BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Anemia Gizi Pada Ibu

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Anemia Gizi Pada Ibu Hamil
Anemia merupakan kondisi kurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh
seseorang. Anemia dapat terjadi karena kurangnya haemoglobin yang berarti juga
minimnya oksigen ke seluruh tubuh. Apabila oksigen dalam tubuh berkurang maka
orang tersebut akan menjadi lemah, lesu dan tidak bergairah. Indikasinya penyakit ini
bisa diketahui dengan memeriksa kelopak mata bawah bagian dalam, ujung kuku,
tangan dan kaki, jari-jari tangan dan mukosa mulut.13
Menurut WHO (1997) seseorang dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin
pada laki-laki dewasa < 13 g/dl, pada anak umur 12-13 dan wanita dewasa tidak
hamil < 12 g/dl, pada umur 6 bulan sampai 5 tahun dan wanita hamil < 11 g/dl. Pada
anak umur 5-11 tahun dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin < 11.5 g/dl.14
Anemia dalam kehamilan paling sering dijumpai adalah anemia akibat
kekurangan zat besi (Fe). Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang intake
unsur zat besi ke dalam tubuh melalui makanan, karena gangguan absorbsi, gangguan
penggunaan atau terlalu banyak zat besi yang keluar dari badan, misalnya pada
perdarahan. Keperluan zat besi akan bertambah dalam kehamilan, terutama dalam
trimester II hal ini disebabkan meningkatnya kebutuhan janin yang dikandung oleh
ibu.14
Anemia gizi adalah keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit, dan
sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah
Universitas Sumatera Utara
satu atau beberapa unsur makanan yang esensial. Anemia gizi disebabkan oleh
defisiensi zat besi, asam folat, dan/atau vitamin B12.13
2.2. Klasifikasi Anemia
Berdasarkan penyebab terjadinya anemia, secara umum anemia dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
2.2.1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan
besi tubuh, sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang yang pada
akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi dapat
disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi serta kehilangan besi
akibat perdarahan menahun. Anemia jenis ini merupakan anemia yang paling sering
terjadi.15
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi, sehingga cadangan besi
makin menurun. Apabila cadangan kosong, maka keadaan ini disebut iron depleted
state. Jika kekurangan besi berlanjut terus maka penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang sehingga dapat menimbulkan anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan
besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada
kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.16
Gejala yang khas pada anemia jenis ini adalah kuku menjadi rapuh dan menjadi
cekung sehingga mirip seperti sendok, gejala seperti ini disebut koilorika. Selain itu,
anemia jenis ini juga mengakibatkan permukaan lidah menjadi licin, adanya
peradangan pada sudut mulut dan nyeri pada saat menelan.16 Selain gejala khas
Universitas Sumatera Utara
tersebut pada anemia defisiensi besi juga terjadi gejala umum anemia seperti lesu,
cepat lelah serta mata berkunang-kunang.16
2.2.2. Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu
membuat sel-sel darah baru. Penyebabnya belum diketahui, kecuali yang disebabkan
oleh infeksi berat (sepsis), keracunan dan sinar rontgen atau radiasi. Mekanisme
terjadinya anemia jenis ini adalah karena kerusakan sel induk dan kerusakan
mekanisme imunologis.15 Anemia jenis ini biasanya ditandai dengan gejala
perdarahan seperti petikie dan ekimosis (perdarahan kulit), perdarahan mukosa dapat
berupa epistaksis, perdarahan sub konjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis melena
dan pada wanita dapat berupa menorhagia. Perdarahan organ dalam lebih jarang
