BAB II JINTAN HITAM (Nigella sativa L.) SEBAGAI ANTIBAKTERI

advertisement
BAB II
JINTAN HITAM (Nigella sativa L.) SEBAGAI ANTIBAKTERI
TERHADAP PERTUMBUHAN Pseudomonas aeruginosa dan
Staphylococcus aureus
1. Nigella sativa L.
Klasifikasi dan Deskripsi Nigella sativa
Klasifikasi dari N.sativa menurut Conqruist (1981) sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Magnoliophyta
Class
: Magnoliopsida
Order
: Ranunculales
Family
: Ranunculaceae
Genus
: Nigella
Species
: Nigella sativa
Gambar 2.1 Nigella sativa
(Sumber: http://henriettesherbal.com)
Nigella sativa merupakan tanaman tahunan yang berasal dari wilayah
Mediterania. Bentuk tanamannya seperti terlihat pada Gambar 2.1. Di beberapa
negara tanaman ini memiliki nama yang berbeda-beda, di Inggris biasa disebut
black cumin, di Arab disebut Habbatussauda dan di India dikenal dengan nama
7
Kalonji. N.sativa memiliki rasa yang pahit dan pedas, biasanya digunakan sebagai
rempah-rempah masakan.
2. Morfologi
N.sativa dapat tumbuh dengan tinggi sekitar 20-30 cm, berbatang tegak,
berkayu dan berbentuk bulat menusuk. Daunnya runcing, bercabang, tulang daun
tidak seperti benang yang dijumpai pada daun genus Nigella pada umumnya, daun
kadang-kadang tunggal atau bisa juga majemuk dengan posisi tersebar atau
berhadapan.
N.sativa
merupakan
tanaman
biseksual,
artinya
dapat
mengembangbiakan dirinya sendiri membentuk kapsul buah yang mengandung
biji. Bentuk bijinya seperti terlihat pada Gambar 2.2. Tumbuhan ini mempunyai
bunga yang bentuknya beraturan. Bunga ini kemudian menjadi buah berbentuk
bumbung dan bulat panjang, dengan mahkota sebanyak 5-10 yang berwarna biru
pucat atau putih. Jenis bunga N.sativa ada dua macam, satu berwarna ungu kebirubiruan dan lainnya putih. Pertumbuhan bunga terletak pada bagian cabang,
sementara itu daunnya saling tumbuh berseberangan secara berpasangan. Daun di
bagian bawah bentuknya kecil dan pendek, sedangkan daun bagian atas lebih
panjang (6 – 10 cm). Batang bunga tersebut bisa mencapai ketinggian 12 -18
inchi. Sedangkan buahnya keras seperti buah buni, bentuknya besar dan
menggembung berwarna hitam pekat, memiliki rasa yang pahit dan berbau tajam.
8
Gambar 2.2 Biji N.sativa
(Sumber: Koleksi Pribadi)
3. Pemanfaatan Nigella sativa
N.sativa telah lama dikenal dan digunakan secara tradisional untuk bahan
masakan dan pengobatan di negara-negara Arab, India dan Eropa (Ali & Blunden,
2003). Sebagai bahan obat alami, jintan hitam dapat mengobati berbagai macam
penyakit diantaranya asma, hipertensi, diabetes, radang, batuk, bronkitis, sakit
kepala, eksim, demam dan influensa. Biji atau minyaknya digunakan sebagai obat
cacing, diuretik, memperlancar ASI dan merawat kesehatan kulit. Pada masa kini
berbagai penelitian telah memperlihatkan efeknya sebagai antioksidan, antitumor,
antimikrobial, antihistamin, menurunkan kadar lemak, antiviral, meningkatkan
sistem kekebalan tubuh dan berpengaruh terhadap sistem saraf.
9
4. Fitokimia Nigella sativa
Biji N.sativa mengandung 36%-38% fixed oil, protein, tanin, alkaloid, saponin
dan 0,4%-2,5% minyak esensial yang bersifat volatile (mudah menguap).
Komponen utama dari fixed oil yaitu asam lemak tak jenuh dan asam
eicosadienoic. Minyak esensialnya telah dianalisis menggunakan GC-MS (Gas
Chromatography-Mass
Spectrometry)
dengan
kandungan
utama
yaitu
thymoquinone, ρ-cymene, carvacrol, t-anethole, 4-terpineol dan longifoline.
Terdapat dua senyawa baru yaitu 2(1H)-naphthalenone dan uvidine (Gerige et al.,
2009). Selain itu terdapat empat jenis alkaloid yang merupakan komponen dari
biji N.sativa, yaitu nigellicine, nigellidine, nigellimine dan isoquinoline. Senyawa
baru yang ditemukan sebuah monodesmosidic triterpene saponin yaitu α-hederin.
