BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan kehidupan manusia, dimana sejak adanya kehidupan manusia kehidupan seks juga telah ada. Namun hingga saat ini, masalah seksual seakan-akan tidak pernah habis dan tuntas untuk di bahas. Masalah seks atau topik mengenai seksualitas sering dijadikan sebagai topik pembicaraan yang tabu untuk diperbincangkan, terutama antara orang yang tidak seumuran, seperti antara orangtua dan anak. Banyak orang tua yang jarang bahkan tidak pernah membicarakan kepada anaknya mengenai seks dan dampak nya bagi kesehatan. Dalam rencana kerja International Conference on Population and Development (ICPD) di kairo tahun 1994 (dalam Yuli dkk, 2010) merekomendasikan bahwa pelayanan kesehatan dasar salah satunya meliputi komunikasi informasi edukasi mengenai perkembangan seksualitas, kesehatan reproduksi dan kewajiban orang tua untuk bertanggung jawab. Berbagai berita mengenai terjadi nya kekerasan seksual dialami remaja yang tak jarang mengakibatkan kematian. Kejahatan dan kekerasan seksual yang semakin marak di masa ini melibatkan pelaku dan korban yang merupakan kaum remaja. Media sosial menampilkan remaja sebagai objek dalam berbagai foto dan video pornografi. Selain itu, remaja sendiri juga sering berusaha mencari tahu hal-hal baru di internet, didukung oleh pesat nya perkembangan media elektronik saat ini, seakan apa yang diperlukan mengenai seks telah disediakan oleh internet secara fiktif. Kebutuhan secara fiktif ini terkadang memicu gejolak Universitas Sumatera Utara dalam diri seakan ingin memenuhi hasrat seksual remaja, yang sudah mengalami masa pubertas, yakni masa dimana terjadinya perkembangan fisik yang dialami dengan keluarnya air mani pada saat mimpi basah pada seorang remaja laki-laki dan remaja perempuan mengalami menstruasi atau menarche. Banyak pengertian dan pendapat mengenai remaja dan rentang usia untuk menyebutkan seseorang sebagai remaja atau tidak. Orang awam menyebutkan bahwa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak hingga dewasa. “Masa muda adalah masa paling indah”, kalimat tersebut sering terdengar di lingkungan masyarakat dan media, banyak hal-hal baru yang ingin dicoba dan ingin dilakukan secara pribadi ataupun bersama teman-teman. Lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan remaja. Namun media elektronik dan internet juga sangat mempengaruhi, cukup dengan satu jari remaja dapat mengakses segala hal yang ingin diketahui nya melalui internet dan tak jarang mereka sering mencari tahu hal yang di anggap tabu melalui media internet yakni mengenai “seks”. Tidak bisa dipungkiri remaja dan seks menjadi topik yang paling sering dibicarakan dimasyarakat bahkan dunia juga menjadikan ini masalah yang sangat perlu diperhatikan. Namun seks sering menjadi masalah bagi seseorang dan lingkungan nya. Seperti masalah kehamilan remaja, infeksi yang menular secara seksual, kekerasan seksual, dan pelecehan seksual. Tak heran masalah sosial ini sering kita liat di berbagai berita yang semakin hari semakin banyak saja di beritakan masalah yang disebabkan oleh gairah seksual,seperti beberapa individu memaksakan orang lain untuk berhubungan seks dengannya yakni pemerkosaan.pemerkosaan merupakan hubungan seksual yang dipaksakan terhadap seseorang yang tidak memberikan ijin dan menyebabkan tekanan batin bahkan kematian. Universitas Sumatera Utara Sebuah penelitian dilakukan oleh Synovate Research pada September 2004 (dalam Yuli dkk, 2010) tentang perilaku seksual remaja di empat kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan pada remaja usia 15-24 tahun menunjukkan bahwa 44 % responden mengaku pernah mempunyai pengalaman seks di usia 16-18 tahum dan 16 % mengaku pengalaman seks sudah dilakukan pada usia 13-15 tahun. Selain itu, rumah menjadi tempat favorit (40%) untuk melakukan hubungan seks, sisanya 26 % ditempat kos, di hotel dan 8% lain-lain. Hasil penelitian tersebut dapat memberikan gambaran perilaku seks dikalangan remaja. Survei yang dilakukan Youth Center Pilar PKBI Jawa Tengah di tahun 2004 di Semarang mengungkapkan bahwa dengan pertanyaan-pertanyaan tentang proses terjadinya bayi, Keluarga Berencana, cara-cara pencegahan HIV/AIDS, anemia, cara-cara merawat organ reproduksi dan pengetahuan fungsi organ reproduksi, diperoleh informasi bahwa 43,22 pengetahuan remaja rendah, 37,28% pengetahuan cukup sedangkan 19,50% pengetahuan baik. Disisi lain, perilaku remaja yang berpacaran juga tergambar dari survey yang dilakukan oleh Youth Center Pilar PKBI Jawa Tengah, saling mengobrol 100%, berpegangan tangan 93,3%, mencium pipi/kening 84,6%, berciuman bibir 0,9%, mencium leher 36,1% saling meraba (payudara dan kelamin) 25%, dan melakukan hubungan seks 7,6%. Khusus untuk yang melakukan hubungan seks, pasangannya adalah pacar 78,4%, teman 10,3% dan pekerja seks 9,3%. Alasan mereka melakukan hubungan seks adalah coba-coba 15,5% sebagai ungkapan rasa cinta 43,3%, kebutuhan biologis 29,9% (Yuli dkk,2010). Seksualitas remaja berkaitan dengan berbagai aspek lain dari perkembangan remaja, termasuk perkembangan fisik dan pubertas, diri dan identitas, gender, sekolah, teman sebaya dan keluarga. Variasi remaja dilihat dari pengalaman seksual nya di pengaruhi oleh budaya di Universitas Sumatera Utara lingkungan sekitar, hal ini juga berlaku dalam hal seksualitas remaja. Misalnya variasi remaja di beberapa daerah yakni di Timur Tengah remaja tidak diizinkan untuk berinteraksi dengan lawan jenis bahkan di sekolah, di Rusia remaja menikah lebih awal agar dapat melakukan aktivitas seksual secara sah. Dengan demikian, lingkungan sangat mempengaruhi para remaja sehingga terlibat dalam berbagai jenis pengalaman seks yang berbeda. Remaja memiliki segudang pertanyaanpada masa nya, terutama mengenai seks. Namun, kebanyakan remaja memiliki pengetahuan dari internet dan teman sebaya yang cenderung diyakini namun belum tentu kebenaran nya. Topik mengenai seks memang tidak akan pernah ada habis nya, ada saja berbagai perilaku seks terbaru yang cenderung menyimpang yang tak jarang kasus menghilangkan nyawa manusia, seperti yang akhir-akhir ini hangat diperbincangan di Indonesia perilaku buruk para pedofil. Seiring perkembangan fisik manusia, saat seseorang berada di tahap remaja tepat saat ia telah melewati masa pubertas seharusnya remaja telah memiliki bekal pengetahuan mengenai seks. Indonesia sebagai negara berkembang tentu nya memiliki berbagai macam masalah yang ingin segera di benahi baik karena bencana alam dan masalah sosial yang disebabkan oleh buruk nya mental anak bangsa. Sangat banyak kejahatan dan tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja baik yang dipublikasikan di media cetak maupun media elektronik dan tindakan yang tidak dipublikasikan. Indonesia memiliki jutaan calon pemimpin bangsa yakni remaja. Terlepas dari menarik nya topik mengenai remaja, kurangnya pendidikan seks yang diberikan orang tua, kejahatan dan kekerasan seksual yang semakin marak di Indonesia. Hal menarik lain nya dan menjadi sorotan di beberapa daerah sehubungan dengan remaja dan seks yakni hubungan seks sebelum pernikahan, semakin banyak saja kasus-kasus hubungan seks sebelum pernikahan yakni dikalangan remaja yang masih duduk Universitas Sumatera Utara dibangku sekolah.Seks pranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan tanpa menikah dan sering berganti pasangan. Hasil penelitian Ramli Bandi dkk pada tahun 1990 (Susanti,2001), sumber memperoleh pengetahuan tentang masalah seks dari orangtua hanya 1,6 %. Jadi, peran orangtua pada remaja masih kecil sekali. Selain tabu, membicarakan masalah seks dengan keluarga, terutama orangtua masih perlu dikaji lagi, seberapa jauh pengetahuan orangtua mengenai masalah seks yang sehat dan reproduksi. Selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan pada tahun 1991 (dalam Susanti,2001), menjelaskan bahwa dalam mengahadapi remaja perlu adanya peningkatan pengawasan dan bimbingan orang tua terhadap anaknya dengan cara yang bijaksana. Fungsi pengayoman dari orangtua perlu ditegakkan lebih dulu dalam kehidupan keluarga sehari-hari dan pendidikan agama sedini mungkin. Karena masa remaja itu dalam pembentukan diri, kepribadian yang belum stabil, kuatnya pengaruh teman dan sikapnya yang mulai kritis. Masa remaja menempatkan pada tantangan resiko terhadap berbagai masalah reproduksi dan masalah psikologi. Setiap tahun diseluruh dunia kira-kira 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi, dan hampir 100 juta terinfeksi penyakit menular seksual yang dapat disembuhkan. Secara global 40% dari kasus infeksi HIV terjadi pada kaum muda yang berusia 15-24 tahun. Resiko kesehatan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, salah satu diantaranya karena kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi (Yuli dkk, 2010). Dari hasil observasi peneliti di kota Sibolga, tak sedikit terjadi kehamilan remaja yang membuat kebanyakan remaja tidak merantau untuk mendapatkan pendidikan atau bekerja di daerah lain. Pengalaman peneliti selama tinggal dan menetap di kota Sibolga, informasi yang Universitas Sumatera Utara ditemukan bahwa di lapangantelah banyak remaja yang melakukan aktivitas seks kepada diri nya sendiri dan terutama bersama dengan pasangannya dan tak sedikit „tempat‟ untuk berhubungan seks telah disediakan oleh orang-orang tertentu untuk mereka yang ingin melakukan tindakan seks pranikah. Selain penelitian mengenai seksualitas yang masih sedikit jumlahnya, penelitian mengenai remaja di kota Sibolga juga hampir tidak ada yang dituliskan dalam ranah ilmiah. Peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perilaku seks remaja dan menuliskan hasil penelitian tersebut kedalam bentuk tulisan yang berjudul “Seksualitas Remaja di Kota Sibolga”. 