13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen adalah proses penentuan penggunaan pendapatan
(earning) perusahaan dalam satu periode untuk dibayarkan kepada para pemegang
saham sebagai dividen atau untuk digunakan perusahaan tersebut sebagai laba
yang ditahan (retained earnings). Wiagustini (2010:255) menyatakan bahwa
kebijakan dividen merupakan keputusan keuangan yang dilakukan perusahaan
setelah perusahaan beroperasi dan memperoleh laba. Kebijakan dividen dapat
diprediksi oleh perusahaan dan sebagian besar perusahaan mulai membayar
dividen setelah mereka mencapai keuntungan. Hal itu sejalan dengan pernyataan
Sartono (2010:281) yang menyatakan bahwa kebijakan dividen adalah keputusan
apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham
sebagai dividen atau ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang.
Keputusan keuangan yang berkaitan dengan penentuan berapa besarnya
laba yang tersedia bagi para pemegang saham biasa yang dibagikan kepada para
pemegang saham biasa sebagai dividend dan berapa banyak jumlah yang ditahan
sering disebut dengan kebijakan dividen. Kebijakan keuangan ini merupakan
keputusan yang penting, karena dapat berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
dengan demikian kebijakan dividen dapat berimbas terhadap kekayaan para
pemegang saham perusahaan.
13
Perusahaan pada umumnya selalu menginginkan adanya pertumbuhan dan
juga dapat membayarkan dividen kepada para pemegang saham lainnya, namun
tujuan tersebut selalu bertentangan. Semakin tinggi tingkat dividen yang
dibayarkan, berarti makin sedikit laba yang ditahan, sebagai akibatnya ialah
menghambat tingkat pertumbuhan dalam pendapatan dan harga sahamnya.
Perusahaan yang ingin menahan sebagian besar dari pendapatannya, berarti bahwa
bagian dari pendapat yang tersedia untuk pembayaran dividen adalah semakin
kecil. Perusahaan-perusahaan bisnis pada umumnya menggunakan laba ditahan
sebagai sumber pembiayaan investasi di masa mendatang.
Pada umumnya kebanyakan investor mengharapkan diperolehnya hasil
dari pembelian saham terhadap dua hal yaitu (1) Kenaikan Modal, Para investor
mengharapkan adanya kenaikan modal yaitu kenaikan saham yang telah
dibelinya. (2) Dividen, Para investor sampai pada tingkat tertentu mengharapkan
adanya pembagian laba yang diperoleh perusahaan. Adanya kenaikan modal dan
dividen yang diharapkan para investor dari hasil pembelian saham perusahaan
dapat mempengaruhi nilai perusahaan dengan dividen atau dividend payout ratio.
2.1.2 Teori Kebijakan Dividen
Menurut Atmaja (2010:110) menyebutkan ada lima teori dari preferensi
investor yaitu:
1) Dividen Tidak Relevan
Ketidakrelevan DPR adalah berdasarkan ide bahwa pada saat
terdapat kesempatan investasi yang menguntungkan dan sebelum
14
dividen dibayarkan, dana
yang dibayarkan perusahaan harus
ditempatkan kembali oleh dana yang diperoleh melalui pembelanjaan
eksternal. Menurut Modigliani dan Miller, nilai suatu perusahaan tidak
ditentukan oleh besar kecilnya Dividen payout ratio (DPR), tetapi
ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan kelas risiko
perusahaan. Beberapa asumsi penting yang perlu diperhatikan, yaitu:
a) Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional.
b) Tidak ada biaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan
saham baru.
c) Tidak ada pajak.
d) Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah.
Ketidakseimbangan informasi terjadi dengan adanya asumsi tidak
adanya pajak. Jika ada pajak maka penghasilan investor dari
dividend dan dari capital gains (kenaikan harga saham) lah sama,
investor cenderung lebih suka menerima capital gains dari pada
dividen diakui.
2) Bird-in-the-hand theory.
Gordon dan Lintner menyatakan bahwa biaya modal sendiri
perusahan akan naik jika dividend payout ratio (DPR) rendah. Hal ini
dikarenakan investor lebih suka menerima dividen daripada capital
gains. Berbeda dengan pandangan Modigliani dan Miller, pada
akhirnya investor akan kembali menginvestasikan dividen yang
15
diterima pada perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki
risiko yang hampir sama.
