TINGKAT STRES ORANGTUA PADA ANAK YANG

advertisement
Tingkat Stres Orangtua
TINGKAT STRES ORANGTUA PADA ANAK YANG DIHOSPITALISASI
DI RUANG ANAK
Ghina Sonia Fauziah1, Nur Agustini2
2.
1. Program Studi Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Keilmuan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan, Kampus FIK UI, Depok, 16424, Jawa Barat, Indonesia
E-mail: [email protected], [email protected]
Abstrak
Pengalaman hospitalisasi pada anak merupakan salah satu stresor utama orangtua selama hospitalisasi. Peningkatan stres
pada orangtua yang terjadi karena penampilan dan perilaku anaknya yang sakit, dapat mengubah respon perilaku dan
emosional orangtua yang berdampak pada peran dan kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi untuk merawat anak
mereka. Sebelum merencanakan intervensi keluarga, adalah penting untuk menilai lingkungan yang berpotensi
menimbulkan stres orangtua. Penelitian ini bertujuan melihat gambaran tingkat stres orangtua pada anak berusia 0-18
tahun yang sedang dihospitalisasi. Desain penelitian ini deskriptif dengan teknik purposive sampling terhadap 75 orangtua
di ruang anak RSUD Cibinong Bogor. Dengan analisis univariat, hasilnya bervariasi yaitu orangtua merasa stres ringan
(68,0%), stres sedang (16,0%); tidak stres (13,3%); dan stres berat (2,7%). Bagi perawat anak disarankan untuk
menerapkan aspek caring dan family centered care untuk mengurangi stres orangtua. Disarankan untuk penelitian
selanjutnya menghubungkan tingkat stres dengan variabel lain, misalnya dengan tingkat kepuasan pelayanan, dsb.
Kata kunci: Hospitalisasi, Family-Centered Care, Stres Orangtua
Abstract
Parental Stress Levels. Experience of hospitalization in children is one of the major stressor parents during
hospitalization. An increase in parental distress at this time over the child’s appearance and behavior may alter parents’
behavioral and emotional responses, impacting their role and interfering with their ability to adapt to the situation and
care for their child. Before planning a family intervention, it is important to assess the potential environmental parental
stressors.This study aims to look at the level of parental stress in children aged 0-18 years who were hospitalized. Design
of this research is descriptive with purposive sampling technique to 75 parents in pediatric care unit Cibinong Bogor
Hospital. The result are the parents feel no stress (13,3%); mild stress (68,0%); medium stress (16,0%); and severe stress
(2,7%). For caregivers are advised to apply aspect of caring and family centered-care to reduce parental stress. It is
recommended for further research linking stress levels with other variables, such as the level of service satisfaction, etc.
Keywords: Family-Centered Care, Hospitalization, Parental Stress
Pendahuluan
Krisis penyakit dan hospitalisasi pada anakanak mempengaruhi setiap anggota keluarga
inti
(Wong,
Hockenberry,
Wilson,
Winkelstein, & Schwartz, 2009). Pengalaman
hospitalisasi merupakan pengalaman baru
yang menakutkan dan menjadi hal yang
membuat stres pada anak. Penelitian
Ramdaniati (2011) menyebutkan 60% anak
mengatakan takut sekali untuk dirawat, 20%
sedikit takut, dan 20% tidak takut. Respon
ketakutan anak tentang hospitalisasi yang
diteliti Ramdaniati (2011) hasilnya menangis
saat didekati perawat (33%), menjerit saat
dilakukan pemeriksaan (27%), menolak untuk
Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014
1
Tingkat Stres Orangtua
diperiksa (14%), dan sisanya berdiam diri
ketika ditanya oleh perawat atau dokter.
Sakit menurut Potter & Perry (2005) bukan
hanya keadaan dimana terjadi suatu proses
penyakit, melainkan juga adalah suatu keadaan
di mana fungsi fisik, emosional, intelektual,
sosial, perkembangan, atau spiritual seseorang
terganggu bila dibandingkan dengan kondisi
sebelumnya. Sakit pada anak tentu akan
memengaruhi faktor-faktor pertumbuhan dan
perkembangannya. Wong, dkk., (2009)
menyebutkan daya tahan tubuh dan
mekanisme koping anak yang belum optimal
menimbulkan anak rentan sakit. Berdasarkan
Susenas (2005), didapatkan angka kesakitan
anak di Indonesia sebagai berikut yaitu anak
usia 0-4 tahun (27,04%), anak usia 5-12 tahun
(15,41%) sedangkan untuk usia 13-15 tahun
(9,71%). Selain itu pengalaman sakit pada
anak dapat mempengaruhi perkembangan otak
dan kesehatan anak dimasa depan (Finkle &
Perazzo, 2009).
Hospitalisasi
merupakan
hal
yang
menimbulkan stres pada anak, yang
sumbernya disebabkan oleh tiga hal yaitu
kecemasaan akibat perpisahan, kehilangan
kendali, dan nyeri akibat cedera (Wong, dkk.,
2009). Adanya pembatasan gerak, memungkinkan beberapa dari kelompok usia anak
sering menjadi sulit dalam pemberian intervensi keperawatan, karena hospitalisasi pada
anak akan menampilkan respon dan reaksi
pada anak. Kondisi anak merupakan stres
utama pada orangtua ketika menemani anak di
rumah sakit (Agazio & Buckley, 2012).
Orangtua sebagai orang utama pendamping
anak, hampir semuanya berespon terhadap
penyakit dan hospitalisasi anak mereka dengan
reaksi yang luar biasa konsisten seperti tidak
percaya, marah atau merasa bersalah, takut,
cemas, dan frustasi hingga depresi (Wong,
dkk., 2009). Peningkatan stres pada orangtua
yang terjadi karena penampilan dan perilaku
anaknya yang sakit, dapat mengubah respon
perilaku dan emosional orangtua yang
berdampak pada peran dan kemampuan untuk
beradaptasi dengan situasi untuk merawat anak
mereka (Dewan & Ryan-Wenger, 2000 dalam
Agazio & Buckley, 2012). Faktor stres
orangtua di ruang rawat menurut Agazio &
Buckley (2012) meliputi penampilan orangtua
dan perubahan peran orangtua; pemandangan
dan suara ruangan, tindakan medis,
komunikasi dan kebiasaan staf; penampilan &
perilaku anak, akan memengaruhi adaptasi
orangtua dalam mendampingi anak sakit.
Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti ingin
mengetahui lebih detail mengenai gambaran
tingkat stres orangtua di ruang anak yang
sudah menerapkan FCC. Hal ini akan
bermanfaat untuk menentukan intervensi
keperawatan keluarga selanjutnya.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
dengan desain deskriptif yang diambil dari 75
sampel responden orangtua anak usia 0-18
tahun yang dihospitalisasi. Kriteria inklusinya:
ayah/ibu berusia 20-60 tahun; mendampingi
anak selama ≤ 3 hari perawatan; mampu
membaca dan menulis; serta bersedia menjadi
responden dengan menandatangani inform
consent untuk melindungi hak responden.
Penelitian ini telah dilaksanakan pada
pertengahan Mei-Juni 2014 di ruang anak
RSUD Cibinong setelah lolos presentasi uji
etik. Teknik pengambilan data menggunakan
purposive sampling dengan instrumen adaptasi
dari Parenting Stress Index yang terdiri dari
data demografi responden dan 33 item terkait
stres orangtua selama hospitalisasi dari 4
domain (orangtua, anak, ruangan, dan staf).
Telah dilakukan uji validitas (0.032-0.658) dan
reliabilitas dengan cronbach alpha 0.821.
Data diambil selama 6 hari setiap tiga hari
sekali. Setelah terkumpul, peneliti mengolah
dan menganalisis data dengan uji univariat
menggunakan aplikasi di komputer.
Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014
2
Tingkat Stres Orangtua
Hasil
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Orangtua di
Ruang Anak RSUD Cibinong Bogor Mei-Juni 2014 (n=75)
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak
Responden di Ruang Anak RSUD Cibinong Bogor MeiJuni 2014 (n=75)
Variabel/Kategori
Tingkat Stres
Stres Berat
Stres Ringan
Stres Sedang
Tidak Stres
Total
Frekuensi (n)
2
51
12
10
75
Presentase (%)
2.7
68.0
16.0
13.3
100.0
Hasil analisa pada tabel 1. didapatkan bahwa
tingkat stres orangtua sebagian besar
mengalami stres ringan (68,0%) dan sebagian
kecil stres berat (2,7%).
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
di Ruang Anak RSUD Cibinong Bogor Mei-Juni 2014
(n=75)
Variabel/ Kategori
Usia
Dewasa Muda
Dewasa tengah
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Pendidikan
SD
SMP
SMA
PT
Pekerjaan
Tidak Bekerja
PNS
Pegawai Swasta
Wirausaha
Penghasilan
< UMR
≥ UMR
Frekuensi (n)
Presentase (%)
64
11
85,3
14,7
22
53
29.3
70.7
9
22
36
8
12.0
29.3
48.0
10.7
46
3
18
8
61.3
4.0
24.0
10.7
51
24
68.0
32.0
Berdasarkan tabel 2. diketahui bahwa sebagian
besar responden berada pada fase dewasa
muda (85,3%) dengan jenis kelamin
perempuan (70,7%). Selain itu, sebagian besar
responden berpendidikan SMA (48%) dan
tidak bekerja (61,3%) dengan penghasilan
keluarga (68,0%) masih berada dibawah upah
minimum rakyat (UMR) Kabupaten Bogor
sebesar Rp2.242.240.
Usia
Bayi
Batita
Prasekolah
Usia Sekolah
Remaja
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Saudara Anak
Tidak Ada
1 Orang
>1 Orang
Pendidikan
Belum Sekolah
PAUD
TK
SD
SMP
Lama Rawat
1 Hari
2 Hari
3 Hari
Jenis Penyakit
Infeksius
Non-Infeksius
Riwayat Penyakit
Tidak Pernah
Pernah 1 kali
Pernah > 1
Riwayat
Hospitalisasi
Tidak Pernah
Pernah
Frekuensi
(n)
Presentase
(%)
19
23
12
16
5
25.3
30.7
16.0
21.3
6.7
42
33
56.0
44.0
16
27
32
21.3
36.0
42.7
51
2
4
13
5
68.0
2.7
5.3
17.3
6.7
10
34
31
13.3
45.3
41.3
71
4
94.7
5.3
52
11
12
69.3
14.7
16.0
51
24
68.0
32.0
Berdasarkan tabel 3. diketahui sebagian besar
responden memiliki anak todler (30,7%)
dengan jenis kelamin laki-laki (56,0%). Selain
itu, sebagian besar dari responden memiliki
anak lebih dari dua (42,7%) dan belum sekolah
(68,0%). Sebagian besar responden ditemui
pada dua hari perawatan anak (45,3%) dan
penyakit yang diderita termasuk jenis penyakit
infeksius (94,7%). Selain itu, sebagian besar
anak responden belum pernah mengalami sakit
yang sama seperti yang diderita saat ini
(69,3%) serta belum pernah memiliki anak
dengan riwayat hospitalisasi (68,0%).
Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014
3
Tingkat Stres Orangtua
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Tingkat Stres berdasarkan Karakteristik Responden
di Ruang Anak RSUD Cibinong Bogor Mei-Juni Tahun 2014 (n=75)
Kategori
Usia
Dewasa Muda
Dewasa Tengah
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Pendidikan
SD
SMP
SMA
PT
Pekerjaan
Tidak Bekerja
PNS
Swasta
Wirausaha
Penghasilan
< UMR
≥ UMR
Stres Berat
n
%
Tingkat Stres Orangtua
Stres Sedang
Stres Ringan
n
%
n
%
Tidak Stres
n
%
2
0
3.1
.0
9
3
14.1
27.3
44
7
68.8
63.6
9
1
14.1
9.1
1
1
4.5
1.9
2
10
9.1
18.9
13
38
59.1
71.7
6
4
27.3
7.5
1
1
0
0
11.1
4.5
.0
.0
1
5
6
0
11.1
22.7
16.7
0.0
6
15
25
5
66.7
68.2
69.4
62.5
1
1
5
3
11.1
4.5
13.9
37.5
1
0
1
0
2.2
.0
5.6
.0
7
0
4
1
15.2
0.0
22.2
12.5
34
1
11
5
73.9
33.3
61.1
62.5
4
2
2
2
8.7
66.7
11.1
25.0
2
0
3.9
.0
10
2
19.6
8.3
32
19
62.7
79.2
7
3
13.7
12.5
Hasil analisa pada tabel 4 didapatkan bahwa
responden dewasa muda mengalami stres
ringan (68,8%) dan stres berat (3,1%) dengan
jenis kelamin laki-laki tidak mengalami stres
(27,3%) dan jenis kelamin wanita mengalami
stres ringan (71,7%). Sebagian besar
responden SMA mengalami stres ringan
(69,4%) dan responden PT tidak mengalami
stres (37,5%) sedangkan stres berat dialami
responden berpendidikan SD (11,1%). Selain
itu, hasil diketahui bahwa responden sebagian
besar tidak bekerja mengalami stres ringan
(73,9%) dengan penghasilan keluarga di
bawah upah minimum rakyat (UMR)
Kabupaten Bogor sebesar Rp2.242.240,
responden ada yang mengalami stres berat
(3,9%) dan mengalami stres ringan (79,2%)
pada responden yang memiliki penghasilan di
atas UMR.