dijumpai , tetapi jika terjadi perdarahan pada otak sering bersifat fatal. Komplikasi
yang dapat terjadi adalah gagal jantung akibat anemia berat dan kematian akibat
infeksi yang disertai perdarahan. 16
2.2.3. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan defisiensi vitamin B12
dan asam folat. Anemia jenis ini ditandai dengan adanya sel megaloblast dalam
sumsum tulang belakang. Sel megaloblast adalah sel prekursor eritrosit dengan
bentuk sel yang besar.16
Timbulnya megaloblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel karena terjadi
gangguan sintesis DNA sel-sel eritoblast akibat defiensi asam folat dan vitamin B12
dimana vitamin B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan
Universitas Sumatera Utara
secara khusus untuk vitamin B12 penting dalam pembentukan myelin. Akibat
gangguan sintesis DNA pada inti eritoblast ini maka maturasi inti lebih lambat,
sehingga kromatin lebih longgar dan sel menjadi lebih besar karena pembelahan sel
yang lambat. Sel eritoblast dengan ukuran yang lebih besar serta susunan kromatin
yang lebih longgar disebut sebagai sel megaloblast. Sel megaloblast ini fungsinya
tidak normal, dihancurkan saat masih dalam sumsum tulang sehingga terjadi
eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung pada
terjadinya anemia.15
Kekurangan asam folat berkaitan dengan berat lahir rendah, ablasio plasenta
dan Neural Tube Defect (NTD). NTD yang terjadi bisa berupa anensefali, spina bifida
(kelainan tulang belakang yang tidak menutup), meningo-ensefalokel (tidak
menutupnya tulang kepala). Kelainan-kelainan tersebut disebabkan karena gagalnya
tabung saraf tulang belakang untuk tertutup.13
Anemia defisiensi vitamin B12 dan asam folat mempunyai gejala yang sama
seperti terjadinya ikterus ringan dan lidah berwarna merah. Tetapi pada defisiensi
vitamin B12 disertai dengan gejala neurologik seperti mati rasa.15
2.2.4. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis adalah
penghancuran atau pemecahan sel darah merah sebelum waktunya. Hemolisis
berbeda dengan proses penuaan yaitu pemecahan eritrosit karena memang sudah
cukup umurnya.15 Pada dasarnya anemia hemolitik dapat dibagi menjadi dua
golongan besar yaitu anemia hemolitik karena faktor di dalam eritrosit sendiri
Universitas Sumatera Utara
(intrakorpuskular) yang sebagian besar bersifat herediter dan anemia hemolitik karena
faktor di luar eritrosit (ekstrakorpuskular) yang sebagian besar bersifat didapatkan
seperti malaria dan transfusi darah. 16
Proses hemolisis akan mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin yang akan
mengakibatkan anemia. Hemolisis dapat terjadi perlahan-lahan, sehingga dapat
diatasi oleh mekanisme kompensasi tubuh tetapi dapat juga terjadi tiba-tiba sehingga
segera menurunkan kadar hemoglobin.15
Seperti pada anemia lainnya pada penderita anemia hemolitik juga mengalami
lesu, cepat lelah serta mata berkunang-kunang. Pada anemia hemolitik yang
disebabkan oleh faktor genetik gejala klinik yang timbul berupa ikterus,
splenomegali, kelainan tulang dan ulkus pada kaki.16
2.3. Mekanisme terjadinya Anemia Gizi Pada Ibu Hamil
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan
perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi. Kebutuhan ibu
selama kehamilan adalah 800 mg besi, diantaranya 300 mg untuk janin dan 500 mg
untuk pertambahan eritrosit ibu. Dengan demikian ibu membutuhkan tambahan
sekitar 2-3 mg besi/hari.17
Volume darah ibu bertambah lebih kurang 50% yang menyebabkan konsentrasi
sel darah merah mengalami penurunan. Keadaan ini tidak normal bila konsentrasi
turun terlalu rendah yang menyebabkan Hb sampai <11 gr%. Meningkatnya volume
darah berarti meningkat pula jumlah zat besi yang dibutuhkan untuk memproduksi
Universitas Sumatera Utara
sel-sel darah merah sebagai kompensasi tubuh untuk menormalkan konsentrasi
hemoglobin.18
Pada kehamilan, fetus menggunakan sel darah merah ibu untuk pertumbuhan
