BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1

advertisement
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS
3.1.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan studi pustaka dan kerangka pemikiran yang digunakan,
penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap
penyerapan tenaga kerja sektor ekonomi dan distribusi pendapatan masyarakat
ini dilakukan. Berdasar analisa kondisi eksisting ditemukan fakta bahwasannya
PDRB Provinsi Jawa Barat (atas dasar harga berlaku) tahun 2010 cukup tinggi,
yaitu sebesar Rp. 765.13 trilyun. Angka tersebut menempatkan Provinsi Jawa
Barat sebagai kekuatan ekonomi penting terbesar ketiga di Indonesia, dimana
berkontribusi 14.7% terhadap perekonomian nasional. Melihat kontribusi Provinsi
Jawa Barat yang besar pada Produk Domestik Bruto Indonesia, maka dapat
dikatakan pula bahwa peranan sektor-sektor ekonomi di Jawa Barat juga penting
bagi perekonomian nasional.
Di sisi lain di tengah kondisi perekonomian Provinsi Jawa Barat yang
menunjukkan indikator-indikator yang pertumbuhan yang positif, ternyata ada
berbagai permasalahan yang juga timbul. Permasalahan tersebut misalkan
menurunnya peranan sektor industri, yang merupakan salahsatu sektor unggulan
di Jawa Barat, dalam perekonomian Jawa Barat dari kurun tahun 2007-2010;
masih tingginya angka pengangguran (10.57% angkatan kerja); masih tingginya
angka kemiskinan (4.8 juta jiwa); serta adanya kecenderungan penurunan
panjang dan kualitas jalan (infrastruktur transportasi) yang ada di Jawa Barat.
Melihat fakta pentingnya kontribusi sektor ekonomi di Jawa Barat bagi
perekonomian nasional maka diperlukan upaya untuk mendorong peningkatan
69 kinerja sektor ekonomi di Jawa Barat. Banyak kebijakan yang dapat dilakukan
oleh pemerintah untuk mendorong kinerja sektor ekonomi misalkan dengan
mendesain kebijakan pro pertumbuhan dan mendukung perkembangan kinerja
sektor-sektor unggulan. Salahsatu upaya penting dalam rangka mendukung
pertumbuhan ekonomi wilayah Jawa Barat misalkan dengan menyediakan
infrastruktur energi, telekomunikasi, infrastruktur transportasi, dan infrastruktur
penting lainnya. Sejalan dengan penelitian ini, salahsatu upaya yang dapat
dilakukan pemerintah adalah dengan menyediakan infrastruktur transportasi.
Dengan adanya daya dukung infrastruktur transportasi yang baik diharapkan
kinerja dan peranan sektor ekonomi di Jawa Barat dapat meningkat.
Dengan menimbang poin-poin kebijakan untuk mendorong kinerja sektor
ekonomi diatas, ditentukan langkah kebijakan dengan melakukan injeksi
investasi infrastruktur transportasi untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja
pada sektor ekonomi dan pada saat yang sama untuk mengarahkan distribusi
pendapatan masyarakat. Secara diagramatik, kerangka pemikiran dampak
investasi infrastruktur transportasi terhadap penyerapan tenaga kerja sektor
ekonomi dan distribusi pendapatan masyarakat disajikan pada Gambar 3.
Dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan infrastruktur transportasi
dalam penelitian ini diukur melalui pertumbuhan output, penyerapan lapangan
kerja di sektor industri, serta perubahan distribusi pendapatan masyarakat.
Untuk memperoleh nilai kuantitatif parameter makro ekonomi tersebut di provinsi
Jawa Barat, digunakan SNSE Jawa Barat yang modelnya akan dibangun.
Konstruksi SNSE Jawa Barat tahun 2010 dikembangkan dari Input-Output tahun
2010 yang disusun dan dipublikasikan oleh BPS Provinsi Jawa Barat. Data selain
tabel Input-Output 2010 yang digunakan sebagai dasar (benchmark) dalam
menyusun SNSE, data penunjang yang berasal dari survei dan data sekunder
70 dari BPS maupun data sekunder dari instansi diluar BPS digunakan sebagai data
pendukung untuk melengkapi sel-sel dalam sub matriks yang tidak bisa dipenuhi
oleh data dari Tabel Input-Output terutama data yang berhubungan dengan
transaksi transfer baik transfer antar institusi domestik maupun transfer dari
institusi domestik dengan luar negeri (luar Jawa Barat dan Luar negeri).