Berdasarkan tabel 5. diketahui bahwa
responden yang memiliki anak bayi
mengalami stres ringan (84,2%) dengan jenis
kelamin anak laki-laki (66,7%). Sebagian
besar responden yang memiliki anak lebih dari
dua mengalami stres berat (6,2%) dan stres
ringan (62,5%). Sebagian besar responden
yang memiliki anak belum sekolah hanya
mengalami stres ringan (68,6%), sedangkan
responden yang memilik anak dengan
pendidikan lebih tinggi mengalami stres
sedang (40,0%).
Hasil penelitian lainnya menyebutkan bahwa
responden mengalami stres ringan pada hari
pertama (60.0%) dan mengalami stres berat
(3,2%) pada hari ketiga. Responden yang
memiliki anak menderita jenis penyakit noninfeksius mengalami stres ringan (100,0%).
Pada pengalaman penyakit, sebagian besar
responden yang anaknya pernah mengalami
sakit serupa mengalami stres ringan (75,0%)
sedangkan yang belum pernah mengalami
stres berat (1,9%). Begitupun pada riwayat
hospitalisasi, hasil menunjukkan stres ringan
(70,8%) pada responden yang sebelumnya
pernah mengalami hospitalisasi pada anaknya.
Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014
4
Tingkat Stres Orangtua
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Tingkat Stres berdasarkan Karakteristik Anak Responden di Ruang Anak RSUD Cibinong
Bogor Mei-Juni Tahun 2014 (n=75)
Variabel / Kategori
Usia
Bayi
Batita
Prasekolah
Sekolah
Remaja
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Saudara Anak
Tidak Ada
1 orang
> 1 orang
Pendidikan
Belum Sekolah
PAUD
TK
SD
SMP
Lama Rawat
1 Hari
2 Hari
3 Hari
Jenis Penyakit
Infeksius
Non-Infeksius
Riwayat Penyakit
Tidak Pernah
Pernah Sekali
Pernah > 1
Riwayat Hospitalisasi
Tidak Pernah
Pernah
Stres Berat
n
%
Tingkat Stres Orangtua
Stres Sedang Stres Ringan
n
%
n
%
Tidak Stres
n
%
0
1
0
1
0
0.0
4.3
0.0
6.2
0.0
2
6
2
0
2
10.5
26.1
16.7
0.0
40.0
16
13
10
10
2
84.2
56.5
83.3
62.5
40.0
1
3
0
5
1
5.3
13.0
0.0
31.2
20.0
2
0
4.8
0.0
9
3
21.4
9.1
28
23
66.7
69.7
3
7
7.1
21.2
0
0
2
0.0
0.0
6.2
2
4
6
12.5
14.8
18.8
13
18
20
81.2
66.7
62.5
1
5
4
6.2
18.5
12.5
1
0
0
1
0
2.0
0.0
0.0
7.7
0.0
10
0
0
0
2
19.6
0.0
0.0
0.0
40.0
35
2
4
8
2
68.6
100.0
100.0
61.5
40.0
5
0
0
4
1
9.8
0.0
0.0
30.8
20.0
0
1
1
0.0
2.9
3.2
2
6
4
20.0
17.6
12.9
6
23
22
60.0
67.6
71.0
2
4
4
20.0
11.8
12.9
2
0
2.8
.0
12
0
16.9
.0
47
4
66.2
100.0
10
0
14.1
.0
1
1
0
1.9
9.1
0.0
8
3
1
15.4
27.3
8.3
37
5
9
71.2
45.5
75.0
6
2
2
11.5
18.2
16.7
2
0
3.9
0.0
10
2
19.6
8.3
34
17
66.7
70.8
5
5
9.8
20.8
Pembahasan
Gambaran Tingkat Stres secara Umum
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar
responden yang merawat anak di ruang anak
mengalami stres ringan dan sebagian kecil
mengalami stres berat. Bila dibandingkan
dengan penelitian yang serupa mengenai
hospitalisasi yang dilakukan Damarwati
(2012) menyebutkan hasil yang berbeda. Pada
penelitian Damarwati (2012) yang meneliti
tentang tingkat kecemasan orangtua pada anak
yang dirawat di ruang NICU RSUP Fatmawati
menunjukkan hasil yang hampir berimbang
yaitu cemas ringan dan cemas sedang. Berbeda
lagi dengan hasil penelitian Efendi (2011)
tentang penelitian yang sama mengenai
hospitalisasi di RSUD Dr. Suroto Ngawi yang
menunjukkan
hasil
penelitian
bahwa
responden mengalami cemas berat, dan cemas
ringan. Hal ini mengartikan bahwa adanya
perbaikan yang dilakukan oleh pelayanan
keperawatan untuk mengatasi stres orangtua.
Pada penelitian Efendi (2011) presentase
cemas berat menunjukkan angka yang besar.
Penelitian selanjutnya (Damarwati, 2012)
angka cemas ringan menurun namun tidak
terdapat cemas berat. Pada penelitian ini, stres
Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014
5
Tingkat Stres Orangtua
ringan menunjukkan angka yang lebih besar
meskipun masih ada sebagian kecil stres berat.
Dengan demikian, pelayanan keperawatan di
RSUD Cibinong sudah cukup baik. Hasil
tersebut kemungkinan masih dipengaruhi
beberapa variabel yang berbeda dari masingmasing tempat pengambilan data penelitian.
