BAB 5 RINGKASAN Sejak kedatangan bangsa Portugis pada awal abad ke-16, agama Kristen mulai mencoba memberi pengaruh di Jepang. Penyebaran agama Kristen yang dilakukan para misionaris mengalami berbagai tekanan dari pihak agama Budha, tetapi akhirnya mendapat dukungan dari pemerintah setempat yang dipimpin oleh Oda Nobunaga. Sejak saat itu Jepang melakukan hubungan dagang dengan negara-negara barat. Pada tahun 1590, Jepang mulai mengalami perubahan dan kestabilan agama Kristen mulai buruk, hal ini disebabkan karena pemimpin yang baru bernama Toyotomi Hideyoshi mengeluarkan larangan agama Kristen karena dianggap merusak ajaran agama Budha dan Shinto dan dapat merusak kesatuan nasional serta tidak sesuai dengan budaya tradisional Jepang. Hal ini terus berlangsung sampai pada pemerintahan Tokugawa. Walaupun demikian para misionaris tidak putus asa dalam menyebarkan agama Kristen, kegiatan agama Kristen dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Agama Kristen berkembang dengan pesat walaupun pemerintah melakukan larangan dan tidak sedikit orang Kristen yang disiksa dan dijatuhi hukuman mati. Melihat penyebaran agama Kristen begitu pesat dan semakin bertambah, maka pemerintah Tokugawa melakukan system politik Sakoku {penutupan negeri). Jepang menutup diri selama dua ratus lima puluh tahun. Pada abad ke-19 negara barat akhirnya berhasil memaksa Jepang untuk membuka negerinya serta menandatangani perjanjian dengan Amerika pada tahun 1854. Sejak itu Jepang mulai menerima negara-negara Eropa dan barat. Bersamaan dengan itu juga para misionaris 46 kembali berdatangan ke Jepang dan pada tahun 1859 agama Kristen mulai disebarluaskan lagi di Jepang. Misionaris memang diperbolehkan tinggal sementara di Jepang hanya untuk melayani orang asing yang ada di Jepang dan mendirikan gereja untuk orang asing yang ada disana. Larangan terhadap Kristen tetap masih berlaku, walaupun demikian para misionaris melakukan propaganda dengan menyebarkan agama Kristen dengan sembunyi-sembunyi. Kegiatan ini akhirnya terdebgar juga oleh pemerintah sehingga terjadi penangkapan orang-orang Kristen Jepang yang pertama di Nagasaki. Konsul Jendral Amerika yang bertugas di Jepang bernama Townsend Harris tidak meninggalkan kegiatan Kristennya. Ia sering mengadakan pertemuan doa di rumahnya sehingga mengundang perhatian para penduduk setempat. Pada tahun 1858 Jepang mengadakan perjanjian kembali dengan Amerika. Dalam perjanjian tersebut berisi tentang kebebasan beragama dan berhak mendirikan tempat beribadah yang layak. Tidak boleh ada tindakan yang merusak bangunan dan penghinaan terhadap kegiatan agama yang dilakukan. Walaupun sudah disepakati perjanjian tentang kebebasan beragama, pemerintah Jepang tsetap saja melakukan tindakan kekerasan, penangkapan orang-orang Kristen dan pelarangan terhadap Kristen, sehingga mendapat pertentangan keras dari negara barat. Akhirnya pemerintah Jepang menjamin untuk tidak melakukan penangkapan lagi. Tetapi pada kenyataannya terrjadi lagi penangkapan orang-orang Kristen. Dalam hubungan diplomatik dengan negara Eropa dan Amerika, Iwakura Tomomi melakukan perjalanan ke Eropa dan Amerika. Dalam kesempatan ini negaranegara barat melancarkan protes atas larangan terhadap Kristen dengan alasan bahwa jika Jepang melakukan larangan terhadap Kristen maka dapat menghalangi negosiasi 47 perjanjian. Iwakura mendapat pengertian bahwa untuk memperbaiki perjanjian dengan negara-negara barat maka pemerintah harus menjamin kebebasan beragama sehingga pada tahun 1873 pemerintah menghapus larangan terhadap Kristen. Dengan adanya kebijakan pemerintah