Investasi Infrastruktur Transportasi
Perekonomian Provinsi Jawa Barat
Pengaruh terhadap pendapatan sektoral Pengaruh terhadap pendapatan Faktorial Penyerapan Tenaga Kerja
Sektor Ekonomi
Gambar
3.
Pengaruh terhadap pendapatan institusi Perubahan Distribusi
Pendapatan Masyarakat
Kerangka Pemikiran Dampak Investasi Infrastruktur
Transportasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor
Ekonomi dan Distribusi Pendapatan Masyarakat
71 Setelah SNSE tahun 2010 dibangun, dilakukan analisis keterkaitan antar
sektor,
analisis
multiplier,
analisis
dekomposisi
dan
simulasi
kebijakan
pembangunan infrastruktur transportasi dengan melakukan dekomposisi sektor
konstruksi menjadi sektor konstruksi untuk transportasi dan non transportasi.
Untuk mencapai tujuan dari studi ini, maka ada beberapa tahapan yang
dilakukan dalam melakukan penelitian ini, yang digambarkan sebagaimana
tercantum dalam Gambar 4.
IO J ABAR
TAHUN 2 010
•PDRB Sektoral 2 010Jawa Barat
•PDRB P enggunaan 2010Jawa Barat •PDRB J ABAR
•APBD
•SUSENAS
•SKTIR
•SAKERNAS
•SUSENAS
•NERACA PERDAGANGAN
•Data sekunder l ainnya DLL
PENYUSUNAN SAM J abar 2010
BALANCING / REKONSILIASI (CEK AND RECHECK))
PENYUSUNAN NERACA-­‐NERACA (SUB-­‐MATRIKS) DLM KERANGKA SAM J abar
IMBALANCE SAM Jabar 2010
SAM J ABAR
TAHUN 2 010 (FINAL)
Struktural Path
Analisis(SPA)
Pertumbuhan Ekonomi
Analisis Dekomposisi
dan Struktur Ekonomi
Output dan nilai tambah
Analisis Multiplier
Sektoral
Lapangan K erja Analisis Simulasi
Kebijakan Investasi
Infra. Transportasi
Distribusi Pendapatan
Implikasi Dampak Investasi Infrastruktur Transportasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Sektor Industri dan Distribusi Pendapatan Masyarakat di Provinsi Jawa Barat
Gambar 4. Tahapan Analisis Dampak Investasi Infrastruktur Transportasi
Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Ekonomi dan
Distribusi Pendapatan Masyarakat di Provinsi Jawa Barat
72 Menyadari posisi penting pembangunan infrastruktur transportasi sebagai
”driving force for economic growth”, maka kebutuhan analisis dampak investasi
infrastruktur transportasi terhadap perekonomian secara komprehensif dalam
kerangka makro ekonomi sangat diperlukan. Mengukur dampak investasi
infrastruktur transportasi dengan alat analisis yang sifatnya partial mikro dalam
mengidentifikasi biaya (cost) dan keuntungan (benefit) pada dasarnya sangat
terbatas keampuhannya. Kelemahannya adalah susah mengukur secara akurat
besarnya biaya dan keuntungan secara spasial dan dampak pengganda yang
ditimbulkan secara menyeluruh. Identifikasi biaya dan/atau keuntungan langsung
atau tidak langsung menimbulkan kerumitan tersendiri dalam analisis. Dengan
demikian sangat penting untuk memasukkan aspek spasial dan keterkaitan antar
sektor ekonomi dan institusi sehingga dapat dihitung dampak penggandanya
terhadap
industri
lain
dan
distribusi
kesejahteraan
masyarakat
dalam
perekonomian suatu wilayah.
Tahapan yang dilakukan didalam penelitian ini dapat dilihat seperti halnya
yang dideskripsikan pada Gambar 4. Secara umum ada beberapa tahapan yang
dilakukan dalam melakukan penelitian ini. Pada langkah awal dilakukan
inventarisasi data-data sekunder seperti halnya: Tabel IO provinsi Jabar 2010,
APBD Provinsi Jabar 2010, SKTIR, Susenas, Sakernas, statistik keuangan
pemerintah, indikator ekonomi dan data lainnya yang relevan.