3) Tax preference theory
Litzenberger dan Ramaswamy menyatakan bahwa karena adanya
pajak terhadap keuntungan dividend dan capital gains, para investor
lebih menyukai capital gains karena dapa menunda pembayaran pajak.
Oleh karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang
lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield tinggi, dan
capital gains yang rendah daripada saham dengan dividend yield
rendah, capital gains yield tinggi. Jika pajak atas dividen lebih besar
dari pajak atas capital gains, perbedaan ini akan makin terasa.
4) Information content or signaling hypothesis
Jika terdapat kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan
harga
saham,
sebaliknya
penurunan
dividen
pada
umumnya
menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap
sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen daripada
capital gains, tapi Modigliani dan Miller berpendapat bahwa suatu
kenaikan dividen yang di atas biasanya merupakan sinyal kepada para
investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan
yang baik di masa mendatang. Sebaliknya, suatu penurunan dividen
atau kenaikan dividen yang di bawah kenaikan normal diyakini
16
investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan menghadapi masa sulit
di waktu mendatang.
5) Clientele effect
Teori ini menyatakan bahwa kelompok pemegang saham yang
berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan
dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan
penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu dividend payout ratio
yang tinggi. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu
membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan
sebagian besar laba bersih perusahaan. Jika ada perbedaan pajak bagi
individu maka kelompok pemegang saham yang dikenai pajak tinggi
lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran
pajak. Kelompok ini lebih senang jika perusahaan membagi dividen
yang kecil. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang dikenai pajak
relatif rendah cenderung menyukai dividen yang besar.
2.1.3 Berbagai Macam Kebijakan Dividen
Wiagustini (2010:260) Menyebutkan beberapa macam kebijakan dividen
ialah sebagai berikut:
1) Pembayaran dividen yang stabil
Perusahaan yang menganut kebijakan untuk membayarkan dividen per
lembar saham dalam jumlah yang stabil cenderung untuk memiliki
payout ratio yang rendah pada saat profit tinggi dan memiliki payout
17
ratio yang tinggi pada saat profit mengalami penurunan. Alasan untuk
memberikan dividen yang stabil dengan membiarkan payout ratio
berfluktuasi adalah agar harga pasar saham lebih tinggi. Hal ini mudah
dipahami karena :
a) Dividen yang berfluktuasi lebih berisiko daripada dividen yang
stabil, oleh karena itu tingkat discount rate yang lebih rendah akan
diterapkan pada dividen yang stabil sehingga nilai saham lebih
tinggi.
b) Pemegang saham yang mengharapkan pendapatan dari penerimaan
dividen akan lebih suka untuk menerima dividen dalam jumlah
yang stabil (dividen minimum) dan mengharapkan adanya
premium atas saham itu.
c) Persyaratan listing surat berharga mensyaratkan dividen yang stabil
dan tidak terputus.
2) Residual Decision of Dividend
Penentuan besarnya dividen dipengaruhi oleh ada tidaknya kesempatan
investasi yang menguntungkan. Sejauh terdapat investasi yang
menguntungkan maka dana yang diperoleh dari operasi perusahaan
akan digunakan untuk investasi tersebut. Kalau terdapat sisa barulah
sisa tersebut dibagikan sebagai dividen. Suatu perusahaan membagikan
dividen
sangat
banyak
karena
tidak
ada
investasi
yang
menguntungkan, pada saat lain tidak membagian dividen samasekali
karena seluruh dana digunakan untuk investasi.
18
3) Payout ratio yang konstan
Beberapa perusaahaan memilih untuk mempertahankan persentase
payout atas laba yang konstan. Dengan demikian apabila laba yang
diperoleh berfluktuasi, maka dividen yang dibayarkan juga akan
berfluktuasi. Kebijakan ini cenderung tidak akan memaksimumkan
nilai saham perusahaan.
4) Pembayaran dividen regular yang rendah disertai pembayaran ekstra.
Kebijakan yang terakhir merupakan kebijakan yang moderat yaitu
merupakan kompromi atas dua kebijakan satu dan tiga yang lebih
fleksibel.