Oleh karena itu, perlu penelitian lebih lanjut
pada
penelitian
yang
menginginkan
kontinuitas kemurnian hasil di suatu tempat.
Pada penelitian serupa tentang hospitalisasi
sebelumnya, telah diteliti mengenai gambaran
cemas terkait karakteristik responden dan
belum diteliti terkait dengan karakteristik anak
responden maupun lingkungan hospitalisasi
(staf dan ruangan). Pada penelitian ini, peneliti
mencoba meneliti faktor-faktor yang telah dan
juga yang belum diteliti oleh penelitianpenelitian sebelumnya. Peneliti ingin lebih
dalam mengetahui mengenai gambaran tingkat
stres orangtua pada anak yang dihospitalisasi
di ruang rawat anak berdasarkan faktor
internal dan eksternal.
Dari hasil penelitian, sebagian besar stres
orangtua utama disebabkan oleh perubahan
anak yaitu selalu bangun tidur dalam suasana
hati yang kurang ceria; selalu bereaksi sangat
kuat menolak dilakukan tindakan medis; selalu
mudah marah; sering sulit tidur; selalu sulit
makan; selalu lebih manja; selalu kurang
tersenyum; dan selalu membutuhkan waktu
yang lama untuk beradaptasi. Hasil tersebut
sejalan dengan penelitian Agazio & Buckley
(2012) yang menyebutkan bahwa kondisi anak
merupakan stres utama pada orangtua ketika
menemani anak di rumah sakit anak. Sebagian
besar responden adaptif dalam perubahan
perilaku dan sikap selama merawat anak. Stres
orangtua ketika merawat anak yaitu: selalu
sulit melakukan aktivitas yang disukai; mudah
lelah; dan selalu harus bersikap lebih sabar.
Tingkat stres orangtua menunjukkan hasil
yang bervariasi sehingga orangtua akan
mengalami gejala yang bervariasi pula. Variasi
tersebut dapat disebabkan oleh faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi
karakteristik individu orangtua seperti usia,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan
penghasilan. Sedangkan faktor eksternal
meliputi karakteristik anak dan lingkungan
hospitalisasi seperti kondisi ruangan dan staf.
Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan
dijelaskan mengenai faktor-faktor stres
orangtua.
Gambaran Karakteristik Responden dan
Kaitannya dengan Tingkat Stres
Usia. Havigurst (dalam Monks, Knoers, &
Haditono,
2001)
mengatakan
tugas
perkembangan dewasa awal adalah menikah,
mengelola rumah tangga, mendidik atau
mengasuh anak, memikul tanggung jawab
sebagai warga Negara, membuat hubungan
dengan suatu kelompok tertentu, dan
melakukan suatu pekerjaan. Hasil penelitian
didapatkan sebagian besar responden berusia
dewasa muda, yang berpotensi mengalami
stres. Ketika anak yang dirawat membutuhkan
fokus peran yang lebih besar dari orangtua, hal
ini seringkali mengancam kehidupan berkarir
dan sosialnya.
Hasil penelitian diketahui terdapat responden
dewasa muda mengalami stres berat
sedangkan pada responden usia dewasa tengah
tidak ada yang mengalami stres berat.
Sebanding dengan penelitian Damarwati
(2012) bahwa responden yang berusia 31-40
tahun cenderung mengalami cemas karena
peran pengasuhan anak yang terganggu.
Sedangkan menurut Hurlock (2000), pada usia
yang semakin tua seseorang semakin banyak
pengalamannya sehingga pengetahuannya
semakin bertambah. Pengetahuan akan
pengalaman ini akan menunjukkan kesiapan
dalam menghadapi suatu masalah.
Jenis Kelamin. Hasil penelitian didapatkan
sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan. Hasil ini dapat disebabkan oleh
pendamping utama anak adalah ibu, dimana
sebagian besar ibu tidak bekerja sehingga
Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014
6
Tingkat Stres Orangtua
dapat menemani anak lebih sering daripada
ayah yang berperan sebagai pencari nafkah.
Pada hasil penelitian terkait stres didapatkan
bahwa sebagian besar perempuan mengalami
stres ringan lebih besar daripada responden
laki-laki yang mengalami stres ringan. Hasil
lain membuktikan bahwa pada responden lakilaki yang tidak mengalami stres lebih besar
dari perempuan yang tidak mengalami stres.
Sejalan dengan penelitian Damarwati (2012)
dan memperkuat teori Djiwandono (2002)
yang menjelaskan bahwa laki-laki berfikir
menggunakan logika sementara perempuan
lebih banyak menggunakan perasaan.
Seseorang yang lebih banyak berinteraksi
dengan anaknya yang sakit meningkatkan
risiko stres karena melihat penampilan,
perilaku, dan respon anak yang membuatnya
khawatir, namun demikian tetap merasa lebih
tenang karena bisa didekat anaknya
bagaimanapun kondisinya. Akan tetapi, hasil
penelitian menyebutkan terdapat responden
laki-laki yang mengalami stres berat lebih
besar dari pada responden perempuan yang
mengalami stres berat. Hal ini dapat
disebabkan peran ayah yang mencari nafkah
sehingga menyebabkan hilangnya peran
orangtua di ruang rawat anak.
Pendidikan. Hasil penelitian diketahui
terdapat responden yang mengalami stres berat
karena pendidikan SD dan SMP. Hasil itu
dibuktikan dengan sebagian besar responden
yang tidak mengalami stres berpendidikan PT
dan SMA lebih besar daripada responden SD
(dan SMP. Responden berpendidikan tinggi
akan lebih mampu mengatasi stres dengan
menggunakan koping efektif dibanding dengan
seseorang yang berpendidikan rendah.
Hasil penelitian ini berbanding lurus dengan
penelitian
Damarwati
(2012),
namun
berbanding terbalik dengan teori Gass &
Curiel (2011) bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan semakin tinggi pula tingkat
kecemasan seseorang. Kedua hasil yang
berbeda ini dapat disebabkan karena semakin
banyak pengetahuan yang dimiliki responden,
justru membuat semakin stres karena semakin
memikirkan akibat mengetahui keadaan
selanjutnya dari anak.