Pada langkah selanjutnya dilakukan penyusunan kerangka data SNSE
yang sesuai untuk analisa permasalahan yang ada dengan melakukan
penentuan jumlah sektor di blok neraca faktor produksi, blok neraca institusi, blok
neraca sektor (aktivitas) produksi, dan neraca eksogen yang terdiri dari neraca
modal dan rest of the world (Daryanto dan Hafizrianda, 2010). Dalam penelitian
ini dibentuk sebanyak 80 sektor ekonomi.
73 Analisis multiplier dilakukan untuk melihat dampak investasi infrastruktur
transportasi terhadap output dan pendapatan dan kesempatan kerja yang
terbentuk di Jawa Barat.Dari hasil penghitungan multiplier juga dapat dilakukan
analisis keterkaitan dan dekomposisi. Analisa dekomposisi dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang lebih rinci tentang dampak (multiplier) dimana
multiplier
akan
didekomposisi
menjadi
komponen
Pengganda
Transfer,
Pengganda Open Loop dan Pengganda Closed Loop. Analisis SPA dilakukan
untuk mendapatkan informasi tentang mekanisme transmisi dampak suatu
kebijakan
investasi
infrastruktur
transportasi
terhadap
perkembangan
perekonomian secara menyeluruh dan khususnya terhadap penyerapan tenaga
kerja di sektor Industri dan distribusi pendapatan rumah tangga.
3.2.
Hipotesis
Hipotesis atas penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Kondisi infrastruktur transportasi mengakibatkan peningkatan output dan
kemudian meningkatkan permintaan faktor produksi (tenaga kerja dan
modal), dan selanjutnya berdampak kepada distribusi pendapatan
masyarakat dan perekonomian
2.
Infrastruktur berpengaruh terhadap perekonomian, terutama terhadap
sektor-sektor unggulan dan lebih jauh lagi berpengaruh dan terkait
dengan penciptaan pendapatan sektoral, faktorial serta pendapatan
institusi.
3.
Investasi infrastruktur transportasi akan lebih memberikan manfaat
kepada golongan rumah tangga yang lebih dominan dalam penguasaan
kapital.
74 4.
Investasi infrastruktur transportasi di Jawa Barat dapat berpengaruh
positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan pendapatan serta
memperbaiki distribusi pendapatan masyarakat
3.3.
Model SNSE
Badan Pusat Statistik (2005) menjelaskan bahwa Sistem Neraca Sosial
Ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM) adalah suatu sistem
kerangka data yang dibuat dalam bentuk matrik yang dapat menggambarkan
kondisi ekonomi dan sosial masyarakat dan keterkaitan antara keduanya secara
komprehensif, konsisten dan terintegrasi. SNSE merupakan sistem kerangka
data yang komprehensif dan terintegrasi yang mencakup berbagai data ekonomi
dan sosial dalam suatu kerangka data. Konsisten karena SNSE dapat menjamin
keseimbangan dalam setiap neraca yang terdapat dalam suatu kerangka SNSE.
Sebagai suatu sistem kerangka data SNSE bersifat modular yang dapat
menghubungkan berbagai variabel ekonomi dan sosial di dalamnya, sehingga
keterkaitan antarvariabel tersebut dapat diperlihatkan dan dijelaskan.
Daryanto dan Hafizrianda (2010) mengungkapkan bahwa sumber-sumber
data untuk membentuk SNSE adalah berasal dari Tabel Input Output (I-O),
Statistik Pendapatan Nasional, dengan menunjukkan berbagai jenis transaksi
dalam suatu sistem perekonomian. Jika Tabel I-O hanya menyajikan rekaman
transaksi ekonomi tanpa menunjukkan latar belakang sosial dari pelaku transaksi
tersebut, SNSE berupaya melakukan klasifikasi berbagai institusi berdasarkan
latar
belakang
sosial-ekonomi pada
suatu
perekonomian
atau
aktivitas
fungsional.
Sadoulet dan de Janvry (1995) didalam Daryanto dan Hafizrianda (2010)
mengatakan bahwa Model SNSE ini sebenarnya merupakan perluasan dari
75 Model I-O dimana lingkup pemotretannya jauh lebih luas dan terperinci jika
dibandingkan dengan Model I-O. Dalam Model I-O yang dipaparkan hanya arus
transaksi ekonomi dari sektor produksi ke sektor faktor-faktor produksi, rumah
tangga, pemerintah, perusahaan, dan luar negeri. Sedangkan dalam SNSE
model tersebut di disagregasi lebih rinci. Sebagai contoh rumah tangga dapat di
disagregasi
berdasar
tingkat
pendapatan;
atau
kombinasi
dari
tingkat
pendapatan dan lokasi pemukiman, dan lain-lain. Dalam Model SNSE juga dapat
dimasukkan berbagai variabel makroekonomi seperti halnya pajak, subsidi,
modal dan sebagainya sehingga Model SNSE bisa menggambarkan seluruh
transaksi makroekonomi, sektoral dan institusi secara utuh dalam sebuah
neraca. Keunggulan lain dari Model SNSE jika dibandingkan dengan Model I-O
adalah bahwa Model SNSE mampu menggambarkan arus distribusi pendapatan
dalam perekonomian.
