Tingkat Stres Orangtua TINGKAT STRES ORANGTUA PADA ANAK YANG DIHOSPITALISASI DI RUANG ANAK Ghina Sonia Fauziah1, Nur Agustini2 2. 1. Program Studi Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Keilmuan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan, Kampus FIK UI, Depok, 16424, Jawa Barat, Indonesia E-mail: [email protected], [email protected] Abstrak Pengalaman hospitalisasi pada anak merupakan salah satu stresor utama orangtua selama hospitalisasi. Peningkatan stres pada orangtua yang terjadi karena penampilan dan perilaku anaknya yang sakit, dapat mengubah respon perilaku dan emosional orangtua yang berdampak pada peran dan kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi untuk merawat anak mereka. Sebelum merencanakan intervensi keluarga, adalah penting untuk menilai lingkungan yang berpotensi menimbulkan stres orangtua. Penelitian ini bertujuan melihat gambaran tingkat stres orangtua pada anak berusia 0-18 tahun yang sedang dihospitalisasi. Desain penelitian ini deskriptif dengan teknik purposive sampling terhadap 75 orangtua di ruang anak RSUD Cibinong Bogor. Dengan analisis univariat, hasilnya bervariasi yaitu orangtua merasa stres ringan (68,0%), stres sedang (16,0%); tidak stres (13,3%); dan stres berat (2,7%). Bagi perawat anak disarankan untuk menerapkan aspek caring dan family centered care untuk mengurangi stres orangtua. Disarankan untuk penelitian selanjutnya menghubungkan tingkat stres dengan variabel lain, misalnya dengan tingkat kepuasan pelayanan, dsb. Kata kunci: Hospitalisasi, Family-Centered Care, Stres Orangtua Abstract Parental Stress Levels. Experience of hospitalization in children is one of the major stressor parents during hospitalization. An increase in parental distress at this time over the child’s appearance and behavior may alter parents’ behavioral and emotional responses, impacting their role and interfering with their ability to adapt to the situation and care for their child. Before planning a family intervention, it is important to assess the potential environmental parental stressors.This study aims to look at the level of parental stress in children aged 0-18 years who were hospitalized. Design of this research is descriptive with purposive sampling technique to 75 parents in pediatric care unit Cibinong Bogor Hospital. The result are the parents feel no stress (13,3%); mild stress (68,0%); medium stress (16,0%); and severe stress (2,7%). For caregivers are advised to apply aspect of caring and family centered-care to reduce parental stress. It is recommended for further research linking stress levels with other variables, such as the level of service satisfaction, etc. Keywords: Family-Centered Care, Hospitalization, Parental Stress Pendahuluan Krisis penyakit dan hospitalisasi pada anakanak mempengaruhi setiap anggota keluarga inti (Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2009). Pengalaman hospitalisasi merupakan pengalaman baru yang menakutkan dan menjadi hal yang membuat stres pada anak. Penelitian Ramdaniati (2011) menyebutkan 60% anak mengatakan takut sekali untuk dirawat, 20% sedikit takut, dan 20% tidak takut. Respon ketakutan anak tentang hospitalisasi yang diteliti Ramdaniati (2011) hasilnya menangis saat didekati perawat (33%), menjerit saat dilakukan pemeriksaan (27%), menolak untuk Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014 1 Tingkat Stres Orangtua diperiksa (14%), dan sisanya berdiam diri ketika ditanya oleh perawat atau dokter. Sakit menurut Potter & Perry (2005) bukan hanya keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit, melainkan juga adalah suatu keadaan di mana fungsi fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan, atau spiritual seseorang terganggu bila dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Sakit pada anak tentu akan memengaruhi faktor-faktor pertumbuhan dan perkembangannya. Wong, dkk., (2009) menyebutkan daya tahan tubuh dan mekanisme koping anak yang belum optimal menimbulkan anak rentan sakit. Berdasarkan Susenas (2005), didapatkan angka kesakitan anak di Indonesia sebagai berikut yaitu anak usia 0-4 tahun (27,04%), anak usia 5-12 tahun (15,41%) sedangkan untuk usia 13-15 tahun (9,71%). Selain itu pengalaman sakit pada anak dapat mempengaruhi perkembangan otak dan kesehatan anak dimasa depan (Finkle & Perazzo, 2009). Hospitalisasi merupakan hal yang menimbulkan stres pada anak, yang sumbernya disebabkan oleh tiga hal yaitu kecemasaan akibat perpisahan, kehilangan kendali, dan nyeri akibat cedera (Wong, dkk., 2009). Adanya pembatasan gerak, memungkinkan beberapa dari kelompok usia anak sering menjadi sulit dalam pemberian intervensi keperawatan, karena hospitalisasi pada anak akan menampilkan respon dan reaksi pada anak. Kondisi anak merupakan stres utama pada orangtua ketika menemani anak di rumah sakit (Agazio & Buckley, 2012). Orangtua sebagai orang utama pendamping anak, hampir semuanya berespon terhadap penyakit dan hospitalisasi anak mereka dengan reaksi yang luar biasa konsisten seperti tidak percaya, marah atau merasa bersalah, takut, cemas, dan frustasi hingga depresi (Wong, dkk., 2009). Peningkatan stres pada orangtua yang terjadi karena penampilan dan perilaku anaknya yang sakit, dapat mengubah respon perilaku dan emosional orangtua yang berdampak pada peran dan kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi untuk merawat anak mereka (Dewan & Ryan-Wenger, 2000 dalam Agazio & Buckley, 2012). Faktor stres orangtua di ruang rawat menurut Agazio & Buckley (2012) meliputi penampilan orangtua dan perubahan peran orangtua; pemandangan dan suara ruangan, tindakan medis, komunikasi dan kebiasaan staf; penampilan & perilaku anak, akan memengaruhi adaptasi orangtua dalam mendampingi anak sakit. Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti ingin mengetahui lebih detail mengenai gambaran tingkat stres orangtua di ruang anak yang sudah menerapkan FCC. Hal ini akan bermanfaat untuk menentukan intervensi keperawatan keluarga selanjutnya. Metode Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif yang diambil dari 75 sampel responden orangtua anak usia 0-18 tahun yang dihospitalisasi. Kriteria inklusinya: ayah/ibu berusia 20-60 tahun; mendampingi anak selama ≤ 3 hari perawatan; mampu membaca dan menulis; serta bersedia menjadi responden dengan menandatangani inform consent untuk melindungi hak responden. Penelitian ini telah dilaksanakan pada pertengahan Mei-Juni 2014 di ruang anak RSUD Cibinong setelah lolos presentasi uji etik. Teknik pengambilan data menggunakan purposive sampling dengan instrumen adaptasi dari Parenting Stress Index yang terdiri dari data demografi responden dan 33 item terkait stres orangtua selama hospitalisasi dari 4 domain (orangtua, anak, ruangan, dan staf). Telah dilakukan uji validitas (0.032-0.658) dan reliabilitas dengan cronbach alpha 0.821. Data diambil selama 6 hari setiap tiga hari sekali. Setelah terkumpul, peneliti mengolah dan menganalisis data dengan uji univariat menggunakan aplikasi di komputer. Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014 2 Tingkat Stres Orangtua Hasil Tabel 1. Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Orangtua di Ruang Anak RSUD Cibinong Bogor Mei-Juni 2014 (n=75) Tabel 3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Responden di Ruang Anak RSUD Cibinong Bogor MeiJuni 2014 (n=75) Variabel/Kategori Tingkat Stres Stres Berat Stres Ringan Stres Sedang Tidak Stres Total Frekuensi (n) 2 51 12 10 75 Presentase (%) 2.7 68.0 16.0 13.3 100.0 Hasil analisa pada tabel 1. didapatkan bahwa tingkat stres orangtua sebagian besar mengalami stres ringan (68,0%) dan sebagian kecil stres berat (2,7%). Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Ruang Anak RSUD Cibinong Bogor Mei-Juni 2014 (n=75) Variabel/ Kategori Usia Dewasa Muda Dewasa tengah Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan SD SMP SMA PT Pekerjaan Tidak Bekerja PNS Pegawai Swasta Wirausaha Penghasilan < UMR ≥ UMR Frekuensi (n) Presentase (%) 64 11 85,3 14,7 22 53 29.3 70.7 9 22 36 8 12.0 29.3 48.0 10.7 46 3 18 8 61.3 4.0 24.0 10.7 51 24 68.0 32.0 Berdasarkan tabel 2. diketahui bahwa sebagian besar responden berada pada fase dewasa muda (85,3%) dengan jenis kelamin perempuan (70,7%). Selain itu, sebagian besar responden berpendidikan SMA (48%) dan tidak bekerja (61,3%) dengan penghasilan keluarga (68,0%) masih berada dibawah upah minimum rakyat (UMR) Kabupaten Bogor sebesar Rp2.242.240. Usia Bayi Batita Prasekolah Usia Sekolah Remaja Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Saudara Anak Tidak Ada 1 Orang >1 Orang Pendidikan Belum Sekolah PAUD TK SD SMP Lama Rawat 1 Hari 2 Hari 3 Hari Jenis Penyakit Infeksius Non-Infeksius Riwayat Penyakit Tidak Pernah Pernah 1 kali Pernah > 1 Riwayat Hospitalisasi Tidak Pernah Pernah Frekuensi (n) Presentase (%) 19 23 12 16 5 25.3 30.7 16.0 21.3 6.7 42 33 56.0 44.0 16 27 32 21.3 36.0 42.7 51 2 4 13 5 68.0 2.7 5.3 17.3 6.7 10 34 31 13.3 45.3 41.3 71 4 94.7 5.3 52 11 12 69.3 14.7 16.0 51 24 68.0 32.0 Berdasarkan tabel 3. diketahui sebagian besar responden memiliki anak todler (30,7%) dengan jenis kelamin laki-laki (56,0%). Selain itu, sebagian besar dari responden memiliki anak lebih dari dua (42,7%) dan belum sekolah (68,0%). Sebagian besar responden ditemui pada dua hari perawatan anak (45,3%) dan penyakit yang diderita termasuk jenis penyakit infeksius (94,7%). Selain itu, sebagian besar anak responden belum pernah mengalami sakit yang sama seperti yang diderita saat ini (69,3%) serta belum pernah memiliki anak dengan riwayat hospitalisasi (68,0%). Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014 3 Tingkat Stres Orangtua Tabel 4 Distribusi Frekuensi Tingkat Stres berdasarkan Karakteristik Responden di Ruang Anak RSUD Cibinong Bogor Mei-Juni Tahun 2014 (n=75) Kategori Usia Dewasa Muda Dewasa Tengah Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan SD SMP SMA PT Pekerjaan Tidak Bekerja PNS Swasta Wirausaha Penghasilan < UMR ≥ UMR Stres Berat n % Tingkat Stres Orangtua Stres Sedang Stres Ringan n % n % Tidak Stres n % 2 0 3.1 .0 9 3 14.1 27.3 44 7 68.8 63.6 9 1 14.1 9.1 1 1 4.5 1.9 2 10 9.1 18.9 13 38 59.1 71.7 6 4 27.3 7.5 1 1 0 0 11.1 4.5 .0 .0 1 5 6 0 11.1 22.7 16.7 0.0 6 15 25 5 66.7 68.2 69.4 62.5 1 1 5 3 11.1 4.5 13.9 37.5 1 0 1 0 2.2 .0 5.6 .0 7 0 4 1 15.2 0.0 22.2 12.5 34 1 11 5 73.9 33.3 61.1 62.5 4 2 2 2 8.7 66.7 11.1 25.0 2 0 3.9 .0 10 2 19.6 8.3 32 19 62.7 79.2 7 3 13.7 12.5 Hasil analisa pada tabel 4 didapatkan bahwa responden dewasa muda mengalami stres ringan (68,8%) dan stres berat (3,1%) dengan jenis kelamin laki-laki tidak mengalami stres (27,3%) dan jenis kelamin wanita mengalami stres ringan (71,7%). Sebagian besar responden SMA mengalami