BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional bukanlah sesuatu hal yang baru, namun sebuah paparan teoritis yang sistematis baru dikembangkan sekitar abad keenambelas dan ketujuhbelas. Dimulai dari teori Merkantilisme yang menganggap pertumbuhan ekonomi suatu negara tumbuh sebagai akibat adanya pengeluaran dari negara lain. Suatu negara dapat mempertinggi kekayaannya dengan cara menjual barangbarangnya ke luar negeri (Sukirno, 2008). Para penganut merkantilisme yang dipelopori oleh Mun (1571-1641) dengan karyanya England’s Treasure by Foreign Trade sependapat bahwa, satu-satunya cara bagi sebuah negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sedikit mungkin impor. Surplus ekspor yang dihasilkan kemudian dibentuk dalam logam-logam mulia khususnya emas dan perak. Semakin banyak logam mulia yang dimiliki suatu negara semakin kaya dan kuatlah negara tersebut. Selanjutnya, dengan mendorong ekspor dan mengurangi impor, pemerintah akan dapat mendorong output dan kesempatan kerja nasional (Salvatore, 1996). Sesudah itu, ahli-ahli ekonomi klasik menganalisis lebih mendalam lagi peranan perdagangan luar negeri dalam perekonomian. Teori keunggulan absolut (absolut advantages) dibangun oleh Adam Smith sebagai perbaikan atas merkantilisme. Menurut Adam Smith, bahwa perdagangan akan meningkatkan Universitas Sumatera Utara kemakmuran bila dilaksanakan melalui mekanisme perdagangan bebas. Melalui perdagangan bebas, para pelaku ekonomi diarahkan untuk melakukan spesialisasi dalam upaya peningkatan efisiensi (Rahardja dan Manurung, 2006). Setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak, serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (Hamdy, 2001). Jika sebuah negara lebih efisien daripada (atau memiliki keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, dan menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut (Salvatore, 1996). Lebih lanjut teori perdagangan internasional dikemukakan oleh David Ricardo dengan prinsip-prinsip perdagangan internasional yang dikenal dengan nama The Theory of Comparative Advantage atau The Theory of Relative Cost yaitu mencoba melihat keuntungan/kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang memiliki comparative disadvantage, yaitu suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang Universitas Sumatera Utara besar. Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Makin banyak tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi suatu barang, makin mahal barang tersebut (Nopirin, 1999). Suatu negara akan memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) dalam memproduksi suatu barang kalau biaya pengorbanannya dalam memproduksi barang tersebut (dalam satuan barang lain) lebih rendah daripada negara-negara lainnya. Perdagangan antara dua negara akan menguntungkan kedua belah pihak jika masing-masing negara memproduksi dan mengekspor produk yang keunggulan komparatifnya ia kuasai (Krugman dan Obstfeld, 2000) diterjemahkan (Basri, 2004). Selanjutnya Eli Heckscher dan Bertin Ohlin mengembangkan teori perdagangan internasional yang dikenal dengan teori Heckscher–Ohlin (H–O), menyatakan bahwa sumber utama perdagangan internasional adalah adanya perbedaan karunia sumber-sumber daya antarnegara. Teori ini sangat menekankan saling keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor-faktor produksi antarnegara dan perbedaan penggunaannya dalam memproduksi berbagai macam barang, sehingga teori ini sering disebut sebagai teori proporsi faktor produksi (factor proportion theory) (Krugman dan Obstfeld, 2000) diterjemahkan (Basri, 2004). Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak/murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka/mahal dalam memproduksinya Universitas Sumatera Utara (Hamdy, 2001). Sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu. Singkatnya, sebuah negara yang relatif kaya atau berkelimpahan tenaga kerja akan mengekspor komoditikomoditi yang relatif padat tenaga kerja dan mengimpor komoditi-komoditi yang relatif padat modal (yang merupakan faktor produksi langka dan mahal di negara yang bersangkutan) (Salvator, 1996). 