Pekerjaan. Sebagian besar orangtua tidak
bekerja, hal ini karena peran ibu yang lebih
banyak mendampingi anak dibanding peran
ayah yang mencari nafkah. sebagian besar
responden yang tidak bekerja mengalami stres
ringan lebih besar daripada stres ringan pada
PNS, Swasta, maupun wirausaha. Hal ini
dibuktikan pula oleh hasil bahwa responden
yang bekerja sebagai swasta mengalami stres
berat daripada yang tidak bekerja. Berdasarkan
penelitian di atas orangtua yang memiliki
peran ganda sebagai pencari nafkah dan
merawat anak yang sakit, menimbulkan
kecenderungan konflik peran penyebab stres.
Penghasilan. Hasil penelitian sebagian besar
penghasilan responden masih berada di bawah
upah minimum rakyat (UMR) Kab. Bogor
sebesar
Rp2.242.240.
Sebagian
besar
responden mengalami stres ringan pada
responden yang berpenghasilan di atas UMR
lebih banyak daripada responden yang
berpenghasilan di bawah UMR. Hasil juga
dibuktikan
dengan
responden
yang
berpenghasilan di bawah UMR mengalami
stres berat dan tidak ada responden yang
mengalami stres berat pada responden yang
berpenghasilan di atas UMR. Hasil ini sesuai
dengan penelitian Damarwati (2012). Menurut
Supartini (2004), orangtua akan merasa takut
dan cemas akan biaya yang harus dikeluarkan
untuk perawatan anak. Pembiayaan yang harus
dikeluarkan membuat orangtua dituntut untuk
mendapatkan pendapatan yang lebih besar.
Kebutuhan akan pendapatan yang lebih besar
ini membuat orangtua harus membagi peran.
Orangtua
yang
terbiasa
melakukan
pekerjaannya sehari-hari, saat anaknya sakit
dan harus menunggu di rumah sakit maka akan
terganggu aktivitasnya.
Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014
7
Tingkat Stres Orangtua
Gambaran Karakteristik Anak Responden
dan Kaitannya dengan Tingkat Stres
Usia. Hasil diketahui bahwa responden yang
memiliki anak todler merupakan responden
terbanyak dirawat di rumah sakit. Hal ini
menguatkan teori Allender, Rector, Warner
(2010) bahwa kelompok usia balita termasuk
population at risk dan vulnerable population
group (Stanhope & Lancaster (2004).
Berdasarkan hasil penelitian tingkat stres
orangtua terhadap usia anak, didapatkan hasil
bahwa sebagian besar responden mengalami
stres ringan baik yang memiliki anak bayi,
todler, prasekolah, sekolah, dan remaja.
Todler. Hasil penelitian diketahui terdapat
stres berat dan stres sedang pada responden
yang memiliki anak todler. Orangtua yang
memiliki todler akan mengalami stres lebih
besar dibanding anak usia lainnya. Penelitian
Hastuti (2001) menyebutkan mekanisme
koping todler terhadap stres akibat dirawat di
rumah sakit berbentuk regresi yaitu suatu
keadaan mundurnya kemampuan tumbuh
kembang pada tingkat sebelumnya. Reaksi
yang sering terjadi pada anak toddler di
antaranya gangguan makan, gangguan toilet
training, gangguan komunikasi, menjadi lebih
tergantung pada orang/objek lain dan temper
tantrum. Temper tantrum menurut Zaviera
(2008) adalah suatu luapan emosi yang
meledak-ledak dan tidak terkontrol. Temper
tantrum sering terjadi apabila terdapat adanya
pembatasan gerak. Pada anak yang dirawat di
rumah sakit, seringkali diperlukan adanya
pembatasan gerak untuk mencapai suatu
intervensi keperawatan. Hal ini menyebabkan
orangtua anak harus berupaya lebih keras
untuk menghadapi anak. Keletihan karena
sikap temper trantrum anak dapat menjadi
faktor stres orangtua dalam merawat anak.
Oleh sebab itu, hasil penelitian menunjukkan
bahwa orangtua yang memiliki anak todler
akan mengalami stres lebih besar dibanding
kelompok usia anak lainnya.
Bayi. Pada anak usia bayi, sebagian besar
responden mengalami stres ringan. Stres
orangtua yang ditimbulkan bayi (Hockenberry,
dkk. 2007) disebabkan oleh karakteristik bayi
seperti menangis dengan keras, belum bisa
berkomunikasi, terlihat pasif, kondisi fisik
anak, dan lain-lain. Berbeda dengan anak
todler, anak bayi tidak memerlukan lebih
banyak energi yang dikeluarkan oleh orangtua
karena bayi belum memiliki sikap temper
trantum. Hal inilah yang membedakan stres
orangtua bayi cenderung lebih rendah
dibanding stres orangtua anak usia todler.
Usia Sekolah. Hasil sebagian besar orangtua
yang mengalami stres ringan dan tidak stres.
Hal ini disebabkan oleh karakteristik anak usia
sekolah yang lebih mampu melakukan koping
dengan perpisahan orang terdekat, misal
keluarga dan teman. Mereka juga sudah dapat
mengetahui penyebab dari sakit yang
dideritanya, misal karena kuman, virus, atau
bakteri seperti yang sudah sedikit mereka
pelajari di sekolah sehingga anak usia sekolah
bisa lebih berpikir rasional penyebab mereka
dirawat. Selain itu, anak usia sekolah sudah
mampu diajak bekerjasama oleh perawat
dalam pelaksanaan intervensi keperawatan,
hanya saja komunikasi terapetik harus
dilakukan perawat dalam setiap tindakan.
Adapun responden yang stres berat dapat
disebabkan berbagai faktor misalnya reaksi
menolak dilakukan perawatan karena faktor
jenis kelamin, atau karena ketertinggalam
pelajaran anaknya, harus melakukan perizinan
atas sekolahnya membuat stres orangtua
meningkat (Hockenberry, dkk., 2007).
Prasekolah. Responden yang memiliki anak
usia prasekolah sebagian besar mengalami
stres ringan, hal ini karena anak prasekolah
sudah bisa mentolerir perpisahan dengan
orangtuanya dan mulai percaya pada pengganti
pendamping dewasa lainnya. Anak prasekolah
lebih halus dan pasif dibanding todler.
Karakteristik egosentris dan berfikir fantasi
anak prasekolah membantu kemampuan
Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014
8
Tingkat Stres Orangtua
mereka memahami event dari perspektif
mereka sendiri (Hockenberry, dkk., 2007).