dan perkembangan terutama pada tiga bulan terakhir kehamilan. Bila ibu telah
mempunyai banyak cadangan zat besi dalam sumsum tulang sebelum hamil maka
pada waktu kehamilan dapat digunakan untuk kebutuhan bayinya.19
Akan tetapi bila pembentukan sel-sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah yang menyebabkan
konsentrasi atau kadar hemoglobin tidak dapat mencapai normal sehingga akan
terjadi anemia. Keadaan ini dapat terjadi mulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan
mencapai puncaknya dalam kehamilan umur 32 sampai 36 minggu.19
2.4. Gejala Anemia Gizi Pada Ibu Hamil
Gejala yang khas pada anemia jenis ini adalah kuku menjadi rapuh dan menjadi
cekung sehingga mirip seperti sendok, gejala seperti ini disebut koilorika. Selain itu,
anemia jenis ini juga mengakibatkan permukaan lidah menjadi licin, adanya
peradangan pada sudut mulut dan nyeri pada saat menelan.16 Gejala anemia pada
kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang,
malaise, lidah luka, nafsu makan turun, konsentrasi hilang, nafas pendek (pada
anemia parah).20
Keluhan anemia yang paling sering dijumpai dimasyarakat adalah yang lebih
dikenal dengan 5L yaitu lesu, lemah, letih, lelah dan lalai. Disamping itu penderita
kekurangan zat besi akan menurunkan daya tahan tubuh yang mengakibatkan mudah
terkena infeksi.21
Universitas Sumatera Utara
2.5. Dampak Anemia Gizi Pada Ibu Hamil dan Janin
Anemia selama kehamilan menyebabkan ibu tidak begitu mampu untuk
menghadapi kehilangan darah dan membuatnya lebih rentan terhadap infeksi. Jika
terjadi anemia kegagalan jantung cenderung terjadi. Anemia juga dapat menimbulkan
hipoksia fetal, persalinan premature dan berpengaruh terhadap kematian ibu.22
Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya ,
tetapi dengan anemia akan mengurangi metabolisme tubuh sehingga menggangu
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.21 Akibatnya bayi dapat lahir
dengan cacat bawaan, lahir dengan anemia, gangguan/hambatan pada pertumbuhan
sel tubuh maupun sel otak janin sehingga pada ibu hamil dapat mengalami
keguguran, lahir sebelum
waktunya, BBLR, perdarahan sebelum dan waktu
melahirkan serta pada anemia berat dapat menimbulkan kematian ibu dan bayi.
Penderita kekurangan besi akan turun daya tahan tubuhnya, sehingga mudah terkena
penyakit infeksi.22
2.6. Penyebab Anemia Gizi Pada Ibu Hamil
Secara umum ada tiga penyebab anemia pada ibu hamil yaitu:
2.6.1. Kehilangan Banyak Darah
Banyaknya darah yang keluar berperan pada kejadian anemia karena wanita
tidak mempunyai persediaan Fe yang cukup dan absorbsi Fe ke dalam tubuh tidak
dapat menggantikan hilangnya Fe saat menstruasi. Perdarahan patologis akibat
penyakit/infeksi parasit dan saluran pencernaan berhubungan positif terhadap
terjadinya anemia.22
Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Asupan Fe yang Tidak Memadai
Hanya sekitar 25% WUS memenuhi kebutuhan Fe sesuai angka kecukupan gizi
yaitu 26 mikogram/hari. Secara rata-rata wanita mengonsumsi 6,5µg per hari melalui
diet makanan. Kecukupan intake Fe tidak hanya dipenuhi dari konsumsi makanan
sumber Fe (daging sapi, ayam, ikan, telur dan lain-lain), tetapi dipengaruhi oleh
variasi penyerapan Fe. Variasi ini disababkan oleh perubahan fisiologis tubuh seperti
hamil dan menyusui sehingga meningkatkan kebutuhan Fe bagi tubuh, tipe Fe yang
dikonsumsi. Jenis Fe yang dikonsumsi jauh lebih penting daripada jumlah Fe yang
dimakan. Heme iron dari Hb dan mioglobin hewan lebih mudah dicerna. Non heme
iron yang membentuk 90% Fe dari makanan non daging tidak mudah diserap oleh
tubuh.22
2.6.3. Peningkatan Kebutuhan Fisiologi
Peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang
lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan dan
menyusui.12 Kebutuhan Fe meningkat selama hamil untuk memenuhi kebutuhan Fe