Daryanto dan Hafizrianda (2010) menambahkan, perbedaan lain yang
cukup mendasar adalah dalam SNSE aktivitas faktor-faktor produksi, rumah
tangga dan perusahaan ditempatkan sebagai variabel endogen. Sehingga
dampak dari suatu kegiatan ekonomi tidak terbatas pada aktivitas produksi saja
namun juga pada aktivitas faktor produksi, rumah tangga dan perusahaan.
3.3.1. Bentuk dan Arti Kerangka SNSE
Menurut Wagner (1999) di dalam Daryanto dan Hafizrianda (2010), ada
tiga keuntungan menggunakan Model SNSE dalam suatu perencanaan ekonomi.
Pertama, SNSE mampu menggambarkan struktur perekonomian, keterkaitan
antara aktivitas produksi, distribusi pendapatan, konsumsi barang dan jasa,
tabungan dan investasi, serta perdagangan perdagangan luar negeri. Hal ini
berarti Model SNSE dapat menjelaskan keterkaitan antara permintaan, produksi,
76 dan pendapatan didalam suatu kawasan perekonomian. Kedua, SNSE dapat
memberikan suatu kerangka kerja yang bisa menyatukan dan menyajikan
seluruh data perekonomian wilayah. Ketiga, dengan SNSE dapat dihitung
multiplier perekonomian wilayah yang berguna untuk mengukur dampak dari
suatu aktivitas terhadap produksi, distribusi pendapatan dan permintaan, yang
menggambarkan struktur perekonomian.
BPS (2005) seperti yang diungkapkan didalam Daryanto dan Hafizrianda
(2010) mengungkapkan bahwa perangkat SNSE dapat digunakan sebagai data
sosial ekonomi yang menjelaskan mengenai:
1.
Kinerja pembangunan ekonomi suatu negara, seperti halnya distribusi
Produk Domestik Bruto (PDB), konsumsi, tabungan, dan sebagainya.
2.
Distribusi pendapatan faktorial, yaitu distribusi pendapatan yang dirinci
menurut faktor-faktor produksi diantaranya tenaga kerja dan modal.
3.
Distribusi pendapatan rumah tangga yang dirinci menurut berbagai golongan
rumah-tangga.
4.
Pola pengeluaran rumah-tangga.
5.
Distribusi tenaga kerja menurut sektor atau lapangan usaha dimana mereka
bekerja, termasuk distribusi pendapatan tenaga kerja yang mereka peroleh
sebagai kompensasi atas keterlibatannya dalam proses produksi.
Kerangka SNSE dasar berbentuk matrik dengan ukuran 4x4, bentuk
dasar tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. Lajur ke samping (menurut baris)
menunjukkan penerimaan, sedangkan lajur ke bawah (menurut kolom)
menunjukkan pengeluaran.
Dalam SNSE terdapat 4 (empat) neraca utama,
yaitu (1) neraca faktor produksi, (2) neraca institusi, (3) neraca sektor produksi,
dan (4) neraca lainnya (rest of the world). Masing-masing neraca tersebut
menempati lajur baris dan lajur kolom, perpotongan antara suatu neraca dengan
77 neraca lainnya memberikan arti tersendiri. Hubungan tersebut secara ringkas
dapat dibaca pada Gambar 5.
Neraca faktor-faktor produksi, termasuk didalamnya adalah tenaga kerja
dan modal. Dibaca secara baris neraca ini memperlihatkan penerimaanpenerimaan yang berasal dari upah dan sewa, selain itu juga menggambarkan
pendapatan remitance dan pendapatan modal.
Sedangkan
secara
kolom
menunjukkan
adanya
revenue
yang
didistribusikan ke rumah tangga sebagai pendapatan tenaga kerja, distribusi ke
perusahaan dan keuntungan yang bukan dari perusahaan, serta keuntungan
perusahaan
setelah
dikurangi
pembayaran
pemerintah.
