120 BAB V KESIMPULAN Tidak dapat dipungkiri, setelah dianutnya

advertisement
BAB V
KESIMPULAN
Tidak dapat dipungkiri, setelah dianutnya gagasan hak asasi dalam Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), masyarakat internasional sejak saat itu telah
memiliki satu standar bersama dalam melakukan hubungan internasional satu
sama lain. Lebih jauh standarisasi ini tidak hanya mengatur bagaimana
masyarakat internasional melakukan interaksi, namun juga memberi dampak yang
cukup signifikan dalam segala hal. Salah satu dampaknya mengenai kedudukan
hukuman mati yang kini masih menjadi kebijakan nasional beberapa warga
internasional. Mencuatnya hak asasi manusia sebagai standarisasi yang diimani
mayoritas warga internasional dewasa ini, pada akhirnya semakin menguatkan
wacana penghapusan hukuman mati.
Seperti yang diungkap Forsythe, bahwa pandangan mengenai hak asasi
manusia timbul dari tiga orientasi umum filosofis, yaitu, konservatisme,
liberalisme, dan komunalisme. Namun, terlepas dari perdebatan pandangan hak
asasi mana yang dianut dunia internasional. Pada hakikatnya, esensi ajaran hak
asasi dewasa ini mengacu pada satu kata kunci “kemanusiaan”. Pengakuan
terhadap kata kunci ini adalah pengakuan terhadap norma dasar moral universal
yang mendasari norma-norma lain, baik di bidang etika maupun hukum. Implikasi
dari pengakuan ini jelas, bahwa prinsip ini mengubah segala ketetapan lama yang
sama sekali tidak mementingkan kata kunci hak asasi ini. Terjadi perubahan
120
121
paradigma (shifting paradigm) dalam masyarakat internasional, jika dulunya
individu bukan merupakan subjek hukum, kini, karena kata kunci “kemanusiaan”
individu juga telah menjadi subjek hukum internasional.
Berkaitan dengan posisi ini, upaya penghapusan hukuman mati pada
akhirnya sering ditemui, karena sejalan dengan dinamika hukum internasional
yang lagi-lagi penulis katakan telah memberikan posisi yang teramat sangat
penting terhadap hak asasi. Tuntutan penghapusan hukuman mati, sebagai sebuah
isu telah menjadi sebuah perjuangan tanpa henti dari para aktivis hak asasi
manusia. Dalam konteks internasional, Amnesty Internasional merupakan satu
contoh organisasi yang paling gigih untuk menghapuskan hukuman ini. Sampai
saat ini berdasarkan laporan Amnesty Internasional, penghapusan hukuman mati
di dunia telah dilakukan oleh 129 negara yang terbagi ke dalam tiga kategori
yakni: 88 negara telah menghapuskan hukuman mati secara menyeluruh, 11
negara menghapuskan secara sebagian dan tetap mempertahankannya terhadap
kejahatan-kejahatan tertentu seperti kejahatan di kala perang, dan 30 negara dalam
kurun 10 tahun belakangan tidak mempraktekan hukuman mati namun tetap
mempertahankannya di dalam sistem pemidanannya. Sedangkan untuk negaranegara yang masih mempraktekan hukuman mati tersisa 68 negara.
Pada dasarnya isu sentral dari hukuman mati tidak terlepas dari pernyataan
Beccaria dalam bukunya On Crime and Punishment yang mempertanyakan hak
negara untuk mencabut nyawa seorang. Hal ini sangat erat kaitannya dengan
gagasan hak asasi manusia. Negara dalam perspektif hak asasi manusia
diposisikan untuk melindungi hak-hak asasi manusia dan bukan sebaliknya, justru
122
negara yang melakukan pelanggaran hak asasi ini. Gagasan perlindungan hak
asasi manusia dari negara terhadap warga negaranya, dikonstruksikan berdasarkan
konsep hubungan kontraktual antara negara dengan masyarakatnya di mana
penguasa (negara) diberikan kewenangan untuk mengatur serta membatasi hak
relatif dari individu anggota masyarakat, namun negara tidak memiliki
kewenangan atas hak asasi dari individu masyarakat
karena tidak pernah
diserahkan oleh masyarakat kepada negara. Oleh karenanya, terdapat hak-hak
yang tetap melekat pada individu anggota masyarakat yang berlaku universal dan
tidak dapat dikesampingkan dalam keadaan apapun (non-derogable rights) dan
negara harus menghormati serta melindunginya. Hak hidup dalam perspektif ini
merupakan bagian hak-hak asasi yang tidak diserahkan kepada negara, negara
tidak memiliki kewenangan untuk menghilangkan hak tersebut.
Namun demikian, di beberapa negara, hak hidup ini menjadi relatif
dikarenakan pandangan bahwa negara mencabut hak hidup justru untuk
mempertahankan hak-hak asasi anggota masyarakat lainnya. Hal ini tidak terlepas
dari fungsi perlindungan negara terhadap hak warga negara baik yang bersifat
relatif maupun asasi, fungsi perlindungan negara secara operasional berlaku ketika
ada anggota masyarakat yang melanggar hak anggota masyarakat lainnya. Setiap
tindakan yang melanggar hak individu masyarakat akan mendapat pembalasan
dari negara, termasuk di dalam pembalasan tersebut ialah hukuman mati.