akibat peningkatan volume darah, untuk menyediakan Fe bagi janin dan plasenta, dan
untuk menggantikan kehilangan darah saat persalinan. Peningkatan absorps Fe
selama trimester II kehamilan membantu peningkatan kebutuhan. Beberapa studi
menggambarkan hubungan suplementasi Fe selama kehamilan dan peningkatan
konsentrasi Hb pada trimester III kehamilan dapat meningkatkan berat lahir bayi dan
usia kehamilan.22
Universitas Sumatera Utara
2.7. Kebutuhan Zat Gizi Pada Ibu Hamil
Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dari laki-laki karena terjadi menstruasi
dengan perdarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap bulan dan kehilangan zat besi
sebesar 30 sampai 40 mgr. Di samping itu kehamilan memerlukan tambahan zat besi
untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin
dan plasenta. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan
akan makin banyak kehilangan zat besi.13
Jumlah zat besi yang dibutuhkan pada wanita hamil jauh lebih besar dari pada
tidak hamil. Pada saat hamil trimester I kebutuhan zat besi sedikit karena tidak
terjadinya menstruasi dan pertumbuhan janin lambat. Menginjak kehamilan trimester
II (dua) sampai trimester III (tiga) terjadi pertambahan sel darah merah sampai 35%
yang ekuivalen dengan 450 mg besi. Pertambahan ini disebabkan oleh meningkatnya
kebutuhan oksigen oleh janin yang harus diangkut oleh sel darah merah.23
Kemudian saat melahirkan akan terjadi kehilangan darah dan diperlukan
pertambahan besi 300-350 mg. Diperkiakan wanita hamil sampai melahirkan
memerlukan zat besi kurang lebih 40 mg//hari atau dua kali lipat kebutuhan daripada
saat kondisi normal (tidak hamil). Tidak mengherankan bila banyak wanita hamil
akhirnya menderita anemia gizi besi karena kebutuhan meningkat, tetapi konsumsi
makanannya tidak memenuhi syarat gizi. 23
Kebutuhan zat besi selama kehamilan akan meningkat, hal ini bertujuan untuk
memasok tumbuh kembang janin selama dalam kandungan karena pertumbuhan janin
memerlukan banyak sekali zat besi selain itu untuk pertumbuhan plasenta dan
Universitas Sumatera Utara
peningkatan volume darah ibu, jumlah yang diperlukan sekitar 1000 mg selama
hamil.13
Wanita hamil biasanya tidak hanya diberi preparat besi tetapi juga asam folat
karena anemia pada kehamilan selain disebabkan oleh defisiensi zat besi juga oleh
kekurangan asam folat. Penelitian di Universitas California menyatakan bahwa
asupan asam folat sebanyak 0,4 mg sehari dapat mencegah kecacatan.13
2.8. Epidemiologi Anemia Pada Ibu Hamil
2.8.1. Distribusi dan Frekuensi
a. Menurut Orang
Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan
usia yang mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil. Karena akan membahayakan
kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, berisiko mengalami
pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia.10
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, prevalensi anemia
pada tahun 1999-2005 di dunia masih tinggi dimana prevalensi pada balita 47,4%,
anak usia sekolah 25,4%, wanita tidak hamil 30,2%, wanita hamil 41,8%, pada lansia
23,9% dan terendah pada laki-laki 12,7%.6
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan
tahun 2005 di 4 kabupaten/kota di Sumatera Utara yaitu Medan, Binjai, Deli Serdang
dan Langkat prevalensi anemia pada pekerja wanita 40,5%.25
Hal ini di tegaskan kembali oleh Amiruddin dkk pada tahun 2007 di
Baltimurung Sulawesi Selatan menemukan hubungan umur ibu dengan kejadian
Universitas Sumatera Utara
anemia dan responden yang paling banyak menderita anemia adalah responden
dengan umur < 20 tahun dan >35 tahun sebanyak 20 (74,1%) orang dan pada umur
20-35 tahun sebanyak 51 (50.5%) orang yang menderita anemia.25 Hasil penelitian
Hendro di Puskesmas Medan Johor Tahun 2005 menemukan bahwa proporsi ibu
hamil yang mengalami anemia adalah pada kelompok umur≥ 25 tahun yaitu 43,6%.