stres ringan (69,4%) dan responden PT tidak mengalami stres (37,5%) sedangkan stres berat dialami responden berpendidikan SD (11,1%). Selain itu, hasil diketahui bahwa responden sebagian besar tidak bekerja mengalami stres ringan (73,9%) dengan penghasilan keluarga di bawah upah minimum rakyat (UMR) Kabupaten Bogor sebesar Rp2.242.240, responden ada yang mengalami stres berat (3,9%) dan mengalami stres ringan (79,2%) pada responden yang memiliki penghasilan di atas UMR. Berdasarkan tabel 5. diketahui bahwa responden yang memiliki anak bayi mengalami stres ringan (84,2%) dengan jenis kelamin anak laki-laki (66,7%). Sebagian besar responden yang memiliki anak lebih dari dua mengalami stres berat (6,2%) dan stres ringan (62,5%). Sebagian besar responden yang memiliki anak belum sekolah hanya mengalami stres ringan (68,6%), sedangkan responden yang memilik anak dengan pendidikan lebih tinggi mengalami stres sedang (40,0%). Hasil penelitian lainnya menyebutkan bahwa responden mengalami stres ringan pada hari pertama (60.0%) dan mengalami stres berat (3,2%) pada hari ketiga. Responden yang memiliki anak menderita jenis penyakit noninfeksius mengalami stres ringan (100,0%). Pada pengalaman penyakit, sebagian besar responden yang anaknya pernah mengalami sakit serupa mengalami stres ringan (75,0%) sedangkan yang belum pernah mengalami stres berat (1,9%). Begitupun pada riwayat hospitalisasi, hasil menunjukkan stres ringan (70,8%) pada responden yang sebelumnya pernah mengalami hospitalisasi pada anaknya. Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014 4 Tingkat Stres Orangtua Tabel 5. Distribusi Frekuensi Tingkat Stres berdasarkan Karakteristik Anak Responden di Ruang Anak RSUD Cibinong Bogor Mei-Juni Tahun 2014 (n=75) Variabel / Kategori Usia Bayi Batita Prasekolah Sekolah Remaja Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Saudara Anak Tidak Ada 1 orang > 1 orang Pendidikan Belum Sekolah PAUD TK SD SMP Lama Rawat 1 Hari 2 Hari 3 Hari Jenis Penyakit Infeksius Non-Infeksius Riwayat Penyakit Tidak Pernah Pernah Sekali Pernah > 1 Riwayat Hospitalisasi Tidak Pernah Pernah Stres Berat n % Tingkat Stres Orangtua Stres Sedang Stres Ringan n % n % Tidak Stres n % 0 1 0 1 0 0.0 4.3 0.0 6.2 0.0 2 6 2 0 2 10.5 26.1 16.7 0.0 40.0 16 13 10 10 2 84.2 56.5 83.3 62.5 40.0 1 3 0 5 1 5.3 13.0 0.0 31.2 20.0 2 0 4.8 0.0 9 3 21.4 9.1 28 23 66.7 69.7 3 7 7.1 21.2 0 0 2 0.0 0.0 6.2 2 4 6 12.5 14.8 18.8 13 18 20 81.2 66.7 62.5 1 5 4 6.2 18.5 12.5 1 0 0 1 0 2.0 0.0 0.0 7.7 0.0 10 0 0 0 2 19.6 0.0 0.0 0.0 40.0 35 2 4 8 2 68.6 100.0 100.0 61.5 40.0 5 0 0 4 1 9.8 0.0 0.0 30.8 20.0 0 1 1 0.0 2.9 3.2 2 6 4 20.0 17.6 12.9 6 23 22 60.0 67.6 71.0 2 4 4 20.0 11.8 12.9 2 0 2.8 .0 12 0 16.9 .0 47 4 66.2 100.0 10 0 14.1 .0 1 1 0 1.9 9.1 0.0 8 3 1 15.4 27.3 8.3 37 5 9 71.2 45.5 75.0 6 2 2 11.5 18.2 16.7 2 0 3.9 0.0 10 2 19.6 8.3 34 17 66.7 70.8 5 5 9.8 20.8 Pembahasan Gambaran Tingkat Stres secara Umum Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden yang merawat anak di ruang anak mengalami stres ringan dan sebagian kecil mengalami stres berat. Bila dibandingkan dengan penelitian yang serupa mengenai hospitalisasi yang dilakukan Damarwati (2012) menyebutkan hasil yang berbeda. Pada penelitian Damarwati (2012) yang meneliti tentang tingkat kecemasan orangtua pada anak yang dirawat di ruang NICU RSUP Fatmawati menunjukkan hasil yang hampir berimbang yaitu cemas ringan dan cemas sedang. Berbeda lagi dengan hasil penelitian Efendi (2011) tentang penelitian yang sama mengenai hospitalisasi di RSUD Dr. Suroto Ngawi yang menunjukkan hasil penelitian bahwa responden mengalami cemas berat, dan cemas ringan. Hal ini mengartikan bahwa adanya perbaikan yang dilakukan oleh pelayanan keperawatan untuk mengatasi stres orangtua. Pada penelitian Efendi (2011) presentase cemas berat menunjukkan angka yang besar. Penelitian selanjutnya (Damarwati, 2012) angka cemas ringan menurun namun tidak terdapat cemas berat. Pada penelitian ini, stres Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014 5 Tingkat Stres Orangtua ringan menunjukkan angka yang lebih besar meskipun masih ada sebagian kecil stres berat. Dengan demikian, pelayanan keperawatan di RSUD Cibinong sudah cukup baik. Hasil tersebut kemungkinan masih dipengaruhi beberapa variabel yang berbeda dari masingmasing tempat pengambilan data penelitian. Oleh karena itu, perlu penelitian lebih lanjut pada penelitian yang menginginkan kontinuitas kemurnian hasil di suatu tempat. Pada penelitian serupa tentang hospitalisasi sebelumnya, telah diteliti mengenai gambaran cemas terkait karakteristik responden dan belum diteliti terkait dengan karakteristik anak responden maupun lingkungan hospitalisasi (staf dan ruangan). Pada penelitian ini, peneliti mencoba meneliti faktor-faktor yang telah dan juga yang belum diteliti oleh penelitianpenelitian sebelumnya. Peneliti ingin lebih dalam mengetahui mengenai gambaran tingkat stres orangtua pada anak yang dihospitalisasi di ruang rawat anak berdasarkan faktor internal dan eksternal. Dari hasil penelitian, sebagian besar stres orangtua utama disebabkan oleh perubahan anak yaitu selalu bangun tidur dalam suasana hati yang kurang ceria; selalu bereaksi sangat kuat menolak dilakukan tindakan medis; selalu mudah marah; sering sulit tidur; selalu sulit makan; selalu lebih manja; selalu kurang tersenyum; dan selalu membutuhkan waktu yang lama untuk beradaptasi. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Agazio & Buckley (2012) yang menyebutkan bahwa kondisi anak merupakan stres utama pada orangtua ketika menemani anak di rumah sakit anak. Sebagian besar responden adaptif dalam perubahan perilaku dan sikap selama merawat anak. Stres orangtua ketika merawat anak yaitu: selalu sulit melakukan aktivitas yang disukai; mudah lelah; dan selalu harus bersikap lebih sabar. Tingkat stres orangtua menunjukkan hasil yang bervariasi sehingga orangtua akan mengalami gejala yang bervariasi pula. Variasi tersebut dapat disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi karakteristik individu orangtua seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan. Sedangkan faktor eksternal meliputi karakteristik anak dan lingkungan hospitalisasi seperti kondisi ruangan dan staf. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan dijelaskan mengenai faktor-faktor stres orangtua. Gambaran Karakteristik Responden dan Kaitannya dengan Tingkat Stres Usia. Havigurst (dalam Monks, Knoers, & Haditono, 2001) mengatakan tugas perkembangan dewasa awal adalah menikah, mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tanggung jawab sebagai warga Negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok tertentu, dan melakukan suatu pekerjaan. Hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden berusia dewasa muda, yang berpotensi mengalami stres. Ketika anak yang dirawat membutuhkan fokus peran yang lebih besar dari orangtua, hal ini seringkali mengancam kehidupan berkarir dan sosialnya. Hasil penelitian diketahui terdapat responden dewasa muda mengalami stres berat sedangkan pada responden usia dewasa tengah tidak ada yang mengalami stres berat. Sebanding dengan penelitian Damarwati (2012) bahwa responden yang berusia 31-40 tahun cenderung mengalami cemas karena peran pengasuhan anak yang terganggu. Sedangkan menurut Hurlock (2000), pada usia yang semakin tua seseorang semakin banyak pengalamannya sehingga pengetahuannya semakin bertambah. Pengetahuan akan pengalaman ini akan menunjukkan kesiapan dalam menghadapi suatu masalah. Jenis Kelamin. Hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan. Hasil ini dapat disebabkan oleh pendamping utama anak adalah ibu, dimana sebagian besar ibu tidak bekerja sehingga Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014 6 Tingkat Stres Orangtua dapat menemani anak lebih sering daripada ayah yang berperan sebagai pencari nafkah. Pada hasil penelitian terkait stres didapatkan bahwa sebagian besar perempuan mengalami stres ringan lebih besar daripada responden laki-laki yang mengalami stres ringan. Hasil lain membuktikan bahwa pada responden lakilaki yang tidak mengalami stres lebih besar dari perempuan yang tidak mengalami stres. Sejalan dengan penelitian Damarwati (2012) dan memperkuat teori Djiwandono (2002) yang menjelaskan bahwa laki-laki berfikir menggunakan logika sementara perempuan lebih banyak menggunakan perasaan. Seseorang yang lebih banyak berinteraksi dengan anaknya yang sakit meningkatkan risiko stres karena melihat penampilan, perilaku, dan respon anak yang membuatnya khawatir, namun demikian tetap merasa lebih tenang karena bisa didekat anaknya bagaimanapun kondisinya. Akan tetapi, hasil penelitian menyebutkan terdapat responden laki-laki yang mengalami stres berat lebih besar dari pada responden perempuan yang mengalami stres berat. Hal ini dapat disebabkan peran ayah yang mencari nafkah sehingga menyebabkan hilangnya peran orangtua di ruang rawat anak. Pendidikan. Hasil penelitian diketahui terdapat responden yang mengalami stres berat karena pendidikan SD dan SMP. Hasil itu dibuktikan dengan sebagian besar responden yang tidak mengalami stres berpendidikan PT dan SMA lebih besar daripada responden SD (dan SMP. Responden berpendidikan tinggi akan lebih mampu mengatasi stres dengan menggunakan koping efektif dibanding dengan seseorang yang berpendidikan rendah. Hasil penelitian ini berbanding lurus dengan penelitian Damarwati (2012), namun berbanding terbalik dengan teori Gass & Curiel (2011) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula tingkat kecemasan seseorang. Kedua hasil yang berbeda ini dapat disebabkan karena semakin banyak pengetahuan yang dimiliki responden, justru membuat semakin stres karena semakin memikirkan akibat mengetahui keadaan selanjutnya dari anak. Pekerjaan. Sebagian besar orangtua tidak bekerja, hal ini karena peran ibu yang lebih banyak mendampingi anak dibanding peran ayah yang mencari nafkah. sebagian besar responden yang tidak bekerja mengalami stres ringan lebih besar daripada stres ringan pada PNS, Swasta, maupun wirausaha. Hal ini dibuktikan pula oleh hasil bahwa responden yang bekerja sebagai swasta mengalami stres berat daripada yang tidak bekerja. Berdasarkan penelitian di atas orangtua yang memiliki peran ganda sebagai pencari nafkah dan merawat anak yang sakit, menimbulkan kecenderungan konflik peran penyebab stres. Penghasilan. Hasil penelitian sebagian besar penghasilan responden masih berada di bawah upah minimum rakyat (UMR) Kab. Bogor sebesar Rp2.242.240. Sebagian besar responden mengalami stres ringan pada responden yang berpenghasilan di atas UMR lebih banyak daripada responden yang berpenghasilan di bawah UMR. Hasil juga dibuktikan dengan responden yang berpenghasilan di bawah UMR mengalami stres berat dan tidak ada responden yang mengalami stres berat pada responden yang berpenghasilan di atas UMR. Hasil ini sesuai dengan penelitian Damarwati (2012). Menurut Supartini (2004), orangtua akan merasa takut dan cemas akan biaya yang harus dikeluarkan untuk perawatan anak. Pembiayaan yang harus dikeluarkan membuat orangtua dituntut untuk mendapatkan pendapatan yang lebih besar. Kebutuhan akan pendapatan yang lebih besar ini membuat orangtua harus membagi peran. Orangtua yang terbiasa melakukan pekerjaannya sehari-hari, saat anaknya sakit dan harus menunggu di rumah sakit maka akan terganggu aktivitasnya. Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014 7 Tingkat Stres Orangtua Gambaran Karakteristik Anak Responden dan Kaitannya dengan Tingkat Stres Usia. Hasil diketahui bahwa responden yang memiliki anak todler merupakan responden terbanyak dirawat di rumah sakit. Hal ini menguatkan teori Allender, Rector, Warner (2010) bahwa kelompok usia balita termasuk population at risk dan vulnerable population group (Stanhope & Lancaster (2004). Berdasarkan hasil penelitian tingkat stres orangtua terhadap usia anak, didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden mengalami stres ringan baik yang memiliki anak bayi, todler, prasekolah, sekolah, dan remaja. Todler. Hasil penelitian diketahui terdapat stres berat dan stres sedang pada responden yang memiliki anak todler. Orangtua yang memiliki todler akan mengalami stres lebih besar dibanding anak usia lainnya. Penelitian Hastuti (2001) menyebutkan mekanisme koping todler terhadap stres akibat dirawat di rumah sakit berbentuk regresi yaitu suatu keadaan mundurnya kemampuan tumbuh kembang pada tingkat sebelumnya. Reaksi yang sering terjadi pada anak toddler di antaranya gangguan makan, gangguan toilet training, gangguan komunikasi, menjadi lebih tergantung pada orang/objek lain dan temper tantrum. Temper tantrum menurut Zaviera (2008) adalah suatu luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak terkontrol. Temper tantrum sering terjadi apabila terdapat adanya pembatasan gerak. Pada anak yang dirawat di rumah sakit, seringkali diperlukan adanya pembatasan gerak untuk mencapai suatu intervensi keperawatan. Hal ini menyebabkan orangtua anak harus berupaya lebih keras untuk menghadapi anak. Keletihan karena sikap temper trantrum anak dapat menjadi faktor stres orangtua dalam merawat anak. Oleh sebab itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa orangtua yang memiliki anak todler akan mengalami stres lebih besar dibanding kelompok usia anak lainnya. Bayi. Pada anak usia bayi, sebagian besar responden mengalami stres ringan. Stres orangtua yang ditimbulkan bayi (Hockenberry, dkk. 2007) disebabkan oleh karakteristik bayi seperti menangis dengan keras, belum bisa berkomunikasi, terlihat pasif, kondisi fisik anak, dan lain-lain. Berbeda dengan anak todler, anak bayi tidak memerlukan lebih banyak energi yang dikeluarkan oleh orangtua karena bayi belum memiliki sikap temper trantum. Hal inilah yang membedakan stres orangtua bayi cenderung lebih rendah dibanding stres orangtua anak usia todler. Usia Sekolah. Hasil sebagian besar orangtua yang mengalami stres ringan dan tidak stres. Hal ini disebabkan oleh karakteristik anak usia sekolah yang lebih mampu melakukan koping dengan perpisahan orang terdekat, misal keluarga dan teman. Mereka juga sudah dapat mengetahui penyebab dari sakit yang dideritanya, misal karena kuman, virus, atau bakteri seperti yang sudah sedikit mereka pelajari di sekolah sehingga anak usia sekolah bisa lebih berpikir rasional penyebab mereka dirawat. Selain itu, anak usia sekolah sudah mampu diajak bekerjasama oleh perawat dalam pelaksanaan intervensi keperawatan, hanya saja komunikasi terapetik harus dilakukan perawat dalam setiap tindakan. Adapun responden yang stres berat dapat disebabkan berbagai faktor misalnya reaksi menolak dilakukan perawatan karena faktor jenis kelamin, atau karena ketertinggalam pelajaran anaknya, harus melakukan perizinan atas sekolahnya membuat stres orangtua meningkat (Hockenberry, dkk., 2007). Prasekolah. Responden yang memiliki anak usia prasekolah sebagian besar mengalami stres ringan, hal ini karena anak prasekolah sudah bisa mentolerir perpisahan dengan orangtuanya dan mulai percaya pada pengganti pendamping dewasa lainnya. Anak prasekolah lebih halus dan pasif dibanding todler. Karakteristik egosentris dan berfikir fantasi anak prasekolah membantu kemampuan Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014 8 Tingkat Stres Orangtua mereka memahami event dari perspektif mereka sendiri (Hockenberry, dkk., 2007). Sedangkan sisa responden lainnya menunjukkan stres sedang karena anak usia prasekolah mendemonstrasikan cemas perpisahan dengan menolak makan, sulit tidur, menangis pada orangtuanya, selalu bertanya kapan orangtua mengunjungi, dan menarik diri dari orang lain. Ekspresi marah mereka merusak mainan, memukul teman, dan menolak bekerjasama untuk dilakukan perawatan (Hockenberry, dkk., 2007). Remaja. Anak responden yang berusia remaja merupakan presentase terkecil dari keseluruhan usia anak, sejalan dengan Susenas (2005) yang menyebutkan angka kesakitan remaja adalah yang terkecil dibanding anak usia lainnya. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan remaja dalam proses menuju kematangan yang sempurna (Potter & Perry, 2005). Dengan pengetahuan yang didapat dari sekolah, remaja juga mampu mencegah/ menghindari jenis penyakit. Hasil penelitian stres orangtua terkait usia remaja didapatkan hasil tidak stres, stres ringan, stres sedang, dan tidak ada stres berat. Menurut (Hockenberry & Wilson, 2007) ketergantungan remaja pada orangtua dan daya dukung lainnya mampu berkurang daripada anak usia lainnya. Tugas utama perkembangan psikososial remaja adalah mencari identitas sehingga remaja akan merasa malu jika tidak mempertahankan harga dirinya. Oleh karena itu, remaja berusaha mandiri dan meminimalkan ketergantungannya pada sistem daya dukung. Selain itu (Hockenberry & Wilson, 2007) resistensi dan reaksi fisik pada usia remaja berkurang. Remaja berusaha tetap tenang dan mengontrol malunya karena remaja akan merasa dipermalukan jika kehilangan kendali. Penelitian Susanti (2008), mekanisme koping yang cenderung digunakan remaja ketika stres adalah emotional focus coping, problem focus coping, dan tidak ada remaja yang menggunakan dysfunctional focus coping. Hasil tersebut menunjukkan bahwa stres orangtua dapat minimal karena koping remaja dalam hospitalisasi dapat dinegosiasi. Stres orangtua dapat minimal dengan ketergantungan anak yang minimal pula. Jenis Kelamin. Hasil menunjukkan sebagian besar anak responden berjenis kelamin lakilaki. Didapatkan responden yang merawat anak laki-laki mengalami stres berat dan tidak ada responden yang mengalami stres berat karena merawat anak perempuan. Selain itu, responden yang merawat anak laki-laki mengalami stres sedang lebih banyak daripada responden yang merawat anak perempuan yang mengalami stres sedang. Hasil lain membuktikan responden yang merawat anak perempuan yang tidak mengalami stres lebih besar daripada responden yang merawat anak laki-laki yang tidak mengalami stres. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Handayani & Puspitasari (2008) yang menjelaskan bahwa anak yang berjenis kelamin perempuan memiliki sikap perilaku yang lebih kooperatif daripada anak yang berjenis kelamin laki-laki. Anak laki-laki berperilaku aktif, bahkan hiperaktif, dan agresif dalam mengantisipasi kondisi selama hospitalisasi, sehingga mereka sering merasa hospitalisasi merupakan suatu hukuman dengan adanya pembatasan gerak. (Hockenberry & Wilson, 2007; Salmela, Salantera, & Aronen, 2010). Saudara. Berdasarkan hasil terkait stres sebagian besar responden mengalami stres ringan baik hanya memiliki satu anak, memiliki dua anak, maupun memiliki lebih dari dua anak. Meskipun dari hasil tersebut bisa terlihat bahwa semakin banyak anak, tingkat stres ringan semakin kecil, hal ini berarti semakin banyak anak semakin stres. Hal ini juga dibuktikan dengan hasil bahwa terdapat responden yang mengalami stres berat karena memiliki lebih dari dua anak dan tidak ada yang mengalami stres berat baik pada responden yang memiliki hanya satu anak Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014 9 Tingkat Stres Orangtua maupun memiliki dua anak. Hasil serupa juga terdapat pada responden yang mengalami stres sedang. Hal ini sejalan dengan teori (Hockenberry & Wilson, 2007) yang menyebutkan bahwa keluarga dengan anak yang dirawat biasanya menyebabkan fokus keluarga tertumpu pada anak yang sakit. Saudara kandung biasanya memperlihatkan perubahan sikap ketika saudaranya yang lain dirawat. Perubahan ini dapat menjadi pemicu stres orangtua yang terjebak dalam perannya untuk berbagi kasih sayang. Namun, adanya saudara ternyata dapat membuat responden tidak stres. Diketahui hasil bahwa responden yang memiliki dua anak, yaitu anak yang dirawat dan satu anak lain yang tidak dirawat, memberikan presentase terbesar kepada responden yang tidak mengalami stres, daripada responden yang tidak stres karena memiliki lebih dari dua anak maupun yang hanya memiliki satu anak. Hal ini dapat disebabkan karena kunjungan saudaranya bermanfaat bagi anak yang sakit, orangtuanya, maupun anak itu sendiri (Hockenberry & Wilson, 2007). Pendidikan. Hasil penelitian memperlihatkan sebagian besar orangtua memiliki anak yang belum bersekolah. Sebagian besar responden mengalami stres ringan baik yang anaknya belum bersekolah, PAUD, TK, SD, maupun SMP. Hasil penelitian diketahui terdapat responden yang mengalami stres berat karena anaknya berpendidikan SD, hal ini dapat disebabkan oleh perhatian orangtua terhadap beban sekolah pada anak meningkat, namun faktor lain mungkin berpengaruh seperti umur, jenis kelamin, pendidikan responden, dan sebagainya. Sedangkan terdapat responden yang mengalami stres berat karena anaknya belum sekolah, stres berat ini mungkin bukan karena faktor pendidikan anak, melainkan karena faktor lainnya. Pada hasil stres sedang, terdapat responden yang mengalami stres sedang yang anaknya berpendidikan SMP paling besar dibanding yang belum sekolah. Dengan demikian, responden yang memiliki anak yang sedang menjalani pendidikan, mengalami lebih banyak stres daripada yang belum bersekolah. Hal ini dapat disebabkan oleh beban tugas pada anak merupakan beban pikiran yang diperhatikan oleh orangtua pula. Adapun hasil responden yang tidak stres didapat dari responden yang merawat anak berpendidikan SD dan SMP lebih banyak daripada pendidikan dibawahnya, hal tersebut karena dipengaruhi oleh faktor lain yaitu usia anak yang remaja lebih memiliki