2.2. Teori Permintaan dan Penawaran Secara teoritis ekspor suatu barang dipengaruhi oleh suatu penawaran (supply) dan permintaan (demand). Dalam teori perdagangan internasional disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor dapat dilihat dari sisi permintaan dan sisi penawaran (Krugman dan Obstfeld, 2000) diterjemahkan (Basri, 2004). Dari sisi permintaan, ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, nilai tukar riil, pendapatan dunia dan kebijakan devaluasi. Sedangkan dari sisi penawaran, ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, harga domestik, nilai tukar riil, kapasitas produksi yang bisa diproksi melalui investasi, impor bahan baku, dan kebijakan deregulasi. Menurut Sukirno (2003), ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan, yaitu: 1. Harga barang itu sendiri. 2. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut. Universitas Sumatera Utara 3. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat 4. Corak distribusi dalam pendapatan masyarakat. 5. Cita rasa masyarakat. 6. Jumlah penduduk. 7. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang. Dalam analisis permintaan paling sederhana, dapat digambarkan sebuah kurva (curve) yang memuat hubungan antara harga sebuah barang dengan kuantitas yang Harga diminta. D P1 P0 P2 D 0 Q1 Q0 Q2 Jumlah Permintaan Sumber: Suherman Rosyidi (2006) Gambar 2.1. Kurva Permintaan Sebagaimana Gambar 2.1 dapat dijelaskan, jika harga suatu barang pada P0 maka jumlah yang diminta adalah Q0. Adanya perubahan harga sebesar P0P1 mengakibatkan perubahan permintaan sebesar Q0Q1. Demikian sebaliknya, perubahan Universitas Sumatera Utara harga sebesar P0P2 mengakibatkan perubahan permintaan sebesar Q0Q2. Sifat dari kurva permintaan ini adalah mempunyai arah kurva (slope) yang negatif. Artinya, semakin meningkat harga barang maka jumlah barang yang diminta akan menurun. Demikian sebaliknya bila harga barang turun, maka jumlah yang diminta akan menurun. Ada empat hal paling dominan yang menyebabkan terjadinya perubahan permintaan, yaitu: a. Tingkat pendapatan per kapita (per capita income) masyarakat. Semakin besarnya pendapatan selalu berarti semakin besarnya permintaan. Jika terjadi kenaikan pendapatan masyarakat, maka kurva permintaan akan bergeser ke kanan. Namun apabila terjadi penurunan pendapatan masyarakat, maka kurva permintaan akan bergeser ke kiri. b. Cita rasa atau selera (taste) konsumen terhadap barang itu. Cita rasa atau selera masyarakat pada umumnya akan berubah dari waktu ke waktu. Selera menggambarkan bermacam-macam pengaruh budaya dan sejarah. Selera mungkin mencerminkan kebutuhan psikologis dan fisiologis sejati, selera mungkin mencakup kecanduan yang terjadi secara artifisial dan selera mungkin juga mengandung sebuah unsur yang kuat dari tradisi atau agama. c. Harga barang lain yang berkaitan (prices of related goods), terutama barang pelengkap (complementary goods) dan barang pengganti (substitution goods). Kenaikan harga barang subtitusi akan menggeser kurva permintaan ke kanan, dan penurunan harga barang subtitusi akan menggeser kurva permintaan ke kiri. Universitas Sumatera Utara Sedangkan kenaikan harga barang komplementer akan menggeser kurva permintaan ke kiri dan penurunan harga barang komplementer akan menggeser kurva permintaan ke kanan. d. Harapan atau perkiraan konsumen (consumer expectation) terhadap harga barang yang bersangkutan. Permintaan suatu barang akan berubah searah dengan ekspektasi masyarakat terhadap harga barang yang bersangkutan. Maksudnya adalah ekspektasi konsumen terhadap harga barang di masa mendatang, yakni