Sedangkan
sisa
responden
lainnya
menunjukkan stres sedang karena anak usia
prasekolah
mendemonstrasikan
cemas
perpisahan dengan menolak makan, sulit tidur,
menangis pada orangtuanya, selalu bertanya
kapan orangtua mengunjungi, dan menarik diri
dari orang lain. Ekspresi marah mereka
merusak mainan, memukul teman, dan
menolak bekerjasama untuk dilakukan
perawatan (Hockenberry, dkk., 2007).
Remaja. Anak responden yang berusia remaja
merupakan
presentase
terkecil
dari
keseluruhan usia anak, sejalan dengan Susenas
(2005) yang menyebutkan angka kesakitan
remaja adalah yang terkecil dibanding anak
usia lainnya. Hal ini disebabkan karena
pertumbuhan dan perkembangan remaja dalam
proses menuju kematangan yang sempurna
(Potter & Perry, 2005). Dengan pengetahuan
yang didapat dari sekolah, remaja juga mampu
mencegah/ menghindari jenis penyakit.
Hasil penelitian stres orangtua terkait usia
remaja didapatkan hasil tidak stres, stres
ringan, stres sedang, dan tidak ada stres berat.
Menurut (Hockenberry & Wilson, 2007)
ketergantungan remaja pada orangtua dan daya
dukung lainnya mampu berkurang daripada
anak usia lainnya. Tugas utama perkembangan
psikososial remaja adalah mencari identitas
sehingga remaja akan merasa malu jika tidak
mempertahankan harga dirinya. Oleh karena
itu,
remaja
berusaha
mandiri
dan
meminimalkan ketergantungannya pada sistem
daya dukung. Selain itu (Hockenberry &
Wilson, 2007) resistensi dan reaksi fisik pada
usia remaja berkurang. Remaja berusaha tetap
tenang dan mengontrol malunya karena remaja
akan merasa dipermalukan jika kehilangan
kendali. Penelitian Susanti (2008), mekanisme
koping yang cenderung digunakan remaja
ketika stres adalah emotional focus coping,
problem focus coping, dan tidak ada remaja
yang menggunakan dysfunctional focus
coping. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
stres orangtua dapat minimal karena koping
remaja dalam hospitalisasi dapat dinegosiasi.
Stres orangtua dapat minimal dengan
ketergantungan anak yang minimal pula.
Jenis Kelamin. Hasil menunjukkan sebagian
besar anak responden berjenis kelamin lakilaki. Didapatkan responden yang merawat
anak laki-laki mengalami stres berat dan tidak
ada responden yang mengalami stres berat
karena merawat anak perempuan. Selain itu,
responden yang merawat anak laki-laki
mengalami stres sedang lebih banyak daripada
responden yang merawat anak perempuan
yang mengalami stres sedang. Hasil lain
membuktikan responden yang merawat anak
perempuan yang tidak mengalami stres lebih
besar daripada responden yang merawat anak
laki-laki yang tidak mengalami stres. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Handayani & Puspitasari (2008) yang
menjelaskan bahwa anak yang berjenis
kelamin perempuan memiliki sikap perilaku
yang lebih kooperatif daripada anak yang
berjenis kelamin laki-laki. Anak laki-laki
berperilaku aktif, bahkan hiperaktif, dan
agresif dalam mengantisipasi kondisi selama
hospitalisasi, sehingga mereka sering merasa
hospitalisasi merupakan suatu hukuman
dengan
adanya
pembatasan
gerak.
(Hockenberry & Wilson, 2007; Salmela,
Salantera, & Aronen, 2010).
Saudara. Berdasarkan hasil terkait stres
sebagian besar responden mengalami stres
ringan baik hanya memiliki satu anak,
memiliki dua anak, maupun memiliki lebih
dari dua anak. Meskipun dari hasil tersebut
bisa terlihat bahwa semakin banyak anak,
tingkat stres ringan semakin kecil, hal ini
berarti semakin banyak anak semakin stres.
Hal ini juga dibuktikan dengan hasil bahwa
terdapat responden yang mengalami stres berat
karena memiliki lebih dari dua anak dan tidak
ada yang mengalami stres berat baik pada
responden yang memiliki hanya satu anak
Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014
9
Tingkat Stres Orangtua
maupun memiliki dua anak. Hasil serupa juga
terdapat pada responden yang mengalami stres
sedang. Hal ini sejalan dengan teori
(Hockenberry & Wilson, 2007) yang
menyebutkan bahwa keluarga dengan anak
yang dirawat biasanya menyebabkan fokus
keluarga tertumpu pada anak yang sakit.
Saudara kandung biasanya memperlihatkan
perubahan sikap ketika saudaranya yang lain
dirawat. Perubahan ini dapat menjadi pemicu
stres orangtua yang terjebak dalam perannya
untuk berbagi kasih sayang.
Namun, adanya saudara ternyata dapat
membuat responden tidak stres. Diketahui
hasil bahwa responden yang memiliki dua
anak, yaitu anak yang dirawat dan satu anak
lain yang tidak dirawat, memberikan
presentase terbesar kepada responden yang
tidak mengalami stres, daripada responden
yang tidak stres karena memiliki lebih dari dua
anak maupun yang hanya memiliki satu anak.
Hal ini dapat disebabkan karena kunjungan
saudaranya bermanfaat bagi anak yang sakit,
orangtuanya, maupun anak
itu sendiri
(Hockenberry & Wilson, 2007).
Pendidikan. Hasil penelitian memperlihatkan
sebagian besar orangtua memiliki anak yang
belum bersekolah. Sebagian besar responden
mengalami stres ringan baik yang anaknya
belum bersekolah, PAUD, TK, SD, maupun
SMP. Hasil penelitian diketahui terdapat
responden yang mengalami stres berat karena
anaknya berpendidikan SD, hal ini dapat
disebabkan oleh perhatian orangtua terhadap
beban sekolah pada anak meningkat, namun
faktor lain mungkin berpengaruh seperti umur,
jenis kelamin, pendidikan responden, dan
sebagainya. Sedangkan terdapat responden
yang mengalami stres berat karena anaknya
belum sekolah, stres berat ini mungkin bukan
karena faktor pendidikan anak, melainkan
karena faktor lainnya.
Pada hasil stres sedang, terdapat responden
yang mengalami stres sedang yang anaknya
berpendidikan SMP paling besar dibanding
yang belum sekolah. Dengan demikian,
responden yang memiliki anak yang sedang
menjalani pendidikan, mengalami lebih
banyak stres daripada yang belum bersekolah.