Neraca
institusi
mencakup rumah tangga, perusahaan dan pemerintahan.
Dalam hal ini rumah tangga akan didisagregasi ke dalam kelompokkelompok sosial ekonomi yang saling berbeda tingkatannya. Penerimaan rumah
tangga antara lain datang dari pendapatan faktor-faktor produksi, berbagai
macam bentuk transfer seperti transfer pendapatan diantara rumah tangga itu
sendiri, pendapatan dari pemerintah, dari perusahaan (biasanya berupa
asuransi) atau dari luar negeri.
Sementara itu pengeluaran rumah tangga ditujukan untuk konsumsi
barang-barang dan pajak pendapatan, serta sebagian dimasukan untuk saving
dalam neraca modal. Pada perusahaan, penerimaannya berasal dari keuntungan
yang diperoleh dan sebagian dari transfer, sedangkan pengeluarannya kepada
pembayaran pajak dan transfer. Untuk pemerintah pengeluarannya berupa
subsidi, konsumsi barang dan jasa, transfer ke rumah tangga dan perumahan.
Sebagian juga berupa saving. Di sisi lain penerimaannya berasal dari pajak dan
transfer pendapatan dari luar negeri.
78 Pengeluaran
Neraca Endogen
Neraca Endogen
Penerimaan
Neraca
Eksogen
Jumlah
5
Faktor
Institusi
Sektor
1
2
3
4
T13
Alokasi nilai
tambah ke
faktor
produksi
T14
Pendapatan
faktor
produksi dari
luar negeri
0
T24
Y2
Transfer dari Distribusi
luar negeri
pendapatan
institusional
Faktor
Produksi
1 0
0
Institusi
T21
Alokasi
2 pend. faktor
ke institusi
T22
Transfer
antar
institusi
3 0
T32
T33
T34
Penerimaan Penerimaan Ekspor dan
domestik
antara
investasi
Sektor
Produksi
Neraca
Eksogen
Jumlah
I1
Alokasi
pendapatan
4
faktor
ke
luar negeri
I2
Tabungan
pemerintah
swasta dan
rumah
tangga
Y’1
Y’2
Distribusi
Distribusi
5 pengeluara pengeluara
n faktor
n institusi
I3
I4
Impor dan Transfer
pajak
tak lainnya
langsung
Y’3
Total input
Y1
Distribusi
pendapatan
faktorial
Y3
Total output
menurut
sektor
produksi
Y4
Total
penerimaan
neraca
lainnya
Y’4
Total
pengeluaran
lainnya
Sumber : Thorbecke, 1988 : dimodifikasi
Gambar 5. Skema Sederhana SNSE
Neraca aktivitas (activity) atau sektor produksi (production) merupakan
neraca yang menjelaskan tentang transaksi pembelian bahan-bahan mentah,
barang-barang antara dan sewa untuk memproduksi suatu komoditi. Dibaca
secara kolom semua transaksi tersebut merupakan pengeluaran yang meliputi
permintaan antara, upah, sewa dan value added dari pajak. Sedangkan pada
baris semua transaksi dianggap sebagai penerimaan yang meliputi penjualan
domestik, subsidi ekspor dan penerimaan.
Neraca terakhir adalah neraca eksogen yang memuat neraca modal dan
transaksi luar negeri atau rest of world. Dalam neraca modal sisi penerimaan
79 (secara baris) berupa pemasukan dalam bentuk tabungan rumah tangga, swasta
dan pemerintah.Sementara sisi pengeluaran (secara kolom), berupa investasi.
Transaksi antara domestik dengan luar negeri juga dicatat dalam neraca
terakhir yang memuat segala penerimaan yang berhubungan dengan luar negeri
yang datang dari ekspor, transfer pendapatan institusi dari luar negeri, transfer
pendapatan dari faktor-faktor produksi dan pemasukan modal dari luar negeri.
Sedangkan pengeluarannya berupa impor, pembayaran faktor-faktor produksi
dan transfer ke luar negeri. Jumlah pengeluaran dan penerimaan pada masingmasing neraca haruslah sama, hal ini menunjukkan bahwa dalam tabel SNSE
selalu terdapat keseimbangan dari masing-masing neraca.