Senyawa ini sebelumnya juga ditemukan pada daun Hedera helix. Struktur kimia
dari beberapa komponen utama biji Nigella sativa seperti terlihat pada Gambar
2.3.
Gambar 2.3 Struktur Kimia Senyawa Nigella sativa
(Sumber : Ali & Blunden, 2003)
10
B. Pseudomonas aeruginosa
1. Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi dari Pseudomonas aeruginosa menurut Bergey dalam Holt et al.,
(1994) sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Proteobacteria
Class
: Gammaproteobacteria
Order
: Pseudomonadales
Family
: Pseudomonaceae
Genus
: Pseudomonas
Species
: Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa termasuk bakteri Gram negatif yang berbentuk
batang dengan ukutan 0,5 – 0,8 µm x 1,5 – 3,0 µm (Todar, 2008). Bakteri ini
dapat ditemukan dalam bentuk berpasangan, tunggal dan kadang-kadang
membentuk rantai yang tunggal. Bersifat aerob obligat yang dapat dengan mudah
tumbuh pada berbagai jenis medium pembiakan karena nutrisi yang diperlukannya
sangat sederhana. Metabolismenya respiratorik dan tidak pernah melalui
fermentasi, tetapi dapat tumbuh dalam keadaan tanpa O2 bila tersedia NO3 sebagai
akseptor elektron (Mayasari, 2005). Di alam, P.aeruginosa biasanya hidup di air
dan tanah. Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah 37-42°C.
11
Gambar 2.4 Pseudomonas aeruginosa pada Pewarnaan Gram
(Sumber: koleksi pribadi)
P.aeruginosa menghasilkan dua jenis pigmen berupa pigmen fluoresen yaitu
pioverdin dan pikosianin. Pikosianin diproduksi secara melimpah pada media
dengan kadar zat besi yang sedikit dan berfungsi untuk metabolisme zat besi di
dalam tubuh bakteri (Todar, 2008). Bakteri ini merupakan oksidase positif dan
beberapa strainnya dapat menghemolisis darah. Pembiakan bakteri ini dapat
menghasilkan berbagai jenis koloni yang memiliki aktivitas biokimia dan
enzimatik yang berbeda serta pola kepekaan antimikroba yang berbeda pula
(Mayasari, 2005). Isolat yang berasal dari air atau tanah memiliki koloni yang
kecil dan tidak rata, sedangkan isolat klinik menghasilkan satu atau dua tipe
koloni yang halus.
12
2. Patogenesis Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri
ini dapat membentuk koloni dan menimbulkan infeksi dengan memanfaatkan
kerusakan mekanisme pertahanan tubuh manusia, sehingga disebut dengan
patogen oportunistik (Irvin, 2008). Selain itu bakteri ini juga dapat tinggal pada
manusia normal sebagai saprofit di usus dan kulit. Kemampuan P.aeruginosa
menyerang jaringan bergantung pada produksi enzim dan toksin yang merusak
barier tubuh dan sel inang (Mayasari, 2005). Patogenesis dari P.aeruginosa
merupakan multifaktor. Bakteri ini menyebabkan infeksi saluran kemih, infeksi
pernapasan, dermatitis, dan berbagai infeksi sistemik terutama pada pasien luka
bakar yang sangat parah (Todar, 2008).
Sebuah studi membuktikan bahwa P.aeruginosa sebagai penyebab folikulitis
yaitu peradangan dari satu atau lebih folikel rambut yang biasanya terjadi di kulit.
Hal ini dikarenakan penggunakan kolam renang atau sauna yang tidak dibersihkan
sebelumnya. Pada umumnya infeksi P.aeruginosa terdiri dari tiga tahap yang
berbeda, yaitu kolonisasi bakteri, invasi lokal dan penyebarluasan infeksi (Todar,
2008).
13
C. Staphylococcus aureus
1. Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi Staphylococcus aureus menurut Bergey dalam Holt et al., (1994)
sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Firmicutes
Class
: Cocci
Order
: Bacillales
Family
: Staphylococcaceae
Genus
: Staphylococcus
Spesies
: Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus termasuk bakteri Gram-positif yang tidak bergerak,
tidak berspora, fakultatif anaerob yang tersusun seperti buah anggur (Todar,
2008). Bila dibiakan pada medium agar akan membentuk koloni besar berwarna
kuning dengan diameter 0,5-1,0 µm (Cook & Cook, 2006). Secara umum S.aureus
dapat tumbuh pada suhu 7 dan 47°C dengan suhu optimum 30-37°C. Bakteri ini
memproduksi enterotoksin jika berada pada suhu 10 dan 46ºC dengan pH
optimum 6-7, selain itu juga dipengaruhi faktor atmosfir, sumber karbon dan
nitrogen serta kadar garam. Dinding selnya mengandung asam teikoat yang
merupakan antigen dari Staphylococcus. Kebutuhan nutrisinya bakteri ini sangat
kompleks dan bervariasi dari setiap strain.