Hal ini dapat disebabkan oleh beban tugas
pada anak merupakan beban pikiran yang
diperhatikan oleh orangtua pula.
Adapun hasil responden yang tidak stres
didapat dari responden yang merawat anak
berpendidikan SD dan SMP lebih banyak
daripada pendidikan dibawahnya, hal tersebut
karena dipengaruhi oleh faktor lain yaitu usia
anak yang remaja lebih memiliki koping
adaptif yang mampu diterima responden
sebagai orangtua.
Lama Perawatan. Hari pertama sampai hari
ketiga merupakan hari-hari dimana klien dan
keluarga menghadapi stres hospitalisasi. Pada
waktu tersebut, mereka mencari koping efektif
dalam menghadapi masalah hospitalisasi.
Hasil penelitian diketahui sebagian besar
responden mengalami stres ringan baik pada
satu, dua, maupun tiga hari perawatan. Stres
ringan yang terjadi mungkin bukan hanya
karena faktor lama hari rawat, namun faktorfaktor lain mungkin dapat juga mempengaruhi
seperti jenis penyakit, umur, pengalaman
dirawat, dan sebagainya. Meskipun ada
penelitian Apriany (2013) sebelumnya yang
menyebutkan
hospitalisasi
anak
mempengaruhi tingkat kecemasan orangtua
yaitu semakin lama hari rawat anak, semakin
tinggi kecemasan orangtua. Namun, pada
penelitian ini tidak melihat bagian tersebut.
Jenis Penyakit. Dari hasil penelitian
didapatkan sebagian besar penyakit yang
diderita termasuk jenis penyakit infeksius.
Penyakit menular atau infeksi masih
merupakan salah satu penyakit penting dan
menjadi masalah nasional karena berakibat
serius pada kesehatan masyarakat Indonesia
(BATAN, 2008). Penularannya yang dapat
terjadi melalui suatu transmisi baik melalui
darah, udara, atau kontak langsung,
mempercepat penyebaran virus, bakteri, atau
Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014
10
Tingkat Stres Orangtua
jamur pada manusia dibandingkan dengan
penyakit tidak menular yang disebabkan
karena faktor genetik.
Hasil penelitian menyebutkan sebagian besar
responden mengalami stres ringan baik anak
menderita penyakit infeksius maupun noninfeksius. Terdapat responden yang anaknya
memiliki jenis penyakit infeksius mengalami
stres berat dan stres sedang. Responden yang
anaknya memiliki jenis penyakit infeksius
mengalami stres lebih tinggi daripada yang
tidak infeksius karena lebih banyak pantangan
dan kontrol perilaku yang harus diakukan
orangtua sehingga menyebabkan lebih stres.
Riwayat Penyakit. Sebagian besar anak
responden belum pernah mengalami sakit
yang sama seperti yang diderita saat ini.
Sebagian besar responden mengalami stres
ringan baik pada responden yang tidak
pernah, pernah sekali, maupun pernah lebih
dari dua kali dalam riwayat merawat penyakit
yang sama.
Hasil diketahui bahwa responden yang
mengalami stres berat karena tidak memiliki
pengalaman merawat dan pernah sekali lebih
besar daripada yang memiliki pengalaman
merawat penyakit yang sama lebih dari dua
kali. Hasil yang sama juga terdapat pada stres
sedang. Hasil yang besar pada pernah sekali
merawat dapat disebabkan karena kegagalan
mencegah penyakit yang sama akibat
beberapa faktor seperti kurang pengetahuan,
atau sebagainya.
Adapun pada hasil responden yang tidak stres
didapatkan tidak memiliki pengalaman
merawat dan pernah sekali, memiliki
pengalaman merawat penyakit yang sama
lebih dari dua kali. Hasil yang besar pada
pernah merawat sekali dapat disebabkan
karena rasa pengetahuan yang telah ada
sehingga tahu apa yang harus dilakukan saat
merawat. Pengetahuan tentang penyakit dan
cara merawatnya mampu meminimalisir stres
orangtua. Pengetahuan dapat diperoleh
melalui berbagai media baik cetak maupun
elektronik.
Riwayat Hospitalisasi. Sebagian besar
responden tidak pernah merawat anak di
rumah sakit. Sebagian besar responden yang
memiliki pengalaman merawat anaknya di
rumah sakit mengalami stres ringan baik yang
pernah maupun tidak.
Namun, terdapat responden yang mengalami
stres berat pada responden yang tidak pernah
mengalami riwayat hospitalisasi anak
sebelumnya lebih besar dari yang pernah
merawat. Hal serupa juga terdapat pada stres
sedang. Responden yang tidak memiliki
pengalaman merawat di hospitalisasi lebih
stres daripada yang memiliki pengalaman.
Hasil dibuktikan dengan adanya responden
yang memiliki pengalaman tidak mengalami
stres lebih besar dari
responden yang
memiliki pengalaman. Dari hasil di atas, dapat
diketahui
responden
yang
memiliki
pengalaman merawat anak di rumah sakit
lebih mampu menghadapi stres hospitalisasi
dibanding dengan responden yang belum
pernah merawat anak di rumah sakit.
Menurut teori adaptasi Roy, manusia adalah
‘adaptive system’ yang berupaya untuk selalu
berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan
lingkungannya (Tomey & Alligood, 2006).
Setiap stimulus yang datang akan diterima
sebagai sebuah stresor dan mengalami proses
kontrol yang dilakukan sistem saraf dan
endokrin. Semakin sering pengalaman
orangtua merawat anak, semakin banyak pula
proses untuk menyesuaikan diri sehingga stres
yang muncul pada awal anak dirawat dapat
diadaptasi oleh tubuh seiring dengan
berjalannya waktu.
Kesimpulan
Simpulan dari penelitian ini adalah sebagian
besar responden berjenis kelamin perempuan,
berusia dewasa muda, berpendidikan SMA,
tidak bekerja dengan penghasilan keluarga
Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014
11
Tingkat Stres Orangtua
masih dibawah upah minimum rakyat (UMR)
Kabupaten Bogor, memiliki anak yang
dirawat: berusia todler, berjenis kelamin lakilaki, belum berpendidikan, memiliki saudara
anak lebih dari dua orang, dirawat selama dua
hari, jenis penyakit infeksius, belum pernah
memiliki riwayat penyakit yang sama seperti
dirawat sekarang, serta belum pernah memiliki
riwayat hospitalisasi.