2.1.4 Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Menurut Riyanto (2011:267), faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan
dividen suatu perusahaan antara lain:
1) Posisi likuiditas perusahaan
Posisi kas atau likuiditas dari suatu perusahaan merupakan
faktor penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil
keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan
kepada para pemegang saham, oleh karena itu dividen merupakan cash
outflow, maka makin kuatnya posisi likuiditas suatu perusahaan,
berarti makin besar kemampuannya untuk membayar dividen dan
semakin kuat posisi likuiditas suatu perusahaan terhadap prospek
19
kebutuhan dana diwaktu-waktu mendatang, maka makin tinggi rasio
pembayaran dividennya.
2) Kebutuhan dana untuk membayar hutang
Apabila perusahaan menetapkan bahwa pelunasan hutangnya
akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan
sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, hal ini
berarti bahwa hanya sebagian kecil saja dari pendapatan atau earning
yang dapat dibayarkan sebagai dividen, dengan kata lain perusahaan
harus menetapkan dividen payout ratio yang rendah.
3) Tingkat pertumbuhan perusahaan
Semakin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan, maka makin
besar kebutuhan akan dana untuk membiayai pertumbuhan perusahaan
tersebut. Semakin besar kebutuhan dan waktu mendatang untuk
membiayai pertumbuhannya, perusahaan tersebut biasanya lebih
senang untuk menahan pendapatannya daripada dibayarkan sebagai
dividen kepada para pemegang saham dengan mengingat batasanbatasan biayanya. Hal ini berarti bahwa makin cepat tingkat
pertumbuhan perusahaan maka semakin besar kesempatan untuk
memperoleh keuntungan, makin besar bagian dari pendapatan yang
ditahan dalam perusahaan, ini berarti semakin rendah dividend payout
ratio suatu perusahaan.
20
4) Pengawasan terhadap perusahaan
Variabel
penting
lainnya
adalah
pengawasan
terhadap
perusahaan. Perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya membiayai
ekspansinya dengan dana yang berasal dari sumber intern saja.
Kebijakan tersebut dijalankan atas dasar pertimbangan bahwa kalu
ekspansinya dibiayai dengan dana yang berasal dari hasil penjualan
saham baru akan melemahkan control dari kelompok dominan di
dalam perusahaan. Demikian pula kalau membiayai ekspansi dengan
hutang akan memperbesar risiko finansialnya. Mempercayakan pada
pembelanjaan intern dalam rangka usaha mempertahankan control
terhadap perusahaan, berarti mengurangi dividen payout ratio-nya.
2.1.5 Dividend Payout Ratio
Pembayaran dividen adalah distribusi laba bersih setelah pajak untuk
pemegang saham perusahaan setelah menjaga jumlah tertentu dari penghasilan
untuk menginvestasikan kembali dalam bisnis (Nguyen, 2012). Rasio pembayaran
dividen (dividend payout ratio) menentukan jumlah laba yang dibagi dalam
bentuk dividen kas dan laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Menurut
Ling et al., (2008) menjelaskan bahwa dividen payout ratio sebagai distribusi laba
ditahan untuk investor/pemegang saham atas dasar kepemilikan saham
proporsional mereka. Rasio ini menunjukkan persentase laba perusahaan yang
dibayarkan kepada pemegang saham yang berupa dividen kas. Apabila laba
perusahaan yang ditahan untuk keperluan operasional perusahaan dalam jumlah
21
besar, berarti laba yang akan dibayarkan sebagai dividen menjadi lebih kecil. Jika
perusahaaan lebih memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka hal
tersebut akan mengurangi porsi laba ditahan dan mengurangi sumber pendanaan
internal.
Keputusan manajemen untuk lebih memilih membagikan laba sebagai
dividen tentu saja akan meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham
sehingga para pemegang saham akan terus menanamkan sahamnya untuk
perusahaan tersebut. Menurut Tandelilin (2010:385), secara matematis, dividend
payout ratio dapat dirumuskan sebagai berikut.
Dividend Payout Ratio =
Dividen per share
X 100% ......….………….(1)
Earning Per Share
2.1.6 Return On Equity
Setiap perusahaan, untuk mengukur tingkat laba yang didapatkan tidak
lepas daari rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas merupakan rasio yang
menghubungkan laba melalui investasi dan penjualan, dengan tujuan untuk
mengetahui tingkatan profitabilitas perusahan. Brigham & Houston (2010:146)
mendefinisikan rasio profitabilitas sebagai sekelompok rasio yang menunjukkan
kombinasi dari pengaruh likuiditas, manajemen asset dan utang pada hasil operasi.