apakah harga itu akan naik, turun atau tetap. Perkiraan itu amat menentukan. Jika konsumen mengira bahwa harga suatu barang akan naik bulan depan maka sebelum harga barang itu betul-betul naik, kurva permintaan akan bergeser ke kanan. Sebaliknya, jika konsumen mengira bahwa harga akan turun bulan depan, kurva permintaan akan bergeser ke kiri. Berbeda dengan permintaan (demand), dari sisi penawaran (supply) para penjual mempunyai sikap yang sebaliknya dari sikap para pembeli. Mereka berkecenderungan akan menawarkan lebih banyak barang apabila harganya tinggi dan mengurangi jumlah harga yang ditawarkannya apabila harganya bertambah rendah. Dengan menganggap hal lainnya tetap (ceteris paribus), jumlah barang yang ditawarkan berhubungan positif dengan harga barang. Secara ringkas kurva penawaran dapat dijelaskan seperti pada Gambar 2.2 di bawah ini: Universitas Sumatera Utara Harga S H1 H0 H2 S 0 Q1 Q0 Q2 Jumlah Penawaran Sumber: Ratya Anindita (2008) Gambar 2.2. Kurva Penawaran Suatu Barang atau Komoditas Berdasarkan Gambar 2.2 dapat dijelaskan tentang hubungan jumlah barang atau komoditas yang ditawarkan di pasar pada berbagai tingkat harga, yang diwakili oleh kurva SS. Sifat dari kurva penawaran ini adalah mempunyai arah kurva (slope) yang positif. Artinya, semakin meningkat harga barang atau komoditas maka jumlah barang atau komoditas yang ditawarkan di pasar akan meningkat juga. Begitu sebaliknya bila harga barang atau komoditas itu turun, maka jumlah barang atau komoditas yang ditawarkan di pasar akan menurun. Misalkan pada kondisi awal harga barang atau komoditas di H0 dan jumlah yang ditawarkan adalah Q0. Jika harga naik dari H0 ke H1, maka jumlah barang atau komoditas yang ditawarkan akan meningkat dari Q0 ke Q1. Demikian juga bila harga turun dari H0 ke H2, maka jumlah yang ditawarkan akan menurun dari Q0 ke Q2. Universitas Sumatera Utara Keyakinan ahli-ahli ekonomi klasik bahwa penawaran akan selalu menciptakan permintaan dapat dengan jelas dilihat dari pandangan Jean Baptiste Say (Sukirno, 2003), seorang ahli ekonomi klasik bangsa Perancis. Ia mengatakan: “Penawaran menciptakan sendiri permintaan atasnya” atau “Supply creates its own demand”. Menurut pendapatnya dalam setiap perekonomian jarang sekali masalah kelebihan produksi. Masalah kelebihan produksi, apabila hal itu terjadi, adalah masalah sementara. Mekanisme pasar akan membuat penyesuaian-penyesuaian sehingga akhirnya jumlah produksi akan turun di sektor-sektor yang mengalami kelebihan produksi dan akan naik di sektor-sektor di mana permintaan ke atas produksi mereka sangat berlebihan. Berdasarkan kepada pandangan yang seperti ini ahli-ahli ekonomi klasik berkeyakinan bahwa di dalam suatu perekonomian sering sekali terwujud keadaan di mana jumlah keseluruhan penawaran barang-barang dalam perekonomian (penawaran agregat) pada penggunaan tenaga penuh akan selalu diimbangi oleh keseluruhan permintaan atas barang-barang tersebut (permintaan agregat) yang sama besarnya. 2.3. Elastisitas Elastisitas sering juga disebut Ukuran Derajat Kepekaan. Beberapa macam konsep elastisitas yang berhubungan dengan permintaan (Mankiw, 2003): Universitas Sumatera Utara a. Elastisitas harga, adalah mengukur seberapa banyak kuantitas permintaan atas suatu barang berubah mengikuti perubahan harga barang tersebut. Ukuran ini dinyatakan sebagai persentase perubahan kuantitas yang diminta dibagi persentase perubahan harga. Berdasar pengamatan ada beberapa asas umum yang dapat di kedepankan sebagai hal-hal yang menentukan elastisitas harga dari permintaan, yaitu: 1) Kebutuhan versus kemewahan. 2) Ketersediaan subtitusi. 3) Definisi pasar. 