koping adaptif yang mampu diterima responden sebagai orangtua. Lama Perawatan. Hari pertama sampai hari ketiga merupakan hari-hari dimana klien dan keluarga menghadapi stres hospitalisasi. Pada waktu tersebut, mereka mencari koping efektif dalam menghadapi masalah hospitalisasi. Hasil penelitian diketahui sebagian besar responden mengalami stres ringan baik pada satu, dua, maupun tiga hari perawatan. Stres ringan yang terjadi mungkin bukan hanya karena faktor lama hari rawat, namun faktorfaktor lain mungkin dapat juga mempengaruhi seperti jenis penyakit, umur, pengalaman dirawat, dan sebagainya. Meskipun ada penelitian Apriany (2013) sebelumnya yang menyebutkan hospitalisasi anak mempengaruhi tingkat kecemasan orangtua yaitu semakin lama hari rawat anak, semakin tinggi kecemasan orangtua. Namun, pada penelitian ini tidak melihat bagian tersebut. Jenis Penyakit. Dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar penyakit yang diderita termasuk jenis penyakit infeksius. Penyakit menular atau infeksi masih merupakan salah satu penyakit penting dan menjadi masalah nasional karena berakibat serius pada kesehatan masyarakat Indonesia (BATAN, 2008). Penularannya yang dapat terjadi melalui suatu transmisi baik melalui darah, udara, atau kontak langsung, mempercepat penyebaran virus, bakteri, atau Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014 10 Tingkat Stres Orangtua jamur pada manusia dibandingkan dengan penyakit tidak menular yang disebabkan karena faktor genetik. Hasil penelitian menyebutkan sebagian besar responden mengalami stres ringan baik anak menderita penyakit infeksius maupun noninfeksius. Terdapat responden yang anaknya memiliki jenis penyakit infeksius mengalami stres berat dan stres sedang. Responden yang anaknya memiliki jenis penyakit infeksius mengalami stres lebih tinggi daripada yang tidak infeksius karena lebih banyak pantangan dan kontrol perilaku yang harus diakukan orangtua sehingga menyebabkan lebih stres. Riwayat Penyakit. Sebagian besar anak responden belum pernah mengalami sakit yang sama seperti yang diderita saat ini. Sebagian besar responden mengalami stres ringan baik pada responden yang tidak pernah, pernah sekali, maupun pernah lebih dari dua kali dalam riwayat merawat penyakit yang sama. Hasil diketahui bahwa responden yang mengalami stres berat karena tidak memiliki pengalaman merawat dan pernah sekali lebih besar daripada yang memiliki pengalaman merawat penyakit yang sama lebih dari dua kali. Hasil yang sama juga terdapat pada stres sedang. Hasil yang besar pada pernah sekali merawat dapat disebabkan karena kegagalan mencegah penyakit yang sama akibat beberapa faktor seperti kurang pengetahuan, atau sebagainya. Adapun pada hasil responden yang tidak stres didapatkan tidak memiliki pengalaman merawat dan pernah sekali, memiliki pengalaman merawat penyakit yang sama lebih dari dua kali. Hasil yang besar pada pernah merawat sekali dapat disebabkan karena rasa pengetahuan yang telah ada sehingga tahu apa yang harus dilakukan saat merawat. Pengetahuan tentang penyakit dan cara merawatnya mampu meminimalisir stres orangtua. Pengetahuan dapat diperoleh melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik. Riwayat Hospitalisasi. Sebagian besar responden tidak pernah merawat anak di rumah sakit. Sebagian besar responden yang memiliki pengalaman merawat anaknya di rumah sakit mengalami stres ringan baik yang pernah maupun tidak. Namun, terdapat responden yang mengalami stres berat pada responden yang tidak pernah mengalami riwayat hospitalisasi anak sebelumnya lebih besar dari yang pernah merawat. Hal serupa juga terdapat pada stres sedang. Responden yang tidak memiliki pengalaman merawat di hospitalisasi lebih stres daripada yang memiliki pengalaman. Hasil dibuktikan dengan adanya responden yang memiliki pengalaman tidak mengalami stres lebih besar dari responden yang memiliki pengalaman. Dari hasil di atas, dapat diketahui responden yang memiliki pengalaman merawat anak di rumah sakit lebih mampu menghadapi stres hospitalisasi dibanding dengan responden yang belum pernah merawat anak di rumah sakit. Menurut teori adaptasi Roy, manusia adalah ‘adaptive system’ yang berupaya untuk selalu berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Tomey & Alligood, 2006). Setiap stimulus yang datang akan diterima sebagai sebuah stresor dan mengalami proses kontrol yang dilakukan sistem saraf dan endokrin. Semakin sering pengalaman orangtua merawat anak, semakin banyak pula proses untuk menyesuaikan diri sehingga stres yang muncul pada awal anak dirawat dapat diadaptasi oleh tubuh seiring dengan berjalannya waktu. Kesimpulan Simpulan dari penelitian ini adalah sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan, berusia dewasa muda, berpendidikan SMA, tidak bekerja dengan penghasilan keluarga Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014 11 Tingkat Stres Orangtua masih dibawah upah minimum rakyat (UMR) Kabupaten Bogor, memiliki anak yang dirawat: berusia todler, berjenis kelamin lakilaki, belum berpendidikan, memiliki saudara anak lebih dari dua orang, dirawat selama dua hari, jenis penyakit infeksius, belum pernah memiliki riwayat penyakit yang sama seperti dirawat sekarang, serta belum pernah memiliki riwayat hospitalisasi. Tingkat stres responden secara umum yang didapat dari hasil penelitian sebagian besar pada stres ringan. Hasil ini dapat menjadi perhatian perawat untuk lebih memerhatikan kebutukan klien dan keluarga dengan menerapkan aspek caring dan FCC untuk menurunkan tingkat stres orangtua. Disarankan penelitian selanjutnya menghubungkan tingkat stres dengan variabel lainnya, misalnya dengan pelayanan rumah sakit, dan sebagainya. . Referensi Agazio, J. B., & Buckley, K. M. (2012). Revision of parental stress scale for use on a pediatric general care unit. Pediatric Nursing Journal. 