3.3.2. Kegunaan SNSE
Kerangka
SNSE
dapat
digunakan
sebagai
kerangka
data
yang
menjelaskan mengenai kinerja pembangunan ekonomi suatu negara atau
wilayah, seperti Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional atau Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional, provinsi atau kabupaten,
konsumsi, tabungan dan sebagainya seperti:
1.
Distribusi pendapatan faktorial, yaitu distribusi pendapatan yang diterima
oleh faktor-faktor produksi tenaga kerja dan modal.
2.
Distribusi pendapatan rumah tangga yang dirinci menurut berbagai golongan
rumah tangga.
3.
Pola pengeluaran rumah tangga.
4.
Distribusi tenaga kerja menurut sektor atau lapangan usaha dimana mereka
bekerja termasuk distribusi pendapatan tenaga kerja yang mereka peroleh
sebagai balas jasa tenaga kerja yang mereka sumbangkan.
5.
Kebocoran
regional,
sumberdaya yang ada.
seperti
kebocoran
pendapatan
regional
dari
80 Model SNSE merupakan perluasan dari model I-O (Input-Output Model),
dimana model ini memotret perekonomian pada suatu waktu tertentu. Ruang
lingkup model SNSE jauh lebih luas dan terperinci dibandingkan dengan model
Input-Output (IO). Model IO hanya menyajikan arus transaksi ekonomi dari sektor
produksi ke sektor faktor produksi, rumah tangga, pemerintah, perusahaan dan
luar negeri, sedangkan dalam model SNSE hal-hal tersebut didisagregasi secara
lebih rinci. Misalnya, rumah tangga dapat didisagregasi berdasarkan tingkat
pendapatan atau kombinasi dari tingkat pendapatan dan lokasi pemukiman, dan
seterusnya. Di samping itu dalam model SNSE dapat dimasukkan beberapa
variabel makroekonomi, seperti: pajak, subsidi, modal dan sebagainya, sehingga
model SNSE dapat menggambarkan seluruh transaksi makroekonomi, sektoral
dan institusi secara utuh dalam sebuah neraca. Keunggulan lain dari model
SNSE dibanding model IO adalah bahwa model SNSE mampu menggambarkan
arus
model
distribusi pendapatan
IO,
dalam
perekonomian.
Sama halnya
dengan
model SNSE juga merupakan sebuah matriks bujursangkar yang
terdiri atas kolom dan baris. Kolom menjelaskan transaksi pengeluaran dan baris
menjelaskan transaksi penerimaan. Total nilai transaksi pada kolom harus Sama
dengan total nilai transaksi pada baris agar syarat keseimbangan terpenuhi.
Keutamaan perekonomian agregat dapat dipastikan secara langsung dari
kerangka makro
SNSE. Oleh
karenanya,
penciptaan
nilai tambah oleh
aktivitas produksi domestik yang menghasilkan GDP ditemui dalam sel (3, 2),
pengeluaran konsumsi akhir oleh rumah tangga disajikan dalam sel (1, 4) dan
seterusnya. Hal tersebut membedakan aktivitas produksi dari komoditaskomoditas yang mereka hasilkan. Ini berarti bahwa aktivitas-aktivitas tersebut
berasal dari dua komponen Tabel IO, yaitu : matriks penggunaan komoditas dan
matriks penawaran komoditas.
81 3.3.3. Asumsi dan Keterbatasan Model
Menurut Wagner (1999) dalam Daryanto dan Hafizrianda (2010)
menyatakan bahwa ada beberapa keuntungan dalam menggunakan model
SNSE dalam perencanaan ekonomi yaitu: (1) SNSE dapat mendeskripsikan
struktur
perekonomian,
keterkaitan
antara
aktivitas
produksi,
distribusi
pendapatan, konsumsi barang/jasa, tabungan dan investasi, serta perdagangan
luar negeri. Dengan demikian model SNSE dapat menjelaskan keterkaitan antara
permintaan, produksi, serta pendapatan didalam suatu kawasan perekonomian,
(2) SNSE bisa menyajikan suatu kerangka kerja yang bisa menyatukan dan
menyajikan seluruh data perekonomian wilayah, (3) SNSE bisa menghitung
multiplier perekonomian wilayah, yang berguna untuk mengukur dampak dari
suatu aktivitas terhadap produksi, distribusi pendapatan, dan permintaan yang
menggambarkan struktur perekonomian.
