26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Isolat Karakterisasi isolat BP (8) untuk verifikasi meliputi pewarnaan Gram, pewarnaan spora, uji motilitas, uji katalase, uji oksidase, uji fermentasi glukosa, penentuan kadar asam laktat. Pendugaan genus dilakukan dengan menumbuhkan bakteri pada media produksi dengan pH 9,6, media produksi yang diinkubasi pada suhu 45 °C dan media produksi yang ditambahkan NaCl 6,5% (Holt et al. 1994). Hasil karakterisasi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Karakterisasi dan pendugaan genus isolat BP (8) Karakteristik Verifikasi Gram Bentuk Spora Motilitas Katalase Oksidase Fermentasi glukosa Hasil Positif tetrad, beberapa berpasangan Tidak menghasilkan gas (homofermentatif) Total kadar asam laktat - Magnetic stirrer 4,76 % - Skaker waterbath 4,57 % - Inkubator 4,96 % Kemampuan untuk tumbuh pada: pH 9,6 Suhu 45 °C + NaCl 6,5 % + Hasil verifikasi menunjukkan bahwa isolat BP (8) termasuk dalam anggota kelompok BAL dan pada pendugaan genus, isolat ini termasuk dalam genus Pediococcus sp. Keterangan : (+) = memiliki aktivitas/tumbuh, (-) = tidak memiliki aktivitas/tidak tumbuh 4.1.1 Pewarnaan Gram Pengamatan secara mikroskopik terhadap bentuk dan struktur sel merupakan tahap yang paling penting dalam karakterisasi bakteri. Isolat BP (8) memiliki bentuk bulat, selnya tetrad dan beberapa berpasangan. Pewarnaan Gram menunjukkan reaksi Gram positif pada isolat ini. Hasil pewarnaan Gram dapat dilihat pada Gambar 8. 27 Gambar 8 Bentuk sel dan hasil pewarnaan Gram isolat BP (8) Ciri-ciri bakteri Gram-positif ditandai dengan terbentuknya warna ungu pada sel bakteri. Hal tersebut disebabkan karena bakteri ini mempunyai kandungan lipid yang lebih rendah, sehingga dinding sel bakteri akan lebih mudah terdehidrasi akibat perlakuan dengan alkohol. Dinding sel yang terdehidrasi menyebabkan ukuran pori-pori sel menjadi kecil dan daya permeabilitasnya berkurang sehingga zat warna ungu kristal yang merupakan zat warna utama tidak dapat keluar dari sel dan sel akan tetap berwarna ungu. Bakteri Gram-negatif terlihat berwarna merah karena bakteri ini kehilangan pewarna kristal violet pada waktu pembilasan dengan alkohol namun mampu menyerap pewarna tandingan yaitu safranin. Bakteri Gram-negatif mengandung lipid, lemak atau substansi seperti lemak dalam persentase lebih tinggi daripada yang dikandung bakteri Gram-positif. Dinding sel bakteri Gram-negatif juga lebih tipis daripada dinding sel bakteri Gram-positif (Pelczar dan Chan 2005). 4.1.2 Pewarnaan spora Pewarnaan spora menunjukkan bahwa isolat BP (8) tidak membentuk spora. Spora bersifat tahan terhadap kondisi lingkungan ekstrim dan adanya bahan kimia beracun. Spora dibentuk oleh spesies bakteri yang termasuk dalam genera Clostridium dan Bacillus untuk mengatasi lingkungan yang tidak menguntungkan bagi bakteri. Spora terbentuk dalam sel sehingga seringkali disebut sebagai endospora dan dalam sel bakteri hanya terdapat satu spora. Sel yang semakin tua menyebabkan sel vegetatif akan pecah sehingga endospora akan terlepas dari sel dan membentuk spora bebas. Zat warna yang paling sering digunakan untuk mewarnai spora adalah malachite green yang akan tetap diikat oleh spora bakteri setelah pencucian dengan air dan sebagai counterstain digunakan safranin. Endospora yang masih terdapat di dalam sel vegetatif maupun spora bebas akan 28 berwarna hijau-biru, sedangkan sel vegetatif akan berwarna merah sampai merah muda. Spora juga lebih tahan terhadap pewarnaan, akan tetapi sulit untuk melepaskan zat warna yang telah terserap ke dalamnya, sehingga tidak dapat mengikat zat warna lain yang diberikan berikutnya (counterstain). Prinsip pewarnaan ini digunakan untuk membedakan spora dari sel vegetatif (Fardiaz 1987). Hasil pewarnaan spora dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Hasil pewarnaan spora isolat BP (8). 