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah ini akan diuraikan pada pertanyaan penelitian, yakni : (1) Bagaimana perilaku seksual remaja di kota Sibolga? 1.3. Tinjauan Pustaka Para ahli memiliki berbagai pendapat mengenai satu topik menarik ini yakni mendefinisikan makna remaja, siapa itu remaja. Ada yang mendefinisikan melalui kategori umur, pendidikan, dan perubahan fisik nya. Menurut E.H.Erikson remaja sebagai suatu masa dimana ketakutan dan emosionalitas yang tidak stabil merupakan hal normal (dalam Gunarsa,2003). Selanjutnya menurut E.Spranger remaja merupakan masa dimana seseorang individu sangat membutuhkan pengertian (dalam Gunarsa,2003). Pada masa remaja seseorang individu cenderung mencoba perilaku yang menurut dirinya modern. Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum Universitas Sumatera Utara dan sesudahnya. Masa yang paling indah adalah masa remaja untuk sebagian orang. Masa remaja seakan memiliki ruang tersendiri didalam diri mengenai kebaikan dan keburukan dimasa itu. Serba ingintahu dan memulai banyak hal baru menjadi tantangan dimasa itu, seakan diri status remaja tidak bisa terkontrol mengenai masa peralihan anak-anak menuju tahap dewasa ucap beberapa orang ahli yang memiliki segudang pengertian mengenai siapa itu remaja. Tahap remaja tidak mungkin dapat dihilangkan karena semua orang pasti akan melewatinya. Remaja merupakan jembatan yang menghubungkan anak-anak yang aseksual dengan orang dewasa yang seksual. Dalam buku nya Psikologi Remaja (Gunarsa,2003). Remaja mengalami perubahan dan perkembangan fisik, namun selain itu remaja juga mengalami hal-hal seperti dibawah ini, yakni : 1. Kegelisahan Remaja memiliki banyak macam keinginan yang tidak selalu dipenuhi. Disatu pihak ingin mencari pengalaman, karena diperlukan untuk menambah pengetahuan dan keluwesan alam tingkah laku. Remaja ingin tahu segala peristiwa yang terjadi di seperti dilingkungan luas, tetapi tidak berani mengambil tindakan untuk mencari pengalaman dan pengetahuan yang langsung dari sumber-sumbernya. 2. Pertentangan, pada umunya timbul pertentangan antara remaja dan orangtua karena perbedaan pandangan yang menyebabkan timbulnya keinginan hebat untuk bebas, namun keinginan untuk melepaskan diri ditentang oleh perasaan lebih nyaman berada dirumah. Selain itu juga didukung karena merasa belum siap untuk hidup mandiri tanpa memperoleh bantuan dari orang tua. Universitas Sumatera Utara 3. Berkeinginan besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahuinya, remaja ingin mencoba apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Seperti remaja pria mulai merokok dan remaja putri mulai bersolek mengikuti mode dan kosmetik. Namun dilakukan secara tersembunyi. 4. Keinginan mencoba seringpula diarahkan pada diri sendiri maupun terhadap oranglain. Keinginan untuk mencoba sesuatu yang baru tidak hanya merugikan diri sendiri namun juga orang lain seperti kehamilan. 5. Keinginan menjelajah kealam sekitar pada remaja lebih luas. 6. Mengkhayal dan berfantasi, khayalan dan fantasi pada remaja putera banyak berkisar mengenai prestasi dan karier. Sedangkan pada remaja puteri terlihat lebih banyak sifat perasa sehingga lebih banyak berintika romantika hidup. 7. Aktifitas berkelompok, dari beberapa ciri-ciri remaja sebelumnya memperlihatkan bahwa remaja berusaha mencari jalan keluar dengan cara berkumpul dengan teman sebaya dan melakukan kegiatan bersama seperti menjelajah alam secara berkelompok. Salah satu ciri-ciri seseorang telah menjadi remaja yakni terjadi perubahan seperti salah satu yang telah di jelaskan sebelumnya mengenai definisi remaja yakni mengalami pubertas. Namun tak hanya itu, yang dimaksud dengan perubahan fisik remaja yaitu terjadinya perubahan secara biologis yang ditandai dengan kematangan organ seks primer dan organ seks sekunder, yang dipengaruhi oleh kematangan hormon seksual. Hormon seks pada remaja laki-laki dikenal dengan hormon androgen (testosterone), sedangkan pada remaja wanita disebut hormon estrogen. Universitas Sumatera Utara Seks primer adalah organ yang dibutuhkan untuk reproduksi. Pada wanita , organ reproduksi adalah indung telur (ovaries), tuba falopi, uterus dan vagina;pada pria, testis, penis, skrotum (kantong kemaluan) , gelembung sperma (seminal vesicle) dan kelenjar prostat. Selama masa pubertas organ ini membesar dan mecapai kematangan. Sedangkan seks sekunder adalah sinyal fisiologis kematangan seksual yang tidak berkaitang langsung dengan organ seks yakni membesarnya payudara dan melebarnya bahu pada pria. Karakteristik lain nya adalah perubahan suara dan tekstur kulit, perkembangan muscular, dan pertumbuhan rambut tubuh, wajah, dan ketiak. Beberapa orang menyatakan bahwa seseorang yang telah mengalami pubertas telah menjadi seorang remaja dan biasanya sudah memiliki status yang berbeda di masyarakat. Namun, pubertas tidak sama dengan remaja karena bagi sebagian kita masa pubertas berakhir jauh sebelum masa remaja selesai (Santrock,2007). Meskipun demikian, masa Pubertas merupakan awal penting yang menandai masa remaja. Istilah asing untuk menunjukkan masa remaja antara lain : (a) puberteit, puberty, dan (b) adolescentia. Istilah puberty (bahasa inggris) berasal dari istilah latin, pubertas yang berarti kelaki-lakian, kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda kelaki-lakian. Pubescence dari kata, pubis (pubic hair) yang berarti rambut (bulu) daerah kemaluan (genital), maka pubescence berarati perubahan yang dibarengi dengan tumbuh nya rambut pada daerah kemaluan (Gunarsa, 2003). Pubertas (puberty) adalah sebuah periode dimana kematangan fisik berlangsung pesat, yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh, yang terutama berlangsung dimasa remaja awal (Lola, 1997). Pada saat remaja mengalami pubertas, kemudian remaja mulai mengalami Universitas Sumatera Utara kematangan seksual yang ditandai dengan perubahan fisik, pubertas pada laki-laki berkembang di tandai dengan kamatangan seksual yang paling menyolok adalah pada perpanjangan penis, perkembangan testis, dan tumbuhnya rambut di wajah. Adapun kematangan seksual pada perempuan terlihat dari tumbuhnya rambut kemaluan dan berkembanganya payudara. Pubertas adalah salah satu topik menarik yang perlu di bahas ketika kita berbicara mengenai seksualitas, pertumbuhan dan perkembangan fisik remaja dimulai dimasa ini namun pubertas tidak sama dengan remaja. Bagi sebagian diantara kita pubertas berakhir jauh sebelum masa remaja selesai, namun pubertas merupakan awal penting dalam menandai masa remaja. Pubertas adalah sebuah periode di mana kematangan fisik berlangsung pesat, yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh, yang terutama berlangsung di masa remaja awal (Santrock,2007). Sesuai dengan hasil penelitian Hartuti A. Andrys D. dan Syaiful Fahmi Daili yang dilakukan pada tahun 1989 (dalam Sunanti, 2001) bahwa masalah yang dihadapi pada remaja saat ini terutama pada gadis-gadis ialah “usia datang lebih cepat”, yang dihubungkan dengan usia datangnya haid pertama yang makin muda. Di lain pihak terdapat kecenderungan untuk menikah pada usia relatif lebih lambat. Kedua faktor ini menyebabkan makin panjangnya masa “berbahaya”, sehingga kemungkinan terjadinya hubungan kelamin dengan berganti-ganti pasangan sebelum menikah lebih besar, kemungkinan terjadinya kehamilan sebelum menikah serta risiko untuk menderita Penyakit Menular Seksual (PMS) bertambah besar pula. Namun tak hanya itu, pubertas juga diiringi dengan berbagai perubahan penting yang berlangsung dalam tubuh kita seperti didalam sistem endokrin, lemak tubuh dan berat tubuh. Pertama sistem endokrin beperan di masa pubertas dengan melibatkan interaksi dari hipotalamus, Universitas Sumatera Utara kelenjar pituitari, dan gonad (kelenjar seks). Hipotalamus (hypothalamus) adalah sebuah struktur yang yang terletak di dalam otak yang berinteraksi dengan kelenjar pituitari untuk memonitor regulasi hormon di dalam tubuh. Kelenjar pituitari (pituitary gland) adalah kelenjar yang menghasilkan hormon-hormon yang dapat merangsang kelenjar-kelenjar lain. Pituitari juga mempengaruhi pertumbuhan dengan cara menghasilkan hormon-hormon pertumbuhan, pituitari mengirimkan gonadotropin (hormon yang merangsang kelenjar seks) ke testis dan indung telur serta hormon yang menstimulasi tiroid ke kelenjar tiroid. Disamping itu pituitari juga mengirimkan hormon ke kelenjar adrenal. Selanjutnya kelenjar tiroid berinteraksi dengan kelenjar pituitari untuk mempengaruhi pertumbuhan. Gonad merupakan kelenjar seks yang terdiri dari testis pada laki-laki dan indung telur pada perempuan. Kelenjar ini sangat terlibat dalam penampilan karakteristik seks sekunder, seperti perkembangan kumis pada laki-laki dan perkembangan payudara pada perempuan. Selanjutnya terdapat hormon yang dominan pada perempuan yakni estrogen dan hormon testosterone pada laki-laki yang berperan penting bagi perkembangan pubertas. Kedua hormon ini