Munculnya hak asasi manusia dalam pentas internasional tentu tidak
datang secara tiba-tiba. Hak asasi ini muncul melalui suatu proses yang relatif
panjang dan lama. Sekali lagi, terlepas dari falsafah hak asasi mana yang diimani
123
dunia internasional, secara normatif, kedudukan pribadi manusia dengan segala
hak-haknya yang paling asasi telah memperoleh pengakuan. Sehingga secara
singkat dapat dikatakan bahwa hak asasi manusia telah mencatat kemenangan
historis atas bentuk-bentuk dominasi negara terhadap individu. Hal ini dapat
dikatakan sebagai pengaruh awal yang berhasil ditancapkan hak asasi manusai di
dalam hubungan internasional.
Hak asasi manusia telah memberikan pancaran legitimasi pada kehidupan
umat manusia sedemikian rupa, sehingga hukum, undang-undang, dan politik
tampak absah ketika semua itu berlandaskan hak-hak asasi. Sekilas mengacu pada
fakta ini, ada kemungkinan besar hak asasi manusia akan mampu memberikan
pengaruh sehingga dihapuskannya hukuman mati. Apakah demikian adanya? Pada
kenyataannya hal tersebut tidak semudah yang dibayangkan. Indonesia sebagai
salah satu contoh dalam hal ini. Indonesia bukan tidak terpengaruh untuk
menghapus hukuman matinya disebabkan mencuatnya hak asasi, namun faktor
politik, sosial, dan budaya negara ini lebih mengharuskannya melakukan hukuman
mati. Perlu diakui sebagai sebuah hak asasi, hak untuk hidup telah memiliki dasar
hukum yang kuat dan berlaku di dalam negara Indonesia, namun demikian
persoalan hak hidup jika dipersandingkan dalam konteks penghapusan hukuman
mati merupakan persoalan yang rumit dan kompleks bagi Indonesia karena lagilagi hukuman mati sangat terkait dengan doktrin politik, sosial, keagamaan dan
dimensi budaya Indonesia.
Sebagai kesimpulan, penulis berpendapat bahwa pengaruh hak asasi
manusia terhadap eksistensi hukuman mati sampai detik ini baru sampai pada
124
tahap kontroversi atau dalam istilah Martha Finnemore sebagai tahap norm
cascade
di
mana
negara-negara
sebagai
penerima
pengaruh
masih
mempertimbangakn babat-bibit-bobot hak asasi. Kemungkinan besar pudarnya
hukuman mati (terhapuskannya secara total oleh seluruh dunia) dapat terjadi
seiring dengan terus berkembangnya kesadaran sejarah masyarakat internasional
untuk memaknai hak asasi sebagai kata kunci yang tidak bisa dilanggar dengan
alasan apapun.
Sebagai saran, menempatkan hak hidup dalam konteks negara yang belum
mau menghapus hukuman matinya (seperti Indonesia), maka tidak harus
dipandang secara absolut dengan menyatakan hukuman mati bertentangan dengan
hak asasi manusia (hak hidup) internasional dan karenanya harus dihapuskan.
Namun harus dikaitkan dengan dimensi politik, sosial, dan budaya masyarakat
yang ada. Dalam posisi seperti ini, maka sikap yang dapat diambil adalah dengan
menyatakan bahwa hak hidup dapat dicabut oleh negara selama si terhukum mati
telah melalui sebuah proses hukum yang adil dan berimbang. Hukuman
selayaknya tidak diberikan melebihi kesalahan/kerusakan yang telah diperbuat
oleh terhukum. Oleh karenanya, membatasi hukuman mati hanya untuk
menghukum kejahatan-kejahatan tertentu yang dianggap luar biasa (extra
ordinary crimes), merupakan sebuah pilihan atau jawaban yang agak tepat
menanggapi pengaruh hak asasi manusia yang menginternasional untuk saat ini
sambil menunggu kesadaran sejarah benar-benar terjadi..
Akhirnya, dapat dikatakan, bahwa pengaruh hak asasi telah membuat
dunia internasional kini ramai menanggalkan kebijakan hukuman mati. Akan
125
tetapi pengaruh ini masih sebatas imbauan solidaritas yang tidak memberikan
sanksi apa-apa. Jika melihat masih terdapatnya pihak-pihak yang tidak begitu
antusias menerima hak asasi manusia sebagai standarisasi mereka dalam
menyelesaikan masalah utamanya yang berkaitan dengan hukuman mati, maka
menurut hemat penulis membangkitkan kesadaran sejarah untuk mewujudkan
penghapusan hukuman mati ini adalah solusi yang untuk saat ini paling rasional
untuk dilakukan. Mungkin untuk saat ini, kesadaran sejarah ini belum menyentuh
seluruh kontestan internasional, atau mungkin telah menyentuh namun para
kontestan ini belum mau memahami kesadaran sejarah akan hak asasi ini karena
masih terbentur kendala politik, sosial, dan budaya masing-masing kontestan
internasional.
Download