Namun disadari bahwa setiap model mempunyai keunggulan dan
kelemahan dalam menganalisis suatu fenomena ekonomi. Hal ini didasarkan
pada asumsi yang digunakan. Menurut Heriawan (2004), asumsi pada model
SNSE adalah sebagai berikut: (1) keseluruhan kegiatan ekonomi nasional atau
regional, dibagi habis (menurut klasifikasi tertentu) ke dalam sektor dan institusi,
(2) SNSE adalah suatu keseimbangan umum. Oleh karena itu, jumlah
penerimaan (incoming) dan jumlah pengeluaran (outgoing) dari masing-masing
sektor/ institusi berimbang, (3) pendistribusian koefisien antar sektor-institusi
berlaku konstan dan tidak akan bergeser dalam jangka pendek.
Selanjutnya, dengan asumsi yang disebutkan di atas, membawa
konsekuensi akan keterbatasan model untuk memprediksi atau menganalisis
suatu fenomena ekonomi. Keterbatasan yang perlu mendapat perhatian pada
model SNSE adalah:
82 1.
Tidak ada pembatasan penawaran artinya kebutuhan barang dan jasa untuk
memenuhi konsumsi dan investasi selalu dapat dipenuhi demikian juga
kebutuhan sumberdaya (faktor produksi) untuk memenuhi peningkatan
produksi selalu dapat dipenuhi.
2.
Harga relatif, artinya bahwa perbandingan harga antara harga input dan
harga output berlaku konstan.
3.
Hubungan antar sektor/ institusi bersifat proporsional dan konstan.
4.
Model SNSE menjadi model statik yang koefisien/parameternya bersifat
konstan dan tidak mengakomodir terjadinya pergeseran peran antar sektor/
institusi.
3.4.
Investasi infrastruktur Transportasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Mankiw (2007), pengeluaran untuk konsumsi barang bertujuan
untuk menyediakan kebutuhan rumah tangga saat ini, sedangkan pengeluaran
untuk barang-barang investasi bertujuan meningkatkan standar hidup untuk
tahun-tahun mendatang. Investasi adalah komponen Gross Domestic Product
(GDP) yang mengaitkan masa kini dan masa depan. Dengan demikian, dalam
perekonomian nasional ataupun wilayah investasi merupakan tindakan yang
ditujukan untuk tujuan perbaikan-perbaikan ekonomi pada masa yang akan
datang.
3.4.1. Evaluasi Ekonomi Proyek Transportasi
Menurut Banister and Berechman (2000), dengan tingkat pengetahuan
saat ini sangat sulit untuk menentukan dengan jelas bahwa peningkatan stok
kapital publik (termasuk infrastruktur transportasi) akan mendorong adanya
pertumbuhan ekonomi. Untuk menjawab berbagai persoalan diatas, penelitian
Banister tersebut berusaha untuk memberikan penjelasan teoritis tentang
83 hubungan potensial antara investasi sektor transportasi dan pertumbuhan
ekonomi. Lebih jauh lagi didalam penelitian tersebut berusaha dijelaskan tentang
elemen-elemen
kunci
proses
evaluasi
yang
mempengaruhi
pengukuran
keuntungan dari dari adanya proyek infrastruktur transportasi. Penelitian tersebut
juga menginvestigasi dampak lanjut dari efek pertumbuhan ekonomi potensial.
Didalam studi tersebut, pendekatan dominan yang digunakan untuk melakukan
evaluasi proyek ini adalah Benefit Cost Analysis (BCA). Esensi dari pendekatan
ini adalah penghitungan sistematis dan perbandingan keuntungan serta biaya
yang bervariasi yang diakibatkan oleh proyek.
Didalam salahsatu bahasan di penelitiannya, Banister and Berechman
(2000) menyimpulkan bahwa investasi kapital di sektor transportasi tidak secara
otomatis memberikan keuntungan berupa pertumbuhan ekonomi. Yang ada,
dalam kondisi tertentu, investasi ini memang memberikan eksternalitas potisif,
misalkan berupa peningkatan aksesibilitas, berkembangnya jaringan jalan,
semakin pendeknya waktu tempuh dalam melakukan perjalanan, serta dampak
positif lain berupa perbaikan lingkungan. Relokasi spasial berupa aktivitas
tataguna
lahan
sebagai
akibat
investasi,
tidak
bisa
dianggap
sebagai
pertumbuhan ekonomi.