meningkat pada laki-laki dan perempuan selama masa pubertas. Kadar testosteron berkaitan dengansejumlah perubahan fisik pada laki-laki, termasuk perkembangan genital eksternal, bertambahnya tinggi badan dan perubahan suara. Kadar testosterone pada laki-laki juga berkaitan dengan hasrat dan aktivitas seksual. Estradisol adalah estrogen yang berperan penting dalam perkembangan pubertas perempuan. Ketika kadar estradisol meningkat terjadilah perkembangan payudara, perkembangan rahim dan perubahan kerangka. Identitas hormon yang berkontribusi terhadap hasrat seksual dan aktivitas pada remaja perempuan kurang terlihat jelas pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Kadar hormon seks itu rendah di masa kanak-kanak namun meningkat di masa pubertas (Santrock,2007). Universitas Sumatera Utara Berbagai ilmuwan berpendapat bahwa munculnya menstruasi (menarche) dipengaruhi oleh persentase lemak tubuh dikaitan dengan berat tubuh total. Sejak menarche berlangsung minimal 17 persen berat tubuh perempuan terdiri dari lemak tubuh (Santrock,2007). Laju pertumbuhan berat tubuh remaja kurang lebih menyerupai laju pertambahan berat tubuhnya. Pertambahan berat tumbuh berlangsung bersamaan dengan dimulainya masa pubertas. Lima puluh persen berat tubuh orang dewasa diperoleh di masa remaja. Disamping meningkatnya tinggi dan berat tubuh, masa pubertas juga menimbulkan perubahan pada lebar pinggul dan bahu. Lebar pinggul perempuan bertambah secara pesat, demikian pula lebar bahu laki-laki. Hal tersebut merupakan salah satu hasil dari peningkatan hormon estrogen pada perempuan dan testosteron pada laki-laki. Pada masa pubertas terjadi kematangan seksual yang terlihat dari tiga tanda yang paling menyolok pada laki-laki adalah perpanjangan penis, perkembangan testis, dan tumbuhnya rambut di wajah. Sedangkan perubahan fisik yang terjadi pada perempuan terlihat dari membesarnya payudara atau tumbuhnya rambut kemaluan. Selanjutnya tumbuhnya rambut di ketiak. Pada lakilaki rangkaian pubertas dapat di mulai di usia 10 tahun atau usia 13 1/2tahun tahun. Rangkaian pubertas dapat berakhir di usia 13 tahun atau 17 tahun. Rentang normal tersebut cukup luas, sehingga dari anak laki-laki yang memiliki usia kronologis yang sama, anak yang satu mungkin saja dapat menyelesaikan rangkaian pubertas sebelum anak yang lain memulainya. Pada perempuan, rentang usia normal untuk menarche dapat lebih luas, antara usia 9 hingga 15 tahun. Selain perubahan dan perkembang fisik, terdapat perubahan psikologis dalam perkembangan pubertas remaja (Santrock,2007). Universitas Sumatera Utara Perempuan memiliki indung telur pada rahim, karna memiliki rahim sehingga perempuan harus menghadapi menstruasi, kehamilan, melahirkan, bahkan menopause. Fakta biologi bahwa menstruasi dan menopause merupakan dua perubahan yang pasti akan dirasakan perempuan. Sedangkan hamil dan melahirkan belum tentu akan dirasakan semua perempuan. Menstruasi merupakan proses biologis yang terkait dengan pencapaian kematangan seks, kesuburan, ketidakhamilan, normalitas, kesehatan tubuh, dan bahkan pembaharuan tubuh itu sendiri. Budaya berbeda, blue print setiap orang pun berbeda, dan respon setiap orang pun berbeda dalam merespon sesuatu termasuk dalam hal ini menarche. Berbagai mitos tentang menstruasi yang terkait dengan kultur suatu masyarakat memiliki implikasi yang luas dalam penataan sosial, khususnya dalam pembentukan dan pelestarian hubungan gender dalam masyarakat (Abdullah,2006). Menurut Ruth Herschberger, menstruasi merupakan tanda dari kesehatan telur dan uterus yang berlanjut dan tanda dari lancarnya fungsi hormon seks (Abdullah,2006). Ketika masa menstruasi perempuan dalam berbagai kultur masyarakat memiliki berbagai hal tabu untuk dilakukan ketika sedang haid (menarche). Tabu menstruasi menurut Freud merupakan cerminan dari sikap masyarakat yang ambivalen terhadap perempuan yang mengalami menstruasi dianggap kotor dan terkena kekuatan jahat sehingga perlu dijauhi dan karenanya dapat dimanfaatkan untuk kekuasaan politik (Abdullah,2006). Tabu Menstruasi sesungguhnya telah menempatkan perempuan sebagai “orang lain”. Dalam masyarakat Beng di pantai gading secara tegas ditekankan bahwa menstruasi dikaitan dengan polusi dan fertilitas. Hal ini mengakibatkan larangan bagi perempuan untuk masuk hutan, tidak boleh memasak karena dianggap kotor, dan tidak boleh melakukan aktivitas Universitas Sumatera Utara pertanian. Di Bali kaum perempuan tidak boleh memasuki hutan karena hutan dianggap suci sementara perempuan telah ternodai oleh ada nya darah. Selain berbagai respon dalam berbagai kultur masyarakat terdapat berbagai mitos-mitos terkait dengan menstruasi, yakni: menstruasi adalah kotor, membahayakan hubungan seks, kutukan tuhan, menggangu keteraturan sosial, menggangu kesehatan, tanda dari inferioritas perempuan, pengecualian dari suatu kebiasaan dan lain-lain (Abdullah,2006). Di Papua New Guinea seorang perempuan ditempatkan di luar dusun pada saat menstruasi di dalam suatu rumah yang di bagun oleh perempuan dan tidak boleh didekati oleh laki-laki. Kepercayaan tentang roh jahat yang dibawa oleh perempuan menjadi suatu keyakinan tentang sifat buruk dari menstruasi dan perempuan yang mengalaminya. Namun secara medis seorang yang mengalami menstruasi adalah seseorang yang membutuhkan makanan bernutrisi karena ia harus menggantikan sel darah yang hilang pada saat menstruasi berlangsung. Berbagai persoalan yang muncul menentang proses biologis ini tentunya menunjukkan proses sosial yang terkena atau dialami perempuan akibat kesalahan konsepsional yang akut dalam masyarakat. Berbagai bentuk pengucilan terjadi pada saat perempuan mengalami menstruasi. Dari sudut pandang lain, menstruasi merupakan penanda kedewasaan bagi perempuan, saat dimana seorang perempuan mulai memilih hak untuk terlibat dalam pembicaraan, lebih bebas berbicara, boleh memiliki sesuatu, dan juga memiliki sumber otoritas yang secara inheren merupakan ancaman bagi kekuasaan laki-laki. Video etnografi yang di unggah ke internet dalam situs youtube oleh akun „pusat humaniora‟ menambah referensi mengenai budaya masyarakat dalam menolak keberadaan perempuan saat sedang menstruasi dan melahirkan. Video etnografi tersebut merekam mengenai masyarakat Muyu yang menolak tradisi melahirkan (persalinan) dan menstruasi dilakukan Universitas Sumatera Utara dirumah, perempuan Muyu di asingkan ke pondok kecil seperti kamar kecil yang terbuat dari kayu dan rumbia sebagai atap nya, pondok ini harus jauh dari rumah tempat tinggal si perempuan. Beberapa hari sebelum dan atau saat persalinan berlangsung, suami perempuan muyu tidak boleh berada di pondok untuk menyaksikan persalinan istri nya, suami harus berada diluar pondok yakni beberapa meter dari pondok untuk menyaksikan persalinan isteri nya dari kejauhan. Masyarakat Muyu meyakini apabila perempuan Muyu melahirkan dan menstruasi didalam rumah akan membawa bencana bagi anggota rumah tersebut seperti datangnya penyakit dan bahkan kematian, apabila perempuan Muyu melakukan persalinan dirumah seorang pemburu maka diyakini bahwa kesaktian berburu pemilik rumah tersebut akan hilang, apabila perempuan yang sedang menstruasi datang ketempat jualan (pasar) diyakini bahwa barang dagangan mereka tidak akan laku. Perempuan menstruasi dan baru melahirkan membawa hawa kotor (supranatural) yang kurang baik. Tiap-tiap remaja memiliki budaya seksual yang berbeda-beda. Dibandingkan di budayabudaya lain, di Amerika Serikat seksualitas sering kali melibatkan ketegangan antara orangtua dan remaja. Ketegangan antara orang tua dan remaja mengenai seks, lebih besar di Amerika Serikat di bandingkan di Jepang karena para remaja AS memiliki kecenderungan lebih besar untuk melakukan aktivitas seksual dan arena aktivitas seksual juga mangandung makna sosial tertentu seperti meningkatkan status bagi laki-laki (Lola,1997). Dalam sebuah studi yang melibatkan 470 anak muda Australia yang duduk di kelas sepuluh dan dua belas, menemukan adanya variasi dalam sikap dan praktik seksual diantara mereka.Beberapa diantara mereka masih perawan dan secara seksual naif. Beberapa diantara Universitas Sumatera Utara mereka memiliki kecemasan yang tinggi terhadap seksdan menganggap tubuh mereka kurang berkembang dan kurang menarik (Lola, 1997). Permasalahan bagaimana pubertas terjadi pada tubuh (fisik) individu remaja juga menarik perhatian ilmu Antropologi. Mengutip dari jurnal Biokultural yang membahas mengenai kesehatan reproduksi oleh Pinky Saptandari yang berkaitan dengan makna tubuh yakni mengatakan bahwa “Antropologi memiliki minat yang kuat dalam kajian tentang tubuh dalam konteks fisikdan budaya, khususnya simbolisme tubuh. Tubuh menyediakan tema mendasar bagi semua simbolisme, bahwa tubuh adalah suatu simbol alamiah. Simbol alamiah yang berasal dari tubuh membuat pemaknaan sosial, dan setiap budaya membuat seleksinya sendiri dari wilayah simbolisme tubuh. Terkait pada pembahasan mengenai „tubuh‟ sebagai simbolis, sebuah tulisan turut memberikan pemikiran mengenai tubuh yakni yang berjudul “Antropologi Feminisme dan Polemik Seputar Tubuh Penari Perempuan Jaipongan Menurut Perspektif Foucault” oleh Imam Setyobudi dan Muhklas Alkaf “ menyatakan bahwa: tubuh perempuan pada polemik goyang heboh tari Jaipongan menduduki posisi ranah publik, dalam hal ini tubuh perempuan bukan