4.1.3 Uji motilitas Pengujian motilitas menunjukkan bahwa isolat BP (8) bersifat non motil. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhannya yang tidak menyebar pada media SIM. Oleh karena isolat tersebut bersifat non motil, maka dapat dinyatakan bahwa bakteri tersebut tidak mempunyai flagella sebagai organ untuk bergerak. Flagella merupakan salah satu struktur utama di luar sel bakteri yang menyebabkan terjadinya pergerakan (motilitas) pada sel bakteri. Flagella terbuat dari sub unit sub unit protein yang disebut dengan flagelin. Sebagian besar spesies bakteri yang termasuk ke dalam kelompok Bacillus dan Spirilum mempunyai flagella sebagai alat geraknya, tetapi jarang ditemukan pada kelompok bakteri yang berbentuk coccus (Pelczar dan Chan 2005). Hasil pengujian motilitas bakteri dapat dilihat pada Gambar 10. 29 Gambar 10 Hasil uji motilitas isolat BP (8). 4.1.4 Uji katalase Uji katalase digunakan untuk mengetahui adanya enzim katalase pada isolat bakteri. Katalase adalah enzim yang dapat mengkatalisasi penguraian hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air dan O2. Hidrogen peroksida bersifat toksik terhadap sel karena bahan ini dapat menginaktivasikan enzim dalam sel. Uji ini penting dilakukan untuk mengetahui sifat bakteri terhadap kebutuhan akan oksigen (Lay 1994 diacu dalam Candra 2006). Mikroba dapat dibedakan atas tiga grup berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, yaitu mikroba yang bersifat aerobik, anaerobik dan anaerobik fakultatif. Setiap bakteri mempunyai suatu enzim yang tergolong flavoprotein yang dapat bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa-senyawa beracun yaitu H2O2 dan suatu radikal bebas yaitu O2*, dengan reaksi sebagai berikut: Flavoprotein oksigen H2O2 + O2* Bakteri yang bersifat anaerobik fakultatif juga mempunyai enzim superoksida dismutase, tetapi tidak mempunyai enzim katalase, melainkan mempunyai enzim peroksidase. Enzim tersebut dapat mengkatalis reaksi antara H2O2 dengan senyawa organik, menghasilkan senyawa yang tidak beracun (Fardiaz 1989). Reaksinya adalah sebagai berikut: H2O2 + Senyawa organik peroksidase Senyawa organik teroksidasi + H2O Bakteri yang bersifat aerobik mempunyai enzim superoksida dismutase yang dapat memecah radikal bebas dan enzim katalase yang dapat memecah H 2O2 sehingga menghasilkan senyawa-senyawa akhir yang tidak beracun. Reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut: 30 2 O2* + 2 H+ 2 H2O2 superoksida dismutase katalase H2O2 + O2 2 H2O2 + O2 Berbeda halnya dengan bakteri anaerobik obligat, bakteri ini tidak mempunyai enzim superoksida dismutase maupun katalase. Oleh karena itu oksigen merupakan racun bagi bakteri tersebut karena terbentuknya H2O2 dan O2* (Fardiaz 1989). Penentuan adanya enzim katalase diuji menggunakan larutan 3 % H2O2 pada koloni terpisah. Isolat bakteri yang bersifat katalase positif akan terlihat pembentukan gelembung udara di sekitar koloni. Isolat BP (8) tidak menghasilkan gelembung (tidak memiliki enzim katalase), sehingga dapat disimpulkan bahwa bakteri tersebut bersifat anaerobik fakultatif. 4.1.5 Uji oksidase Uji oksidase berfungsi untuk menentukan adanya sitokrom oksidase yang ditemukan pada mikroorganisme tertentu. Sitokrom oksidase merupakan enzim yang berperan sebagai katalisator dalam transfer atom hidrogen dari sitokrom yang terakhir ke molekul oksigen. Sitokrom merupakan senyawa organik yang terdapat dalam sel hidup dan berperan dalam transfer atom hidrogen dari substrat ke molekul oksigen dengan katalis enzim sehingga dapat terbentuk air (Winarno dan Fardiaz 1984). Berdasarkan hasil uji, dapat diketahui bahwa isolat BP (8) tidak menghasilkan enzim sitokrom oksidase yang mengkatalis transfer hidrogen dari sitokrom ke molekul oksigen. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri tersebut tidak melakukan metabolisme energi melalui proses respirasi, melainkan melalui proses fermentasi. Hal tersebut terjadi karena dalam produk bekasam terdapat senyawa organik yang mampu digunakan oleh bakteri tersebut sebagai donor dan aseptor elektron untuk menghasilkan energi (Candra 2006). Berdasarkan uji katalase dan oksidase, dapat disimpulkan bahwa bakteri yang diisolasi dari produk bekasam mempunyai sifat anaerobik fakultatif. 4.1.6 Uji fermentasi glukosa Uji fermentasi glukosa bertujuan untuk mengetahui apakah bakteri tersebut tergolong dalam bakteri homofermentatif atau heterofermentatif. Tabung 31 durham yang terdapat gelembung udara menunjukkan bahwa bakteri tersebut menghasilkan CO2, sehingga tergolong dalam BAL heterofermentatif. Tabung durham yang tidak terdapat gelembung udara menunjukkan bahwa bakteri tersebut termasuk dalam golongan homofermentatif. Bakteri asam laktat yang hanya menghasilkan asam laktat pada fermentasi glukosa termasuk dalam golongan homofermentatif. Bakteri asam laktat yang menghasilkan asam laktat, CO2 dan etanol dari heksosa termasuk dalam golongan heterofermentatif (Jay et al. 2005). Isolat BP (8) tidak menghasilkan gelembung udara pada tabung Durham, maka isolat BP (8) tergolong dalam BAL homofermentatif. Hasil uji fermentasi glukosa dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11 Hasil uji fermentasi glukosa isolat BP (8). 4.1.7 Total kadar asam laktat Pengujian kadar asam laktat berfungsi untuk mengetahui total asam laktat yang terbentuk selama pertumbuhan isolat BP (8). Asam laktat yang dihasilkan ini akan menurunkan pH. Total kadar asam laktat yang dihasilkan oleh isolat BP (8) pada perlakuan kultivasi magnetic stirrer sebesar 4,76%, shaker waterbath sebesar 4,57% dan inkubator sebesar 4,96% (Lampiran 4). Asam laktat pada produk fermentasi terbentuk akibat adanya pemecahan glukosa oleh bakteri asam laktat. Bakteri ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu bakteri homofermentatif dan heterofermentatif. Bakteri asam laktat yang menghasilkan asam laktat, CO 2 dan etanol dari heksosa termasuk dalam golongan heterofermentatif (Jay et al. 2005). Golongan heterofermentatif memfermentasi glukosa melalui jalur fosfoketolase, sedangkan golongan homofermentatif melalui jalur EMP (Embden-Meyerhof-Parnas) (Hidayat et al. 2006). 32 Hasil verifikasi menunjukkan bahwa isolat BP (8) termasuk kelompok bakteri Gram positif, bentuknya tetrad dan beberapa berpasangan, tidak berspora, non motil, katalase negatif, oksidase negatif. Hal ini sesuai dengan penyampaian Defigueredo dan Splittstoesser (1976) serta Mozzi et al. (2010), bahwa anggota bakteri asam laktat merupakan bakteri Gram-positif, batang atau kokus yang tunggal, berpasangan atau rantai tidak berspora, terkadang membentuk segiempat, katalase negatif. Berdasarkan hasil verifikasi isolat BP (8) termasuk dalam kelompok bakteri asam laktat. Tahap selanjutnya dilakukan beberapa pengamatan karakteristik sehingga dapat diduga genus bakteri. Hal ini masih bersifat dugaan, karena untuk mengidentifikasi genus bakteri secara pasti masih diperlukan beberapa uji yang tidak dilakukan dalam penelitian ini. Tahap pendugaan genus menggunakan buku identifikasi Bergey’s Manual (Holt et al. 1994). Berdasarkan hasil verifikasi terhadap isolat BP (8), isolat ini tergolong dalam kelompok 17, yaitu genera Gram positive cocci, dan bersifat anaerob fakultatif, pembedaan sifat antar genus menggunakan Tabel 17.2 (Lampiran 1). Anggota bakteri genera Gram positive cocci yang anaerob fakultatif antara lain, Aerococcus, Enterococcus, Gemella, Lactococcus, Leuconostoc, Melisococcus, Pediococcus, Saccharococcus, Staphylococcus, Stomatococcus, Streptococcus, Trichococcus dan Vagococcus. Hasil karakterisasi isolat BP (8) untuk pendugaan genus, berdasarkan Tabel 17.2 adalah sebagai berikut: 1. Kenampakan sel: sel yang diamati menggunakan mikroskop menunjukkan bahwa sel tetrad dan ada juga beberapa yang berpasangan (Gambar 9). Genus bakteri yang mendekati sifat ini adalah Aerococcus, Enterococcus, Leuconostoc dan Pediococcus. 