Wells et al., (2009) terdapat enam golongan obat antihiperlipidemia yang dapat digunakan, antara lain: a. Resin asam empedu Mekanisme obat golongan resin asam empedu (cholestyramine, colestipol dan colesevelam) adalah dengan mengikat asam empedu di dalam lumen usus, mengganggu sirkulasi enterohepatic asam empedu, yang mengurangi sintesis asam empedu dari kolesterol. Ini menyebabkan peningkatan biosintesis kolesterol dan peningkatan Low Density Lipoprotein Receptors (LDL-Rs) pada membran hepatosit, yang merangsang peningkatan kadar katabolisme dari 13 plasma dan menurunkan kadar LDL. Peningkatan dalam biosintesis kolesterol hati dapat disejajarkan dengan peningkatan produksi Very Low Density Lipoprotein (VLDL) pada pasien dengan hiperlipidemia gabungan.Obat golongan ini berguna untuk mengobati hiperkolesterolemia primer. Efek samping yang sering muncul adalah sembelit, kembung, kepenuhan epigastrium, mual, dan perut kembung. Efek samping ini dapat dikurangi dengan meningkatkan asupan cairan, diet tinggi serat, dan memakai pelunak tinja. Efek samping lainnya yang potensial adalah gangguan penyerapan vitamin larut lemak (A,D,E,K) , hipernatremia, obstruksi saluran cerna dan mengurangi bioavailabiltas obat asam seperti warfarin, asam nikotinat, tiroksin, parasetamol, hidrokortison, HCT, loperamid, dan zat besi (Wells et al., 2009). b. Niasin Niasin (asam nikotinat) mengurangi VLDL dari sintesis hepatik dan menyebabkan penurunan sintesis LDL. Niasin juga meningkatkan HDL dengan mengurangi katabolismenya. Penggunaan utama dari niasin ini adalah untuk hiperlipidemik campuran atau sebagai lini kedua terapi kombinasi untuk hiperkolesterolemia. Ini adalah agen lini pertama atau alternatif untuk pengobatan hipertrigliseridemia dan dislipidemia diabetes. Niasin umumnya memiliki banyak reaksi obat yang merugikan. Cutaneous flushing dan gatalgatal disebabkan oleh prostaglandin dan dapat dikurangi dengan minum aspirin 325 mg sebelum niasin dikonsumsi. Intoleransi saluran cerna juga merupakan masalah umum yang sering terjadi. Niasin kontraindikasi pada pasien dengan 14 penyakit hati yang aktif, dan mungkin memperburuk gout yang sudah ada sebelumnya dan diabetes. Nikotinamid seharusnya tidak digunakan dalam pengobatan hiperlipidemia karena tidak efektif dalam menurunkan kadar kolesterol atau trigliserida (Wells et al., 2009). c. HMG Co-A reduktase inhibitor Obat golongan statin (atorvastatin, simvastatin, fluvastatin, lovastatin, pravastatin, rosuvastatin) menghambat koenzim A 3-hydroxy-3- methylglutaryl (HMG-Co A) reduktase, mengganggu konversi HMG-Ko A menjadi mevalonat. Mengurangi sintesis LDL dan meningkatkan katabolisme LDL yang dimediasi melalui LDL-Rs menjadi mekanisme utama dalam efek penurunan lipid. Dapat digunakan sebagai monoterapi, statin merupakan agen penurun kolesterol total dan LDL yang paling kuat serta yang terbaik yang dapat ditoleransi oleh pasien. Terapi kombinasi dengan obat golongan asam empedu resin bisa dikatakan rasional karena jumlah LDL-Rs meningkat, ini menyebabkan tingginya degradasi kolesterol LDL, sintesis kolesterol intraseluler dihambat, dan siklus enterohepatic asam empedu terganggu. Efek samping yang sering dilaporkan adalah kejadian konstipasi kurang dari 10% pasien yang memakai statin, peningkatan serum aminotransferase (terutama alanin aminotransferase), peningkatan kadar kreatinkinase, miopati, dan rhabdomyolisis (Katzung, 2007). Tabel III menunjukkan perbedaan farmakokinetik golongan statin: 15 Tabel III. Perbedaan Farmakokinetik Golongan Statin (DiPiro et al., 2008) Parameter Lovastatin Simvastatin Pravastatin Fluvastatin Atorvastatin Rosuvastatin Isoenzim 3A4 3A4 - 2C9 3A4 2C9 Lipofilik Ya Ya Tidak Ya Ya Tidak Protein binding (%) >95 95-98 -50 >90 96 88 Metabolit aktif Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya 3 2 1,8 1,2 7 jam - 14 jam 13-20 T½ eliminasi (jam) d. Fibrat Monoterapi obat golongan asam fibrat (gemfibrozil, fenofibrat, klofibrat) efektif dalam mengurangi VLDL, tetapi kenaikan timbal balik dalam LDL dapat terjadi dan kadar kolesterol total relatif tidak berubah. Konsentrasi HDL plasma bisa naik 10% - 15% atau lebih dengan penggunaan obat golongan ini. Gemfibrozil mengurangi sintesis VLDL dan peningkatan apolipoprotein B bersamaan dengan mengurangi kadar trigliserida dalam plasma. Clofibrate kurang efektif dibandingkan gemfibrozil atau niasin dalam mengurangi produksi VLDL. Efek samping antara lain gangguan saluran cerna terjadi 3%5%, ruam sebanyak 2%, pusing sebanyak 2,4% dan peningkatan sementara transaminase sebanyak 4,5% dan alkali fosfatase sebanyak 1,3%. Clofibrate dan gemfibrozil dapat meningkatkan pembentukan batu empedu (DiPiro et al., 2008). e. Ezetimibe Ezetimibe mengganggu penyerapan kolesterol pada brush border usus, mekanisme baru yang membuatnya menjadi pilihan yang baik sebagai terapi 16 tambahan. Hal ini disetujui sebagai monoterapi dan baik untuk digunakan dengan statin. Dosis pemakaiannya yaitu 10 mg sekali sehari, diberikan bersama atau tanpa makanan. Penggunaan tanpa kombinasi dapat mengurangi sebanyak 18% LDL dan penggunaan bersama statin dapat menurunkan lagi 12%-18% LDL. Ezetimibe ditoleransi dengan baik ; sekitar 4% dari pasien mengalami gangguan saluran cerna. Efek samping ezetimibe terhadap kardiovaskular belum dievaluasi, oleh sebab itu ezetimibe sebaiknya digunakan untuk pasien yang tidak toleran atau tidak menunjukkan manfaat klinis dengan terapi statin (Wells et al., 2009). f. Suplemen minyak ikan Diet yang tinggi kandungan omega-3 polyunsaturated fatty acids (dari minyak ikan), sebagian besar umumnya eicosapantenoic acid (EPA), mengurangi kolesterol, trigliserida, LDL,VLDL, dan dapat meningkatkan kolesterol HDL. Suplemen minyak ikan bermanfaat bagi pasien dengan hipertrigliseridemia, tetapi peranannya dalam pengobatan belum diketahui dengan jelas. Lovaza(omega-3-acid ethyl esters) adalah bentuk sediaan yang mengandung minyak ikan EPA 465 mg dan docosahexaenoic acid 375 mg. Dosis 4 gram/hari, dapat dikonsumsi sekali sehari 4 kapsul 1 gram atau dua kali sehari 2 kapsul 1 gram. Suplemen ini dapat menurunkan kadar trigliserida sebesar 14%- 30% dan meningkatkan HDL sekitar 10%. Komplikasi dari penggunaan suplemen minyak ikan antar lain trombositopenia dan gangguan pendarahan, khususnya dengan dosis tinggi (15-30 gram/hari) (DiPiro et al., 2008). 17 7. Faktor Risiko Hiperlipidemia Pada tahun 1957, Framingham Study menunjukkan secara nyata bahwa konsentrasi serum kolesterolyang tinggi meramalkan probabilitas terjadinya PJK, dan konsep faktor risiko PJK mulai diperkenalkan (Dawber et al., 1957). Peran kolesterol mulai diperhatikan ketika ditemukan bahwa konsentrasi tinggi lowdensity lipoprotein (LDL) kolesterol dikaitkan dengan peningkatan risiko PJK, dan konsentrasi high-density lipoprotein (HDL) yang tinggi dikaitkan dengan penurunan risiko PJK. Kontroversi tentang hipotesis lipid berlanjut sampai uji klinis melaporkan bahwa penurunan konsentrasi serum kolesterol dengan obat mampu mengurangi kejadian PJK ( McMahan et al., 2008). Faktor risiko penyakit hiperlipidemia