3.4.2. Dampak Ekonomi Infrastruktur Transportasi
Jalan memiliki peran fundamental dalam pembangunan kota dan wilayah,
karena jalan membuka aksesibilitas dan membuat suatu lokasi menjadi menarik
secara ekonomi. Investasi dalam pembangunan jalan diarahkan keluar kota
ditujukan untuk dan mengurangi ketertarikan orang akan pusat kota dan
mengurangi beban kota. Investasi pembangunan jalan baru umumnya diarahkan
pada suatu koridor dimana sedang didorong perkembangannya, atau di lokasi di
sekitar kota untuk membentuk jaringan transportasi dalam kota. Investasi jalan ini
84 akan mendorong pembangunan ke arah lingkar luar kota. Pembukaan akses
jalan ke koridor pembangunan yang baru akan menarik pengembang perumahan
karena harga lahan luar kota yang lebih murah, perawatan lahan yang lebih
mudah, ongkos pembangunan yang lebih murah, lokasi dapat dicari kendaraan
dan kualitas lingkungan relatif lebih baik dibandingkan di pusat kota. Tidak
mengherankan jika investasi pembangunan jalan baru diluar pusat kota akan
mendorong pembangunan di lingkar luar kota (hinterland).
Dalam studi yang dilakukan oleh Banister and Berechman (2000),
diungkapkan debat tentang dampak ekonomi pembangunan jalan dengan
mengambil 3 contoh proyek pembangunan jalan: Jalan Lingkar Luar London M25
(M25 London Orbital Motorway), Jalan A71 Prancis (French A71), dan Jalan
Lingkar Luar Amsterdam (Amsterdam Orbital Motorway). Pada kasus M25
London Orbital Motorway, perdebatan terjadi antara kelompok pro yang
berargumen pembangunan Jalan penting untuk mendorong pembangunan dan
perbaikan ekonomi. Disisi lain, kelompok kontra menentangnya karena
pembangunan jalan dikawatirkan akan mengikis sabuk hijau dan ruang terbuka
di lingkar luar kota. Dalam kurun 3 tahun setelah pembukaan jalan, M25 London
Orbital Motorway telah memenuhi kapasitasnya. Menurut penelitian yang
dilakukan Banister dan Berechman tersebut, pertumbuhan lalu-lintas terjadi
karena kebijakan pemindahan arus lalu-lintas, pertumbuhan lalu lintas baru dan
lalu lintas yang berasal dari wilayah baru yang aksesibilitasnya menjadi lebih
baik. Seiring pembangunan M25 London Orbital Motorway dampak positif berupa
tersedianya lapangan kerja konstruksi mulai dirasakan masyarakat sekitar lokasi
proyek. Pertumbuhan aktivitas di koridor pengembangan jalan juga lambat laun
terlihat. Termasuk didalam strategi pengembangan lanjut di proyek ini adalah
eksplorasi pengembangan pusat-pusat baru untuk ‘pembangunan ramah
lingkungan (green development) untuk membangun taman ilmu pengetahuan
85 dan pusat rekreasi. Ada beberapa tipe pembangunan yang diharapkan tumbuh
setelah pembangunan M25 London Orbital Motorway, yaitu: pembangunan
komplek pergudangan nasional dan regional, industri teknologi tinggi, komplek
perkantoran pendukung, hypermarket/superstore, dan komplek pertokoan.
Lebih jauh lagi, di dalam penelitian yang sama tersebut dimaksudkan
untuk mencari jawaban tentang hubungan antara investasi sektor transportasi,
aktivitas ekonomi dan pembangunan. Sayangnya dalam studi kasus yang
diungkapkan faktor-faktor tersebut tidak diinvestigasi dalam satu kerangka kerja
dan oleh karena itu agak sulit untuk menilai apakah investasi ini mendorong
aktivitas ekonomi yang baru. Sebagai tambahan, peran penting proses
perumusan kebijakan dalam mempengaruhi variabel-variabel ini juga tidak jelas,
karena kita menyepelekannya, padahal proses tersebut merupakan faktor kunci
untuk
mengetahui
hubungan
antara
investasi
sektor
transportasi
dan
pembangunan ekonomi. Secara umum, keputusan untuk berinvestasi di sektor
jalan yang dibahas dalam tulisan Banister and Berechman (2000) tidak berusaha
untuk mengkuantifikasi dampak investasi terhadap aktivitas ekonomi dan
pembangunan namun hanya fokus pada biaya dan keuntungan transportasi,
terutama melalui perubahan waktu perjalanan.
Download