2. Pertumbuhan: bakteri yang ditumbuhkan pada: (a) media produksi yang diinkubasi pada suhu 45 °C menunjukkan reaksi positif. Genus bakteri yang mendekati sifat ini adalah Enterococcus dan Pediococcus. (b) media produksi dengan pH 9,6 menunjukkan reaksi negatif. Genus bakteri yang mendekati sifat ini adalah Pediococcus. (c) media produksi dengan penambahan 6,5 % NaCl menunjukkan reaksi positif. Genus bakteri yang mendekati sifat ini adalah Pediococcus. 33 5. Reaksi katalase (uji katalase) menunjukkan reaksi negatif. Genus bakteri yang memiliki sifat ini adalah Pediococcus. 6. Keberadaan sitokrom (uji oksidase) menunjukkan reaksi negatif. Genus bakteri yang memiliki sifat ini adalah Pediococcus. Berdasarkan hasil identifikasi menurut buku Bergey’s Manual (Holt et al. 1994), diduga isolat BP (8) termasuk dalam genus Pediococcus. Pediococcus merupakan bakteri Gram-positif, nonmotil, tidak berspora, fakultatif anaerob dan tergolong dalam bakteri asam laktat homofermentatif. Glukosa difermentasi dengan memproduksi asam tapi tidak menghasilkan gas. Katalase negatif, sitokrom negatif. Suhu pertumbuhan optimum adalah 20-40 °C. Hal ini diperkuat dengan hasil uji fermentasi glukosa yang menunjukkan bahwa isolat BP (8) merupakan BAL homofermentatif. Hasil pendugaan genus sesuai dengan pernyampaian Cai et al. (1999) yang mengkarakterisasi Pediococcus strain LA 3, LA 35 dan LS 5. Bentuknya tetrad, Gram-positif, homofermentatif dan tumbuh pada suhu 45 °C. Pediococcus merupakan penghasil pediosin, yaitu bakteriosin kelas II. Strain yang memproduksi pediosin adalah P.acidilactici, P.pentosaceus dan P.damnosus (Papagianni dan Anastasiadou 2009). Pediosin yang dihasilkan dari strain ini umumnya kecil dan protein hidrofobik. Pediocin PA-1/Ach memiliki zona hambat terhadap L.monocytogenes, B.cereus, C.perfringens, C.botulinum, C.laramie, Lactobacillus, Leuconostoc, Enterococcus, Pediococcus dan Lactococcus (Jeevaratnam et al. 2005). 4.2 Produksi Antibakteri Berdasarkan hasil karakterisasi, isolat BP (8) tergolong dalam kelompok BAL dan diduga termasuk dalam genus Pediococcus. Bakteri asam laktat dapat menghasilkan metabolit yang bersifat antimikroba seperti asam organik, etanol, diasetil, CO2, H2O2 dan bakteriosin (Roller 2003). Pediococcus merupakan penghasil pediosin, yaitu bakteriosin kelas II (Papagianni dan Anastasiadou 2009). Isolat BP (8) kemudian diproduksi untuk menghasilkan metabolit yang kemudian diuji aktivitas antibakterinya. 34 4.2.1 Kultivasi isolat BP (8) Tahap kultivasi ada dua parameter yang diamati, yaitu pertumbuhan bakteri dan perubahan keasaman. Pengukuran pertumbuhan bakteri dilakukan dua kali ulangan. Parameter diukur dengan tiga perlakuan kondisi pertumbuhan (dengan alat inkubasi yang berbeda), yaitu menggunakan magnetic stirrer pada kondisi suhu ruang dan agitasi 150 rpm, inkubator dengan kondisi suhu 37°C dan berada dalam kaleng yang hampa udara serta tanpa agitasi dan shaker waterbath dengan suhu 37°C dengan agitasi 150 rpm. Hasil pengukuran OD660 pertumbuhan dan pH selama inkubasi 36 jam dapat dilihat pada (Lampiran 5). Data pertumbuhan bakteri kemudian dikonversikan ke dalam kurva sigmoid pertumbuhan, serta perubahan asam juga dikonversikan ke dalam bentuk kurva. Kurva pertumbuhan bakteri merupakan hubungan antara logaritma jumlah sel atau konsentrasi biomassa dengan waktu (Rachman 1989). (a) Pertumbuhan bakteri Pengukuran pertumbuhan bakteri dilakukan setiap tiga jam sekali selama 36 jam inkubasi dengan mengukur OD menggunakan alat spektrofotometer. Hasil pengukuran OD diplot ke grafik untuk menggambarkan kurva pertumbuhan bakteri pada masing-masing perlakuan kondisi pertumbuhan yang berbeda. Kurva pertumbuhan dari ketiga perlakuan dapat dilihat pada Gambar 12. eksponensial lag stasioner 5 4.5 4 3.5 OD 3 pemanenan 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0 3 6 9 12 15 18 21 24 Lama inkubasi (jam) 27 30 33 36 