semata gejala privat. Sementara itu, tubuh laki-laki justru „anonim‟ atau „absen‟ meski konteks budaya yang ada-budaya patriarki. Keabsenan tubuh laki-laki menempatkan posisi aman agar tidak penting dibicarakan. Laki-laki konsumer melahirkan budaya konsumen yang kental ideologi patriarki. Tubuh laki-laki bukan sesuatu hal yang perlu dikontrol, melainkan menyetir sehingga mengendalikan tubuh perempuan. Seks adalah kata yang sangat tidak asing di telinga kita, tetapi anehnya seringkali kita merasa tabu dan agak malu-malu jika menyinggungnya. Agar kita dapat membicarakan dan Universitas Sumatera Utara mendiskusikannya dengan bebas terbuka, maka para ahli bahasa dan ilmuwan pun membuat seks ini menjadi ilmiah dengan menambahkan akhiran “-tas” dan “-logi” menjadi “seksualitas” dan “seksologi”, sehingga jadilah seksualitas adalah untuk dibahas dan didiskusikan. Para remaja memiliki rasa ingin tahu yang tidak habis-habisnya mengenai misteri seks. Defenisi kerja dari WHO 2002 (dalam Argyo,2013) bahwa seks mengacu pada sifat-sifat biologis yang mendefenisikan manusia sebagai perempuan ataupun laki-laki. Kata seks sering dipergunakan dalam 2 (dua) hal, yaitu : 1. Aktifitas seksual genital, yaitu hubungan fisik antar dua individu (aktifitas seksual genital) 2. Sebagai lebel gender (jenis kelamin). Seks lebih berkonotasi kepada badani dan biologis perempuan dan laki-laki yang sering disebut jenis kelamin. Beberapa orang awam menyatakan bahwa setelah menstruasi seseorang dapat memiliki seorang anak dan masa dimana mulai muncul dorongan seksual. Dorongan seksual berkaitan dengan gairah seseorang. Tidak banyak berbeda dengan teori mengenai makna dan konstruksi seksualitas, dorongan seksual itu sendiri juga dikontruksikan dalam sejarah dan kebudayaan dalam kapasitas kelembagaan. Secara tradisional dorongan seksual diasumsikan secara alamiah, terjadi dengan sendirinya, heteroseksual, dan universal, serta diatur dan diinterpretasikan sebagai suatu aktivitas sosial. Dorongan seksual tidak datang dengan sendirinya, melainkan merupakan suatu proses menciptakan sesuatu. Dorongan seksual dapat timbul oleh gabungan antara kenangan, gairah, dan fantasi seksual (Lola,1997). Universitas Sumatera Utara Ada pendapat yang menyebutkan bahwa dasar pemikiran yang menjembatani dorongan seksual dengan lingkup sosial; Pertama dengan siapa kita berinteraksi/ status orang lain yang sedang berinteraksi bersama kita; waktu dan tempat kita melakukan interaksi; apa yang dilakukan dalam interaksi tersebut dan tujuan melakukan interaksi. Kedua, lakon dorongan seksual dapat diperankan pada kesempatan yang akan datang, yaitu apa yang akan kita lakukan secara seksual;narasi yang kita ciptakan dan komposisi beberapa aktor yang akan kita libatkan, serta tindakan dan konteks yang sesuai dengan tujuan seksual kita. Ketiga, lakon seksual dapat dijadikan sebagai sebuah kerangka untuk memanggil kembali kenangan yang sudah lalu;siapa yang berada disana pada saat itu, kapan dan bagaimana peristiwa seksual itu terjadi dan apa yang kita lakukan serta mengapa kita melakukannya (Lola,1997). Namun adanya dorongan seksual dalam diri masing-masing orang tentu melibatkan respon yang berbeda-beda pula pada masing-masing individu dalam menanggapi dorongan seksual itu sendiri. Beberapa perempuan masih merasa terpaksa melakukan hubungan seksual untuk memenuhi tuntutan dan menyenangkan pasangannya, walaupun perempuan itu merasa lelah, stress atau tidak berada dalam suasana hati yang tepat. Dalam sebuah studi lintas budaya menemukan bahwa perempuan berada dalam situasi tersebut karena; (1) tidak tahu bagaimana mengatakan tidak; (2) merasa itu merupakan kewajiban untuk menyenangkan pasangan laki-laki; (3) untuk menghindari pertengkarang; (4) untuk memelihara hubungan baik; (5) memberikan perasaan memiliki kekuasaan dan kesenangan kepada pasangan laki-laki; (6) tidak mau dicap sebagai yang dingin (figrid); dan (7) harus berprokreasi (Lola,1997). Menurut Shirley Feldman (dalam Santrock,2007), hasrat seksual muncul sebagai fenomena baru di masa remaja dan seksualitas harus dipandang sebagai aspek yang normal dari Universitas Sumatera Utara perkembangan remaja. Seksualitas dianggap sebagai hal sakral yang tidak dapat di bicarakan seperti membicarakan fiksi, puisi atau makanan, karena seksualitas mengandung daya tarik, gairah, nafsu, keinginan dan kelanjutan. Membicarakan seksualitas merupakan hal tabu, aib dan berbahaya. Dalam sudut pandang Antropologi dan ilmu sosial, luasan jangkau studi seksualitas mencakup : (1) tindakan seksual yang dapat diamati secara empirik (setidaknya secara prinsip) (2) apa yang di lakukan sekelompok orang secara seksual terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain : (3) bagaimana menampilkan diri secara seksual : (4) bagaimana secara seksual bertindak tentang hal-hal seksual (Lola, 1997). Dorongan seksual berkaitan dengan gairah seseorang. Tidak banyak berbeda dengan teori mengenai makna dan konstruksi seksualitas, dorongan seksual itu sendiri juga di konstruksikan dalam sejarah dan kebudayaan dalam kapasitas kelembagaan. Secara tradisional dorongan seksual di asumsikan bersifat alamiah, terjadi dengan sendirinya, heteroseksual dan universal, serta diatur dan diinterpretasikan sebagai suatu aktifitas sosial diperdebatkan bahwa tidak ada yang alamiah dan nyata mengenai hubungan seksual. Ada orang yang tidak ingin melakukannya, atau ada orang yang pernah melakukannya, tidak menyukainya, dan tidak ingin mengulangnya kembali (Lola,1997). Dorongan seksual tidak datang dengan sendirinya, melainkan merupakan suatu proses menciptakan sesuatu.Keterlibatan secara seksual dengan orang lain itu bukan hanya dalam bersenggama, berpelukan, berciuman, membelai, berpegangan tangan, fantasi, memijat, bahkan telanjang dan ungkapan seksual lainnya memberi dan merespons perasaan senang/ kenikmatan terhadap diri sendiri atau pasangan adalah suatu tindakan seksual (Lola,1997). Menurut Gagnon, Universitas Sumatera Utara Greenblat, dan Kimmel bahwa “Manusia tidak pernah berhenti mengaitkan makna respon atau dorongan seksual yang mereka alami dalam setiap peristiwa hubungan seksual yang konteks sosial” (dalam Lola,1997). Salah satu perilaku seksual yang dilakukan manusia adalah masturbasi. Masturbasi merupakan salah satu perilaku seksual dan cara orang mengungkapkan seksualitasnya. Menyentuh, meraba, dan mempermainkan alat kelamin tubuhnya sendiri yang memberikan perasaan nikmat sampai mencapai klimaks. Ini bisa dilakukan seorang diri atau dengan pasangan seksual. Namun masturbasi merupakan salah satu perilaku menyimpang bagi beberapa kelompok masyarakat. Perubahan organ-organ reproduksi yang makin matang pada remaja, menyebabkan dorongan dan gairah seksual remaja makin kuat dalam dirinya. Banyak media massa, seperti internet, televisi, koran atau majalah yang menyampaikan informasi secara bebas kepada masyarakat umum, termasuk remaja. Sementara itu, menurut Piaget, walaupun remaja telah mencapai kematangan kognitif, namun dalam kenyataannya mereka belum mampu mengolah informasi yang diterima tersebut secara benar. Akibatnya perilaku seksual remaja, seringkali tidak terkontrol dengan baik. Mereka melakukan pacaran, kumpul kebo, seks pra-nikah atau mengadakan “pesta seks” dengan pasangannya, yang menyebabkan hamil muda, timbulnya penyakit menular dikalangan remaja. Untuk itu peran sekolah, orang tua, media massa maupun pemerintah adalah memikirkan dan membuat program pendidikan seksual untuk remaja (dalam Dariyo,2004). Bersamaan dengan meningkatknya gejolak seksual pada remaja, kebutuhan itu mereka penuhi dengan cara-cara yang mereka kenal. Cara-cara memuaskan diri dalam seks, yaitu melalui Universitas Sumatera Utara masturbasi. Bahasa prokem yang dipakai untuk istilah tersebut antara lain “nyabun” (memakai sabun) “ngocok” (mengocok) “lakon” “swalayan” atau Halo-halo Bandung” bagi laki-laki. Bagi perempuan, antara lain dikenal dengan istilah “Dolanan Gedang” (bermain dengan pisang). Penggunaan istilah itu dimaksudkan untuk menggambarkan alat bantu dan jenis aktivitas saat melakukan aktivitas seksual. Bahasa sandi mereka gunakan agar terlihat bahwa seks tidak dilihat sebagai masalah vulgar. Dalam pemahaman mereka, aktivitas masturbasi mempunyai efek dibidang kejiwaan, seperti rasa bersalah, berdosa, cemas, menjadi pendiam, suka menyendiri, melamun dan berkhayal (Susanti, 2001). Seksualitas remaja berkaitan dengan berbagai aspek lain dari perkembangan remaja, termasuk perkembangan fisik dan pubertas, perkembangan kognitif, diri dan identitas, gender, keluarga, kawan-kawan sebaya, sekolah dan budaya. Seksualitas di alami dan diungkapkan dalam pikiran, khayalan, gairah, kepercayaan, sikap, nilai, perilaku, perbuatan, peran, dan hubungan. Namun tidak semuanya dapat dialami dan diungkapkan. Seksualitas dipengaruhi oleh interaksi antar faktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi, politik, budaya, etika, hukum, sejarah, religi, dan spiritual. Menurut WHOtentang seksualitas adalah suatu aspek inti manusia sepanjang hidupnya yang meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi seksual, erotisme, kenikmatan, kemesraan dan reproduksi. Dalam sebuah tulisanDrs.Argyo Demartoto, M.si, menyatakan bahwa seksualitas menyangkut aspek kehidupan dan di ekspresikan dalam bentuk perilaku yang beraneka ragam. Lebih