26
b. Menurut Tempat
Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di Negara sedang
berkembang ketimbang Negara yang sudah maju. Prevalensi anemia ibu hamil pada
tahun 2005 di beberapa Negara terbelakang sangat tinggi seperti di Kongo adalah
67,30%, di Nigeria 65,51% dan di Eithopia 62,68%. Prevalensi ini mulai berkurang
di Negara berkembang seperti di India 44,33% dan Indonesia 44,33%. Sedangkan di
Negara maju prevalensi anemia pada ibu hamil sangat rendah yaitu 11,46% di Prancis
dan 5,7% di United States.5
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan PT Merck Tbk di Jawa Timur,
Jawa Barat, dan Sumatera Utara prevalensi anemia cukup tinggi. Di Jawa Timur
dengan melibatkan 5.959 peserta tes darah di tiga kota, Kediri, Jombang, dan
Mojokerto, didapat 33% di antaranya anemia. Di Jawa Barat dengan peserta tes darah
sebanyak 7.439 di tiga kota, Garut, Tasikmalaya, dan Cirebon, 41% di antaranya
anemia. Sedangkan di Sumatera Utara dengan peserta tes darah sebanyak 9.377 orang
di tiga kota, Medan, Pematang Siantar, dan Kisaran, didapati 33% di antaranya
anemia.9
Universitas Sumatera Utara
c. Menurut Waktu
Pada suatu penelitian yang diadakan di beberapa praktek bidan swasta dalam
kotamadya Medan, ditemukan bahwa terjadi peningkatan penderita anemia dengan
makin tuanya usia kehamilan. Besarnya angka kejadian anemia ibu hamil pada
trimester I kehamilan adalah 20%, trimester II sebesar 70%, dan trimester III sebesar
70%.4 Hal ini disebabkan karena pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang
dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih
lambat. Menginjak trimester kedua hingga ketiga, volume darah dalam tubuh wanita
akan meningkat sampai 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk
memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih
banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan, perlu tambahan besi 300 – 350 mg
akibat kehilangan darah. Sampai saat melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar
40 mg per hari atau dua kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil.8
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1986
proporsi ibu hamil yang menderita anemia adalah 73,3% menurun pada tahun 1992
menjadi 63,5%, pada tahun 1995 menurun menjadi 50,9%, tahun 2001 menurun lagi
menjadi 40,1%. Hasil Riskesdas 2007 proporsi ibu hamil yang anemia adalah 24,5% .