14
Gambar 2.5 Staphylococcus aureus pada Pewarnaan Gram
(Sumber: koleksi pribadi)
S.aureus merupakan katalase positif dan mampu mengubah hidrogen
peroksida (H2O2) menjadi air dan oksigen. Kemampuan S.aureus memproduksi
katalase ini yang membedakannya dengan Enterococcus dan Streptococcus.
Untuk membedakan S.aureus dengan jenis Staphylococcus yang lain dilakukan uji
koagulase. Bakteri ini bersifat koagulase positif sedangkan jenis lainnya sebagian
besar adalah koagulase negatif. Diantara bakteri yang tidak membentuk spora,
S.aureus termasuk bakteri yang kuat daya tahannya. Pengkulturan dengan agar
miring dapat tetap hidup selama berbulan-bulan pada suhu kamar maupun lemari
es (Todar, 2008).
2. Patogenesis Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus sering ditemukan erat kaitannya dengan tubuh manusia
karena banyak ditemukan di lingkungan sekitar seperti debu, air, udara dan
kotoran pada pakaian atau peralatan rumah (Bremer et al., 2004). Bakteri ini dapat
15
menyebabkan keracunan makanan dan berbagai jenis peradangan pada kulit
seperti bisul dan jerawat. Kerusakan kecil yang terjadi di daerah kuku
mengakibatkan organisme ini dapat berkembang lebih banyak. Selain itu
menimbulkan
infeksi
pernapasan
atau
kemungkinan
menyerang
usus
menyebabkan enteritis (peradangan usus kecil).
Infeksi S.aureus, terutama pada kulit, akan menyebabkan impetigo
(pengerasan kulit) dan cellulitis (peradangan jaringan di bawah kulit, menjurus
pada pembengkakan dan kemerahan di daerah tersebut). Pada beberapa kasus
bakteri ini dapat menimbulkan komplikasi serius yang dikenal dengan scalded
skin syndrome, biasanya menyerang bayi dan anak dibawah usia 5-6 tahun (Diana,
2008). Bila wanita hamil terkena infeksi S.aureus mengakibatkan peradangan
payudara yang menghasilkan bisul bernanah. Hal ini berakibat tersebarnya bakteri
kedalam air susu ibu.
D. Tinjauan Umum Senyawa Antibakteri
Proses fisik dan kimia merupakan metode dalam mengendalikan pertumbuhan
mikroorganisme. Pengendalian tersebut dapat berupa penghambatan dan
pembasmian populasi mikroorganisme. Menurut Pelczar et al., (1988) zat
antimikrobial merupakan zat yang dapat mengganggu pertumbuhan dan
metabolisme dengan cara menghambat pertumbuhan mikroorganisme tersebut.
Terdapat dua macam zat antimikrobial, yaitu antijamur dan antibakterial. Zat
antibakterial yaitu zat yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme
dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri. Bakteri dapat resisten terhadap
antibakteri melalui berbagai mekanisme. Kerusakan yang ditimbulkan komponen
16
antimikroba dapat bersifat mikrosidal (kerusakan tetap) atau mikrostatik
(kerusakan sementara yang dapat kembali). Suatu komponen akan bersifat
mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada konsentrasi dan kultur yang
digunakan.
Mekanisme kerja antimikrobial dalam pengobatan infeksi bakteri yaitu
menyerang sintesis dinding sel, mengganggu sintesis protein, mengganggu
pembentukan asam nukleat, menghambat jalur metabolisme penting pada bakteri
tetapi tidak pada sel inang, dan penghambatan dari membran dengan tidak bekerja
lebih baik (Todar, 2008).