lanjut ia menyatakan seksualitas adalah tentang bagaimana seseorang mengalami, menghayati, dan mengekspresikan diri sebagai mahkluk seksual, bagaimana seseorang berpikir, merasa dan bertindak berdasarkan posisinya sebagai mahkluk seksual, yaitu Universitas Sumatera Utara bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti sentuhan, pelukan, ataupun perilaku seperti isyarat, gerak tubuh, cara berpakaian, dan perbendaharaan kata, termasuk pikiran, pengalaman, nilai, fantasi, emosi. Menurut Argyo seksualitas manusia (human sexsuality) merupakan topik yang kompleks dan sensitif. Ruang lingkupnya meliputi perilaku, sikap, kepercayaan, nilai-nilai dan norma, orientasi dan sebagainya. Sifatnya sensitif karena menyangkut hal-hal yang bersifat sangat pribadi (Argyo,2013). Dalam satu budaya, hubungan seksual bisa bermakna sebagai sumber kesenangan dan kunci pada pemujaan seni erotis, tetapi dalam budaya lainnya seks justru merupakan sumber bahaya, tabu, dan aib. Hal ini membuat seksualitas selain bersifat rasional, juga merupakan suatu kategori sosial yang kemudian memiliki implikasi tertentu, membatasi dan mengontrol individu dalam masyarakat. Sejarah seksualitas bukan sejarah representasi seksualitas, melainkan sejarah aliran perilaku. Percakapan tentang seks dibatasi, wacana tentang seks semakin banyak beredar. Dalam konstruksi sosial masyarakat orientasi dan kegiatan yang di anggap “tidak lazim” “menyimpang” diancam rasa bersalah bagi para pelakunya. Diskriminasi terhadap homoseksual pada akhirnya membuat mereka memilih untuk menjalani kehidupan ganda, memilih untuk menikah dan memiliki anak. Data dari Arus pelangi pada tahun 2013 menyatakan bahwa 89,3% LGBT di Indonesia pernah mengalami kekerasan, 79,1% dalam bentuk kekerasan psikis, 46,3% dalam bentuk kekerasan fisik, 26,3% dalam bentuk kekerasan ekonomi, 45,1% dalam bentuk kekerasan seksual, 63,3% dalam bentuk kekerasan budaya yang pernah dialami LGBT di Indonesia termasuk pengusiran dari rumah atau kos, dituntut untuk menikah, dan dipaksa untuk menikah Universitas Sumatera Utara dengan orang lain yang tidak disukai, dan pelaku kekerasan budaya adalah keluarga (76,4%) dan teman (26,9%). Dalam rangka studi seksualitas ini, dipilih dua pendekatan yaitu pendekatan kebudayaan dan pendekatan struktural-fungsionalisme. Pemilihan dua pendekatan ini didasarkan atas studi ini sendiri, yaitu tentang perilaku seksualitas untuk memahami mempelajari dimensi masyarakat yakni remaja mengenai perilaku seksual remaja yang berjudul “Seksualitas Remaja di Kota Sibolga”. Perbedaan antara pilihan seksual dan tingkah laku seksual tergantung pada perbedaan lingkungan alam dan kebudayaan. Faktor seksualitas tidak hanya ditentukan oleh kematangan biologis saja, tetapi faktor kebudayaan dan lingkungan sangat besar pengaruh nya dalam menentukan perilaku seksual. Berdasarkan konteks kebudayaan dalam membentuk perilaku seksual individu-individu penyandang kebudayaannya, maka perlu dianalisis bagaimana interpretasi perilaku seksual dilihat berdasarkan pendekatan kebudayaaan. Berbicara tentang perilaku seksual menurut kebudayaan maka unsur pengetahuan merupakan dasar utama pada perilaku seksual individu. Pengetahuan merupakan unsur yang mengisi akal dan jiwa seseorang manusia yang sadar secara nyata terkandung dalam otaknya. Dari pengetahuan tersebut akan melahirkan berbagai dorongan naluri seperti hal nya dorongan seks yang timbul pada tiap individu yang normal tanpa terkena pengetahuan, dan memang dorongan ini mempunyai landasan biologi yang mendorong mahkluk manusia untuk membentuk keturunan guna melanjutkan jenisnya. Selanjutnya dalam buku Seksualitas di Pulau Batam (Lola,1997) turut menyatakan bahwa dorongan seksual misalnya dalam pendekatan konstruksi sosial (seperti yang dijelaskan sebelumnya) menentang pemahaman biologis mengenai rangsangan, insting, implus, libido, dan nafsu karena bukan tubuh Universitas Sumatera Utara melainkan konstruksi sosial yang telah membentuk dorongan seksual. Lebih lanjut Lola Wagner menekankan bahwa penelitian atau pembahasan mengenai seksualitas secara khusus perlu memperitimbangkan faktor siapa, dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana dorongan seksual itu tercipta. Konstruksi seksualitas remaja dalam kebijakan terkait yaitu Undang-Undang (UU) Kesehatan RI No.36 Tahun 2009, meskipun tidak menyebutkan pencegahan terhadap seks pranikah, namun menyebutkan bahwa pemeliharaan kesehatan remaja ditujukan untuk mempersiapkan menjadi orang dewasa yang sehat dan produktif, baik sosial maupun ekonomi (pasal 136 ayat 1), dan dilakukan agar remaja terbebas dari berbagai ganguan kesehatan yang dapat menghambat kemampuan menjalani kehidupan reproduksi secara sehat (ayat 2). Beberapa ahli memiliki beberapa pendapat untuk melihat remaja ditinjau dari beberapa pendekatan, yakni (dalam Gunarsa,2003) : (1). Pendekatan Psikobiologis Pendekatan ini mengutamakan pola tingkah laku. Arnold Gesell sependapat dengan Stanley Hall yang mengemukakan pendekatan ini , bahwa dari hasil penelitiannya telah dibuat daftar tingkah laku yang merupakan ciri khas dari beberapa kategori umur tertentu. Dengan daftar tersebut dapat dilihat apakah pola tingkah laku seorang anak sesuai dengan perkembangan anak lain yang sebaya atau sebaliknya tidak sesuai. Atau mungkin pola tingkahlaku sama dengan anak-anak yang lebuh tua sehingga dapat dikatakan bahwa anak tersebut telah mengalami proses perkembangan yang lebih cepat daripada anak sebayanya. (2). Pendekatan Kebudayaan (antropologis) Universitas Sumatera Utara Beberapa ahli yang telah meneliti sekelompok remaja dalam satu kelompok budaya, seperti Margareth Mead melihat adanya upacara ritual khusus berhubung dengan peristiwa datangnya haid pertama pada beberapa kebudayaan di kepulauan tertentu, hal tersebut ternyata sama sekali tidak ditemukan pada kebudayaan lainnya. Sedangkan kebudayaan di beberapa tempat menganggap peristiwa tersebut sebagai suatu kejadian biasa. Sedangkan Ausubel berpendapat bahwa pandangan biologis sebagai dasar yang menentukan perkembangan masa remaja kurang memuaskan. Sudah jelas pada masa itu timbul banyak persoalan dan pertentangan. Persoalan yang dapat atau tidak dapat di elakkan sesuai dengan corak kebudayaan (3). Pendekatan Psikoanalitis Aliran psikoanalisa yang lama menganggap masa remaja sebagai suatu masa dimana kebutuhan dan aktivitas seks timbul lagi setelah mengalami masa laten dengan penekanan terhadap segala aktivitas seksual. Bertambahnya timbul rasa takut dan emosionalitas yang tidak stabil. Pendekatan ini menyatakan bahwa tugas dalam masa remaja adalah memperoleh kembali keseimbangan-keseimbangan antara ekspresi dan kebutuhan seksual, antar hambatan lingkungan terhadap ekspresi ini dan kemungkinan yang diberikan oleh realitas dan hati nurani seseorang. Sedangkan menurut Made Oka Negara, seksualitas secara denotatif memiliki makna yang luas karena meliputi aspek yang berhubungan dengan seks yang bisa meliputi nilai, sikap, orientasi, dan perilaku. Selanjutnya mengutip dari artikel Argyo(2013) menyatakan bahwa seksualitas dapat dilihat secara dimensional yakni yang terdiri dari dimensi biologis, psikososial, Universitas Sumatera Utara perilaku, klinis dan kultural. Lebih lanjut Argyo menjelaskan bahwa dimensi biologis tersebut meliputi bentuk anatomi organ seks hingga fungsi dan proses-proses biologi yang menyertai nya. Faktor biologi ini mengontrol perkembangan seksual dari konsepsi sampai kelahiran dan kemampuan bereproduksi setelah pubertas. Dimensi psikososial meliputi faktor psikis yakni emosi, pandangan, dan kepribadian yang berkolaborasi dengan faktor sosial yaitu bagaimana manusia berinteraksi dengan lingkungannya secara seksual. Dimensi klinis seksualitas memberikan solusi terhadap masalah seperti kecemasan, depresi, konflik dalam hubungan dan masalah-masalah lain yang dapat menghambat tercapainya kebahagiaan seksual. Dimensi kultural seksualitas berkaitan dengan aturan yang ada dimasyarakat dalam hal ini, terdapat banyak aturan seperti nilai dan norma didalam masyarakat. Misalnya ada „moral‟ yang dikaitan dengan masalah seksualitas berbeda dari satu budaya ke budaya lain, dari masa ke masa. Sehingga berbagai perubahan perilaku terutama perilaku seksual di Indonesia tidak lepas dari dimensi kultural ini. Berbicara mengenai manusia juga berbicara mengenai perilaku. Manusia berperilaku, perilaku itu sendiri merupakan sesuatu yang dapat dilihat dari hasil „budayanya‟. Agar mendeskripsikan budaya (blueprint) seseorang dapat di observasi dari „perilakunya‟. Menurut Skinner (dalam Notoadmojo,2010) perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas seperti berjalan, berbicara, menangis, bekerja dan sebagainya. Berbagai pengertian mengenai perilaku seksual dipaparkan guna menambah referensi yang jelas apa itu, bagaimana terjadi nya, faktor yang mempengaruhi, dan peneliti berusaha Universitas Sumatera Utara memaparkan perilaku seksual dari berbagai aspek yakni dari berbagai pendapat para ahli yang sudah melakukan penelitian mengenai perilaku seksual. Perilaku seksual adalah perilaku yang timbul sebagai akibat dorongan seksual dalam diri seseorang. Perilaku seksual adalah perilaku yang didasari dorongan seksual atau kegiatan untuk mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku (Feldman dan Parrot). Perilaku seksual merupakan