4) Rentang waktu. b. Elastisitas (harga) silang, yaitu ukuran untuk menentukan seberapa besar perubahan kuantitas yang diminta untuk suatu barang ketika harga barang lainnya berubah. Dirumuskan sebagai persentase perubahan kuantitas yang diminta dari barang 1 dibagi dengan persentase perubahan harga dari barang 2. Positif atau negatifnya nilai elastisitas harga silang ini tergantung pada apakah kedua barang tersebut subtitusi atau komplemen. c. Elastisitas pendapatan, yaitu ukuran yang menunjukkan seberapa banyak jumlah permintaan atas suatu barang berubah mengikuti perubahan pendapatan konsumen. Ukuran ini dinyatakan sebagai persentase perubahan kuantitas yang diminta dibagi persentase perubahan pendapatan. Universitas Sumatera Utara 2.4. Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Lipsey (1995), Gross Domestic Product (GDP) atau disebut juga dengan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah pendapatan nasional yang diukur dari sisi pengeluaran yaitu jumlah pengeluaran konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor-impor. GDP dikategorikan menjadi dua, yaitu nominal dan riil. Dikatakan GDP nominal, apabila GDP total yang dinilai pada harga-harga sekarang. Sedangkan GDP yang dinilai pada harga periode dasarnya disebut GDP riil, sering disebut sebagai pendapatan nasional riil. Menurut Samuelson (2002), PDB adalah jumlah output total yang dihasilkan dalam batas wilayah suatu negara dalam satu tahun. PDB mengukur nilai barang dan jasa yang di produksi di wilayah suatu negara tanpa membedakan kewarganegaraan pada suatu periode waktu tertentu. Dengan demikian warga negara yang bekerja di negara lain, pendapatannya tidak dimasukan ke dalam PDB. Sukirno (2008) mendefinisikan PDB sebagai nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan warga negara asing. Secara umum PDB dapat diartikan sebagai nilai akhir barang-barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu negara selama periode tertentu (biasanya satu tahun). Pendapatan nasional dapat dihitung berdasarkan dua harga yang telah ditetapkan pasar, yaitu PDB Harga Berlaku dan PDB Harga Konstan. Pendapatan nasional pada harga berlaku adalah nilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu menurut/berdasarkan harga yang berlaku pada Universitas Sumatera Utara periode tersebut. Pendapatan nasional pada harga konstan adalah nilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu, berdasarkan harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang dipakai dasar untuk dipergunakan seterusnya dalam menilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan pada periode/tahun berikutnya. Nicholson (1998) menyatakan ketika pendapatan total seseorang meningkat, dengan asumsi harga-harga tidak berubah (ceteris paribus), kita mungkin mengharapkan kuantitas yang dibeli untuk setiap barang juga akan meningkat. Barang-barang yang mengikuti kecenderungan demikian disebut barang-barang normal (normal good). Sebagian besar barang merupakan barang normal, jika pendapatan meningkat, dalam prakteknya orang cenderung untuk membeli lebih banyak barang. Permintaan barang-barang mewah (luxury) akan meningkat lebih cepat jika pendapatan naik, tetapi permintaan barang untuk keperluan sehari-hari (necessity) akan meningkat lebih lambat. Selain itu Nicholson (1998) juga menyebutkan barang-barang inferior, yang sifatnya apabila pendapatan seseorang meningkat maka individu akan mengurangi konsumsinya. Jadi apabila pendapatan seseorang meningkat maka akan mengalihkan konsumsinya pada barang yang lebih mahal. Demikian pula permintaan ekspor komoditas pertanian juga akan dipengaruhi oleh GDP riil dari negara tujuan, maka terdapat korelasi positif antara PDB negara tujuan ekspor Indonesia dengan permintaan produk impornya, demikian sebaliknya. Universitas Sumatera Utara Peningkatan impor sebagai akibat meningkatnya PDB negara importir dapat terlihat dari dua mekanisme sebagai berikut (Herlambang, 2001): 1. Kenaikan PDB negara importir menyebabkan meningkatnya investasi. Peningkatan investasi menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan barang impor antara lain barang-barang modal dan bahan baku sebagai input dalam proses produksi yang ditawarkan (supply) oleh negara lain. 2. Kenaikan PDB negara importir menyebabkan meningkatnya kebutuhan produk final (final product) karena tidak semua dipenuhi oleh produksi dalam negeri. 