Gambar 12 Densitas optik isolat BP (8) dengan alat inkubasi magnetic stirrer ( ), shaker waterbath ( ) dan inkubator ( ). Berdasarkan Gambar 12 dapat diketahui bahwa kondisi pertumbuhan dengan stirrer dan shaker bath pada lama inkubasi 3 jam berada pada fase lambat 35 (fase lag), sedangkan pada inkubator fase ini terjadi sampai jam inkubasi ke-6. Pertumbuhan sel pada perlakuan stirrer dan shaker bath lebih cepat, hal ini ditandai dengan pendeknya fase lag daripada dengan penggunaan inkubator. Kondisi awal media diinokulasikan dengan mikroorganisme biasanya berbeda dari lingkungan inokulum sebelumnya. Seringkali organisme tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan baru dan bahkan berada dalam kondisi yang tidak sehat (Becker 1994). Tahap ini biasanya tidak terjadi pembelahan sel. Waktu pada fase lambat dibutuhkan untuk kegiatan metabolisme dalam rangka persiapan dan penyesuaian diri dengan kondisi pertumbuhan dalam lingkungan yang baru. Fase ini dapat terjadi antara beberapa menit dan sampai beberapa jam tergantung pada spesies, umur dari sel inokulum dan lingkungannya (Buckle et al. 1985). Aktivitas fisiologis yang tinggi terdapat selama fase lag, dimana sel menjadi lebih sensitif terhadap suhu dan perubahan lingkungan lainnya daripada sel pada tahap yang lebih matang (Becker 1994). Pertumbuhan populasi sel pada fase ini tidak meningkat atau lamban, namun sel individu secara metabolik aktif dalam rangka peningkatan kandungan dan persiapan untuk pembelahan (Cowan dan Talaro 2006). Bakteri memasuki fase eksponensial (fase log) pada jam inkubasi ke-3 hingga jam ke-18 pada inkubasi dengan stirrer dan shaker waterbath, sedangkan pada inkubasi dengan inkubator, bakteri memasuki fase log pada jam ke-6 hingga jam ke-18. Bakteri memiliki kecepatan membelah diri paling tinggi pada fase ini, waktu generasinya pendek dan konstan. Selama fase ini metabolisme paling pesat dikarenakan cahaya dan nutrisi yang berlimpah, jadi sintesis bahan sel sangat cepat dan konstan pula. Keadaan ini terus berlangsung sampai nutrien habis atau telah terjadi penimbunan atas hasil metabolisme yang bersifat racun yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan (Hidayat et al. 2006). Bakteri dengan ketiga perlakuan sama-sama memasuki fase stasioner pada jam inkubasi ke-18. Kecepatan pertumbuhan menurun pada fase log dan akhirnya terhenti dikarenakan habisnya nutrien yang tersedia atau penimbunan zat racun sebagai hasil akhir metabolisme (Buckle et al. 1985), selain itu jumlah bakteri yang mati juga meningkat. Jumlah bakteri pada fase ini yang dihasilkan sama dengan jumlah bakteri yang mati sehingga jumlah sel bakteri yang hidup menjadi 36 konstan (Hidayat et al. 2006). Komposisi sel-sel pada fase ini berbeda dibandingkan dengan sel-sel saat fase eksponensial dan umumnya lebih tahan terhadap perubahan-perubahan kondisi fisik (Buckle et al. 1985). Pemanenan kultur isolat BP (8) dilakukan pada jam ke-24, dimana bakteri sudah memasuki pertengahan fase stasioner, dengan range OD berkisar antara 4-4.5. Hal ini berarti bahwa dengan ketiga perlakuan tersebut, tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan bakteri, karena waktu panen kultur sama-sama telah memasuki fase stasioner. Jumlah populasi mikroba yang mulai stasioner menyebabkan produksi asam laktat juga stasioner atau bertambah dengan peningkatan yang relatif sedikit. Hal ini dikarenakan substrat dalam media pada fase ini sudah mengalami penurunan (Usmiati dan Marwati 2007). Substrat yang mulai habis merangsang terbentuknya enzim yang berperan untuk pembentukan metabolit sekunder, yaitu bakteriosin (Kunaepah 2008). Pemanenan dilakukan pada jam ke-24 (telah memasuki fase stasioner) karena diasumsikan asam laktat yang dihasilkan sudah stasioner dan bakteriosin sudah terbentuk. (b) Perubahan pH Pengukuran perubahan keasaman (pH) dilakukan setiap tiga jam sekali selama 36 jam inkubasi untuk mengetahui perubahan pH yang terjadi selama pertumbuhan (Gambar 13). lag 7 eksponensial stasioner 6 5 pH 4 pemanenan 3 2 1 0 0 Gambar 13 3 6 9 12 15 18 21 24 27 Lama inkubasi (jam) 30 33 36 Perubahan pH selama pertumbuhan isolat BP (8) dengan alat inkubasi magnetic stirrer ( ), shaker waterbath ( ) dan inkubator ( ). 