segala perilaku yang didasari oleh dorongan seksual dan berhubungan dengan fungsi reproduktif atau yang merangsang sensasi reseptor yang terletak pada atau disekitar organorgan reproduktif dan daerah-daerah erogen untuk mendapatkan kenikmatan atau kesenangan seksual terutama orgasme, membatasi dan mengatur perilaku (Lola, 1997). Perilaku seks pada remaja, adalah segala bentuk perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sejenis. Bentuk-bentuk seksual bermacam-macam, mulai dari tertarik hingga pada tingkah laku berfantasi, berkencan, bercumbu, dan bersenggama (Basri dalam Yuli dkk,2010). Menurut Kinsley (dalam Susanti,2001) perilaku seksual meliputi empat tahap sebagai berikut : 1. Bersentuhan (touching) mulai dari berpegangan tangan sampai berpelukan 2. Berciuman (kissing) mulai dari ciuman singkat hingga ciuman bibir yang mempermainkan lidah 3. Bercumbuan (petting) menyentuh bagian sensitive dari tubuh pasangan dan mengarah pada pembangkitan gairah seksual 4. Berhubungan kelamin Universitas Sumatera Utara Tahapan perilaku seksual pada dasarnya beragam antar pada tiap-tiap individu, namun secara khusus dapat di identifikasikan bahwa tahapan perilaku seksual yang dilakukan individu merupakan suatu rangkaian perilaku yang makin tinggi tahapan perilakunya maka mempunyai nilai keintiman yang semakin tinggi pula. Membicarakan dimensi perilaku seksual, sebaiknya kita menghindarkan diri dari menghakimi perilaku seksual orang lain dengan menggunakan nilai dan pengalaman diri sendiri. Istilah „normal‟ seringkali dilabelkan kepada apa yang kita sendiri lakukan dan rasakan nyaman, sedang „abnormal‟ diartikan‟ sebagai apa yang dilakukan oleh orang lain yang berbeda atau terasa ganjil bagi kita. Dari fenomena LGBT yang semakin banyak dibahas dan diungkapkan,di beberapa kota di Indonesia „waria‟ sudah memiliki ruang tersendiri di masyarakat walaupun terdapat berbagai kontroversi mengenai eksistensi nya. Kembali mengutip dari tulisan Argyo (2013) : Perlu diingat bahwa ada budaya-budaya yang mengakui adanya lebih dari dua gender. Budaya Indonesia modern, misalnya dapat dipandang sebagai mengakui adanya tiga gender, yaitu jantan, betina, dan banci. Menurut L.Green, faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku seksual antara lain (Notoatmodjo,2003): 1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mendahului perilaku yang memberikan dasar rasional atau motivasi untuk perilaku tersebut antara lain terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Dalam hal ini khususnya yang berkaitan dengan perilaku seksual remaja Universitas Sumatera Utara 2. Faktor-faktor penyebab (enabling factors), yaitu faktor-faktor yang mendahului perilaku yang memungkinkan sebuah motivasi untuk direalisasikan, yaitu antara lain ketersediaan sumberdaya kesehatan, keterjangkauan sumberdaya kesehatan, dan keterampilan tenaga kesehatan 3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yaitu faktor-faktor yang mengikuti sebuah perilaku yang memberikan pengaruh berkelanjutan terhadap perilaku tersebut, dan berkonstribusi terhadap persistensi atau penanggulangan perilaku tersebut. Namun sering kali seks dianggap menjadi masalah bagi remaja, karna beberapa lingkungan sekitar remaja mangatur bahkan melarang tindakan seks. Seks dianggap pembawa masalah jika si remaja terjun ke dalam nya yakni dunia seks, seks dijadikan hal yang tabu bagi remaja bahkan hanya membahas mengenai seks dianggap sebagai perbuatan yang kotor. Manusia di atur oleh skenario yang telah dibuat oleh masyarakat, dan tentunya siapa saja termasuk remaja harus mengikuti aturan di mana ia berada. Seks dianggap hal buruk dan kotor, sehingga membuat remaja seakan berusaha menutup diri dari seks namun mengalami gejolak dalam diri. Berbagai kontrol kebudayaan mengatur persoalan mengenai apa yang di tolak dan apa yang diterima seseorang khususnya yang berkenaan dengan seks. Jenis-jenis tindakan seks yang dianggap sebagai “ditentang” amat bervariasi dari satu kebudayaan dengan kebudayaan lain. Namun setiap orang tentu memiliki jalan sendiri yang dianggap diri nya benar namun dilingkungan nya dianggap sebagai masalah, remaja yang sedang mengalami gejolak dalam diri Universitas Sumatera Utara mengikuti kehendak seks yang membuat diri nya jatuh kedalam berbagai persoalan seperti misalnya : Kehamilan Remaja Para remaja perempuan yang hamil dapat berasal dari berbagai kelompok etnik dan tempat yang berbeda-beda, namun lingkungan kehidupan mereka menimbulkan tekanan yang sama. Dalam berbagai hasil penelitian, terjadi peningkatan kehamilan remaja dan jumlah kehamilan remaja ini sangat tinggi. Jika seorang remaja hamil ketika masih berada dibangku sekolah, maka hal ini menjadi masalah besar dalam hidupnya. Kehamilan di masa remaja membuat remaja tidak bisa melanjutkan sekolahnya dan kehamilan membuat remaja tidak memiliki masa depan. Kehamilan remaja juga tentu tidak dengan mudah diterima oleh masyarakat dilingkungan sekitar nya, remaja mungkin saja akan dikucil kan dan tidak memiliki ruang untuk bergaul dengan rekan sebaya nya. Aborsi Kehamilan menjadi masalah besar pada kaum remaja, terutama yang masih duduk dibangku sekolah. Ketakutan akan kontrol kebudayaan yang ada pada lingkungan nya membuat ia mencari segala cara untuk membuang kehamilan nya dan menjalani aborsi. Dibeberapa negara aborsi di legal kan namun tak sedikit yang menentang aborsi seperti Indonesia. Dari hasil penelitian, aborsi legal di Amerika Serikat mengandung risiko medis yang lebih kecil dilakukan di trimester pertama masa kehamilan, khususnya apabila dibandingkan risiko melahirkan anak, bagi remaja perempuan. Terkait dengan risiko psikologis, terdapat sebuah studi yang mengevaluasi 360 remaja perempuan selama dua tahun setelah mereka diwawancarai ketika melakukan tes kehamilan. Beberapa diantara mereka memperlihatkan hasil tes yang negatif, Universitas Sumatera Utara sementara beberapa lainnya dnyatakan hamil dan melahirkan, sementara beberapa lainnya hamil dan menjalani aborsi. Para remaja perempuan yang melakukan aborsi memperlihatkan penurunan kecemasan dan peningkatan harga-diri dari awal remaja memiliki hasil tes negatif atau yang hamil sampai melahirkan. Mereka juga cenderung tetap melanjutkan sekolah dan lulus dari sekolah menengah atas dan cenderung tidak mengalami kehamilan lagi (Santrock,2007). Berbagai persoalan yang di lakukan oleh para remaja dianggap sebagai masalah sosial dalam lingkungan masyarakat. Tidak hanya si remaja yang mengalami kehamilan dan atau menjalani aborsi dan dianggap sebagai masalah. Tentu kedua orangtua dan keluarga mengalami kecemasan yang sama karna kehamilan remaja ini, sehingga beberapa remaja perempuan dan „pacarnya‟ tidak memberi tahu dan menyembunyikan kehamilan nya dari keluarga mereka. Terlepas dari segala permasalahan yang ditimbulkan oleh seksualitas, namun individu manusia memiliki hak dalam kaitan kehidupan seksual nya yang diuraikan oleh WHO (dalam Argyo,2013)hak-hak seksual menganut hak-hak asasi manusia yang sudah diatur dalam undangundang nasional, dokumen-dokumen hak asasi manusia international dan penyataan-penyataan consensus lainnya. Hak-hak ini meliputi hak semua orang, bebas dari paksaan, diskriminasi dan kekerasan untuk : - Mencapai standar kesehatan seting-tingginya, termasuk akses kepada layanan perawatan kesehatan seksual dan reproduksi - Mencari, menerima dan menyampaikan informasi mengenai seksualitas - Mendapatkan pendidikan seksualitas - Mempertahankan keutuhan tubuh - Memilih pasangan dan memutuskan untuk aktif secara seksual atau tidak Universitas Sumatera Utara - Menjalani hubungan seksual atas dasar saling sepakat - Menikah atas dasar saling sepakat - Memutuskan untuk mempunyai anak atau tidak, serta kapan akan mempunyai anak - Menjalani kehidupan seksual yang aman, nyaman, dan nikmat Penerapan hak-hak asasi manusia ini akan terlaksana apabila ada kerja sama orang-orang yang menghargai hak orang lain. Serta mengetahui apa kewajiban dan tanggung jawab masingmasing tanpa perlu mengusik atau menggangu hal seksual orang lain. Namun hal ini dipengaruhi oleh berbagai aspek terutama nilai dan norma di masyarakat. Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban. Setelah dibahas sebelumnya mengenai hak seksual, ternyata manusia masih memiliki kewajiban dalam mengatur kehidupan seksual nya. Kesehatan Reproduksi (kespro) topik yang menarik perhatian berbagai pihak terutama pemerintah dalam hal membuat kebijakan yang berkaitan dengan meningkatkan kesehatan reproduksi perempuan. Kesehatan reproduksi tidak bisa dengan mudah di gunakan oleh kebijakan kependudukan untuk memenuhi tujuan demografi. Secara ideal perempuan yang dapat mengendalikan kesuburannya adalah perempuan yang mempunyai pilihan untuk membatasi kesuburannya. Kebijakan kependudukan ini seharusnya mampu menguatkan perempuan dalam mengendalikan kesuburannya secara sosial maupun teknis. Pendekatan reproduksi juga mengungkapkan kesehatan perempuan merupakan sebuah puncak gunung es sementara persoalan utamanya adalah seksualitas dan kehamilan. Oleh karna itu pemberdayaan perempuan dari segi kesehatan reproduksi tidak bisa dibatasi hanya pada kesuburan saja, tapi perlu meluas kepada kerangka kerja sosial, ekonomi, dan politik (Lola, 1997). Universitas Sumatera Utara Perilaku seksual dapat menyebabkan seseorang menerima penyakit dari pasangan nya atau terjadi infeksi menular saat melakukan tindakan seksual. Infeksi menular seksual atau sexually transmitted infection (STI) ditularkan melalui kontak seksual. Kontak ini tidak terbatas pada hubungan seksual namun juga kontak genital-oral dan kontak genital-anal.diantara infeksi menular seksual yang banyak dialami remaha, terdapat 3 STI yang disebabkan oleh virus yakni AIDS (acquired immune deficiency syndrome), herpes henital, dan kutil genital. Selain itu ada 3 STI yang disebabkan oleh infeksi bakterial yakni gonorrhea, sifilis, dan Chlamydia. AIDS AIDS adalah infeksi yang ditularkan secara seksual yang disebabkan oleh sebuah virus yang disebut human immunodeficiency virus (HIV), yang mengahncurkan sistem kekebalan tubuh. Setelah individu terkena HIV, individu rentan terhadap kuman yang dapat menghancurkan sistem kekebalan tubuh. Para ahli menyatakan bahwa AIDS hanya dapat ditularkan melalui kontak seksual, menggunakan jarum suntik yang sama, atau tranfusi darah (akhir-akhir ini telah dimonitor secara ketat). Sekitar 90 persen kasus AIDS ydi Amerika Serikat terjadi di antara para laki-laki yang melakukan hubungan seks dengan sesama laki-laki dan pengguna obat-obatan terlarang melalui suntikan intravena. Penite-anal sex memiliki risiko yang lebih tinggi bagi robeknya jaringan mikroskopik dan kontak darah-mani. Data yang ada memperlihatkan peningkatan secara tidak seimbang jumlah perempuan heteroseksual yang memiliki pasangan seksual atau pengguna obat terlarang melalui suntikan. Peningkatan ini memperlihatkan bahwa risiko AIDS dapat meningkat di antara individu-individu heteroseksual yang telah memiliki banyak pasangan seksual atau gonta-ganti pasangan (Santrock,2007). Herpes Genital Universitas Sumatera Utara Penyakit ini adalah infeksi yang ditularkan secara seksual dan disebabkan oleh keluarga besar virus dengan berbagai jenisnya, penyakit yang ditularkan secara non seksual seperti sariawan mulut, cacar air, dan mononucleosis.. Tiga hingga lima hari setelah terjadi kontak, dapat timbul rasa gatal dan geli, yang kemudian diikuti oleh munculnya luka yang melepuh dan terasa sakit. Serangan tersebut dapat berlangsung selama tiga minggu dan dapat muncul kembali secara teratur misalnya setelah selang beberapa minggu atau secara tidak teratur misalnya setiap selang beberapa tahun. Kutil Genital Kutil genital disebabkan oleh human papillomavirus (HPV), yang sulit di uji dan tidak selalu menghasilkan gejala meskipun sangat menular. Kutil genital biasanya terlihat kecil, keras, berbentuk benjolan yang tidak terasa sakit di penis, di daerah vagina, atau di daerah anus. Selanjutnya ada 3 jenis STI yang disebabkan bakteri, yakni : Gonorrhea Gonorrhea adalah salah satu jenis STI yang umumnya disebut sebagai „kencing nanah‟. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri yang disebut Neisseria gonorrhoeae, yang menyerang selaput membran basah yang terdapat di dinding mulut, tenggorokan, vagina, serviks, uretra, dan saluran anus. Bakteri tersebut tersebar melalui kontak antara membran basah yang telah terinfeksi dari seorang individu dengan individu lainnya. Syphilis Syphilis adalah salah satu jenis STI yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum, yang merupakan anggota keluarga spirochete. Spirochete membutuhkan lingkungan yang basah Universitas Sumatera Utara dan hangat untuk menjaga kelangsungan hidupnya, dan ditularkan melalui kontak penis-vagina, oral-genital, atau anal. Spirochete juga dapat ditularkan perempuan hamil ke janinnya setelah bulan ke empat kehamilan. Chlamydia Chlamydia adalah salah satu jenis STI yang paling banyak di jumpai, dinamakan Chlamydia trachomatis, sebuah organisme yang menyebar melalui kontak seksual atau infeksi di organ genital pada laki-laki dan perempuan. Namun banyak perempuan yang terjangkit penyakit ini tidak menampilkan gejala-gejala, namun apabila infeksi terus berlangsung tanpa penanganan maka Chlamydia akan meluas hingga ke sistem reproduktif di dalam tubu fallopi yang dapat mengakibatan infertilitas atau kehamilan di mana telur yang tidak subur tertanam diluar rahim. Seperempat perempuan yang mengalami infertilitas dapat menjadi mandul. Pelayanan kesehatan reproduksi sering dikaitkan dengan demografi dan keluarga berencana. Secara teori (Hanafi dalam Lola,1997), komponen pelayanan yang diberikan Program Keluarga Berencana di Indonesia tidak terbatas hanya pada pelayanan persalinan tetapi mencakup : (1). Komunikasi, informasi, dan edukasi yang diberikan melalui media massa, kelompok, perorangan, dan media. (2). Konseling (3). Pelayanan kontrasepsi (4). Pelayanan infertilitas (5). Pendidikan seks (6). Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawinan Universitas Sumatera Utara (7). Konsultasi genetik (8). Tes keganasan (9). Adopsi Perilaku seksual di dalam lingkungan masyarakat, seakan diatur sesuai dengan skenario yang dibuat oleh masyarakat itu sendiri. Individu harus berperilaku sesuai dengan aturan yang dibuat oleh lingkungan sekitarnya. Mengutip dari tulisan Argyo (2013) Seksualitas memiliki aturan-aturan dimasyarakat yang merupakan bentuk ekspresi masyarakat dalam mengatur konstruksi sosial, yang berarti dalam hal ini masyarakat itu sendiri yang mengorganisir dan mengatur seksualitas dalam berbagai hal dan ternyata masyarakat juga yang menjadikan seseorang „seksualis‟ yakni karena berbagai hal, yakni: a. Kinship/ Family system (sistem keluarga) Merupakan aturan sosial yang mengatur hubungan seks antar saudara dan perkawinan (yang diperbolehkan dan dilarang) misalnya hubungan seks antara saudara (incest), perkawinan antar saudara hal yang ditabukan. b. Perubahan ekonomi dan sosial Industrialisasi dan urbanisasi mempengaruhi sikap dan perilaku seksual misalnya keramahtamahan, kekeluargaan dikota besar dibandingkan di pedesaan mempunyai pola yang berbeda karena pengaruh pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi yang pesat. c. Intervensi politik Universitas Sumatera Utara Intervensi dalam kehidupan seksual mencerminkan neraca arus sosial dan kekuatan politis. Pada tahun 1960 an kebebasan seksual dan liberalism dan tahun 1980an memunculkan hak-hak yang baru termasuk kemunduran moral dan konservatisme seksual. d. Kultur dan Identitas Perlawanan Suatu sejarah perlawanan dan oposisi ke kode moral yaitu aktifitas perjuangan sosial dan yang tidak dikenakan identitas seksual pada kelompok minoritas sosial misal: subkultural homoseks pasa abad pertengahan sehingga membentuk populasi tertentu, berubahnya peraturan pada tahun 1988 tentang batas usia dewasa dari usia 18 tahun menjadi 21 tahun. Selanjutnya Argyo menekankan bahwa „seksualitas‟ itu sendiri terdiri dari: 1). Identitas seksual (seks-biologis)-nya, berupa gradasi kejantanan atau kebetinaan. 2). Perilaku (peran) gendernya (baik sebagaimana ditentukan oleh budayanya ataupun berupa pilihannya sendiri yang bertentangan dengan budayanya itu). 3). Khusus pada masyarakat-masyarakat modern, orientasi (preferensi) seksualnya (baik itu sesuai dengan ketentuan dan budayanya maupun menyimpang dan ketentuan itu). Perilaku seksual remaja cenderung dilakukan sebelum menikah atau hubungan seks pranikah. Beberapa ahli memiliki beberapa pengertian mengenai hubungan seks pranikah ini yakni menurut Scanzoni (dalam Faturochman,1992) hubungan seks pranikah yang dilakukan pria dan wanita yang belum terikat perkawinan, dimana nantinya mereka akan menikah satu sama lain Universitas Sumatera Utara atau masing-masing akan menikah dengan orang lain. Menurut seksolog Ronosulistyo (dalam Faturochman,1992) remaja merupakan kelompok rentan terhadap rangsangan seksual. Lebih lanjut Ronosulistyo menguraikan faktor-faktor yang menyebabkan remaja melakukan hubungan seksual pranikah, yakni usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, kelas sosial, ketidakhadiran orangtua, dan hubungan pacaran (afeksi). Pria lebih cenderung lebih permisif terhadap perilaku seksuali pranikah dibandingkan wanita (Faturochman,1992). Dalam penelitian Roche menemukan bahwa pria lebih mementingkan keintiman fisik tanpa memperhatikan keterlibatan emosional dalam hubungan heteroseksual. Sedangkan wanita lebih mementingkan kualitas hubungan sehingga pada wanita keterlibatan emosional mempengaruhi tingkat penerimaan keintiman fisik yang dilakukan pasangannya. Seksualitas berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan, salah satu nya „perilaku seksual‟ yang dapat menimbulkan berbagai persoalan baik persoalan sosial maupun biologis (penyakit). Tak jarang peneliti menemukan referensi yang menjelaskan seks dengan mengakitkan nya dengan Kesehatan Reproduksi (kespro). Mengutip dari jurnal Biokultural yang berjudul Kesehatan reproduksi Perempuan Dalam Perspektif Antropologi Budaya (2012) menegaskan bahwa terdapat beragam tabu, mitos, dan kepercayaan tradisional tentang tubuh dan kesehatan reproduksi (kespro). Perempuan cenderung diambil oper atau digunakan serta di maknai ulang sebagai komoditi baru yang masuk kedalam sistem layanan kesehatan reproduksi. Pembahasan Mary Douglas dalam purity and danger (1966), sebagaimana dikutip oleh Anthony Sinnot, 1993 (dalam Pinky, 2012) memperkenalkan tubuh kedalam arus utama antropologi. Menurutnya tubuh menyediakan tema mendasar bagi semua simbolisme, bahwa tubuh adalah suatu simbol alamiah. Universitas Sumatera Utara Simbol