antara lain : a. Faktor risiko Lipoprotein Konsentrasi kolesterol non-HDL secara positif berhubungan dengan garisgaris lemak yang lebih luas dan memperbesar lesi di kedua aorta abdominal, arteri koroner kanan dan arrteri koroner Left Artery Descending (LAD). Kolesterol HDL dipastikan tidak berhubungan dengan sejauh mana perkembangan lesi baik dalam aorta perut dan kanan arteri koroner dan dengan prevalensi peningkatan lesi dalam LAD arteri koroner (McMahan et al., 2008). b. Merokok Merokok dikaitkan dengan peningkatan lesi yang lebih besar pada aorta perut, dan peningkatan garis-garis lemak. Efek dari merokok pada aorta perut dimulai pada usia 15 tahun dan terkonsentrasi pada aspek dorsolateral. Merokok berhubungan dengan transisi yang cepat dari American Heart 18 Association (AHA) kelas 4 sampai kelas 5 di arteri koroner LAD (Kennel et al., 1984). c. Kegemukan Obesitas memiliki efek yang kuat pada tingkat garis-garis lemak dan pembesaran lesi di arteri koroner kanan, dan pada kelas mikroskopis aterosklerosis di arteri koroner LAD laki-laki tapi tidak perempuan.Di antara pria obesitas, orang-orang dengan jaringan panikula adiposa yang tebal memiliki keterlibatan yang lebih luas dengan pembesaran lesi. Pada wanita dengan jaringan panikula adiposa tebal, ada kecenderungan (tidak signifikan) untuk perempuan obesitas memiliki garis-garis lemak yang lebih luas (Maas et al., 2010). d. Hiperglikemia Hiperglikemia, yang diukur dengan glycohemoglobin postmortem, sangat terkait dengan lemak yang lebih luas dan pembesaran lesi pada kedua aorta perut dan arteri koroner kanan, dan dengan kelas mikroskopis aterosklerosis di arteri koroner LAD (Mc Mahan et al., 2008). Menurut DiPiro et al., berikut penyebab sekunder dari hiperlipidemia : Tabel IV. Penyebab Sekunder Hiperlipidemia ( DiPiro et al., 2008) Jenis gangguan Hiperkolesterolemia Penyebab sekunder Hipotiroidisme penyakit hati obstruktif sindrom nefrotik anorexia nervosa 19 Jenis gangguan Hiperkolesterolemia Penyebab sekunder porfiria intermiten akut obat: progestin, diuretik thiazide, glukokortikoid, β-blocker, isotretinoin, inhibitor protease, cyclosporine, mirtazapine, sirolimus Hipertrigliseridemia Kegemukan diabetes mellitus Lipodistrofi penyakit penyimpanan glikogen operasi bypass ileum keracunan darah Kehamilan hepatitis akut Hipertrigliseridemia sistemik lupus eritematosa gammopathy monoklonal: multiple myeloma, limfoma obat: alkohol, estrogen, isotretinoin, β-blocker, glukokortikoid, resin asam empedu, tiazid; asparaginase, interferon, antijamur azole, mirtazapine, anabolic steroid, sirolimus, Bexaroterie HDL rendah Malnutrisi Kegemukan β-blocker, steroid anabolik, probucol, Helsinki Heart Study menunjukkan bahwa hipertrigliseridemia dan HDL rendah dikaitkan dengan obesitas (indeks massa tubuh [BMI]> 26 kg / m), merokok, gaya hidup, dan glukosa darah> 4,4 mmol / L. Hipertrigliseridemia dalam kasus tertentu (misalnya, diabetes mellitus, sindrom nefrotik, penyakit ginjal kronis, dan mungkin pada wanita) berhubungan dengan peningkatan risiko kardiovaskular. 20 Insufisiensi ginjal tanpa proteinuria menyebabkan hipertrigliseridemia, kolesterol total dan LDL sedikit lebih tinggi, dan tingkat HDL rendah (terutama selama hemodialisis). Penggunaan diuretik dan β-blocker bisa meningkatkan kolesterol. Risiko aterosklerosis meningkat dengan gangguan obesitas, hiperurisemia, dan diabetes, dan asupan alkohol, estrogen eksogen, dan insufisiensi ginjal cenderung menjadi faktor memperburuk. Hiperkolesterolemia familial, adalah ketidakmampuan untuk mengikat LDL pada reseptor LDL. Hal ini menyebabkan kurangnya degradasi LDL oleh sel dan biosintesis tidak diatur kolesterol, dengan kolesterol total dan LDL-C berbanding terbalik dengan defisit reseptor LDL (DiPiro et al., 2008). 