Menurut Al Shabibi & Ramesh (2011) profitabilitas dapat didefinisikan sebagai
kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan.
Pada umumnya profitabilitas yang tinggi sangat diinginkan oleh setiap
perusahaan untuk menjalankan usahanya, karena bila tingkat profitabilitas rendah,
maka perusahaan bersangkutan akan sulit untuk memperoleh investasi dari pihak
22
luar. Pernyataan ini selaras dengan Al-Najjar & Hussainey (2009) yang
menyatakan bahwa profitabilitas memainkan peran penting dalam meningkatkan
dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham.
Rasio profitabilitas digunakan dengan perbandingan antara komponen
pada laporan keuangan, terutama laporan neraca dan laporan laba rugi. Rasio
profitabilitas dapat diklasifikasikan menjadi return on asset, return on equity, net
profit margin, gross profit margin, pre-tax profit margin dan operating profit
margin. Adapun fokus dari penelitian ini ialah return on equity.
Return on equity merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat
pengembalian ekuitas pemilik perusahaan. Van Horne dan Wachowicz. Jr.
(2012:183) menjelaskan bahwa return on equity adalah rasio yang yang
digunakan untuk membandingkan laba neto setelah pajak (dikurangi dividen
saham biasa) dengan ekuitas yang telah diinvestasikan pemegang saham pada
perusahaan bersangkutan. Rasio ini menunjukkan daya untuk menghasilkan laba
atas investasi berdasarkan nilai buku para pemegang saham, dan sering kali
digunakan dalam membandingkan dua atau lebih perusahaan (Van Horne dan
Wachowicz. Jr, 2012:183). Menurut Sartono (2010:124) return on equity
mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang
saham. Brigham & Houston (2010:149) menyatakan ROE dapat dihitung dengan
rumus :
Earning after tax (EAT)
ROE =
X 100% ……………………………..(2)
Total Equity
23
Return on equity merupakan salah satu indikator penting bagi investor,
karena membantu investor mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh
laba menyangkut dengan pembagian dividen. Pemilihan return on equity memiliki
arti penting untuk menilai kinerja keuangan dalam memenuhi harapan investor
dalam memperoleh dividen. Semakin tinggi return on equity menunjukkan
semakin tinggi pula tingkat pengembalian yang diperoleh perusahaan. Kenaikan
return on equity menunjukkan bahwa terjadi kenaikan laba bersih dan adanya
indikasi bahwa perusahaan membagikan dividen.
2.1.7 Current Ratio
Rasio likuiditas merupakan rasio yang diperlukan dalam menganalisis
laporan keuangan perusahaan, karena rasio likuiditas merupakan rasio yang
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek
yang harus segerah dipenuhi. Ahmed and Javad (2009) menegaskan bahwa posisi
likuiditas merupakan faktor penentu penting dari pembayaran dividen. Menurut
Wiagustini
(2010:76)
mendefinisikan
likuiditas
merupakan
kemampuan
perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendek dengan dana lancar yang
tersedia. Kewajiban yang segera harus dipenuhi adalah hutang jangka pendek,
oleh karena itu rasio ini bisa digunakan untuk mengukur tingkat keamanan
kreditor jangka pendek, serta mengukur apakah operasi perusahaan tidak
terganggu bila kewajiban jangka pendek ini segera ditagih. Pernyataan ini sejalan
dengan Sartono (2010:116) mendefinisikan likuiditas perusahaan sebagai
kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban finansial jangka pendek tepat
24
pada waktunya. Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva
lancar yaitu aktiva yang mudah untuk diubah menjadi kas, surat berharga, piutang,
persediaan (Sartono,2010:116). Ukuran rasio likuiditas terdiri dari 3 alat ukur
yaitu, current ratio, quick ratio dan cash ratio. Adapun fokus penelitian ini ialah
current ratio.