alamiah yang berasal dari tubuh membuat pemaknaan sosial, dan setiap budaya membuat seleksinya sendiri dari wilayah simbolisme tubuh. Selanjutnya hubungan tubuh dengan kesehatan mengutip pemikiran Michael Winkelman, dalam buku Culture and Health: Applying Medical Anthropogy tahun 2009:8-9 (dalam Pinky,2012) dapat dipelajari pemikiran kritis antropologi kesehatan (medical anthropology), tentang pentingnya pemahaman budaya bagi professional medis. Winkelman menjelaskan bahwa kompetensi budaya pada professional kesehatan merupakan bagian yang penting dalam memberikan layanan kesehatan, di dalamnya termasuk kemampuan untuk memahami rentang faktor budaya yang mempengaruhi kesehatan, termasuk pengetahuan budaya, kesadaran dan kepekaan secara personal. Winkelman juga menyampaikan bahwa kompetensi budaya pada professional kesehatan merupakan kapasitas kompetensi yang penting secara individual, kelembagaan, dan kebijakan. Kompetensi budaya meliputi beberapa dimensi, antara lain : pengetahuan tentang dinamika budaya secara umum dan relasi lintas budaya; keterampilan beradaptasi dan berelasi lintas budaya; pengetahuan tentang perilaku pada budaya spesifik dan kepercayaan pada kelompok spesifik. Saparinah Sadli, Ninuk Widyantoro & Rita Serena Kolibonso , dalam buku Ringkasan Studi Pemantauan Status Kesehatan Seksual dan Kesehatan Reproduksi(Pinky,2012) di 6 daerah di Indonesia, menjelaskan temuan sebagai berikut: (1) Peluang dan tantangan kesehatan reproduksi berdasarkan gagasan dari beberapa daerah: Jambi, Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, depok, Yogyakarta, Madura, Makassar, dan Samarinda Universitas Sumatera Utara (2) di Jambi ditemukan tidak ada kebijakan khusus mengenai kesehatan reproduksi remaja. Fakta bahwa remaja masih mengalami kesulitas untuk mengalami kesulitas untuk memperoleh akses terhadap informasi dan layanan untuk kesehatan reproduksinya. Kebutuhan remaja akan informasi dan layanan kesehatan reproduksi yang lengkap, tepat, dan benar, tidak bisa dilaksanakan, karena: (a) nilai-nilai sosial budaya yang masih menganggap tabu untuk membicarakan, menyediakan informasi dan layanan kesehatan reproduksi untuk usia remaja; (b) layanan kesehatan reproduksi yang ada terbatas pada pasangan yang sudah menikah; (c) Undang-Undang yang ada belum menyediakan perlindungan hukum untuk bisa merealisasikan layanan kesehatan reproduksi yang dibutuhkan dan tidak diskriminatif, termasuk mereka yang belum menikah dan remaja; (3) kajian tentang pelayanan aborsi aman di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi dan Depok menunjukkan belum ditangani secara sungguh-sungguh program untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) maupun aborsi aman. Rekomendasi hasil kajian, antara lain: (a) pentingnya mendengar suara perempuan. Dimana pemberi layanan harus menghargai setiap keputusan perempuan terhadap tubuhnya. Perempuan yang menjadi korban kehamilan yang tidak diinginkan adalah akibat dari perilaku tidak bertanggung jawab laki-laki; (b) untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) program KB perlu dikembangkan dalam format menjunjung tinggi hak asasi manusia, yaitu Universitas Sumatera Utara menghargai hak pilih perempuan dan hak kesehatan reproduksi perempuan dan tidak semata-mata memenuhi target pemerintah; (4) gagasan dari Madura dalam tantangan mengatasi kematian ibu menunjukkan bahwa pengambilan keputusan melahirkan dimana dan siapa yang akan menolong kelahiran sebagian besar ditentukan oleh suami dan keluarga. Hanya 10% dari seluruh pengambilan keputusan ditentukan oleh ibu hamil. Penyebab utama adalah karena alasan ekonomi: suami sebagai pencari nafka dan pengambil keputusan sedangkan isteri hanya mengikuti keputusan yang diambil oleh suaminya; (5) bahwa sebab-sebab dari tingginya kematian ibu tidak hanya dapat dipandang dari segi medis tetapi juga berkaitan dengan sistem manajemen kesehatan perempuan, nilai-nilai budaya yang berlaku, kemauan politik negara untuk menempatkan kesehatan perempuan sebagai isu nasional. Menghapus kematian ibu memerlukan suatu pendekatan multidisiplin, mengingat bahwa kematian ibu tidak hanya terkait dengan masalah medis, tetapi juga ekonomis dan sosial budaya; (6) gagasan dari Makassar dan Samarinda tentang Otonomi daerah dan Kebijakan Kesehatan Reproduksi menemukan bahwa reformasi di sektor kesehatan masih di pandang secara sempit dengan hanya terfokus pada pemantauan, penanganan, dan pengobatan para korban malaria, demam berdarah dan TBC. Sedangkan pemantauan dan pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana kesepakatan ICPD Kairo belum tertangani secara sungguh-sungguh. Implementasi desentralisasi belum meningkatkan mutu pelayanan kesehatan; Universitas Sumatera Utara (7) kebijakan daerah tentang kesehatan setelah desentralisasi msih terfokus pada kesehatan maternal (ibu dan anak), seperti pelayanan ibu hamil, kekurangan gizi, kekurangan yodium. Layanan kesehatan belum menjangkau kesehatan reproduksi seperti: memantau sebab-sebab kematian ibu yang terkait dengan ketidaksetaraan gender, nilai-nilai patriarki, diskriminasi, kekerasan terhadap perempuan dan kemiskinan struktural. Program KB belum diperluas ke dalam pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi, masih fokus pada pencapaian penggunaan kontrasepsi dengan perempuan sebagai target utama, tanpa mengindahkan hak-hak perempuan; (8) belum dijalankan pelayanan kesehatan reproduksi terpadu seperti pemeriksaan dan pengobatan Infeksi menular Seksual termasuk HIV/AIDS, pelayanan Kesehatan Reproduksi remaja, serta layanan aborsi aman. Termasuk mempertimbangkan faktor nonmedis sebagai penyebab masalah kesehatan. Alokasi dana pelayanan kesehatan belum merespons kebutuhan kesehatan perempuan dan kelompok miskin. 1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan catatan mengenai kota Sibolga secara umum (ethnography) dan mendapatkan informasi dari beberapa informan guna mengetahui bagaimana perilaku seksual remaja di kota Sibolga. Penelitian ini juga bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai bagaimana kehidupan seks remaja secara umum dan lebih khusus membahas mengenai remaja di kota Sibolga, sehingga dapat berguna untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai perkembangan remaja secara biologis dan lebih khusus mengetahui bahwa konstruksi sosial telah membentuk dorongan seksual. Sertabermanfaat Universitas Sumatera Utara bagi orang tua, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan semua instansi yang membutuhkan informasi mengenai remaja di kota Sibolga sehingga diharapkan dapat lebih memperhatikan kehidupan remaja dan perlu nya membuat kebijakan khusus guna menangani kehidupan seksual remaja di kota Sibolga terutama dalam kesehatan seksual. 1.5. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menggunakan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kualifikasi lainnya. Spradley (1997) menjelaskan bahwa yang menjadi ciri khas metode etnografi adalah bersifat Holistik-integratif (saling berkaitan dan menyatu). Metode etnografi digunakan agar mampu menghasilkan data-data deskriptif mengenai pengetahuan dan persepsi lokal dalam penanganan persalinan secara tradisional, sehingga eksplorasi data secara mendalam bisa terjaring baik. Dalam penelitian ini ada dua macam data yang akan dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari field research. Adapun cara yang dilakukan untuk mendapatkan data primer yaitu : a. Observasi Observasi adalah pengamatan secara langsung terhadap berbagai gejala yang tampak di kota Sibolga.Observasi yang akan dilakukan peneliti dengan cara melihat, mengamati dan menuliskan hasil observasi kedalam bentuk tulisan. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini mencakup mengenai masyarakat Universitas Sumatera Utara kota Sibolga secara umum dan mengamati informasi dari cara berbicara, bersikap (tingkah laku), dan bila penting membaui (smell it) yakni mengidentifikasi aroma tubuhnya dan menuangkannya ke dalam bentuk tulisan. Pada saat observasi peneliti harus dapat membangun rapport yang baik dengan informan misalnya dengancara bergaul, mendengarkan curhatan informan, dan mengajak informan untuk menghabiskan waktu atau nongkrong bersamadengan rekan sebaya informan. b. Wawancara Burhan Bungin (2007) mengatakan metode wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil tatap muka antara pewawancara dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara (guide interview), dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dalam penelitian ini, teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (depth interview). Namun untuk beberapa informan yang tidak mengetahui bahwa peneliti sedang mengadakan penelitian, peneliti menuliskan pengalaman penelitian peneliti menjadi sebuah cerita (etnography) yang dapat menjelaskan mengenai topik penelitian. Data sekunder diperlukan untuk mendukung data primer. Pada penelitian ini data sekunder diperoleh melalui analisa data berupa : a. Studi kepustakaan yaitu melalui buku-buku ilmiah atau jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian. Universitas Sumatera Utara b. Dokumentasi yaitu dengan menggunakan catatan-catatan yang ada di lokasi penelitian (field note). c. Sumber Online/ internet dan sumber-sumber lain yang relevan dengan topik penelitian. Universitas Sumatera Utara