Hal ini menunjukkan keberhasilan program pemerintah dalam hal penanggulangan
anemia pada ibu hamil.27
Universitas Sumatera Utara
2.8.2. Determinan
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil adalah:
a. Usia
Umur ideal untuk kehamilan yang risikonya rendah adalah pada kelompok
umur 20-35 tahun. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2010, perempuan yang mengalami kehamilan pada usia berisiko tinggi (35 tahun ke
atas) 4,6% tidak pernah memeriksakan kehamilan, dan yang berusia < 20 tahun 5,1%
memeriksakan kehamilan pada dukun. 28
Kehamilan pada remaja putri sangat berisiko terhadap dirinya karena
pertumbuhan linier (tinggi badan) pada umumnya baru selasai pada usia 16-18 tahun,
dan dilanjutkan dengan pematangan rongga panggul beberapa tahun setelah
pertumbuhan linier selesai. 23
b. Umur Kehamilan
Kebutuhan akan berbagai zat gizi termasuk zat besi pada trimester I meningkat
secara minimal. Setelah itu sepanjang trimester II dan III, kebutuhan akan terus
membesar sampai pada akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester II
diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu, yaitu penambahan volume darah,
pertumbuhan uterus dan payudara.13
Menurut Doloksaribu (2006) persentase responden yang menderita anemia
tertinggi dijumpai pada umur kehamilan triwulan II (50%) dan triwulan ke III
(37,50%). Hal ini disebabkan karena kebutuhan zat besi pada triwulan II dan III
meningkat dengan pesat untuk janin, plasenta dan penambahan volume darah ibu.9
Universitas Sumatera Utara
c. Jarak Kelahiran
Jarak kelahiran dapat menyebabkan hasil kehamilan yang kurang baik. Jarak
dua kehamilan yang terlalu pendek akan mempengaruhi daya tahan dan gizi ibu yang
selanjutnya akan mempengaruhi hasil produksi. Menurut Depkes RI (2004) jumlah
kelahiran yang baik agar terwujudnya keluarga sejahtera dan sehat adalah berjumlah
2 anak saja dengan jarak kelahiran sama dengan atau lebih dari 3 tahun.6 Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Hendro di medan (2006) ibu hamil yang jarak
kelahiran anaknya < 2 tahun sebagian besar menderita anemia. Seorang wanita yang
melahirkan berturut-turut dalam jangka waktu pendek tidak sempat memulihkan
kesehatannya serta harus membagi perhatian kepada kedua anak dalam waktu yang
sama. 26
d. Konsumsi Tablet Fe
Kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi zat besi dengan cara yang benar akan
memnuhi kebutuhan zat besi dalam tubuh yang bisa meningkatkan kualitas
kehamilan. Banyak hal yang membuat ibu hamil tidak patuh mengkonsumsi zat besi
yang terdapat dalam tablet tambah darah yang diprogramkan pemerintah. Salah
satunya adalah gangguan pencernaan dapat berupa mual dan muntah. Sehingga hal
ini perlu mendapat perhatian khusus terutama dari pemberian pelayanan kesehatan
misalnya bidan dan dokter. Jumlah tablet zat besi yang dikonsumsi ibu hamil adalah
minimal 90 tablet dan dianjurkan kepada ibu hamil untuk mengkonsumsi tablet
tambah darah dengan dosis satu kali sehari selama masa kehamilan dan 40 hari
setelah melahirkan.20
Universitas Sumatera Utara
e. Penghasilan
Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah
status ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga. Kemampuan keluarga untuk
membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan
keluarga dan harga bahan makanan itu sendiri. Keluarga dengan pendapaan terbatas
kemungkinan besar kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya, terutama
memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya. 23
Sementara dari hasil penelitian Hendro (2006) menyatakan bahwa keluarga
yang pendapatnya di atas UMR dapat memenuhi kebutuhan gizi keluarganya
terutama ibu hamil sehingga diasumsikan dapat mencegah terjadinya anemia
sedangkan keluarga dengan pendapatan di bawah UMR dapat diasumsikan belum