37 Gambar 13 menunjukkan bahwa pH menurun sampai lama inkubasi 12 jam, kemudian cenderung stabil pada akhir inkubasi (36 jam). Penurunan nilai pH dari 6 hingga 4 selama 12 jam inkubasi berkorelasi negatif dengan pertumbuhan bakteri. Pada rentang waktu tersebut bakteri sedang berada fase lag dan eksponensial dimana populasinya meningkat sehingga terjadi akumulasi hasil metabolit berupa asam laktat yang mengakibatkan penurunan pH. Jam ke-12 hingga jam ke-18 pertumbuhan bakteri mulai melambat hingga memasuki fase stasioner dari jam ke-18 sampai jam ke-36. Jumlah dan aktivitas mikroba mempunyai peran penting dalam kemampuannya memecah substrat (Rachman 1989). Bakteri pada fase eksponensial mengalami pertumbuhan yang sangat pesat (Gambar 12). Jumlah bakteri yang meningkat menyebabkan kemampuan memecah substratnya juga meningkat sehingga banyak dihasilkan metabolit primer yang berguna untuk pertumbuhannya. Asam laktat merupakan metabolit primer yang dihasilkan oleh BAL. Asam laktat yang dihasilkan diekskresikan keluar, lalu terakumulasi dalam media sehingga menyebabkan penurunan pH (Astawan 2007 diacu dalam Kunaepah 2008). Hal inilah yang menyebabkan penurunan pH pada saat bakteri memasuki fase eksponensial. Pertumbuhan bakteri kemudian mengalami penurunan dan terhenti ketika telah mencapai fase stasioner. Jumlah populasi mikroba yang mulai stasioner menyebabkan produksi asam laktat juga stasioner atau bertambah dengan peningkatan yang relatif sedikit. Substrat yang mulai habis merangsang terbentuknya enzim yang berperan untuk pembentukan metabolit sekunder, yaitu bakteriosin (Kunaepah 2008). Pemanenan dilakukan pada jam ke-24 (telah memasuki fase stasioner) karena diasumsikan asam laktat yang dihasilkan sudah stasioner dan bakteriosin sudah terbentuk. 4.2.2 Aktivitas antibakteri Uji aktivitas antibakteri menggunakan agar well diffussion method. Parameter yang diukur adalah diameter zona bening yang dihasilkan oleh zat aktif dari isolat BAL BP (8) melawan bakteri uji. Zat aktif ini diberi tiga perlakuan, masing-masing duplo, yaitu tidak dinetralkan, dinetralkan dan dinetralkan serta diendapkan. Supernatan yang tidak dinetralkan diperoleh dari supernatan bebas sel yang tidak diberi NaOH. Supernatan yang dinetralkan diperoleh dari 38 supernatan yang dinetralkan dengan NaOH, dengan tujuan untuk menghilangkan pengaruh dari asam-asam organik. Supernatan yang dinetralkan dan diendapkan diperoleh melalui tahap purifikasi parsial bakteriosin (presipitasi protein) dengan penambahan ammonium sulfat sebesar 50% saturasi (Purwanti 2003), kemudian dilarutkan dalam buffer fosfat pH 7 dengan pemekatan ±40x. Hasil dari ketiga perlakuan tersebut yaitu hanya perlakuan netral yang tidak menunjukkan aktivitas antibakteri. Hasil uji aktivitas antibakteri dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Aktivitas penghambatan antibakteri pada kondisi tidak dinetralkan, dinetralkan dan pengendapan Kondisi kultivasi Stirrer Shaker waterbath Inkubator Bakteri uji E.coli L.monocytogenes S.typhimurium E.coli L.monocytogenes S.typhimurium E.coli L.monocytogenes S.typhimurium Aktivitas antibakteri (mm) Tidak DinetralDinetraldinetralkan kan kan + diendapkan 7,0±0,0 4,0±0,0 7,5±0,7 4,0±0,0 7,5±0,7 3,0±0,0 8,0±0,0 2,3±1,1 5,0±1,4 1,8±0,4 7,0±0,0 2,5±0,7 6,0±2,8 4,5±1,4 5,0±1,4 4,0±0,0 5,5±0,7 5,0±0,0 Keterangan : (-) = tidak memiliki aktivitas penghambatan Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui terdapat aktivitas penghambatan pada perlakuan asam terhadap ketiga bakteri uji. Pada perlakuan netral tidak terdapat aktivitas penghambatan, hal ini dikarenakan pengaruh asam organik telah dihilangkan dengan penambahan NaOH. Hasil uji aktivitas dapat dilihat pada Lampran 6. Perbandingan aktivitas penghambatan pada asam dapat dilihat pada Gambar 14. 