8. Rasionalitas Pengobatan Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat yang menunjukkan bahwa pasien menerima terapi yang sesuai dengan kebutuhan klinis, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan masing-masing, selama periode waktu yang memadai, dan penggunaan biaya terendah bagi pasien dan lingkungan sekitarnya (Quick dkk., 1997). Dalam pengobatan rasional terkait beberapa komponen, mulai dari diagnosis, pemilihan dan penentuan dosis obat, penyediaan dan pelayanan obat, petunjuk pemakaian obat, bentuk sediaan yang tepat, cara pengemasan, pemberian label, serta kepatuhan penggunaan obat oleh penderita (Segeran, 2009). Kriteria obat rasional menurut INRUD (International Network Rational Use of Drug) tahun 1999 adalah sebagai berikut : a. Tepat indikasi, keputusan dalam memberikan suatu obat harus didasarkan bahwa terapi yang diberikan efektif dan aman. 21 b. Tepat obat, seleksi obat didasarkan pada efikasi, keamanan, kecocokan, dan pertimbangan biaya. c. Tepat dosis, durasi, dan cara pemberian (administration, dosage, and duration appropriate). d. Tepat pasien, tidak ada kontraindikasi dan kemungkinan efek samping yang minimal, serta obat tersebut cocok untuk pasien. e. Tepat informasi pada pasien, ketepatan pemberian informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien, cara pemakaian obat, efek samping, dan sebagainya. f. Tepat evaluasi atau monitoring, monitoring tentang efek yang tidak diharapkan dari pengobatan. Penggunaan obat dikatakan tidak tepat jika resiko yang mungkin terjadi tidak seimbang dengan manfaat yang diperoleh dari pemberian suatu obat. Dengan kata lain, penggunaan obat dapat dinilai tidak rasional jika (Anonim, 2000) : a. Indikasi penggunaan tidak jelas atau keliru. b. Pemilihan obat tidak tepat, artinya yang dipilih bukan obat terbukti paling bermanfaat, paling aman, paling sesuai, dan paling ekonomis. c. Cara penggunaan obat tidak tepat, mencakup besarnya dosis, cara pemberian, frekuensi pemberian dan lama pemberian. d. Kondisi dan riwayat pasien tidak dinilai secara cermat, penyesuaian dosis atau keadaan yang akan meningkatkan kemungkinan tidak dapat menggunakan suatu obat, mengharuskan resiko efek samping obat. e. Pemberian obat tidak disertai penjelasan yang sesuai kepada pasien atau 22 keluarganya. f. Pengaruh pemberian obat baik yang diinginkan ataupun yang tidak diinginkan, tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak dilakukan pemantauan secara langsung atau tidak langsung. Akibat yang dapat timbul dari penggunaan obat yang tidak rasional antara lain berkurangnya kualitas pengobatan yang akhirnya dapat menyebabkan kenaikan mortalitas dan morbiditas pasien, mengurangi availabilitas obat vital yang akhirnya menyebabkan kenaikan biaya pengobatan, meningkatkan resiko terjadinya efek yang tidak diinginkan seperti reaksi efek samping obat dan resistensi obat, serta psikososial pada pasien yang menyebabkan sugesti untuk selalu menggunakan obat pada saat sakit (WHO, 1994). F. Keterangan Empirik Dari penelitian diharapkan dapat diambil informasi mengenai pola penggunaan antihiperlipidemia pada pasien jantung koroner di RS Soeradji Tirtonegoro.Penelitian ini juga dapat melihat gambaran rasionalitas penggunaan antihiperlipidemia pada pasien jantung koroner setelah dievaluasi.