memenuhi kebutuhan hidup keluarganya termasuk gizi ibu hamil.26
f. Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku
untuk hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang
untuk menyerap informasi-informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku
dan
gaya
hidup
sehari-hari,
khusunya
tingkat
pendidikan wanita
sangat
mempengaruhi kesehatannya.6
Dari hasil penelitian Hendro (2006), menyatakan ada hubungan yang signifikan
antara pendidikan dengan status anemia, karena dengan tingkat pendidikan ibu yang
rendah diasumsikan pengetahuannya tentang gizi rendah, sehingga berpeluang untuk
terjadinya anemia sebaliknya jika ibu hamil berpendidikan tinggi maka kemungkinan
Universitas Sumatera Utara
besar pengetahuannya tentang gizi juga tinggi, sehingga diasumsikan kecil peluang
terjadinya anemia.26
g. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan yang diberikan terhadap ibu hamil oleh
petugas kesehatan untuk memelihara kehamilannya yang dilaksanakan sesuai standar
pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam standar pelayanan kebidanan. Tujuan
pelayanan antenatal adalah mengantarkan ibu hamil agar dapat bersalin dengan sehat
dan memperoleh bayi yang sehat, mendeteksi dan mengantisipasi dini kelainan
kehamilan dan deteksi serta antisipasi dini kelainan janin.3
Pelayanan antenatal meliputi lima hal yang dikenal dengan istilah 5T yaitu
timbang berat badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, nilai status
imunisasi TT dan pemberian tablet tambah darah.3 Konsumsi zat besi sangat
diperlukan oleh Ibu hamil yang ditujukan untuk mencegah ibu dan janin dari anemia,
dan faktor risiko lainnya. Diharapkan ibu hamil dapat mengonsumsi tablet Fe lebih
dari 90 tablet selama kehamilan. Berdasarkan laporan Riskesdas (2010) 80,7% ibu
hamil tablet/membeli tablet Fe, dengan jumlah hari minum 0-30 hari (36,3%), 90 hari
atau lebih (18%), 60-89 hari (8,3%), dan 31-59 hari (2,8%). Dijumpai 38% ibu hamil
di Sumatera Utara dan 3,6% di DI Yogyakarta yang tidak pernah minum tablet Fe. 28
K1 adalah kunjungan pertama ibu hamil ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk
mendapat pelayanan antenatal yang dilakukan pada trimester pertama kehamilan.
Sedangkan K4 adalah kunjungan ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan ante natal
minimal 4 kali yaitu 1 kali pada trimester pertama kehamilan, 1 kali pada trimester
kedua dan 2 kali pada trimester ketiga.3
Universitas Sumatera Utara
2.9. Pencegahan
2.9.1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian
suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Promosi kesehatan, pendidikan
kesehatan dan perlindungan kesehatan adalah tiga aspek utama di dalam pencegahan
primer.29 Dalam hal ini pencegahan primer ditujukan kepada ibu hamil yang belum
anemia. Tujuan pencegahan ini untuk mencegah atau menunda terjadinya kasus baru
penyakit dan memodifikasi faktor risiko atau mencegah berkembangnya faktor
risiko.30
Pencegahan primer meliputi:
a. Edukasi (Penyuluhan)
Petugas kesehatan dapat berperan sebagai edukator seperti memberikan
nutrition education berupa dorongan agar ibu hamil mengkonsumsi bahan
makanan yang tinggi Fe dan konsumsi tablet besi atau tablet tambah darah
minimal selama 90 hari. Edukasi tidak hanya diberikan pada saat ibu hamil,
tetapi ketika belum hamil. Penanggulangannya, dimulai jauh sebelum
peristiwa melahirkan. Selain itu, petugas kesehatan juga dapat berperan
sebagai konselor atau sebagai sumber berkonsultasi bagi ibu hamil mengenai
cara mencegah anemia pada kehamilan.31
Suplementasi Fe adalah salah satu strategi untuk meningkatkan intake Fe yang
berhasil hanya jika individu mematuhi aturan konsumsinya. Banyak faktor
yang mendukung rendahnya tingkat kepatuhan tersebut, salah satunya adalah
efek samping yang tidak nyaman dari mengkonsumsi Fe adalah melalui