39 9 Aktivitas penghambatan (diameter (mm)) 8 7 6 5 4 3 2 1 0 E. coli S. typhimurium L. monocytogenes Bakteri uji Gambar 14 Aktivitas penghambatan pada bakteri E.coli, S.typhimurium, dan L.monocytogenes oleh supernatan yang tidak dinetralkan pada inkubasi dengan ( ) magnetic stirrer, ( ) shaker waterbath dan ( ) inkubator. Berdasarkan Gambar 14 dapat dilihat bahwa zat aktif yang memiliki aktivitas penghambatan paling kecil terhadap E. coli adalah perlakuan menggunakan inkubator dan yang paling besar adalah perlakuan menggunakan shaker waterbath. Aktivitas penghambatan paling besar terhadap S. typhimurium dihasilkan pada perlakuan magnetic stirrer, dan yang paling kecil dihasilkan pada perlakuan inkubator. Aktivitas penghambatan paling besar terhadap L. monocytogenes dihasilkan pada perlakuan magnetic stirrer. Diantara ketiga kondisi pertumbuhan, yang memiliki aktivitas antibakteri terendah terhadap ketiga bakteri uji adalah pada perlakuan inkubator, meskipun total kadar asam laktatnya memiliki persentasi paling tinggi diantara perlakuan yang lainnya. Hal ini diduga karena bakteri uji yang digunakan pada perlakuan inkubator memiliki nilai OD yang tinggi diantara perlakuan yang lainnya. Menurut Hilmi dan Gokalp (2000), aktivitas antimikroba yang diproduksi oleh BAL berdasarkan zona penghambatan yang dihasilkan dikelompokkan menjadi 3, yaitu aktivitas hambat rendah (0,5-1,0 mm), sedang (1,1-3,0 mm) dan 40 tinggi (>3 mm). Aktivitas penghambatan oleh asam terhadap ketiga bakteri uji dengan perlakuan kondisi kultivasi yang berbeda tergolong dalam kategori tinggi. Hasil aktivitas penghambatan pada perlakuan asam dapat dibandingkan dengan hasil aktivitas penghambatan dengan menggunakan asam asetat pada berbagai konsentrasi sebagai kontrol positif (Tabel 3). Tabel 3. Aktivitas penghambatan antibakteri dengan menggunakan asam asetat pada berbagai konsentrasi sebagai kontrol positif Bakteri uji E.coli L monocytogenes S.typhimurium 0,2% 1 2 2 Aktivitas penghambatan (mm) 0,4% 0,6% 0,8% 2 4 6 3 2 5 3 5 6 1,0% 7 6 7 Aktivitas penghambatan oleh asam laktat terhadap bakteri E.coli pada kondisi kultivasi dengan magnetic stirrer memiliki nilai yang sama dengan aktivitas penghambatan asam asetat 1,0%. Perlakuan shaker waterbath memiliki nilai yang lebih besar, sedangkan perlakuan inkubator memiliki nilai yang mendekati dengan aktivitas penghambatan asam asetat 0,8%. Aktivitas penghambatan oleh asam terhadap bakteri L. monocytogenes pada kondisi kultivasi dengan magnetic stirrer memiliki nilai yang lebih besar dengan aktivitas penghambatan asam asetat 1,0%. Perlakuan shaker waterbath dan inkubator nilai aktivitas penghambatannya mendekati aktivitas penghambatan asam asetat 0,8%. Aktivitas penghambatan oleh asam terhadap bakteri S. typhimurium pada kondisi kultivasi dengan magnetic stirrer memiliki nilai yang mendekati dengan aktivitas penghambatan asam asetat 1,0%. Perlakuan shaker waterbath aktivitas penghambatannya sama dengan asam asetat 1,0% dan inkubator nilai aktivitas penghambatannya mendekati aktivitas penghambatan asam asetat 0,6% (Lampiran 7). Prinsip kerja asam organik adalah pelepasan proton dari grup karboksilik, yang mengakibatkan penurunan pH lingkungan. Lepasnya proton berarti disosiasi molekul asam, dengan derajat disosiasi tergantung pada nilai pKa. Asam kuat cenderung berdisosiasi secara menyeluruh menjadi H+ dan anion sehingga menghasilkan penurunan yang drastis pada pH, sedangkan asam lemah hanya 41 terdisosiasi sebagian (Zeuthen dan Bogh-Sorensen 2000). Asam yang tidak terdisosiasi bekerja dengan menurunkan gradien proton elektrokimia, menyebabkan proton lebih cepat masuk ke dalam sel sehingga meningkatkan kebutuhan energi untuk mempertahankan pH alkali dalam