Current ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar dan pasiva
lancar yang digunakan oleh perusahaan untuk mengukur kemampuan dalam
melunasi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. Wiagustini
(2010:78) menjelaskan current ratio merupakan kemampuan perusahaan
memenuhi kewajibannya yang segera jatuh tempo. Menurut Van Horne dan
Wachowicz. Jr, (2012:167) current ratio merupakan rasio yang mengukur
kemampuan perusahaan untuk membayar liabilitas jangka pendeknya dengan
menggunakan asset lancarnya. Rasio ini dapat pula dikatakan sebagai bentuk
untuk mengukur tingkat keamanan (margin of safety) suatu perusahaan (Kasmir
2010:111). Posisi likuiditas (Current Ratio) berpengaruh pada kemampuan
perusahaan membayar dividen, karena dividen dibayarkan dengan kas dan tidak
dengan laba ditahan, sehingga perusahaan harus memiliki kas tersedia untuk
melakukan pembayaran dividen maupun kewajiban lancar yang segera jatuh
tempo. Perusahaan dengan ketersediaan kas yang tinggi lebih memungkinkan
untuk membayar dividen dari perusahaan dengan ketersediaan kas yang cukup
(Kazmierska-Józwiak, 2015).
25
Irham Fahmi (2011:121) rasio lancar (Current Ratio) adalah ukuran umum
digunakan secara luas sebagai ukuran likuiditas yang mencakup kemampuannya
untuk mengukur :
a)
Kemampuan memenuhi kewajiban lancar. Semakin tinggi jumlah
aset lancar tersebut akan dibayar.
b)
Penyangga kerugian. Rasio lancar menunjukkan tingkat keamanan
yang tersedia untuk menutup penurunan nilai aset lancar non kas
pada saat aset tersebut dilepas
c)
Cadangan dana lancar. Rasio lancar merupakan ukuran tingkat
keamanan terhadap ketidakpastian atas arus kas perusahaan.
Menurut Sugiono (2009:68) current ratio digunakan untuk mengetahui
seberapa jauh aktiva lancar perusahaan digunakan untuk melunasi hutang yang
akan dibayar atau jatuh tempo. Current ratio (Brigham dan Houston, 2010: 134)
dirumuskan sebagai berikut.
Aset Lancar
Current Ratio =
Kewajiban lancar
X 100% …………….……………………(3)
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur current ratio perusahaan.
Semakin besar current ratio menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahan
dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Tingginya current ratio
menunjukkan keyakinan investor terhadap kemampuan perusahaan untuk
membayar dividen yang dijanjikan.
26
2.1.8 Earning Per Share
Earning per share merupakan rasio yang mengukur tingkat keuntungan
bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya.
Menurut Wiagustini (2010:81) earning per share adalah rasio untuk mengukur
jumlah laba per saham. Margaretha (2011:5) menjelaskan laba perusahaan
biasanya diukur menurut jumlah laba per lembar saham (earning per share) yaitu
sejumlah hasil yang diperoleh selama periode tertentu untuk setiap saham biasa
yang beredar.
Pemberian keuntungan pada setiap perusahaan. menjadi cara untuk
meningkatkan investor, karena dari keuntungan itulah investor merasa tertarik
berinvestasi pada perusahaan tersebut. Keuntungan yang layak dibagikan kepada
investor ialah keuntungan setelah perusahaan memenuhi kewajiban bunga dan
pajak. Keuntungan perusahaan yang yang dibagikan kepada investor, salah
satunya dalam bentuk dividen. Jika perusahaan bersangkutan tidak memperoleh
pendapatan dari per lembar saham yang dijual, maka perusahaan tidak mampu
membagikan dividen terhadap investor. Kondisi ini akan mengurangi minat
investor untuk berinvestasi. Menurut Wiagustini (2010:81) EPS dapat dihitung
dengan rumus:
Earning after tax (EAT)
…….……………………………..(4)
EPS =
Jumlah Saham yang beredar
Earning per share yang tinggi mencerminkan bahwa perusahaan berhasil
mengelola keuangannya, sehingga dapat membagikan laba dalam bentuk dividen
27
dan meningkatkan minat para pemegang saham untuk berinvestasi. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Suryanita & Akbar (2014) yang menyatakan besarnya earning
per share menunjukkan indikator keberhasilan perusahaan dan semakin besar laba
semakin besar pula keuntungan yang diperoleh perusahaan. Perusahaan yang
memiliki earning per share yang rendah terkadang juga mengadakan kebijakan
untuk pembagian dividen, hal itu sengaja dilakukan untuk mempertahankan minat
investor. Pada akhirnya perusahaan akan mengurangi dana yang tersedia untuk reinvestasi di periode selanjutnya.
2.2 Rumusan Hipotesis
Adapun rumusan hipotesis dari penelitian asosiatif ini dapat dijabarkan
sebagai berikut.