Tingkat stres responden secara umum yang
didapat dari hasil penelitian sebagian besar
pada stres ringan. Hasil ini dapat menjadi
perhatian perawat untuk lebih memerhatikan
kebutukan klien dan keluarga dengan
menerapkan aspek caring dan FCC untuk
menurunkan
tingkat
stres
orangtua.
Disarankan
penelitian
selanjutnya
menghubungkan tingkat stres dengan variabel
lainnya, misalnya dengan pelayanan rumah
sakit, dan sebagainya.
.
Referensi
Agazio, J. B., & Buckley, K. M. (2012). Revision
of parental stress scale for use on a pediatric
general care unit. Pediatric Nursing Journal.
38: 2. 82-87.
Allender, J. A., Rector, C. L., Warner, K. D.
(2010). Community health nursing:
Promoting and protecting the public's health
(7th ed.). Philadelphia : Wolters Kluwer
Health/Lippincot Williams & Wilkins.
Apriany, D. (2013). Pengaruh antara hospitalisasi
anak dengan tingkat kecemasan orangtua.
Jurnal Keperawatan Sudirman, 8(2), 92-104.
Byers, J.F., Lowman, L.B., & Francis, J. (2006). A
quasi-experimental trial on individualized,
developmentally supportive family-centered
care. Journal Obstetric Gynecology Neonatal
Nursing, 35(1), 105-115.
Cooper, L.G., Gooding, J.S., & Gallagher, L.,
Sternesky, L., & Berns, S.D. (2007). Impact
of a family centered care initiative on NICU
care, staff, and families. Journal of
Perinatology, 27, 32-37.
Damarwati, T. (2012). Gambaran tingkat
kecemasan orang tua dari bayi yang dirawat
di ruang NICU RSUP Fatmawati Jakarta.
Skripsi. Depok: FIK UI.
Efendi. (2011). Tingkat kecemasan orangtua saat
anaknya dirawat di RSUD Dr. Soeroto
Ngawi.
http://skripsi.umm.ac.id/files/disk1/294/jiptu
mmpp-gdl-sl-2011-efendi`-14678PENDAHUL-N.pdf
Finkle, D. & Perazzo, M. A. (2009). Early child
development and chronic disease: From
understanding to action.
http://www.beststart.org/events/detail/bsannu
alconf09/webcov/presentations/A4Diane%20Finkle.pdf
Gass, S. C. & Curiel, E. R. (2011). Test anxiety in
relation to measure of cognitive and
intellectual functioning.
http://acn.oxfordjournals.org/content/early/
Hallstrom, L., Runesson, L. & Elander, G. (2002).
Observed parental needs during their child’s
hospitalization. Journal of Pediatric Nursing.
17, 140-148.
Handayani, R. W., & Puspitasari,N. P. (2008).
Pengaruh terapi bermain terhadap tingkat
kooperatif selama menjalani perawatan pada
anak usia pra sekolah (3-5 Tahun) di Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Jurnal
Kesehayan Surya Medika Yogyakarta.
Hastuti, R. P. (2001). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan reaksi regresi anak
toddler yang mengalami hospitalisasi. Skripsi.
Depok: FIK UI.
Hidayat, A. A. A. (2008). Metode penelitian
keperawatan dan teknik analisis data. Jakarta:
Salemba Medika.
Hockenberry, M. & Wilson, D. (2007). Wong’s
essentials of pediatric nursing. 6th Ed.
Philadelphia: Mosby.
Hurlock. E. B. (2000). Psikologi perkembangan:
Suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan (5th ed.). Jakarta: Erlangga.
Hutchfield, K. & Warner, H. (2005). Meeting the
needs of children with disabilities. London:
Routledge.
Johnson, B. H. (2005). Family centered care: Four
decades of progress. Fam Syst Health, 18,
137-56.
Johnston, A.M., Bullock, C.E., & Graham, J.E.
(2006). Implementation and casestudy results
of potentially better practices for family
centered care: The family centered care map.
Pediatrics, 118(2), 108-114.
Marlindawani, B. M. (2007). Komunikasi dalam
keperawatan. Medan: USU.
Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014
12
Tingkat Stres Orangtua
McCann, D. (2008). Sleep deprivation is an
additional stress for parents staying in
hospital. Journal for Specialist in Pediatric
Nursing. 13, 2; 111.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian
kesehatan. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Parenting stress index – short form: guidance
document.
http://www.helpmegrow.ohio.gov/~/media/He
lpMeGrow/ASSETS/Files/Professionals%20
Gallery/HMG%20Home%20Visiting/HV%20
Screening%20Tools/PSISF%20Guidance%20Document.ashx
Potter, P. A. & Perry, A. G. (2005). Fundamental
keperawatan: konsep, proses, dan praktik.
Jakarta: EGC.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009). Fundamental
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Ramdaniati, S. (2011). Analisis determinan
kejadian takut pada anak pra sekolah dan
sekolah yang mengalami hospitalisasi di
ruang rawat anak RSU BLUD DR. Slamet
Garut. Tesis. Depok: FIK UI.
Salmela, M., Salantera, S., & Aronen E. T. (2010).
Coping with hospital related fears:
experiences of pre-school-aged-children.
Journal of Advances Nursing. 66 (6), 12221231.
Shields, L. (2001). A review of the literature from
develop and developing countries relating to
the effect of the hospitalization on children
and parents. International nursing review, 48,
29-37.
Stanhope, M & Lancaster, J. (2004). Community &
public health nursing. St Louis: The Mosby
Year Book.
Supartini, Y. (2004). Buku ajar konsep dasar
keperawatan anak. EGC: Jakarta.
Susanti, D. (2008). Hubungan peran keluarga
dengan mekanisme koping remaja
menghadapi stres. Skripsi. Depok: FIK UI.
Tommey, A. M., & Alligood, M. R. (2006).
Nursing theorists and their work. (6th Ed). St.
Louis: Mosby.
Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D.,
Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2001).
Wong’s essentials of pediatric nursing. 6th Ed.
Mosby. (a)
---------. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik,
vol.2. Jakarta: EGC. (b)
Zaviera, F. (2008). Mengenali dan memahami
tumbuh kembang anak. Jogjakarta: Katahati.
Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014
13
Download