yang menjamin kebebasan terhadap Kristen. maka para misionaris dengan aktif melakukan tugas misinya di Jepang dengan melakukan berbagai kegiatan social, mengajar, mendirikan sekolah-sekolah, rumah sakit, tempat penampungan orangorang cacat dan tuna wisma, palang merah. Meskipun demikian orang-orang yang anti Kristen masih tetap ada dan menentang agama Kristen terutama dari kalangan agama Budha. Pemerintah terhadap kebijaksanaan dan jaminan akan kebebasan terhadap Kristen selalu berubah-ubah sehingga terjadi krisis ekonomi dan keresahan akibat tekanan terhadap gerakan hak asasi masyarakat dan gerakan pencerahan. Hal ini berlangsung sampai tahun 1880, ketika Jepang menyadari bahwa negaranya masih terbelakang sehingga pemerintah memusatkan perhatiannya pada huibungan luar negeri dan terus memperbaiki perjanjian dengan luar negeri serta mendukung westernisasi dan modernisasi.dalam usaha mengejar ketertinggalannya, pemerintah memasukkan seluruh peradaban barat, termasuk Kristen. Pemerintah mulai memberi kebebasan terhadap agama Kristen dengan memberi izin untuk menerbitkan buku-buku Kristen, menerjemahkan Alkitab dalam bahasa Jepang dan mencetaknya, mendirikan sekolah Kristen dan memasukkan ajaran agama Kristen. hal ini mendapat pertentangan keras dari pihak agama Budha sehingga mata pelajaran agama Kristen diberikan hanya pada sekolah dasar dan sekolah theology. Penyebaran agama Kristen sangat pesat dan tersebar di seluruh lapisan masyarakat. 48 Pemerintah pada tahun 1884 membubarkan badan kependetaan resmi Budha. Hal ini berarti pemerintah melepaskan diri dari urusan agama dan mengurangi kekuatan pendeta Budha yang mengganggu umat Kristen. Meskipun kebebasan beragama telah dicanangkan oleh pemerintah, tetapi pada kenyataannya diskriminasi terhadap orang-orang Kristen masih ada saja. Sikap nasionalisme dengan cinta kepada tanah air dan budaya tradisional muncul kembali. Hal ini sangat berpengaruh terhadap umat Kristen. Mereka ingin membuktikan bahwa tuduhan yang mengatakan bahwa orang Kristen Jepang adalah budak bangsa asing itu tidak benar adanya. Sehingga mereka menentang ajaran dan nasihat yang diberikan para misionaris. Mereka cinta kepada negara harus mengubah segala sesuatu yang berasal dari luar sehingga menjadi yang bersifat Jepang. Umat Kristen mendapat tuduhan bahwa umat Kristen tidak nasionalis dan kaum wanita sudah memperoleh pendidikan Kristen telah kehilangan sifat-sifat kewanitaannya, dan masih banyak lagi diskriminasi terhadap orang Kristen. Pada tahun 1889 pemerintah mengeluarkan undang-undang yang mengatur kebebasan beragama . hal ini merupakan saat yang paling penting bagi umat Kristen sehingga para misionaris lebih giat lagi menjalankan pelayanannya. Perang Jepang-China tahun 1894, memberikan kesempatan umat Kristen Jepang untuk membuktikan bahwa mereka memiliki sikap nasionalisme dan cinta kepada negara sehingga menempatkan diri dalam barisan belakang dalm perang, serta memberi bantuan moral melalui palang merah. Karena pertumbuhan industri dan perdagangan yang terjadi, orang-orang lebih disibukkan dengan mencari uang, sehingga sulit untuk mengalihkan perhatian pada hal- 49 hal yang bersifat spiritual, bahkan orang Kristen mulai meninggalkan kegiatan agamanya karena kesibukan mereka. Melihat hal tersebut maka diadakan pertemuan antar wakil agama yang ada di Jepang dengan tujuan menggalang persahabatan di antara mereka yang berlainan agama. Pada tahun 1904, Jepang terlibat perang lagi, kali ini dengan Rusia. Awalnya perang ini menimbulkan kebencian terhadap Kristen karena dianggap sama dengan Rusia karena adanya anggapan