2.2.1 Pengaruh Return On Equity Terhadap Kebijakan Dividen
Return on equity (ROE) merupakan kemampuan perusahaan dengan modal
dalam menghasilkan laba. Laba perusahaan biasanya menjadi faktor utama untuk
dapat dijadikan pertimbangan untuk pengambilan keputusan berkaitan dengan
pemberian dividen kepada para pemegang saham. ROE sebagai salah satu dari
rasio profitabilitas dan merupakan indikator yang sangat penting bagi para
investor agar membantu investor dalam mengukur dan mengetahui kemampuan
perusahaan dalam memperoleh laba bersih menyangkut pembagian dividen.
Peningkatan ROE setiap periodenya menunjukkan bahwa manajemen
memberikan para investor keuntungan yang meningkat setiap periodenya untuk
investasi lewat pembagian dividen. Kebijakan dividen yang diterapkan oleh
28
perusahaan tentunya tidak lepas dari penilaian return on equity yang tinggi.
Sehingga suatu perusahaan dapat mengasumsikan seberapa besar dividen yang
dibagikan. Peningkatan return on equity perusahaan, diharapkan mampu menarik
minat investor.
Return on equity juga merupakan salah indikator yang tepat bagi investor
untuk bertujuan mengukur keberhasilan bisnis dalam memperkaya pemegang
sahamnya untuk memperoleh dividen lewat investasi yang menurut investor
menguntungkan. Hasil penelitian Alex (2010) menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh yang positif signifikan antara return on equity (ROE) terhadap dividend
payout ratio (DPR). Menurut Alex (2010) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
yang positif dan signifikan antara return on equity (ROE) terhadap dividend
payout ratio (DPR). Hasil penelitian yang sama juga di dapat Yudhanto dan
Aisjah (2011) menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan dari variabel
return on equity terhadap kebijakan dividen.
H1= Return On Equity berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan
dividen
2.2.2 Pengaruh Current Ratio Terhadap Kebijakan Dividen
Rasio likuiditas merupakan rasio yang diperlukan dalam menganalisa
laporan keuangan perusahaan, karena rasio ini merupakan rasio yang
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek
yang harus segera dipenuhi. Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar
kecilnya aktiva lancar yaitu aktiva yang mudah untuk diubah menjadi kas, surat
29
berharga, piutang, persediaan. Rasio likuiditas memiliki 3 alat ukur yaitu, current
ratio, quick ratio dan cash ratio. Adapun fokus penelitian ini ialah current ratio.
current ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar dan pasiva
lancar yang digunakan oleh perusahaan untuk mengukur kemampuan dalam
melunasi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. Semakin besar
current ratio menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Penelitian Dewi (2014) menyatakan bahwa likuiditas dengan proksi
current ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen pada
perusahaan di BEI. Hal ini sejalan dengan penelitian Setiowati (2013) yang
menyatakan bahwa current ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kebijakan dividen.
H2= Current Ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen
2.2.3 Pengaruh Earning Per Share Terhadap Kebijakan Dividen
Earning per share (EPS) merupakan rasio keuangan yang digunakan
untuk mengukur besarnya pendapatan saham yang mampu diperoleh perusahaan
dari setiap lembar yang dimiliki. Pada umumnya pendapatan earning per share
tiap periode akan dibandingkan dengan nilai pada periode yang sama pada tahun
sebelumnya, untuk menggambarkan pertumbuhan tingkat keuntungan perusahaan,
sehingga kebijakan pembagian dividen dapat diputuskan.
Peningkatan earning per share suatu perusahaan tercermin dari
keberhasilan manajemen perusahaan dalam pengelolaan keuangannya. Sehingga
30
pembagian dividen dapat dilakukan untuk para investor. Dampak positif yang
dihasilkan lewat pembagian dividen, tentunya tidak bagi investor, tetapi juga bagi
perusahaan. Hal itu dikarenakan pembagian dividen bukan meningkatkan minat
investor untuk berinvestasi.
earning per share merupakan rasio yang mengukur tingkat keuntungan per
lembar saham yang terjual. Dalam penelitian dari Deitiana (2009) menyatakan
bahwa earning per share secara positif memengaruhi dividend payout ratio, hal
yang sama juga terjadi pada penelitian Diana (2010) dan Imran (2011)
menyatakan earning per share secara positif memengaruhi kebijakan dividen.
H3= Earning Per Share berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan
dividen.
31
Download