BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Ampas kulit nanas merupakan limbah dari proses pengupasan (peeling) buah nanas pada tahapan produksi nanas kaleng. Limbah tersebut merupakan ampas pengempaan (pressing) kulit buah nanas untuk diambil air buah yang tersisa di dalamnya. Limbah tersebut dihasilkan dalam jumlah besar pada proses pengalengan nanas oleh PT. GGPC (Great Giant Peneapple Company) di Lampung Tengah. Kurang lebih 140 ton ampas kulit nanas dengan berkadar air 85% dihasilkan pada proses pengalengan nanas PT-GGPC per hari. Tingkat kuantitas dan ukuran kesinambungan pasokan ampas kulit nanas sebagai hasil samping proses pengalengan nanas merupakan potensi besar bagi usaha pemanfaatannya. Ampas kulit nanas merupakan bahan organik dengan kadar serat tinggi. Bahan tersebut memiliki potensi besar untuk diolah menjadi berbagai macam produk, misalnya sebagai bahan pakan ternak, bahan baku pupuk hayati, medium pertumbuhan mikroba, bahkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan pengisi untuk pembuatan makanan ringan. Salah satu pemanfaatan yang sangat potensial adalah sebagai bahan baku pakan ternak ruminansia, namun hal tersebut terkendala dengan kandungan protein ampas kulit nanas yang rendah, sehingga kebutuhan nutrisi ternak tidak tercukupi. Oleh karena itu dibutuhkan suatu usaha meningkatkan kualitas ampas kulit nanas, khususnya pada upaya peningkatan kadar protein bahan. Salah satu jalan untuk memperkaya kadar protein bahan adalah dengan membudidayakan sel mikroba pada ampas kulit nanas sebagai sumber protein atau disebut juga protein sel tunggal (PST). PST didefinisikan sebagai sumber protein yang berasal dari mikroba seperti khamir, kapang, bakteri, dan alga. Kapang menjadi mikroba yang potensial sebagai sumber protein sel, karena dibandingkan dengan ketiga jenis mikroba lainya, kapang memiliki kemampuan tumbuh dengan baik pada media padat. Peningkatan kadar protein bahan dilakukan melalui proses fermentasi medium padat, yaitu membudidayakan mikroba pada media yang tidak larut dalam air, serta tidak mengandung air bebas namun cukup air untuk keperluan metabolisme sel (Senez 1979). Kapang adalah mikroba yang paling baik baik ditumbuhkan dengan cara ini mengingat medianya yang padat serta kadar nutrisi larut air yang cenderung rendah untuk kultivasi bakteri secara optimum (Raimbault, 1998). Peningkatan kadar protein ampas kulit nanas melalui metode fermentasi media padat dengan sel mikroba sebagai sumber protein yang utama dipengaruhi beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Beberapa faktor tersebut adalah suhu, kadar air, pH, aerasi, agitasi, dan konsentrasi nutrien (Riyanto dan Andi, 2009). Faktor jenis mikroba dan waktu inkubasi juga sangat menentukan kuantitas peningkatan kadar protein kasar bahan. Pada penelitian ini dilakukan beberapa variasi perlakuan untuk memastikan proses fermentasi berlangsung optimal, diantaranya; pemilihan jenis kapang terbaik, optimasi waktu inkubasi kasar, dan aplikasi kultur campuran kapang. 1.2. RUANG LINGKUP Ruang lingkup penelitian ini yaitu penggunaan ampas kulit nanas sebagai substrat pertumbuhan keempat jenis kapang terpilih, Aspergillus niger, Rhizopus oligosporus, Phanerochaete crhysosporium, dan Trichoderma viride. Fermentasi media padat dilakukan untuk meningkatkan kadar protein kasar ampas kulit nanas. Produk hasil fermentasi merupakan sel mikroba itu sendiri bersama dengan subtratnya, tanpa dilakukan pemisahan atau disebut juga produk biomasa mikroorganisme (PBM). Variabel yang diterapkan dalam proses fementasi adalah perbandingan ketiga jenis kapang dan pengambilan sampel per tiga hari masa inkubasi. Parameter yang diukur adalah kadar protein kasar, serat kasar, dan kehilangan bahan kering. Penentuan proses fermentasi terpilih dilakukan berdasarkan pada parameter utama yaitu kadar protein kasar tertinggi. 1.3. TUJUAN - Mendapatkan jenis kapang terbaik sebagai sumber N untuk meningkatkan kadar protein kasar ampas kulit nanas sebagai bahan pakan. Optimasi waktu inkubasi kasar pada proses fermentasi dengan indikator peningkatan kadar protein kasar tertinggi Mendapatkan kemungkinan penggunaan aplikasi kultur campuran sebagai starter media dibandingkan dengan kultur tunggal.