bahwa Jepang adalah Budha dan Rusia adalah Kristen. sebenarnya pemerintah tidak melihat hal itu demikian, pemerintah Jepoang justru mengharapkan bantuan dari negara Eropa dan amerika. Untuk itu maka pemerintah mengarahkan rakyatnya untuk mendukung kebebasan beragama dan meminta dukungan dari seluruh rakyat. Kemudian diadakan pertemuan yang dihadiri oleh wakil dari berbagai agama. Intinya adalah pemerintah menyatakan bahwa ini bukan perang agama tetapi sebagai suatu bangsa harus bersatu dan setiap orang mempunyai kewajiban yang sama terhadap negaranya. Keadaan perang memberikan kesempatan bagi organisasi Kristen untuk memberikan bantuan baik secara material maupun moral. Akhirnya Jepang memperoleh kemenangan atas Rusia pada tahun 1905, tetapi masyarakat kecewa karena Rusia menolak pembayaran kerugian perang, hanya memberikan sebagian Kepulauan Sakhalin kepada Jepang.. masyarakat melampiaskan kekecewaannya dengan melakukan unjuk rasa dan tindakan kekerasan. Dalam hal ini gereja yang menjadi sasaran karena dianggap merupakan bagian dari barat. Pemerintah terpaksa memberikan perlindungan pada gereja dan tempat-tempat dimana biasa orang Kristen melakukan kegiatan keagamaan dan pertemuan orang Kristen. 50 Perkembangan agama Kristen di Jepang pada saat itu telah menunjukkan bahwa masyarakat ingin mandiri, mereka tidak suka berada di bawah kekuasaan misionaris. Hal ini terlihat di beberapa gereja kekuasaan misionaris menurun dan bahkan gereja sudah melepaskan diri dari bantuan luar negeri. Ditambah lagi dengan kemenangan Jepang atas Rusia sehingga menambah kepercayaan diri mereka. Dua kejadian penting yang menyebabkan perhatian masyarakat terhadap umat Kristen pada tahun 1907 adalah konferensi pelajar Kristen sedunia di Tokyo dan kedatangan seorang komandan perang Inggris bernama Jendral William Booth, seorang pendiri aliran agama Kristen The Salvation Army. Namaya sudah terkenal dan bukubukunya sudah tersebar ke berbagai daerah. Kedua peristiwa ini disambut hangat oleh masyarakat. Dengan adanya kejadian ini berarti diakuinya Jepang dalam dunia internasional. Perkembangan selanjutnya tidak menunjukkan kenaikan yang berarti karena ada beberapa alasan yang mendasarinya seperti pengurangan dana dari Perancis untuk misionaris di Jepang, meningkatnya biaya hidup di Jepang, kesibukan masyarakat dalam mencari uang, dan kemajuan industri serta perdagangan yang membuat kerohanian masyarakat mulai melemah. Kemajuan industri dan perdagangan yang membuat masyarakat lebih disibukkan lagi telah memberi peringatan kepada kaum beragama untuk segera memperbaikinya. Mereka mengkhawatirkan masyarakat akan menjadi materialistis. Demi kepentingan nasional, wakil dari agama Budha dan Kristen mengadakan diaolog untuk mencari jalan keluar. Mereka mengadakan pembaruan dengan saling mempelajari ajaran masing-masing dan memberikan usul yang dianggap perlu. Konferensi antar agama mulai sering diadakan, dari yang kecil hingga yang bertingkat nasional. 51 Konferensi antar agama dan menghasilkan pernyataan nasional yaitu Mereka akan berusaha untuk meningkatkan kehidupan beragama demi kesejahteraan kaisar dan masyarakat, Mereka mengharapkan dukungan pemerintah terhadap agama karena berhubungan dengan pem Dengan jalan ini para pemimpin Kristen dan Budha yang berpengaruh meningkatkan semangat patriotisme, persatuan, kesatuan moral, serta kerohanian masyarakat untuk memperbaiki keadaan pada saat itu. erintah dan pendidikan untuk kesejahteraan nasional. Dalam konferensi ini agama Kristen telah memperoleh pengakuan secara resmi sebagai salah satu dari agama yang ada di Jepang. 52