2.5. Faktor Harga Harga suatu produk merupakan ukuran terhadap besar kecilnya nilai kepuasan seseorang terhadap produk yang dibeli. Selain itu, harga suatu produk juga pada dasarnya merupakan rangkuman dari sejumlah informasi yang menyangkut ketersediaan sumberdaya, kemungkinan produksi dan preferensi konsumen. Dalam menunjang kegiatan transaksi perdagangan, informasi harga suatu komoditas merupakan faktor kunci besarnya penawaran dan permintaan. Apabila suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain (ekspor dan impor) maka ada beberapa faktor yang harus diperhatikan. Salah satu diantaranya adalah harga dari barang yang akan diperdagangkan karena harga akan menentukan besar kecilnya jumlah barang yang akan diperdagangkan. Universitas Sumatera Utara Makin rendah harga suatu barang, makin banyak permintaan terhadap barang tersebut, sebaliknya makin tinggi harga suatu barang makin rendah permintaan terhadap barang tersebut (ceteris paribus) (Sukirno, 2003). Selanjutnya hukum penawaran (law of supply) menyebutkan kuantitas barang yang ditawarkan akan meningkat ketika harga barang tersebut meningkat (Mankiw, 2003). Secara teoritis, Anindita (2008) menyebutkan bahwa harga akan mempengaruhi berbagai aspek melalui: a. Harga mempengaruhi pembentukan pendapatan. b. Harga mempengaruhi kesejahteraan (produsen dan konsumen). d. Harga mempengaruhi pendapatan ekspor (export earning) karena perdagangan memberlakukan tarif antarnegara termasuk berbagai ketentuan WTO (World Trade Organization). e. Harga menyebabkan fluktuasi pendapatan. f. Harga menyebabkan fluktuasi produk pertanian. 2.6. Nilai Tukar Mata Uang (Kurs) Nilai tukar mata uang (kurs) memainkan peranan sentral dalam hubungan perdagangan internasional, karena perdagangan yang dilakukan antara dua negara mesti memakai dua mata uang yang berbeda misalnya antara negara Indonesia dan Amerika Serikat. Pengimpor Amerika harus membeli Rupiah untuk membeli barangbarang dari Indonesia. Sebaliknya pengimpor Indonesia harus membeli Dolar Amerika untuk menyelesaikan pembayaran terhadap barang yang dibelinya Universitas Sumatera Utara di Amerika. Besarnya jumlah mata uang yang diperlukan untuk memperoleh satu unit valuta asing disebut dengan kurs mata uang asing. Para ekonom membedakan nilai tukar (kurs) menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah suatu nilai di mana seseorang dapat memperdagangkan mata uang suatu negara dengan mata uang negara lainnya. Sebagai contoh, jika antara Dolar Amerika Serikat dan Yen Jepang adalah 120 yen per Dolar, maka orang Amerika Serikat bisa menukar 1 Dolar untuk 120 Yen di pasar uang. Sebaliknya orang Jepang yang ingin memiliki Dolar akan membayar 120 Yen untuk setiap Dolar yang dibeli. Ketika orang-orang mengacu pada “kurs” diantara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs nominal (Mankiw, 2003). Kurs riil (real exchange rate) adalah nilai di mana seseorang dapat memperdagangkan barang dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain. Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga-harga di dalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri. Nilai tukar dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini: Di mana Q adalah nilai tukar riil, S adalah nilai tukar nominal, P adalah tingkat harga domestik dan P* adalah tingkat harga di luar negeri (Mankiw, 2003). Dalam sistem kurs mengambang, depresiasi atau apresiasi nilai mata uang akan mengakibatkan perubahan ke atas baik ekspor maupun impor. Jika kurs Dolar Amerika Serikat mengalami depresiasi, nilai mata uang dalam negeri melemah dan Universitas Sumatera Utara berarti nilai mata uang asing menguat kursnya (harganya) akan menyebabkan ekspor meningkat dan impor cenderung menurun. Jadi kurs valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Apabila nilai kurs Dolar Amerika Serikat meningkat, maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno, 2000). Hal ini juga dijelaskan oleh Salvatore (1996) bahwa dalam melakukan transaksi perdagangan antarnegara-negara, mereka menggunakan mata uang asing bukan mata uang negaranya. Mereka membutuhkan mata uang standar seperti US$ untuk bertransaksi. Apabila mata uang domestik terapresiasi terhadap mata uang asing maka harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih murah, tetapi apabila nilai mata uang domestik terdepresiasi maka nilai mata uang asing menjadi lebih mahal yang mengakibatkan ekspornya bagi pihak luar negeri menjadi lebih murah. 2.7. Ekspor Ekspor (export) adalah berbagai macam barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri lalu di jual di luar negeri (Mankiw, 2003). Ditinjau dari sudut pengeluaran, ekspor merupakan salah satu faktor terpenting dari Gross Nasional Product (GNP), sehingga dengan berubahnya nilai ekspor maka pendapatan masyarakat secara langsung juga akan mengalami perubahan. Di lain pihak, tingginya ekspor suatu negara akan menyebabkan perekonomian tersebut akan sangat sensitif terhadap keguncangan-keguncangan atau fluktuasi yang terjadi di pasaran internasional maupun di perekonomian dunia (Irham dan Yogi, 2003). Universitas Sumatera Utara Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan barang-barang dari dalam negeri keluar negeri dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh sebuah negara ke negara lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada suatu tahun tertentu (Winardi, 2006). Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang pada gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan tingkat output yang lebih tinggi lingkaran setan kemiskinan dapat dipatahkan dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan (Jhingan, 2000). Selain menambah peningkatan produksi barang untuk dikirim ke luar negeri, ekspor juga menambah permintaan dalam negeri, sehingga secara langsung ekspor memperbesar output industri-industri itu sendiri, dan secara tidak langsung permintaan luar negeri mempengaruhi industri untuk mempergunakan faktor produksinya, misalnya modal, dan juga menggunakan metode-metode produksi yang lebih murah dan efisien sehingga harga dan mutu dapat bersaing di pasar perdagangan internasional. Suatu negara dapat mengekspor barang produksinya ke negara lain apabila barang tersebut diperlukan negara lain dan mereka tidak dapat memproduksi barang tersebut atau produksinya tidak dapat memenuhi keperluan dalam negeri. Faktor yang lebih penting lagi adalah kemampuan dari negara tersebut untuk mengeluarkan barang-barang yang dapat bersaing dalam pasaran luar negeri. Maksudnya, mutu dan Universitas Sumatera Utara harga barang yang diekspor tersebut haruslah paling sedikit sama baiknya dengan yang diperjualbelikan dalam pasaran luar negeri. Cita rasa masyarakat di luar negeri terhadap barang yang dapat diekspor ke luar negeri sangat penting peranannya dalam menentukan ekspor sesuatu negara. Secara umum boleh dikatakan bahwa semakin banyak jenis barang yang mempunyai keistimewaan yang sedemikian yang dihasilkan oleh suatu negara, semakin banyak ekspor yang dapat dilakukan (Sukirno, 2008). Menurut Mankiw (2003), berbagai faktor yang dapat mempengaruhi ekspor, impor, dan ekspor neto suatu negara, meliputi: 1. Selera konsumen terhadap barang-barang produksi dalam negeri dan luar negeri. 2. Harga barang-barang di dalam dan di luar negeri. 3. Kurs yang menentukan jumlah mata uang domestik yang dibutuhkan untuk membeli mata uang asing. 4. Pendapatan konsumen di dalam negeri dan luar negeri. 