38: 2. 82-87. Allender, J. A., Rector, C. L., Warner, K. D. (2010). Community health nursing: Promoting and protecting the public's health (7th ed.). Philadelphia : Wolters Kluwer Health/Lippincot Williams & Wilkins. Apriany, D. (2013). Pengaruh antara hospitalisasi anak dengan tingkat kecemasan orangtua. Jurnal Keperawatan Sudirman, 8(2), 92-104. Byers, J.F., Lowman, L.B., & Francis, J. (2006). A quasi-experimental trial on individualized, developmentally supportive family-centered care. Journal Obstetric Gynecology Neonatal Nursing, 35(1), 105-115. Cooper, L.G., Gooding, J.S., & Gallagher, L., Sternesky, L., & Berns, S.D. (2007). Impact of a family centered care initiative on NICU care, staff, and families. Journal of Perinatology, 27, 32-37. Damarwati, T. (2012). Gambaran tingkat kecemasan orang tua dari bayi yang dirawat di ruang NICU RSUP Fatmawati Jakarta. Skripsi. Depok: FIK UI. Efendi. (2011). Tingkat kecemasan orangtua saat anaknya dirawat di RSUD Dr. Soeroto Ngawi. http://skripsi.umm.ac.id/files/disk1/294/jiptu mmpp-gdl-sl-2011-efendi`-14678PENDAHUL-N.pdf Finkle, D. & Perazzo, M. A. (2009). Early child development and chronic disease: From understanding to action. http://www.beststart.org/events/detail/bsannu alconf09/webcov/presentations/A4Diane%20Finkle.pdf Gass, S. C. & Curiel, E. R. (2011). Test anxiety in relation to measure of cognitive and intellectual functioning. http://acn.oxfordjournals.org/content/early/ Hallstrom, L., Runesson, L. & Elander, G. (2002). Observed parental needs during their child’s hospitalization. Journal of Pediatric Nursing. 17, 140-148. Handayani, R. W., & Puspitasari,N. P. (2008). Pengaruh terapi bermain terhadap tingkat kooperatif selama menjalani perawatan pada anak usia pra sekolah (3-5 Tahun) di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Jurnal Kesehayan Surya Medika Yogyakarta. Hastuti, R. P. (2001). Faktor-faktor yang berhubungan dengan reaksi regresi anak toddler yang mengalami hospitalisasi. Skripsi. Depok: FIK UI. Hidayat, A. A. A. (2008). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data. Jakarta: Salemba Medika. Hockenberry, M. & Wilson, D. (2007). Wong’s essentials of pediatric nursing. 6th Ed. Philadelphia: Mosby. Hurlock. E. B. (2000). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (5th ed.). Jakarta: Erlangga. Hutchfield, K. & Warner, H. (2005). Meeting the needs of children with disabilities. London: Routledge. Johnson, B. H. (2005). Family centered care: Four decades of progress. Fam Syst Health, 18, 137-56. Johnston, A.M., Bullock, C.E., & Graham, J.E. (2006). Implementation and casestudy results of potentially better practices for family centered care: The family centered care map. Pediatrics, 118(2), 108-114. Marlindawani, B. M. (2007). Komunikasi dalam keperawatan. Medan: USU. Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014 12 Tingkat Stres Orangtua McCann, D. (2008). Sleep deprivation is an additional stress for parents staying in hospital. Journal for Specialist in Pediatric Nursing. 13, 2; 111. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Parenting stress index – short form: guidance document. http://www.helpmegrow.ohio.gov/~/media/He lpMeGrow/ASSETS/Files/Professionals%20 Gallery/HMG%20Home%20Visiting/HV%20 Screening%20Tools/PSISF%20Guidance%20Document.ashx Potter, P. A. & Perry, A. G. (2005). Fundamental keperawatan: konsep, proses, dan praktik. Jakarta: EGC. Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009). Fundamental keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Ramdaniati, S. (2011). Analisis determinan kejadian takut pada anak pra sekolah dan sekolah yang mengalami hospitalisasi di ruang rawat anak RSU BLUD DR. Slamet Garut. Tesis. Depok: FIK UI. Salmela, M., Salantera, S., & Aronen E. T. (2010). Coping with hospital related fears: experiences of pre-school-aged-children. Journal of Advances Nursing. 66 (6), 12221231. Shields, L. (2001). A review of the literature from develop and developing countries relating to the effect of the hospitalization on children and parents. International nursing review, 48, 29-37. Stanhope, M & Lancaster, J. (2004). Community & public health nursing. St Louis: The Mosby Year Book. Supartini, Y. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. EGC: Jakarta. Susanti, D. (2008). Hubungan peran keluarga dengan mekanisme koping remaja menghadapi stres. Skripsi. Depok: FIK UI. Tommey, A. M., & Alligood, M. R. (2006). Nursing theorists and their work. (6th Ed). St. Louis: Mosby. Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2001). Wong’s essentials of pediatric nursing. 6th Ed. Mosby. (a) ---------. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik, vol.2. Jakarta: EGC. (b) Zaviera, F. (2008). Mengenali dan memahami tumbuh kembang anak. Jogjakarta: Katahati. Gambaran tingkat stres..., Ghina Sonia Fauziah, FIK UI, 2014 13