E. Mekanisme Antimikroba Nigella sativa
Ekstrak tanaman N.sativa telah dipelajari
secara intensif aktivitas
antimikrobanya dalam melawan berbagai bakteri, jamur dan organisme parasit
baik secara in vitro maupun in vivo. Pada umumnya aktivitas antimikroba tersebut
disebabkan oleh komponen utamanya diantaranya thymoquinone, thymol, αpinene dan p-cymene dengan cara menghambat pembentukan asam nukleat
(RNA) dan sintesis protein (Alsawaf & Alnaemi, 2010). Kekuatan penghambatan
dan spektrum aktivitas antimikroba dari ekstrak jintan hitam menunjukkan bahwa
interaksi yang kompleks diantara tiap komponen menyebabkan aktivitas secara
keseluruhan (Singh et al., 2005). Thymoquinone sebagai komponen utama dapat
menyebabkan tidak aktifnya protein bakteri dengan membentuk kompleks
irreversibel dengan asam amino nukleofilik, sehingga protein kehilangan
fungsinya (Stern et al., 2000). Selain itu senyawa kuinon ini juga meniadakan
substrat bagi mikroorganisme
17
F. Metode Uji Aktivitas Antimikroba
Uji aktivitas antimikroba merupakan salah satu teknik yang penting dalam
ilmu biologi modern. Metode ini digunakan dalam patologi untuk menentukan
resistensi strain mikroba tertentu terhadap antimikroba yang berbeda, dan dalam
bidang farmasi digunakan untuk menentukan keefektifan antimikroba baru dari
ekstrak hayati melawan berbagai mikroorganisme. Terdapat berbagai macam
metode antimikroba yang digunakan oleh para peneliti di seluruh dunia dengan
menggunakan standar dari National Committee for Clinical Laboratory Science
(NCCCLS), British Society for Antimicrobial Chemotherapy (BBSAC) dan
European Committee for Antimicrobial Susceptibility Testing (EUCAST).
Lembaga-lembaga tersebut merupakan acuan dalam praktek laboratorium medis
di seluruh dunia. Walaupun demikian, pengujian antimikroba tidak harus seperti
petunjuk standar di atas sehingga dapat dilakukan modifikasi (Hammer dalam Das
et al., 2009).
Secara umum uji aktivitas antimikroba diklasifikasikan menjadi metode difusi
dan dilusi (Das et al., 2009). Metode difusi diantaranya:
1.
Difusi agar (agar disk diffusion dan agar well diffusion)
Agar disk diffusion menggunakan kertas cakram Whatmann berdiameter 6
mm. Cakram ini ditetesi dengan berbagai macam konsentrasi ekstrak
antimikroba dan ditempatkan pada permukaan agar yang telah diinokulasi
biakan bakteri. Setelah inkubasi selama 24 jam, dilakukan pengukuran
diameter zona hambat bakteri yang ditandai adanya area bening. Pada agar
well diffusion prinsipnya sama dengan agar disk diffusion. Media agar yang
18
telah berisi biakan bakteri uji dilubangi dengan menggunakan pelubang
gabung steril (Das et al., 2009)
2.
Bioautografi
Teknik ini merupakan cara yang aman untuk melihat efek ekstrak tanaman
dan senyawa fitokimia murni terhadap mikroorganisme patogen pada
manusia dan tumbuhan. Metode ini menggabungkan penggunaan teknik
kromatografi lapis tipis dengan respon dari mikroorganisme yang diuji
berdasarkan aktivitas biologi dari suatu antibakteri, antijamur maupun
antiparasit (Colorado dalam Kusumaningtyas et al., 2009).
3.
Teknik racun makanan
Secara umum metode ini digunakan pada aktivitas antijamur. Kultur jamur
dibuat seperti cakram dengan pelubang gabus kemudian ditempatkan pada
medium agar yang telah diberi konsentrasi ekstrak tanaman. Persentase
penghambatan
pertumbuhan
miselia
jamur
ditentukan
dengan
membandingkan miselia yang diberi ekstrak tanaman dengan miselia kontrol
(Verma & Kharwar dalam Das et al., 2009).
Sedangkan metode dilusi meliputi:
1.
Broth microdilution
Teknik ini digunakan untuk menentukan nilai Minimum Inhibitory
Concentration (MIC) dengan menggunakan microtiter plate. Setiap plate
diisi dengan konsentrasi ekstrak kemudian diinokulasi bakteri uji. Setelah
inkubasi dilihat perubahan kekeruhan sebagai indikator pertumbuhan bakteri.
19
2.
Broth macrodilution
Prinsip dasar dari teknik ini sama seperti broth microdilution, hanya saja
dilakukan dalam tabung reaksi. Dalam macrodilution satu set tabung uji berisi
konsentrasi ekstrak tanaman dengan volume yang sama. Bakteri uji
diinokulasikan kedalam tabung reaksi. Setelah inkubasi dilihat perubahan
kekeruhan sebagai indikator pertumbuhan bakteri.
20
Download