Universitas Sumatera Utara
pendidikan tentang pentingnya suplementasi Fe dan efek samping akibat
minum Fe.24
b. Suplementasi Fe (Tablet Besi)
Anemia defisiensi besi dicegah dengan memelihara keseimbangan antara
asupan Fe dan kehilangan Fe. Jumlah Fe yang dibutuhkan untuk memelihara
keseimbangan ini bervariasi antara satu wanita dengan yang lainnya
tergantung pada riwayat reproduksi. Jika kebutuhan Fe tidak cukup terpenuhi
dari diet makanan, dapat ditambah dengan suplemen Fe terutama bagi wanita
hamil dan masa nifas.24 Suplemen besi dosis rendah (30mg/hari) sudah mulai
diberikan sejak kunjungan pertama ibu hamil.31
c. Fortifikasi Makanan dengan Zat Besi
Fortifikasi makanan yang banyak dikonsumsi dan yang diproses secara
terpusat merupakan inti pengawasan anemia di berbagai Negara. Fortifikasi
makanan merupakan cara terampuh dalam pencegahan defisiensi besi. Produk
makanan fortifikasi yang lazim adalah tepung gandum serta roti makanan
yang terbuat dari jagung dan bubur jagung serta beberapa produk susu.13
2.9.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder lebih ditujukan pada kegiatan skrining kesehatan dan
deteksi untuk menenmukan status patogenik setiap individu di dalam populasi.
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit menuju
suatu perkembangan kearah kerusakan atau ketidakmampuan.29 Dalam hal ini
pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan pada ibu hamil yang
sudah mengalami gejala-gejala anemia atau tahap pathogenesis yaitu mulai pada fase
Universitas Sumatera Utara
asimtomatis sampai fase klinis atau timbulnya gejala penyakit atau gangguan
kesehatan.30
Pada pencegahan sekunder, yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
diantaranya adalah :
a. Skrining diperlukan untuk mengidentifikasi kelompok wanita yang harus
diobati dalam mengurangi morbiditas anemia. Bagi wanita hamil harus
dilakukan skrining pada kunjungan I dan rutin pada setiap trimester.24
Skrining dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin (Hb) untuk mendeteksi
apakah ibu hamil anemia atau tidak, jika anemia, apakah ibu hamil masuk
dalam anemia ringan, sedang, atau berat. Selain itu, juga dilakukan
pemeriksaan terhadap tanda dan gejala yang mendukung seperti tekanan
darah, nadi dan melakukan anamnesa berkaitan dengan hal tersebut.
Sehingga, tenaga kesehatan dapat memberikan tindakan yang sesuai dengan
hasil tersebut. Jika anemia berat ( Hb < 9 g/dl) dan Hct <27%) harus dirujuk
kepada dokter ahli yang berpengalaman untuk mendapat pertolongan medis.30
b. Pemberian terapi dan Tablet Fe
Jika ibu hamil terkena anemia, maka dapat ditangani dengan memberikan
terapi oral dan parenteral berupa Fe dan memberikan rujukan kepada ibu
hamil ke rumah sakit untuk diberikan transfusi (jika anemia berat).32
Universitas Sumatera Utara
2.9.3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier mencakup pembatasan terhadap segala ketidakmampuan
dengan menyediakan rehabilitasi saat penyakit, cedera atau ketidakmampuan sudah
terjadi dan menimbulkan kerusakan.29 Dalam hal ini pencegahan tersier ditujukan
kepada ibu hamil yang mengalami anemia yang cukup parah dilakukan untuk
mencegah perkembangan penyakit ke arah yang lebih buruk untuk memperbaiki
kualitas hidup klien seperti untuk mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan
jaringan, keparahan dan komplikasi penyakit, mencegah serangan ulang dan
memperpanjang hidup. Contoh pencegahan tersier pada anemia ibu hamil diantaranya
yaitu :
a. memeriksa ulang secara teratur kadar hemoglobin
b. mengeliminasi faktor risiko seperti intake nutrisi yang tidak adekuat pada
ibu hamil, tetap mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan dan tetap
mengkonsumsi makanan yang adekuat setelah persalinan.30
Universitas Sumatera Utara
Download