5. Ongkos angkutan barang antarnegara. 6. Kebijakan pemerintah mengenai perdagangan internasional. 2.8. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Devi (2001) dengan judul “Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Ekspor Timah Putih Indonesia ke Singapura Tahun 19781997”. Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi log natural. Selain itu pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t-stat, pengujian secara serentak dengan menggunakan uji F stat, pengujian terhadap koefisien determinasi majemuk (R2), dan Universitas Sumatera Utara asumsi klasik (multikolinieritas, heteroskedastisitas, autokorelasi). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara nilai ekspor timah putih Indonesia ke Singapura dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya yaitu harga timah putih, konsumsi dalam negeri, biaya transportasi dan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika. Hasil dari penelitian Devi dapat diketahui bahwa variabel harga timah putih, biaya tranportasi, konsumsi dalam negeri dan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika secara bersama-sama berpengaruh terhadap ekspor timah putih Indonesia. Selain itu, secara statistik variabel-variabel independen yang terdiri dari harga timah putih, biaya transportasi, konsumsi dalam negeri dan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika mampu menjelaskan variasi pada variabel dependen yaitu ekspor timah putih Indonesia sebesar 87,39 % (R squared = 0,864321). Penelitian yang dilakukan oleh Cahyono (2004) dengan judul penelitiannya adalah “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tembakau Olahan Indonesia Oleh Singapura 1986-2002”. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Selain itu pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t-stat, pengujian secara serentak dengan menggunakan uji F stat, pengujian terhadap koefisien determinasi majemuk (R2), dan asumsi klasik (multikolinieritas, heteroskedastisitas, autokorelasi). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ekspor tembakau Indonesia ke Singapura dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya yaitu harga tembakau internasional, GDP riil Singapura sebagai negara tujuan dan nilai tukar Dolar Singapura terhadap Rupiah. Hasil dari penelitian Cahyono dapat diketahui bahwa variabel harga tembakau internasional dan Universitas Sumatera Utara GDP riil Singapura berpengaruh tehadap ekspor tembakau tetapi pada variabel nilai tukar Dolar Singapura ke Rupiah tidak berpengaruh secara nyata terhadap ekspor tembakau Indonesia oleh Singapura. Sumanti (2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor komoditi pertanian (minyak sawit, karet alam dan kakao) dari Indonesia dengan sistem persamaan dengan menggunakan EngleGrenger dan Johansen co-integration untuk melihat hubungan keseimbangan jangka panjang serta prosedur model koreksi kesalahan (error-correction model) untuk melihat efek dinamik dan kecepatan penyesuaian dalam jangka pendek. Variabel terikat yang digunakan adalah kuantitas ekspor minyak sawit, karet alam dan kakao. Sementara variabel-variabel penjelasnya adalah produksi, harga relatif yang merupakan rasio harga internasional dengan indeks harga pedagang besar, nilai tukar, dan produk domestik bruto (PDB) riil Indonesia, serta dummy kebijakan pemerintah untuk ekspor minyak sawit. Penelitian yang dilakukan oleh Hanjaswara (2007) yang meneliti tentang analisis pengaruh suku bunga kredit, kurs dolar Amerika dan inflasi terhadap ekspor kerajinan anyaman Provinsi Bali Periode 1992-2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara serempak suku bunga kredit, kurs dolar Amerika Serikat dan inflasi berpengaruh terhadap ekspor kerajinan anyaman. Secara parsial suku bunga kredit tidak signifikan pengaruhnya terhadap ekspor kerajinan anyaman, kurs berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor kerajinan anyaman dan juga tidak signifikan pengaruhnya terhadap ekspor kerajinan anyaman. Universitas Sumatera Utara Penelitian yang dilakukan oleh Sukendra (2007) menganalisis tentang faktorfaktor yang mempengaruhi permintaan ekspor sepatu olah raga dan sepatu kulit Indonesia (tahun 2002-2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel GDP riil berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor sepatu olah raga, variabel harga relatif berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor sepatu kulit, variabel nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara mitra dagang berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor sepatu kulit. Besarnya elastisitas permintaan ekspor terhadap kedua kelompok komoditi alas kaki diperoleh bahwa elastisitas permintaan sepatu kulit lebih besar dibandingkan dengan sepatu olah raga. Munadi (2007) meneliti tentang permintaan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke India dengan menggunakan model ECM di mana variabel bebasnya terdiri dari harga CPO dunia, harga minyak kedelai dan nilai tukar (Rp/US). Hasil analisis regresi terhadap persamaan permintaan ekspor dengan menggunakan pendekatan ECM mengindikasikan permintaan ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia ke India tidak terdapat hubungan dalam jangka panjang yang diindikasikan dengan pengaruh yang tidak nyata dari faktor error correction model (ECM). Dalam jangka pendek permintaan ekspor kelapa sawit oleh India sangat dipengaruhi oleh rasio antara harga minyak kedelai dan harga minyak kelapa sawit dunia dengan elastis sebesar 2,74, indeks produksi dengan elastisitas sebesar 2,69 dan koefisien penyesuaian yang direfleksikan dengan permintaan ekspor ke India tahun lalu sebesar 0,89. Penurunan pajak ekspor akan diikuti oleh meningkatnya jumlah minyak sawit Universitas Sumatera Utara yang diekspor. Penurunan pajak ekspor sebesar 10% akan meningkatkan harga minyak sawit dalam negeri sebesar 14.83 persen. Penelitian yang dilakukan oleh Sanjaya (2008) menganalisis tentang beberapa faktor yang berpengaruh terhadap ekspor kopi Propinsi Bali periode 1990-2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga ekspor kopi, kurs Dolar Amerika Serikat dan kebijakan ekspor kopi secara serempak berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor kopi. Kurs Dolar Amerika Serikat paling dominan mempengaruhi ekspor kopi. Secara parsial harga ekspor kopi tidak signifikan pengaruhnya terhadap ekspor kopi sedangkan ekspor kopi tidak memiliki perbedaan signifikan sebelum dan sesudah ada kebijakan ekspor kopi. 2.9. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir, Analisis Determinan Ekspor Karet Indonesia adalah: GDP Harga Karet Alam Ekspor Harga Karet Sintetis Kurs US Dolar ($) Gambar 2.3. Kerangka Berpikir Universitas Sumatera Utara 2.10. Hipotesis Penelitian Menurut Umar (2007): “Hipotesis adalah suatu perumusan sementara mengenai suatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu dan juga dapat menuntun dan mengarahkan penyelidikan selanjutnya”. Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian empiris sebelumnya, maka hipotesis yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut: 1. Kenaikan GDP riil negara tujuan ekspor akan berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor karet Indonesia, ceteris paribus. 2. Kenaikan harga karet alam dunia akan berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor karet Indonesia, ceteris paribus. 3. Kenaikan harga karet sintetis akan berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor karet Indonesia, ceteris paribus. 4. Kenaikan nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah akan berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor karet Indonesia, ceteris paribus. Universitas Sumatera Utara