sel, netralisasi kekuatan proton, dan kemudian mengurangi pH internal, menyebabkan denaturasi protein dan kehilangan viabilitas (Ammor et al. 2006; Lunggani 2007; Ray 2004). Aktivitas penghambatan supernatan yang tidak dinetralkan terhadap E.coli dan S.typhimurium (bakteri Gram-negatif) lebih besar. Hal ini dikarenakan asam laktat mampu melemahkan permeabilitas bakteri Gram-negatif dengan merusak membran luar bakteri Gram-negatif. Asam laktat merupakan molekul yang larut dalam air sehingga mampu menembus ke dalam periplasma bakteri Gram-negatif melalui protein porin pada membran luarnya. Pelindung dari permeabilitas membran luar berupa lapisan lipopolisakarida yang terletak pada permukaan membran dirusak oleh asam laktat sehingga substrat antimikroba yang lain dapat berpenetrasi ke dalam membran sitoplasma (Alakomi et al. 2000). Perbandingan aktivitas penghambatan pada perlakuan pengendapan dapat dilihat pada Gambar 15. 6 Aktivitas penghambatan (diameter (mm)) 5 4 3 2 1 0 E. coli Gambar 15 S. typhimurium Bakteri uji L. monocytogenes Aktivitas penghambatan pada bakteri E.coli, S.typhimurium, dan L.monocytogenes oleh supernatan yang dinetralkan dan diendapkan dengan ammonium sulfat pada inkubasi dengan ( ) magnetic stirrer, ( ) shaker waterbath dan ( ) inkubator. 42 Berdasarkan Gambar 15 dapat dilihat bahwa endapan yang memiliki aktivitas penghambatan paling kecil terhadap E. coli adalah perlakuan menggunakan shaker waterbath dan yang paling besar adalah perlakuan menggunakan inkubator, begitu pula dengan S. typhimurium. Aktivitas penghambatan paling kecil terhadap L. monocytogenes dihasilkan pada perlakuan shaker waterbath. Diantara ketiga perlakuan, penggunaan shaker waterbath memiliki aktivitas penghambatan yang paling kecil terhadap semua bakteri. Kondisi kultivasi memberikan pengaruh yang relatif kecil terhadap pertumbuhan bakteri (nilai OD) dan nilai pH, namun aktivitas antibakteri yang dihasilkan bervariasi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sel bakteri pada nilai OD dan nilai pH yang sama tidak selalu menghasilkan aktivitas antibakteri yang sama juga. Aktivitas antimikroba dari bakteriosin rendah akibat sensitifnya peranan asam organik. Oleh karena itu, perlu dilakukan tahap lanjutan berupa purifikasi parsial bakteriosin (Todorov et al. 2004), yaitu pengendapan dengan ammonium sulfat. Berdasarkan Tabel 2 pengendapan dengan ammonium sulfat terdapat aktivitas penghambatan. Isolat BP (8) diduga tergolong dalam genus Pediococcus, yang merupakan BAL penghasil pediosin (bakteriosin kelas II), dengan demikian dapat memeperkuat dugaan bahwa hasil positif pada endapan merupakan bakteriosin. Supernatan yang dinetralkan dan diendapkan dengan ammonium sulfat menunjukkan jenis protein yang hidrofobik karena posisi endapan protein yang terpresipitasi berada melayang di bagian atas supernatan (Syahniar 2009). Bagian hidrofobik di dalam molekul bakteriosin merupakan hal yang diperlukan untuk aktivitasnya dalam menghambat bakteri sensitif karena inaktivasi mikroorganisme oleh bakteriosin tergantung pada interaksi hidrofobik antara sel-sel bakteri dengan molekul-molekul bakteriosin (Parada et al. 2007). Bakteriosin adalah antimikrobial peptida yang disintesis di ribosom yang diproduksi oleh bakteri yang dapat melawan bakteri lainnya (Mozzi et al. 2010). Proses kontak langsung antara molekul bakteriosin dengan membran sel mampu mengganggu potensial membran berupa ketidakstabilan membran sitoplasma. Ketidakstabilan tersebut mengakibatkan pembentukan lubang atau pori pada 43 membran sel melalui gangguan terhadap gaya gerak proton. Lubang yang terbentuk pada membran sel menyebabkan terjadinya perubahan gradien potensial membran dan pelepasan molekul intraseluler ataupun masuknya substansi ekstraseluler sehingga pertumbuhan sel menjadi terhambat dan menghasilkan proses kematian pada sel yang sensitif terhadap bakteriosin (Gonzalez et al. 1996).